You are on page 1of 12

PSAK 16-Aset Tetap: Aspek Akuntansi dan Aspek Pajaknya

Definisi Aset Tetap


Menurut PSAK 16, aset tetap adalah aset berwujud yang dimiliki dan digunakan dalam
produksi atau penyediaan barang dan jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain atau untuk
tujuan administratif dan diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode.

Berdasarkan definisi di atas, suatu aset berwujud memiliki ciri digunakan dalam
operasi usaha dan tidak untuk dijual kembali, bersifat jangka panjang dan biasanya dapat
disusutkan, serta memiliki wujud fisik. PSAK 16 tidak berlaku until properti investasi (PSAK
13) dan hak penambangan maupun reservasi tambang.Namun, termasuk ke dalam definisi
aset tetap adalah tanaman produktif (bearer plants). Tanaman produktif adalah tanaman
hidup yang digunakan dalam produksi atau penyediaan produk agrikultur, diharapkan untuk
menghasilkan produk untuk jangka waktu lebih dari satu periode dan memiliki kemungkinan
yang sangat jarang untuk dijual sebagai produk agrikultir, kecuali untuk penjualan sisa yang
insidental (incidental scrap).

Pengakuan Biaya Perolehan Awal Aset Tetap


Menurt PSAK 16. untuk dapat dikapitalisasi ke dalam aset tetap, biaya perolehan awal aset
tetap harus memenuhi dua kriteria kapitalisasi, yaitu kemungkinan besar manfaat ekonomis
aset akan mengalir ke perusahaan di masa mendatang dan biaya perolehannya dapat diukur
secara andal.

Yang termasuk dalam komponen biaya perolehan aset tetap meliputi harga perolehan, biaya
yang dapat diatribusikan langsung dan estimasi biaya pembongkaran dan pemindahan
aset tetap dan restorasi lokasi (dismantling cost). Yang dimaksud dengan biaya yang dapat
diatribusikan langsung meliputi:

a. biaya imbalan kerja yang timbul secara langsung dalam pembangunan atau akuisis
aset tetap
b. biaya penyiapan lahan untuk pabrik
c. biaya penanganan dan penyerahan awal
d. biaya perakitan dan instalasi
e. biaya pengujian asset
f. komisi profesional
Sedangkan contoh biaya di bawah ini bukan merupakan biaya perolehan:

a. biaya pembukaan fasilitas baru (grand opening atau soft opening)


b. biaya pengenalan produk atau jasa baru
c. biaya penyelenggaraan bisnis di lokasi baru atau pelanggan baru
d. biaya administrate dan overhead umum
e. biaya yang terjadi ketika aset telah mampu beroperasi sesuai dengan maksud
manajemen namun belum digunakan atau masih beroperasi di bawah kapasitas penuh
f. kerugian awal saat operasi seperti kerugian permintaan terhadap keluaran masih
rendah
g. biaya relokasi dan reorganisasi sebagian atau seluruh operasi entitas

Sedangkan menurut UU PPh, harga perolehan suatu aset diatur sebagai berikut:

a. Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta yang tidak
dipengaruhi hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4)
adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan atau diterima, sedangkan apabila
terdapat hubungan istimewa adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima
b. Nilai perolehan atau nilai penjualan dalam hal terjadi tukar‐menukar harta adalah
jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar.
c. Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi,
penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha
adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar,
kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
d. Apabila terjadi pengalihan harta:
1) yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan
huruf b, maka dasar penilaian bagi yang menerima pengalihan sama dengan nilai
sisa buku dari pihak yang melakukan pengalihan atau nilai yang ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Pajak;
2) yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf
a, maka dasar penilaian bagi yang menerima pengalihan sama dengan nilai pasar
dari harta tersebut.
e. Apabila terjadi pengalihan harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf
c, maka dasar penilaian harta bagi badan yang menerima pengalihan sama dengan
nilai pasar dari harta tersebut.
f. Persediaan dan pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok dinilai
berdasarkan harga perolehan yang dilakukan secara rata‐rata atau dengan cara
mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama.

