You are on page 1of 67

BAB 1

PENDAHULUAN

Luka bakar merupakan salah satu insiden yang sering terjadi di masyarakat
khususnya rumah tangga dan ditemukan terbayak adalah luka bakar derajat II.
Luka bakar merupakan cedera yang mengakibatkan morbiditas dan derajat
cacat yang relatif tinggi dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain. Biaya
yang dibutuhkan untuk penanganan luka bakar pun ternyata cukup tinggi.
Luka bakar merupakan luka yang unik di antara bentuk-bentuk luka lainnya
karena luka tersebut meliputi sejumlah besar jaringan mati yang tetap berada
pada tempatnya untuk jangka waktu yang lama. Dengan cepat luka bakar akan
didiami oleh bakteri patogen, mengalami eksudasi dengan perembasan
sejumlah besar air, protein serta elektrolit, dan kerap kali memerlukan
pencangkokan kulit dari bagian tubuh untuk menghasilkan penutupan luka
yang permanen.

Kurang lebih 2,5 juta orang mengalami luka bakar di Amerika Serikat
setiap tahunnya dari kelompok ini 200.000 pasien memerlukan penanganan
rawat jalan dan 100.000 pasien dirawat di rumah sakit, sekitar 12.000
meniggal setiap tahunnya. Anak kecil dan orang tua merupakan populasi yang
beresiko tinggi untuk mengalami luka bakar, kaum remaja laki-laki dan pria
usia kerja juga lebih sering menderita luka bakar. Berdasarkan data dari
Departemen Kesehatan RI (2008), prevalensi luka bakar di Indonesia adalah
2,2 %. Menurut Tim Pusbankes 118 Persi DIY (2012) angka kematian akibat
luka bakar di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta berkisar 37%-39%
pertahun sedangkan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, rata-rata dirawat 6
pasien luka bakar perminggu setiap tahun. Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
(RSCM), pasien dengan luka bakar akut yang dirujuk pada tahun 2010
sebanyak 143 orang pasien. Dari 50 orang pasien, 24 orang pasien (48%)
meninggal dan 26 orang pasien (52%) dapat diselamatkan.

1
Luka bakar merupakan hal yang umum, namun bentuk cedera kulit yang
sebagian besar dapat dicegah. Dengan memperhatikan prinsip-prinsip dasar
resusitasi pada trauma dan penerapannya pada saat yang tepat diharapkan akan
dapat menurunkan angka kejadian luka bakar. Prinsip-prinsip dasar tersebut
meliputi kewaspadaan akan terjadinya gangguan jalan nafas pada penderita
yang mengalami trauma inhalasi, mempertahankan hemodinamik dalam batas
normal dengan resusitasi cairan, mengetahui dan mengobati penyulit-penyulit
yang mungkin terjadi. Mengendalikan suhu tubuh dan menjauhkan atau
mengeluarkan penderita dari lingkungan trauma panas juga merupakan prinsip
utama dari penanganan trauma termal.
Di Indonesia, luka bakar masih merupakan masalah yang berat. Perawatan
dan rehabilitasinya masih sukar dan memerlukan ketekunan, biaya mahal,
tenaga terlatih dan terampil. Sebagai dokter umum diharapkan dapat
melakukan tata laksana awal pada kasus luka bakar.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Definisi
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan dan atau kehilangan jaringan
yang disebabkan kontak dengan sumber panas atau suhu tinggi (seperti api,
air panas, bahan kimia, listrik, radiasi, atau gesekan akibat objek yang
bergerak sangat cepat) atau suhu yang sangat rendah.4
Luka bakar akibat gesekan objek yang bergerak cepat, contohnya
kontak kulit dengan mesin treadmill, kecelakaan kendaraan bermotor, dan
lain-lain. Luka bakar radiasi dapat disebabkan paparan energy solar,
radioterapi atau laser. Luka bakar juga dapat disebabkan oleh paparan dari
ledakan.5
Luka bakar dibagi menjadi tiga fase berdasarkan waktu terjadinya, yaitu
fase akut (0-48 jam) , fase subakut (21-32 hari), dan fase lanjut (8-12 bulan).
Fase akut harus segera ditatalaksana dan memprioritaskan penangganan
primary survey (ABCDE). Fase subakut biasanya terjadi gangguan berupa
sepsis atau Multi-system Organ Dysfunction Syndrome, sedangkan fase
lanjut terjadi jaringan parut (hipertropik, keloid, dan kontraktur).6

2. 2 Epidemiologi

Luka bakar merupakan cedera yang umum terjadi. Beberapa luka bakar
terjadi akibat kecelakaan, namun sebagian besar disebabkan karena kelalaian atau
kurangnya perhatian, kondisi medis sebelumnya (riwayat penyakit seperti
epilepsi, dan kelainan lainnya), atau juga dapat disebabkan karena mabuk atau
penggunaan obat-obatan narkotika.

Sekitar 1% populasi Australia dan Selandia Baru (220.000) menderita luka


bakar yang membutuhkan perawatan medis setiap tahunnya. Dari jumlah tersebut,
10% dirawat di rumah sakit, 50% dari semua pasien luka bakar tersebut akan
mengalami keterbatasan dalam beraktivitas.

3
Luka bakar sebesar 70% TBSA menghabiskan biaya $700.000 untuk
tatalaksana akut di rumah sakit, ditambah lagi biaya rehabilitasi, peningkatan
waktu kerja, dan berkurangnya penghasilan pasien merupakan jumlah tanggungan
yang besar bagi masyarakat untuk menangani luka bakar.

Pada orang dewasa dan anak-anak, tempat yang paling sering terjadi luka
bakar adalah di rumah. Pada anak-anak, lebih dari 80% kejadian luka bakar terjadi
di rumah. Tempat paling berbahaya di rumah yaitu dapur dan kamar mandi,
karena seringnya kejadian terkena air panas pada anak-anak. Selain itu ruangan
yang rentan terjadi luka bakar yaitu ruang mencuci pakaian karena mengandung
bahan-bahan kimia yang berbahaya, dan garasi.

Tabel 1. Epidemiologi Luka Bakar


Tempat anak-anak luka bakar (%) Tempat dewasa luka bakar (%)
Rumah 82% Rumah 56%
Di luar rumah 12% Tempat kerja 17%
Jalan Raya 3% Jalan raya 11%
Tempat kerja 1% Luar rumah 11%
Insitusi/sekolah 1% Institusi 3%
Lain-lain 1% Lain-lain 2%

Cedera di tempat kerja biasanya akibat kecerobohan, dan terkadang


disebabkan tempat kerja yang tidak aman, terutama yang berkaitan dengan cairan
yang mudah terbakar.

Dua pertiga kejadian luka bakar di militer terjadi bukan pada saat perang.
Penyebab luka bakar di militer mirip pada kehidupan sehari-hari. Luka bakar
militer dengan komponen ledakan berisiko tinggi terjadinya cedera inhalasi
sebagaimana cedera kulit. Biasanya disertai dengan multipel trauma.

4
2. 3 Etiologi
Penyebab luka bakar tersering pada anak-anak yaitu air panas sedangkan
pada orang dewasa yaitu paparan api. Semakin bertambah usia anak-anak bekas
luka bakar menjadi seperti bekas luka bakar pada dewasa. Seiring bertambahnya
usia orang dewasa, pola cedera luka bakar juga berubah.

Tabel 2. Etiologi Luka Bakar


Penyebab luka bakar pada Penyebab luka bakar pada
anak-anak (%) dewasa (%)
Air panas 55% Nyala api 44%
Kontak langsung 21% Air panas 28%
Nyala api 13% Kontak langsung 13%
Gesekan 8% Kimiawi 5%
Listrik 1% Gesekan 5%
Kimiawi 1% Listrik 2%
Lain-lain 1% Lain-lain 3%

Semua kelompok usia cenderung terluka dalam kondisi ketidakharmonisan atau


gangguan sosial. Hal ini terutama berlaku untuk anak-anak, terutama bayi dan
balita, yang bergantung pada orang dewasa di sekitarnya untuk perawatan dan
keamanan. Cedera akibat kecerobohan, kurangnya perhatian, pola asuh yang
buruk, dan akibat kekerasan (membakar anak merupakan salah satu metode umum
penganiayaan anak) sering terjadi, dan perlu dicurigai.

2. 4 Pemeriksaan Emergensi dan Tata Laksana


Penilaian cepat dan tata laksana awal pada korban luka bakar dapat
menyelamatkan nyawa. Sementara sebagian besar pasien dengan luka bakar
ringan tidak akan mengalami cedera seperti cedera yang terjadi oada luka bakar
berat. Apapun ukuran luka bakarnya, pasien akan dikategorikan ke dalam salah
satu dari dua kategori; cedera bukan luka bakar yang terlihat jelas, dan luka-luka
yang tersembunyi. Pasien yang mengalami luka bakar ringan dengan cedera bukan
luka bakar biasanya masuk kategori pertama. Namun, biasanya cedera yang
mengancam jiwa biasanya saat terdapat luka bakar yang signifikan karena luka
bakar yang tampak jelas menarik perhatian dokter yang merawat.

5
Riwayat perjalanan kejadian luka bakar harus diperhatikan untuk
mengetahui cedera lain yang mungkin terjadi:
 kecelakaan lalu lintas jalan raya, terutama dengan kecepatan tinggi
 ledakan
 Cedera listrik, terutama tegangan tinggi
 melompat atau terjatuh saat melarikan diri

Pasien yang tidak komunikatif, baik yang tidak sadar, intubasi, psikotik,
atau di bawah pengaruh zat-zat tertentu, harus dianggap berpotensi mengalami
cedera yang lain dan ditata laksana dengan tepat.

Setelah pertolongan pertama diberikan sesegera mungkin, dilanjutkan


dengan prinsip-prinsip survei primer dan sekunder dan resusitasi simultan.

Petugas medis harus mengenakan alat pelindung diri (APD) seperti sarung
tangan, kacamata dan apron sebelum menemui pasien.

Pertolongan pertama

Pertolongan pertama terdiri dari:

 menghentikan proses terbakar


 Mendinginkan luka bakar

Hal ini efektif pada tiga jam pertama dari waktu kejadian terjadinya luka
bakar.

6
Primary Survey

Pada kondisi yang mengancam kehidupan lakukan identifikasi dan


manajemen darurat. Jangan terganggu oleh luka bakar.
A. Airway maintanance dengan fiksasi tulang belakang
servikal
B. Breathing dan ventilasi
C. Circulation dengan pengendalian perdarahan
D. Disability – periksa status neurologis
E. Exposure + pengendalian lingkungan

A. Airway maintenance dengan Pengendalian Cercical Spine


 Periksa apakah jalan napas paten, paling mudah dengan berbicara
kepada pasien. Jika jalan nafas tidak paten, bersihkan saluran napas dari
bahan asing dan buka saluran napas dengan chin lift / jaw thrust. Hindari
gerakan tulang belakang servikal seminimal mungkin dan jangan
diposisikan hiperfleks atau hiperekstensi kepala dan leher.
 Kontrol cervical spine (paling baik dengan rigid collar). Cedera di
atas klavikula, seperti cedera pada wajah atau pasien tidak sadar, sering
dikaitkan dengan fraktur serviks.

7
B. Breathing dan Ventilasi
 Periksa dada dan pastikan ekspansi dada cukup dan sama.
 Selalu berikan oksigen tambahan -100% aliran tinggi (15 l/
menit) melalui NRM.
 Jika diperlukan ventilasi melalui bag and mask atau intubasi
pasien jika perlu.
 Keracunan karbon monoksida dapat memberi warna cherry
pink,dan pasien tidak bernafas.
 Hati-hati dengan laju pernafasan <10 atau >30 per menit.
 Waspadai luka bakar melingkar - apakah escharotomy
dibutuhkan?

C. Circulation dengan Haemorrhage Control


 Berikan tekanan pada titik perdarahan
- Pucat terjadi akibat kehilangan 30% volume darah.
- Terganggunya mental terjadi saat kehilangan 50% volume
darah.
 Periksa denyut nadi sentral - apakah kuat atau lemah?
 Periksa tekanan darah
 Capillary refill time (di pusat dan perifer) -normalnya adalah ≤2
detik. Jika CRT lebih lama menunjukkan hipovolemia atau
kebutuhan akan escharotomy pada anggota badan tersebut;
periksa anggota badan yang lain
 Pasang 2 jalur IV besar, jalur IV sebaiknya melalui jaringan
yang tidak terbakar
 Ambil darah untuk FBC/U&E/LFT/ Coags / β-hCG / Cross
Match / Carboxyhaemoglobin
 Jika pasien syok, lakukan resusitasi cairan dengan bolus
Hartmann untuk mencapai denyut radial.

8
Munculnya awal tanda klinis syok biasanya karena penyebab lain. Temukan
dan lakukan tatalaksana..

D. Disability: Status Neurologis


 Menentukan tingkat kesadaran:
A- Alert
V- Respon terhadap rangsangan vokal (Vocal)
P - Merespon rangsangan nyeri (Pain)
U- tidak responsif (Unresponsive)
 Periksa respon pupil terhadap cahaya.
 Ingatlah bahwa hipoksemia dan syok dapat menyebabkan
kegelisahan dan penurunan tingkat kesadaran.

E. Exposure with Environmental Control


 Lepas semua pakaian dan aksesoris termasuk cincin dan arloji
 Log roll pasien untuk memvisualisasikan permukaan posterior
 Jaga agar pasien tetap hangat
 Area yang terbakar diperkirakan dengan menggunakan metode
Rule of Nines atau palmar (Rule of One's)

Fluids, Analgesia, Test dan Tabung


'FATT’ diakukan antara survey primer dan sekunder

Resusitasi cairan
 Cairan awal diberikan sesuai dengan rumus Modified Parkland:
3-4mls x berat (kg) x% membakar TBSA + maintanance untuk anak-
anak
 Kristaloid (misalnya larutan Hartmann) adalah cairan yang dianjurkan
 Setengah dari cairan yang dihitung diberikan dalam delapan jam
pertama; Sisanya diberikan selama enam belas jam berikutnya

9
 Waktu cedera menandai dimulainya resusitasi cairan
 Jika hemorrhage atau non-burn shock, tata laksana sesuai dengan
pedoman trauma.
 Pantau adekuasi resusitasi dengan:
- Kateter urin, hitung output per jam
- EKG, denyut nadi, tekanan darah, laju pernafasan, oksimetri dan
analisis gas darah arterial yang sesuai
 Sesuaikan cairan resusitasi seperti indikasi.

