Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Luka bakar merupakan salah satu insiden yang sering terjadi di masyarakat
khususnya rumah tangga dan ditemukan terbayak adalah luka bakar derajat II.
Luka bakar merupakan cedera yang mengakibatkan morbiditas dan derajat
cacat yang relatif tinggi dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain. Biaya
yang dibutuhkan untuk penanganan luka bakar pun ternyata cukup tinggi.
Luka bakar merupakan luka yang unik di antara bentuk-bentuk luka lainnya
karena luka tersebut meliputi sejumlah besar jaringan mati yang tetap berada
pada tempatnya untuk jangka waktu yang lama. Dengan cepat luka bakar akan
didiami oleh bakteri patogen, mengalami eksudasi dengan perembasan
sejumlah besar air, protein serta elektrolit, dan kerap kali memerlukan
pencangkokan kulit dari bagian tubuh untuk menghasilkan penutupan luka
yang permanen.
Kurang lebih 2,5 juta orang mengalami luka bakar di Amerika Serikat
setiap tahunnya dari kelompok ini 200.000 pasien memerlukan penanganan
rawat jalan dan 100.000 pasien dirawat di rumah sakit, sekitar 12.000
meniggal setiap tahunnya. Anak kecil dan orang tua merupakan populasi yang
beresiko tinggi untuk mengalami luka bakar, kaum remaja laki-laki dan pria
usia kerja juga lebih sering menderita luka bakar. Berdasarkan data dari
Departemen Kesehatan RI (2008), prevalensi luka bakar di Indonesia adalah
2,2 %. Menurut Tim Pusbankes 118 Persi DIY (2012) angka kematian akibat
luka bakar di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta berkisar 37%-39%
pertahun sedangkan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, rata-rata dirawat 6
pasien luka bakar perminggu setiap tahun. Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
(RSCM), pasien dengan luka bakar akut yang dirujuk pada tahun 2010
sebanyak 143 orang pasien. Dari 50 orang pasien, 24 orang pasien (48%)
meninggal dan 26 orang pasien (52%) dapat diselamatkan.
1
Luka bakar merupakan hal yang umum, namun bentuk cedera kulit yang
sebagian besar dapat dicegah. Dengan memperhatikan prinsip-prinsip dasar
resusitasi pada trauma dan penerapannya pada saat yang tepat diharapkan akan
dapat menurunkan angka kejadian luka bakar. Prinsip-prinsip dasar tersebut
meliputi kewaspadaan akan terjadinya gangguan jalan nafas pada penderita
yang mengalami trauma inhalasi, mempertahankan hemodinamik dalam batas
normal dengan resusitasi cairan, mengetahui dan mengobati penyulit-penyulit
yang mungkin terjadi. Mengendalikan suhu tubuh dan menjauhkan atau
mengeluarkan penderita dari lingkungan trauma panas juga merupakan prinsip
utama dari penanganan trauma termal.
Di Indonesia, luka bakar masih merupakan masalah yang berat. Perawatan
dan rehabilitasinya masih sukar dan memerlukan ketekunan, biaya mahal,
tenaga terlatih dan terampil. Sebagai dokter umum diharapkan dapat
melakukan tata laksana awal pada kasus luka bakar.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Definisi
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan dan atau kehilangan jaringan
yang disebabkan kontak dengan sumber panas atau suhu tinggi (seperti api,
air panas, bahan kimia, listrik, radiasi, atau gesekan akibat objek yang
bergerak sangat cepat) atau suhu yang sangat rendah.4
Luka bakar akibat gesekan objek yang bergerak cepat, contohnya
kontak kulit dengan mesin treadmill, kecelakaan kendaraan bermotor, dan
lain-lain. Luka bakar radiasi dapat disebabkan paparan energy solar,
radioterapi atau laser. Luka bakar juga dapat disebabkan oleh paparan dari
ledakan.5
Luka bakar dibagi menjadi tiga fase berdasarkan waktu terjadinya, yaitu
fase akut (0-48 jam) , fase subakut (21-32 hari), dan fase lanjut (8-12 bulan).
Fase akut harus segera ditatalaksana dan memprioritaskan penangganan
primary survey (ABCDE). Fase subakut biasanya terjadi gangguan berupa
sepsis atau Multi-system Organ Dysfunction Syndrome, sedangkan fase
lanjut terjadi jaringan parut (hipertropik, keloid, dan kontraktur).6
2. 2 Epidemiologi
Luka bakar merupakan cedera yang umum terjadi. Beberapa luka bakar
terjadi akibat kecelakaan, namun sebagian besar disebabkan karena kelalaian atau
kurangnya perhatian, kondisi medis sebelumnya (riwayat penyakit seperti
epilepsi, dan kelainan lainnya), atau juga dapat disebabkan karena mabuk atau
penggunaan obat-obatan narkotika.
3
Luka bakar sebesar 70% TBSA menghabiskan biaya $700.000 untuk
tatalaksana akut di rumah sakit, ditambah lagi biaya rehabilitasi, peningkatan
waktu kerja, dan berkurangnya penghasilan pasien merupakan jumlah tanggungan
yang besar bagi masyarakat untuk menangani luka bakar.
Pada orang dewasa dan anak-anak, tempat yang paling sering terjadi luka
bakar adalah di rumah. Pada anak-anak, lebih dari 80% kejadian luka bakar terjadi
di rumah. Tempat paling berbahaya di rumah yaitu dapur dan kamar mandi,
karena seringnya kejadian terkena air panas pada anak-anak. Selain itu ruangan
yang rentan terjadi luka bakar yaitu ruang mencuci pakaian karena mengandung
bahan-bahan kimia yang berbahaya, dan garasi.
Dua pertiga kejadian luka bakar di militer terjadi bukan pada saat perang.
Penyebab luka bakar di militer mirip pada kehidupan sehari-hari. Luka bakar
militer dengan komponen ledakan berisiko tinggi terjadinya cedera inhalasi
sebagaimana cedera kulit. Biasanya disertai dengan multipel trauma.
4
2. 3 Etiologi
Penyebab luka bakar tersering pada anak-anak yaitu air panas sedangkan
pada orang dewasa yaitu paparan api. Semakin bertambah usia anak-anak bekas
luka bakar menjadi seperti bekas luka bakar pada dewasa. Seiring bertambahnya
usia orang dewasa, pola cedera luka bakar juga berubah.
5
Riwayat perjalanan kejadian luka bakar harus diperhatikan untuk
mengetahui cedera lain yang mungkin terjadi:
kecelakaan lalu lintas jalan raya, terutama dengan kecepatan tinggi
ledakan
Cedera listrik, terutama tegangan tinggi
melompat atau terjatuh saat melarikan diri
Pasien yang tidak komunikatif, baik yang tidak sadar, intubasi, psikotik,
atau di bawah pengaruh zat-zat tertentu, harus dianggap berpotensi mengalami
cedera yang lain dan ditata laksana dengan tepat.
Petugas medis harus mengenakan alat pelindung diri (APD) seperti sarung
tangan, kacamata dan apron sebelum menemui pasien.
Pertolongan pertama
Hal ini efektif pada tiga jam pertama dari waktu kejadian terjadinya luka
bakar.
6
Primary Survey
7
B. Breathing dan Ventilasi
Periksa dada dan pastikan ekspansi dada cukup dan sama.
Selalu berikan oksigen tambahan -100% aliran tinggi (15 l/
menit) melalui NRM.
Jika diperlukan ventilasi melalui bag and mask atau intubasi
pasien jika perlu.
Keracunan karbon monoksida dapat memberi warna cherry
pink,dan pasien tidak bernafas.
Hati-hati dengan laju pernafasan <10 atau >30 per menit.
Waspadai luka bakar melingkar - apakah escharotomy
dibutuhkan?
8
Munculnya awal tanda klinis syok biasanya karena penyebab lain. Temukan
dan lakukan tatalaksana..
Resusitasi cairan
Cairan awal diberikan sesuai dengan rumus Modified Parkland:
3-4mls x berat (kg) x% membakar TBSA + maintanance untuk anak-
anak
Kristaloid (misalnya larutan Hartmann) adalah cairan yang dianjurkan
Setengah dari cairan yang dihitung diberikan dalam delapan jam
pertama; Sisanya diberikan selama enam belas jam berikutnya
9
Waktu cedera menandai dimulainya resusitasi cairan
Jika hemorrhage atau non-burn shock, tata laksana sesuai dengan
pedoman trauma.
Pantau adekuasi resusitasi dengan:
- Kateter urin, hitung output per jam
- EKG, denyut nadi, tekanan darah, laju pernafasan, oksimetri dan
analisis gas darah arterial yang sesuai
Sesuaikan cairan resusitasi seperti indikasi.
Analgesia
Burn hurt (nyeri luka bakar) - berikan morfin intravena 0,05-0,1 mg / kg
Titrate to effect - dosis yang lebih kecil sering lebih aman.
Test
X-Ray
- Lateral cervical spine
- Thorak (dada)
- Pelvis
- Pencitraan lainnya sebagai indikasi klinis
Tube/Tabung
Nasogastric tube
Masukkan nasogastric tube untuk luka bakar yang lebih besar (>
10% pada anak-anak; > 20% pada orang dewasa), jika terdapat cedera,
atau dekompresi perut untuk perpindahan udara. Gastroparesis biasa
terjadi.
Secondary Survey
Secondary survey merupakan pemeriksaan menyeluruh, pemeriksaan dari
kepala hingga kaki setelah kondisi yang mengancam jiwa telah ditata laksana.
