You are on page 1of 10

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan
mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme heme yaitu bilirubin.
Secara klinis, ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum
>5mg/dL (Cloherty, 2004). Pada orang dewasa, ikterus akan tampak apabila
serum bilirubin >2mg/dL. Ikterus lebih mengacu pada gambaran klinis berupa
pewarnaan kuning pada kulit, sedangkan hiperbilirubinemia lebih mengacu pada
gambaran kadar bilirubin serum total.

2.2 Klasifikasi
Terdapat 2 jenis ikterus: ikterus fisiologis dan patologis (Mansjoer, 2002).
2.2.1 Ikterus fisiologis
Ikterus fisiologis memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Timbul pada hari kedua-ketiga.
b. Kadar bilirubin indirek (larut dalam lemak) tidak melewati 12 mg/dL
pada neonatus cukup bulan dan 10mg/dL pada kurang bulan.
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg/dL per hari.
d. Kadar bilirubin direk (larut dalam air) kurang dari 1mg/dL.
e. Gejala ikterus akan hilang pada sepuluh hari pertama kehidupan.
f. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis tertentu.
2.2.2 Ikterus patologis
Ikterus patologis memiliki karakteristik seperti berikut:
a) Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama kehidupan.
b) Ikterus dengan kadar bilirubin melebihi 12mg/dL pada neonatus cukup
bulan dan 10mg/dL pada neonates lahir kurang bulan/premature.
c) Ikterus dengan peningkatan bilirubun lebih dari 5mg/dL per hari.
d) Ikterus yang menetap sesudah 2 minggu pertama.

Universitas Sumatera Utara


e) Ikterus yang mempunyai hubungan dengan proses hemolitik, infeksi atau
keadaan patologis lain yang telah diketahui.
f) Kadar bilirubin direk melebihi 1mg/dL.

2.3 Etiologi
Penyebab ikterus dapat dibagi kepada tiga fase yaitu:
i. Ikterus Prahepatik
Produksi bilirubin yang meningkat yang terjadi pada hemolisis sel darah
merah. Peningkatan pembentukan bilirubin dapat disebabkan oleh:
- Kelainan sel darah merah
- Infeksi seperti malaria, sepsis.
- Toksin yang berasal dari luar tubuh seperti: obat – obatan, maupun
yang berasal dari dalam tubuh seperti yang terjadi pada reaksi
transfuse dan eritroblastosis fetalis.
ii. Ikterus Pascahepatik
Bendungan pada saluran empedu akan menyebabkan peninggian bilirubin
konjugasi yang larut dalam air. Akibatnya bilirubin mengalami akan mengalami
regurgitasi kembali kedalam sel hati dan terus memasuki peredaran darah, masuk
ke ginjal dan di eksresikan oleh ginjal sehingga ditemukan bilirubin dalam urin.
Sebaliknya karena ada bendungan pengeluaran bilirubin kedalam saluran
pencernaan berkurang sehingga tinja akan berwarna dempul karena tidak
mengandung sterkobilin.
iii. Ikterus Hepatoseluler
Kerusakan sel hati menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu sehingga
bilirubin direk akan meningkat dan juga menyebabkan bendungan di dalam hati
sehingga bilirubin darah akan mengadakan regurgitasi ke dalam sel hati yang
kemudian menyebabkan peninggian kadar bilirubin konjugasi di dalam aliran
darah. Kerusakan sel hati terjadi pada keadaan: hepatitis, sirosis hepatic, tumor,
bahan kimia, dll.

Universitas Sumatera Utara


2.4 Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan .
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban
bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat
peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia. Gangguan pemecahan bilirubin
plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat
terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis.
Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila
ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan
ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu bilirubin ini
akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan
pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam
lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila
bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak
disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat
tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl.
Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat
keadaan berat badan lahir rendah , hipoksia, dan hipoglikemia.