Analgesia
 Burn hurt (nyeri luka bakar) - berikan morfin intravena 0,05-0,1 mg / kg
 Titrate to effect - dosis yang lebih kecil sering lebih aman.
Test
 X-Ray
- Lateral cervical spine
- Thorak (dada)
- Pelvis
- Pencitraan lainnya sebagai indikasi klinis

Tube/Tabung
 Nasogastric tube
Masukkan nasogastric tube untuk luka bakar yang lebih besar (>
10% pada anak-anak; > 20% pada orang dewasa), jika terdapat cedera,
atau dekompresi perut untuk perpindahan udara. Gastroparesis biasa
terjadi.

Secondary Survey
Secondary survey merupakan pemeriksaan menyeluruh, pemeriksaan dari
kepala hingga kaki setelah kondisi yang mengancam jiwa telah ditata laksana.
Riwayat:
A – Alergi

10
M – Medication (Pengobatan)
P – Past illness (penyakit masa lalu)
L – last meal (makan terakhir)
E - Events / Environment yang berkaitan dengan cedera

Mekanisme Cedera
Harus diperoleh informasi mengenai interaksi antara orang dan
lingkungannya selengkap-lengkapnya:
Burn
Jangka waktu pemaparan
Jenis pakaian yang dipakai
Suhu dan sifat cairan jika luka bakar cairan
Pertolongan pertama yang dilakukan

Penetrating
Kecepatan rudal
Kedekatan (proximity)
Arah perjalanan
Panjang pisau, panjang yang tertancap di tubuh, arah

Blunt (Tumpul)
Kecepatan perjalanan dan sudut benturan
Penggunaan pengekangan
Jumlah kerusakan kompartemen
Ejection?
Jatuh dari ketinggian
Jenis ledakan dan jarak terlempar

Pemeriksaan

11
Kepala
Mata ... melihat ketajaman penglihatan
Kulit kepala ... laserasi, massa

Wajah
Stabilitas wajah
Periksa gigi yang hilang / maloklusi
CSF bocor dari hidung, telinga atau mulut
Ludah, bula, edema lidah atau faring

Leher
Inspeksi, palpasi, x-ray. Selalu curiga fraktur cervical
Laserasi dalam ke platysma-operasi atau angiografi

Dada
Periksa seluruh dada - depan dan belakang
Tulang rusuk, klavikula dan sternum
Periksa suara nafas dan suara jantung
Luka bakar sirkumensensial mungkin memerlukan escharotomy jika membatasi
ventilasi
Batuk produktif
Suara yang berubah atau batuk

Abdomen
Memerlukan reevaluasi yang sering dilakukan terutama untuk meningkatkan
tenderness dan distensi
Jika ada memar sabuk pengaman, asumsikan patologi intra abdomen seperti
ruptur viskus
Jika penilaian abdomen tidak dapat diandalkan, tidak jelas atau tidak praktis,
misalnya dengan adanya luka bakar perut yang ekstensif, maka penyelidikan lebih

12
lanjut dengan CT scan, atau Focused Assessment with Sonography for Trauma
(FAST) scan adalah wajib pada pasien yang mengalami cedera multiply.

Perineum
Memar, darah

Rektal
Darah, laserasi, tonus sfingter, terabaprostat

Vagina
Benda asing, laserasi

Tungkai
Kontras, deformitas, kelembutan, krepitus

Nilai denyut nadi ekstremitas secara teratur. Terbentuknya eschar


menghalangi aliran vena yang dapat menyebabkan iskemia jaringan. Hal ini dapat
menghasilkan tanda klasik penurunan perfusi ekstremitas yaitu nyeri, paresthesia
(atau mati rasa), nadi tidak teraba (pulselessness) dan kelumpuhan. Saat vena dari
ekstremitas mengalami obstruksi yang disebabkan oleh edema, maka
diindikasikan dilakukan escharotomy untuk mengembalikan sirkulasi.

Pelvis
Diperlukan akses cepat pemeriksaan radiologi di unit gawat darurat untuk menilai
stabilitas tulang pelvis. Bila pemeriksaan radiologi tidak memungkinkan,
pemeriksaan stabilitas dengan menekan simfisis dan ilium anterior harus
dilakukan. Manuver ini hanya dapat dilakukan satu kali saja.

Neurologis
Glasgow Coma Scale
Penilaian motorik dan sensorik terhadap semua anggota badan

13
Paralysis atau paresis menunjukkan adanya cedera berat dan imobilisasi dengan
spinal board dan semi-rigid collar
Catatan: pada pasien luka bakar, paresis pada anggota tubuh mungkin karena
insufisiensi vaskular yang disebabkan oleh eschar sehingga escharotomy harus
dilakukan.

Tingkat kesadaran yang menurun bisa disebabkan oleh:


- Hipovolemia akibat pendarahan yang tidak terdiagnosis atau syok akibat
luka bakar yang sedang diresusitasi
- Hipoksemia
- SOL yang meluas

Dokumentasi
Buat catatan
Carilah izin untuk fotografi dan prosedur
Berikan profilaksis tetanus jika diperlukan

Re-evaluate
Evaluasi ulang primary survey – khususnya
- Pernafasan
- Insufisiensi sirkulasi perifer
- Penurunan neurologis
- resusitasi cairan yang adekuat
- meninjau hasil radiologi
- Perhatikan warna urin untuk haemochromogens

Investigasi laboratorium:
- Hemoglobin / hematokrit
- Urea / kreatinin
- Elektrolit
- Mikroskopi urin

14
- Gas darah arterial
- Carboxyhaemoglobin (jika tersedia)
- Tingkat gula darah
- Rincian obat (mungkin diminta oleh Polisi)
- X-ray dada
- Elektrokardiogram

Perawatan Emergensi Luka Bakar


Umumnya, luka bakar steril saat luka bakar terjadi. Perawatan luka bakar
berlebihan menggunakan balutan modern tidak diperlukan bahkan hal ini
menyebabkan penanganan yang memerlukan prioritas tertunda. Tindakan yang
tepat untuk penatalaksanaan luka adalah menutupnya dengan plastik atau kain
bersih dan mengatur prosedur evakuasi. Bila rujukan pasien tertunda lebih dari 8
jam, atau pada luka yang telah terkontaminasi air tercemar atau limbah industri,
maka antimikroba topikal harus digunakan. Bersihkan luka dan gunakan balutan
yang mengandung silver atau krim silver sulfadiazin.
Jangan menggunakan balut tekan yang memperberat gangguan sirkulasi
pada tungkai yang sebelumnya memang sudah terganggu. Balutan harus sesering
mungkin dibuka untuk menghilangkan konstriksi.

Luka Bakar Listrik


Konduksi arus listrik melalui dada menyebabkan aritmia jantung sepintas
atau henti jantung meski hal ini jarang terjadi pada tegangan rendah (<1000 V).
Pasien sengatan listrik tegangan tinggi, akan mengalami penurunan kesadaran
atau memiliki EKG abnormal saat masuk rumah sakit mungkin memerlukan
pemantauan EKG 24 jam. Gangguan ritmik jantung lebih mungkin terjadi pada
pasien yang memiliki gangguan jantung sebelumnya.
Selalu ingat bahwa luka masuk atau luka keluar yang lebih kecil dapat
disertai kerusakan jaringan yang berat.

Luka Bakar Kimia

15
Bila dijumpai residu bahan kimia di kulit, proses pembakaran akan terus
berlanjut. Oleh karena itu, pakaian yang terkontaminasi harus dibuka dan luka
dicuci dengan menggunakan sejumlah besar air dalam waktu cukup lama.
Penanganan khusus selanjutnya akan disesuaikan dengan jenis zat kimia yang
menyebabkan luka bakar.
Luka bakar kimia pada mata memerlukan pembilasan secara kontinu
menggunakan air. Adanya pembengkakan kelopak mata dan spasme otot disertai
nyeri akan menghalangi pencucian adekuat. Untuk irigasi kadang diperlukan
prosedur retraksi kelopak mata yang baik. Konsultasi dengan bagian oftalmologi
pada kasus ini sangat diperlukan.

Dukung dan Yakinkan Pasien, Kerabat dan Stafnya


Luka bakar dikaitkan dengan overlay emosional yang signifikan pada pasien
dan juga keluarga dan teman mereka.
Perasaan sedih dan kehilangan merupakan hal yang umum terjadi pada
pasien luka bakar. Selain itu perasaan bersalah, takut, depresi dan sering
marahyang sering terjadi pada korban dan keluarga perlu diatasi.

Pembakaran adalah metode yang sering berhasil dan percobaan bunuh diri.
Pasien dengan luka berat memerlukan penanganan dan konseling simpatik selama
periode singkat sebelum kematian. Dosis besar narkotika atau intubasi endotrakeal
yang tidak tepat mencegah aspek penting dari manajemen terminal ini. Hal ini
juga membuat hubungan akhir yang penting dengan kerabat yang berduka tidak
mungkin dilakukan. Setiap usaha harus dilakukan untuk memudahkan komunikasi
pasien. Pasien dengan cedera non-fatal akan memerlukan penilaian kejiwaan dan
ini mungkin diperlukan segera untuk mencegah usaha bunuh diri lebih lanjut.
Beberapa pasien dengan kepribadian abnormal atau di bawah pengaruh zat
memabukkan mungkin mengalami kekerasan selama manajemen darurat dan staf
harus berhati-hati untuk menghindari cedera pribadi.

2. 5 Respon Lokal dan Umum pada Cedera Luka Bakar

16
A. Respon Lokal
Berdasarkan karya eksperimental yang dilakukan pada tahun 1950 oleh
Jackson di Birmingham, sebuah model luka bakar dibuat yang membantu
pemahaman patofisiologi luka bakar.

Gambar di atas menggambarkan model luka bakar. Posisi paling dekat


dengan sumber panas (atau zat peledak lainnya) dimana panasnya tidak dapat
dikonduksikan dengan cukup cepat untuk mencegah pembekuan protein seluler,
merupakan zona dengan kematian sel yang cepat. Zona sentral dengan kematian
jaringan ini disebut Zona Coagulative Necrosis bisa juga disebut sebagai Zona
Koagulasi.

Mengelilingi Zona Coagulative Necrosis adalah area jaringan dimana


kerusakannya tidak separah zona koagulasi dalam menghasilkan kematian sel
langsung, tapi sirkulasi di daerah kulit ini dan jaringan subkutan dikompromikan
karena kerusakan mikrosirkulasi. Karena sirkulasi ke
daerah ini lamban, maka disebut Zona Stasis. Jika tidak diobati, zona ini akan
mengalami nekrosis karena reaksi inflamasi berlangsung di bawah pengaruh
mediator inflamasi yang diproduksi karena respon jaringan terhadap cedera.

17
Secara klinis hal ini terlihat sebagai perkembangan kedalaman luka bakar. Ini
menghasilkan fenomena daerah luka bakar yang tampak viable pada awalnya tapi
kemudian (3-5 hari setelah terbakar) menjadi nekrotik.

Di sekitar zona stasis terdapat zona dengan kerusakan jaringan yang


menyebabkan pelepasan mediator inflamasi sehingga terjadi vasodilatasi. Zona ini
disebut zona hyperaemia. Dengan adanya vaskularisasi pada zona ini
menyebabkan jaringan di zona ini kembali normal. Dalam luka bakar yang
mencakup lebih dari 10% pada anak-anak atau 20% pada orang dewasa dari total
luas permukaan tubuh (TBSA), Zona Hyperemia mungkin melibatkan hampir
keseluruhan tubuh.
Kontribusi masing-masing dari tiga zona ini (Nekrosis, Stasis dan Hiperemia)
terhadap keseluruhan luka bakar tergantung pada keadaan luka bakar itu sendiri.
Kadang-kadang Zona Stasis mungkin termasuk pertengahan dermis, namun
compromise vaskular progresif memperluas Zona Nekrosis yang menghasilkan
luka bakar dalam. Hal ini sangat mungkin terjadi pada pasien lanjut usia dan pada
pasien tersebut di mana penanganan yang tepat untuk syok post terbakarr dan
sepsis tidak dilakukan. Jadi waktu yang tepat dan perawatan luka darurat yang
efektif dari pasien yang terbakar dapat meningkatkan penyembuhan luka.

B. Respon Umum
1. Pertukaran Kapiler Normal
I. Zat melewati dinding kapiler dengan salah satu dari tiga cara: difusi,
filtrasi, dan transportasi molekuler besar
a. Difusi adalah mekanisme pengalihan partikel sangat kecil seperti
oksigen, karbon
dioksida atau sodium. Ini menyiratkan bahwa partikel-partikel ini
melintasi dinding kapiler (membran) dengan mudah dan bergerak ke
arah konsentrasi ("menurun" dari yang lebih terkonsentrasi ke kurang).
b. Filtrasi adalah mekanisme transfer air dan beberapa zat lainnya.
Jumlah air yang disaring melalui kapiler tergantung pada kekuatan
yang mendorong masuk dan keluar dinding kapiler, serta faktor-faktor

18
di dinding kapiler. Kekuatan yang menyebabkan pergerakan melewati
dinding kapiler dirangkum oleh Hipotesis Starling.
c. Transpor molekul besar kurang dipahami dengan baik. Molekul besar
mungkin melintasi dinding kapiler kebanyakan dengan melewati ruang
antara sel endotel. Kapiler cukup tahan terhadap molekul besar itulah
sebabnya mengapa disebut "semipermeabel" (mudah menyerap air dan
partikel kecil seperti Na, Cl, namun relatif
kedap molekul besar seperti albumin). Meski begitu, setiap hari 50% -
100% dari
albumin serum tubuh melintasi kapiler dan dikembalikan ke darah
melalui sistem limfatik.
II. Variasi normal pada filtrasi terjadi karena faktor di dinding kapiler
(misalnya ginjal
kapiler mengeluarkan lebih banyak air daripada kapiler otot) dan juga
faktor-faktor yang disebutkan di dalam Hipotesis Starling. Tekanan
hidrostatik kapiler tergantung pada tekanan darah mengalir serta daya
tahan terhadap darah yang mengalir keluar (dikontrol oleh pre-dan post
capillary sphincters). Tekanan Osmotik koloid terhadap plasma hampir
sepenuhnya bergantung pada konsentrasi serum albumin. Itu Tekanan
osmotik koloid dari cairan interstisial disebabkan oleh jumlah albumin dan
substansi dasar yang ada di antar sel.
2. Abnormal Capillary Exchange
Perubahan ini disebabkan oleh mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel
endotel yang rusak, oleh trombosit, dan oleh leukosit.
i. Vasodilatasi adalah salah satu respon vaskular utama terhadap
peradangan dan menyebabkan:
a. Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler.
b. Membuka semua kapiler bukan hanya beberapa.
c. Peregangan dinding kapiler yang meningkatkan luas
permukaan kapiler
membran dan membuka ruang antara sel endotel.

