You are on page 1of 24

SATUAN ACARA PENYULUHAN

PROGRAM LATIHAN FISIK REHABILITTATIF PADA PENDERITA GANGGUAN


JANTUNG

Oleh :
Kelompok 14

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


KEPERAWATAN DASAR
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2018
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Hari/tanggal : November 2018


Pokok bahasan : Menurunkan resiko gangguan jantung berulang
Sasaran : Keluarga pasien
Waktu : Pukul 10.00-10.30 WIB
Tempat : Ruang Irna 2 Rumah Sakit Universitas Airlangga
Surabaya

I. Tujuan Umum
Setelah diberikan penyuluhan diharapkan keluarga dan pasien dapat mencegah
perburukan dan membantu pasien untuk kembali dapar beraktivitas fisik seperti sebelum
mengalami gangguan jantung.

II. Tujuan Khusus


Setelah diberikan penyuluhan diharapkan keluarga pasien dapat :
1. Menyebutkan pengertian gangguan jantung
2. Menyebutkan penyebab gangguan jantung
3. Menyebutkan tanda dan gejala gangguan jantung
4. Menyebutkan pencegahan gangguan jantung
5. Menyebutkan penatalaksanaan gangguan jantung
6. Mengoptimalkan kapasitas fisik tubuh
7. Mencegah perburukan gangguan jantung berulang
8. Membantu pasien untuk kembali sehingga dapat beraktivitas fisik spserti
sebelum mengalami gangguan jantung

III. Materi.
1. Menjelaskan pengertian gangguan jantung
2. Menjelaskan penyebab gangguan jantung
3. Menjelaskan tanda dan gejala gangguan jantung
4. Menjelaskan pencegahan gangguan jantung
5. Menjelaskan penatalaksanaan gangguan jantung
6. Menjelaskan manfaat latihan fisikpada penderita gangguan jantung
7. Menjelaskan kontraindikasi latihan fisik
8. Menjelaskan Program Rehabilitatif
Materi penyuluhan : terlampir

IV. Metoda
Ceramah, praktek dan tanya jawab

V. Media
Leaflet, PPT, dan video
VI. Pengorganisasian
1. Pembimbing Akademik : Purwaningsih, S.Kp., M.Kes
2. Pembimbing Ruangan : Sri Purwanti S.Kep., Ns
3. Moderator : Venni Hariani
4. Penyaji : Wahyu Dwi Septinengtias
5. Notulensi : Titin Paramida
6. Fasilitator : Annisha Zuchrufiany
Vony Nurul Khasanah
7. Observer : Tri Agustiningsih

VII. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Peserta hadir di tempat penyuluhan
b. Penyelenggaraan penyuluhan dilaksanakan di Ruang Pertemuan Ruang Irna 2
Rumah sakit Universitas Airlangga Surabaya
c. Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelumnya
2. Evaluasi Proses
a. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
b. Tidak ada peserta yang meninggalkan tempat penyuluhan selama proses
penyuluhan
c. Peserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan dengan benar
3. Evaluasi Hasil
a. Keluarga pasien mengetahui penyakit jantung serta program latihan fisik
rehabilitasi pada gangguan jantung dengan benar.
b. Jumlah hadir dalam penyuluhan minimal 10 orang.

VIII. Setting Tempat


Keterangan :
1 5 1 : Moderator
2 : Penyaji
4 4 4 3 : Peserta
4 : Fasilitator
2 5 : Observer
3 3 3

IX. Kegiatan Penyuluhan


NO. WAKTU KEGIATAN PENYULUH KEGIATAN PESERTA

1. 3 Pembukaan :
menit a. Menentukan kontrak waktu a. Mendengarkan
dan materi dengan keluarga dan menyetujui kontak
klien sebelum penyuluhan waktu dan materi
dilaksanakan
b. Membuka kegiatan dengan b. Menjawab salam
mengucapkan salam
c. Memperkenalkan diri c. Mendengarkan
d. Menjelaskan tujuan dari dan Memperhatikan
penyuluhan
e. Menyebutkan materi yang d. Memperhatikan
akan diberikan dan
menggambarkan pengetahuan
audien tentang gangguan
jantung dan program latihan
fisik rehabilitative pada
penderita gangguan jantung.
2. 15 Pelaksanaan :
menit a. Menjelaskan a. Mendengarkan dan
tentang pengertian memperhatikan
gangguan jantung b. Mendengarkan dan
b. Menjelaskan memperhatikan
tentang penyebab c. Mendengarkan dan
gangguan jantung memperhatikan
c. Menjelaskan d. Mendengarkan dan
tentang tanda dan memperhatikan
gelaja gangguan e. Mendengarkan dan
jantung memperhatikan
d. Menjelaskan f. Mendengarkan dan
tentang pencegahan memperhatikan
gangguan jantung g. Mendengarkan dan
e. Menjelaskan memperhatikan
tentang h. Mendengarkan dan
penatalaksanaan memperhatikan
gangguan jantung i. Mendengarkan dan
f. Menjelaskan memperhatikan
manfaat latihan fisik j. Bertanya tentang materi yang
pada penderita belum dipahami
gangguan jantung
g. Menjelaskan
kontraindikasi
latihan fisik
h. Menjelaskan
Program
Rehabilitatif
i. Mempraktekkan
program latihan
fisik
j. Memberi
kesempatan kepada
peserta untuk
bertanya dan
mempraktekkan
secara mandiri
program latihan
fisik
3. 10 Evaluasi :
menit a. Menanyakan kepada peserta a. Menjawab pertanyaan
tentang materi yang telah b. Praktekkan secara mandiri
diberikan. program latihan fisik
b. Mempraktekkan secara mandiri
program latihan fisik.
4. 2 Terminasi :
menit a. Mengucapkan terimakasih atas a. Mendengarkan
peran serta peserta.
b. Mengucapkan salam penutup b. Menjawab salam
Lampiran
MATERI PENYULUHAN

Gangguan jantung merupakan permasalahan kesehatan yang insidensinya


dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Penderita gangguan jantung
memerlukan program rehabilitatif yang komprehensif untuk mengembalikan
kemampuan fisik paska serangan serta mencegah terjadinya serangan ulang.
Program rehabilitasi tersebut meliputi perubahan gaya hidup yang antara lain
meliputi pengaturan pola makan, manajemen stress, latihan fisik. Pada dasarnya,
program rehabilitasi pada penderita gangguan jantung bertujuan untuk : (1)
mengoptimalkan kapasitas fisik tubuh, (2) memberi penyuluhan pada pasien dan
keluarga dalam mencegah perburukan dan (3) membantu pasien untuk kembali
dapat beraktivitas fisik seperti sebelum mengalami gangguan jantung (Jolliffe et
al., 2001:87). Program latihan fisik didasarkan pada tingkat kesadaran pasien dan
kebutuhan individual. Hal yang penting untuk diperhatikan adalah bahwa
program latihan sebaiknya dimonitor berdasarkan target frekuensi denyut nadi,
perceived exertion maupun prediksi METs. Apabila terjadi gejala gangguan
jantung, ortopedik maupun neuromuskular, perlu dilakukan peninjauan ulang
terhadap program latihan .

