Professional Documents
Culture Documents
PERATURAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AJI MUHAMMAD PARIKESIT
KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA
NOMOR 37 TAHUN 2016
TENTANG
Peraturan Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Aji Muhammad Parikesit 1
12. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12
Tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit;
13. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
270/Menkes/SK/III/2007 tentang Pedoman Manajerial
Pencegahan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Lainnya;
14. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
382/Menkes/SK/III/2007 tentang Pedoman Pencegahan
Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Lainnya;
15. Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara Nomor 12
Tahun 2011 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Rumah
Sakit Umum Daerah Aji Muhammad Parikesit Kabupaten Kutai
Kartanegara;
16. Surat Edaran Dirjen Bina Yanmed Nomor HK.03.01/III/3744/08
tentang Pembentukan Pencegahan Pengendalian Infeksi
Rumah Sakit dan Tim Pencegahan Pengendalian Infeksi Rumah
Sakit.
MEMUTUSKAN :
Pasal 1
Pasal 2
Pasal 3
Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan Direktur ini, sepanjang
mengenai pelaksanaannya akan ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur.
Pasal 4
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Tenggarong
pada tanggal 4 Februari 2016
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah
Aji Muhammad Parikesit,
MARTINA YULIANTI
2
LAMPIRAN : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AJI
MUHAMMAD PARIKESIT NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI)
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AJI MUHAMMAD PARIKESIT.
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Infeksi Nosokomial atau infeksi rumah sakit, yang saat ini disebut sebagai
Healthcare Associated Infection (HAIs) yaitu infeksi berhubungan dengan asuhan
pelayanan kesehatan, merupakan masalah serius bagi semua institusi pelayanan
kesehatan di seluruh dunia, baik di negara yang sudah maju maupun yang sedang
berkembang. Menurut data WHO sekitar 3 % – 21 % atau rata rata 9 % terjadi infeksi di
institusi pelayanan kesehatan. Kejadian infeksi ini dapat menghambat proses
penyembuhan dan pemulihan pasien, bahkan dapat menimbulkan peningkatan
morbiditas , mortalitas, dan memperpanjang lama hari rawat, sehingga biaya meningkat
dan akhirnya mutu pelayanan di institusi pelayanan kesehatan akan menurun. Tak
dipungkiri lagi untuk masa yang akan datang akan dapat timbul tuntutan hukum bagi
institusi pelayanan kesehatan.
Institusi pelayanan kesehatan selain memberikan pelayanan kuratif dan
rehabilitatif juga memberikan pelayanan preventif dan promotif. Pelayanan preventif
harus menjadi perhatian bagi seluruh pemberi pelayanan kesehatan dimana saja dan
kapan saja pelayanan kesehatan diberikan. sehingga kejadian infeksi sehubungan
dengan pelayanan kesehatan dapat dicegah atau diminimalkan
Oleh karena hal tersebut diatas sudah saatnya semua institusi pelayanan kesehatan
harus melaksanakan program pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial atau
HAIs. Salah satu program pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial atau HAIs
adalah pelatihan dan pendidikan .
Untuk itu penulis tertarik untuk menyusun buku panduan ajar dalam Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Pelayanan Kesehatan lainnya di
Indonesia dan buku ini dapat digunakan sebagai bahan referensi.
TUJUAN PELATIHAN
Tujuan pelatihan ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tenaga
pemberi pelayanan kesehatan tentang bagaimana pencegahan dan pengendalian
infeksi nosokomial atau HAIs dilaksanakan, sehingga infeksi dapat dicegah atau
diminimalkan.
SASARAN PELATIHAN
Semua staf rumah sakit , komite dan tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi,
khususnya yang berhubungan langsung dengan pemberian asuhan pelayanan
kesehatan
3
BAB II
KEBIJAKAN DEPARTEMEN KESEHATAN DALAM PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN INFEKSI DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN
PENDAHULUAN
Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas kesehatan yang memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu rumah sakit dituntut untuk
dapat memberikan pelayanan yang profesional, bermutu sesuai dengan standar yang
sudah ditentukan.
Pasien yang menerima pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan sebagai
pemberi pelayanan kesehatan dan pengunjung serta masyarakat di rumah sakit
dihadapkan pada risiko terjadinya infeksi rumah sakit atau infeksi nosokomial yaitu
infeksi yang didapat di rumah sakit. Angka infeksi nosokomial terus meningkat (Al
Varado, 2000) mencapai sekitar 9% (variasi 3-21%) atau lebih dari 1,4 juta pasien rawat
inap di rumah sakit seluruh dunia.
Untuk meminimalkan risiko terjadinya infeksi di rumah sakit perlu diterapkan
pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI), yaitu kegiatan yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan, pembinaan, pengawasan, serta monitoring dan evaluasi.
Pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit (PPIRS) sangat penting
karena merupakan gambaran mutu pelayanan rumah sakit. Apalagi akhir-akhir ini
muncul berbagai penyakit infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti
Methycillin Staphylococcus Aureus (MRSA), Vancomycin Resistance Enterococci (VRE)
dan Multi Resistance Bacteremia (MRB) .
Wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB) dari penyakit infeksi Nosokomial sulit
diperkirakan timbulnya, sehingga kewaspadaan melalui pencegahan dan pengendalian
infeksi perlu terus ditingkatkan.
Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit
merupakan salah satu faktor pendukung yang sangat penting untuk mendapat
dukungan dan komitmen dari pimpinan rumah sakit dan seluruh petugas pelayanan
kesehatan.
Tujuan
Tujuan Umum :
Meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan lainnya
melalui pencegahan dan pengendalian infeksi di semua departemen/unit di rumah sakit,
meliputi kualitas pelayanan, manajemen risiko, clinical governance, serta kesehatan dan
keselamatan kerja.
Tujuan Khusus :
- Sebagai pedoman bagi Direktur Rumah Sakit dalam membentuk organisasi,
menyusun uraian tugas, program, wewenang dan tanggung jawab secara jelas.
- Menggerakkan segala sumber daya yang ada di rumah sakit secara efektif dan
efisien dalam pelaksanaan PPI.
- Menurunkan angka kejadian infeksi nosokomial di rumah sakit secara bermakna.
- Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan program PPI
Sasaran
Pimpinan, Pengambil Kebijakan di Rumah Sakit dan Petugas Pelayanan Kesehatan di
rumah sakit tanpa kecuali.
4
Kebijakan
1. Semua Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya harus
melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI).
2. Pelaksanaan PPI yg dimaksud sesuai dengan Pedoman Manajerial Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Lainnya dan pedoman PPI lainnya yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
3. Direktur rumah sakit membentuk Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
(KPPI) dan Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (TPPI) yang langsung
berada dibawah koordinasi direktur.
4. Komite dan Tim PPI mempunyai tugas, fungsi dan kewenangan yang jelas sesuai
dengan Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit
dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya yang dikeluarkan oleh Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
5. Untuk lancarnya kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi, maka setiap
rumah sakit dan Fasilitas Pelayanan kesehatan lainnya wajib memiliki IPCN
(Infection Prevention and Control Nurse) purna waktu.
Dasar Hukum
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik;
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah;
6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan;
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang
Organisasi Perangkat Daerah;
8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2012 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
986/Menkes/SK/Per/XI/1992 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah
Sakit;
10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/Menkes/Per/III/2008
tentang Pencegahan Pengendalian Infeksi;
11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691 Tahun 2011 tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit;
12. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang
Akreditasi Rumah Sakit;
13. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 270/Menkes/SK/III/2007
tentang Pedoman Manajerial Pencegahan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya;
14. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 382/Menkes/SK/III/2007
tentang Pedoman Pencegahan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Lainnya;
15. Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Daerah Aji Muhammad
Parikesit Kabupaten Kutai Kartanegara;
16. Surat Edaran Dirjen Bina Yanmed Nomor HK.03.01/III/3744/08 tentang
Pembentukan Pencegahan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit dan Tim
Pencegahan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit.
5
Falsafah dan Tujuan
Kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit merupakan suatu
standar mutu pelayanan dan penting bagi pasien, petugas kesehatan maupun
pengunjung rumah sakit, serta masyarakat sekitar rumah sakit. Pengendalian infeksi
harus dilaksanakan oleh semua petugas pelayanan yang berada di Rumah Sakit
untuk melindungi pasien, petugas kesehatan dan pengunjung dari kejadian infeksi
dengan memperhatikan cost effectiveness.
Kriteria Pendukung
1. Ada pedoman tentang PPI di Rumah Sakit yang meliputi tujuan, sasaran, program,
kebijakan, struktur organisasi, uraian tugas Komite dan Tim PPI.
2. Terdapat cakupan kegiatan tertulis mengenai program PPI memuat pengaturan
tentang pencegahan infeksi nosokomial, kewaspadaan isolasi, surveilans,
pendidikan dan latihan, kebijakan penggunaan antimikroba yang rasional dan
kesehatan karyawan.
3. Pelaksanaan program PPI dilakukan evaluasi dan tindak lanjut secara berkala.
4. Kebijakan dan prosedur dievaluasi setiap 3 (tiga) tahun untuk disempurnakan.
Bagan struktur
DIREKTUR UTAMA /
DIREKTUR
TIM PPI
Uraian Tugas
Direktur Rumah Sakit
1. Membentuk Komite PPI Rumah Sakit dengan Surat Keputusan.
2. Bertanggung jawab dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap penyelenggaraan
upaya pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial.
3. Bertanggung jawab terhadap tersedianya fasilitas sarana dan prasarana termasuk
anggaran yang dibutuhkan.
