You are on page 1of 37

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN DIAGNOSIS ISOLASI SOSIAL


(MENARIK DIRI)

A. Pengertian Isolasi Sosial (Menarik Diri)


Isolasi sosial menarik diri merupakan suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi
akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptive dan
mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial (Depkes RI, 2010). Menarik diri
merupakan suatu percobaan untuk menghindari interaksi dan hubungan dengan orang lain.
Isolasi sosial adalah keadaan seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama
sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Pasien mungkin merasa
ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan
orang lain. Hubungan yang sehat dapat digambarkan dengan adanya komunikasi yang
terbuka, mau menerima orang lain, dan adanya rasa empati. Pemutusan hubungan
interpersonal berkaitan erat dengan ketidakpuasan individu dalam proses hubungan yang
disebabkan oleh kurang terlibatnya dalam proses hubungan dan respons lingkungan yang
negatif. Hal tersebut akan memicu rasa tidak percaya diri dan keinginan untuk menghindar
dari orang lain (Keliat, 2009).
Tanda dan Gejala
Menurut Budi Anna Keliat (2009), tanda dan gejala ditemui seperti:
a. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
b. Menghindar dari orang lain (menyendiri).
c. Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien
lain/perawat.
d. Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk.
e. Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas.
f. Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau
pergi jika diajak bercakap-cakap.
g. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari.
B. Etiologi
Menurut Budi Anna Keliat (2009), salah satu penyebab dari menarik diri adalah harga diri
rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa
seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat
digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa
gagal mencapai keinginan.
Tanda dan Gejala :
a. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit
(rambut botak karena terapi).
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri).
c. Gangguan hubungan sosial (menarik diri).
d. Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan).
e. Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram,
mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.

C. Akibat
Klien dengan perilaku menarik diri dapat berakibat adanya terjadinya resiko perubahan
sensori persepsi (halusinasi). Halusinasi ini merupakan salah satu orientasi realitas yang
maladaptive, dimana halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus
yang nyata, artinya klien menginterprestasikan sesuatu yang nyata tanpa
stimulus/rangsangan eksternal (Keliat, 2009).
Tanda dan gejala ;
a. Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
b. Menarik diri dan menghindar dari orang lain.
c. Tidak dapat membedakan tidak nyata dan nyata.
d. Tidak dapat memusatkan perhatian.
e. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya), takut.
f. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung.
D. Pengkajian Keperawatan
Objektif
1. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
2. Menghindari orang lain, tampak menyendiri, dan memisahkan diri dari orang lain.
3. Komunikasi kurang/tidak ada, pasien tidak tampak bercakap-cakap dengan orang lain.
4. Tidak ada kontak mata dan sering menunduk.
5. Berdiam diri di kamar.
6. Menolak berhubungan dengan orang lain, memutuskan pembicaraan, atau pergi saat
diajak bercakap-cakap.
7. Tidak tampak melakukan kegiatan sehari-hari, perawatan diri kurang, dan kegiatan
rumah tangga tidak dilakukan.
8. Posisi janin pada saat tidur.

Subjektif
1. Pasien menjawab dengan singkat “ya”, “tidak”, “tidak tahu”.
2. Pasien tidak menjawab sama sekali.

G. Pohon Masalah

Risiko perubahan persepsi sensori: Halusinasi

Isolasi sosial: menarik diri

Gangguan konsep diri: harga diri


rendah

H. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko perubahan sensori persepsi: halusinasi berhubungan dengan menarik diri.
2. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.

I. Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1 : Perubahan sensori persepsi halusinasi
Tujuan umum : Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk kelancaran hubungan
interaksi seanjutnya.
Tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik
dengan cara :
1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2) Perkenalkan diri dengan sopan
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
4) Jelaskan tujuan pertemuan
5) Jujur dan menepati janji
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7) Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien

2. Klien dapat mengenal halusinasinya


Tindakan :

a. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap


b. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya: bicara dan tertawa tanpa
stimulus memandang ke kiri/ke kanan/ kedepan seolah-olah ada teman bicara
c. Bantu klien mengenal halusinasinya
1) Tanyakan apakah ada suara yang didengar
2) Apa yang dikatakan halusinasinya
3) Katakan perawat percaya klien mendengar suara itu , namun perawat sendiri
tidak mendengarnya.
4) Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti itu
5) Katakan bahwa perawat akan membantu klien
d. Diskusikan dengan klien :
1) Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi
2) Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore, malam)
e. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi (marah, takut,
sedih, senang) beri kesempatan klien mengungkapkan perasaannya
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
Tindakan :

a. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (
tidur, marah, menyibukkan diri dll)
b. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat ber pujian
c. Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi:
1) Katakan “ saya tidak mau dengar”
2) Menemui orang lain
3) Membuat jadwal kegiatan sehari-hari
4) Meminta keluarga/teman/perawat untuk menyapa jika klien tampak bicara
sendiri
d. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasinya secara bertahap
e. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih
f. Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil
g. Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi, realita, stimulasi persepsi

4. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya


Tindakan :
a. Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi
b. Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung/pada saat kunjungan rumah):
1) Gejala halusinasi yang dialami klien
2) Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi
3) Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah, diberi kegiatan,
jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama
4) Beri informasi waktu follow up atau kenapa perlu mendapat bantuan :
halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai diri atau orang lain

5. Klien memanfaatkan obat dengan baik


Tindakan :
a. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat
minum obat
b. Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya
c. Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping minum
obat yang dirasakan
d. Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi
e. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.

Diagnosa 2 : Isolasi sosial: menarik diri


Tujuan Umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi
halusinasi
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik dengan cara :
1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2) Perkenalkan diri dengan sopan
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
4) Jelaskan tujuan pertemuan
5) Jujur dan menepati janji
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7) Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien

2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri


Tindakan:
a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya.
b. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik
diri atau mau bergaul
c. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta
penyebab yang muncul
d. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya
3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian
tidak berhubungan dengan orang lain.
Tindakan :
a. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (
tidur, marah, menyibukkan diri dll)
b. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan
orang lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berhubungan dengan prang lain
2) Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain
3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
c. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang
lain
1) beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan orang
lain
2) diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang
lain
3) beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain

4. Klien dapat melaksanakan hubungan social


Tindakan:
a. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
b. Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui tahap :
1) Klien – Perawat
2) Klien – Perawat – Perawat lain
3) Klien – Perawat – Perawat lain – Klien lain
4) K – Keluarga atau kelompok masyarakat
c. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai.
d. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
e. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu
f. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
g. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan

5. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain


Tindakan:
a. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan orang
lain
b. Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan dengan orang
lain.
c. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan
manfaat berhubungan dengan oranglain

6. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga


Tindakan:
a. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
1) Salam, perkenalan diri
2) Jelaskan tujuan
3) Buat kontrak
4) Eksplorasi perasaan klien
b. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
1) Perilaku menarik diri
2) Penyebab perilaku menarik diri
3) Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi
4) Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
c. Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada klien untuk
berkomunikasi dengan orang lain.
d. Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien minimal satu
kali seminggu
e. Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh keluarga
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN DIAGNOSIS HARGA DIRI RENDAH

A. Pengertian Harga Diri Rendah


Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang
negative dan dapat secara langsung atau tidak langsung diekspresikan. Penilaian negatif
seseorang terhadap diri dan kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun tidak
langsung (Schult dan Videbeck, 2008).

Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang
berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri.
Adanya perasaan hilang percaya diri , merasa gagal karena karena tidak mampu mencapai
keinginansesuai ideal diri (Keliat. 2009).
Berikut ini adalah tanda dan gejala klien dengan gangguan harga diri rendah Menurut Keliat
(2009) :
1. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan terhadap
penyakit. Misalnya : malu dan sedih karena rambut jadi botak setelah mendapat
terapi sinar pada kanker
2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya : ini tidak akan terjadi jika saya segera
ke rumah sakit, menyalahkan/ mengejek dan mengkritik diri sendiri.
3. Merendahkan martabat. Misalnya : saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya orang
bodoh dan tidak tahu apa-apa
4. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin bertemu dengan
orang lain, lebih suka sendiri.
5. Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya tentang memilih
alternatif tindakan.
6. Mencederai diri. Akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang suram,
mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan.
Tanda dan Gejala yang lain :
1 Mengkritik diri sendiri
2 Perasaan tidak mampu
3 Pandangan hidup yang pesimistis
4 Tidak menerima pujian
5 Penurunan produktivitas
6 Penolakan terhadap kemampuan diri
7 Kurang memperhatikan perawatan diri
8 Berpakaian tidak rapih
9 Selera makan berkurang
10 Tidak berani menatap lawan bicara
11 Lebih banyak menunuduk
12 Bicara lambat dengan nada suara lemah (Fitria, 2009).