Riwayat:
A – Alergi
10
M – Medication (Pengobatan)
P – Past illness (penyakit masa lalu)
L – last meal (makan terakhir)
E - Events / Environment yang berkaitan dengan cedera
Mekanisme Cedera
Harus diperoleh informasi mengenai interaksi antara orang dan
lingkungannya selengkap-lengkapnya:
Burn
Jangka waktu pemaparan
Jenis pakaian yang dipakai
Suhu dan sifat cairan jika luka bakar cairan
Pertolongan pertama yang dilakukan
Penetrating
Kecepatan rudal
Kedekatan (proximity)
Arah perjalanan
Panjang pisau, panjang yang tertancap di tubuh, arah
Blunt (Tumpul)
Kecepatan perjalanan dan sudut benturan
Penggunaan pengekangan
Jumlah kerusakan kompartemen
Ejection?
Jatuh dari ketinggian
Jenis ledakan dan jarak terlempar
Pemeriksaan
11
Kepala
Mata ... melihat ketajaman penglihatan
Kulit kepala ... laserasi, massa
Wajah
Stabilitas wajah
Periksa gigi yang hilang / maloklusi
CSF bocor dari hidung, telinga atau mulut
Ludah, bula, edema lidah atau faring
Leher
Inspeksi, palpasi, x-ray. Selalu curiga fraktur cervical
Laserasi dalam ke platysma-operasi atau angiografi
Dada
Periksa seluruh dada - depan dan belakang
Tulang rusuk, klavikula dan sternum
Periksa suara nafas dan suara jantung
Luka bakar sirkumensensial mungkin memerlukan escharotomy jika membatasi
ventilasi
Batuk produktif
Suara yang berubah atau batuk
Abdomen
Memerlukan reevaluasi yang sering dilakukan terutama untuk meningkatkan
tenderness dan distensi
Jika ada memar sabuk pengaman, asumsikan patologi intra abdomen seperti
ruptur viskus
Jika penilaian abdomen tidak dapat diandalkan, tidak jelas atau tidak praktis,
misalnya dengan adanya luka bakar perut yang ekstensif, maka penyelidikan lebih
12
lanjut dengan CT scan, atau Focused Assessment with Sonography for Trauma
(FAST) scan adalah wajib pada pasien yang mengalami cedera multiply.
Perineum
Memar, darah
Rektal
Darah, laserasi, tonus sfingter, terabaprostat
Vagina
Benda asing, laserasi
Tungkai
Kontras, deformitas, kelembutan, krepitus
Pelvis
Diperlukan akses cepat pemeriksaan radiologi di unit gawat darurat untuk menilai
stabilitas tulang pelvis. Bila pemeriksaan radiologi tidak memungkinkan,
pemeriksaan stabilitas dengan menekan simfisis dan ilium anterior harus
dilakukan. Manuver ini hanya dapat dilakukan satu kali saja.
Neurologis
Glasgow Coma Scale
Penilaian motorik dan sensorik terhadap semua anggota badan
13
Paralysis atau paresis menunjukkan adanya cedera berat dan imobilisasi dengan
spinal board dan semi-rigid collar
Catatan: pada pasien luka bakar, paresis pada anggota tubuh mungkin karena
insufisiensi vaskular yang disebabkan oleh eschar sehingga escharotomy harus
dilakukan.
Dokumentasi
Buat catatan
Carilah izin untuk fotografi dan prosedur
Berikan profilaksis tetanus jika diperlukan
Re-evaluate
Evaluasi ulang primary survey – khususnya
- Pernafasan
- Insufisiensi sirkulasi perifer
- Penurunan neurologis
- resusitasi cairan yang adekuat
- meninjau hasil radiologi
- Perhatikan warna urin untuk haemochromogens
Investigasi laboratorium:
- Hemoglobin / hematokrit
- Urea / kreatinin
- Elektrolit
- Mikroskopi urin
14
- Gas darah arterial
- Carboxyhaemoglobin (jika tersedia)
- Tingkat gula darah
- Rincian obat (mungkin diminta oleh Polisi)
- X-ray dada
- Elektrokardiogram
15
Bila dijumpai residu bahan kimia di kulit, proses pembakaran akan terus
berlanjut. Oleh karena itu, pakaian yang terkontaminasi harus dibuka dan luka
dicuci dengan menggunakan sejumlah besar air dalam waktu cukup lama.
Penanganan khusus selanjutnya akan disesuaikan dengan jenis zat kimia yang
menyebabkan luka bakar.
Luka bakar kimia pada mata memerlukan pembilasan secara kontinu
menggunakan air. Adanya pembengkakan kelopak mata dan spasme otot disertai
nyeri akan menghalangi pencucian adekuat. Untuk irigasi kadang diperlukan
prosedur retraksi kelopak mata yang baik. Konsultasi dengan bagian oftalmologi
pada kasus ini sangat diperlukan.
Pembakaran adalah metode yang sering berhasil dan percobaan bunuh diri.
Pasien dengan luka berat memerlukan penanganan dan konseling simpatik selama
periode singkat sebelum kematian. Dosis besar narkotika atau intubasi endotrakeal
yang tidak tepat mencegah aspek penting dari manajemen terminal ini. Hal ini
juga membuat hubungan akhir yang penting dengan kerabat yang berduka tidak
mungkin dilakukan. Setiap usaha harus dilakukan untuk memudahkan komunikasi
pasien. Pasien dengan cedera non-fatal akan memerlukan penilaian kejiwaan dan
ini mungkin diperlukan segera untuk mencegah usaha bunuh diri lebih lanjut.
Beberapa pasien dengan kepribadian abnormal atau di bawah pengaruh zat
memabukkan mungkin mengalami kekerasan selama manajemen darurat dan staf
harus berhati-hati untuk menghindari cedera pribadi.
16
A. Respon Lokal
Berdasarkan karya eksperimental yang dilakukan pada tahun 1950 oleh
Jackson di Birmingham, sebuah model luka bakar dibuat yang membantu
pemahaman patofisiologi luka bakar.
17
Secara klinis hal ini terlihat sebagai perkembangan kedalaman luka bakar. Ini
menghasilkan fenomena daerah luka bakar yang tampak viable pada awalnya tapi
kemudian (3-5 hari setelah terbakar) menjadi nekrotik.
B. Respon Umum
1. Pertukaran Kapiler Normal
I. Zat melewati dinding kapiler dengan salah satu dari tiga cara: difusi,
filtrasi, dan transportasi molekuler besar
a. Difusi adalah mekanisme pengalihan partikel sangat kecil seperti
oksigen, karbon
dioksida atau sodium. Ini menyiratkan bahwa partikel-partikel ini
melintasi dinding kapiler (membran) dengan mudah dan bergerak ke
arah konsentrasi ("menurun" dari yang lebih terkonsentrasi ke kurang).
b. Filtrasi adalah mekanisme transfer air dan beberapa zat lainnya.
Jumlah air yang disaring melalui kapiler tergantung pada kekuatan
yang mendorong masuk dan keluar dinding kapiler, serta faktor-faktor
18
di dinding kapiler. Kekuatan yang menyebabkan pergerakan melewati
dinding kapiler dirangkum oleh Hipotesis Starling.
c. Transpor molekul besar kurang dipahami dengan baik. Molekul besar
mungkin melintasi dinding kapiler kebanyakan dengan melewati ruang
antara sel endotel. Kapiler cukup tahan terhadap molekul besar itulah
sebabnya mengapa disebut "semipermeabel" (mudah menyerap air dan
partikel kecil seperti Na, Cl, namun relatif
kedap molekul besar seperti albumin). Meski begitu, setiap hari 50% -
100% dari
albumin serum tubuh melintasi kapiler dan dikembalikan ke darah
melalui sistem limfatik.
II. Variasi normal pada filtrasi terjadi karena faktor di dinding kapiler
(misalnya ginjal
kapiler mengeluarkan lebih banyak air daripada kapiler otot) dan juga
faktor-faktor yang disebutkan di dalam Hipotesis Starling. Tekanan
hidrostatik kapiler tergantung pada tekanan darah mengalir serta daya
tahan terhadap darah yang mengalir keluar (dikontrol oleh pre-dan post
capillary sphincters). Tekanan Osmotik koloid terhadap plasma hampir
sepenuhnya bergantung pada konsentrasi serum albumin. Itu Tekanan
osmotik koloid dari cairan interstisial disebabkan oleh jumlah albumin dan
substansi dasar yang ada di antar sel.
2. Abnormal Capillary Exchange
Perubahan ini disebabkan oleh mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel
endotel yang rusak, oleh trombosit, dan oleh leukosit.
i. Vasodilatasi adalah salah satu respon vaskular utama terhadap
peradangan dan menyebabkan:
a. Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler.
b. Membuka semua kapiler bukan hanya beberapa.
c. Peregangan dinding kapiler yang meningkatkan luas
permukaan kapiler
membran dan membuka ruang antara sel endotel.
19
d. Pemenuhan darah pada pembuluh darah kecil
ii. Ada tanda-tanda peningkatan permeabilitas membran kapiler. Ini
menyebabkan
peningkatan pengangkutan zat oleh ketiga mekanisme, difusi,
filtrasi dan transportasi molekul besar. Namun, transportasi
molekul besar paling terpengaruh, dan ada peningkatan dramatis
pada pergerakan albumin melintasi membran kapiler. Hal ini
menyebabkan gerakan albumin yang masif keluar dari sirkulasi dan
masuk ke ruang interstisial yang menghasilkan edema.
iii. Kerusakan jaringan akibat luka bakar dapat menyebabkan
kerusakan substansi dasar antar sel. Ini bisa berkontribusi pada
peningkatan pesat tekanan osmotik koloid dari ruang interstisial.