2.5 Gejala Klinis


Gejala Hiperbilirubinemia dikelompokan menjadi 2 fase yaitu akut dan
kronik: (Surasmi, 2003)
1) Gejala akut
a) Lethargi (lemas)
b) Tidak ingin mengisap
c) Feses berwarna seperti dempul
d) Urin berwarna gelap
2) Gejala kronik
a) Tangisan yang melengking (high pitch cry)
b) Kejang
c) Perut membuncit dan pembesaran hati

Universitas Sumatera Utara


d) Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
e) Tampak matanya seperti berputar-putar

2.6 Diagnosis
1) Pendekatan menentukan kemungkinan penyebab
Menetapkan penyebab ikterus tidak selamanya mudah dan
membutuhkan pemeriksaan yang banyak dan mahal, sehingga dibutuhkan suatu
pendekatan khusus untuk dapat memperkirakan penyebabnya.
A. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama.
Penyebab ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya
kemungkinan dapat disusun sebagai berikut :
1. Inkompatibilitas darah Rh, AB0 atau golongan lain.
2. Infeksi intrauterin (oleh virus, toxoplasma, dan kadang-kadang
bakteri).
3. Kadang-kadang oleh defisiensi G6PD.
B. Ikterus yang timbul 24-72 jam sesudah lahir
1. Biasanya ikterus fisiologis.
2. Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh atau
golongan lain. Hal ini dapat diduga kalau peningkatan kadar
bilirubin cepat, misalnya melebihi 5 mg% per 24 jam.
3. Defisiensi enzim G6PD juga mungkin.
4. Polisitemia
5. Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan subaponeurosis,
perdarahan hepar subkapsuler dan lain-lain).
6. Hipoksia
7. Sferositosis, elipsitosis, dan lain-lain.
8. Dehidrasi asidosis
9. Defisiensi enzim eritrosit lainnya.
C. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu
pertama
1. Biasanya karena infeksi (sepsis)

Universitas Sumatera Utara


2. Dehidrasi asidosis
3. Defisiensi enzim G6PD
4. Pengaruh obat
5. Sindrom Crigler-Najjar
6. Sindrom Gilbert
D. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya
1. Biasanya karena obstruksi
2. Hipotiroidisme
3. “Breast milk jaundice”
4. Infeksi
5. Neonatal hepatitis

Pemeriksaan yang perlu dilakukan :


a. Pemeriksaan bilirubin (direk dan indirek) berkala
b. Pemeriksaan darah tepi
c. Pemeriksaan penyaring G6PD
d. Pemeriksaan lainnya yang berkaitan dengan kemungkinan penyebab
2) Ikterus baru dapat dikatakan fisiologis sesudah observasi dan pemeriksaan
selanjutnya tidak menunjukkan dasar patologis dan tidak mempunyai potensi
berkembang menjadi kern icterus.
WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus dari
inspeksi, sebagai berikut:
- Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari
dengan cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila
dilihat dengan pencahayaan buatan dan bisa tidak terlihat pada
pencahayaan yang kurang.
- Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna di
bawah kulit dan jaringan subkutan.
- Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh
yang tampak kuning.

Universitas Sumatera Utara


3) Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis
ikterus neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan
serum bilirubin adalah tindakan ini merupakan tindakan invasif yang
dianggap dapat meningkatkan morbiditas neonatus. Umumnya yang
diperiksa adalah bilirubin total. Beberapa senter menyarankan pemeriksaan
bilirubin direk, bila kadar bilirubin total > 20 mg/dL atau usia bayi > 2
minggu.
Tabel 2.1 Hubungan Kadar Bilirubin (mg/dL) dengan Daerah Ikterus
Menurut Kramer

Daerah Penjelasan Kadar bilirubin


ikterus (mg/dL)
Prematur Aterm
1 Kepala dan leher 4–8 4–8
2 Dada sampai pusat 5 – 12 5 – 12
3 Pusat bagian bawah sampai lutut 7 – 15 8 – 16
4 Lutut sampai pergelangan kaki dan bahu 9 – 18 11 – 18
sampai pergelangan tangan
5 Kaki dan tangan termasuk telapak kaki dan > 10 > 15
Telapak tangan

