You are on page 1of 13

A.

Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap pemecahan
dormansi biji berkulit keras ?

B. Tujuan Percobaan
Untuk mengetahui pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap pemecahan
dormansi biji berkulit keras.

C. Hipotesis
Ha : pemberian berbagai macam perlakuan berpengaruh terhadap pemecahan
dormansi biji berkulit keras.
Ho : pemberian berbagai macam perlakuan tidak berpengaruh terhadap
pemecahan dormansi biji berkulit keras.

D. Kajian Pustaka
Benih dikatakan dormasi bila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi tidak
berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum dianggap
telah memenuhi syarat bagi sutu perkecambahan. Dormansi merupakan
terhambatnya proses metabolisme dalam biji. dormansi dapat
berlangsung dalam waktu yang sangat bervariasi (harian – tahunan)
tergantung oleh jenis tanaman dan pengaruh lingkungannya. Dormansi pada
benih dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji, keadaan fisiologis
dari embrio, atau kombinasi dari kedua keadaan tersebut. Namun demikian
dormansi bukan berarti benih tersebut mati atau tidak dapat tumbuh kembali,
disini hanya terjadi masa istirahat dari pada benih itu sendiri. masa ini dapat di
pecahkan dengan berbagai cara, seperti cara mekanis atau kimiawi. Cara
mekanis dengan menggunakan sumber daya alat atau bahan mekanis yangh
ada seperti amplas, jarum, pisau, alat penggoncang dan sebaginya. Sedangkan
cara kimiawi dengan menggunakan bahan-bahan kimia seperti asam sulfat
(H2SO4) dan HNO3 peket. Pada intinya cara-car tersebut supaya terdapat
celah agar air dan gas udara untuk perkecambahan dapa masuk kedalam
benih. (Suetopo. 1985 dalam Farah 2012).
Variasai umur benih suatu tanaman sangtlah beragam, namun juga bukan
berarti bahwa benih yang telah masak akan hidup selamanya. seperti,
kondisi penyimpanan selalu mempengaruhi daya hidup benih.
meningkatnya kelembaban biasanya mempercepat hilangnya daya hidup,
walaupun bebnerapa biji dapat hiduyp lebih lama dalam air. Penyimpanan
dalam botol atau di udar terbuka pada suhu sedang sampai tinggi
menyebabkan biji kehilangan air dan sela akan pecah apabila biji diberi air.
Pecahnya sel melukai embrio dan melepaskan hara yang merupakan bahn
yang baik bagi pertumbuhan pathogen penyakit. Tingkat oksigen normal
umumnya mempengaruhi dan merugikan masa hidup biji. kehilangan daya
hidup terbesar bila benih disimpan dalam udara lembab dengan suhu 350C
atau lebih. (Dwidjoseputro. 1985 dalam farah 2012). Tipe dormansi :
 Dormansi fisik : yang menyebabkan pembatasan structural terhadap
perkecambahan, seperti kulit bijiyang keras dan kedap sehingga
menjadi penghalang mekanisme terhadap masuknya air dan gas
pada beberapa jenis tanaman.
 Dormansi fisiologis : dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme,
umumnya dapat disebabkan oleh pengatur tumbuh baik
penghambatan perangsangan tumbuh, dapat juga oleh factor-faktor
dalam seperti immaturity atau ketidaksamaan embrio dan sebab-
sebab fisiologis lainnya.