B. Etiologi
Gangguan harga diri yang disebut sebagai harga diri rendah dan dapat terjadi secara :
1. Situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi, kecelakaan, dicerai
suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu (korban
perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba).
Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah, karena :
a. Privacy yang kurang diperhatikan, misalnya : pemeriksaan fisik yang
sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pencukuran pubis,
pemasangan kateter, pemeriksaan perneal).
b. Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena
dirawat/ sakit/ penyakit.
c. Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya berbagai
pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai tindakan tanpa persetujuan.
2. Kronik
Yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu sebelum sakit/
dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir yang negatif. Kejadian sakit dan dirawat
akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan
respons yang maladaptive. Kondisi ini dapat ditemukan pada klien gangguan fisik
yang kronis atau pada klien gangguan jiwa. Dalam tinjauan life span history klien,
penyebab HDR adalah kegagalan tumbuh kembang, misalnya sering disalahkan,
kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima dalam kelompok
(Yosep, 2007).
Tanda dan Gejalanya :
a. mengungkapkan ketidakmampuan dan meminta bantuan orang laindan
mengungkapkan malu dan tidak bisa bila diajak melakukan sesuatu.
b. Data objektif : tampak ketergantungan pada orang lain, tampak sedih dan
tidak melakukan aktivitas yang seharusnya dapat dilakukan, wajah tampak
murung.

C. Akibat (Effect)
Harga diri rendah dapat membuat klien menjdai tidak mau maupun tidak mampu bergaul
dengan orang lain dan terjadinya isolasi sosial : menarik diri. Isolasi sosial menarik diri
adalah gangguan kepribadian yang tidak fleksibel pada tingkah laku yang maladaptive,
mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial (Depkes RI, 2010)
Tanda dan gejala :
1. Mengungkapkan untuk memulai hubungan/ pembicaraan
2. Mengungkapkan perasaan malu untuk berhubungan dengan orang lain
3. Mengungkapkan kekhawatiran terhadap penolakan oleh orang lain
4. Kurang spontan ketika diajak bicara
5. Apatis
6. Ekspresi wajah kosong
7. Menurun atau tidak adanya komunikasi verbal
8. Bicara dengan suara pelan dan tidak ada kontak mata saat berbicara
D. Pengkajian Fokus
Data Objektif
1. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menyendiri
2. Berdiam diri di kamar, banyak diam
3. Tidak ada kontak mata ketika diajak bicara
4. Suara pelan dan tidak jelas
5. Menangis

Data Subyektif
1. Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri
2. Mengungkapkan tidak ingin hidup lagi, mengungkapkan sedih karena keadaan
tubuhnya, klien malu bertemu dan berhadapan dengan orang lain, karena keadaan
tubuhnya yang cacat.

E. Pohon Masalah

Gangguan Citra Tubuh

Harga diri rendah

Resiko isolasi sosial Resiko perilaku kekerasan

F. Diagnosa Keperawatan
1. Harga diri rendah
2. Resiko isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
3. Resiko perilaku kekerasan

G. Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1 : Isolasi sosial: menarik diri
Tujuan Umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi
halusinasi
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik dengancara :
1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2) Perkenalkan diri dengan sopan
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
4) Jelaskan tujuan pertemuan
5) Jujur dan menepati janji
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7) Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien

2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri


Tindakan:
a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya
b. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab
menarik diri atau mau bergaul
c. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta
penyebab yang muncul
d. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya

3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian
tidak berhubungan dengan orang lain
Tindakan :
a. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi
( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
b. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan
orang lain
c. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berhubungan dengan orang lain
d. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain
e. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
f. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan
orang lain
g. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan orang
lain
h. Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang
lain
i. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain

4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial


Tindakan:
a. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
b. Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui tahap :
1) Klien – Perawat
2) Klien – Perawat – Perawat lain
3) Klien – Perawat – Perawat lain – Klien lain
4) K – Keluarga atau kelompok masyarakat
c. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai.
d. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
e. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu
f. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
g. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan

5. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain


Tindakan:
a. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan
orang lain
b. Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan dengan
orang lain.
c. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan
manfaat berhubungan dengan oranglain

6. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga


Tindakan:
a. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
(1). Salam, perkenalan diri
(2). Jelaskan tujuan
(3). Buat kontrak
(4). Eksplorasi perasaan klien
b. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
(1). Perilaku menarik diri
(2). Penyebab perilaku menarik diri
(3). Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi
(4). Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
(5). Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada klien
untuk berkomunikasi dengan orang lain.
(6). Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk
klien minimal satu kali seminggu
(7). Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh
keluarga

Diagnosa II : Harga diri rendah.


Tujuan umum : Kien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal.
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
a. Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan prinsip komunikasi
terapeutik:
(1). Sapa klien dengan ramah secara verbal dan nonverbal
(2). Perkenalkan diri dengan sopan
(3). Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
(4). Jelaskan tujuan pertemuan
(5). Jujur dan menepati janji
(6). Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
(7). Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien

2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.


a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
b. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien.
c. Utamakan memberi pujian yang realistik.