(Sumber: Arif Mansjoer.Kapita Selekta Kedokteran jilid 2, Edisi III Media


Aesculapius FK UI.2007:504)

2.7 Penatalaksanaan
1) Ikterus Fisiologis
Bayi sehat, tanpa faktor risiko, tidak diterapi. Perlu diingat bahwa pada
bayi sehat, aktif, minum kuat, cukup bulan, pada kadar bilirubin tinggi,
kemungkinan terjadinya kernikterus sangat kecil. Untuk mengatasi ikterus pada
bayi yang sehat, dapat dilakukan beberapa cara berikut:
- Minum ASI dini dan sering
- Terapi sinar, sesuai dengan panduan WHO

Universitas Sumatera Utara


- Pada bayi yang pulang sebelum 48 jam, diperlukan pemeriksaan ulang dan
kontrol lebih cepat (terutama bila tampak kuning).
Bilirubin serum total 24 jam pertama > 4,5 mg/dL dapat digunakan
sebagai faktor prediksi hiperbilirubinemia pada bayi cukup bulan sehat pada
minggu pertama kehidupannya. Hal ini kurang dapat diterapkan di Indonesia
karena tidak praktis dan membutuhkan biaya yang cukup besar.
A) Tata laksana Awal Ikterus Neonatorum (WHO):
- Mulai terapi sinar bila ikterus diklasifikasikan sebagai ikterus berat
- Tentukan apakah bayi memiliki faktor risiko berikut: berat lahir <2,5 kg,
lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu, hemolisis atau sepsis
- Ambil contoh darah dan periksa kadar bilirubin serum dan hemoglobin,
tentukan golongan darah bayi dan lakukan tes Coombs:
i) Bila kadar bilirubin serum di bawah nilai dibutuhkannya terapi sinar,
hentikan terapi sinar.
ii) Bila kadar bilirubin serum berada pada atau di atas nilai
dibutuhkannya terapi sinar, lakukan terapi sinar
iii) Bila faktor Rhesus dan golongan darah ABO bukan merupakan
penyebab hemolisis atau bila ada riwayat defisiensi G6PD di keluarga,
lakukan uji saring G6PD bila memungkinkan.
B) Mengatasi hiperbilirubinemia
1. Mempercepat proses konjugasi, misalnya dengan pemberian fenobarbital.
Obat ini bekerja sebagai “enzyme inducer” sehingga konjugasi dapat
dipercepat. Pengobatan dengan cara ini tidak begitu efektif dan
membutuhkan waktu 48 jam baru terjadi penurunan bilirubin yang berarti.
Mungkin lebih bermanfaat bila diberikan pada ibu kira-kira 2 hari sebelum
melahirkan bayi.
2. Memberikan substrat yang kurang toksik untuk transportasi atau
konjugasi. Contohnya ialah pemberian albumin untuk mengikat bilirubin
yang bebas. Albumin dapat diganti dengan plasma dengan dosis 15-20
mg/kgBB. Albumin biasanya diberikan sebelum transfusi tukar dikerjakan
oleh karena albumin akan mempercepat keluarnya bilirubin dari

Universitas Sumatera Utara


ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin yang diikatnya lebih mudah
dikeluarkan dengan transfusi tukar. Pemberian glukosa perlu untuk
konjugasi hepar sebagai sumber energi.
3. Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi. Walaupun fototerapi
dapat menurunkan kadar bilirubin dengan cepat, cara ini tidak dapat
menggantikan transfusi tukar pada proses hemolisis berat. Fototerapi dapat
digunakan untuk pra dan pasca transfusi tukar. Indikasi terapi sinar adalah:
a. bayi kurang bulan atau bayi berat lahir rendah dengan kadar bilirubin
>10mg/dL.
b. bayi cukup bulan dengan kadar bilirubin >15 mg/dL.
Lama terapi sinar adalah selama 24 jam terus-menerus, istirahat 12 jam,
bila perlu dapat diberikan dosis kedua selama 24 jam.
4. Transfusi tukar pada umumnya dilakukan dengan indikasi sebagai berikut:
a. Kadar bilirubin tidak langsung >20mg/dL
b. Kadar bilirubin tali pusat >4mg/dL dan Hb <10mg/dL
c. Peningkatan bilirubin >1mg/dL