Biaya Selanjutnya
Selanjutnya, jika biaya yang dikeluarkan terkait aset memenuhi kriteria kemungkinan besar
manfaat ekonomis aset akan mengalir ke perusahaan di masa mendatang dan biaya
perolehannya dapat diukur secara andal, maka biaya lanjutan tersebut dapat dikapitalisasi
ke dalam nilai aset. Sedangkan jika biaya lanjutan tersebut tidak memenuhi dia kriteria di
atas, maka biaya tersebut langsung dibebankan misalnya biaya perawatan sehari-hari.

Pengukuran Setelah Pengakuan


Pada dasarnya, aset tetap dapat diukur melalui dua model, yaitu cost model atau revaluasian
model. Pada model cost/biaya, aset tetap dicatat pada biaya perolehan dikurangi
akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai. Sedangkan pada model
revaluation, aset tetap dicatat pada nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi
akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal
revaluasi.

Yang dimaksud penyusutan adalah alokasi sistematis jumlah yang dapat disusutkan
(depreciable amount) dari suatu aset selama umur manfaatnya (useful life). Penyusutan
dimulai pada saat aset tersebut SIAP digunakan, yakni pada saat aset berada di lokasi dan
kondisi yang diinginkan agar aset siap digunakan sesuai dengan keinginan dan maksud
manajemen. Tidak ada definisi yang lebih jelas mengenai penjabaran kata SIAP pada
paragraf tersebut, mengingat PSAK saat ini menganut principal base, bukan lagi rule base.
Oleh karena itu definisi SIAP tersbeut pada dasarnya diserahkan kepada manajemen.

Penyusutan aset dihentikan ketika aset tersebut diklasifikasikan sebagai ast yang dimiliki
untuk dijual (ATUD) atau dihentikan pengakuannya. Implikasi dari ketentuan ini, penyusutan
tetap harus dilakukan sekalipun aset tersebut sedang tidak digunakan atau dihentikan
penggunaannya, kecuali apabila penyusutan dihitung dengan metode unit produksi. Khusus
untuk aset tetap berupa tanah dan bangunan harus diperlakukan sebagai ASET TERPISAH
walaupun diperoleh sekaligus.
Menurut UU PPh, penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk
harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya
pengerjaan harta tersebut. Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak
diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada bulan harta tersebut digunakan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta yang
bersangkutan mulai menghasilkan.

Terdapat perbedaan definisi menurut PSAK 16 dan menurut UU PPh mengenai kapan
penyusutan harus dilakukan. Menurut PSAK penyusutan dilakukan ketika aset siap
digunakan, sedan menurut UU PPh penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya
pengeluaran, kecuali untuk bulan yang dalam proses pengerjaan, penyusutan dilakukan pada
bulan selesainya pengerjaan harta tersebut. Entitas diperkenankan melakukan penyusutan
pada bulan harta tersebut siap digunakan, namun harus dengan seizin Dirjen Pajak. Sehingga
akan timbul kondisi dimana menurut PSAK belum boleh disusutkan (karena aset belum siap
digunakan) namun sudah boleh disusutkan menurut UU PPh.

Contoh
PT WAG membeli sebuah mesin pada bulan Januari 2017 dari China, dikirim ke Indonesia
dengan menggunakan kapal dan memakan waktu kurang lebih15 hari untuk sampai ke
Indonesia di pelabuhan Tanjung Perak. Dari pelabuhan, mesin harus terlebih dahulu melewati
proses administrasi cukai, kemudian ada pengecekan mesin (testing), pemasangan dan
pengkondisian mesin hingga siap digunakan. Mesin tersebut baru siap digunakan pada bulan
Maret 2017.
Menurut PSAK 16, mesin tersebut disusutkan mulai bulan Maret 2017, namun menurut
ketentuan perpajakan, mesin harus disusutkan sejak bulan Januari, karena sudah dilakukan
pengeluaran terkait mesin tersebut.

