You are on page 1of 7

ARTRITIS REUMATOID

A. PENGERTIAN

Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang bersifat sistemik,
progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara
simetris. ( Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi, hal. 165 )
Reumatoid arthritis adalah gangguan autoimun kronik yang menyebabkan proses
inflamasi pada sendi (Lemone & Burke, 2001 : 1248).
Reumatik dapat terjadi pada semua jenjang umur dari kanak-kanak sampai usia
lanjut. Namun resiko akan meningkat dengan meningkatnya umur (Felson dalam Budi
Darmojo, 1999).
Artritis Reumatoid adalah penyakit autoimun sistemik kronis yang tidak diketahui
penyebabnya dikarekteristikan dengan reaksi inflamasi dalam membrane sinovial
yang mengarah pada destruksi kartilago sendi dan deformitas lebih lanjut.( Susan
Martin Tucker.1998 )
Artritis Reumatoid ( AR ) adalah kelainan inflamasi yang terutama mengenai
mengenai membran sinovial dari persendian dan umumnya ditandai dengan dengan
nyeri persendian, kaku sendi, penurunan mobilitas, dan keletihan. ( Diane C.
Baughman. 2000 )
Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi kronik dengan manifestasi utama
poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh. ( Arif Mansjour. 2001 )
B. DIAGNOSIS

Diagnosis arthritis reumatoid tidak bersandar pada satu karakteristik saja


tetapi berdasar pada evaluasi dari sekelompok tanda dan gejala. Kriteria
diagnostik adalah sebagai berikut:

a. Kekakuan pagi hari (sekurangnya 1 jam)


b. Arthritis pada tiga atau lebih sendi
c. Arthritis sendi-sendi jari-jari tangan
d. Arthritis yang simetris
e. Nodula reumatoid dan Faktor reumatoid dalam serum
f. Perubahan-perubahan radiologik (erosi atau dekalsifikasi tulang)

Diagnosis artritis reumatoid dikatakan positif apabila sekurang-kurangnya


empat dari tujuh kriteria ini terpenuhi. Empat kriteria yang disebutkan terdahulu
harus sudah berlangsung sekurang-kurangnya 6 minggu.

C. ETIOLOGI

Penyebab pasti reumatod arthritis tidak diketahui. Biasanya merupakan kombinasi


dari faktor genetic, lingkungan, hormonal dan faktor system reproduksi. Namun faktor
pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri, mikoplasma dan virus (Lemone
& Burke, 2001).Penyebab utama kelainan ini tidak diketahui. Ada beberapa teori yang
dikemukakan mengenai penyebab artritis reumatoid, yaitu :1. Infeksi streptokokus
hemolitikus dan streptokokus non-hemolitikus2. Endokrin3. Autoimun4. Metabolik5.
Faktor genetik serta faktor pemicu lainnya.Pada saat ini, artritis reumatoid diduga
disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen
tipe II; faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme
mikoplasma atau grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang
rawan sendi penderita.

D. GEJALA

Gejala rheumatoid arthritis pada masing-masing orang berbeda dan bisa berubah
seiring waktu, namun gejala yang sering timbul pada persendian adalah rasa kaku,
kemerahan, bengkak, terasa hangat, dan nyeri.

Rheumatoid arthritis harus segera ditangani karena jika penyakit bertambah


parah, gejala bisa menyebar ke bagian tubuh lainnya dan menyebabkan persendian
bergeser atau bahkan berubah bentuk.
E. PENGOBATAN

Pengobatan secara simtomatik ditujukan untuk mengatasi atau mengurangi gejala


penyakit rheumatoid arthritis, tetapi tidak mempengaruhi perjalanan penyakit. Artinya,
progresivitas penyakit akan tetap berlangsung, pembengkakan tidak berkurang dan
kerusakan tulang tetap terjadi (Iskandar, 2012).
Menurut Iskandar (2012), obat yang termasuk dalam golongan obat simtomatik,
antara lain:

 Analgesik sederhana, seperti : parasetamol, aminoprin, asetofenetindin.

 Obat anti-inflamasi non steroid (NSAIDs), seperti : indomentasin, fenil butason,


sodium diklofenak, indoprofen, dan sebagainya.

 Obat anti-inflamasi golongan steroid, misalnya prednison.

Meneurut Iskandar (2012), yang termasuk dalam golongan obat remitif antara lain :

 Cytostatic agent (obat sitotatiska)

 Alkylating agent

 Immunosupresan (obat penekan kekebalan tubuh)

 Anti-malaria (klorokuin)

 Antelmintik (obat cacing, misalnya levamisol)

F. PATHWAY

Komplikasi yang sering terjadi pada penyakit rheumatoid arthritis adalah penyakit
sistim pencernaan misalnya gastritis dan ulkus peptic yang merupakan komlikasi
utama penggunaan obat anti inflamasi non steroid (OAINS dan obat pengubah
perjalanan penyakit atau disease modfiyeng anti rheumatoid drugs, DMARD) yang
menjadi faktor penyeba Morbiditas dan mortalitas utama pada rheumatoid arthritis.
Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas, sehingga susah dibedakan
antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatiker.
Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidak setabilan vertebral
servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis. Jadi rhematoid arthritis merupakan
penyakit autoimun yang dapat menyebabkan inflamasi pada sendi terutama mengenai
membran synovial pada sendi dan mengarah pada destruksi kartilago sendi sehingga
menyebabkan nyeri persendian, kaku sendi, penurunan mobilitas dan keletihan. Dapat
terjadi pada semua jenjang umur (Mansjour, 2001)