19
d. Pemenuhan darah pada pembuluh darah kecil
ii. Ada tanda-tanda peningkatan permeabilitas membran kapiler. Ini
menyebabkan
peningkatan pengangkutan zat oleh ketiga mekanisme, difusi,
filtrasi dan transportasi molekul besar. Namun, transportasi
molekul besar paling terpengaruh, dan ada peningkatan dramatis
pada pergerakan albumin melintasi membran kapiler. Hal ini
menyebabkan gerakan albumin yang masif keluar dari sirkulasi dan
masuk ke ruang interstisial yang menghasilkan edema.
iii. Kerusakan jaringan akibat luka bakar dapat menyebabkan
kerusakan substansi dasar antar sel. Ini bisa berkontribusi pada
peningkatan pesat tekanan osmotik koloid dari ruang interstisial.
Efek lain dari luka bakar di tanah interselular
Zat adalah uncoiling dari molekul panjang, yang diperkirakan
menyebabkan perluasan ruang dan sehingga menurunkan tekanan
hidrostatiknya

3. Efek Luka Bakar di Seluruh Tubuh


Ada perubahan pada hampir semua sistem organ dalam tubuh setelah luka
bakar. Saat terbakar kurang dari 20% TBSA efeknya mungkin tidak
signifikan. Penyebab dari perubahannya adalah pelepasan mediator
inflamasi dan stimulasi saraf. Hasilnya adalah bahwa ada perubahan besar
dalam pengendalian fungsi tubuh serta reaksi langsung pada beberapa
organ tubuh untuk mensirkulasikan mediator. .
i. Efek paling dalam dan langsung ada pada sirkulasi. Hipovolemia
pada dasarnya disebabkan oleh kehilangan protein dan cairan ke
dalam ruang interstisial. Kehilangan albumin mengubah pertukaran
kapiler di lokasi yang jauh dari luka bakar. Jika luka bakar
melibatkan lebih dari 20% TBSA dipengaruhi oleh mediator yang
bersirkulasi sehingga permeabilitas kapiler umumnya meningkat.

20
Koreksi hipovolemia merupakan tatalaksana untuk menyelamatkan
nyawa pada satu jam pertama setelah cedera termal besar.
ii. Keadaan hiper metabolik akibat cedera dikarenakan sekresi
hormon stres kortisol, katekolamin dan glukagon. Selain itu
penolakan terhadap hormon anabolik (hormon pertumbuhan,
insulin dan steroid anabolik) dan mekanisme saraf menyebabkan
katabolisme mendalam yang mengakibatkan kerusakan protein
otot. Secara klinis perubahan dinyatakan sebagai takikardia,
hipertermia dan pembuangan protein.
iii. Imunosupresi disebabkan olehpemurunani mekanisme kekebalan
tubuh
seluler dan humoral. Inilah sebabnya mengapa infeksi masih
menjadi penyebab utama kematian akibat luka bakar pasien.
iv. Sebagai bagian dari reaksi terhadap cedera dan untuk mengejutkan
fungsi penghalang usus yang sangat terganggu sehingga
menyebabkan peningkatan translokasi bakteri. Hal ini dapat
diminimalkan dengan memulai nutrisi enteral.
v. Paru-paru sering mengalami perubahan respons inflamasi sistemik
pasca bakar (Acute Respiratory Distress Syndrome [ARDS])
meskipun tidak ada cedera inhalasi
vi. Perubahan seluruh tubuh yang meluas dalam pertumbuhan juga
terjadi dan bertahan selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun
setelah penyembuhan luka bakar. Ada peningkatan deposisi sentral
lemak, penurunan pertumbuhan otot, penurunan mineralisasi
tulang, dan penurunan pertumbuhan tubuh secara longitudinal.
Meski kecepatan pertumbuhan bisa kembali normal setelah 1-3
tahun itu tidak melebihi pertumbuhan normal sehingga catch-up
tidak terjadi.

21
2. 6 Cedera Inhalasi
A. Definisi
Terhirupnya uap panas dan atau produk pembakaran yang
menyebabkan kerusakan traktus respiratorius dalam berbagai cara. Lebih
lanjut, absorpsi produk pembakaran menimbulkan efek toksik yang serius
baik lokal maupun sistemik.
Cedera inhalasi diikuti tingginya mortalitas pada luka bakar. Dengan
adanya cedera inhalasi, angka mortalitas luka bakar meningkat 30% diikuti
risiko timbulnya pneumonia. Bila dijumpai pneumonia, angka mortalitas
meningkat hingga 60%. Pada anak-anak, luka bakar dengan luas 50%
disertai cedera inhalasi memiliki mortalitas yang sama dengan luas 73%
tanpa cedera inhalasi.
Cedera inhalasi yang sebelumnya disebut luka bakar traktus
respiratorius, kerap menyertai luka bakar di daerah kepala dan leher, lebih
kurang 45% luka bakar pada muka, disertai cedera inhalasi.

B. Klasifikasi Cedera Inhalasi


Cedera inhalasi dibagi menurut lokasi cedera:
1. Kerusakan jalan napas di atas laring (obstruksi)
2. Kerusakan jalan napas di bawah laring (kerusakan pulmoner)
3. Intoksikasi sistemik (hipoksia sistemik)
Seorang pasien dapat menderita satu atau kombinasi ketiga jenis
kelainan yang disebutkan di atas.
Manajemen jalan napas bertujuan untuk mempertahankan patensi dan
melindungi jalan napas. Pada gagal napas, jalan napas harus diamankan
untuk memperbaiki oksigenasi dan ventilasi.

1. Kerusakan jalan napas di atas laring (obstruksi)


Cedera jalan napas di daerah ini umumnya disebabkan
terhirupnya uap panas, terutama pada mereka yang terpaksa
menghirupnya tanpa ada pilihan lain. Hal ini dimungkinkan terjadi

22
saat seseorang terperangkap di ruang tertutup pada ruang yang
terpenuhi oleh api maupun uap panas.
Perubahan patologik yang terjadi adalah sama dengan yang
terjadi di kulit, dengan kerusakan sesuai proporsinya. Dilepaskan
mediator inflamasi pasca paparan ini menyebabkan edema yang
awalnya mengakibatkan obstruksi, selanjutnya menyebabkan
hilangnya fungsi proteksi mukosa.
Obstruksi jalan napas akibat edema ini dapat menetap,
melampaui batas waktu edema pada luka (umumnya antara 12-36
jam/. Edema di kulit leher kerap memperberat obstruksi. Hal ini lebih
sering dijumpai pada anak-anak yang memiliki jalan napas lebih
sempit disamping leher yang pendek, sehingga edema sangat cepat
menimbulkan abnormalitas.
Harus selalu diingat, bahwa luka bakar yang mencakup luas
lebih dari 20% permukaaan tubuh, kerap dijumpai respon inflamasi
sistemik. Meski tidak ada cedera langsung pada jalan napas, mukosa
mengalami edema, terutama kasus-kasus yang memerlukan cairan
dalam jumlah besar untuk tujuan resusitasi, hal ini akan memperburuk
jalan napas.
Jalan napas bagian atas memiliki kemampuan lebih efektif untuk
menyalurkan panas pada paparan termal dibandingkan saluran napas
bagian bawah.
2. Kerusakan jalan napas di bawah laring (kerusakan pulmoner)
Perubahan patologik terjadi akibat terhirupnya produk
pembakaran. Api menyebabkan oksidasi dan reduksi dari komponen
yang mengandung karbon, sulfur, fosfor dan nitrogen. Komponen
kimiawi yang terbentuk antara lain adalah karbon monoksida, karbon
dioksida, sianida, ester dan komponen organik kompleks seperti
amonia, fosgen, hidrogen klorida. Polyvinyl chloride (PVC) misalnya,
saat terbakar menghasilkan sekurangnya 75 macam zat toksik
potensial yang berbahaya untuk jalan napas. Asam dan basa dihasilkan

23
saat komponen ini terlarut di dalam cairan yang ada di saluran napas
(mukus, dsb). Zat-zat ini menyebabkan luka bakar kimia.
Disamping itu, partiker berukuran kurang dari 1µm yang
terhirup mengandung zat kimia yang bersifat iritan dan menyebabkan
kerusakan alveolus. Zat-zat kimia ini, saat kontak dengan mukosa dan
parenkim paru menginisiasi produksi mediator inflamasi dan reactive
oxygen species. Kondisi ini memicu edema dan memiliki potensi
melapisi mukosa trakea bronkus.
Jalan napas bagian bawah juga terpapar pada kemungkinan
terbentuknya cost dan sumbatan yang mengakibatkan obstruksi.
Selanjutnya, parenkim paru mengalami kerusakan. Terjadinya disrupsi
membran alveolar-kapiler, terbentuknya eksudat inflammasi dan
hilangnya surfaktan. Kondisi ini menyebabkan atelektasis, edema
interstisium dan edema paru yang mengakibatkan hipoksemia dan
menurunnya compliance paru..
3. Intoksikasi sistemik (hipoksia sistemik)
Terdapat dua penyebab intoksikasi pada cedera inhalasi, yaitu
korban monoksida dan sianida. Keduanya menyebabkan oksidasi
karbon inkomplit.
Karbon Monoksida
Merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat
cepat masuk ke aliran darah dan mengalami difusi dengan hemoglobin
(Hb), karena memiliki afinitas terhadap hemoglobin 240 kali lebih
besar dibandingkan dengan oksigen; selanjutnya membentuk
carboxyhaemoglobin (COHb). Ikatan ini menurunkan efektivitas
kemampuan darah mengikat oksigen karena menempati oxygen
binding site untuk kurun waktu yang panjang. CO menyebabkan
hipoksia jaringan dengan cara mengurangi oxygen delivery dan
utilisasi di tingkat sel.
Selain mengikat hemoglobi, CO juga memiliki afinitas kuat
untuk berikatan dengan komponen selain haem, diantaranya yang

24
sangat penting adalah cytochrome intrasel. Ikatan ini memiliki
dampak toksik langsung diikuti abnormalitas fungsi sel sebagai
komponen utama tokisitas CO. Pada intoksikasi CO ini, ensefalopati
merupakan gejala sisa (sequelae) yang serius, meski mekanisme nya
belum diketahui secara pasti, namun diduga kuat terjadi akibat proses
peroksidasi lipid serebral.
Kada oksigen terlarut dalam plasma tidak terpengaruhi,
sehingga kerap dijumpai nilai PaO2 dalam batas normal. Indikator
hipoksia umumnya tidak menghadirkan informasi adanya hipoksia.
Hemoglobin yang tidak berikatan dengan O2 menyebabkan
perubahan warna kuli menjadi kebiruan (sianosis). COHb
menunjukkan perubahan warna merah muda (cherry red).
Pemeriksaan oksimetri standar tidak dapat membedakan
oxyhaemoglobin dengan carboxyhaemoglobin sehingga jarang
digunakan pada metode asesmen pada keracunan CO. Analissis gas
darah dengan co-oxymetry merupakan satu-satunya metode yang
dapat diandalkan untuk menilai kadar oxyhaemoglobin dan
carboxyhaemoglobin. Carboxyhaemoglobin mengalami disosiasi
lambat, dengan waktu paruh 250 menit pada suhu kamar.
Penderita dengan intoksikasi CO kerap mengalami confusion
dan disorientasi, menunjukkan gejala serupa dengan hipoksia, cedera
kepala dan keracunan alkohol.
Tabel 3 . Intoksikasi Karbon Monoksida
Carboxyhaemoglobin Gejala
0-15 Tidak ada (perokok, pekerja tambang
15-20 Nyeri kepala, Confusion
20-40 Nausea, Fatigue, Disorientasi, Iritabel
40-60 Halusinasi, Ataksia, Sinkop, Konvulsi,
Koma
>60 Meninngal

25
Pasien luka bakar dengan perubahan status kesadaran harus
dianggap mengalami intoksikasi CO hingga terbukti tidak.
Keracunan Sianida
Terjadi karena produksi hidrogen sianida akibat terbakarnya
plastik atau lem yang digunakan untuk furnitur. Zat ini diabsorbsi
melalui paru dan berikatan dengan sistem cytochrome. Fungsi
cytochrome terhambat mengakibatkan berlangsungnya metabolisme
anaerob. Secara bertahap dimetabolisme oleh enzim hati (rhodenase).
Kadar sianida dalam darah hampir tidak dapat dideteksi dan
maknanya masih diperdebatkan. Pada perokok kadarnya mencapai 0,1
mg/L, dan diketahui bahwa kadar letal mencapai 1,0 mg/L. Gejala
yang ditimbulkannya antara lain hilangnya kesadaran, neurotoksitas
dan kovulsi. Pada praktek sehari-hari, keracunan sianida termasuk
jarang terjadi, kerap dijumpai bersama intoksikasi CO.