Efek lain dari luka bakar di tanah interselular
Zat adalah uncoiling dari molekul panjang, yang diperkirakan
menyebabkan perluasan ruang dan sehingga menurunkan tekanan
hidrostatiknya
20
Koreksi hipovolemia merupakan tatalaksana untuk menyelamatkan
nyawa pada satu jam pertama setelah cedera termal besar.
ii. Keadaan hiper metabolik akibat cedera dikarenakan sekresi
hormon stres kortisol, katekolamin dan glukagon. Selain itu
penolakan terhadap hormon anabolik (hormon pertumbuhan,
insulin dan steroid anabolik) dan mekanisme saraf menyebabkan
katabolisme mendalam yang mengakibatkan kerusakan protein
otot. Secara klinis perubahan dinyatakan sebagai takikardia,
hipertermia dan pembuangan protein.
iii. Imunosupresi disebabkan olehpemurunani mekanisme kekebalan
tubuh
seluler dan humoral. Inilah sebabnya mengapa infeksi masih
menjadi penyebab utama kematian akibat luka bakar pasien.
iv. Sebagai bagian dari reaksi terhadap cedera dan untuk mengejutkan
fungsi penghalang usus yang sangat terganggu sehingga
menyebabkan peningkatan translokasi bakteri. Hal ini dapat
diminimalkan dengan memulai nutrisi enteral.
v. Paru-paru sering mengalami perubahan respons inflamasi sistemik
pasca bakar (Acute Respiratory Distress Syndrome [ARDS])
meskipun tidak ada cedera inhalasi
vi. Perubahan seluruh tubuh yang meluas dalam pertumbuhan juga
terjadi dan bertahan selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun
setelah penyembuhan luka bakar. Ada peningkatan deposisi sentral
lemak, penurunan pertumbuhan otot, penurunan mineralisasi
tulang, dan penurunan pertumbuhan tubuh secara longitudinal.
Meski kecepatan pertumbuhan bisa kembali normal setelah 1-3
tahun itu tidak melebihi pertumbuhan normal sehingga catch-up
tidak terjadi.
21
2. 6 Cedera Inhalasi
A. Definisi
Terhirupnya uap panas dan atau produk pembakaran yang
menyebabkan kerusakan traktus respiratorius dalam berbagai cara. Lebih
lanjut, absorpsi produk pembakaran menimbulkan efek toksik yang serius
baik lokal maupun sistemik.
Cedera inhalasi diikuti tingginya mortalitas pada luka bakar. Dengan
adanya cedera inhalasi, angka mortalitas luka bakar meningkat 30% diikuti
risiko timbulnya pneumonia. Bila dijumpai pneumonia, angka mortalitas
meningkat hingga 60%. Pada anak-anak, luka bakar dengan luas 50%
disertai cedera inhalasi memiliki mortalitas yang sama dengan luas 73%
tanpa cedera inhalasi.
Cedera inhalasi yang sebelumnya disebut luka bakar traktus
respiratorius, kerap menyertai luka bakar di daerah kepala dan leher, lebih
kurang 45% luka bakar pada muka, disertai cedera inhalasi.
22
saat seseorang terperangkap di ruang tertutup pada ruang yang
terpenuhi oleh api maupun uap panas.
Perubahan patologik yang terjadi adalah sama dengan yang
terjadi di kulit, dengan kerusakan sesuai proporsinya. Dilepaskan
mediator inflamasi pasca paparan ini menyebabkan edema yang
awalnya mengakibatkan obstruksi, selanjutnya menyebabkan
hilangnya fungsi proteksi mukosa.
Obstruksi jalan napas akibat edema ini dapat menetap,
melampaui batas waktu edema pada luka (umumnya antara 12-36
jam/. Edema di kulit leher kerap memperberat obstruksi. Hal ini lebih
sering dijumpai pada anak-anak yang memiliki jalan napas lebih
sempit disamping leher yang pendek, sehingga edema sangat cepat
menimbulkan abnormalitas.
Harus selalu diingat, bahwa luka bakar yang mencakup luas
lebih dari 20% permukaaan tubuh, kerap dijumpai respon inflamasi
sistemik. Meski tidak ada cedera langsung pada jalan napas, mukosa
mengalami edema, terutama kasus-kasus yang memerlukan cairan
dalam jumlah besar untuk tujuan resusitasi, hal ini akan memperburuk
jalan napas.
Jalan napas bagian atas memiliki kemampuan lebih efektif untuk
menyalurkan panas pada paparan termal dibandingkan saluran napas
bagian bawah.
2. Kerusakan jalan napas di bawah laring (kerusakan pulmoner)
Perubahan patologik terjadi akibat terhirupnya produk
pembakaran. Api menyebabkan oksidasi dan reduksi dari komponen
yang mengandung karbon, sulfur, fosfor dan nitrogen. Komponen
kimiawi yang terbentuk antara lain adalah karbon monoksida, karbon
dioksida, sianida, ester dan komponen organik kompleks seperti
amonia, fosgen, hidrogen klorida. Polyvinyl chloride (PVC) misalnya,
saat terbakar menghasilkan sekurangnya 75 macam zat toksik
potensial yang berbahaya untuk jalan napas. Asam dan basa dihasilkan
23
saat komponen ini terlarut di dalam cairan yang ada di saluran napas
(mukus, dsb). Zat-zat ini menyebabkan luka bakar kimia.
Disamping itu, partiker berukuran kurang dari 1µm yang
terhirup mengandung zat kimia yang bersifat iritan dan menyebabkan
kerusakan alveolus. Zat-zat kimia ini, saat kontak dengan mukosa dan
parenkim paru menginisiasi produksi mediator inflamasi dan reactive
oxygen species. Kondisi ini memicu edema dan memiliki potensi
melapisi mukosa trakea bronkus.
Jalan napas bagian bawah juga terpapar pada kemungkinan
terbentuknya cost dan sumbatan yang mengakibatkan obstruksi.
Selanjutnya, parenkim paru mengalami kerusakan. Terjadinya disrupsi
membran alveolar-kapiler, terbentuknya eksudat inflammasi dan
hilangnya surfaktan. Kondisi ini menyebabkan atelektasis, edema
interstisium dan edema paru yang mengakibatkan hipoksemia dan
menurunnya compliance paru..
3. Intoksikasi sistemik (hipoksia sistemik)
Terdapat dua penyebab intoksikasi pada cedera inhalasi, yaitu
korban monoksida dan sianida. Keduanya menyebabkan oksidasi
karbon inkomplit.
Karbon Monoksida
Merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat
cepat masuk ke aliran darah dan mengalami difusi dengan hemoglobin
(Hb), karena memiliki afinitas terhadap hemoglobin 240 kali lebih
besar dibandingkan dengan oksigen; selanjutnya membentuk
carboxyhaemoglobin (COHb). Ikatan ini menurunkan efektivitas
kemampuan darah mengikat oksigen karena menempati oxygen
binding site untuk kurun waktu yang panjang. CO menyebabkan
hipoksia jaringan dengan cara mengurangi oxygen delivery dan
utilisasi di tingkat sel.
Selain mengikat hemoglobi, CO juga memiliki afinitas kuat
untuk berikatan dengan komponen selain haem, diantaranya yang
24
sangat penting adalah cytochrome intrasel. Ikatan ini memiliki
dampak toksik langsung diikuti abnormalitas fungsi sel sebagai
komponen utama tokisitas CO. Pada intoksikasi CO ini, ensefalopati
merupakan gejala sisa (sequelae) yang serius, meski mekanisme nya
belum diketahui secara pasti, namun diduga kuat terjadi akibat proses
peroksidasi lipid serebral.
Kada oksigen terlarut dalam plasma tidak terpengaruhi,
sehingga kerap dijumpai nilai PaO2 dalam batas normal. Indikator
hipoksia umumnya tidak menghadirkan informasi adanya hipoksia.
Hemoglobin yang tidak berikatan dengan O2 menyebabkan
perubahan warna kuli menjadi kebiruan (sianosis). COHb
menunjukkan perubahan warna merah muda (cherry red).
Pemeriksaan oksimetri standar tidak dapat membedakan
oxyhaemoglobin dengan carboxyhaemoglobin sehingga jarang
digunakan pada metode asesmen pada keracunan CO. Analissis gas
darah dengan co-oxymetry merupakan satu-satunya metode yang
dapat diandalkan untuk menilai kadar oxyhaemoglobin dan
carboxyhaemoglobin. Carboxyhaemoglobin mengalami disosiasi
lambat, dengan waktu paruh 250 menit pada suhu kamar.
Penderita dengan intoksikasi CO kerap mengalami confusion
dan disorientasi, menunjukkan gejala serupa dengan hipoksia, cedera
kepala dan keracunan alkohol.
Tabel 3 . Intoksikasi Karbon Monoksida
Carboxyhaemoglobin Gejala
0-15 Tidak ada (perokok, pekerja tambang
15-20 Nyeri kepala, Confusion
20-40 Nausea, Fatigue, Disorientasi, Iritabel
40-60 Halusinasi, Ataksia, Sinkop, Konvulsi,
Koma
>60 Meninngal
25
Pasien luka bakar dengan perubahan status kesadaran harus
dianggap mengalami intoksikasi CO hingga terbukti tidak.