4. Menentukan kebijakan pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial, atas
masukan dari Komite/TIM PPI
5. Mengadakan evaluasi kebijakan pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial
berdasarkan rekomendasi/ saran dari Komite PPI .
6. Mengadakan evaluasi kebijakan pemakaian antibiotika yang rasional dan cairan
disinfektan di rumah sakit berdasarkan rekomendasi/saran dari Komite/Tim PPI .
7. Dapat menutup suatu unit perawatan atau instalasi yang dianggap potensial
menularkan penyakit untuk beberapa waktu sesuai kebutuhan berdasarkan
rekomendasi/saran dari KomiteT PPI .
8. Mengesahkan SOP untuk PPI .
Komite PPI
Kriteria Anggota Komite PPI :
1. Mempunyai minat dalam PPI.
2. Pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar PPI.
8
Tugas dan Tanggung Jawab Tim PPI / IPCN :
1. Mengunjungi ruangan setiap hari untuk memonitor kejadian infeksi yang terjadi di
unit- unit perawatan.
2. Memonitor pelaksanaaan PPI, penerapan SOP, kewaspadaan isolasi.
3. Melaksanakan surveilans infeksi,pola kuman, kejadian luka tusuk jarum dan
melaporkan kepada Komite PPI.
4. Bersama Komite PPI melakukan pelatihan petugas kesehatan tentang PPI.
5. Bersama Komite PPI melakukan investigasi terhadap KLB dan bersama-sama
Komite PPI memperbaiki kesalahan yang terjadi.
6. Memonitor kesehatan petugas kesehatan untuk mencegah penularan infeksi dari
petugas kesehatan ke pasien atau sebaliknya.
7. Bersama Komite menganjurkan prosedur isolasi dan memberi konsultasi
pengendalian infeksi yang diperlukan pada kasus yang terjadi di rumah sakit.
8. Melaksaanakan Audit terhadap penatalaksanaan Pengendalian Infeksi termasuk
terhadap limbah, laundry, gizi, kelengkapan fasilitas PPI dengan mengunakan daftar
tilik.
9. Memonitor kesehatan lingkungan.
10. Memonitor terhadap pengendalian penggunaan antibiotika yang rasional.
11. Mendesain, melaksanakan, memonitor dan mengevaluasi surveilans infeksi yang
terjadi.
12. Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan PPI.
13. Membuat laporan surveilans dan melaporkan ke Komite PPI.
14. Bersama Komite PPI memberikan saran disain ruangan rumah sakit agar sesuai
dengan prinsip PPI.
15. Meningkatkan kesadaran pasien dan pengunjung rumah sakit tentang PPI.
16. Memberikan penyuluhan bagi petugas kesehatan, pengunjung dan keluarga tentang
PPI.
17. Sebagai koordinator antara departemen/unit untuk mendeteksi, mencegah dan
mengendalikan infeksi.
18. Tim PPI / IPCN bertanggung jawab terhadap pelaksanaan PPI RSJPD HK kepada
Komite PPI .
Pendahuluan
Penyakit infeksi nosokomial masih merupakan salah satu masalah kesehatan di
dunia, baik di negara yang sudah maju maupun yang sedang berkembang termasuk
Indonesia. Infeksi nosokomial berasal dari lingkungan rumah sakit (Hospital acquired
infection) Dengan berkembangnya sistem pelayanan kesehatan khususnya dalam
bidang perawatan pasien, sekarang perawatan tidak hanya di rumah sakit saja,
melainkan juga di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, bahkan perawatan di rumah
(home care).
Tindakan medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang dimaksudkan untuk
tujuan perawatan atau penyembuhan pasien, bila dilakukan tidak sesuai dengan
prosedur tindakan akan berpotensi untuk menularkan penyakit infeksi, baik bagi pasien
lain atau bahkan pada petugas kesehatan itu sendiri. Karena seringkali tidak bisa
secara pasti ditentukan asal infeksi, maka sekarang istilah infeksi nosokomial (Hospital
acquired infection) diganti dengan istilah baru yaitu “Healthcare-associated infections”
(HAIs) dengan pengertian yang lebih luas tidak hanya di rumah sakit tetapi juga di
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Juga tidak terbatas infeksi pada pasien saja,
tetapi juga infeksi pada petugas kesehatan yang didapat pada saat melakukan tindakan
perawatan pasien. Khusus untuk infeksi yang terjadi atau didapat di rumah sakit,
selanjutnya disebut sebagai infeksi rumah sakit atau infeksi nosocomial (Hospital
infection).
Untuk mencegah atau meminimalkan terjadinya infeksi nosokomial/HAIs maka
dilakukan upaya Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI).Tujuan PPI untuk
mencegah terjadinya infeksi pada pasien, petugas, pengunjung dan masyarakat sekitar
rumah sakit dengan mempertimbangkan Cost Efectiveness. Untuk dapat melakukan
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI), perlu memiliki pengetahuan mengenai
konsep dasar penyakit infeksi maupun pencegahan dan pengendalian infeksi
nosokomial/HAIs.