Dormansi adalah masa istirahat biji sehingga proses perkecambahan tidak


dapat terjadi, yang disebabkan karena adanya pengaruh dari dalam dan luar
biji. Dormansi diklasifikasikan menjadi bermacam-macam kategori
berdasarkan beberapa faktor, yaitu (Salisbury dan Ross,1995 dalam Farah
2012):
a. Berdasarkan factor penyebab dormansi
 Imposed dormancy (quiescence) : Terhalangnya pertumbuhan
aktif karena kadaan lingkungan yang tidak menguntungkan
 Imnate dormancy (rest) : dormansi yang disebabkan oleh
keadaan atau kondisi didalam organ-organ biji itu sendiri.
b. Berdasarkan mekanisme dormansi di dalam biji
 Mekanisme fisik, merupakan dormansi yang mekanisme
penghambatannya disebabkan oleh organ biji itu sendiri,
terbagi menjadi:
- Mekanis : embrio tidak berkembang karena dibatasi secara
fisik
- Fisik : penyerapan air terganggu karena kulit biji yang
impermeable
- Kimia : Bagian biji/ buah mengandung zat kimia
penghambat
 Mekanisme fisiologis, merupakan dormansi yang disebabkan
oleh terjadinya hambatan dalam proses fisiologis, terbagi
menjadi :
- Photodormancy : proses fisiologis dalam biji terhambat
oleh keberadaan cahaya.
- Immature embrio: proses fisiologis dalam biji terhambat
oleh kondisi embrio yang tidak/belum matang
- Thermodormancy : proses fisiologis dalam biji terhambat
oleh suhu
c. Berdasarkan bentuk dormansi
- Kulit biji impermeable terhadap air/O2
- Embrio belum masak (immature embrio)
Dormansi karena immature embrio ini dapat dipatahkan dengan
perlakuan temperature rendah dan zat kimia. Biji membutuhkan pemasakan
pascapanen (afterripening) dalam penyimpanan kering Dormansi karena
kebutuhan akan afterripening ini dapat dipatahkan dengan perlakuan
temperature tinggi dan pengupasan kulit (Salisbury dan Ross, 1995 dalam
Dilla 2012).
Pengambilan merupakan cara yang paling umum yang biasa
dilakukan. Berkecambah setelah mengalami masa dormansi yang disebabkan
oberbagai factor internal.Seperti embrio berbentuk rudimentatau belum
masak (dari segi fisiologis), kulit biji yang tahan atauimpermeable atau
adanya penghambat tumbuh. Ada beberapa alasan benih tidak berkecambah
bila dilihat dari kondisi morfologinya:
 Benih keras (hard seed), yaitu benih yang mengalami imbibisi.
Hal ini dapat terjadi karena kulit benih impermeable terhadap
air atau tekanan osmosis air tinggi sehingga air tidak dapat
masuk dalam benih.
 Benih segar tidak berkecambah ( fresh ungerminated seed)
yaitu benih yang telah berimbibisi tetapi tidak dapat
berkecambah karena sebab lain.
 Benih busuk ( rot seed), yaitu benih yang telah berimbibisi
menjadi busuk karena terserang oleh penyakit benih.
 Benih mati (dead seed), yaitu benih yng embrionya tidak
berfungsi atau mati (Idris, 2003 dalam Dilla 2012 )

Faktor-faktor yang menyebabkan hilangnya dormansi pada benih


sangat bervariasi tergantung pada jenis tanaman dan tentu saja tipe
dormansi, antara lain yaitu : karena temperature yang sangat rendah di
musim dingin, perubahan temperature yang silih berganti, menipisnya kulit
biji, hilangnya kemampuan untuk menghasilkan zat-zat penghambat
perkecambahan, adanya kegiatan dari mikroorganisme ( kamil, 1984 dalam
Dilla 2012).
Dormansi pada benih dapat berlangsung selama beberapa hari,
semusim bahkan sampai beberapa tahun tergantung pada jenis tanaman dan
dormansinya. Pertumbuhan Pertumbuhan tidak akan terjadi selam benih
belum melalui masa dormansinya atau sebelum dikenalkan suatu perlakuan
khusus terhadap benih tersebut. Dormansi dapat dipandang sebagai salah
satu keuntungan biologis dari benih dalam mengadaptasikan siklus
pertumbuhan tanaman terhadap keadaan lingkungannya, baik musim
maupun variasi-variasi yang kebetulan terjadi. Sehingga secara tidak
langsung benih dapat menghindarkan dirinya dari kemusnahan alam.
Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji
ataupun keadaan fisiologis dari embrio atau kombinasi dari kedua keadaan
tersebut. Sebagai contoh kulit biji yang impermeabel terhadap air dan gas
sering dijumpai pada benih-benih dari family Leguminosae (Sutopo, 2010
dalam Dilla 2012).