Keracunan Sianida
Terjadi karena produksi hidrogen sianida akibat terbakarnya
plastik atau lem yang digunakan untuk furnitur. Zat ini diabsorbsi
melalui paru dan berikatan dengan sistem cytochrome. Fungsi
cytochrome terhambat mengakibatkan berlangsungnya metabolisme
anaerob. Secara bertahap dimetabolisme oleh enzim hati (rhodenase).
Kadar sianida dalam darah hampir tidak dapat dideteksi dan
maknanya masih diperdebatkan. Pada perokok kadarnya mencapai 0,1
mg/L, dan diketahui bahwa kadar letal mencapai 1,0 mg/L. Gejala
yang ditimbulkannya antara lain hilangnya kesadaran, neurotoksitas
dan kovulsi. Pada praktek sehari-hari, keracunan sianida termasuk
jarang terjadi, kerap dijumpai bersama intoksikasi CO.
26
kewaspadaan penuh dalam deteksi. Hal ini umumnya dijumpai pada
obstruksi di atas laring. Sedangkan kecurigaan adanya obstruksi di bawah
laring timbul bila dijumpai pasien gelisah dan confusion.
Anamnesis
Riwayat terbakar di ruang tertutup atau adanya ledakan bahan bakar
(bensin, gas), ledakan bom harus dicurigai adanya cedera inhalasi.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan berikut menunjukkan adanya kecurigaan cedera inhalasi
Tabel 4. Cedera Inhalasi
Hal yang diobservasi Yang didengar
Tracheal Tug
Retraksi iga
27
12 jam – 5 hari Bertambahnya hipoksia
Edema paru/ ARDS
Gagal pernapasan
Meninggal di
tempat
Penurunan kesadaran
Perburukan awal Stupor
Intoksikasi Confusion
Drowsiness
Perbaikan dengan Poor mentatiom
berjalannya waktu Gangguan visual
Nyeri kepala
28
memfasilitasi oksigenasi jaringan selama asesmen dan tatalaksana
berikutnya. Patensi jalan napas mutlak diperlukan untuk sampainya oksigen
ke paru.
1. Tatalaksana cedera inhalasi di atas laring
Proteksi tulang belakang servikal bersifat mandatorik, semua
penderita dengan kecurigaan cedera inhalasi harus diobservasi secara
ketat. Karena obstruksi yang berlangsung progresif dan cepat sangat
mungkin terjadi (terutama pada anak-anak dimana jalan napas relatif
pendek dan kecil), maka peralatan emergensi untuk prosedur intubasi
harus disiapkan. Asesmen mengenai kondisi klinik penderita secara
frekuen menjadi sangat penting karenanya bila dijumpai obstruksi, segera
amankan jalan napas dengan intubasi endotrakea.
Intubasi harus dikerjakan segera. Keterlambatan akan diikuti edema
jalan napas, semakin berat yang menyebabkan kesulitan dalam prosedur
intubasi. Stridor dan distres pernapasan meupakan indikasi intubasi.
Indikasi intubasi:
- Kebutuhan mempertahankan patensi jalan napas/ proteksi
jalan napas
- Obstruksi mengancam
- Penurunan tingkat kesadaran
- Fasilitasi transpor penderita
- Kebutuhan untuk penggunaan ventilator
- Oksigenasi terganggu
Bila dijumpai keraguan, intubasi.
2. Tatalaksana cedera inhalasi di bawah laring
Tatalaksana ditujukan sebagai penunjang respirasi:
a. Oksigen dosis tinggi
Pada semua penderita luka bakar harus diberikan oksigen
dosis tinggi (15 L/menit) menggunakan non rebreathing mask.
Hal ini terutama diperlukan pada kecurigaan mengenai
parnekim paru.
29
b. Intubasi
Intubasi endotrakea diperlukan untuk memfasilitasi
pencucian bronkus (bronchialtoilet) untuk mengatasi
hipersekresi, sehingga pemberian oksigen efektif.
c. Intermittent Positive Pressure Ventilation (IPPV)
Hal ini menjadi penting bila oksigenasi pada penderita
tidak menunjukkan respon pada pemberian oksigen melalui
prosedur sederhana sebagaimana diuraikan sebelumnya. Karena
itu diperlukan ventilasi manual menggunakan bag yang
terpasang pada pipa endotrakea dan pasokan oksigen, atau
menggunakan ventilator mekanik.
30
terseida, berikan oksigen dengan tekanan hiperbarik untuk
tujuan pencucian CO, meski masih dijumpai keraguan
evidence dalam perbaikan neurologik.
d. Oksigen
Tatalaksane emergensi standar adalah menghembuskan
oksigen 100% menggunakan sungkup (mask). Prosedur ini
dilanjutkan hingga kadar COHb kembali normal. Prosedur
pencucian CO sekunder pada ikatannya dengan cytochrome
hanya akan menyebabkan peningkatan kecil kadar COHb
dalam 24 jam berikutnya, dan pemberian oksigen dalam hal ini
harus dilanjutkan.
e. Oksigen + IPPV
Modalitas ini diperlukan pada penderita tidak sadar, atau
cedera inhalasi dengan respon intoksikasi sistemik.
f. Intoksikasi sianida
Intoksikasi sianida kerap bersifat fatal. Prosedur eliminasi
sianida di hepar berlangsung sangat lambat. Meski pemberian
hydroxycobalamin dosis tinggi dalam bentuk injeksi sangat
dianjurkan, namun pada umumnya tidak tersedia di instalasi
gawat darurat.
g. Intoksikasi Hidrogen Fluorida (HF)
Bila HF diabsorbsi sistemik, akan mempengaruhi efisiensi
kalsium serum. Hal ini akan mengakibatkan hipokalsemia.
Pemberian cairan yang ditambahkan kalsium akan melawan
efek negatif HF.
2. 7 Asesmen Luka
31
penyebab dan lamanya kontak. Suhu di atas 50oC menyebabkan nekrosis jaringan,
terutama pada anak-anak dan usia lanjut.
32
terebar, atau mereka yang tidak berkenan menggunakan metode estimasi
menurut Rule of Nines.
Perhitungan menggunakan Rule of Nines relatif akurat pada dewasa,
namun tidak demikian halnya pada anak-anak. Hal ini disebabkan karena
perbedaan proporsi luas permukaan tubuh dibandingkan dewasa. Anak-anak
secara proporsional memiliki kepala dan bahu lebih besar dibandingkan
dewasa. Penerapan Rule of Nines dewasa pada anak-anak akan
menyebabkan kekurangan atau kelebihan estimasi ukuran, dan diikuti
konsekuensi ketidaktepatan dalam perhitungan kebutuhan cairan resusitasi.
Atas dasar hal ini, digunakan Rule of Nines pediatrik (gambar 4) pada
metode ini, perhitungan dimodifikasi pada berbagai kelompok usia untuk
memperoleh akurasi perhitungan
33
B. Struktur dan Fungsi Kulit
Kulit terdiri dari dua lapis, yaitu epidermis dan dermis. Epidermis
merupakan lapisan superfisial yang berperan mengendalikan evaporasi
cairan tubuh, dan secara teratur diproduksi oleh proses divisi lamina basalis
epidermis.
34
sehingga menimbulkan deformitas yang nyata, terutama saat terdapat infeksi
bakterial.
35
Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari
satu bulan.
3. Luka Bakar derajat II:
Kerusakan meliputi seluruh tebal kulit dan lapisan yang lebih
dalam sampai mencapai jaringan subkutan, otot dan tulang. Organ
kulit mengalami kerusakan, tidak ada lagi sisa elemen epitel. Tidak
dijumpai bullae, kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan lebih
pucat sampai berwarna hitam kering. Terjadi koagulasi protein
pada epidermis yang dikenal sebagai eskar. Tidak dijumpai rasa
nyeri dan hilang sensasi karena ujung-ujung sensorik rusak,
penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi epitelisasi spontan.
36
2. 8 Syok Luka Bakar dan Resusitasi Cairan
Pada luka bakar, terjadi sekuestrasi cairan ke daerah cedera dan saat
mencapai atau melebihi 20-30%, akan bersift masif (sistemik). Edema dalam
jumlah besar ditambah adanya evaporative loss pada luka akan menyebabkan
defisit volume plasma. Hal ini akan menyebabkan hipovolemia yang manakala
tidak dikoreksi, akan memicu terjadinya gagal organ yang bersifat sistemik,
khususnya acute kidney injury.
Disini akan dijelaskan patogenesis edema dan syok hipovolemia pasca luka
bakar, resusitasi dan pemantauannya.
Cedera termal menyebabkan perubahan nyata pada mikroirkulasi baik di
daerah luka bakar maupun di daerah non luka bakar (sistemik). Tiga zona
terbentuk pada suatu cedera termal.
1. Zona sentral, nekrosis koagulatif
2. Zona intermediate atau zona stasis, tidak ada aliran darah
3. Zona perifer, menunjukkan vasodilatasi, peningkatan aliran darah dan
hiperemia.
Pada luka bakar luas (>20-30% luas permukaan tubuh), jumlah mediator
yang diproduksi demikian banyak diikuti peningkatan permeabilitas yang
berlangsung luas hingga dijumpai pembentukan edema yang masif dan sistemik.
Hal ini menyebabkan terjadinya syok hipovolemia dalam waktu singkat. Hal ini
ditunjang adanya kerusakan anatomik endothelial lining sistem mikrovaskulatur
yang terdeteksi pada pemeriksaan miksroskop elektron.