Umur Manfaat
Beberapa hal di bawah ini harus diperhatikan dalam menentukan umur manfaat suatu aset:
a. ekspektasi daya pakai aset
b. ekspektasi tingkat keausan fisik aset
c. keusangan teknis dan keusangan komersial
d. pembatasan penggunaan aset karena aspek hukum (Misalnya karena sewa)
Berdasarkan kriteria di atas, metode penyusutan yang digunakan harus mencerminkan
ekspektasi pola konsumsi manfaat ekonomis masa depan atas aset oleh entitas. Metode
penyusutan berdasarkan pendapatan pada dasarnya tidak tepat.

Berdasarkan penjelasan di atas, PSAK menyerahkan kepada entitas untuk menghitung sendiri
masa manfaat dengan memperhatikan empat kriteria di atas. Sedangkan menurut UU PPh,
masa manfaat suatu aset tetap berwujud hanya dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu:

Kelompok Harta Berwujud Masa Tarif penyusutan


Manfaat sebagaimana dimaksud
dalam
Ayat (1) Ayat (2)
1. Bukan bangunanKelompok 1 Kelompok 4 tahun 25% 50%
2 Kelompok 3 Kelompok 4 8 tahun 12,5% 25%
2. BangunanPermanenTidak Permanen 16 tahun 6,25% 12,5%
20 tahun 5% 10%

20 tahun 5%
10 tahun 10%

UU PPh hanya mengenal umur manfaat 4, 8, 16 atau 20 tahun untuk aset selain bangunan dan
10 dan 20 tahun untuk aset bangunan. Hal ini juga yang akan menyebabkan terjadinya
perbedaan penyusutan komersial dan fiskal, selain perbedaan penentuan kapan suatu aset
harus mulai disusutkan.

Nilai Wajar
Nilai wajar menurut PSAK adalah nilai dimana suatu aset dapat dipertukarkan atau suatu
kewajiban diselesaikan antara pihak yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan
transaksi wajar (arm’s length transaction). Nilai wajar bukanlah nilai yang akan diterima atau
dibayarkan entitas dalam suatu transaksi yang dipaksakan, lukuidasi yang dipaksanakan atau
penjualan akibat kesulitan keuangan.

Nilai wajar menurut ketentuan perpajakan dapat kita kutip dari beberapa pasal berikut ini:
 Menurut pasal 10 UU PPh, nilai wajar adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan
atau diterima, sedangkan apabila terdapat hubungan istimewa adalah jumlah yang
seharusnya dikeluarkan atau diterima, atau jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau
diterima berdasarkan harga pasar.
 Menurut UU PPN, nilai wajar adalah harga pasar wajar, yang definisinya tercermin
dari definisi harga jual, yaitu nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta
atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak
termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang ini dan
potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.

Menurut PSAK 16, untuk menentukan nilai wajar digunakan hierarki berikut ini:
1. Kuotasi harga di pasar aktif. Pasar aktif adalah pasar di mana transaksi atas aset atau
liabilitas terjadi dengan frekuensi dan volume yang memadai untuk menyediakan
informasi penentuan harga secara berkelanjutan (sesuai definisi pada PSAK 68).
Contoh pasar aktif adalah pasar saham atau pasar komoditas
2. Jika kuotasi harga pada pasar aktif tidak dapat ditemui, maka digunakan teknik
penilaian yang meliputi:
a. penggunaan transaksi-transaksi pasar wajar yang terkini antara pihak-pihak yang
mengerti dan berkeinginan jika tersedia (bahasanya agak belibet ya, maksudnya ya
transaksi di pasar biasa seperti retail market, atau pasar pada umumnya)
b. referensi atas nilai wajar terkini dari instrumen lain yang secara substansi sama
c. analisis arus kas yang didiskonto (discounted cash flow analysis) dan
d. model penetapan harga opsi (option pricing models)
3. Apabila tidak ada pasar yang dapat dijadikan acuan dalam penentuan nilai karena sifat
aset yang khusus dan jarang diperjualbelikan, maka entitas perlu mengestimasi nilai
wajar menggunakan pendekatan penghasilan (income approach) atau depreciated
replacement cost (cost approach)