Pada bab ini akan dibahas mengenai beberapa pengertian tentang infeksi dan
kolonisasi, inflamasi, rantai penularan penyakit, faktor risiko terjadinya infeksi
nosokomial (HAIs), cara penularan penyakit infeksi ,dampak infeksi nosokomial/HAIs,
faktor–faktor keberhasilan PPI, serta strategi pencegahan dan pengendalian infeksi.
Pengertian
1. Kolonisasi: merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi,
dimana organisme tersebut hidup, tumbuh dan berkembang biak, tetapi tanpa
disertai adanya respon imun atau gejala klinik. Pada kolonisasi, tubuh pejamu tidak
dalam keadaan suseptibel. Pasien atau petugas kesehatan bisa mengalami
kolonisasi dengan kuman patogen tanpa menderita sakit, tetapi dapat menularkan
kuman tersebut ke orang lain. Pasien atau petugas kesehatan tersebut dapat
bertindak sebagai “Carrier”.
2. Carrier adalah orang yang mengalami kolonisasi tanpa sakit
3. Kontaminasi
Adanya mikroorganisme disuatu objek/peralatan
4. Infeksi: merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi
(organisme), dimana terdapat respon imun, tetapi tidak disertai gejala klinik.
5. Penyakit infeksi: merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi
(organisme) yang disertai adanya respon imun dan gejala klinik.
6. Penyakit menular atau infeksius: adalah penyakit (infeksi) tertentu yang dapat
berpindah dari satu orang ke orang lain, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
7. Inflamasi (radang atau perdangan lokal): merupakan bentuk respon tubuh terhadap
suatu agen (tidak hanya infeksi, dapat berupa trauma, pembedahan atau luka
bakar), yang ditandai dengan adanya sakit/nyeri (dolor), panas (calor), kemerahan
(rubor), pembengkakan (tumor) dan gangguan fungsi.
11
8. “Systemic Inflammatory Response Syndrome” (SIRS): sekumpulan gejala klinik atau
kelainan laboratorium yang merupakan respon tubuh (inflamasi) yang bersifat
sistemik. Kriteria SIRS bila ditemukan 2 atau lebih dari keadaan berikut : (1)
hipertermi atau hipotermi atau suhu tubuh yang tidak stabil, (2) takikardi (sesuai
usia), (3) takipnoe (sesuai usia), serta (4) leukositosis atau leukopenia (sesuai usia)
atau pada hitung jenis leukosit jumlah sel muda (batang) lebih dari 10%. SIRS dapat
disebabkan karena infeksi atau non-infeksi seperti trauma, pembedahan, luka
bakar, pankreatitis atau gangguan metabolik. SIRS yang disebabkan infeksi disebut
“Sepsis”.
9. Infeksi nosokomial: Infeksi yang terjadi/didapat dirumah sakit atau pernah dirawat di
rumah sakit dalam waktu lebih 48 jam.
10. “Healthcare-associated infections” (HAIs) : An infection occurring in a patient during
the process of care in a hospital or other healthcare facility which was not present or
incubating at the time of admission. This includes infections acquired in the hospital
but appearing after discharge, and also occupational infections among staff of the
facility.
11. Pencegahan dan Pengendalian infeksi
Pengendalian infeksi nosokomial adalah kegiatan yang meliputi perencanaan ,
pelaksanaan dan pengawasan serta pembinaan dalam upaya menurunkan angka
kejadian infeksi di rumah sakit
Rantai Penularan
Untuk melakukan tindakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi perlu
mengetahui rantai penularan infeksi. Apabila satu mata rantai dapat dihilangkan atau
dirusak, maka penularan infeksi dapat dicegah atau dihentikan.
Komponen yang diperlukan sehingga terjadi penularan infeksi tersebut adalah:
1. Agen infeksi (infectious agent) adalah mikroorganisme yang dapat menyebabkan
infeksi. Agen infeksi dapat berupa bakteri, virus, ricketsia, jamur dan parasit. Ada
tiga faktor pada agen penyebab yang mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu :
patogenitas, virulensi dan jumlah mikroorganisme.
2. Reservoir atau tempat dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang biak
dan siap ditularkan kepada orang lain. Reservoir yang paling umum adalah
manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air dan bahan-bahan organik lainnya.
Pada orang sehat, permukaan kulit, selaput lendir saluran napas atas, usus dan
vagina merupakan reservoir yang umum.
3. Pintu keluar (portal of exit) adalah jalan darimana agen infeksi meninggalkan
reservoir. Pintu keluar meliputi saluran pernapasan, saluran pencernaan, saluran
kemih dan kelamin, kulit dan membrana mukosa, transplasenta dan darah serta
cairan tubuh lain.