37
misalnya larutan Hartmann (Lactated Ringers) atau Plasmalyte diakui secara luas
untuk digunakan sebagai inisiasi prosedur resusitasi.
Luas luka bakar dihitung menggunakan Rule of Nines atau burn body chat
bila tersedia. Timbang berat badan pasien bila mungkin, atau peroleh informasi
data tersebut pada anamnesis. Data ini diperlukan dalam memperhitungkan
formula resusitasi:
38
Catatan: kalkulasi kebutuhan cairan dimulai sejak saat terjadi cedera,
bukan terhitung sejak masuk rumah sakit.
Cairan diberikan melalui dua buah kanul berdiameter besar (pada
dewasa 16 G) sedapat mungkin di daerah non- luka bakar. Pertimbangkan
akses intra-osseous (IO) bila diperlukan. Larutan salin normal umumnya
dikemas bersama dekstrosa 2,5% untuk kemasan ini, tambahkan 25 mL
dekstrosa 50% ke dalam kantong berisi 500 mL cairan. Bila larutan tersedia
merupakan larutan salin hipotonik tanpa glukosa, tambahkan 50 mL
dekstrosa 50% ke dalam kantong berisi 500 mL cairan.
Kalkulasi volume yang diestimasi dalam 24 jam pertama saat edema
terbentuk beberapa saat pasca luka bakar:
- Separuh kebutuhan berdasarkan kalkulasi volume diberikan
dalam 8 jam dan separuh sisanya diberikan dalam 16 jam
berikutnya
- Cairan maintenance bagi anak-anak dibagi dalam 24 jam secara
merata.
Pengurangan cairan tidak sebanding dengan berkurangnya
pembentukan edema, formula ini hanya merupakan petunjuk (paduan,
guidelines) yang harus disesuaikan sesuai kebutuhan individu.
Bila produksi urine tidak mencukupi, berikan cairan ekstra:
Bolus cairan 5-10 mL/kg dan / atau tingkatkan jumlah cairan
berikutnya sejumlah 150% volume sebelumnya.
Dalam 24 jam kedua pasca luka bakar, larutan koloid dapat diberikan untuk
restorasi volume sirkulasi menggunakan formula:
0,5 mL albumin 5% x kg berat badan x % luas luka bakar.
Disamping itu, larutan elektrolit harus diberikan untuk kebutuhan
evaporative loss dan kebutuhan maintenance normal. Untuk tujuan ini, larutan
yang umum digunakan adalah larutan salin normal Kcl (+ dekstrosa untuk anak-
anak).
39
Metode terbaik adalah melakukan pemantauan jumlah produksi urine
o Dewasa: 0,5 mL/kg/jam = 30-50 mL/jam
o Anak (<30 kg): 1.0 mL/kg/jam (rentang 0,5-2 mL/kg/jam).
Bila jumlah produksi urine berkisar pada nilai ini, maka kecukupan perfusi
ke organ akan terpelihara. Produksi urine yang berlebih menunjukkan pemberian
cairan berlebihan dan akan menyebabkan terbentuknya edema masif; produksi
urine yang rendah menunjukkan perfusi ke jaringan yang buruk yang diikuti
kerusakan sel
Terlihat bahwa pemasangan kateter urine menjadi sangat penting pada
pemantauan dan menjadi suatu keharusan dilakukan pada:
- Luka bakar >10% pada anak-anak dan
- Luka bakar >20% pada dewasa
Asidosis yang nyata (pH< 7,35) pada analisis gas darah menunjukkan
perfusi jaringan yang tidak tercukupi dan menyebabkan asidosis laktat. Pada
kondisi demikian, penambahan cairan resusitasi merupakan indikasi. Bila
tindakan koreksi mengalami kegagalan dan dijumpai adanya hemochromogen di
urine, pertimbangkan pemberian bikarbonat setelah melakukan diskusi dengan
intensivis. Asidosis juga menunjukkan kebutuhan, atau ketidakcukupan
(inadekuasi) prosedur eskariotomi.
40
Elektrolit serum harus diukur pada kesempatan awal dan selanjutnya secara
regular dalam interval waktu tertentu. Adanya hiponatremia ringan merupakan hal
yang umum akibat dilusi karena pemberian cairan infus dan sangat tergantung
pada konsentrasi natrium pada larutan kristaloid yang diberikan (larutan NaCl
Hartmann hanya mengandung natrium 130 mEq/L). Hiperkalemia merupakan hal
umum dijumpai, terjadi karena kerusakan jaringan pada luka bakar. Bikarbonat
dan glukosa ditambah insulin mungkin diperlukan untuk melakukan koreksi.
Hemoglobinuria
Oliguria
41
Rendahnya jumlah produksi urin menunjukkan ketidakcukupan cairan
resusitasi. Dalam hal ini, tindakan pertama yang dilakukan adalah
meningkatkan jumlah tetesan cairan. Diuretikum sangat jarang diperlukan
dan jangan pernah dipertimbangkan untuk diberikan sebelum penderita
sampai di unit luka bakar. Diuretikum diberikan hanya pada penderita
dengan haemochromagen di urine dan kadang pada penderita luka bakar
luas.
Penderita-penderita di bawah ini termasuk kelompok yang kerap
memerlukan ekstra cairan resusitasi:
- Anak-anak
- Penderita dengan cedera inhalasi
- Luka bakar listrik
- Keterlambatan
- Dehidrasi-petugas pemadam kebakaran, penderita intoksikasi
Neonatus dan usia lanjut dengan kelainan jantung harus dipantau ketat
karena kelebihan cairan sangat mudah terjadi. Untungnya, edema paru
merupakan hal yang jarang dijumpai karena peningkatan resistensi vaskular
di pulmoner jauh lebih tinggi secara disproporsional dibandingkan resistensi
sistemik. Hal ini terjadi karena terjadinya hipokinesia miokardial dan kerap
memerlukan pemantauan invasif, topangan inotropik, ventilasi dan
manajemen cairan secara khusus.
Anak-anak
Anak-anak sangat rentan terhadap hipoglikemia, kelebihan cairan dan
hiponatremia karena keterbatasan simpanan glikogen, rasio luas permukaan
tubuh yang lebih besar dibandingkan berat badan dan volume cairan
intravaskular. Kadar glukosa darah dan elektrolit harus dipantau secara
reguler. Pemberian air harus dibatasi dan pemberian glukosa dilakukan sejak
awal. Hal ini dapat dilakukan melalui pemberian enteral maupun
penambahan desktrosa ke dalam larutan elektrolit.
42
Sindroma kompartemen abdominal (Abdominal Compartement
Syndrome, ACS)
Keadaan ini jarang dijumpai namun merupakan suatu kondisi serius,
merupakan komplikasi yang timbul pada luka bakar luas baik pada kasus
dewasa maupun anak-anak, terutama bila kebutuhan cairan demikian besar
untuk mencapai produksi urine yang cukup. Adanya ACS dapat diketahui
dengan melakukan pengukuran tekanan intra vesika (urinaria).
2. 9 Tatalaksana Luka
Dalam penatalaksanaan luka, hal penting yang perlu dipahami yaitu
mekanisme trauma dan penilaian luas beratnya trauma. hal ini merupakan titik
awal tatalaksana, yang akan menentukan hasil yaitu fungsi dan penampilan.
Luka adalah disrupsi arsitektur jaringan dan proses-proses seluler, pada luka
bakar, denaturasi protein dan disrupsi struktur sel terjadi akibat kontak dengan
sumber termal (baik suhu tinggi maupun suhu rendah), listrik kimiawi atau
radiasi. Luka bakar demikian merusak karena menyebabkan terganggunya ketujuh
fungsi utama kulit.
- Regulasi suhu
- Pengaturan sensorik
- Respon imun
- Proteksi dan invasi bakteri
- Pengendalian kehilangan (penguapan) cairan
- Fungsi metabolik
- Fungsi estetik dan psikologi
43
Pertolongan Pertama
Prinsip penangan pertama adalah
o Menghentikan proses pembakaran
o Menurunkan suhu luka
Menghentikan proses pembakaran akan mengurangi kerusakan jaringan.
Menurunkan suhu permukaan akan mengurangi produksi mediator inflamasi.
(cytokines) dan promosi maintenance viabilitas di zona stasis. Oleh karenanya,
hal ini sangat membantu pencegahan progres kerusakan yang terjadi pada luka
bakar dalam 24 jam pertama.
44
ada (misalnya saat meminta pertolongan ke pusat pelayanan medik). Handuk
basah tidak efektif karena tidak seluruhnya melekat dengan permukaan luka dan
cepat menjadi panas akibat proksimitas terhadap tubuh karenanya, bila digunakan
harus sering diganti.
Lamanya aplikasi minimal adalah dua puluh menit, kecuali tidak
dimungkinkan. Misalnya pada penderita multi trauma dan tidak ada petugas yang
memberi pertolongan pertama untuk menerapkan metode tersebut. Lebih lanjut,
diperoleh data bahwa pertolongan pertama efektif bila dilakukan dalam tiga jam
pertama pasca luka bakar.
Anak-anak terpapar pada risiko hipotermia dan hal ini terdeteksi pada
pengukuran suhu saat asesmen klinik dimana dijumpai anak kebiruan dan
menggigil. Aplikasi penurunan suhu luka harus dihentikan. Pada keadaan seperti
ini, dianjurkan mengupayakan suhu di atas 30oC dan membungkus anak
bersangkutan.