E. Variabel Penelitian
1. Variabel Manipulasi : Pemberian perlakuan terhadap biji, yaitu dengan
perendaman menggunakan asam sulfat, diamplas, dan dicuci dengan
air.
2. Variabel Kontrol : Jenis biji (biji saga), volume pot, perbadingan media
tanam (tanah:pasir = 1:1), jumlah biji yang ditanam tiap pot.
3. Vaiabel Respon : Pematahan (dormansi biji) pada biji berkulit keras
(biji saga).
F. Definisi Operasional Variabel
Variabel manipulasi yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah
memberi 3 perlakuan berbeda terhadap biji saga. Ada 30 biji saga yang
akan dianam di 3 pot dan 10 biji yang akan ditanam di masing-masing pot
akan diberi perlakun berbeda yaitu 10 biji akan direndam dengan asam
sulfat selama 5 menit, 10 biji diamplas, dan 10 biji dicuci dengan air.
Setiap pot memiliki ukran yang sama dan media yang digunakan juga
sama. Media tanam yang digunakan merupakan perbandingan tanah dan
pasir sebesar 1:1. Setelah diberi perlakuan, biji di tanam di pot dan
ditunggu selama 14 hari untuk mengetahui pengaruh perlakuan tersebut
terhadap dormansi bijinya.

G. Alat dan Bahan


Alat
1. Kertas Amplas
2. Pot dan media tanam berupa tanah dan pasir
3. Gelas kimia
Bahan
1. Biji berkulit keras seperti biji saga, biji sawo, biji srikaya, dsb.
2. Asam sulfat pekat
3. Air
H. Rancangan Percobaan

Bahan dan Alat

- Disiapkan alat dan bahan yang diperlukan

30 biji saga

10 Biji saga 10 Biji saga 10 Biji saga

-Dihilangkan bagian yang


Tidak ada lembaganya demgan
Kertas amplas, kemudian cuci dengan air.

- dicuci dg air

- Di rendam dalam asam


Sulfat pekat selama 5 menit.
Kemudian cuci dngan air.
- Ketiga kelompok biji tersebut ditanam
pada pot yang bermedia tanam tanah dan
pasir dengan perbandingan 1:1,
diusahakan penanaman biji dalam
keadaan yang sama.

Biji berkecambah

- Diamati perkecambahan untuk


ketiga pot tersebut setiap hari selama 14
hari.

Hasil Praktikum pemecahan


dormansi biji saga
I. Langkah Kerja
Sediakan 30 biji saga dan bagi menjadi 3 kelompok

Dicuci dengan
air

Larutan H2SO4
Amplas

Tanam ketiga kelompok biji tersebut pada pot yang bermedia tanam tanah dan
pasir dengan perbandingan 1:1. Usahakan kondisi penanaman biji dalam
keadaan sama untuk ketiga pot.

A.
B.
C.

Amplas Rendam H2SO4 Cuci dengan air

Amati perkecambahan untuk ketiga pot tersebut setiap hari selama 14 hari.
Bila tanahnya kering lakukan penyiraman.
J. Rancangan Tabel Pengamatan
Berdasarkan praktikum yang telah kami lakukan diperoleh hasil seperti
pada :
Tabel 1. Pemecahan dormansi biji berkulit keras

No Perlakuan Berkecambah hari ke- Total


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 Asam - - - - - 1 - - 1 1 2 3 - - 8
sulfat
2 Amplas - - - - 3 1 - 2 1 3 - - - - 10

3 Air - - - - - - - 1 - 1 1 3 - - 6

12

10

8
Hari ke-

6
Direndam asam sulfat
Diamplas
4
Dicuci dengan air
2

0
Direndam asam Diamplas Dicuci dengan air
sulfat
Perlakuan

Gambar 1. Grafik pemecahan dormansi biji berkulit keras


K. Rencana Analisis data

Berdasarkan data hasil pengamatan dapat diketahui bahwa pada


perlakuan pemberian asam sulfat biji mulai berkecambah pada hari ke-6
dengan jumlah yang berkecambah 1 biji, setelah itu pada hari ke-9 juga
berkecambah dengan jumlah 1 biji, kemudian pada hari ke-10 juga
berjumlah 1 biji, lalu pada hari ke-11 dan hari ke-12 berturut-turut 2 biji
dan 3 biji. Jadi, total biji yang berkecambah pada perlakuan asam sulfat
adalah 8 biji.

Perlakuan kedua yang di amplas biji mulai berkecambah pada hari


ke-5 dengan jumlah 3 biji, setelah itu pada hari ke-6 juga berkecambah
dengan jumlah 1 biji, kemudian pada hari ke-8 juga berkecambah dengan
jumlah 2 biji, pada hari ke- 9 berkecambah dengan jumlah 1 biji, dan
berkecambah pada hari ke-10 dengan jumlah 3 biji. Jadi total biji yang
berkecambah pada perlakuan amplas adalah 10 biji.