A. JANTUNG DAN GANGGUAN JANTUNG


a. Jantung
Jantung adalah organ berupa otot, berbentuk kerucut, berongga dan dengan
basisnya di atas dan puncaknya di bawah. Apex-nya (puncak) miring ke sebelah
kiri. Berat jantung kira-kira 300 gram. Agar jantung berfungsi sebagai pemompa
yang efisien, otot-otot jantung, rongga atas dan rongga bawah harus berkontraksi
secara bergantian. Laju denyut-denyut jantung atau kerja pompa ini dikendalikan
secara alami oleh suatu "pengatur irama". Ini terdiri dari sekelompok secara
khusus, disebut nodus sinotrialis, yang terletak didalam dinding serambi kanan.
Sebuah impuls listrik yang ditransmisikan dari nodus sinotrialis ke kedua serambi
membuat keduanya berkontraksi secara serentak. Arus listrik ini selanjutnya di
teruskan ke dinding-dinding bilik, yang pada gilirannya membuat bilik-bilik
berkontraksi secara serentak. Periode kontraksi ini disebut systole. Selanjutnya
periode ini diikuti dengan sebuah periode relaksasi pendek - kira-kira 0,4 detik -
yang disebut diastole, sebelum impuls berikutnya datang.
b. Gangguan Jantung
Gangguan jantung merupakan keadaan patologis pada jantung dimana
terdapat kelainan yang memyebabkan gangguan fisiologis jantung. Gangguan ini
dapat tidak bergejala (asymptomatis), ringan, sampai dengan berat. Serangan
jantung (myocardial infarction) merupakan gangguan berat dimana aliran darah
jantung terhenti sehingga menimbulkan kematian sebagian sel jantung. Gangguan
jantung merupakan penyebab kematian nomor satu pada orang dewasa di negara
maju. Lebih lanjut, di seluruh dunia, jumlah penderita penyakit ini terus
bertambah. Penyakit ini tidak lepas dari gaya hidup yang kurang sehat yang
banyak dilakukan seiring dengan berubahnya pola hidup. Faktor-faktor pemicu
serangan jantung ialah rokok, mengonsumsi makanan berkolestrol tinggi, kurang
gerak, malas berolahraga, stres, dan kurang istirahat (Ades, 2001:892). Serangan
jantung adalah suatu kondisi ketika kerusakan dialami oleh bagian otot jantung
(myocardium) akibat mendadak sangat berkurangnya pasokan darah ke bagian
otot jantung. Berkurangnya pasokan darah ke jantung secara tiba-tiba dapat terjadi
ketika salah satu nadi koroner ter blokade selama beberapa saat, entah akibat
spasme - mengencangnya nadi koroner - atau akibar pergumpalan darah
(thrombus). Bagian otot jantung yang biasanya di pasok oleh nadi yang terblokade
berhenti berfungsi dengan baik segera setelah splasme reda dengan sendirinya,
gejala-gejala hilang secara menyeluruh dan otot jantung berfungsi secara betul-
betul normal lagi. Ini sering disebut crescendo angina atau coronary insufficiency
. Sebaliknya, apabila pasokan darah ke jantung terhenti sama sekali, sel-sel yang
bersangkutan mengalami perubahan yang permanen hanya dalam beberapa jam
saja dan bagian otot jantung termaksud mengalami penurunan mutu atau rusak
secara permanen,

c. Klasifikasi Penyakit Jantung


Berikut adalah penjelesan dari klasifikasi penyakit jantung.

a. Diagnosis Normal
Jantung normal merupakan kondisi dimana jantung bekerja secara normal
untuk memompa darah dan menyuplai oksigen keseluruh tubuh.
b. Diagnosis Hypertensive Heart Disease (HHD)
Heart disease (HHD) adalah istilah yang diterapkan untuk
menyebutkan penyakit jantung secara keseluruhan, mulai dari left ventricle
hyperthrophy (LVH), aritmia jantung, penyakit jantung koroner, dan penyakit
jantung kronis, yang disebabkan kerana peningkatan tekanan darah, baik secara
langsung maupun tidak langsung (theHeart.org, 2014).
c. Diagnosis Congestive Heart Failure (CHF)
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung
mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-
sel tubuh akan nutrien dan oksigen. Hal ini mengakibatkan peregangan ruang
jantung (dilatasi) guna menampung darah lebih banyak untuk dipompakan ke
seluruh tubuh atau mengakibatkan otot jantung kaku dan menebal. Jantung
hanya mampu memompa darah untuk waktu yang singkat dan dinding otot
jantung yang melemah tidak mampu memompa dengan kuat (Udjianti, 2010).
d. Diagnosis Angina Pectoris
Angina pectoris adalah istilah medis untuk nyeri dada atau
ketidaknyamanan akibat penyakit jantung koroner. Hal itu terjadi ketika otot
jantung tidak mendapat darah sebanyak yang dibutuhkan. Hal ini biasanya
terjadi karena satu atau lebih arteri jantung menyempit atau tersumbat, biasa
juga disebut iskemia (American Heart Association, 2016).

d. Penyebab Penyakit Jantung


Berdasarkan Centers for Disease Control and Prevention, 2015 faktor-faktor
penyebab penyakit jantung adalah sebagai berikut :