Es atau air es jangan pernah digunakan untuk menurunkan suhu. Suhu yang
ekstrim dingin ini akan menyebabkan vasokonstriksi dan secara eksperimen
menunjukkan luka yang semakin dalam, disamping risiko hipotermia.
Penurunan suhu permukaan sekaligus merupakan analgetik yang efektif.
Saat nyeri timbul kembali dalam beberapa menit setelah aplikasi penurunan suhu
dihentikan, dan bila tidak ada kontra indikasi, maka lanjutkan penurunan suhu
hingga dicapai efek analgetik. Hipotermia harus dicegah.
Manajemen Awal
Setelah pertolongan pertama, luka ditutup menggunakan bungkus plastik
atau bahan kering yang tidak melekat selama prioritas manajemen lainya
dilakukan. Bila luka sebelumnya tidak diturunkan suhunya, lanjutkan metode
penurunan suhu sebagaimana dianjurkan dalam waktu tersisa hingga mencapai
tiga jam. Setelah tiga jam, tidak ada efek benefit. Karenanya, lukankemudian
dicuci menggunakan air atau salin, dengan sabun atau larutan klorheksidin 0,1%
antiseptik lain jangan digunakan.
45
Pada penyiapan prosedur transpor, luka dibalut. Tergantung waktu
terjadinya trauma, saat transportasi dan waktu tempuh, diperlukan lebih dari
sekedar pembalutan luka menggunakan kain kering. Lembar plastik dapat dipakai
terutama pada anak-anak untuk membatasi penguapan dan kehilangan panas
tubuh. Klorheksidin pada tulle (misal:Bactigras) dibalut dengan kasa akan sangat
bermanfaat pada penderita yang memerlukan perjalanan beberapa jam ke pusat
rujukan. Aplikasi krim topikal seyogyanya dihindari karena akan memperpanjang
waktu dan menyebabkan keterlambatan transportasi ke pusat rujukan.
Elevasi
Elevasi ekstremitasyang mengalami cedera sangat bermanfaat selama
tatalaksana awal dan selama prosedur transpor karena akan mengurangi edema.
Pada tungkai, dijumpai perbedaan bermakna dengan kasus-kasus yang tidak
dilakukan elevasi dalam hal perlunya dilakukan eskarotomi.
Area Khusus
Pada luka bakar dengan cedera inhalasi kerap diikuti berkembangnya edema
jalan napas sehingga diperlukan intubasi. Luka bakar perineum memerlukan
pemasangan kateter lebih awal untuk mencegah kontaminasi. Bila pemasangan
kateter terlambat, prosedur insersi pada saat edema akan mengalami kesulitan.
Luka bakar pada kepala dan leher. Kepala harus dilakukan elevasi untuk
menghambat edema jalan napas bagian atas. pada anak-anak dengan luka bakar
luas, prosedur elevasi kepala ini sangat bermanfaat karena risiko besar terjadinya
edema serebral pada resusitasi cairan.
Eskarotomi
Bila luka bakar melibatkan seluruh ketebalan dermis dan kulit mengalami
kehilangan elastisitas saat edema berkembang. Maka diperlukan tindakan
melakukan sayatan pada kulit hingga kedalaman subkutis. Prosedur ini disebut
eskarotomi.
46
Trunkus
Bila trunkus mengalami luka bakar ekstensif, elastisitas dinding dada
menurun diikuti penurunan compliance yang menyebabkan berkurangnya
ventilasi. Pada dewasa, kerap terlihat luka bakar melingkar (sirkumferensial) di
dada dengan atau tanpa melibatkan abdomen. Pada anak-anak yang bernapas
terutama dengan diafragma, terlihat eskar di dinding anterior dan abdomen tanpa
luka bakar di sisi posterior.
Insisi dilakukan longitudinal sepanjang linea aksilaris anterior ketepi kosta
atau ke abdomen bagian atas. pada kasus berat, mungkin diperlukan insisi yang
menghubungkan kedua insisi sebelumnya (kanan dan kiri) berbentuk konvekspada
sisi atas (kranial) dinding dada, di bawah klavikula dan melintang di abdomen.
Ekstremitas
Bila pada ekstremitas dijumpai luka bakar melingkar (sirkumferensial),
dengan adanya edema di bawah kulit yang tidak elastik tersebut maka aliran
sirkulasi akan terganggu dan menyebabkan gangguan perfusi diikuti kematian
jaringan bagian distal. Gangguaan ini bersifat progresif lambat dan tidak terduga.
Adanya peningkatan tekanan kompartemen dapat diamati dengan adanya gejala
dan tanda sebagaimana diuraikan berikut:
- Pain (nyeri) : Nyeri saat istirahat
Nyeri saat menggerakkan sendi-sendi
distal
- Pallor (pucat) : Sirkulasi ke distal terganggu
Pengisian kapiler terhambat (terutama di
kuku)
Saturasi oksigen tidak terdetaksi pada
pemeriksaan pulse Oxymetry
Dingin
- Pulseless (nadi tak teraba) : Tidak teraba denyut nadi
Tidak ada denyut, terutama pada
pemeriksaan USG Doppler
47
- Parastesia : Kesemutan hingga hilang rasa (numbness)
48
diperlukan sayatan lateral, hindari tercederainya saraf peroneus komunis yang
melintas leher fibula, karenanya lokasi sayatan terletak pada garis mid-lateral.
Instrumen yang diperlukan yaitu pisau atau elektrokauter dan sarana
haemostasis seperti klem arteri dan benang, diatermi atau hemostatik topikal
misalnya calcium olginate. Perdarahan akan terjadi dalam jumlah ekstrim.
Anastesia umumnya tidak diperlukan. Anestesi lokal diperlukan hanya di
tepi luka ke daerah normal. Selain itu, penderita umumnya sudah terintubasi,
sehingga sedasi ringan dapat diberikan.
Prosedur ini dikerjakan dalam kondisi steril. Kasa disiapkan untuk
membalut luka sayatan dan balutan ini seyogyanya tidak menekan agar efektivitas
prosedur tercapai.
Pada penderita yang sadar, penjelasan mengenai prosedur harus diberikan
sebelum melakukan tindakan (informed consent).
Penderita luka bakar listrik, kimia, atau cedera termal memerlukan asesmen dan
stabilisasi di rumah sakit terdekat. Tidak ada istilah ahli bedah musiman Australia
dan New Zealand, karena tatalaksana multidisplin tersedia di rumah sakit pusat.
Semua penderita memiliki hal untuk memperoleh pelayanan luka bakar yang
berkualitas.
49
Peran faktor geografik
1. Daerah perkotaan
Luka bakar yang terjadi di perkotaan dapat langsung ditatalaksana secara
definitif, apabila perlu di rujuk dan lebih dari 1 jam awaktu yang
dibutuhkan selama transfer segera mulai resusitasi terutama pada anak dan
geriatric karena dapat memperngaruhi hasil akhir.
2. Daerah perifer dan terisolasi
Luka bakar yang terjadi di daerah terisolasi dan terpencil, maka karena
kurangnya fasilitas dan masalah logistic maka perlu dilakukan tatalaksana
dalam 24 jam sebelum dirujuk, bahkan setelahnya sampai kondisi
penderita stabil serta dilakukan komunikasi terhadap unit luka bakar
rujukan tentang kondisi tersebut.
Kriteria rujukan
1. Luka bakar > 10% luas permukaan tubuh pada dewasa dan >5% pada
anak-anak
2. Luka bakar seluruh ketebalan kulit (full thickness burns) >5%
3. Luka bakar mengenai area khusus, seperti wajah, tangan, kaki, genitalia,
dan perineum, persendiaan serta luka bakar melingkar dada dan
ekstremitas
4. Luka bakar dengan cedera inhalasi
5. Luka bakar listrik
6. Luka bakar kimia
7. Luka bakar dengan penyakit komorbid
8. Luka bakar dengan trauma berat lainnya
9. Luka bakar pada usia tertentu, anak-anak dan geriatric
10. Luka bakar pada wanita hamil
11. Luka bakar bukan karena kecelakaan
50
Bila penderita memiliki kelainan yang menyebabkan kesulitana dalam tatalaksana
sehingga menyebabkan risiko yang semakin besar, diperlukan penatalaksanaan
oleh tenaga spesialis sehingga hasilnya lebih optimal.
Penderita dengan trauma, maka harus dibawa juga ke unit trauma sesuai derajat
trauma. Prinsipnya penderita yang akan dirujuk perlu dilakukan stabilisasi terlebih
dahulu.
Persiapan rujukan
1. Sistem respirasi
Semua penderita cedera berat diberikan oksigen 15Liter/menit. Bila
terdapat obstruksi saluran nafas, sebaiknya dilakukan intubasi sebelum
dirujuk. Cedera infraglotik kerap menimbulkan masalah saat transportasi
berlangsung.
2. Sistem sirkulasi
Insersi 2 kanul (16G pada dewasa, 20G pada anak), bila tidak
memungkinkan lakukan diskusi dengan pusat rujukan. Rute lain yang
dapat digunakan antara lain jalur vena sentral perkutan (femoral,
subklavia, jugular interna), intraosseous atau vena seksi (ankle atau siku).
Lakukan resusitasi sesuai pedoman resusitasi cairan. Tambahkan cairan
maintenance pada anak-anak. Observasi urine output pada dewasa 30-
50ml/jam pada dewasa dan 1 mL/kgbb/jam (0.5-2 ml/kgbb/jam ) pada
anak dengan berat badan <30 kg. bila dijumpai haemochromogenuria
sebagaiman kerap dijumpai pada luka bakar listrik, kebutuhan cairan
ditujukan untuk menghasilkan urine 75-100ml/jam pada dewasa, dan
>2mg/kgbb/jam pada anak-anak.