4. Transmisi (cara penularan) adalah mekanisme bagaimana transport agen infeksi
dari reservoir ke penderita (yang suseptibel). Ada beberapa cara penularan yaitu :
(1) kontak : langsung dan tidak langsung, (2) droplet, (3) airborne, (4) melalui
vehikulum (makanan, air/minuman, darah) dan (5) melalui vektor (biasanya
serangga dan binatang pengerat).
5. Pintu masuk (portal of entry) adalah tempat dimana agen infeksi memasuki pejamu
(yang suseptibel). Pintu masuk bisa melalui saluran pernapasan, pencernaan,
saluran kemih dan kelamin, selaput lendir, serta kulit yang tidak utuh (luka).
6. Pejamu (host) yang suseptibel, adalah orang yang tidak memiliki daya tuhun tubuh
yang cukup untuk melawan agen infeksi serta mencegah terjadinya infeksi atau
penyakit. Faktor yang khusus dapat mempengaruhi adalah umur, status gizi, status
imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang luas, trauma atau pembedahan,
pengobatan dengan imunosupresan. Faktor lain yang mungkin berpengaruh adalah
jenis kelamin, ras atau etnis tertentu, status ekonomi, gaya hidup, pekerjaan, dan
herediter.
12
Agen
Host/Pejamu Reservoar
Rentan
INFEKSI
Tempat Tempat
Masuk Metode Keluar
Penularan
14
5. Pencegahan infeksi nosokomial :
Infeksi Luka Operasi (ILO).
Infeksi Saluran Kemih (ISK).
Infeksi Saluran Pernapasan (Pneumonia).
Infeksi Saluran Pernapasan berhubungan dengan pemakaian Ventilator (VAP).
Infeksi Aliran Darah Primer (IADP).
Penggunaan antimikroba.
Pola mikroorganisme.
Plebitis.
Dekubitus.
MRSA, Hepatitis.
Luka tusuk jarum.
15
BAB IV
PERAN DAN FUNGSI
Infection Control Nurse/Infection Control Practicioner
Pendahuluan
Infeksi nosokomial merupakan masalah serius bagi semua rumah sakit, karena
dapat menghambat proses penyembuhan dan pemulihan pasien sehingga
memperpanjang hari rawat, akibatnya akan membebani pasien dan keluarganya
maupun rumah sakit karena biaya akan tinggi, mutu rumah sakit menurun. Infeksi
nosokomial inipun bahkan dapat menjadi penyebab kematian langsung maupun tidak
langsung pada pasien.
Rumah sakit sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan tidak saja memberikan
pelayanan kuratif dan rehabilitatif tetapi juga preventif dan promotif. Oleh sebab itu
rumah sakit harus selalu melakukan upaya pencegahan atau meminimalkan timbulnya
angka kejadian infeksi di rumah sakit.
Dalam upaya pencegahan atau meminimalkan timbulnya angka kejadian infeksi
nosokomial perlu adanya suatu program pengendalian infeksi nosokomial yang
dikelolah oleh tim pengendalian infeksi nosokomial.
Program pengendalian infeksi nosokomial sudah dimulai sejak tahun 1970 di UK.
Dengan adanya program pengendalian infeksi disertai kegiatan surveilens dapat
menurunkan angka kejadian infeksi 32 %.
Salah satu anggota tim pengendalian infeksi nosokomial adalah perawat yang disebut
sebagai perawat pengendali infeksi ( Infection Control Nurse= ICN).
Perawat pengendali infeksi mempunyai banyak peranan dalam program pengendalian
infeksi nosokomial.
Di UK perawat pengendali infeksi dimulai sejak tahun 1950 , sementara di US
dimulai sejak tahun 1960. Di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita sudah dimulai sejak
tahun 2000.
Peran perawat pengendali infeksi telah berkembang lambat laun melalui praktek
klinis pengendalian kesehatan lingkungan. Pada awalnya peran perawat pengendali
infeksi hanya berkolaborasi dengan dokter pengendali infeksi didalam mencatat infeksi
dan melihat apakah prosedur tindakan medis dan keperawatan sudah sesuai dengan
standard prosedur. Kemudian beberapa rumah sakit membentuk perawat pengendali
infeksi untuk melakukan surveilens, pencegahan, pengendalian komplikasi infeksi.
Selanjutnya tanggung jawab telah meluas sesuai respon perubahan pelayanan
kesehatan yang dibutuhkan, termasuk surveilens aktif dan pendidikan & latihan.
Perawat pengendali infeksi harus memiliki pengalaman di setiap aspek klinik di
rumah sakit, khususnya di area yang beresiko tinggi infeksi seperti ruang operasi, unit
perawatan intensif, unit perawatan neonatus. Pengalaman di klinik akan menambah nilai
tambah, tetapi yang lebih penting bahwa seorang perawat pengendali infeksi harus
memiliki personaliti yang dapat diterima setiap orang dan mampu mempengaruhi semua
tingkat staf dalam upaya pengendalian infeksi nosokomial.