C. Diagnosis Cedera Inhalasi


Semua kasus luka bakar harus menjalani pemeriksaan untuk
menyingkirkan adanya ceder inhalasi. Karena gejala dan tanda mungkin
baru dijumpai setelah suatu kurun waktu tertentu, sebagaimana pada semua
trauma, harus dilakukan evaluasi ulang setiap saat karena memiliki potensi
berakhir fatal.
Pasien dengan cedera inhalasi mungkin mengalami distress
pernapasan berat pada fase awal di tempat kejadian. Kematian awal dapat
terjadi dan dalam kondisi seperti ini resusitasi jalan napas sangat diperlukan
sebagai prosedur penyelamatan jiwa. Distres pernapasan di tempat kejadian
dapat terjadi karena anoksia, hal ini disebabkan karena oksigen terpakai
pada proses pembakaran. Intoksikasi harus dicurigai karena merupakan
penyebab utama kematian di tempat kejadian; dengan skenario terselubung
oleh sisa pembakaran (toxic fumes).
Gambaran umum pada cedera inhalasi adalah obsruksi jalan napas
yang semakin hebat dan terjadi dalam beberapa jam. Untuk itu, dibutuhkan

26
kewaspadaan penuh dalam deteksi. Hal ini umumnya dijumpai pada
obstruksi di atas laring. Sedangkan kecurigaan adanya obstruksi di bawah
laring timbul bila dijumpai pasien gelisah dan confusion.
Anamnesis
Riwayat terbakar di ruang tertutup atau adanya ledakan bahan bakar
(bensin, gas), ledakan bom harus dicurigai adanya cedera inhalasi.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan berikut menunjukkan adanya kecurigaan cedera inhalasi
Tabel 4. Cedera Inhalasi
Hal yang diobservasi Yang didengar

Luka bakar di rongga mulut, hidung Perubahan suara


dan faring
Suara parau dengan batuk berdahak
Bulu hidung terbakar
Napas pendek
Sputum mengandung sisa karbon
Stridor inspirasi
Nostril datar
Batuk produktif
Kesulitan bernapas

Tracheal Tug

Fosa supraklavikula mendatar

Retraksi iga

Gejala dan tanda dapat berubah dengan berjalannya waktu tergantung


letak cedera, indikasi adanya perubahan dimaksud terlihat pada tabel
dibawah
Tabel 5. Jenis Cedera Inhalasi
Jenis Inhalasi Periode Waktu Gejala dan tanda
Bertambahnya stridor, suara parau
atau melemah, batuk basah,
Di atas laring 4-24 jam gelisah, kesulitan bernapas,
obstruksi jalan napas, kematian
Gelisah
Segera
Di bawah laring Anoksia yang mengancam jiwa
Timbul bertahap Kematian

27
12 jam – 5 hari Bertambahnya hipoksia
Edema paru/ ARDS
Gagal pernapasan

Meninggal di
tempat
Penurunan kesadaran
Perburukan awal Stupor
Intoksikasi Confusion
Drowsiness
Perbaikan dengan Poor mentatiom
berjalannya waktu Gangguan visual
Nyeri kepala

D. Cedera inhalasi dan intoksikasi sistemik


Intoksikasi sistemik dicurigai secara klinis sejak awal. Setiap
penderita dengan confusion atau penurunan kesadaran pasca trauma termal
atau inhalasi produk pembakaran dianggap mengalami intoksikas CO
sampai terbukti tidak.
Diagnosis dikonfirmasi oleh adanya COHb di dalam darah. Kadr CO
yang disetimasi saat datang mungkin tidak memiliki korelasi dengan gejala
pada susunan saraf pusat akibat intoksikasi CO. Mungkin dijumpai
kadarnya demikian rendah karena terjadi pembersihan CO dari darah saat
masuk rumah sakit. Meski demikian pemeriksaan dapat menunjukkan
bahwa intoksikasi telah terjadi.
E. Tatalaksana
Tatalaksana cedera inhalasi terfokus pada prioritas sebagai berikut:
- Patensi jalan napas
- Oksigen tinggi
- Pemantauan gangguan respirasi secara frekuen
- Diskusikan kecurigaan adanya intoksikasi sistemik (CO, HCN) dengan
ahli toksikologi di poisons information (Australia -13 11 26, New
Zealand – 0800 764 766)
Pada asesmen awal (survei primer), berikan oksigen dosis tinggi
(15L/menit) menggunakan non re breathing mask. Hal ini akan

28
memfasilitasi oksigenasi jaringan selama asesmen dan tatalaksana
berikutnya. Patensi jalan napas mutlak diperlukan untuk sampainya oksigen
ke paru.
1. Tatalaksana cedera inhalasi di atas laring
Proteksi tulang belakang servikal bersifat mandatorik, semua
penderita dengan kecurigaan cedera inhalasi harus diobservasi secara
ketat. Karena obstruksi yang berlangsung progresif dan cepat sangat
mungkin terjadi (terutama pada anak-anak dimana jalan napas relatif
pendek dan kecil), maka peralatan emergensi untuk prosedur intubasi
harus disiapkan. Asesmen mengenai kondisi klinik penderita secara
frekuen menjadi sangat penting karenanya bila dijumpai obstruksi, segera
amankan jalan napas dengan intubasi endotrakea.
Intubasi harus dikerjakan segera. Keterlambatan akan diikuti edema
jalan napas, semakin berat yang menyebabkan kesulitan dalam prosedur
intubasi. Stridor dan distres pernapasan meupakan indikasi intubasi.
Indikasi intubasi:
- Kebutuhan mempertahankan patensi jalan napas/ proteksi
jalan napas
- Obstruksi mengancam
- Penurunan tingkat kesadaran
- Fasilitasi transpor penderita
- Kebutuhan untuk penggunaan ventilator
- Oksigenasi terganggu
Bila dijumpai keraguan, intubasi.
2. Tatalaksana cedera inhalasi di bawah laring
Tatalaksana ditujukan sebagai penunjang respirasi:
a. Oksigen dosis tinggi
Pada semua penderita luka bakar harus diberikan oksigen
dosis tinggi (15 L/menit) menggunakan non rebreathing mask.
Hal ini terutama diperlukan pada kecurigaan mengenai
parnekim paru.

29
b. Intubasi
Intubasi endotrakea diperlukan untuk memfasilitasi
pencucian bronkus (bronchialtoilet) untuk mengatasi
hipersekresi, sehingga pemberian oksigen efektif.
c. Intermittent Positive Pressure Ventilation (IPPV)
Hal ini menjadi penting bila oksigenasi pada penderita
tidak menunjukkan respon pada pemberian oksigen melalui
prosedur sederhana sebagaimana diuraikan sebelumnya. Karena
itu diperlukan ventilasi manual menggunakan bag yang
terpasang pada pipa endotrakea dan pasokan oksigen, atau
menggunakan ventilator mekanik.

3. Tatalaksana pada cedera inhalasi dengan intoksikasi sistemik


a. Topangan respirasi
Penting untuk meyakinkan bahwa jaringan mendapatkan
perfusi oksigen sebanyak mungkin. Untuk itu dilakukan
pemberian oksigen dosis tinggi (15 L/menit) menggunakan
non re breathing mask.
b. Proteksi pada penderita tidak sadar
Penurunan kesadaran terjadi akibat respon intoksikasi
sistemik. Tatalaksana emergensi termasuk mengupayakan
posisi penderita miring ke sisi kiri diikuti pemberian oksigen.
Proteksi tulang belakang servikal jangan pernah dilupakan.
Jalan napas dimankan, mulanya dengan prosedur chin lift,
dilanjutkan dengan pemasangan oropharyngeal airway, namun
yang terpenting adalah pemasangan intubasi endotrakea.
c. Efek pencucian alami dengan berjalannya waktu
CO dieliminasi bertahap dari darah melalui difusi di
alveoli. Waktu yang diperlukan adalah sat bernapas lambat
pada suhu ruangan dengan tekanan atmosfir, namun akan
berkurang dengan meningkatkan konsentrasi oksigen. Bila

30
terseida, berikan oksigen dengan tekanan hiperbarik untuk
tujuan pencucian CO, meski masih dijumpai keraguan
evidence dalam perbaikan neurologik.
d. Oksigen
Tatalaksane emergensi standar adalah menghembuskan
oksigen 100% menggunakan sungkup (mask). Prosedur ini
dilanjutkan hingga kadar COHb kembali normal. Prosedur
pencucian CO sekunder pada ikatannya dengan cytochrome
hanya akan menyebabkan peningkatan kecil kadar COHb
dalam 24 jam berikutnya, dan pemberian oksigen dalam hal ini
harus dilanjutkan.
e. Oksigen + IPPV
Modalitas ini diperlukan pada penderita tidak sadar, atau
cedera inhalasi dengan respon intoksikasi sistemik.
f. Intoksikasi sianida
Intoksikasi sianida kerap bersifat fatal. Prosedur eliminasi
sianida di hepar berlangsung sangat lambat. Meski pemberian
hydroxycobalamin dosis tinggi dalam bentuk injeksi sangat
dianjurkan, namun pada umumnya tidak tersedia di instalasi
gawat darurat.
g. Intoksikasi Hidrogen Fluorida (HF)
Bila HF diabsorbsi sistemik, akan mempengaruhi efisiensi
kalsium serum. Hal ini akan mengakibatkan hipokalsemia.
Pemberian cairan yang ditambahkan kalsium akan melawan
efek negatif HF.

2. 7 Asesmen Luka

Apapun penyebabnya (termal, kimiawi, atau listrik) kerusakan jaringan


khususnya kedalaman luka berhubungan dengan suhu dan kekuatan agen

31
penyebab dan lamanya kontak. Suhu di atas 50oC menyebabkan nekrosis jaringan,
terutama pada anak-anak dan usia lanjut.

A. Estimasi Luka Bakar


Terdapat dua faktor yang menentukan beratnya luka bakar, luas dan
kedalaman luka. Mortalitas dihubungkan dengan kedua faktor tersebut,
yaitu usia penderita dan luas luka bakar. Semakin luas luka bakar, semakin
tinggi angka mortalitas.
Asesmen yang tepat dalam estimasi luas luka bakar diperoleh dengan
melakukan perhitungan berdasarkan Rule of Nines

Gambar3. Rule of Nines

Rule of Nines membagi permukaan tubuh ke area seluas 9 atau


kelipatan 9% dengan pengecualian perineum yang diestimasikan seluas 1%.
Dengan menerapkan perhitungan berdasarkan metode ini, diperoleh estimasi
luas dengan akurasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Namun, selain
melakukan perhitungan luas luka bakar, perlu pula diperhitungkan area yang
tidak mengalami luka bakarl kemudian menggabungkan keduanya hingga
mencapai 100%. Cara ini bermanfaat pada luka bakar yang tidak luas, luka

32
terebar, atau mereka yang tidak berkenan menggunakan metode estimasi
menurut Rule of Nines.
Perhitungan menggunakan Rule of Nines relatif akurat pada dewasa,
namun tidak demikian halnya pada anak-anak. Hal ini disebabkan karena
perbedaan proporsi luas permukaan tubuh dibandingkan dewasa. Anak-anak
secara proporsional memiliki kepala dan bahu lebih besar dibandingkan
dewasa. Penerapan Rule of Nines dewasa pada anak-anak akan
menyebabkan kekurangan atau kelebihan estimasi ukuran, dan diikuti
konsekuensi ketidaktepatan dalam perhitungan kebutuhan cairan resusitasi.
Atas dasar hal ini, digunakan Rule of Nines pediatrik (gambar 4) pada
metode ini, perhitungan dimodifikasi pada berbagai kelompok usia untuk
memperoleh akurasi perhitungan

Gambar 4. Rule of Nines Pediatrik

33
B. Struktur dan Fungsi Kulit
Kulit terdiri dari dua lapis, yaitu epidermis dan dermis. Epidermis
merupakan lapisan superfisial yang berperan mengendalikan evaporasi
cairan tubuh, dan secara teratur diproduksi oleh proses divisi lamina basalis
epidermis.

Gambar 5. Anatomi Kulit

Dibawah epidermis, terdapat lapis dermis yang membatasi kulit


dengan lapis lemak subkutis dan fasia yang memisahkan kulit dari lapisan
muskular dan struktur tulang. Lapis ini memberi bantalan dan pelindung
terhadap trauma. Pada luka bakar, kerusakan lapis ini menyebabkan
kerusakan jaringan yang lebih dalam.
Anatomi kulit hidung dan telinga memiliki perbedaan dengan kulit di
bagian tubuh lainnya, karena kulit melekat dengan kartilago dan hanya
dibatasi oleh lapisan lemak subkutis yang tipis. Suplai darah pada kulit
maupun kartilago berjalan di antara kedua lapisan tersebut. Luka bakar yang
mengenai hidung dan telinga menyebabkan kerusakan pembuluh darah

34
sehingga menimbulkan deformitas yang nyata, terutama saat terdapat infeksi
bakterial.

C. Derajat Kedalaman Luka Bakar


Kedalaman kerusakan jaringan akibat luka bakar tergantung pada
derajat panas sumber, penyebab dan lamanya kontak dengan tubuh
penderita. Dahulu Dupuytren membagi atas 6 tingkat, sekarang lebih praktis
hanya dibagi 3 tingkat/ derajat, yaitu sebagai berikut:
1. Luka Bakar derajat I:
Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (superficial), kulit
hiperemik berupa eritem, tidak dijumpai bullae, terasa nyeri karena
ujung-ujung saraf sensorik teriritas. Penyembuhan terjadi secara
spontan tanpa pengobatan khusus.
2. Luka Bakar derajat II:
Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa
reaksi inflamasi disertai proses eksudasi. Terdapat bullae, nyeri
karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.
Dibedakan atas dua bagian:
A. Derajat II dangkal / (Superficial) IIA
Kerusakan mengenai bagian epidermis dan
lapisan atas dari corium/dermis. Organ-organ kulit
seperti folikel (rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea masih banyak. Semua ini merupakan benih-
benih epitel. Penyembuhan terjadi secara spontan
dalam waktu 10-14 hari tanpa terbentuk sikatrik.
B. Derajat II dalam / Deep (IIB)
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian
dermis dan sisa-sisa jaringan epitel tinggal sedikit.
Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar
keringat, kelenjar sebasea tinggalsedikit. Penyembuhan
terjadi lebih lama dan disertai parut hipertropi.