3. Luka
Luka dicuci dengan air yang mengandung klorheksidin 0.1% atau salin
normal dan dibungkus plastik atau kain kering bila prosedur transfer harus
disegerakan. Palsticwrap kerap digunakan untuk membungkus makanan
sangat bermanfaat untuk mencegah evaporasi, mempertahankan panas, dan
51
mencegah desikasi (luka mengering). Hanya bila prosedur transfer
tertunda gunakan pembalut formal (slow release silver dressings, krim
antibakteria atau chlorhexidine impregnanted Vaseline gauze), dan bahan
penutup absorben. Hal ini dikerjakan setelah konsulatsi dnegan unit luka
bakar.
4. Managemen nyeri
Luaka bakar ringan dapat diberikan analgetik oral, sedangkan luka bakar
lainnya harus diberikan analgetik secara intravena dengan dosis awal
relative kecil selang waktu 3-5 menit, dan dosis akhir sangat bergantung
pada respon penderita. Umumnya mengunakan 0.05-0.1 mg/Kgbb.
5. Sistem gastrointestinal
Bila memungkinakan segera memulai pemberian nutrisi enteral, melalui
akses oro-gastrik atau naso-gastrik. Selama transfer lebih baik lambung
dalam keadaan kosong untuk memperkecil risiko aspirasi saat muntah.
Untuk tujuan ini, pipa nasogatrik lebih baik secara regular dilaukan
aspirasi dan drainase terbuka. Hal ini kerap dilakukan pada luka bakar
>20% pada dewasa dan 10% pada anak-anak.
6. Tetanus
Profilaksis tetanus diberikan pada kesempatan pertama.
52
≥ 3 dosis 5-10 tahun Semua Ya Tidak
jenis luka
≥ 3 dosis ≥ 10 tahun Semua Ya Tidak
jenis luka
≥ 3 dosis Luka Ya Tidak
atau tidak minor
yakin * bersih
≥ 3 dosis ≥ 3 dosis Semua Ya Ya
atau tidak jenis luka
yakin *
Rekomendasi dosis TIG 250 IU (IM, 21G). Jika lebih dari dari 24 jam
berikan TIG 500 IU. *Pada penderita yang tida yakin telah vaksin tetanus,
maka perlu diberikan tetanus toxoid dalam dosis yang terlewatkan.
Managemen transfer
Hubungi unit luka bakar rujukan, pastikan bahwa unit luka bakr rujukan memiliki
fasilitas dan tenaga kesehatan yang dapat bertanggung jawab terhadap penderita.
Prosedur transfor sesuai prosedur. Pusat pelayanan yang melakukan rujukan juga
memilki kewajiban dalam stabilisasi dan dokumentasi asesmen awal penderita,
termasuk tindakan yang sudah dilakukan, pemeriksaan, balans cairan, terapi
termasuk dosis obat yang diberikan.
53
dan dewasa adalah ukuran dan proporsi tubuh, dinamika cairan, ketebalan kulit,
dan perbedaan sosial dan perkembangan emosional.
Riwayat
Anamnesis yang diperlukan adalah waktu kejadian, modus kejadian, jenis bahan
yang menyebabkan luka bakar, perkiraan suhunya, dan pakaian yang digunakan
saat kejadian, masalah jalan nafas seperti sleep apnea atau asma, dan status
psikologik anak.
Rasio luas permukaan tubuh pada anak dibandingkan dewasa, adalah rasio
metabolisme besar, proses evaporasi tinggi, dan proses kehilangan panas lebih
besar.
Luas permukaan anak lebih besar pada bagian kepala dibandingkan dewasa,
terutama usia < 1 tahun, setiap penambahan 1 tahun kepala dikurangi 1% dan
ditambah 0.5% pada setiap tungkai. Pada usia 10 tahun sudah sama dengan
dewasa.
Kedalaman luka bakar sebanding dengan suhu, durasi penggunaan dan berbanding
terbalik dengan faktor-faktor yang merusak jaringan. Salah satu faktor ketebalan
kulit. Pada anak kulit lebih tipis sehingga lebih mudah terjadi deep-dermal atau
full thickness burns. Pada bayi air suhu 60oC akan menyebabakan luka bakar
seluruh tebal kulit dalam waktu kurang dari 1 detik, anak yang sudah besar dapat
bertahan 5 detik, dan dewasa dapat bertahan 20 detik. Refleks menghindar pada
anak-anak masih kurang baik. Asesmen ketebalan kulit pada anak juga lebih sulit
karena tipisnya kulit. Pada naak warna merah tua dengan sedikit bintik
mengindikasikan deep-dermal yang dalam beberapa hari berubah suram menjadi
kekuningan yang menandakan full thickness burns.
54
Prinsipnya sama dengan dewasa, hanya perlu diingat anak <1 tahun tidak
memiliki refleks mengigil. Pengunaan air dingin saat pertama hanya boleh
diberikan 20 menit untuk mencegah hipotermia. Jangn mengunaka air es atau es
karena dapat mneyebabkan perluasan luka bakar karena trauma dingin. Selimut
dan plastic dapat diguanakn untuk mencegah hipotermia.
Jalan nafas
Obstruksi jalan nafas pada anak adalah hal umum. Pembesaran kelenjar
gondok,amandel, dan laryngomalacia mungkin ada sebelum cedera inhalasi dan
menurut anamnesis ada sleep apna, wheezing, mendengkur. Narkosis juga dapat
menyebabkan depresi nafas, begitupula edema.
Diameter saluran nafas anak lebih kecil, sehingga sedikit saja pembengkakan
menyebabkan obstruksi. Atas dasar ini pipa tanpa cuff digunakan pada anak < 10
tahun.
Intubasi pada anak harus dilakukan yang berpengalaman. Stabilisasi pipa lebih
sulit pada terutama pada jejas luak bakar pada wajah. Diperlukan 2 pengikat di
atas telinga dan distal dari pengikat lainnya. Jika intubasi tidak memungkinkan
lakukan krikotiroidektomi, sebagai solusi sementara selama tirodektomi
emergensi dipersiapkan.
Manajemen cairan
55
Mekanisme kompensasi yang baik menunjukan sirkulasi yang baik.
Agitasi dan takikardia kurang bermakna karena dapat diperngaruhi kondisi
lain. Perlu dinilai pada anak takikardia, capillary refill time , suhu perifer,
dingin, motling, pucat, adanya disfungsi organ , takipnea, perubahan status
mental.
3. Produksi urin
Target urine output adalah 0.5-2ml/kgbb/jam. Bila tidak tercapai dapat
ditambahkan 5-10ml/kgbb bolus, atau ditambah 150% dari cairan total.
Penilaian berulang dalam 15-30 menit.
4. Kanula intravena
Dipasang kanula IV pada bagian yang tidak ada luka bakar, 2 jalur dengan
diameter 20G.
5. Maintenance cairan
Dengan formula holiday segar :
10 kg pertama x 100ml
11-20 kg kedua x 50 ml
>20 kg selanjutnya x 20 ml
Eskarotomi
Di indikasikan bila ada luka bakar melingkar seperti pada dewasa. Eskarotomi
trunkus lebih sering dilakuakn pada anak karena anak bernafas dominan
diafragma. Luka bakar pada dada anterio, lateral dan bagian atas abdomen
memerlukan sayatan melintas bagian atas abdomen sejajar tepi iga untuk
memungkinkan gerakan dinding dada dan abdomen terpisah.
Saluran cerna
56
Penilaian kedalaman luka dalam 7-10 hari pertama sulit. Prinsipnya kulit tidak
mengalami epitelisasi dalam 10 hari maak harus dilakuakn skin grafting.
Aspek emosional
Kriteria transfer
Luka bakar anak >5% atau terkena bagian khusus seperti pada dewasa.
57
Tabel 7. Klasifikasi Luka Bakar Listrik
Tegangan Kulit Kedalaman Gangguan irama
jaringan jantung
<1000V Luka masuk dan Jarang mencapai Henti jantung dini
keluar kedalaman atau tidak sama
sekali
>1000V Luka bakar Kerusakan otot Aliran melalui
percikan api dan rabdomiolisis toraks dapat
dengan luka dan sindroma menyebabkan
masuk dan kompartemen kerusakan
keluar mencapai miokardial dan
seluruh gangguan ritmik
ketebalan kulit yang timbul lambat
(full thickness)
Sambaran petir Luka bakar Perforasi gendang Henti nafas dan
percikan api telnga dan resusitasi
superfisila atau kerusakan kornea berkepanjangan
sedalam dermal,
luka bakar
keluar di kaki
58
jaringan yang dalam, terjadi pembengkakan pada tungkai akibat
kerusakan otot, seperti pada crush syndrome, yang memerlukan
fasciotomi.
- Lightning burns
Luka bakar akibat tersengat listrik tegangan dengan votlase dan
ampere yang sangat tinggi, listrik DC dengan durasi yang singkat.
Luka bakar jenis ini menghasilkan lesi yang khas yang dikenal
dengan nama Lichtenberg flowers, tampak seperti arborescent atau
splashed-on.
Patofisiologi
Kerusakan jaringan akibat adanya resistensi jaringan, durasi kontak, dan besar
arus listrik. Setiap jaringan memiliki resistensi yang berbeda.kulit tebal dan kering
memilki resistensi yang lebih tinggi. Tulang sebagai konduktor yang buruk
menyebabkan joule effect , yaitu fenomenadiaman kenaikan suhu tulang terus
berkelanjutan bahkan setelah arus listrik berhenti.