Seorang perawat pengendali infeksi nosokomial harus mengikuti kursus
pengendalian infeksi nosokomial dasar maupun lanjutan, serta sering menghadiri
konfrensi, seminar, simposium pengendalian infeksi maupun yang berhubungan dengan
infeksi.
Peran dan Tanggung Jawab Perawat Pencegahan dan Pengendali Infeksi
(Infection Prevention Control Nurse/IPCN /Infection Prevention Practicioner)
Pada pertemuan Infection Control Nurses Association in the Health Care 1990 di
Birmingham. Ada lima komponen peran dan tanggung jawab perawat pengendali infeksi
yaitu:
1. Mengidentifikasi dan menginvestigasi kejadian luar biasa.
2. Membuat, memonitoring, dan evaluasi kebijakan pencegahan infeksi nosocomial.
3. Pendidikan dan penelitian.
4. Memperkenalkan metode dan tehnologi baru dalam pencegahan infeksi nosocomial.
5. Pengukuran pencapaian.
16
Studi Gardner G, Jones. E, Olesen D di Australia
Ada lima komponen peran infection control practicioner yaitu:
1. Manajemen
Kemampuan standard manajemen diperlukan dalam melaksanakan koordinasi
pengendalian infeksi, penyebaran sumber informasi dan akreditasi yang dibutuhkan.
Beberapa organisasi, perawat pengendali infeksi juga diberikan manajemen strategi
seperti program perencanaan dan sumber daya manusia.
2. Praktisi klinis
Aktifitas seperti mengunjungi area klinik, memeriksa dan mengidentifikasi laporan
hasil patologi dan penempatan pasien yang beresiko tinggi di monitor untuk
mendeteksi dan meminimalkan resiko infeksi. Juga termasuk aktifitas perawatan
pasien seperti prosedur tindakan keperawatan pasien dan discharged plannning.
3. Konsultan
Sebagai konsultan dan penghubung memberikan informasi kepada individu dan staf
keperawatan dan petugas kesehatan lain, termasuk evaluasi lingkungan, produk,
peralatan, dan gedung.
4. Penelitian dan Surveilens
Meneliti dan mendata rate infeksi nosokomial, analisis, interpretasi, dan
menginformasi hasilnya.
5. Pendidikan
Profesional dan networking.
Memberikan pendidikan kepada staf dan petugas kesehatan lainnya.
The Association for Proffessionals in Infection Control and Epidemiology (APIC) and
Community and Hospital Infection Control Association- Canada (CHICA-CANADA):
Professional and practice standards
Professional Standards (PS)
Professional Standards menggambarkan tingkat kemampuan individu di dalam peran
profesi.
PS 1 : Professional accountability
ICP bertanggung jawab untuk pengembangan, evaluasi dan memperbaiki kemampuan
kliniknya yang berhubungan dengan standard praktek pengendalian infeksi.
- Menetapkan dan bekerja berdasarkan tujuan dan objektif profesional.
- Melaksanakan evaluasi dan perbaikan.
- Mencari dan memberi masukan tentang praktek professional.
- Berpatisipasi didalam praktek profesi.
PS 2 : Qualifications
ICP mempunyai minimum kualifikasi tertentu untuk memasuki profesi.
- Mempunyai pengetahuan dan pengalaman di area klinik perawatan pasien,
mikrobiologi, asepsis, disinfeksi/sterilisasi, pendidikan, penyakit infeksi, komunikasi,
administrasi, epidemiologi.
- Mempunyai tingkat pendidikan minimal S1 Kesehatan (Sarjana Kesehatan
Masyarakat dengan latar belakang D3 Keperawatan, Sarjana Keperawatan).
- Mengikuti pendidikan dan latihan dasar pengendalian infeksi nosocomial.
PS 3 : Professional development
ICP memerlukan dan mempertahankan pengetahuan dan kemampuan yang mutahir di
area pencegahan dan pengendalian infeksi dan epidemiologi.
- Menjadi diakui di profesi di pengendalian infeksi dalam 5 (liama) tahun memasuki
profesi dan mempertahankan sertifikasi.
- Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan melalui pendidikan berkelanjutan.
- Mengikuti pendidikan formal di epidemiologi pelayanann kesehatan.
- Mempertahankan pengetahuan dasar tentang pencegahan dan pengendalian
infeksi yang mutahir melalui net working, internet, literatur, pertemuan profesi.
- Meningkatkan lapangan pengetahuan pencegahan pengendalian infeksi dasar
epidemiologi melalui penelitian.
17
PS 4 : Leadership
ICP melayani sebagai pemimpin, penunjuk jalan dan role model untuk profesi.