 Terganggunya aktifitas karena nyeri


 Tulang menjadi keropos
 Terjadinya perubahan bentuk tulang

Tujuan penatalaksanaan rheumatoid arthritis adalah mengurangi nyeri,


mengurangi inflamasi, menghentikan kerusakan sendih dan kemampuan mobilisasi
penderita ( Burke, 2001).
Adapun penatalaksanaan umum pada rheumatoid arthritis antara lain:
1. Pemberian terapi
Pengobatan pada rheumatoid arthritis meliputi pemberian aspirin untuk
mengurangi nyeri dan proses inflamasi.
2. Pengaturan aktifitas dan istirahat
Pada kebanyakan penderita, istirahat secara teratur merupakan hal penting
untuk tetap menjaga kekuatan otot dan pergerakan sendi.
3. Kompres panas dan dingin
Untuk mendapatkan efek analgesic dan relaksan otot. Dalam hal ini kompres
hangat lebih efektif dari pada kompres dingin.
4. Diet
Untuk penderita rheumatoid arthritis disarankan untuk mengatur dietnya. Diet
yang disarankan yaitu asam lemak omega-3 yang terdapat dalam minyak ikan.
5. Pembedahan
Pembedahan dilakukan apabila rheumatoid arthritis sudah mencapai tahap
akhir. Bentuknya dapat berupa tindakan arhthrodesis untuk menstabilkan
sendi, arthoplasy atau total join replacement untuk menganti sendi.

G. PEMERIKSAAN

Dalam penegakkan diagnosis reumatoid artritis, dapat digunakan pemeriksaan


penunjang. Pemeriksaan penunjang tersebut seperti deteksi faktor reumatoid,
antibodi CCP, Laju endap darah (LED) hingga pemeriksaan radiologis.

1. Pemeriksaan faktor reumathoid : Immunoglobulin G dan M, reumathoid


faktor (RF), tidak spesifik untuk RA, karena ditemukan 5% pada orang yang
sehat. Dan 10-20% pada individu lebih dari 65 tahun. Penyakit lain yang bisa
memiliki RF positif diantaranya : Sjogren syndrom, SLE, Penyakit hati kronis,
sarkoidosis, fibrosis paru intertisial, monocukleosis infeksiosa, hepatitis B, TBC,
lepra, sifilis, leismaniasis, sitosomiasis dan malaria. Pemeriksaan ini tetap
dilakukan walau ada kemungkinan false positif.

2. Pemeriksaan antibodi CCP (Cyclic Citrullinated Peptide) : mempunyai


spesitifas diagnosis RA lebih tinggi daripada Faktor reumathoid. Lebih sering
terdeteksi pada RA yang agresif dengan tendensi lebih tinggi terjadinya erosi
tulang.
3. Pemeriksaan darah : ditemukan anemia normokromik normositer
4. Pemeriksaan Laju endap darah (LED) : danalisis cairan sinovial
menunjukkan adanya inflamasi meskipun tidak terlalu spesifik. Cairan sinovial
seringnya turbid, viskositasnya turun, terjadi peningkatan protein, glukosa
meningkat ringan. Sel darah putih bervariasi 5-50.000 mikro liter, didominasi
PMN. Cairan sinovial terdapat leukosit lebih dari 2000 setiap mikroliternya
dengan jumlah PMN lebih dari 75%, ini menunjukkan karateristik suatu artritis
inflamasi tetapi tidak spesifik untuk mendiagnosis RA. Penurunan C3 dan C4
sangat rendah dibandingkn dengan konsentrasi protein total.
5. Pemeriksaan Radiologis : pada fase akut, tidak terlalu membantu diagnosis.
Pemeriksaan radiologis ditemukan pembengkakan jaringan lunak dan efusi
sendi. Semakin parah, maka abnormalitas radiologis semakin jelas.

Hilangnya kartilago artikular dan erosi sendi terjadi setelah beberaa bulan dari
aktivitas yang menetap. Tujuan dari peneriksaan radiologis adalah untuk menentukan
beratnya kerusakan sendi, kartilago dan erosi tulang.

Juga dapat digunakan untuk memperkirakan agresifitas penyakit, memonitoring


dampak dari terapi DMARDS (Disease Modifiying Anti Reumathoid Drugs, dan
menentukan apakah diperlukan tindakan pembedahan. Scanning tulang dan MRI dapat
mendeteksi inflamasi lebih awal tetapi jarang dipakai untuk mengevaluasi rutin penderita
RA.
ARTRITIS REUMATOID

DISUSUN OLEH:

1. TASYA USFANIA
2. FIKI NAYLA IFADA
3. IRA YOSI MAWATI
4. IDA PURWANINGSIH

SMK BUMANTARA MUNTILAN

TAHUN PELAJARAN 2018/2019

You might also like