a. Diet Tidak Sehat


Diet lemak jenuh, dan kolesterol mengakibatkan penyakit jantung. Selain itu,
terlalu banyak garam (sodium) dalam makanan bisa menaikkan kadar tekanan
darah.
b. Kurang Aktivitas
Tidak cukup aktivitas fisik mengakibatkan penyakit jantung, hal ini juga dapat
meningkatkan kemungkinan memiliki kondisi medis lain yang merupakan
faktor resiko, termasuk obesitas, tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, dan
diabetes.
c. Obesitas
Obesitas adalah kelebihan lemak tubuh. Obesitas dikaitkan dengan kadar
kolesterol dan trigliserida yang lebih tinggi dan menurunkan kadar kolesterol
"baik". Selain penyakit jantung, obesitas juga bisa menyebabkan tekanan darah
tinggi dan diabetes.
d. Alkohol
Konsumsi alkohol bisa menaikkan kadar tekanan darah dan beresiko terkena
penyakit jantung. Ini juga meningkatkan kadar trigliserida, suatu bentuk
kolesterol, yang bisa mengeraskan arteri.
e. Merokok
Merokok dapat merusak jantung dan pembuluh darah, yang meningkatkan
resiko kondisi jantung seperti aterosklerosis dan serangan jantung. Selain itu,
nikotin meningkatkan tekanan darah, dan karbon monoksida mengurangi
jumlah oksigen yang dibawa oleh darah. Paparan asap rokok orang lain dapat
meningkatkan resiko penyakit jantung bahkan untuk bukan perokok.
f. Tekanan darah tinggi
Tekanan darah tinggi merupakan faktor resiko utama penyakit jantung. Ini
adalah kondisi medis yang terjadi saat tekanan darah di arteri dan pembuluh
darah lainnya terlalu tinggi. Tekanan darah tinggi sering disebut "silent killer"
karena banyak orang tidak memperhatikan gejala sinyal darah tinggi.
Menurunkan tekanan darah dengan perubahan gaya hidup atau dengan
pengobatan bisa mengurangi resiko penyakit jantung dan serangan jantung.
g. Kolesterol Tinggi
Kolesterol adalah zat berlemak, seperti lemak yang dibuat oleh hati atau
ditemukan pada makanan tertentu. Jika mengkonsumsi lebih banyak kolesterol
daripada yang bisa digunakan tubuh, kolesterol ekstra bisa terbentuk di dinding
arteri, termasuk di jantung. Hal ini menyebabkan penyempitan arteri dan bisa
menurunkan aliran darah ke jantung, otak, ginjal, dan bagian tubuh lainnya.
Kolesterol tinggi adalah istilah yang digunakan untuk kadar low-density
lipoprotein, atau LDL, yang dianggap "buruk" karena dapat menyebabkan
penyakit jantung. Kadar kolesterol lipoprotein high-density yang lebih tinggi,
atau HDL, dianggap "baik" karena memberikan perlindungan terhadap
penyakit jantung.
h. Diabetes
Diabetes mellitus juga meningkatkan resiko penyakit jantung. Tubuh
membutuhkan glukosa (gula) untuk energi. Insulin adalah hormon yang dibuat
di pankreas yang membantu memindahkan glukosa dari makanan yang ke sel
tubuh. Jika menderita diabetes, tubuh tidak cukup membuat insulin, tidak dapat
menggunakan insulin sendiri dengan baik. Diabetes menyebabkan gula
terbentuk di dalam darah. Resiko kematian akibat penyakit jantung bagi orang
dewasa dengan diabetes adalah dua sampai empat kali lebih tinggi daripada
orang dewasa yang tidak menderita diabetes.
i. Genetika dan Riwayat Keluarga
Faktor genetik kemungkinan berperan dalam tekanan darah tinggi, penyakit
jantung, dan kondisi terkait lainnya. Namun, kemungkinan juga bahwa orang-
orang dengan riwayat penyakit jantung keluarga memiliki lingkungan yang
sama dan faktor potensial lainnya yang meningkatkan resikonya. Resiko
penyakit jantung bisa meningkat bahkan lebih bila faktor keturunan
dikombinasikan dengan pilihan gaya hidup yang tidak sehat, seperti merokok
dan makan makanan yang tidak sehat.
j. Usia
Resiko penyakit jantung meningkat seiring bertambahnya usia.
k. Ras atau etnisitas
Pada tahun 2013 penyakit jantung adalah penyebab utama kematian di Amerika
Serikat untuk kulit putih non-Hispanik, kulit hitam non-Hispanik, dan Indian
Amerika. Bagi orang Hispanik, dan orang Amerika Asia dan Kepulauan
Pasifik, penyakit jantung adalah yang kedua setelah kanker sebagai penyebab
kematian.

e. Tanda dan Gejala Gangguan Jnatung

Gejala penyakit jantung sangat beragam, tergantung kepada jenis kondisi yang
dialami. Sejumlah gejala yang dapat muncul pada penyakit jantung, antara lain:

 Nyeri dada terasa seperti tertindih.


 Nyeri di leher, rahang, tenggorokan, punggung, dan lengan.
 Jantung berdebar atau detak jantung malah melambat.
 Perubahan pada irama jantung.
 Sesak napas.
 Batuk kering yang tidak membaik.
 Mudah lelah saat beraktivitas.
 Tangan dan kaki terasa dingin.
 Sianosis atau warna kulit yang membiru.
 Pembengkakan pada tungkai, lengan, perut, atau sekitar mata.
 Pusing.
 Pingsan atau terasa ingin pingsan.
 Demam.
 Ruam kulit.

Penyakit jantung akan lebih mudah ditangani bila terdeteksi lebih awal. Oleh
karena itu, konsultasikan dengan dokter bila muncul gejala di atas. Konsultasikan
juga mengenai cara yang perlu dilakukan untuk mengurangi risiko terkena
penyakit jantung, terutama bila ada riwayat penyakit jantung pada keluarga.

f. Penatalaksanaan Gangguan Jantung


Pengobatan tergantung kepada jenis penyakit jantung yang dialami pasien.
Sebagai contoh, pada penyakit jantung yang disebabkan infeksi, dokter akan
meresepkan antibiotik. Pada umumnya, metode pengobatan penyakit jantung
meliputi:
 Perubahan gaya hidup. Menjalani pola hidup sehat dapat mencegah
penyakit jantung makin memburuk. Beberapa cara yang dapat dilakukan,
antara lain dengan melakukan olahraga ringan 30 menit sehari,
mengonsumsi makanan rendah lemak dan rendah sodium, berhenti
merokok, dan membatasi konsumsi minuman beralkohol.
 Obat-obatan. Obat yang digunakan untuk mengobati penyakit jantung
tergantung kepada jenis penyakit jantung itu sendiri. Beberapa golongan
obat yang umumnya digunakan dalam pengobatan penyakit jantung, antara
lain:
o ACE inhibitor – berfungsi menghambat tubuh menghasilkan
angiotensin sehingga menurunkan tekanan darah. Contohnya
captopril dan ramipril.
o Angiotensin II receptor blockers – bekerja dengan menghambat
efek angiotensin sehingga menurunkan tekanan darah. Contohnya
losartan.
o Antikoagulan – berfungsi mencegah penggumpalan darah dengan
menghambat kerja faktor pembekuan darah. Contohnya, heparin
dan warfarin.
o Antiplatelet – Sama halnya dengan antikoagulan, antiplatelet
berfungsi mencegah terbentuknya gumpalan darah dengan cara
yang berbeda. Contohnya, aspirin dan clopidrogel.
o Antagonis kalsium – bekerja dengan mengatur kadar kalsium
yang masuk ke otot jantung dan pembuluh darah, sehingga
melebarkan pembuluh darh. Contohnya amlodipine dan nifedipine.
o Penghambat beta – bekerja dengan menekan efek adrenalin yang
meningkatkan detak jantung, sehingga jantung tidak bekerja terlalu
keras. Contohnya metoprolol dan bisoprolol.
o Penurun kolesterol – berfungsi meningkatkan kadar kolesterol
baik (HDL) dan menurunkan kadar kolesterol jahat (LDL).
Contohnya atorvastatin.
o Obat digitalis – bekerja dengan meningkatkan kadar kalsium pada
sel jantung, sehingga meningkatkan pompa jantung. Contohnya,
digoxin.
o Nitrat – berfungsi melebarkan pembuluh darah. Contohnya,
nitrogliserin dan isosorbide dinitrate.