- Berbagi pengetahuan dan kemampuan kepada petugas yang lain.
- Membantu kepentingan penelitian dalam bentuk praktek pengendalian infeksi.
- Meningkatkan nilai pengetahuan dasar pengendalian infeksi dan epidemiologi.
- Membangun kreatifitas dan inovasi di praktek pengendalian infeksi nosokomial
- Membuat pedoman, policy.
PS 5 : Ethics
ICP membuat keputusan dan membentuk aktifitas kode ethika
- Memelihara confidentiality.
- Tidak menghakimi, tidak mendiskriminasi.
- Mengetahui dan mengatasi konflik.
- Mendukung kode etik professional.
Practice Standards
Practice Standards menggambarkan kemampuan klinis.
Scope dari standard ini menggambarkan semua Infection Control Practice Setting
(ICPS). Setiap standard dapat digunakan di dalam program pengembangan, evaluasi
dan peningkatan.
ICPS 1 : Infection prevention and control practice
Program ISPC ( Infection Surveilens, Prevention, and Control ) ini meliputi kegiatan
pengendalian dan pencegahan yang spesifik didalam tatanan praktek, populasi yang
dilayani, dan perawatan yang berkelanjutan.
- Mengintergrasi penemuan surveilens kedalam perencanaan organisasi untuk
meningkatkan praktek dan patient outcomes.
- Mengkaji kembali , menganalisa dan mengaplikasi peraturan yang ada , standard
dan atau pedoman yang dapat diaplikasikan organisasi profesi.
- Merekomendasikan praktek baru atau merevisi praktek atau prosedur.
- Mengkaji kembali ,menganalisa dan mengaplikasi pengetahuan yang mutahir dari
liteatur dan publikasi.
ICPS 2 : Epidemiology
Program ISPC mengaplikasi prinsip epidemiologi dan metode statistik, termasuk risk
stratification, mengidentifikasi target populasi, analisa trend dan faktor resiko, dan
mendisain dan mengevaluasi strategi pengendalian dan pencegahan infeksi.
- Melaksanakan surveilens dan investigasi dengan menggunakan prinsip
epidemiologi.
- Menggunakan tehnik statistik yang tepat untuk menggambarkan data, menghitung
rate dan mengevaluasi penemuan yang signifikan.
ICPS 3 : Surveillance.
Program ISPC menggunakan pendekatan sistematik melakukan surveilens , untuk
memonitor keefektifan dari strategi pencegahan dan pengendalian infeksi yang
konsisiten berdasarkan tujuan dan objektifitas organisasi.
- Mengembangkan rencana surveilens berdasarkan populasi yang dilayani,
pelayanan yang diberikan dan data surveilens sebelumnya jika ada.
- Membuat disain surveilens yang konsisten dengan membandingkan data dasar
diluar maupun didalam.
- Pilih indikator berdasarkan proyek data yang digunakan. (Contoh : external
benchmarking and/or internal trending).
- Gunakan definisi standard untuk identifikasi dan klasifikasi kejadian , indikator atau
hasil akhir.
- Analisa data survei, termasuk kalkulasi rate.
- Laporkan penemuan epidemiologi yang signifikat ke orang-orang yang tepat.
- Secara periodik evaluasi keefektifan dari rencana surveilens dan modifikasi bila
perlu.
18
ISPS 4 : Education
Program ISPC ini merupakan sumber pendidikan untuk pengnedalian dan pencegahan
dan pelayanan kesehatan epidemiologi.
- Secara rutin mengkaji kebutuhan dan pengembangan pendidikan dari staf.
- Kolaborasi didalam pengembangan, pendistribusian dan evaluasi program
pendidikan atau alat yang berhubungan dengan pencegahan dan pengendalian
infeksi, dan epidemiologi.
- Secara terus menerus mengevaluasi keefektifan dari program pendidikan dan hasil
dari pembelajaran.
ICPS 5 : Consultation
Program ISPC ini memberikan expert knowledge dan pedoman epidemiologi dan
pencegahan dan pengendalian infeksi.
- Senantiasa mengikuti informasi mutahir didalam pencegahan dan pengendalian
infeksi dan epidemiologi
- Berikan pengetahuan fungsi, peran dan nilai dari program kepada staf
- Kolaborasi dalam intregrasi peraturan yang diperlukan, standard akreditasi,
pedoman dan praktek ISPC mutahir kedalam policy dan prosedur
- Penemuan , rekomendasi dan policy dari ISPC program di desiminasikan ke orang-
orang yang tepat
- Berikan konsultasi administrasi, commite, staf, mengenai issue tentang pencegahan
dan pengendalian infeksi
ICPS 6 : Performance Improvement
Program ISPC ini merupakan komponen intergral dari perencanaan untuk meningkatkan
praktek dan hasil akhir .