Nilai wajar tanah dan bangunan biasanya ditentukan melalui penilaian yang dilakukan oleh
penilai yang memiliki kualifikasi profesional berdasarkan bukti pasar, sedangkan nilai wajar
pabrik dan peralatan biasanya menggunakan nilai pasar yang ditentukan oleh penilai.

Revaluation Model
Seperti telah disebutkan di atas, bahwa pencatatan aset tetap dapat dilakukan dengan dua
model, cost model atau revaluation model. Pada cost model, aset tetap dicatat sebesar nilai
perolehannya, kemudian disusutkan menurut nilai bukunya. Sedangkan pada revaluation
model, aset tetap direvaluasi secara berkala untuk menentukan nilai wajarnya pada tanggal
revaluasi. Selanjutnya revaluation model juga dibagi menjadi dua jenis, yaitu proporsional
dan eliminasi. Apabila suatu aset dicatat dengan revaluation model, seluruh aset tetap dalam
kelompok yang sama harus direvaluasi juga.

Pada saat entitas memilih mencatat aset tetap dengan menggunakan revaluation model, jika
jumlah tercatat aset tetap meningkat sebagai akibat revaluasi, maka:
a. kenaikan diakui di pendapatan komprehensif lain (OCI) dan terakumulasi dalam ekuitas
pada bagian surplus revaluasi
b. kenaikan diakui di laba rugi hingga sebesar penurunan nilai aset tetap yang sama akibat
revaluasi yang pernah diakui sebelumnya dalam laba rugi

Sementara jika jumlah tercatat aset tetap menurun sebagai akibat revaluasi, maka:
a. penurunan diakui di pendapatan komprehensif lain (OCI) sepanjang tidak melebihi saldo
surplus aset tercatat
b. penurunan diakui dalam laporan laba rugi jika tidak terdapat saldo surplus revaluasi akibat
revaluasi periode-periode sebelumnya

Atau lebih mudahnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Akibat Pengaruh ke OCI Pengaruh ke Laba Rugi


Revaluasi
Meningkat Jika tidak memiliki kerugian akibat Jika memiliki kerugian akibat
revaluasi periode-periode revaluasi periode-periode
sebelumnya sebelumnya
Menurun Jika memiliki saldo surplus revaluasi Jika tidak memiliki saldo
akibat revaluasi periode-periode surplus revaluasi skibat
sebelumnya revaluasi periode-periode
sebelumnya

Surplus revaluasi yang ada di ekuitas dapat dipindahkan langsung ke saldo laba pada saat aset
tersebut dihentikan penggunaannya, atau pemindahan tersebut juga dapat dilakukan seiring
dengan penggunaan aset oleh entitas (partially realized). Nilai yang dipindahkan sebesar
perbedaan penyusutan dengan revaluasian dan penyusutan dengan biaya perolehan, (atau
nilai surplus revaluasi dibagi sisa masa manfaat ekonomis).

Penghentian Pengakuan
Jumlah tercatat aset tetap dihentikan pengakuannya pada saat pelepasan atau saat tidak
terdapat lagi manfaat ekonomi masa depan yang diekspektasikan dari penggunaan atau
pelepasannya

Keuntungan atau kerugian yang timbul dari penghentian pengakuan aset tetap ditentukan
selisih antara jumlah hasil pelepasan neto jika ada dan jumlah tercatatnya.
PENERAPAN PSAK 16 (REVISI 2007) TENTANG ASET TETAP DAN DAMPAKNYA
TERHADAP PERPAJAKAN

Berdasarkan PSAK 16 (Revisi 2007) tentang Aset Tetap yang telah berlaku efektif pada 1 Januari
2008 ditetapkan dua model penilaian (valuation model) Aset Tetap, yaitu: model harga biaya (cost
model) dan model revaluasi (revaluation model), yang pada PSAK 16 sebelumnya (Revisi 1994)
hanya mengenal model biaya.