 Prosedur Medis. Pada beberapa kasus, dokter akan menjalankan prosedur


bedah, agar kondisi pasien tidak semakin memburuk. Sebagai contoh, bila
arteri pasien hampir atau sudah tertutup seluruhnya, dokter akan
memasang stent atau ring ke arteri, agar aliran darah pasien kembali
normal. Prosedur yang dilakukan tergantung kepada jenis penyakit jantung
dan tingkat kerusakan jantung yang dialami pasien. Prosedur lain yang
sering dilakukan adalah operasi bypass jantung. Prosedur operasi ini
dilakukan dengan mencangkok pembuluh darah lain, sehingga aliran darah
melewati pembuluh darah yang baru tersebut.
g. Pencegahan Penyakit Jantung
1. Berhenti merokok. Rokok adalah faktor risiko utama penyakit jantung,
terutama penyakit jantung koroner.
2. Rutin memeriksakan diri.
3. Latihan atau olahraga rutin.
4. Konsumsi makanan sehat.
5. Jaga berat badan ideal.
6. Kelola stres dengan baik.
7. Menjaga kebersihan tubuh

h. Komplikasi Penyakit Jantung

Sejumlah komplikasi yang dapat terjadi akibat penyakit jantung, antara lain:

 Aneurisma. Aneurisma adalah pembesaran di dinding arteri, yang bila


pecah dapat menyebabkan kematian.
 Penyakit arteri perifer. Kondisi ini ditandai dengan tersumbatnya aliran
darah ke kaki, sehingga menyebabkan nyeri saat berjalan (klaudikasio).
 Stroke. Sejumlah faktor risiko yang memicu penyakit jantung koroner
juga dapat memicu stroke iskemik. Stroke iskemik terjadi ketika arteri ke
otak tersumbat, sehingga tidak menerima aliran darah yang cukup. Kondisi
tersebut harus segera ditangani, karena dapat mematikan jaringan otak
dalam beberapa menit setelah serangan stroke terjadi.
 Gagal jantung. Kondisi ini terjadi ketika jantung tidak dapat memompa
cukup darah ke seluruh tubuh. Gagal jantung dapat terjadi akibat penyakit
jantung koroner, penyakit katup jantung, penyakit kelainan jantung,
kardiomiopati, dan infeksi jantung.
 Serangan jantung. Kondisi ini terjadi ketika bekuan darah menghambat
aliran darah ke jantung yang sudah menyempit sebelumnya, dan merusak
bagian ototnya. Salah satu yang dapat memicu menyempitnya pembuluh
darah jantung adalah aterosklerosis.
 Henti jantung mendadak. Kondisi ini terjadi ketika fungsi jantung
berhenti mendadak, sehingga penderita tidak bisa bernapas dan kehilangan
kesadaran. Bila tidak segera ditangani, dapat mengakibatkan kematian.
Henti jantung mendadak seringkali dipicu oleh aritmia.

i. Klasifikasi Gangguan Jantung Berdasarkan Resiko


Pada gangguan jantung koroner terdapat variasi tingkat atherosklerosis,
derajat iskemik myokard, gangguan fungsi ventrikel jantung, frekuensi dan derajat
gejala gangguan jantung seperti disritmia, kenaikan tekanan darah serta respon
frekuensi denyut jantung terhadap latihan dan kelelahan (Williams, 2001:415).
Keadaan-keadaan tersebut perlu dievaluasi untuk memperkirakan resiko
terjadinya infark lanjutan, cardiac arrest dan gagal jantung. Keputusan klinis
tentang program latihan, jenis dan tipe latihan terutama didasarkan pada
perhitungan resiko (prognosis) dan kapasitas fungsional pasien. Tujuan dari
program latihan pasien dengan gangguan jantung koroner adalah untuk
mengoptimalkan keamanan, manfaat serta kepuasan dan kepatuhan pasien dalam
mengikuti program latihan. Dalam hal ini, kemananan pasien adalah fokus utama
sehingga faktor yang menyangkut prognosis harus diutamakan. Tujuan untuk
mengklasifikasikan pasien dalam program rehabilitasi adalah untuk menilai resiko
terjadinya infark myokardial, cardiac arrest dan gagal jantung di kemudian hari.
Penilaian resiko ini ditujukan untuk menilai tingkat kemungkinan bahwa latihan
akan mencetuskan hal-hal yang tersebut (Ades, 2001:892). Resiko terjadinya
manifestasi klinis yang baru dari gangguan jantung koroner biasanya disebabkan
oleh peningkatan gangguan ventrikel kiri dan iskemi myokardial yang terjadi.
Faktor klinis lain yang dapat dipertimbangkan adalah umur, jenis kelamin, status
faktor resiko (terutama status merokok), tingkat atherosklerosis dan dysritmia.
Selama pemeriksaan klinis, nyeri dada (jenis, frekuensi, duras dan penyebab)
dapat memberikan informasi tentang kemungkinan terjadinya iskemi. Informasi
tentang kerusakan myocardial dapat diperoleh dari riwayat myocardial infark,
penggunaan digitalis dan diuretik, gagal jantung kronis, hipertrofi ventrikel kiri,
kardiomegali, bising jantung, gallop ventrikel, gelombang Q, segment ST dan
abnormalitas konduksi. Jika pasien memperlihatkan gejala adanya gangguan
ventrikel kiri dan iskemi, tidak direkomendasikan untuk menjalankan program
latihan fisik maupun exercise testing (Marchionni et al., 2003:2201). Pada pasien
dengan resko ringan sampai menengah, dapat dilakukan exercise testing yang
dikontrol oleh gejala klinis dapat memberikan informasi tentang prognosis
sekaligus juga memberikan informasi tentang kapasitas fungsional. Variabel yang
dapat digunakan untuk menentukan prognosis antara lain adalah : intensitas
latihan puncak, respon tekanan darah sistolik, puncak frekuensi denyut nadi,
angina, perubahan gelombang ST, disritmia ventrikular.
Pada umumnya, intensitas latihan yang dapat dilakukan tanpa
menimbulkan tanda dan gejala klinis dapat dipergunakan sebagai intensitas awal
latihan pada program latihan fisik (Williams, 2001:415). Uji tambahan yang dapat
membantu penentuan prognosis adalah angiography, thallium scintigrafi sebelum
dan sesudah latihan, echocardiography latihan dan istirahat dan kateterisasi
jantung. Keseluruhan hasil dari pengujian tersebut dapat dipergunakan sebagai
dasar penatalaksanaan medis termasuk jenis dan waktu pelaksanaan program
rehabilitasi. Disamping penilain kapasitas fungsional pasien dan penentuan
prognosis, exercise testing juga dilakukan untuk menilai besarnya resiko
timbulnya gejala klinis selama latihan fisik. (Williams, 2001:415) Beberapa faktor
resiko yang dikaitkan dengan resiko timbulnya gejala klinis tercantum pada tabel
1. Selanjutnya, tingkat resiko pasien berdasarkan keadaan klinis dan responnya
terhadap exercise testing diklasifikasikan pada tabel 2