35
Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari
satu bulan.
3. Luka Bakar derajat II:
Kerusakan meliputi seluruh tebal kulit dan lapisan yang lebih
dalam sampai mencapai jaringan subkutan, otot dan tulang. Organ
kulit mengalami kerusakan, tidak ada lagi sisa elemen epitel. Tidak
dijumpai bullae, kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan lebih
pucat sampai berwarna hitam kering. Terjadi koagulasi protein
pada epidermis yang dikenal sebagai eskar. Tidak dijumpai rasa
nyeri dan hilang sensasi karena ujung-ujung sensorik rusak,
penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi epitelisasi spontan.

D. Kriteria Berat Ringan (American Burn Association)


1. Luka Bakar Ringan
 Luka bakar derajat II < 15%
 Luka bakar derajat II < 10% pada anak-anak
 Luka bakar derajat III <2%
2. Luka Bakar Sedang
 Luka bakar derajat II 15-25% pada orang dewasa
 Luka bakar derajat II 10-20% pada anak-anak
 Luka bakar derajat III <10%
3. Luka Bakar Berat
 Luka bakar derajat II 25% atau lebih pada orang dewasa
 Luka bakar derajat II 20% atau lebih pada anak-anak
 Luka bakar derajat III 10% atau lebih
 Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki dan
genitalia/ perineum
 Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma
lain

36
2. 8 Syok Luka Bakar dan Resusitasi Cairan
Pada luka bakar, terjadi sekuestrasi cairan ke daerah cedera dan saat
mencapai atau melebihi 20-30%, akan bersift masif (sistemik). Edema dalam
jumlah besar ditambah adanya evaporative loss pada luka akan menyebabkan
defisit volume plasma. Hal ini akan menyebabkan hipovolemia yang manakala
tidak dikoreksi, akan memicu terjadinya gagal organ yang bersifat sistemik,
khususnya acute kidney injury.
Disini akan dijelaskan patogenesis edema dan syok hipovolemia pasca luka
bakar, resusitasi dan pemantauannya.
Cedera termal menyebabkan perubahan nyata pada mikroirkulasi baik di
daerah luka bakar maupun di daerah non luka bakar (sistemik). Tiga zona
terbentuk pada suatu cedera termal.
1. Zona sentral, nekrosis koagulatif
2. Zona intermediate atau zona stasis, tidak ada aliran darah
3. Zona perifer, menunjukkan vasodilatasi, peningkatan aliran darah dan
hiperemia.

Mediator inflamasi yang dilepaskan dari daerah cedera menyebabkan


perubahan integritas dinding vaskular diikuti peningkatan permeabilitas.
Mediator-mediator ini diantaranya adalah histamin, serotonin, prostaglandin,
bradikinin dan vasokontriktor poten seperti tromboksan dan angiotensin.

Pada luka bakar luas (>20-30% luas permukaan tubuh), jumlah mediator
yang diproduksi demikian banyak diikuti peningkatan permeabilitas yang
berlangsung luas hingga dijumpai pembentukan edema yang masif dan sistemik.
Hal ini menyebabkan terjadinya syok hipovolemia dalam waktu singkat. Hal ini
ditunjang adanya kerusakan anatomik endothelial lining sistem mikrovaskulatur
yang terdeteksi pada pemeriksaan miksroskop elektron.

Dijumpai berbagai metode resusitasi cairan yang masing-masing


menunjukkan hasil berbeda. Secara praktis, bagaimanapun, larutan kristaloid

37
misalnya larutan Hartmann (Lactated Ringers) atau Plasmalyte diakui secara luas
untuk digunakan sebagai inisiasi prosedur resusitasi.

Pada kasus anak, dijumpai keterbatasan sistem cadangan fisiologik dan


besarnya rasio luas permukaan tubuh terhadap massa tubuh dibandingkan dengan
dewasa, dengan demikian, ambang cairan resusitasi yang perlu diberikan pada
anak lebih rendah dibandingkan dewasa.(kurang lebih 10%) dan cenderung
memerlukan volume yang lebih tinggi untuk tiap kilogram. Karenanya, diperlukan
cairan lebih banyak untuk menyeimbangkan kebutuhan cairan yang diperoleh
melalui perhitungan formula resusitasi. Pada cedera inhalasi dibutuhkan lebih
banyak cairan. Pembentukan edema semakin berkurang dalam 18-30 jam pasca
luka bakar. Dengan demikian, durasi resusitasi merupakan suatu variabel dan
jumlah cairan yang dibutuhkan untuk maintenance dapat diketahui dari
mengetahui jumlah cairan yang diperlukan untuk mempertahankan jumah
produksi urin adekuat.

Estimasi Kebutuhan Cairan

Luas luka bakar dihitung menggunakan Rule of Nines atau burn body chat
bila tersedia. Timbang berat badan pasien bila mungkin, atau peroleh informasi
data tersebut pada anamnesis. Data ini diperlukan dalam memperhitungkan
formula resusitasi:

Dewasa : 3-4 mL kristaloid (larutan Hartman atau Plasmalyte) / berat


badan / luas luka bakar (%)

Anak-anak : 3-4 mL kristaloid (larutan Hartman atau Plasmalyte) / berat


badan / luas luka bakar (%) di tambah maintenance glukosa
5% + 20 mmol Kcl dalam larutan salin 0,45%

 Untuk 10 kg pertama 100 mL/Kg


 10-20 Kg 50 mL/Kg

38
Catatan: kalkulasi kebutuhan cairan dimulai sejak saat terjadi cedera,
bukan terhitung sejak masuk rumah sakit.
Cairan diberikan melalui dua buah kanul berdiameter besar (pada
dewasa 16 G) sedapat mungkin di daerah non- luka bakar. Pertimbangkan
akses intra-osseous (IO) bila diperlukan. Larutan salin normal umumnya
dikemas bersama dekstrosa 2,5% untuk kemasan ini, tambahkan 25 mL
dekstrosa 50% ke dalam kantong berisi 500 mL cairan. Bila larutan tersedia
merupakan larutan salin hipotonik tanpa glukosa, tambahkan 50 mL
dekstrosa 50% ke dalam kantong berisi 500 mL cairan.
Kalkulasi volume yang diestimasi dalam 24 jam pertama saat edema
terbentuk beberapa saat pasca luka bakar:
- Separuh kebutuhan berdasarkan kalkulasi volume diberikan
dalam 8 jam dan separuh sisanya diberikan dalam 16 jam
berikutnya
- Cairan maintenance bagi anak-anak dibagi dalam 24 jam secara
merata.
Pengurangan cairan tidak sebanding dengan berkurangnya
pembentukan edema, formula ini hanya merupakan petunjuk (paduan,
guidelines) yang harus disesuaikan sesuai kebutuhan individu.
Bila produksi urine tidak mencukupi, berikan cairan ekstra:
Bolus cairan 5-10 mL/kg dan / atau tingkatkan jumlah cairan
berikutnya sejumlah 150% volume sebelumnya.
Dalam 24 jam kedua pasca luka bakar, larutan koloid dapat diberikan untuk
restorasi volume sirkulasi menggunakan formula:
0,5 mL albumin 5% x kg berat badan x % luas luka bakar.
Disamping itu, larutan elektrolit harus diberikan untuk kebutuhan
evaporative loss dan kebutuhan maintenance normal. Untuk tujuan ini, larutan
yang umum digunakan adalah larutan salin normal Kcl (+ dekstrosa untuk anak-
anak).

Pemantauan Kecukupan Resusitasi Cairan

39
Metode terbaik adalah melakukan pemantauan jumlah produksi urine
o Dewasa: 0,5 mL/kg/jam = 30-50 mL/jam
o Anak (<30 kg): 1.0 mL/kg/jam (rentang 0,5-2 mL/kg/jam).

Bila jumlah produksi urine berkisar pada nilai ini, maka kecukupan perfusi
ke organ akan terpelihara. Produksi urine yang berlebih menunjukkan pemberian
cairan berlebihan dan akan menyebabkan terbentuknya edema masif; produksi
urine yang rendah menunjukkan perfusi ke jaringan yang buruk yang diikuti
kerusakan sel
Terlihat bahwa pemasangan kateter urine menjadi sangat penting pada
pemantauan dan menjadi suatu keharusan dilakukan pada:
- Luka bakar >10% pada anak-anak dan
- Luka bakar >20% pada dewasa

Pemantauan hemodinamik invasif sentral diperlukan pada luka bakar


dengan kondisi premorbid seperti adanya penyakit jantung atau cedera penyerta
yang disertai kehilangan darah seperti adanya fraktur multipel.

Asidosis yang nyata (pH< 7,35) pada analisis gas darah menunjukkan
perfusi jaringan yang tidak tercukupi dan menyebabkan asidosis laktat. Pada
kondisi demikian, penambahan cairan resusitasi merupakan indikasi. Bila
tindakan koreksi mengalami kegagalan dan dijumpai adanya hemochromogen di
urine, pertimbangkan pemberian bikarbonat setelah melakukan diskusi dengan
intensivis. Asidosis juga menunjukkan kebutuhan, atau ketidakcukupan
(inadekuasi) prosedur eskariotomi.

Pada luka bakar luas, tekanan darah yang diukur menggunakan


sphygmomanometer kerap tidak akurat karena edema; pengukuran akurat hanya
didapatkan pada pemeriksaan melalui jalur arterial. Laju jantung kerap mengalami
peningkatan karena nyeri dan faktor emosional; merupakan indikator yang buruk
untuk digunakan pada pemantauan kecukupan resusitasi cairan.

40
Elektrolit serum harus diukur pada kesempatan awal dan selanjutnya secara
regular dalam interval waktu tertentu. Adanya hiponatremia ringan merupakan hal
yang umum akibat dilusi karena pemberian cairan infus dan sangat tergantung
pada konsentrasi natrium pada larutan kristaloid yang diberikan (larutan NaCl
Hartmann hanya mengandung natrium 130 mEq/L). Hiperkalemia merupakan hal
umum dijumpai, terjadi karena kerusakan jaringan pada luka bakar. Bikarbonat
dan glukosa ditambah insulin mungkin diperlukan untuk melakukan koreksi.

Gelisah, peubahan mental dan ansietas sering dijumpai dan merupakan


indikator hipovolemia. Dan harus diamati sebagai respon pertama dalam menilai
kecukupan resusitasi cairan.

Hemoglobinuria

Kerusakan jaringan khususnya jaringan otot akibat cedera termal, trauma


tumpul atau iskemia (eskariotomi) menyebabkan dilepaskannya mioglobin dan
hemoglobin. Pertimbangan kuat untuk melakukan fasiotomi (eskarotomi tidak
membebaskan asia otot). Urine yang mengandung hemochromogen ini
menunjukkan warna merah gelap. Gagal ginjal akut (GGA, Acute Kidney Injury,
AKI) merupakan suatu kondisi yang sangat mungkin dijumpai karena
penimbunan deposit haemochromogen di tubulus proksimal dan memerlukan
terapi yang sesuai:

- Pemberian cairan hingga produksi urine mencapi 2 mL/kg/jam


Pertimbangkan pemberian Mannitol 12,5 g dosis tunggal selama 1 jam /
L dalam pola resusitasi cairan dan
- Observasi respon yang terjadi

Masalah yang Dijumpai pada Resusitasi Cairan


Formula yang ada hanya merupakan estimasi kebutuhan, sementara
kebutuhan tiap individu harus dipantau secara ketat.

Oliguria

41
Rendahnya jumlah produksi urin menunjukkan ketidakcukupan cairan
resusitasi. Dalam hal ini, tindakan pertama yang dilakukan adalah
meningkatkan jumlah tetesan cairan. Diuretikum sangat jarang diperlukan
dan jangan pernah dipertimbangkan untuk diberikan sebelum penderita
sampai di unit luka bakar. Diuretikum diberikan hanya pada penderita
dengan haemochromagen di urine dan kadang pada penderita luka bakar
luas.
Penderita-penderita di bawah ini termasuk kelompok yang kerap
memerlukan ekstra cairan resusitasi:
- Anak-anak
- Penderita dengan cedera inhalasi
- Luka bakar listrik
- Keterlambatan
- Dehidrasi-petugas pemadam kebakaran, penderita intoksikasi
Neonatus dan usia lanjut dengan kelainan jantung harus dipantau ketat
karena kelebihan cairan sangat mudah terjadi. Untungnya, edema paru
merupakan hal yang jarang dijumpai karena peningkatan resistensi vaskular
di pulmoner jauh lebih tinggi secara disproporsional dibandingkan resistensi
sistemik. Hal ini terjadi karena terjadinya hipokinesia miokardial dan kerap
memerlukan pemantauan invasif, topangan inotropik, ventilasi dan
manajemen cairan secara khusus.

Anak-anak
Anak-anak sangat rentan terhadap hipoglikemia, kelebihan cairan dan
hiponatremia karena keterbatasan simpanan glikogen, rasio luas permukaan
tubuh yang lebih besar dibandingkan berat badan dan volume cairan
intravaskular. Kadar glukosa darah dan elektrolit harus dipantau secara
reguler. Pemberian air harus dibatasi dan pemberian glukosa dilakukan sejak
awal. Hal ini dapat dilakukan melalui pemberian enteral maupun
penambahan desktrosa ke dalam larutan elektrolit.

42
Sindroma kompartemen abdominal (Abdominal Compartement
Syndrome, ACS)
Keadaan ini jarang dijumpai namun merupakan suatu kondisi serius,
merupakan komplikasi yang timbul pada luka bakar luas baik pada kasus
dewasa maupun anak-anak, terutama bila kebutuhan cairan demikian besar
untuk mencapai produksi urine yang cukup. Adanya ACS dapat diketahui
dengan melakukan pengukuran tekanan intra vesika (urinaria).