Tabel 2.2 Penatalaksanaan Ikterus Menurut Waktu Timbulnya dan Kadar


Bilirubin
Bilirubin <24 jam 24-48 jam 49-72 jam >72 jam
serum <2500 >2500 <2500 >2500 <2500 >2500 <2500 >2500
(mg/dL)
<5 Tidak perlu terapi-observasi
5-9 Terapi sinar bila hemolisis
10-14 Transfusi tukar Terapi sinar
bila hemolisis
15-19 Transfusi tukar Terapi sinar
>20 Transfusi tukar

Sumber : Suraatmaja dan Soetjiningsih (2000) dalam : Pedoman Diagnosis dan


Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUP Sanglah, Denpasar, cetakan II

Universitas Sumatera Utara


2) Monitoring
Monitoring yang dilakukan antara lain:
1. Bilirubin dapat menghilang dengan cepat dengan terapi sinar. Warna kulit
tidak dapat digunakan sebagai petunjuk untuk menentukan kadar bilirubin
serum selama bayi mendapat terapi sinar dan selama 24 jam setelah
dihentikan.
2. Pulangkan bayi bila terapi sinar sudah tidak diperlukan, bayi minum dengan
baik, atau bila sudah tidak ditemukan masalah yang membutuhkan
perawatan di RS.

2.8 Komplikasi
Bahaya hiperbilirubinemia adalah kern icterus. Kern icterus atau
ensefalopati bilirubin adalah sindrom neurologis yang disebabkan oleh deposisi
bilirubin tidak terkonjugasi (bilirubin tidak langsung atau bilirubin indirek) di
basal ganglia dan nuclei batang otak. Patogenesis kern icterus bersifat
multifaktorial dan melibatkan interaksi antara kadar bilirubin indirek, pengikatan
oleh albumin, kadar bilirubin yang tidak terikat, kemungkinan melewati sawar
darah otak, dan suseptibilitas saraf terhadap cedera. Kerusakan sawar darah otak,
asfiksia, dan perubahan permeabilitas sawar darah otak mempengaruhi risiko
terjadinya kern icterus (Richard E. et al, 2003).
Pada bayi sehat yang menyusu kern icterus terjadi saat kadar bilirubin >30
mg/dL dengan rentang antara 21-50 mg/dL. Onset umumnya pada minggu
pertama kelahiran tapi dapat tertunda hingga umur 2-3 minggu.
Gambaran klinis kern icterus antara lain:
1) Bentuk akut :
a. Fase 1(hari 1-2): menetek tidak kuat, stupor, hipotonia, kejang.
b. Fase 2 (pertengahan minggu I): hipertoni otot ekstensor, opistotonus,
retrocollis, demam.
c. Fase 3 (setelah minggu I): hipertoni.

Universitas Sumatera Utara


2) Bentuk kronis :
a. Tahun pertama : hipotoni, active deep tendon reflexes, obligatory tonic
neck reflexes, keterampilan motorik yang terlambat.
b. Setelah tahun pertama : gangguan gerakan (choreoathetosis, ballismus,
tremor), gangguan pendengaran.

2.9 Pencegahan
1) Pencegahan Primer
- Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8 – 12 kali/
hari untuk beberapa hari pertama.
- Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air
pada bayi yang mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi.
2) Pencegahan Sekunder
- Wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan rhesus serta
penyaringan serum untuk antibody isoimun yang tidak biasa.
- Memastikan bahwa semua bayi secara rutin di monitor terhadap
timbulnya ikterus dan menetapkan protocol terhadap penilaian ikterus
yang harus dinilai saat memeriksa tanda – tanda vital bayi, tetapi tidak
kurang dari setiap 8 – 12 jam.

Universitas Sumatera Utara

You might also like