Menurut PSAK 16 (Revisi 2007), apabila suatu entitas memilih model revaluasi, maka entitas tersebut
harus menilai kembali aset tetapnya secara berkala sesuai dengan nilai pasar wajar. Jika tidak terdapat
nilai wajar yang dapat dijadikan dasar revaluasi, maka menurut PSAK 16 (Revisi 2007) paragraf 33,
dapat dilakukan estimasi nilai wajar menggunakan pendekatan penghasilan atau biaya pengganti yang
telah disusutkan.

Frekuensi revaluasi aset tetap tersebut, dalam paragraph 34 PSAK 16 (Revisi 2007) dilakukan
tergantung materialitas perbedaan nilai dari aset tetap yang direvaluasi. Jika material atau signifikan,
maka revaluasi aset tetap perlu dilakukan setiap tahun, sedangkan jika tidak material/signifikan
revaluasi bisa dilakukan setiap 3 atau 5 tahun sekali.

Perlakukan akuntansi atas selisih antara nilai wajar dengan nilai buku yang diketemukan berdasarkan
hasil revaluasi pada tahun berjalan, berdasarkan paragraf 35, PSAK 16 (Revisi 2007) dapat dilakukan
dengan 2 alternatif sebagai berikut: 1. Penyajian kembali 2. Eliminasi akumulasi penyusutan

Berikut contoh penerapan berdasarkan, pernyataan di atas:

Pada akhir tahun 2008 PT A memiliki aset tetap yang dibeli pada awal tahun 2007 dengan harga
perolehan Rp. 10.000 dengan taksiran masa manfaat 5 tahun. Saldo akumulasi penyusutan aset tetap
tersebut pada 31 Desember 2008 Rp. 4.000.

Berdasarkan revaluasi aset tetap PT A per 31 Desember 2008 diketahui nilai wajarnya Rp. 8.000.
Terhadap aset tetap di atas diketahui pula pada akhir tahun 2009 dilakukan revaluasi kembali dengan
nilai wajar hasil revaluasi Rp.3.000 dan akumulasi penyusutan pada tahun akhir tahun 2009 Rp.2.667

Dari data diatas, perlakuan akuntansi berdasarkan PSAK 16 revisi 2007 adalah sebagai berikut:

A. Tahun 2008

Sebelum Alternatif 1 Alternatif 2

Keterangan

Revaluasi Cost 10.000 8.000 10.000 Akumulasi Penyusutan 4.000


- 2.000 Nilai Buku 6.000 8.000 8.000
Jurnal revaluasi alternatif 1 adalah:

Tanggal Keterangan Dr Cr 31/12/2008 Akumulasi Penyusutan 4.000 Aset Tetap 2.000 Surplus
Revaluasi 2.000

Jurnal revaluasi alternative 2 adalah:

Tanggal Keterangan Dr Cr 31/12/2008 Akumulasi Penyusutan 2.000 Surplus Revaluasi 2.000

Kenaikan nilai tercatat aset tetap di atas sebesar Rp. 2.000, diperoleh dari perbedaan nilai buku
Rp.6.000 dengan nilai wajar Rp.8.000. Berdasarkan PSAK 16 (Revisi 2007) paragraph 39 selisih
tersebut dibukukan pada akun Surlus Revaluasi yang merupakan komponen ekuitas, bukan komponen
laba-rugi..

