UEpIpeYp yessep uourSese
spread eres epeg x
weep sejaf exesos deySun,
Hufp yes Yersep pwoUoro dist
Se1E Ip werelnBzad ‘ueerefousy, jomadon
semay defiumsy
were epeg
vauny edummes
PuE ureyep SunsBue.2q snioy ep uerepidisd aesnd ypelusus
Yep! # issuopuy uenqey fea yefos weyyeq ‘euney reves eps
SunsBuejoq ry uevepBiay “eruopuy 5yyqnds ueurpeiod yest
{wvlep zesaq eyewy Buck eamny wep ynyod woUoyD “eIB08 rou
Semour yep Sued smu Suyped uevepiod mes yop ueyedriou
‘eMuzeny 1p \s2ep-yersep uedusp eueyel ip resnd seo emeiue
uedengny amyfueduous Sue yrnjod uesmeduad svrwog
upnjnyopueg
«fa U0) < 999
«uNVVISAN@GN]-ay),, Nva
HVYaVG@ INONOLEschari selepas
jut dengan
dihadirkannya berbagai landasan konstitusional produk politike
penting yang diandaikan memiliki kepasitas untuke membingkai
hubungan aneara Jakarta dan daerah-daerah dalam keserasian dan
keeseimbangan. UU pertama yang dihasilkan paslemen republike
inj adalah UU yang memberikan hak-hak legislaif kepada Komite
Nasional Indonesia di daerah-dzerah. Sekalipun UU ini tidak
dimaksudkan untuk memberikan oronomi kepada daerah-daerah,
api nbulkannya sangat ayata,
yakni memberikan kekuasaan politik kepada dacrah-daetah untuk
-masing. Rangkaian UU
arabkan untuk mencapai
berileuenya bahkan secara h
sebuah format hubuny ah yang ideal yang tercermin
in pemerintahan Bung Karno —
regim Orde Lama oleh regim
nemukan sebuah format hubungan
wungkap lewat pengundangan
UU Nomor 18 hun 1965,
periode kekuasaan Bung
;araan Indonesia dari awal
tampak jelas bahwa
atau dilabelkan secara negatf seba
berikutnya— upaya uncuh
yang ideal terus dilakuka
Kamo. Dati sejarah ps
kemerdekaan hingga bi
Jonesia menga
nenucupnya dengs
rang otonomi dan
Terlepas dari perbedaan-perbedaan yang melekat dalam
‘masing-masing produk poiitik di atas, terdapat kesamaan-kesama-
an mendasar di antara mereka, yakni masing-masingnya berusaha
untuk menemukan sebuah format hubungan ideal yang mampu
mengakomodasi baik hasrat sentralisasi yang kuat di Jakarta,
maupun hasrat desentralisasi yang sangat kuat dituntut daerah-
pengalaman empirik
iberal mengungkap-
8, komitmen untuk memberikan ruang ekspresi
dengan berakhirnya era demokrasi patlementer
kita akan inenemukan kenyataan bahvea setiap kabi
pemberian otonomi kepada daerah-dacrah sebagai salah satu
program prioritas masing-masing. B:
pemerintahan, sebuah kementerian yang
secara khusus dimaksudkan untuk menangani persoalan ini yakni
kementerian otonomi daerah dan hubungan ancar daerah.
Diperlukan waktu kurang lebih 40 cahun sel
dengan substansi yang sama dihadirkan dalam kal
Presiden Abdurrahman Wahid. Di amara periode tersebut dan
juga —tetlepas dari telah dikeluarkannya TAP MPR khusus
tentang Otonomi Daerah— pada kabinet Gus Dur Pasca resuflle
oronomi dacrah semata-mata menjadi persoalan kementerian
Dalam Negeri, bahkan hanya merosor mi soalan salah
sata direktorat jenderal, yakni Di i
an, peenah dalam sejarah
kementerian
Terlepas dari berbagai upay:
‘otoritas politik pusat untuk menemuk:smpakkan ambival
dukungan tanpa
16 dirumuskan Jakarta,
yang cukup kuat uneuke
‘ronomi yang, luas. Pergolakan
ikansi ckonomi dan politike
nasional di masa lalu yang
ah bulk
gara kesatuan
tentang Aceh
sgesakan separatis (Kahin, 1989).
Dalam perkembangan terakhir, kisah yang disodorkan dari
‘Aceh dan Irian Jaya dimana hasrat untuk melakukan referendum
dan bahkan harapan dan perjuangan untuk membentuk negara
sendiri sedang menemukan momentumnya, merupakan contoh
lain yang memastikan sifat *keabadian” dari tarik-menarik dua
hasrat —sentralisasi versus desentralisasi— di acas
Kisah perpisahan Indonesia dengan Timtim, mungkin bisa
ikecualikan sebagai contoh kongkrit dari kemenangan hasrat
dacrah menjauhi Jakarca, Alasan-alasan sejarah dan politik yang
berbeda, paling tidak bisa dipakai sebagai “pemaaf” untuk
‘mengecualikan kasus Timtim dari interpretasi semacam ini. Tetapi
apa yang berlangsung di banyak daerah lainnya, termasuk yang
terdengar secara samar-sathar dari kawasan Riau dan Kalimantan,
bahkan sempat pula dari Sumbar bebcrapa wakt
sulic dipungkiri sebagai refleksi yang sempurna
yaugg mampu memenuhi dan mengakomodasi hasrat
decrah-daerah, tanpa harus mengorbankan kepentingan-
kepentingan Indonesia sebagai sebuah kesatuan politike dan sebagai
sebuah bangsa satu pula,
Ketika Jakarta Berujar, “Akuiah Indonesia”
Tarik ulur yang sangat keras antara sentralisasi dan desentra-
lisasi sebagai dua prinsip mendasar dalam pengaturan hubungan
ppusat dan daerah-dacrah tidak semata-mata terungkap lewat masih
bertahan dan bahkan cerus menguatnya berbagai caut etno-
ie di banyak dacrah seperti digambarkan di atas. Ia
ralisasi dan police
yman yang sangat keras yang dilakukan oleh tegim Orba
selama 32 tahun, Kerangka pengacuran politik selama 32 tahun
7