3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.


a. Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilakukan.
b. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.

4. Klien dapat merencanakn kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.


a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari.
b. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
c. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien lakukan.

5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kemampuannya.


a. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
b. Diskusikan pelaksanaan kegiatan dirumah

6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.


a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara mearwat klien dengan
harga diri rendah.
b. Bantu keluarga memberiakn dukungan selama klien dirawat.
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah.
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN DIAGNOSIS
DEFISIT PERAWATAN DIRI

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri


Defisit perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang yang mengalami kelemahan
kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan diri secara mandiri
seperti mandi (higiene), berpakaian/berhias, makan dan BAB/BAK (Toileting). Kurang
perawatan diri : higiene adalah keadaan dimana individu mengalami kegagalan kemampuan
untuk melaksanakan atau menyelesaikan aktivitas kebersihan diri (Depkes RI, 2010).

Defisit perawatan diri adalah suatu keadaan seseorang mengalami kelainan dalam
kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari secara
mandiri. Tidak ada keinginan untuk mandi secara teratur, tidak menyisir rambut, pakaian
kotor, bau badan, bau napas, dan penampilan tidak rapi. Defisit perawatan diri merupakan
salah satu masalah yang timbul pada pasien gangguan jiwa. Pasien gangguan jiwa kronis
sering mengalami ketidakpedulian merawat diri. Keadaan ini merupakan gejala perilaku
negatif dan menyebabkan pasien dikucilkan baik dalam keluarga maupun masyarakat
(Nihayati, fitriyasari, yusuf, 2014).
Tanda dan Gejala Defisit Perawatan Diri menurut Nihayati, fitriyasari, yusuf, 2014 :
1. Mandi/hygiene
Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan, memperoleh atau
mendapatkan sumber air mandi, mengaturan suhu atau aliran air mandi, mendapatkan
perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh, serta masuk dan keluar kamar mandi.
2. Berpakaian/berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil potongan pakaian,
menanggalkan pakaian, serta memperoleh atau menukar pakaian. Klien juga memiliki
ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian dalam, memilih pakaian, menggunakan
alat tambahan, menggunakan kancing tarik, melepaskan pakaian, menggunakan kaos
kaki, mempertahankan penampilan pada tingkat yang memuaskan, mengambil pakaian,
dan mengenakan sepatu.
3. Makan
Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan, mempersiapkan
makanan, menangani perkakas, mengunyah makanan, menggunakan alat tambahan,
mendapatkan makanan, membuka container, memanipulasi makanan dalam mulut,
mengambil makanan dari wadah lalu memasukkannya ke mulut, melengkapi makan,
mencerna makanan menurut cara yang diterima masyarakat, mengambil cangkir atau
gelas, serta mencerna cukup makanan dengan aman.
4. BAB/BAK (toileting)
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan jamban atau
kamar kecil, duduk atau bangkit dari jamban, memanipulasi pakaian untuk toileting,
membersihkan diri setelah BAB/BAK dengan tepat, dan menyiram toilet atau kamar
kecil.

B. Etiologi
Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi akibat adanya
perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri
menurun. Kurang perawatan diri tampak dari ketidakmampuan merawat kebersihan diri,
makan secara mandiri, berhias diri secara mandiri, dan toileting (buang air besar [BAB] atau
buang air kecil [BAK] secara mandiri.
Menurut Depkes (2010) Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah:
1. Fisik
a. Badan bau, pakaian kotor.
b. Rambut dan kulit kotor.
c. Kuku panjang dan kotor
d. Gigi kotor disertai mulut bau
e. Penampilan tidak rapi
2. Psikologis
a. Malas, tidak ada inisiatif.
b. Menarik diri, isolasi diri.
c. Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
3. Sosial
a. Interaksi kurang
b. Kegiatan kurang
c. Tidak mampu berperilaku sesuai norma.
d. Cara makan tidak teratur
e. BAK dan BAB di sembarang tempat

Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Defisit Perawatan Diri


1. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif dan
keterampilan klien kurang.
2. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.
3. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan dari lingkungannya.