2. 9 Tatalaksana Luka
Dalam penatalaksanaan luka, hal penting yang perlu dipahami yaitu
mekanisme trauma dan penilaian luas beratnya trauma. hal ini merupakan titik
awal tatalaksana, yang akan menentukan hasil yaitu fungsi dan penampilan.
Luka adalah disrupsi arsitektur jaringan dan proses-proses seluler, pada luka
bakar, denaturasi protein dan disrupsi struktur sel terjadi akibat kontak dengan
sumber termal (baik suhu tinggi maupun suhu rendah), listrik kimiawi atau
radiasi. Luka bakar demikian merusak karena menyebabkan terganggunya ketujuh
fungsi utama kulit.
- Regulasi suhu
- Pengaturan sensorik
- Respon imun
- Proteksi dan invasi bakteri
- Pengendalian kehilangan (penguapan) cairan
- Fungsi metabolik
- Fungsi estetik dan psikologi

Tujuan tatalaksana adalah untuk memperkecil terganggunya fungsi baik di


tingkat lokal maupun sistemik. Pemahaman luka sebagai suatu hal yang bersifat
dinamik dan heterogen adalah sangat penting. Jangan sampai diduga bahwa luka
di berbagai area adalah sama.

43
Pertolongan Pertama
Prinsip penangan pertama adalah
o Menghentikan proses pembakaran
o Menurunkan suhu luka
Menghentikan proses pembakaran akan mengurangi kerusakan jaringan.
Menurunkan suhu permukaan akan mengurangi produksi mediator inflamasi.
(cytokines) dan promosi maintenance viabilitas di zona stasis. Oleh karenanya,
hal ini sangat membantu pencegahan progres kerusakan yang terjadi pada luka
bakar dalam 24 jam pertama.

Hentikan Proses Pembakaran


Pada luka bakar api, penderita berguling di tanah secara aktif maupun pasif
menerapkan Stop, Drop, Cover (face) & Roll technique. Pakaian yang terbakar
harus segera dilepaskan secepat mungkin. Perhatikan jangan sampai penolong
mengalami cedera akibat pertolongan ini.
Pada luka bakar karena air panas, pakaian yang dibasahi air panas berperan
sebagai reservoir, karenanya segera lepaskan sesegera mungkin. Selain
melepaskan pakaian, setiap jenis perhiasan juga harus dilepaskan. Bila pakaian
melekat pada permukaan kulit, potong dan biarkan melekat di tempatnya. Namun,
pakaian terbuat dari bahan yang meleleh melekat pada kulit yang tidak vital akan
mudah dilepaskan.

Menurunkan Suhu Luka.


Permukaan luka harus diturunkan suhunya menggunakan air mengalir. Suhu
ideal adalah 15oC atau berkisar antara 8oC sampai 25oC. Dengan menurunkan
suhu permukaan luka, reaksi inflamasi diredam dan mengehntikan progres
pengrusakan zona stasis.
Berbagai cara dapat diterapkan untuk tujuan ini. Menyemprotkan air atau
melekatkan busa basah di atas luka, handuk basah atau hidrogel dapat dilakukan,
namun tidak seefektif air mengalir dan hanya dianjurkan saat air mengalir tidak

44
ada (misalnya saat meminta pertolongan ke pusat pelayanan medik). Handuk
basah tidak efektif karena tidak seluruhnya melekat dengan permukaan luka dan
cepat menjadi panas akibat proksimitas terhadap tubuh karenanya, bila digunakan
harus sering diganti.
Lamanya aplikasi minimal adalah dua puluh menit, kecuali tidak
dimungkinkan. Misalnya pada penderita multi trauma dan tidak ada petugas yang
memberi pertolongan pertama untuk menerapkan metode tersebut. Lebih lanjut,
diperoleh data bahwa pertolongan pertama efektif bila dilakukan dalam tiga jam
pertama pasca luka bakar.
Anak-anak terpapar pada risiko hipotermia dan hal ini terdeteksi pada
pengukuran suhu saat asesmen klinik dimana dijumpai anak kebiruan dan
menggigil. Aplikasi penurunan suhu luka harus dihentikan. Pada keadaan seperti
ini, dianjurkan mengupayakan suhu di atas 30oC dan membungkus anak
bersangkutan.
Es atau air es jangan pernah digunakan untuk menurunkan suhu. Suhu yang
ekstrim dingin ini akan menyebabkan vasokonstriksi dan secara eksperimen
menunjukkan luka yang semakin dalam, disamping risiko hipotermia.
Penurunan suhu permukaan sekaligus merupakan analgetik yang efektif.
Saat nyeri timbul kembali dalam beberapa menit setelah aplikasi penurunan suhu
dihentikan, dan bila tidak ada kontra indikasi, maka lanjutkan penurunan suhu
hingga dicapai efek analgetik. Hipotermia harus dicegah.

Manajemen Awal
Setelah pertolongan pertama, luka ditutup menggunakan bungkus plastik
atau bahan kering yang tidak melekat selama prioritas manajemen lainya
dilakukan. Bila luka sebelumnya tidak diturunkan suhunya, lanjutkan metode
penurunan suhu sebagaimana dianjurkan dalam waktu tersisa hingga mencapai
tiga jam. Setelah tiga jam, tidak ada efek benefit. Karenanya, lukankemudian
dicuci menggunakan air atau salin, dengan sabun atau larutan klorheksidin 0,1%
antiseptik lain jangan digunakan.

45
Pada penyiapan prosedur transpor, luka dibalut. Tergantung waktu
terjadinya trauma, saat transportasi dan waktu tempuh, diperlukan lebih dari
sekedar pembalutan luka menggunakan kain kering. Lembar plastik dapat dipakai
terutama pada anak-anak untuk membatasi penguapan dan kehilangan panas
tubuh. Klorheksidin pada tulle (misal:Bactigras) dibalut dengan kasa akan sangat
bermanfaat pada penderita yang memerlukan perjalanan beberapa jam ke pusat
rujukan. Aplikasi krim topikal seyogyanya dihindari karena akan memperpanjang
waktu dan menyebabkan keterlambatan transportasi ke pusat rujukan.

Elevasi
Elevasi ekstremitasyang mengalami cedera sangat bermanfaat selama
tatalaksana awal dan selama prosedur transpor karena akan mengurangi edema.
Pada tungkai, dijumpai perbedaan bermakna dengan kasus-kasus yang tidak
dilakukan elevasi dalam hal perlunya dilakukan eskarotomi.

Area Khusus
Pada luka bakar dengan cedera inhalasi kerap diikuti berkembangnya edema
jalan napas sehingga diperlukan intubasi. Luka bakar perineum memerlukan
pemasangan kateter lebih awal untuk mencegah kontaminasi. Bila pemasangan
kateter terlambat, prosedur insersi pada saat edema akan mengalami kesulitan.
Luka bakar pada kepala dan leher. Kepala harus dilakukan elevasi untuk
menghambat edema jalan napas bagian atas. pada anak-anak dengan luka bakar
luas, prosedur elevasi kepala ini sangat bermanfaat karena risiko besar terjadinya
edema serebral pada resusitasi cairan.

Eskarotomi
Bila luka bakar melibatkan seluruh ketebalan dermis dan kulit mengalami
kehilangan elastisitas saat edema berkembang. Maka diperlukan tindakan
melakukan sayatan pada kulit hingga kedalaman subkutis. Prosedur ini disebut
eskarotomi.

46
Trunkus
Bila trunkus mengalami luka bakar ekstensif, elastisitas dinding dada
menurun diikuti penurunan compliance yang menyebabkan berkurangnya
ventilasi. Pada dewasa, kerap terlihat luka bakar melingkar (sirkumferensial) di
dada dengan atau tanpa melibatkan abdomen. Pada anak-anak yang bernapas
terutama dengan diafragma, terlihat eskar di dinding anterior dan abdomen tanpa
luka bakar di sisi posterior.
Insisi dilakukan longitudinal sepanjang linea aksilaris anterior ketepi kosta
atau ke abdomen bagian atas. pada kasus berat, mungkin diperlukan insisi yang
menghubungkan kedua insisi sebelumnya (kanan dan kiri) berbentuk konvekspada
sisi atas (kranial) dinding dada, di bawah klavikula dan melintang di abdomen.

Ekstremitas
Bila pada ekstremitas dijumpai luka bakar melingkar (sirkumferensial),
dengan adanya edema di bawah kulit yang tidak elastik tersebut maka aliran
sirkulasi akan terganggu dan menyebabkan gangguan perfusi diikuti kematian
jaringan bagian distal. Gangguaan ini bersifat progresif lambat dan tidak terduga.
Adanya peningkatan tekanan kompartemen dapat diamati dengan adanya gejala
dan tanda sebagaimana diuraikan berikut:
- Pain (nyeri) : Nyeri saat istirahat
Nyeri saat menggerakkan sendi-sendi
distal
- Pallor (pucat) : Sirkulasi ke distal terganggu
Pengisian kapiler terhambat (terutama di
kuku)
Saturasi oksigen tidak terdetaksi pada
pemeriksaan pulse Oxymetry
Dingin
- Pulseless (nadi tak teraba) : Tidak teraba denyut nadi
Tidak ada denyut, terutama pada
pemeriksaan USG Doppler

47
- Parastesia : Kesemutan hingga hilang rasa (numbness)

Interpretasi tanda-tanda ini mungkin sulit karena terbakarnya kulit (yang


menyebabkan palpasi denyut nadi sulit teraba), suhu dingin (gambaran aliran
darah terganggu), dan adanya hipovolemia. Pemeriksaan akurat didapatkan
dengan melakukan USG Doppler. Perubahan paling awal ditandai hilangnya
sinyal Doppler pada pembuluh di jari-jari. Eskariotomi harus segera dilakukan
sebelum pulsasi hilang dan saat menurunnya sirkulasi.
Sayatan dilakukan hingga kulit sehat beberapa milimeter di proksimal dan
distal, di garis midaksial antara permukaan fleksor dan ekstensor. Hindari
melakukan sayatan melintas lengkung fleksura pada sendi-sendi. Sayatan harus
dilakukan hingga ke lemak subkutis dan kulit terpisah secara nyata. Perabaan
menggunakan jari akan dapat meraba adanya sisa tahanan. Kadang satu insisi
cukup namun kadang diperlukan sayatan di kedua sisi untuk restorasi sirkulasi.
Perabaan mengenai ketegangan ekstremitas bersangkutan merupakan petunjuk
yang sangat berharga.
Penyulit eskariotomi adalah tercederainya struktur di bawah kulit. Disisi
medial siku, saraf ulnaris berjalan dan disisi lateral lutut berjalan saraf peroneal
komunis. Jangan melakukan sayatan transversal di ekstremitas.
Batas distal dari sauatu eskarotomi kadang sulit ditentukan. Di ekstremitas
atas, sayatan lateral dapat dilakukan sepanjang batas lateral tangan hingga pangkal
jari kelima. Di sisi medial, sayatan dapat dilakukan hingga proksimal ibu jari.
Kadang-kadang beberapa sayatan tambahan di tangan diperlukan, dan sebelum
memberangkatkan penderita, hubungi unit luka bakar yang menjadi rujukan.
Prosedur
Pertama tentukan lokasi sayatan. Bila operator belum terbiasa, maka tandai
dengan tinta sementara ekstremitas bersangkutan berada pada posisi anatomik.
Perhatikan kembali garis sayatan. Lengan dalam posisi supinasi sebelum memberi
tanda dan sayatan berjalan di depan epikondius medialis untuk menghindari
cedera saraf ulnaris. Pada tungkai, insisi medial berjalan di belakang maleolus
medialis untuk menghindari cedera pembuluh darah dan saraf safena. Bila

48
diperlukan sayatan lateral, hindari tercederainya saraf peroneus komunis yang
melintas leher fibula, karenanya lokasi sayatan terletak pada garis mid-lateral.
Instrumen yang diperlukan yaitu pisau atau elektrokauter dan sarana
haemostasis seperti klem arteri dan benang, diatermi atau hemostatik topikal
misalnya calcium olginate. Perdarahan akan terjadi dalam jumlah ekstrim.
Anastesia umumnya tidak diperlukan. Anestesi lokal diperlukan hanya di
tepi luka ke daerah normal. Selain itu, penderita umumnya sudah terintubasi,
sehingga sedasi ringan dapat diberikan.
Prosedur ini dikerjakan dalam kondisi steril. Kasa disiapkan untuk
membalut luka sayatan dan balutan ini seyogyanya tidak menekan agar efektivitas
prosedur tercapai.
Pada penderita yang sadar, penjelasan mengenai prosedur harus diberikan
sebelum melakukan tindakan (informed consent).

2. 10 Indikasi dan Prosedur Rujukan

Penderita luka bakar listrik, kimia, atau cedera termal memerlukan asesmen dan
stabilisasi di rumah sakit terdekat. Tidak ada istilah ahli bedah musiman Australia
dan New Zealand, karena tatalaksana multidisplin tersedia di rumah sakit pusat.
Semua penderita memiliki hal untuk memperoleh pelayanan luka bakar yang
berkualitas.

Petugas kesehatan yang mengawali pertolongan harus melakukan asesmen primer


dan sekunder melakukan evaluasi menilai penderita yang harus dirujuk. Luka
bakar kerap dijumpai sebagai suatu trauma multipel, dan setiap penderita harus
dilakukan evaluasi untuk trauma lain atau penyerta. Semua prosedur dan terapi
yang diberikan dicatat dan diinformasikan ke unit luka bakar rujukan, termasuk
lembar pemantauan, obat-obatan dan tindakan yang dilakukan.

49
Peran faktor geografik

1. Daerah perkotaan
Luka bakar yang terjadi di perkotaan dapat langsung ditatalaksana secara
definitif, apabila perlu di rujuk dan lebih dari 1 jam awaktu yang
dibutuhkan selama transfer segera mulai resusitasi terutama pada anak dan
geriatric karena dapat memperngaruhi hasil akhir.
2. Daerah perifer dan terisolasi
Luka bakar yang terjadi di daerah terisolasi dan terpencil, maka karena
kurangnya fasilitas dan masalah logistic maka perlu dilakukan tatalaksana
dalam 24 jam sebelum dirujuk, bahkan setelahnya sampai kondisi
penderita stabil serta dilakukan komunikasi terhadap unit luka bakar
rujukan tentang kondisi tersebut.