Pada perlakuan yang dicuci air biji berkecambah pada hari ke-9
dengan jumlah 2 biji, kemudian berkecambah pada hari ke-11 dan 12
dengan jumlah berturut-turut 1 biji dan 3 biji. Maka total biji yang
berkecambah yang di cuci air adalah 6 biji.

L. Hasil Analisis Data


Berdasarkan analisis diatas dapat diketahui bahwa perlakuan
pada biji saga cara fisika dengan diamplas dan cara kimia dengan direndam
pada larutan H2SO4 memiliki kecepatan perkecambahan lebih cepat
dibandingkan di cuci dengan air (kontrol). Pemberian asam sulfat ini
ditujukan sebagai perlakuan kimiawi untuk pematahan dormansi biji.
Seperti yang kita ketahui asam sulfat H2SO4 merupakan asam pekat dimana
asam pada umumnya adalah senyawa molekuler dan tergolong
elektrolit kovalen. Kekuatan asam ditentukan oleh besarnya jumlah ion
H4 yang dihasilkan asam dalam larutan dan kekuatannya diukur dengan
tendensi asam melepaskan proton. Selanjutnya dikatakan asam sulfat
mempunyai kekuatan yang lebih besar dibandingkan dengan lainnya seperti
asam klorida dan asam nitrat. sebab asam sulfat membentuk ion H4 yang
lebih banyak yang dapat menghidrolisis kulit biji atau melunakkan kulit
biji yang keras dan kerusakan kulit biji ini akan diikuti dengan
membukanya lumen sel macrosclereid yang dapat menigkatkan
permeabilitas kulit biji terhadap air dan gas yang akan merangsang
perkecambahan biji lebih cepat sehingga dormansi dapat dipatahkan.
(Salisbury dan Ross, 1995 dalam Dilla 2012).
Untuk perlakuan yang lain adalah dengan pengampelasan ditujukan
sebagai perlakuan fisik untuk pematahan dormansi biji perlakuan ini
disebut juga perlakuan skarifikasi. Perlakuan ini dimaksudkan untuk
memerlemah kulit biji yang keras sehingga memungkinkan masuknya air
ke dalam biji lebih mudah sehingga imbibisi sebagai proses awal
perkecambahan biji dapat terjadi. Imbibisi dapat mengaktifkan enzim-
enzim perombakan yang menjadikan karbohidrat. Protein dan lemak
menjadi senyawa- senyawa aktif. (Sutopo, 2010 dalam Dilla 2012).

M. Simpulan
Berdasarkan kegiatan praktikum yang telah dilakukan, terdapat
pengaruh tiga macam perlakuan terhadap pemecahan dormansi biji saga.
Pemecahan dormansi biji saga dengan pengaruh terbesar terdapat pada
perlakuan ke-2, yaitu biji yang diamplas karena terdapat 10 biji yang
tumbuh, kemudian peemberian perlakuan pertama dengan perendaman
asam sulfat selama 5 menit terdapat 8 biji yang tumbuh, dan yang terakhir
pemberian perlakuan ke-3 dengan dicuci menggunakan air terdapat 6 biji
yang tumbuh.
Daftar Pustaka

Salisbury FB, Ross CW. 1992. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Institut


Teknologi, Bandung.

Rahayu, Yuni Sri, dan Yuliani, dkk. 2014. Petunjuk Praktikum Mata
kuliah Fisiologi Tumbuhan. Surabaya : Laboratorium Fisiologi
Tumbuhan-Biologi-UNESA

Dwidjoseputro. 1985. Pengantar Fisiologi Lingkungan Tanaman.


Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Idris, 2003. Dasar-Dasar Teknologi Benih. Mataram: Universitas Mataram

Kamil, J., 1984. Teknologi Benih. Bandung: Angkasa Raya

Salisbury dan Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung : ITB.

Sutopo, Lita, 2010. Teknologi Benih. PT Raja Grafindo Persada:


Yogyakarta.
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN

DORMANSI BIJI KERAS

Disusun Oleh:

Elly Ohana (14030204089)

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

2016

You might also like