C. Pengkajian Fokus
Untuk mengetahui apakah pasien mengalami masalah kurang perawatan diri maka dapat
diperoleh melalui observas pada pasien yaitu sebagai berikut :
1. Gangguan kebersihan diri ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki dan bau,
serta kuku panjang dan kotor.
2. Ketidakmampuan berhias/berdandan ditandai dengan rambut acak-acakan, pakaian kotor
dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien laki-laki tidak bercukur, serta pada
pasien wanita tidak berdandan.
3. Ketidakmampuan makan secara mandiri ditandai dengan ketidakmampuan mengambil
makan sendiri, makan berceceran, dan makan tidak pada tempatnya.
4. Ketidakmampuan BAB atau BAK secara mandiri ditandai dengan BAB atau BAK tidak
pada tempatnya, serta tidak membersihkan diri dengan baik setelah BAB/BAK.
D. Pohon Masalah

Kebersihan diri tidak adekuat (BAB/BAK, Makan minum


dan berdandan)

Defisit perawatan diri

Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri

E. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
2. Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK

F. Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1 : Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
Tujuan Umum : Klien dapat meningkatkan minat dan motivasinya untuk memperhatikan
kebersihan diri
Tujuan Khusus :
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Intervensi
a. Berikan salam setiap berinteraksi.
b. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalan.
c. Tanyakan nama dan panggilan kesukaan klien.
d. Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi.
e. Tanyakan perasaan dan masalah yang dihadapi klien.
f. Buat kontrak interaksi yang jelas.
g. Dengarkan ungkapan perasaan klien dengan empati.
h. Penuhi kebutuhan dasar klien.
TUK II : Klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan diri.
Intervensi
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik.
b. Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara menjelaskan
pengertian tentang arti bersih dan tanda- tanda bersih.
c. Dorong klien untuk menyebutkan 3 dari 5 tanda kebersihan diri.
d. Diskusikan fungsi kebersihan diri dengan menggali pengetahuan klien terhadap hal
yang berhubungan dengan kebersihan diri.
e. Bantu klien mengungkapkan arti kebersihan diri dan tujuan memelihara kebersihan
diri.
f. Beri reinforcement positif setelah klien mampu mengungkapkan arti kebersihan diri.
g. Ingatkan klien untuk memelihara kebersihan diri seperti: mandi 2 kali pagi dan sore,
sikat gigi minimal 2 kali sehari (sesudah makan dan sebelum tidur), keramas dan
menyisir rambut, gunting kuku jika panjang.

TUK III : Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawat.
Intervensi
a. Motivasi klien untuk mandi.
b. Beri kesempatan untuk mandi, beri kesempatan klien untuk mendemonstrasikan cara
memelihara kebersihan diri yang benar.
c. Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari.
d. Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan rambut.
e. Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan fasilitas perawatan kebersihan
diri, seperti mandi dan kebersihan kamar mandi.
f. Bekerjasama dengan keluarga untuk mengadakan fasilitas kebersihan diri seperti odol,
sikat gigi, shampoo, pakaian ganti, handuk dan sandal.

TUK IV : Klien dapat melakukan kebersihan perawatan diri secara mandiri.


Intervensi
a. Monitor klien dalam melakukan kebersihan diri secara teratur, ingatkan untuk mencuci
rambut, menyisir, gosok gigi, ganti baju dan pakai sandal.
TUK V : Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri.
Intervensi
a. Beri reinforcement positif jika berhasil melakukan kebersihan diri.

TUK VI : Klien dapat dukungan keluarga dalam meningkatkan kebersihan diri.


Intervensi
a. Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga kebersihan
diri.
b. Diskusikan bersama keluarga tentang tindakanyang telah dilakukan klien selama di
RS dalam menjaga kebersihan dan kemajuan yang telah dialami di RS.
c. Anjurkan keluarga untuk memutuskan memberi stimulasi terhadap kemajuan yang
telah dialami di RS.
d. Jelaskan pada keluarga tentang manfaat sarana yang lengkap dalam menjaga
kebersihan diri klien.
e. Anjurkan keluarga untuk menyiapkan sarana dalam menjaga kebersihan diri.
f. Diskusikan bersama keluarga cara membantu klien dalam menjaga kebersihan diri.
g. Diskusikan dengan keluarga mengenai hal yang dilakukan misalnya: mengingatkan
pada waktu mandi, sikat gigi, mandi, keramas, dan lain-lain.

Diagnosa 2 : Defisit Perawatan Diri


Tujuan Umum : Pasien tidak mengalami defisit perawatan diri
Tujuan Khusus :
1. Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
2. Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik
3. Pasien mampu melakukan makan dengan baik
4. Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri
Intervensi
1. Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri
a. Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.
b. Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
c. Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
d. Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri
2. Melatih pasien berdandan/berhias
Untuk pasien laki-laki latihan meliputi :
a. Berpakaian
b. Menyisir rambut
c. Bercukur
Untuk pasien wanita, latihannya meliputi :
a. Berpakaian
b. Menyisir rambut
c. Berhias
3. Melatih pasien makan secara mandiri
a. Menjelaskan cara mempersiapkan makan
b. Menjelaskan cara makan yang tertib
c. Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan
d. Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
4. Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
a. Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
b. Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
c. Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK

G. Evaluasi
1. Pasien dapat menyebutkan hal berikut.
a. Penyebab tidak merawat diri.
b. Manfaat menjaga perawatan diri.
c. Tanda-tanda bersih dan rapi.
d. Gangguan yang dialami jika perawatan diri tidak diperhatikan.
2. Pasien dapat melaksanakan perawatan diri secara mandiri dalam hal berikut.
a. Kebersihan diri
b. Berdandan
c. Makan
d. BAB/BAK
3. Keluarga memberikan dukungan dalam melakukan perawatan diri.
a. Keluarga menyediakan alat-alat untuk perawatan diri.
b. Keluarga ikut serta mendampingi pasien dalam perawatan diri.
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN DIAGNOSIS
GANGGUAN SENSORI PERSEPSI : HALUSINASI

A. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya rangsang dari luar.
Walaupun tampak sebagai suatu yang “khayal”, halusinasi sebenarnya merupakan bagian
dari kehidupan mental penderita yang “terepsesi”. Halusinasi dapat terjadi karena dasarr-
dasar organik fungsional, psikotik, maupun histerik (Yosep, 2011).

Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek tanpa adanya rangsangan dari
luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh pancaindra. Halusinasi merupakan salah
satu gejala gangguan jiwa yang pasien mengalami perubahan sensori persepsi, serta
merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan perabaan, atau penciuman.
Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien gangguan jiwa mengalami
perubahan dalam hal orientasi realitas. Salah satu manifestasi yang muncul adalah halusinasi
yang membuat pasien tidak dapat menjalankan pemenuhan dalam kehidupan sehari-hari
(Nihayati, fitriyasari, yusuf, 2014).
Tanda dan Gejala:
1. Bicara, senyum, tertawa sendiri
2. Mengatakan mendengarkan suara, melihat, mengecap, menghirup (mencium) dan
merasa suatu yang tidak nyata.
3. Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungannya
4. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan tidak nyata
5. Tidak dapat memusatkan perhatian atau konsentrasi.
6. Sikap curiga dan saling bermusuhan.
7. Pembicaraan kacau kadang tak masuk akal.
8. Menarik diri menghindar dari orang lain.
9. Sulit membuat keputusan.
10. Ketakutan.
11. Tidak mau melaksanakan asuhan mandiri: mandi, sikat gigi, ganti pakaian, berhias
yang rapi.
12. Mudah tersinggung, jengkel, marah.
13. Menyalahkan diri atau orang lain.
14. Muka marah kadang pucat.
15. Ekspresi wajah tegang.
16. Tekanan darah meningkat.
17. Nafas terengah-engah.
18. Nadi cepat
19. Banyak keringat.

B. Jenis – jenis Halusinasi


Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif
Halusinasi Dengar  Bicara atau tertawa  Mendengar suara-suara atau
sendiri. kegaduhan.
(Klien mendengar
 Marah-marah tanpa  Mendengar suara yang
suara/bunyi yang tidak ada
sebab. mengajak bercakap-cakap.
hubungannya dengan
 Mendekatkan telinga  Mendengar suara menyuruh
stimulus yang
ke arah tertentu. melakukan sesuatu yang
nyata/lingkungan).
 Menutup telinga. berbahaya.

Halusinasi Penglihatan  Menunjuk-nunjuk ke Melihat bayangan, sinar, bentuk


arah tertentu. geometris, kartun, melihat hantu,
(Klien melihat gambaran
 Ketakutan pada atau monster.
yang jelas/samar terhadap
situasi yang tidak
adanya stimulus yang nyata
jelas.
dari lingkungan dan orang
lain tidak melihatnya).
Halusinasi Penciuman  Mengendus-endus Membauai bau-bauan seperti
seperti sedang bau darah, urin, feses, dan
(Klien mencium bau yang
membaui bau-bauan terkadang bau-bau tersebut
muncul dari sumber tertentu tertentu. menyenangkan bagi klien.
tanpa stimulus yang nyata).  Menutup hidung.

Halusinasi Pengecapan  Sering meludah. Merasakan rasa seperti darah,


 Muntah. urin, atau feses.
(Klien merasakan sesuatu
yang tidak nyata, biasanya
merasakan rasa yang tidak
enak).
Halusinasi Perabaan  Menggaruk-garuk  Mengatakan ada serangga di
permukaan kulit. permukaan kulit.
(Klien merasakan sesuatu
 Merasa seperti tersengat
pada kulitnya tanpa ada
listrik.
stimulus yang nyata)
Halusinasi Kinestetik  Memegang kakinya Mengatakan badannya melayang
yang dianggapnya di udara.
(Klien merasa badannya
bergerak sendiri.
bergerak dalam suatu
ruangan/anggota badannya
bergerak)
Halusinasi Viseral  Memegang badannya Mengatakan perutnya menjadi
yang dianggap mengecil setelah minum
(Perasaan tertentu timbul
berubah bentuk dan softdrink.
dalam tubuhnya)
tidak normal seperti
biasanya.