Kriteria rujukan

ANZB menetapkan kasus-kasus berikit memerlukan rujukan ke unit luka bakar :

1. Luka bakar > 10% luas permukaan tubuh pada dewasa dan >5% pada
anak-anak
2. Luka bakar seluruh ketebalan kulit (full thickness burns) >5%
3. Luka bakar mengenai area khusus, seperti wajah, tangan, kaki, genitalia,
dan perineum, persendiaan serta luka bakar melingkar dada dan
ekstremitas
4. Luka bakar dengan cedera inhalasi
5. Luka bakar listrik
6. Luka bakar kimia
7. Luka bakar dengan penyakit komorbid
8. Luka bakar dengan trauma berat lainnya
9. Luka bakar pada usia tertentu, anak-anak dan geriatric
10. Luka bakar pada wanita hamil
11. Luka bakar bukan karena kecelakaan

50
Bila penderita memiliki kelainan yang menyebabkan kesulitana dalam tatalaksana
sehingga menyebabkan risiko yang semakin besar, diperlukan penatalaksanaan
oleh tenaga spesialis sehingga hasilnya lebih optimal.

Penderita dengan trauma, maka harus dibawa juga ke unit trauma sesuai derajat
trauma. Prinsipnya penderita yang akan dirujuk perlu dilakukan stabilisasi terlebih
dahulu.

Persiapan rujukan

1. Sistem respirasi
Semua penderita cedera berat diberikan oksigen 15Liter/menit. Bila
terdapat obstruksi saluran nafas, sebaiknya dilakukan intubasi sebelum
dirujuk. Cedera infraglotik kerap menimbulkan masalah saat transportasi
berlangsung.
2. Sistem sirkulasi
Insersi 2 kanul (16G pada dewasa, 20G pada anak), bila tidak
memungkinkan lakukan diskusi dengan pusat rujukan. Rute lain yang
dapat digunakan antara lain jalur vena sentral perkutan (femoral,
subklavia, jugular interna), intraosseous atau vena seksi (ankle atau siku).
Lakukan resusitasi sesuai pedoman resusitasi cairan. Tambahkan cairan
maintenance pada anak-anak. Observasi urine output pada dewasa 30-
50ml/jam pada dewasa dan 1 mL/kgbb/jam (0.5-2 ml/kgbb/jam ) pada
anak dengan berat badan <30 kg. bila dijumpai haemochromogenuria
sebagaiman kerap dijumpai pada luka bakar listrik, kebutuhan cairan
ditujukan untuk menghasilkan urine 75-100ml/jam pada dewasa, dan
>2mg/kgbb/jam pada anak-anak.
3. Luka
Luka dicuci dengan air yang mengandung klorheksidin 0.1% atau salin
normal dan dibungkus plastik atau kain kering bila prosedur transfer harus
disegerakan. Palsticwrap kerap digunakan untuk membungkus makanan
sangat bermanfaat untuk mencegah evaporasi, mempertahankan panas, dan

51
mencegah desikasi (luka mengering). Hanya bila prosedur transfer
tertunda gunakan pembalut formal (slow release silver dressings, krim
antibakteria atau chlorhexidine impregnanted Vaseline gauze), dan bahan
penutup absorben. Hal ini dikerjakan setelah konsulatsi dnegan unit luka
bakar.
4. Managemen nyeri
Luaka bakar ringan dapat diberikan analgetik oral, sedangkan luka bakar
lainnya harus diberikan analgetik secara intravena dengan dosis awal
relative kecil selang waktu 3-5 menit, dan dosis akhir sangat bergantung
pada respon penderita. Umumnya mengunakan 0.05-0.1 mg/Kgbb.
5. Sistem gastrointestinal
Bila memungkinakan segera memulai pemberian nutrisi enteral, melalui
akses oro-gastrik atau naso-gastrik. Selama transfer lebih baik lambung
dalam keadaan kosong untuk memperkecil risiko aspirasi saat muntah.
Untuk tujuan ini, pipa nasogatrik lebih baik secara regular dilaukan
aspirasi dan drainase terbuka. Hal ini kerap dilakukan pada luka bakar
>20% pada dewasa dan 10% pada anak-anak.
6. Tetanus
Profilaksis tetanus diberikan pada kesempatan pertama.

Tabel 6. Pedoman profilaksis pemberian anti-tetanus pada


tatalaksana luka
Riwayat waktu Tipe luka DTPa,DTPa- Tetanus
vaksin sejak kombinasi immunoglobulin
tetanus vaksin dT.dTpa (TIG)
terakhir
≥ 3 dosis < 5 tahun Semua Tidak Tidak
jenis luka
≥ 3 dosis 5-10 tahun Luka Tidak Tidak
minor
bersih

52
≥ 3 dosis 5-10 tahun Semua Ya Tidak
jenis luka
≥ 3 dosis ≥ 10 tahun Semua Ya Tidak
jenis luka
≥ 3 dosis Luka Ya Tidak
atau tidak minor
yakin * bersih
≥ 3 dosis ≥ 3 dosis Semua Ya Ya
atau tidak jenis luka
yakin *
Rekomendasi dosis TIG 250 IU (IM, 21G). Jika lebih dari dari 24 jam
berikan TIG 500 IU. *Pada penderita yang tida yakin telah vaksin tetanus,
maka perlu diberikan tetanus toxoid dalam dosis yang terlewatkan.

Managemen transfer

Hubungi unit luka bakar rujukan, pastikan bahwa unit luka bakr rujukan memiliki
fasilitas dan tenaga kesehatan yang dapat bertanggung jawab terhadap penderita.
Prosedur transfor sesuai prosedur. Pusat pelayanan yang melakukan rujukan juga
memilki kewajiban dalam stabilisasi dan dokumentasi asesmen awal penderita,
termasuk tindakan yang sudah dilakukan, pemeriksaan, balans cairan, terapi
termasuk dosis obat yang diberikan.

Metode transfer penderita ditentukan pusat pelayanan yang melakukan rujukan


beserta tim dan petugas yang ikut dalam transfer penderita.

2. 11 Luka Bakar pada Anak

Konsep tatalaksana kegawatdaruratan pada dewasa juga berlaku pada anak-anak.


Kasus anak dengan luka bakar harus dinilai dengan pola yang sama. Survei primer
perlu mengetahu kondisi mengancam jiwa. Perbedaan bermakna antara anak-anak

53
dan dewasa adalah ukuran dan proporsi tubuh, dinamika cairan, ketebalan kulit,
dan perbedaan sosial dan perkembangan emosional.

Riwayat

Anamnesis yang diperlukan adalah waktu kejadian, modus kejadian, jenis bahan
yang menyebabkan luka bakar, perkiraan suhunya, dan pakaian yang digunakan
saat kejadian, masalah jalan nafas seperti sleep apnea atau asma, dan status
psikologik anak.

Ukuran dan proporsi tubuh

Rasio luas permukaan tubuh pada anak dibandingkan dewasa, adalah rasio
metabolisme besar, proses evaporasi tinggi, dan proses kehilangan panas lebih
besar.

Luas permukaan anak lebih besar pada bagian kepala dibandingkan dewasa,
terutama usia < 1 tahun, setiap penambahan 1 tahun kepala dikurangi 1% dan
ditambah 0.5% pada setiap tungkai. Pada usia 10 tahun sudah sama dengan
dewasa.

Kedalaman luka bakar

Kedalaman luka bakar sebanding dengan suhu, durasi penggunaan dan berbanding
terbalik dengan faktor-faktor yang merusak jaringan. Salah satu faktor ketebalan
kulit. Pada anak kulit lebih tipis sehingga lebih mudah terjadi deep-dermal atau
full thickness burns. Pada bayi air suhu 60oC akan menyebabakan luka bakar
seluruh tebal kulit dalam waktu kurang dari 1 detik, anak yang sudah besar dapat
bertahan 5 detik, dan dewasa dapat bertahan 20 detik. Refleks menghindar pada
anak-anak masih kurang baik. Asesmen ketebalan kulit pada anak juga lebih sulit
karena tipisnya kulit. Pada naak warna merah tua dengan sedikit bintik
mengindikasikan deep-dermal yang dalam beberapa hari berubah suram menjadi
kekuningan yang menandakan full thickness burns.

Pertolongan pertama dan transport

54
Prinsipnya sama dengan dewasa, hanya perlu diingat anak <1 tahun tidak
memiliki refleks mengigil. Pengunaan air dingin saat pertama hanya boleh
diberikan 20 menit untuk mencegah hipotermia. Jangn mengunaka air es atau es
karena dapat mneyebabkan perluasan luka bakar karena trauma dingin. Selimut
dan plastic dapat diguanakn untuk mencegah hipotermia.

Jalan nafas

Obstruksi jalan nafas pada anak adalah hal umum. Pembesaran kelenjar
gondok,amandel, dan laryngomalacia mungkin ada sebelum cedera inhalasi dan
menurut anamnesis ada sleep apna, wheezing, mendengkur. Narkosis juga dapat
menyebabkan depresi nafas, begitupula edema.

Diameter saluran nafas anak lebih kecil, sehingga sedikit saja pembengkakan
menyebabkan obstruksi. Atas dasar ini pipa tanpa cuff digunakan pada anak < 10
tahun.

Intubasi pada anak harus dilakukan yang berpengalaman. Stabilisasi pipa lebih
sulit pada terutama pada jejas luak bakar pada wajah. Diperlukan 2 pengikat di
atas telinga dan distal dari pengikat lainnya. Jika intubasi tidak memungkinkan
lakukan krikotiroidektomi, sebagai solusi sementara selama tirodektomi
emergensi dipersiapkan.

Manajemen cairan

1. Perbedaaan pada anak dan dewasa


Volume darah pada anak 80ml/kgbb sedangkan dewasa 60-70ml/kgbb.
Kapasitas tubulus renalis relatif kecil. Sehingga kehilangan cairan pada
anak lebih cepat dan banyak. Atas dasar ini, pada anak dilakukan resusitasi
cairan dilakukan pada luka bakar > 10% edema serebri lebih mungkin
dijumpai pada anak dengan kelebihan cairan disertai hiponatremia. Risiko
ini dikurangi dengan meninggikan posisi kepala dalam 24 jam pertama.
2. Asesmen status cairan

55
Mekanisme kompensasi yang baik menunjukan sirkulasi yang baik.
Agitasi dan takikardia kurang bermakna karena dapat diperngaruhi kondisi
lain. Perlu dinilai pada anak takikardia, capillary refill time , suhu perifer,
dingin, motling, pucat, adanya disfungsi organ , takipnea, perubahan status
mental.
3. Produksi urin
Target urine output adalah 0.5-2ml/kgbb/jam. Bila tidak tercapai dapat
ditambahkan 5-10ml/kgbb bolus, atau ditambah 150% dari cairan total.
Penilaian berulang dalam 15-30 menit.
4. Kanula intravena
Dipasang kanula IV pada bagian yang tidak ada luka bakar, 2 jalur dengan
diameter 20G.
5. Maintenance cairan
Dengan formula holiday segar :
10 kg pertama x 100ml
11-20 kg kedua x 50 ml
>20 kg selanjutnya x 20 ml

Eskarotomi

Di indikasikan bila ada luka bakar melingkar seperti pada dewasa. Eskarotomi
trunkus lebih sering dilakuakn pada anak karena anak bernafas dominan
diafragma. Luka bakar pada dada anterio, lateral dan bagian atas abdomen
memerlukan sayatan melintas bagian atas abdomen sejajar tepi iga untuk
memungkinkan gerakan dinding dada dan abdomen terpisah.

Saluran cerna

Anak-anak lebih rentan dilatasi lambung karena masuknya udara saat


menangis, dipasang pipa naso-gatrik dan nutrisi enteral dini sehingga dapat
mencegeah gatroparesis.

Penilaian progesivitas luka

56
Penilaian kedalaman luka dalam 7-10 hari pertama sulit. Prinsipnya kulit tidak
mengalami epitelisasi dalam 10 hari maak harus dilakuakn skin grafting.

Aspek emosional

Perubahan emosional jangka panjang seorang anak sangat diperngaruhi


keluarga, dan lingkungannya.

Cedera bukan kecelakaan

Cedera bukan kecelakaan atau disengaja perlu diidentifikasi sehingga dapat


dilaporka pada pihak berwajib. Tiap rumah sakit memiliki protokol dalam hal
tersebut dan kerjasama antar lembaga. Perlu dicurigai jika penderita tidak
langsung dibawa kerumah sakit, terdapat ketidak sesuaian antara anamnesis
dan pemeriksaan fisik, tanda-tanda trauma kekerasan lainnya, dan pola cedera
tertentu contohnya tanda rokok dan lain-lain. Dalam prakteknya, cedera buka
kecelakaan penting secara sosial bukan medis.

Kriteria transfer

Luka bakar anak >5% atau terkena bagian khusus seperti pada dewasa.

2. 12 Luka Bakar Listrik

Pasien sengatan listrik tegangan tinggi, akan mengalami penurunan


kesadaran atau memiliki EKG abnormal saat masuk rumah sakit mungkin
memerlukan pemantauan EKG 24 jam. Gangguan ritmik jantung lebih
mungkin terjadi pada pasien yang memiliki gangguan jantung sebelumnya.
Selalu ingat bahwa luka masuk atau luka keluar yang lebih kecil dapat disertai
kerusakan jaringan yang berat.

57
Tabel 7. Klasifikasi Luka Bakar Listrik
Tegangan Kulit Kedalaman Gangguan irama
jaringan jantung
<1000V Luka masuk dan Jarang mencapai Henti jantung dini
keluar kedalaman atau tidak sama
sekali
>1000V Luka bakar Kerusakan otot Aliran melalui
percikan api dan rabdomiolisis toraks dapat
dengan luka dan sindroma menyebabkan
masuk dan kompartemen kerusakan
keluar mencapai miokardial dan
seluruh gangguan ritmik
ketebalan kulit yang timbul lambat
(full thickness)
Sambaran petir Luka bakar Perforasi gendang Henti nafas dan
percikan api telnga dan resusitasi
superfisila atau kerusakan kornea berkepanjangan
sedalam dermal,
luka bakar
keluar di kaki

Luka bakar dapat disebabkan karena tersengat listrik, luka bakar


listrik dibagi menjadi tiga golongan:
- Low-voltage burns
Low-voltage burns disebabkan listrik dibawah 1000 volt, termasuk
suplai listrik di perumahan. Baterai mobil paling umum
menyebabkan luka bakar akibat arus listrik pendek yang
diperantarai oleh bahan metal, seperti jam tangan metal dan cincin
pernikahan. Golongan luka ini menyebabkan luka lokal dan cardiac
arrest, tapi tidak terjadi kerusakan jaringan yang dalam.
- High-voltage burns
High-voltage burns disebabkan listrik diatas 1000 volt, contohnya
pada kabel transmisi listrik dan perusahaan listrik pusat. High-
voltage burns menyebabkan dua tipe luka bakar, yaitu flash burn
dan current transmission burns. Flash burn menyebabkan luka
bakar kulit tanpa kerusakan jaringan yang dalam. Current
transmission burns menyebabkan luka bakar kuit dan kerusakan

58
jaringan yang dalam, terjadi pembengkakan pada tungkai akibat
kerusakan otot, seperti pada crush syndrome, yang memerlukan
fasciotomi.
- Lightning burns
Luka bakar akibat tersengat listrik tegangan dengan votlase dan
ampere yang sangat tinggi, listrik DC dengan durasi yang singkat.
Luka bakar jenis ini menghasilkan lesi yang khas yang dikenal
dengan nama Lichtenberg flowers, tampak seperti arborescent atau
splashed-on.