Manajemen
59
2. 13 Luka Bakar Kimia
a. Keperluan Industri
Alkali : natrium, kalium, ammonium, lithium, barium, dan kalsium
hidroksida (sabun deterjen, pembersih dren, dan penghilang
cat).
Asam : pikrat, sulfasalisilat, tannic, trichloroacetic, cresylic, asetat,
format, klorida, da flourida (kaca dan elektronik).
c. Keperluan Militer
Fosfor merah atau putih dan vesicants.
Patofisiologi
60
Kerusakan jaringan merupakan dampak langsung paparan bahan kimia
apapun tergantung pada kekuatan atau konsentrasi agen, kuantitas agen, cara dan
lamanya kontak dengan kulit/mukosa, daya penetrasi ke dalam jaringan, dan
mekanisme kerja. Perbedaan utama antara luka bakar kimia dan termal yaitu
lamanya waktu dimana kerusakan jaringan berlanjut sejak agen kimia
menyebabkan kerusakan yang progresif hingga dinonaktifkan menggunakan
bahan penetral atau pengenceran menggunakan air. Secara umum, bahan-bahan
kimia dapat menyebabkan terjadinya :
Pertolongan Pertama
Pertolongan pertama yang dapat dilakukan pada pasien-pasien dengan
trauma kimia, yaitu tanggalkan semua pakaian yang terkontaminasi bahan kimia
yang kering, alirkan air dengan konstan (kecuali bahan kimia yang mengandung
unsure natrium, kalium, dan litium). Tindakan ini dilakukan dalam waktu 10
menit pertama setelah terjadinya kontak dengan bahan kimia.
61
a. Luka Bakar karena Asam
Luka bakar asam ditandai dengan nyeri hebat. Penampilan luka bervariasi
mulai dari eritema hingga eskar hitam. Irigasi luka dilakukan menggunakan
air. Dan dilakukan tindakan pembedahan seperti pada luka bakar termal. Pada
luka bakar karena asam fluoride, asam fluoride bersifat sangat korosif dan
luka bakar dengan luas permukaan tubuh 2% dapat berakibat batal.
Tatalaksana pada kasus luka bakar akibat asam fluoride, yaitu :
Aliran air.
Potong kuku.
Inaktivasi ion fluoride bebas racun dan mengubah garam tidak larut
dengan jel dimetil sulfoksid 10% (luka bakar mengandung kalsium
glukonat), injeksi kalsium glukonat 10% topical, (injeksi multiple 0,1-0,2
mL menggunakan jarum 30G di jaringan luka bakar), infus kalsium
glukonat intra-arterial, infuse kalsium glukonat intravena ischaemic
retrograde (Biers block), dan kadang diperlukan eksisi dini.
62
Umumnya terjadi pada tentara. Fosfor putih terbakar spontan saat terpapar
udara, teroksidasi menjadi fosfor pentoksida. Partikel fosfor yang tertanam di
dalam kulit akan terus membakar. Tindakan yang harus dilakukan pada kasus
luka bakar fosfor yaitu pemberian air dalam jumlah yang banyak, dan
singkirkan partikel yang tampak, serta berikan tembaga sulfat. Kematian
berhubungan dengan efek sistemik dari hipotensi dan tubular nekrosis akut.
e. Bensin
Bensin merupakan campuran alkana, sikloalkana, dan hidrokarbon yang
kompleks. Komponen hidrokarbon merusak sel endotel yang menyebabkan
kerusakan paru-paru, hati, limpa, dan ginjal setelah kontak dengan kulit yang
mencakup area luas. Bensin melarutkan senyawa lipid dengan cepat dan
menyebabkan peningkatan permeabilitas membran diikuti kehilangan cairan.
Ada dua macam luka bakar bensin, yaitu :
Terbakar. Kebutuhan cairan sering lebih tinggi dari luka bakar lainnya.
luka bakar cenderung menjadi lebih luas, memerlukan operasi dan
perawatan di rumah sakit lebih lama.
Terendam atau kontak kulit yang luas berdampak pada luka bakar dengan
seluruh ketebalan kulit, kadang disertai kerusakan sistemik termasuk
paru-paru.
f. Aspal
Luka bakar disebabkan bentuk cair yang panas, bukan efek racum dari
aspal. Pada luka bakar akibat aspal dilakukan tindakan mendinginkan aspal
menggunakan air dalam jumlah besar, lepaskan pakaian namun jangan
mencoba melepaskan aspal yang melekat pada kulit, dan lepaskan aspal
menggunakan minyak parafin (dapat ditambahkan minyak tanah 1/3 nya).
g. Ter
Ter merupakan produk sisa gas batu bara. Ter mengandung bahan kimia
kompleks termasuk fenol, hidrokarbon, dan lain sebagainya yang menyebabkan
63
toksisitas berganda. Luka bakar yang terjadi disebabkan oleh suhu panas ter
dan toksisitas fenol. Luka bakar ter ditatalaksana menggunakan pendingin yaitu
toluene.
a. Gatrointestinal
Kecelakaan menelan zat korosif yang digunakan untuk keperluan rumah
tangga biasanya terjadi pada anak-anak. 1/3 pasien luka bakar intra-oral diikuti
dengan kerusakan esophagus. Gejala yang ditimbulkan tidak khas dan
diagnosis pasti adalah dengan pemeriksaan endoskopi. Untuk menentukan luat
kerusakan adalah dengan panendoskopi. Foto toraks, abdomen, dan ct scan
menunjukkan kerusakan ekstra-lumen. Eksplorasi bedah dan debridement
mungkin perlu dilakukan. pada luka bakar intra-oral juga dapat menyebabkan
striktur esophagus. Diperlukan tindakan endoskopi dan operasi untuk
mengatasi striktur.
b. Mata
Luka bakar kimia pada mata menyebabkan blefarospasme, keluar air
mata secara berlebihan, konjungtivitis, pembengkakan cepat epitel kornea,
kekeruhan lapisan anterior stroma dan terlepasnya sel di kambra anterior.
Gejala-gejala pada mata seperti di atas, diatasi dengan menggunakan air dan
bisa juga menggunakan diphoterine. Perawatan di rumah sakit dapat
berlangsung selama 48 jam. Diberikan juga antibiotika topical untuk
pencegahan infeksi sekunder. Komplikasi lanjut dapat berupa perforasi dan
ulserasi kornea, terbentuknya katarak, glaucoma sekunder, iridosiklitis, dan
simblefaron.
c. Saluran Trakeobronkus
Luka bakar langsung pada trakea dan bronkus adalah jarang. Luka bakar
pada trakea dan bronkus terjadi setelah menghirup agen kaustik atau terpapar
64
gas kimia misalnya ammonia. Gangguan pernapasan atau hipoksia memerlukan
pemeriksaan bronkoskopi fibre-optic. Dpaat diberikan bronkodilator dan
steroid untuk mengurangi bronkospasme serta peradangan. Dapat terjadi
bronkietasis sebagai komplikasi akhir. Diperlukan pemeriksaan lanjutan
65
BAB III
KESIMPULAN
Luka bakar adalah luka pada kulit atau jaringan lain yang disebabkan oleh
panas atau terkena radiasi, radioaktivitas, listrik, sentuhan atau kontak dengan
bahan kimia.
Luka bakar yang luas mempengaruhi metabolisme dan fungsi setiap sel
tubuh. Semua sistem terganggu terutama sistem kardiovaskuler. Semua organ
memerlukan aliran darah yang adekuat sehingga perubahan fungsi kardiovaskuler
memiliki dampak luas pada daya tahan hidup dan pemulihan pasien. Luas area
luka bakar dapat ditentukan berdasarkan rules of nine. Pada dewasa digunakan
rumus ini, yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung, pinggang dan bokong,
ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas kiri, paha kanan, paha kiri, tungkai dan
kaki kanan, serta tungkai dan kaki kiri masing-masing 9%. Sisanya 1% adalah
daerah genitalia. Rumus ini membantu menaksir luasnya permukaan tubuh yang
terbakar pada orang dewasa.
Prinsip dari perawatan luka bakar yang sukses adalah tim. Tidak ada seorang
individu yang mampu memenuhi sendiri kebutuhan-kebutuhan akut dan jangka
panjang dari pasien luka bakar. Maka dari itu, perawatan luka bakar yang terbaik
diserahkan di sebuah pusat luka bakar khusus di mana dokter yang
berpengalaman, perawat, terapis fisik dan pekerjaan, ahli gizi, psikolog, dan
pekerja sosial semua dapat berpartisipasi dalam perawatan individu. Dengan
pengecualian dari luka bakar yang kecil, semua pasien luka bakar harus dirujuk ke
pusat penanganan luka bakar.
Prognosis ditentukan oleh usia dan luas luka, serta cedera inhalasi, penanda
yang paling kuat untuk mortalitas luka bakar. Umur, bahkan sebagai variabel
tunggal, dapat memprediksi kematian pada luka bakar, dan kematian rawat inap
pada pasien luka bakar lansia adalah fungsi usia terlepas dari comorbidities.
lainnya pada pasien dewasa muda, komorbiditas seperti preinjury HIV, kanker
metastatik, dan ginjal atau penyakit hati dapat mempengaruhi mortalitas dan
panjang rawat inap.
66
DAFTAR PUSTAKA
67