Sumber : Stuart dan Sundeen (1998)


C. Etiologi
Penyebab atau sebagai triger munculnya halusinasi antara lain klien menarik diri dan harga
diri rendah. Akibat rendah diri dan kurangnya keterampilan berhubungan sosial klien
menjadi menarik diri dari lingkungan. Dampak selanjutnya klien akan lebih terfokus pada
dirinya. Stimulus internal menjadi lebih dominan dibandingkan stimulus eksternal. Klien
lama kelamaan kehilangan kemampuan membedakan stimulus internal dengan stumulus
eksternal. Kondisi ini memicu terjadinya halusinasi.
Tanda dan gejala :
1. Aspek fisik :
a. Makan dan minum kurang
b. Tidur kurang atau terganggu
c. Penampilan diri kurang
d. Keberanian kurang
2. Aspek emosi :
a. Bicara tidak jelas, merengek, menangis seperti anak kecil
b. Merasa malu, bersalah
c. Mudah panik dan tiba-tiba marah
3. Aspek sosial
a. Duduk menyendiri
b. Selalu tunduk
c. Tampak melamun
d. Tidak peduli lingkungan
e. Menghindar dari orang lain
f. Tergantung dari orang lain
4. Aspek intelektual
a. Putus asa
b. Merasa sendiri, tidak ada sokongan
c. Kurang percaya diri
D. Akibat (Effect)
Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan control dirinya sehingga bisa
membahayakan diri sendiri, orang lain maupun merusak lingkungan (risiko mencederai diri,
orang lain dan lingkungan). Hal ini terjadi jika halusinasi sudah sampai fase ke IV, di mana
klien mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh isi halusinasinya. Klien benar-
benar kehilangan kemampuan penilaian realitas terhadap lingkungan. Dalam situasi ini klien
dapat melakukan bunuh diri, membunuh orang lain bahkan merusak lingkungan.
Tanda dan gejala :
1. Muka merah
2. pandangan tajam
3. Otot tegang
4. Nada suara tinggi
5. Berdebat
6. Memaksakan kehendak: merampas makanan, memukul jika tidak senang.

E. Tahapan Halusinasi
1. Tahap I ( non-psikotik )
Pada tahap ini, halusinasi mampu memberikan rasa nyaman pada klien, tingkat orientasi
sedang. Secara umum pada tahap ini halusinasi merupakan hal yang menyenangkan
bagi klien. Karakteristik :
a. Mengalami kecemasan, kesepian, rasa bersalah, dan ketakutan
b. Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan kecemasan
c. Pikiran dan pengalaman sensorik masih ada dalam control kesadaran
Perilaku yang muncul :
a. Tersenyum atau tertawa sendiri
b. Menggerakkan bibir tanpa suara
c. Pergerakan mata yang cepat
d. Respon verbal lambat, diam, dan berkonsentrasi
2. Tahap II ( non-psikotik )
Pada tahap ini biasanya klien bersikap menyalahkan dan mengalami tingkat kecemasan
yang berat. Secara umum, halusinasi yang ada dapat menyebabkan antipasti.
Karakteristik :
a. Pengalaman sensori menakutkan atau merasakan dilecehkan oleh pengalaman
tersebut
b. Mulai merasa kehilangan kontrol
c. Menarik diri dari orang lain
Perilaku yang muncul :
a. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan, dan tekanan darah.
b. Perhatian terhadap lingkungan menurun
c. Konsentrasi terhadap pengalaman sensori menurun
d. Kehilangan kemampuan dalam membedakan antara halusinasi dan realita
3. Tahap III ( psikotik )
Klien biasanya tidak dapat mengontrol dirinya sendiri, tingkat kecemasan berat, dan
halusinasi tidak dapat ditolak lagi. Karekteristik :
a. Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya
b. Isi halusinasi menjadi atraktif
c. Klien menjadi kesepian bila pengalaman sensori berakhir
Perilaku yang muncul :
a. Klien menuruti perintah halusinasi
b. Sulit berhubungan dengan orang lain
c. Perhatian terhadap lingkungan sedikit atau sesaat
d. Tidak mampu mengikuti perintah yang nyata
e. Klien tampak tremor dan berkeringat
4. Tahap IV ( psikotik )
Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi dan biasanya klien terlihat panic
Perilaku yang muncul :
a. Resiko tinggi menciderai dan Agitasi atau kataton
b. Tidak mampu merespon rangsangan yang ada
Timbulnya perubahan persepsi sensori halusinasi biasanya diawali dengan seseorang
yang menarik diri dari lingkungan karena orang tersebut menilai dirinya rendah. Bila
klien mengalami halusinasi dengar dan lihat atau salah satunya yang menyuruh pada
kejelekan maka akan berisiko terhadap perilaku
F. Pengkajian Fokus
Data Objektif
1. Klien berbicara dan tertawa sendiri
2. Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
3. Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
4. Disorientasi
5. Klien terlihat lebih suka sendiri
6. Bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan
7. Kurang memperhatikan kebersihan