B. Tahun 2009

Adapun pada tahun 2009, sebagaimana diilustrasikan di atas telah direvaluasi kembali dan
mendapatkan nilai wajar Rp.3.000,- sehingga pada tahun 2009 terjadi penurunan nilai asset tetap dari
Rp.8000 menjadi Rp.5.000,- Diketahui pula saldo akumulasi penyusutan per akhir tahun 2009
Rp.2.667 (dihitung dari Rp.8.000 dibagi sisa umur aset, yaitu 3 tahun) Untuk tahun 2009, dengan
mengacu pada PSAK 16 (Revisi 2007) paragraph 40 yang menyatakan bahwa penurunan nilai akibat
revaluasi harus diakui dalam laporan laba rugi, namun penurunan nilai tersebut langsung didebit ke
ekuitas pada bagian surplus revaluasi selama penurunan tersebut tidak melebihi saldo kredit surplus
revaluasi untuk aset tersebut. Oleh karena itu perlakuan akuntansi untuk tahun 2009 adalah:

Jurnal revaluasi alternatif 1 adalah:

Tanggal Keterangan Dr Cr 31/12/09 Akumulasi .Penyusutan 2.667 Surplus Revaluasi-Ekuitas 2.000


Rugi Revaluasi-Laba Rugi 333 Aktiva Tetap 5.000

Jurnal revaluasi alternative 2 adalah:

Tanggal Keterangan Dr Cr 31/12/09 Surplus Revaluasi-Ekuitas 2.000 Rugi Revaluasi-Laba Rugi 333
Akumulasi.Penyusutan 2.333

Dampak terhadap perpajakan

Sebelum terbitnya PSAK 16 (Revisi 2007), sudah terdapat perbedaan antara PSAK dengan peraturan
perpajakan, seperti tentang metode penyusutan, umur manfaat aset tetap dan kapan aset mulai
disusutkan. Dengan munculnya PSAK 16 (Revisi 2007) terdapat tambahan perbedaan lagi yaitu
adanya model revaluasi dalam Standar Akuntansi Keuangan yang kemudian melahirkan Peraturan
Menteri Keuangan (PMK) No. 79 tahun 2008 tanggal 23 Mei 2008 tentang Penilaian Kembali Aktiva
Tetap untuk Tujuan Perpajakan.
PMK No. 79 tahun 2008 ini mengatur revaluasi aktiva tetap menurut pajak. Perusahaan dapat
menggunakan model revaluasi untuk tujuan perpajakan dengan syarat:

1. Mengajukan permohonan penilaian kembali aktiva tetap kepada Dirjen Pajak (PMK No. 79 tahun
2008 pasal 2). 2. Revaluasi aktiva tetap perusahaan dilakukan terhadap seluruh aktiva tetap
perusahan dan tidak dapat dilakukan kembali dalam jangka waktu 5 tahun terhitung sejak revaluasi
aktiva tetap terakhir (PMK No. 79 tahun 2008 pasal 3). 3. Revaluasi aktiva tetap dilakukan
berdasarkan nilai pasar wajar yang ditentukan oleh jasa penilai atau ahli penilai, namun jika hasil
dari jasa penilai belum dapat mencerminkan keadaan sebenarnya, maka nilai wajar akan ditentukan
oleh Dirjen Pajak (PMK No. 79 tahun 2008 pasal 4). 4. Selisih lebih penilaian kembali
dikenanakan PPh final 10% (PMK No. 79 tahun 2008 pasal 5). 5. Selisih lebih penilaian kembali
aktiva tetap perusahaan di atas nilai sisa buku komersil, harus disajikan dengan nama “selisih lebih
penilaian kembali aktiva tetap perusahaan tanggal ……..” (PMK No.79 tahun 2008 pasal 9 ayat 1).
6. Sejak bulan dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap perusahaan, berlaku ketentuan sebagai
berikut : (a) dasar penyusutan fiskal aktiva tetap yang telah memperoleh persetujuan penilaian
kembali adalah nilai pada saat penilaian kembali, (b) masa manfaat fiskal aktiva tetap yang telah
dilakukan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan disesuaikan kembali menjadi masa manfaat
penuh untuk kelompok aktiva tetap tersebut, (c) perhitungan penyusutan dimulai sejak bulan
dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap perusahaan (PMK No. 79 tahun 2008 Pasal 7 ayat 1);
7. Untuk bagian tahun pajak sampai dengan bulan sebelum bulan dilakukannya penilaian kembali
aktiva tetap perusahaan berlaku ketentuan sebagai berikut : (a) dasar penyusutan fiskal aktiva
tetap adalah dasar penyusutan fiskal pada awal tahun pajak yang bersangkutan, (b) sisa masa
manfaat fiskal aktiva tetap adalah sisa manfaat fiskal pada awal tahun pajak yang bersangkutan,
(c) perhitungan penyusutannya dihitung secara prorata sesuai dengan banyaknya bulan dalam
bagian tahun pajak tersebut (PMK No. 79 tahun 2008 Pasal 7 ayat 2);