Tabel 1. Klasifikasi Gangguan Jantung Berdasarkan Tingkat Resiko


Jenis Karakteristik
No Jenis Karakteristik
1. Resiko rendah Paska bedah by pass atau infark myocardial tanpa
komplikasi Kapasitas fungsional ≥8 METs pada
exercise test selama 3 minggu Tidak adanya gejala
klinis selama exercise testing setara pada aktivitas
vocational sehari-hari Tidak adanya iskemia,
disfungsi ventrikular kiri dan disaritmia kompleks

2. Resiko sedang Kapasitas fungsional <8METs pada exercise tset


selama 3 minggu. Shock atau PJK selama infark
myocardial (<6 bulan) Ketidakmampuan untuk
memonitor denyut jantung Ketidakmampuan untuk
melaksanakan program latihan Terjadinya iskemia
yang dipicu oleh latihan (ST<2mm)
3. Resiko tinggi Fungsi ventrikel kiri yang sangat rendah (fraksi
ejeksi <30%) Disritmia ventrikel pada saat istirahat
Hipotensi pada saat latihan (≥15 mm Hg) Infark
myokardial baru (<6 bulan) dengan komplikasi
disritmia ventrikel Terjadinya iskemia yang dipicu
oleh latihan (ST>2mm) Pernah mengalami serangan
jantung.

B. PROGRAM LATIHAN FISIK REHABILITATIF PADA PENDERITA


GANGGUAN JANTUNG
Program latihan fisik rehabilitatatif bagi penderita gangguan jantung
bertujuan untuk mengoptimalkan kapasitas fisik tubuh, memberi penyuluhan pada
pasien dan keluarga dalam mencegah perburukan dan membantu pasien untuk
kembali dapat beraktivitas fisik seperti sebelum mengalami gangguan jantung.

a. Manfaat Latihan Fisik Pada Penderita Gangguan Jantung.


• Mengurangi efek samping fisiologis dan psikologis tirah baring di rumah sakit.
• Dapat dimanfaatkan untuk memonitor kondisi fisiologis penderita
• Mempercepat proses pemulihan dan kemampuan untuk kembali apda level
aktivitas sebelum serangan jantung.

b. Kontraindikasi Latihan Fisik


Selain memiliki manfaat yang vital, latihan fisik pada penderita gangguan jantung
dapat pula mencetuskan serangan ulang. Untuk meminimalisasi resiko tersebut,
latihan fisik di kontraindikasikan pada keadaaan yang tercantum pada tabel 3.
Oleh karenanya sebelum penderita memulai program latihan fisik, penderita
tersebut harus mendapatkan rekomendasi dari dokter.

Tabel 2. Kontraindikasi Pasien yang Dapat Menjalankan Program Latihan.


No Kontraindikasi
1. Angina tidak stabil
2. Tekanan darah sistolik istirahat >200 mmHg atau diastolic istirahat
>100mmHg
3. Hipotensi orthostatic sebesar >20 mmHg
4. Stenosis sedang sampai berat
5. Gangguan sistemik akut sampai demam
6. Disritmia ventrikel atau atrium tidak terkontrol
7. Sinus takikardia (>120 denyut/menit)
8. Gangguan jantung kongestif tidak terkontrol
9. Blok atrio ventricular
10. Myocarditis dan pericarditis akut
11. Embolisme
12. Thromboplebitis
13. Perubahan gelombang ST (>3mm)
14. Diabetes tidak terkontrol
15. Problem ortopedis yang mengganggu istirahat

c. Struktur Program Rehabilitasi


Secara tradisional program rehabilitasi dibagi menjadi :
• Fase I : Inpatient (di dalam rumah sakit)
• Fase II : Out-Patient (pulang dari rumah sakit sampai dengan 12 minggu
merupakan program dengan pengawasan)
• Fase III : Pemeliharaan
menyatakan bahwa secara kontemporer, program latihan diarahkan
berdasarkan kebutuhan individual. Pada individu dengan resiko rendah program
latihan tanpa supervisi dapat dilakukan secepatnya, sedangkan pada penderita
dengan resiko tinggi, program latihan termonitor dapat dilakukan dalam selang
waktu yang lebih lama. Secara umum, program latihan dibagi menjadi program
inpatient dan out-patient
.
1. Program Inpatient