Data Subjektif
1. Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata
2. Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
3. Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
4. Klien merasa makan sesuatu
5. Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
6. Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
7. Klien ingin memukul/melempar barang-barang

G. Pohon Masalah

Resiko mencedari diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi

Isolasi Sosial : Menarik Diri

H. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan sensori persepsi : halusinasi
2. Isolasi sosial : menarik diri
I. Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1 : Perubahan sensori persepsi halusinasi
Tujuan umum : Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk kelancaran hubungan
interaksi seanjutnya.
Tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik dengan cara :
1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2) Perkenalkan diri dengan sopan
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
4) Jelaskan tujuan pertemuan
5) Jujur dan menepati janji
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7) Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien

2. Klien dapat mengenal halusinasinya


Tindakan :

a. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap


b. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya: bicara dan tertawa tanpa
stimulus memandang ke kiri/ke kanan/ kedepan seolah-olah ada teman bicara
c. Bantu klien mengenal halusinasinya
1) Tanyakan apakah ada suara yang didengar
2) Apa yang dikatakan halusinasinya
3) Katakan perawat percaya klien mendengar suara itu , namun perawat sendiri
tidak mendengarnya.
4) Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti itu
5) Katakan bahwa perawat akan membantu klien
d. Diskusikan dengan klien :
1) Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi
2) Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore, malam)
e. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi (marah, takut,
sedih, senang) beri kesempatan klien mengungkapkan perasaannya

3. Klien dapat mengontrol halusinasinya


Tindakan :
a. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (
tidur, marah, menyibukkan diri dll)

b. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat ber pujian
c. Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi:
1) Katakan “ saya tidak mau dengar”
2) Menemui orang lain
3) Membuat jadwal kegiatan sehari-hari
4) Meminta keluarga/teman/perawat untuk menyapa jika klien tampak bicara
sendiri
d. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasinya secara bertahap
e. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih
f. Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil
g. Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi, realita, stimulasi persepsi

4. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya


Tindakan :
a. Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi
b. Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung/pada saat kunjungan rumah):
1) Gejala halusinasi yang dialami klien
2) Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi
3) Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah, diberi kegiatan,
jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama
4) Beri informasi waktu follow up atau kenapa perlu mendapat bantuan :
halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai diri atau orang lain

5. Klien memanfaatkan obat dengan baik


Tindakan :
a. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat
minum obat
b. Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya
c. Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping minum
obat yang dirasakan
d. Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi
e. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.

Diagnosa 2 : Isolasi sosial: menarik diri


Tujuan Umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi
halusinasi
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik dengan cara :
8) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
9) Perkenalkan diri dengan sopan
10) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
11) Jelaskan tujuan pertemuan
12) Jujur dan menepati janji
13) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
14) Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien

2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri


Tindakan:
a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya
b. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik
diri atau mau bergaul
c. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta
penyebab yang muncul
d. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya

3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian
tidak berhubungan dengan orang lain.
Tindakan :
a. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (
tidur, marah, menyibukkan diri dll)
b. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan
orang lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berhubungan dengan prang lain
2) Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain
3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
c. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang
lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan
orang lain
2) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan
orang lain
3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain

4. Klien dapat melaksanakan hubungan social


Tindakan:
a. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
b. Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui tahap :
1) Klien – Perawat
2) Klien – Perawat – Perawat lain
3) Klien – Perawat – Perawat lain – Klien lain
4) Klien – Keluarga atau kelompok masyarakat
c. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai.
d. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
e. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu
f. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
g. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan

5. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain


Tindakan:
a. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan
orang lain
b. Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan dengan orang
lain.
c. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan
manfaat berhubungan dengan oranglain

6. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga


Tindakan:
a. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
1) Salam, perkenalan diri
2) Jelaskan tujuan
3) Buat kontrak
4) Eksplorasi perasaan klien
b. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
1) Perilaku menarik diri
2) Penyebab perilaku menarik diri
3) Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi
4) Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
c. Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada klien untuk
berkomunikasi dengan orang lain.
d. Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien minimal
satu kali seminggu
e. Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh keluarga

You might also like