Patofisiologi

Kerusakan jaringan akibat adanya resistensi jaringan, durasi kontak, dan besar
arus listrik. Setiap jaringan memiliki resistensi yang berbeda.kulit tebal dan kering
memilki resistensi yang lebih tinggi. Tulang sebagai konduktor yang buruk
menyebabkan joule effect , yaitu fenomenadiaman kenaikan suhu tulang terus
berkelanjutan bahkan setelah arus listrik berhenti.

Manajemen

Prosedur penyelamataan korban kecelakaan listrik harus memutuskan semua


hubungan dengan sumber listrik, perlu diingat bahwa listrik dapat dihantarkan
oleh udara, maka bagi penyelamat juga perlu perlindungan. Tegangan listrik
1000V hanya akan menimbulkan loncatan dalam beberapa millimeter, 5000V
hanya 1 cm, sedangkan 40.000V dapat samapi 13 cm.

Tatalaksana selanjutnya sama dengan prinsip tatalaksana luka bakar pada


umumnya. Hanya ditambahkan monitor EKG 24 jam karena risiko tinggi aritmia.

Pada resusitasi juga perlu diperhatikan haemochromogenuria, pantau perubahan


warna urin. Target urine output 75-100 ml/jam pada dewasa dan 2 ml/kgbb/jam
pada anak. Bila tidak tercapai direkomendasikan 12.5 g manitol setiap liter cairan
untuk mencapai diuretik osmotik.. Alkalisasi urin dengan penambahan bicarbonat
dapat digunakan

59
2. 13 Luka Bakar Kimia

Etiologi dan Klasifikasi


Kecelakaan laboratorium, penggunaan zat kimiawi dalam industri,
penggunaan untuk tujuan medis dan tindak kekerasan menyebabkan sebagian
besar luka bakar kimia pada penduduk sipil. Bahan kimia yang sering digunakan
dan dapat menyebabkan luka bakar, yaitu:

a. Keperluan Industri
Alkali : natrium, kalium, ammonium, lithium, barium, dan kalsium
hidroksida (sabun deterjen, pembersih dren, dan penghilang
cat).
Asam : pikrat, sulfasalisilat, tannic, trichloroacetic, cresylic, asetat,
format, klorida, da flourida (kaca dan elektronik).

b. Keperluan Rumah Tangga


Alkali :pembersih dren, penghilang cat, reagen tablet tes
glukosa urin.
Fenol :deodorant, pembersih, desifektan.
Natrium hipoklorat : desifektan, pemutih, deodorant.
Asam sulfat : pembersih toilet
Fosfor : kembang api, insektisida, pupuk

c. Keperluan Militer
Fosfor merah atau putih dan vesicants.

Patofisiologi

60
Kerusakan jaringan merupakan dampak langsung paparan bahan kimia
apapun tergantung pada kekuatan atau konsentrasi agen, kuantitas agen, cara dan
lamanya kontak dengan kulit/mukosa, daya penetrasi ke dalam jaringan, dan
mekanisme kerja. Perbedaan utama antara luka bakar kimia dan termal yaitu
lamanya waktu dimana kerusakan jaringan berlanjut sejak agen kimia
menyebabkan kerusakan yang progresif hingga dinonaktifkan menggunakan
bahan penetral atau pengenceran menggunakan air. Secara umum, bahan-bahan
kimia dapat menyebabkan terjadinya :

 Asam : nekrosis koagulasi.


 Alkali : nekrosis likuifaktif.
 Vesicants : nekrosis iskemia dan anoksia.
 Semua bahan kimia menyebabkan koagulasi protein melalui proses oksidasi,
korosif, atau penggaraman protein.
Adapun gambaran penting yang menandakan telah terjadinya toksisitas
sistemik dari beberapa zat kimia, yaitu:

 Hipokalsemia : oksalat, asam fluoride, dan fosfor yang terbakar.


 Gangguan/kerusakan sel hati dan ginjal : tannic, formic dan asam pikrat,
fosfor
dan minyak bumi.
 Cedera inhalasi : asam kuat atau ammonia.
 Methemoglobinemia dan hemolisis massif : kresol
 Perforasi septum nasi : asam kromat.

Pertolongan Pertama
Pertolongan pertama yang dapat dilakukan pada pasien-pasien dengan
trauma kimia, yaitu tanggalkan semua pakaian yang terkontaminasi bahan kimia
yang kering, alirkan air dengan konstan (kecuali bahan kimia yang mengandung
unsure natrium, kalium, dan litium). Tindakan ini dilakukan dalam waktu 10
menit pertama setelah terjadinya kontak dengan bahan kimia.

61
a. Luka Bakar karena Asam
Luka bakar asam ditandai dengan nyeri hebat. Penampilan luka bervariasi
mulai dari eritema hingga eskar hitam. Irigasi luka dilakukan menggunakan
air. Dan dilakukan tindakan pembedahan seperti pada luka bakar termal. Pada
luka bakar karena asam fluoride, asam fluoride bersifat sangat korosif dan
luka bakar dengan luas permukaan tubuh 2% dapat berakibat batal.
Tatalaksana pada kasus luka bakar akibat asam fluoride, yaitu :
 Aliran air.
 Potong kuku.
 Inaktivasi ion fluoride bebas racun dan mengubah garam tidak larut
dengan jel dimetil sulfoksid 10% (luka bakar mengandung kalsium
glukonat), injeksi kalsium glukonat 10% topical, (injeksi multiple 0,1-0,2
mL menggunakan jarum 30G di jaringan luka bakar), infus kalsium
glukonat intra-arterial, infuse kalsium glukonat intravena ischaemic
retrograde (Biers block), dan kadang diperlukan eksisi dini.

b. Luka Bakar Alkali


Merupakan luka bakar yang paling umum terjadi di rumah. Kerusakan jaringan
terjadi dalam kurun waktu panjang karena terjadi likuifaksi (pencairan) yang
menyebabkan kerusakan lebih dalam. Irigasi dilakukan lebih lama dibanding
pada irigasi luka bakar asam (kurang lebih 1 jam), dan pada luka bakar yang
dalam diperlukan tindakan operasi.

c. Luka Bakar Semen


Semen basah mengandung zat kaustik dengan pH 12,9. Nyeri dan luka bakar
akibat semen timbul lambat atau dlaam beberapa jam kemudian setelah kontak
dan diperlukan irigasi dalam waktu yang lama.

d. Luka Bakar Fosfor

62
Umumnya terjadi pada tentara. Fosfor putih terbakar spontan saat terpapar
udara, teroksidasi menjadi fosfor pentoksida. Partikel fosfor yang tertanam di
dalam kulit akan terus membakar. Tindakan yang harus dilakukan pada kasus
luka bakar fosfor yaitu pemberian air dalam jumlah yang banyak, dan
singkirkan partikel yang tampak, serta berikan tembaga sulfat. Kematian
berhubungan dengan efek sistemik dari hipotensi dan tubular nekrosis akut.

e. Bensin
Bensin merupakan campuran alkana, sikloalkana, dan hidrokarbon yang
kompleks. Komponen hidrokarbon merusak sel endotel yang menyebabkan
kerusakan paru-paru, hati, limpa, dan ginjal setelah kontak dengan kulit yang
mencakup area luas. Bensin melarutkan senyawa lipid dengan cepat dan
menyebabkan peningkatan permeabilitas membran diikuti kehilangan cairan.
Ada dua macam luka bakar bensin, yaitu :
 Terbakar. Kebutuhan cairan sering lebih tinggi dari luka bakar lainnya.
luka bakar cenderung menjadi lebih luas, memerlukan operasi dan
perawatan di rumah sakit lebih lama.
 Terendam atau kontak kulit yang luas berdampak pada luka bakar dengan
seluruh ketebalan kulit, kadang disertai kerusakan sistemik termasuk
paru-paru.

f. Aspal
Luka bakar disebabkan bentuk cair yang panas, bukan efek racum dari
aspal. Pada luka bakar akibat aspal dilakukan tindakan mendinginkan aspal
menggunakan air dalam jumlah besar, lepaskan pakaian namun jangan
mencoba melepaskan aspal yang melekat pada kulit, dan lepaskan aspal
menggunakan minyak parafin (dapat ditambahkan minyak tanah 1/3 nya).

g. Ter
Ter merupakan produk sisa gas batu bara. Ter mengandung bahan kimia
kompleks termasuk fenol, hidrokarbon, dan lain sebagainya yang menyebabkan

63
toksisitas berganda. Luka bakar yang terjadi disebabkan oleh suhu panas ter
dan toksisitas fenol. Luka bakar ter ditatalaksana menggunakan pendingin yaitu
toluene.

Komplikasi Anatomik Khusus

a. Gatrointestinal
Kecelakaan menelan zat korosif yang digunakan untuk keperluan rumah
tangga biasanya terjadi pada anak-anak. 1/3 pasien luka bakar intra-oral diikuti
dengan kerusakan esophagus. Gejala yang ditimbulkan tidak khas dan
diagnosis pasti adalah dengan pemeriksaan endoskopi. Untuk menentukan luat
kerusakan adalah dengan panendoskopi. Foto toraks, abdomen, dan ct scan
menunjukkan kerusakan ekstra-lumen. Eksplorasi bedah dan debridement
mungkin perlu dilakukan. pada luka bakar intra-oral juga dapat menyebabkan
striktur esophagus. Diperlukan tindakan endoskopi dan operasi untuk
mengatasi striktur.

b. Mata
Luka bakar kimia pada mata menyebabkan blefarospasme, keluar air
mata secara berlebihan, konjungtivitis, pembengkakan cepat epitel kornea,
kekeruhan lapisan anterior stroma dan terlepasnya sel di kambra anterior.
Gejala-gejala pada mata seperti di atas, diatasi dengan menggunakan air dan
bisa juga menggunakan diphoterine. Perawatan di rumah sakit dapat
berlangsung selama 48 jam. Diberikan juga antibiotika topical untuk
pencegahan infeksi sekunder. Komplikasi lanjut dapat berupa perforasi dan
ulserasi kornea, terbentuknya katarak, glaucoma sekunder, iridosiklitis, dan
simblefaron.

c. Saluran Trakeobronkus
Luka bakar langsung pada trakea dan bronkus adalah jarang. Luka bakar
pada trakea dan bronkus terjadi setelah menghirup agen kaustik atau terpapar

64
gas kimia misalnya ammonia. Gangguan pernapasan atau hipoksia memerlukan
pemeriksaan bronkoskopi fibre-optic. Dpaat diberikan bronkodilator dan
steroid untuk mengurangi bronkospasme serta peradangan. Dapat terjadi
bronkietasis sebagai komplikasi akhir. Diperlukan pemeriksaan lanjutan

65
BAB III

KESIMPULAN

Luka bakar adalah luka pada kulit atau jaringan lain yang disebabkan oleh
panas atau terkena radiasi, radioaktivitas, listrik, sentuhan atau kontak dengan
bahan kimia.
Luka bakar yang luas mempengaruhi metabolisme dan fungsi setiap sel
tubuh. Semua sistem terganggu terutama sistem kardiovaskuler. Semua organ
memerlukan aliran darah yang adekuat sehingga perubahan fungsi kardiovaskuler
memiliki dampak luas pada daya tahan hidup dan pemulihan pasien. Luas area
luka bakar dapat ditentukan berdasarkan rules of nine. Pada dewasa digunakan
rumus ini, yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung, pinggang dan bokong,
ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas kiri, paha kanan, paha kiri, tungkai dan
kaki kanan, serta tungkai dan kaki kiri masing-masing 9%. Sisanya 1% adalah
daerah genitalia. Rumus ini membantu menaksir luasnya permukaan tubuh yang
terbakar pada orang dewasa.
Prinsip dari perawatan luka bakar yang sukses adalah tim. Tidak ada seorang
individu yang mampu memenuhi sendiri kebutuhan-kebutuhan akut dan jangka
panjang dari pasien luka bakar. Maka dari itu, perawatan luka bakar yang terbaik
diserahkan di sebuah pusat luka bakar khusus di mana dokter yang
berpengalaman, perawat, terapis fisik dan pekerjaan, ahli gizi, psikolog, dan
pekerja sosial semua dapat berpartisipasi dalam perawatan individu. Dengan
pengecualian dari luka bakar yang kecil, semua pasien luka bakar harus dirujuk ke
pusat penanganan luka bakar.
Prognosis ditentukan oleh usia dan luas luka, serta cedera inhalasi, penanda
yang paling kuat untuk mortalitas luka bakar. Umur, bahkan sebagai variabel
tunggal, dapat memprediksi kematian pada luka bakar, dan kematian rawat inap
pada pasien luka bakar lansia adalah fungsi usia terlepas dari comorbidities.
lainnya pada pasien dewasa muda, komorbiditas seperti preinjury HIV, kanker
metastatik, dan ginjal atau penyakit hati dapat mempengaruhi mortalitas dan
panjang rawat inap.

66
DAFTAR PUSTAKA

1. Emergency Management of Severe Burns (EMSB), Course Manual, 17th


edition. Australia and New Zealand Burn Association Ltd, Februari 2013.

67

You might also like