Program latihan inpatient dapat dilakukan sejak 48 jam setelah gangguan jantung
sepanjang tidak terdapat ada kontraindikasi. Latihan fisik yang dilakukan terbatas
pada aktivitas sehari-hari misalnya gerakan tangan dan kaki dan pengubahan
postur. Program latihan biasanya berupa terapi fisik ambnulatory yang diawasi.
Pada fase ini perlu dilakukan monitoring ECG untuk menilai respon terhadap
latihan. Latihan pada fase ini harus menuntut kesiapan tim yang dapat mengatasi
keadaan gawat darurat apabila pada saat latihan terjadi serangan jantung. Manfaat
dari latihan fisik pada fase ini adalah sebagai bahan survailance tambahan, melatih
pasien untuk dapat mejalankan aktivitas pada aktivitas sehari-hari, dan untuk
menghindari efek fisiologis dan psikologis negatif pada bedrest. Tujuan dari
latihan fsik fase pertama ini harus disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Pasien
dengan aktivitas rendah mungkin hanya memerlukan latihan fisik untuk
menunjang kegiatan sehari-hari (ADL: activity of daily life). Pasien dengan
kapasitas fisik yang lebih baik dapat menjalankan program letihan untuk
pencegahan tertier dan mengikuti program jangka panjang untuk meningkatkan
ketahanan kardiorespirasi, komposisi tubuh, fleksibilitas dan ketahanan otot.
Pemantauan lebih lanjut perlu dilakukan pada pasien dengan tanda dan
gejala : peningkatan denyut andi melebihi batas yang ditetapkan, peningkatan
tekanan darah sebagai respon latihan, sesak napas, iskemia myocardial, disritmia,
angina pectoris dan kelelahan berat. Pada fase initial ( 1 sampai 3 hari paska
infark post myocardial atau prosedur bedah) pada pasien di rumah sakit yang
menjalankan program latihan, aktivitas harus dibatasi harus dibatasi dengan
intensitas yang rendah (sekitar 2 sampai 3 METs). Pada umumnya aktivitas
mengurangi resiko timbulnya trombosis. Program latihan meliputi aktivitas
sehari-hari dan latihan pada kaki dan lengan untuk mempertahankan tonus otot,
hipotensi orthostatik dan kapasitas sendi. Pasien dapat memulai latihan dari
berbaring menuju ke duduk dan kemudian berdiri. Latihan ortostatik perlu
dilakukan dalam program latihan. Latihan ortostatik meliputi berdiri dengan
gerakan otot selama1 sampai 2 menit dengan monitor denyut nadi dan tekanan
darah. Respon terhadap latihan ini diperlukan untuk menilai respon tubuh
terhadap berbagai jenis vasodilatator dan beta bloker. Pada hari ke 3 sampai 5
paska infark post cardial atau gangguan kardiovaskular lain, mulai dapat
dilakukan latihan dengan berjalan, treadmill, atau ergometri (Oldridge, 1988:45).
Beberapa contoh aktivitas ringan yang dapat dilakukan oleh penderita terdapat
pada tabel 3.

Tabel 3. Contoh Aktivitas Pada Fase Inpatient


Kelas Gerakan Contoh Aktivitas
Kelas I Duduk ditempat tidur dengan bantuan
Duduk dikursi 15-30 menit, 2-3 kali sehari
Kelas II Duduk ditempat tidur tanpa bantuan
Berjalan di dalam ruangan
Kelas III Duduk dan berdiri secara mandiri
Berjalan dengan jarak 15-30 meter dengan bantuan
3x sehari
Kelas IV Melakukan perawatan diri secara mandiri
Berjalan dengan jarak 50-70 meter dengan bantuan
3-4x sehari
Kelas V Berjalan dengan jarak 80-150 meter mandiri 3-4x
sehari

Perencanaan pemulangan
Pada perencanaan pemulangan pasien jantung beberapa hal harus
diperhitungkan yakni : kondisi klinis, aktivitas fisik sehari-hari, aktivitas pada
waktu luang, istirahat, bekerja, aktivitas seksual, gejala dan rujukan pada fase
rehabilitasi dengan pengawasan. Pada saat pemulangan, pasien harus
mendapatkan informasi tentang kerja dan karakteristik arteria koronaria jantung
dan gangguan yang dialaminya sehingga dapat memahami gangguan jantung yang
terjadi pada dirinya dan keadaan-keadaan yang dapat mempengaruhi terjadinya
atherosklerosis. Pada saat pemulangan, sebaiknya hal hal perawatan diri
mendasar seperti mandi, mengenakan baju makan dan minum sudah dapat
dilakukan secara mandiri. Pada saat pemulangan pasien juga diberikan pengertian
agar menghindari suhu dan kelembaban udara yang terlalu ekstrim. Jumlah waktu
istirahat juga harus secara jelas disampaikan. Istirahat yang dianjurkan dapat
meliputi tidur dan atau istirahat berbaring atau duduk tenang. Jenis pekerjaan yang
tidak disarankan adalah yang meliputi mengangkat beban dan menahan nafas.
Pasien yang merasakan gejala palpitasi, dyspnea, tidak bisa tidur, kelelahan berat
harus berkonsultasi kepada dokter. Sebelum fase I berakhir, pasien harus sudah
mendapatkan penjelasan tentang fase selanjutnya.

2. Program Out-patient

Program out-patient dilakukan segera setelah kepulangan pasien dari


rumah sakit. Tujuan utama dari program ini adalah untuk mengembalikan
kemampuan fisik pasien pada keadaan sebelum sakit. Pasien yang pernah
mengalami infark myocard dan atau operasi bypass arteri memiliki resiko yang
lebih besar untuk mengalami dysritmia, dypnea dan angina. Pada pasien yang
pernah menjalani operasi bypasssering terjadi rasa pusing dan diyrrhitmia
supraventricular sedangkan pasien yang pernah mengalami infark myocard sering
mengalami perubahan segmen ST pada EKG. Hal inilah yang mendorong
perlunya pengawasan program latihan pada orang dengan riwayat gangguan
jantung tersebut.
Seperti yang telah dikemukakan program rehabiliatasi sebaiknya diawali
beberapa hari sebelum fase I berakhir. Biasanya fase II dimulai pada minggu
kedua atau ketiga setelah serangan myocardial infark. Program ini diharapkan
dapat memberi dukungan dan dapat membimbing penderita gangguan jantung
untuk mengatasi masalah-masalah kesehatannya. Idealnya, program fase II
dijalankan di fasiloitas kesehatan yang memiliki fasilitas EKG untuk pengawasan
latihan, peralatan dan staf yang dapat mengatasi kondisi darurat. Apabila fase
rehabilitasi ini terpaksa dijalankan di rumah ataupun di tempat dengan sarana
minimal, seyogyanya tetap dilakukan pemeriksaan periodik pada pusat pusat
kesehatan. Pada prinsipnya, tujuan dari fase ini adalah untuk memberi latihan
rehabilitasi fisik seseorang penderita gangguan jantung agar dapat kembali
melakukan aktivitas sehari-hari seperti sedia kala. Program ini sebaiknya
dikepalai oleh dokter yang dapat melakukan kontak secara teratur dengan pasien,
dapat melayani panggilan rumah atau dapat melakukan pengawasan pada program
latihan .
Ades (2001:894) memberikan beberapa contoh kegiatan yang dapat
dilakukan secara mandiri terdapat pada gambar 2 sampai 10. Pada tiap latihan
dilakukan pengulangan sebanyak 10 kali dan dilakukan dua kali sehari. Pada tiap
latihan dilakukan pengaturan nafas yang baik karena apabila dilakukan penahanan
nafas dapat terjadi peningkatan tekanan darah dan meningkatkan beban kerja
jantung. Pada hari ke 4 dan ke 5 dapat ditambahkan beban sebesar 250 gram pada
tangan. Pada hari ke 6 beban dapat ditingkatkan menjadi 500 gram.