Mengacu pada pasal 5 PMK No. 79 tahun 2008 yang menyatakan pengenaan PPh final sebesar 10%
atas selisih lebih penilaian kembali aset, maka perlakuan akuntansi untuk tahun 2008 adalah:

Jurnal revaluasi alternatif 1 adalah:

Tanggal Keterangan Dr Cr 31/12/08 Akumulasi.Penyusutan 4.000 Aset Tetap 2.000 Surplus


revaluasi 1.800 Utang PPh Final 200

Jurnal revaluasi alternatif 2 adalah:


Tanggal Keterangan Dr Cr 31/12/08 Akumulasi Penyusutan 2.000 Surplus revaluasi 1.800 Utang
PPh Final 200

Utang PPh final Rp. 200 berasal dari selisih lebih aset tetap yang dinilai kembali dikalikan dengan
tarif 10%. Adapun untuk penilaian kembali tahun 2009 tidak dikenakan PPh sebagaimana dimaksud
dalam pasal 5 PMK No. 79 tahun 2008, karena nilai aset tetap setelah revaluasi menunjukkan
penurunan dari nilai buku sebelumnya.

Untuk selisih lebih atau kurang karena revaluasi aset yang disajikan dalam laporan laba rugi,
komponen ini tidak lagi dimasukkan dalam perhitungan PPh badan, karena selisih lebih atau kurang
tersebut bersifat final atau dikenakan pajak secara final. Selisih lebih atau kurang yang masuk dalam
laporan laba rugi akan dimasukan dalam koreksi fiskal pada saat perhitungan PPh Badan tahunan.

Sesuai dengan karakteristik dari penghasilan yang dikenakan pajak final, maka penghasilan tersebut
adalah: 1. Penghasilan tersebut tidak termasuk sebagai unsur penambah penghasilan dalam
perhitungan pajak akhir tahun

2. Biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan tersebut
tidak dapat diperhitungkan dalam pengurang penghasilan bruto 3. Pajak yang dipotong atas
penghasilan yang dikenakan pajak final juga tidak dapat dikreditkan dalam perhitungan akhir
tahun.

Selain aspek pengenaan pajak seperti diuraikan di atas, hal lain yang juga diatur dalam ketentuan
PMK No. 79 tahun 2008 adalah perlakuan revaluasi aset tetap menurut fiskal harus diterapkan pada
seluruh aset tetap. Ketentuan ini berbeda dengan menurut akuntansi/komersil yang menetapkan
revaluasi dapat dilakukan hanya pada kelompok aset yang ingin diterapkan model revaluasi tersebut.
Selain itu, jangka waktu revaluasi menurut fiskal dapat dilakuan kembali setelah 5 tahun terhitung
dari jangka waktu terakhir aset direvaluasi, sedangkan menurut akuntansi dalam PSAK 16 (Revisi
2007) paragraph 34, revaluasi dapat dilakukan secara berkala sesuai dengan tingkat signifikansi
perubahan nilai aset tetap. Perbedaan-perbedaan tersebut tentunya akan menimbulkan kompleksitas
pada perhitungan pajak tangguhan.***

You might also like