- Identifikasi keuntungan untuk memperbaiki berdasarkan indikator, proses , hasil
akhir, dari penemuan lain dan observasi
- Koordinasi meningkatkan kegiatan perbaikan organisasi pencegahan dan
pengendalian infeksi
- Berpatisipasi di berbagai organisasi untuk meningkatkan strategi
- Konstribusi kemampuan epidemiologi untuk memperbaiki proses.
ISPC7 : Program management and evaluation
Program ISPC ini mengevaluasi secara sistematik kualitas dan efektifitas dari rencana
ISPC yang tepat di tatanan praktek.
- Mengembangkan dan revisi rencana program secara objektif setiap tahun.
- Menetapkan sumber-sumber yang tepat untuk kebutuhan perencanaan.
- Komunikasi dari berbagai sumber dan modifikasi rencana program bila di perlukan
- Secara periodik menilai efektiiftas dari program ISPC.
- Menilai kebutuhan pelanggan dan kepuasan dan integerasi penemuan kedalam
program ISP.
ICPS 8 : Fiscal Responsibility
Program ISPC ini incorporates the principles of Fiscal Responsibility
- Pertimbangkan hasil akhir klinik dan keuangan bila membuat rekomendasi untuk
perubahan praktek.
- Evaluasi penggunanan perkembangan tehnologi yang baru atau produk untuk cost-
efektifisitas.
- Integrasi data nilai biaya ke dalam analisa laporan infeksi nosokomial.
- Dokumentasikan pengurangan biaya didalam organisasi melalui kegiatan program
ISPC.
ICPS 9 : Research
Program ISPC ini mengaplikasikan penemuan penelitian yang relevan ke praktek
pencegahan dan pengendalian infeksi.
- Secara kritikal menilai penelitian yang ditemukan.
- Disiminasikan penemuan penelitian yang dipublikasikan melalui praktek, pendidikan
atau konsultasi.
- Beritahukan penemuan dari kegiatan surveilens atau investigasi kejadian luar biasa.
19
- Berpatisipasi didalam penelitian bebas atau kolaborasi pengendalian dan
pencegahan infeksi.
- Publikasikan atau hadirkan penelitian yang ditemukan untuk membantu penelitian
selanjutnya.
21
Mendemonstrasikan kepada staf tehnik yang efektif dalam usaha pengendalian
infeksi nosokomial.
Berpatisipasi didalam tanggung jawab supervisi untuk pengendalian infeksi
nosokomial.
Membantu pencapaian dalam mempertahankan akreditasi.
Memberikan tujuan pengembangan pengendalian infeksi nosokomial kepada
yang berkepentingan.
Memberikan konsultasi tentang kompensasi pemberi asuhan keperawatan/
petugas kesehatan lainnya berhubungan dengan terpaparnya infeksi
nosokomial.
Mengembangkan kemampuan dan evaluasi individu dalam usaha pengendalian
infeksi nosookomial
Mengkoordinasikan penampilan fasilitas atau memperbaiki kualitas kegiatan
sehubungan dengan usaha pengendalian infeksi nosokomial.
Berpatisipasi dalam memonitoring dan evaluasi penggunaan antimikroba.
6. Education
Mengkaji kebutuhan pendidikan pemberi asuhan keperawatan dan petugas
kesehatan lainnya dalam usaha pengendalian infeksi nosokomial.
Mengembangkan tujuan, objektif dan rencana pembelajaran untuk kebutuhan
pendidikan dalam program pengendalian infeksi.
Mengembangkan prinsip belajar dewasa dalam pengembangan strategi
pendidikan.
Mengkaji jumlah peserta, lingkungan fisik, sumber-sumber yang ada dalam
menentukan audiovisual, kerangka materi yang tepat.
Mengkoordinasi pendidikan workshop, pembelajaran , diskusi.
Mengevaluasi efektifitas hasil dari pembelajaran.
Berpatisipasi dalam program orientasi kepada staf baru.
Mengkaji kebutuhan pasien dan keluarganya dalam usaha pengendalian infeksi.
Mengajukan aktifitas dalam usaha menurunkan infeksi nosokomial kepada
pasien dan keluarganya.
Mengajukan perubahan kebijakan, prosedur dan standard kerja.
Karakteristik IPCN
Untuk menjalankan peran dan fungsinya seorang perawat pengendali infeksi harus
mempunyai karakteristik CHARMING :
C : Confident and Credible.
H - Helpful.
A - Approachable.
R - Responsible and Reliable.
M - Mature.
I - Innovative.
N - Neutral.
G - Always on the `Go.
22
BAB V
PENUTUP
Pedoman ini disusun sebagai petunjuk teknis dalam melakukan kegiatan PPI
agar pelaksanaan pelayanan kesehatan dapat dipahami oleh seluruh pihak yang terlibat
dalam hal tersebut.
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah
Aji Muhammad Parikesit,
MARTINA YULIANTI
23
24