1. Latihan I (Latihan Siku) Cara :


• Berdiri dengan siku menekuk dan dikatupkan pada dada
• Luruskan siku ke arah depan.
• Tekuk kembali siku.
• Ulangi sampai dengan 10 kali.

2. Latihan Elevasi Lengan Cara :


• Berdiri dengan siku menekuk di dada.
• Luruskan siku dan lengan ke arah atas
• Tekuk kembali ke posisi semula.
• Ulangi sampai dengan 10 kali

3. Latihan Ekstensi lengan Cara :


• Berdiri dengan siku menekuk ke arah dada.
• Lengan direntangkan ke arah disamping pinggang
• Katupkan kembali lengan pada dada
• Ulangi sampai dengan 10 kali.
4. Latihan Elevasi Lengan II Cara :
• Berdiri dengan kaki membuka selebar bahu dan lengan disamping badan.
• Dengan tetap meluruskan siku angkat lengan keatas kepala.
• Turunkan lengan kembali ke samping badan.
• Ulangi sampai dengan 10 kali.

5. Latihan Lengan Gerak Melingkar Cara :


• Berdiri dengan kaki membuka selebar bahu dan lengan disamping badan.
• Rentangkan tangan setinggi bahu.
• Gerakakan secara melingkar tangan dan lengan dengan arah depan dengan tetap
meluruskan siku.
• Ulangi sampai dengan 10 kali.

6. Latihan Jalan Di Tempat (Mulai hari ke-5) Cara:


• Berdiri dengan kaki membuka selebar bahu dengan lengan ditekuk ke depan
• Angkat satu kaki dengan menekuk lutut seperti saat berbaris.
• Ayunkan lengan untuk membantu menjaga keseimbangan
• Ulangi sampai dengan 10 kali.
7. Latihan Menekuk Pinggang Cara :
• Berdiri dengan kaki membuka selebar bahu
• Tekuk lengan sehingga tangan menyentuh pinggang kanan
• Pertahankan kaki dan punggung tetap lurus.
• Ulangi sampai dengan 10 kali.
• Tekuk lengan sehingga tangan menyentuh pinggang kiri.

8. Latihan Memutar Pinggang Cara:


• Berdiri dengan kaki membuka selebar bahu, tekuk lengan dan tempatkan tangan
di pinggang
• Putar tubuh ke kanan dan kemudian kembali.
• Putar tubuh ke kiri dan kemudian kembali
• Ulangi sampai dengan 10 kali.

9. Latihan Menyentuh Lutut (Mulai hari ke 7) Cara:


• Berdiri dengan kaki membuka selebar bahu, lengan diangkat diatas kepala.
• Tekuk punggung sampai tangan menyentuh lutut.
• Angkat kembali lengan keatas kepala
• Putar tubuh ke kiri dan kemudian kembali
• Ulangi sampai dengan 10 kali
10. Latihan Menekuk Lutut (Mulai Minggu ke-3) Cara:
• Berdiri dengan kaki membuka selebar bahu, tangan menyentuh pinggang.
• Tekuk punggung ke depan dengan lutut juga menekuk.
• Kembali luruskan punggung
• Ulangi sampai dengan 10 kali.

III. Fase Pemeliharaan


Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk melanjutkan ke fase
pemeliharaan adalah kapasitas fungsional pasien, status klinis serta tingkat
pengetahuan pasien tentang gangguan jantung yang dialaminya. Kapasitas
fungsional minimal yang dimiliki oleh pasien adalah sekitar 5 METs yang
memungkinkan seseorang dapat menjalankan aktivitas sehari-hari tanpa kesulitan
yang berarti. Secara klinis, pasien harus sudah memiliki respon hemodinamik dan
kardiovaskular yang stabil. Pasien juga diharapakn sudah memiliki pengetahuan
dasar tentang gejala-gejala yang dialami, pilihan terapi yang dapat dilakukan,
karakteristik perjalanan alamiah penyakit serta rentang aktivitas yang aman untuk
dilakukan. Program latihan pada fase pemeliharaan pada dasarnya sama dengan
individu normal dengan penekanan pada latihanb jenis aerobik. Pada pasien
dengan kapasitas fungsional diatas 5 METS, pemrograman latihan dengan
menggunakan frekuensi denyut jantung dan RPE (rating of perceived exertion)
dapat dilakukan. Frekuensi latihan sebaiknay berkisar 3 sampai 4 kali dalam
seminggu. Durasi latihan dapat dimuai dari 10 menit an kemudian dapat
ditingkatkan secara bertahap sampai dengan mencapai 60 menit. Pada saat terjadi
peningkatan kapasitas fungsional dan status klinis.
Beberapa metode latihan yang dapat dijalankan pada penderita gangguan
jantung adalah latihan interval, sirkuit, sirkuit-interval dan kontinyu:

• Latihan interval didefinisikan sebagai latihan yang kemudian diikuti oleh


periode istirahat. Beberapa manfaat dari jenis latihan ini adalah (1) dapat
dilakukannya latihan fisik dengan intensitas tinggi pada fase aktif dan (2)
secara keseluruhan intensitas latihan rata-rata meningkat.
• Latihan sirkuit merupakan latihan dengan melakukan beberapa jenis aktivitas
fisik tanpa istirahat. Latihan sirkuit biasanya meliputi latihan beban dengan
sasaran otot tangan dan kaki. Manfaat dari latihan jenis ini adalah dapat
melatih otot tangan dan kaki.
• Latihan sirkuit interval merupakan latihan tipe sirkuit dimana seseorang
menjalankan beberapa aktivitas akan tetapai diselingi oleh istirahat pada saat
dilakukan peralihan aktivitas. Manfaat dari latihan jenis ini meliputi manfaat
yang didapat dari altihan sirkit dan interval.
• Latihan kontinyu menekankan penggunaan energi submaksimal yang diajaga
terus samapai dengan latihan berakhir. Manfaat dari latihan jenis ini adalah
bahwa latihan ini lebih mudah untuk dijalankan.

Pada pmpemeliharaan juga ditunjang dengan DIET yang harus dilakukan pada
penderita gangguan jantung. Berikut tujuan diet ini adalah untuk:
 Memberikan makanan yang cukup dan sesuai kebutuhan tanpa
memperberat kerja jantung.
 Menurunkan berat badan bila pasien memiliki berat badan berlebih
 Mencegah serta menghilangkan edema atau bengkak yang disebabkan oleh
penimbunan garam atau air di dalam tubuh.

Berikut adalah prinsip diet yang harus dijalani oleh pasien penyakit jantung:

1. Cukup energi

Semua orang membutuhkan energi untuk beraktivitas, termasuk pasien


penyakit jantung. Energi yang dibutuhkan penderita penyakit harus disesuaikan
dengan kecukupan energinya. Sumber energi didapatkan dari makanan yang
mengandung karbohidrat tinggi. Kebutuhan karbohidrat pasien disesuaikan
dengan kebutuhan yaitu sekitar 55 hingga 65% dari total kalori. Semua sumber
karbohidrat boleh dikonsumsi, kecuali makanan yang mengandung gas dan
alkohol seperti ubi, singkong, tape singkong, dan tape ketan.

2. Protein sesuai kebutuhan

Tidak ada perbedaan jumlah protein yang dibutuhkan oleh penderita


penyakit jantung dengan orang yang sehat, yaitu sekitar 0,8 gram/kg berat badan.
Namun sumber protein yang dianjurkan adalah sumber protein hewani yang
rendah lemak, yaitu daging sapi tanpa gajih, ayam tanpa kulit, ikan, telur (tanpa
kuning telur), susu rendah lemak, dan susu skim. Sedangkan untuk sumber protein
nabati yang disarankan untuk dikonsumsi seperti kacang kedelai dan olahannya,
serta kacang merah. Hindari jenis kacang-kacangan yang memiliki lemak tinggi
yaitu kacang tanah, kacang mede, dan kacang bogor.

3. Lemak masih boleh dikonsumsi, tapi perhatikan


jenisnya

Bukan berarti penderita penyakit jantung tidak boleh mengonsumsi


makanan yang berlemak sama sekali, karena sebenarnya hampir setiap sumber
makanan – kecuali sayur dan buah-buahan- mengandung lemak di dalamnya.
Sehingga tidak mungkin untuk menghindari lemak, yang harus dilakukan adalah
membatasi kadar lemak yang dimakan. Menurut Asosiasi Dietisien Indonesia,
penderita penyakit jantung sebaiknya diberikan 25-30% lemak dari total kalori
yang dibutuhkan dalam sehari, dengan 10% yang berasal dari lemak jenuh dan 10-
15% lemak tidak jenuh. Jika total kebutuhan kalori dalam sehari pasien sebesar
2000 kalori, maka lemak yang harus diberikan yaitu berkisar 55 hingga 66 gram
lemak.Sedangkan hindari juga makanan yang tinggi kolesterol seperti kerang,
udang, susu full cream, serta berbagai jeroan. Hal ini harus dihindari, apalagi
untuk pasien yang memiliki dislipidemia yaitu kadar lemak total dalam tubuhnya
tinggi. Untuk penggunaan minyak, gunakanlah minyak jagung, minyak kedelai,
mentega/margarin dan semua dipakai dalam jumlah yang terbatas, tidak
dianjurkan digunakan untuk menggoreng. Sedangkan pemakaian minyak kelapa
sawit dan santan kental harus dihindari.

4. Vitamin dan mineral

Sumber utama vitamin dan mineral adalah sayuran serta buah-buahan,


yang mana penderita penyakit jantung boleh mengonsumsi semua jenis sumber
makanan tersebut. Namun yang perlu diperhatikan adalah hindari buah-buahan
yang mengandung gas dan alkohol seperti nangka matang dan durian. Begitu pun
untuk sayuran yang mengandung gas, contohnya kol, kembang kol, lobak, sawi,
dan nangka muda, harus dihindari oleh penderita penyakit jantung. Makanan-
makanan tersebut mengandung gas yang dapat membuat pasien menjadi sesak
napas.

5. Batasi garam

Untuk pasien yang mengalami edema (bengkak pada bagian tubuh akibat
timbunan cairan) dan tekanan darah tinggi, maka pemakaian garam yang
dianjurkan yaitu sebanyak 2-3 gram per hari. Perhatikan juga kandungan natrium
pada makanan/minuman yang dimakan, karena maksimal natrium yang boleh
dikonsumsi adalah sebanyak 1500 mg per hari.
6. Serat yang cukup

Kebutuhan serat penderita penyakit jantung dalam sehari adalah sebanyak


25 gram. Sumber serat bisa didapatkan dari berbagai jenis sayur, buah, dan
gandum. Untuk pasien yang sedang mengalami konstipasi atau sembelit maka
kebutuhan seratnya akan lebih tinggi lagi dalam satu hari.

7. Makanan lain yang harus dihindari

Lebih baik untuk tidak mengonsumsi makanan serta minuman olahan yang
sudah pasti mengandung banyak natrium di dalamnya. Selain itu, penderita
penyakit jantung juga tidak diperbolehkan untuk minum teh/kopi kental, minuman
bersoda, dan minuman yang beralkohol. Sedangkan untuk bumbu masakan juga
dianjurkan untuk menghindari bumbu-bumbu dapur yang memiliki rasa tajam
seperti rasa pedas dan asam.

DAFTAR PUSTAKA

Ades, P. A. 2001. "Cardiac rehabilitation and secondary prevention of coronary


heart disease." The New England journal of medicine 345(12): 892.
Jolliffe, J. A., K. Rees, R. S. Taylor, D. Thompson, N. Oldridge and S. Ebrahim
2001. " Exercise-based rehabilitation for coronary heart disease." Sports Medicine
Journal1: 87.

Lavie, C. J., R. V. Milani and A. B. Littman 1993. "


Benefits of cardiac rehabilitation and exercise training in secondary coronary
prevention in the elderly ." Journal of the American College of Cardiology 22(3):
678.

Marchionni, N., F. Fattirolli, S. Fumagalli, N. Oldridge, F. Del Lungo, L. Morosi,


C. Burgisser and G. Masotti 2003. "Improved exercise tolerance and quality of
life with cardiac rehabilitation of older patients after myocardial infarction: results
of a randomized, controlled trial." Circulation 107(17): 2201.

Oldridge, N. B. 1988. "Cardiac rehabilitation exercise programme


." Sports Medicine 6: 45.

Williams, M. A. 2001. "Exercise testing in cardiac rehabilitation. Exercise


prescription and beyond ." Cardiology clinics 19(3): 415.

You might also like