You are on page 1of 10

TB PARU DAN HIV

Xena Poetri Xaverya Rengga, Iwan Derma Karya

I. Pendahuluan
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang sering ditemukan di
Indonesia. Penyakit ini, yang disebabkan oleh bakteri, dapat menyerang
berbagai organ dalam tubuh manusia, tetapi terutama mempengaruhi paru.
Menurut badan kesehatan PBB, World Health Organization (WHO),
Indonesia berada dalam urutan ketiga di dunia dalam jumlah kasus TB.
Walaupun sudah lama dilakukan program pencegahan dan pemberantasan TB
oleh Departemen Kesehatan RI (Depkes), jumlah kasus penyakit TB terus
meningkat. Infeksi ini menular akibat hubungan dengan orang yang
mengalami TB aktif. Lain daripada infeksi HIV, infeksi TB menyebar melalui
udara waktu orang dengan TB yang aktif bersin atau batuk.
Paling rentan terhadap penyakit TB adalah orang dengan sistem
kekebalan tubuh yang menurun, termasuk anak dan orang yang hidup dengan
HIV/AIDS (Odha). Seperti kita ketahui, HIV menyerang sistem kekebalan
tubuh yaitu sistem yang seharusnya melindungi kita dari infeksi lain, akibat
sistem tersebut menjadi semakin rusak dan tidak mampu lagi bekerja
sebagaimana mestinya. Beberapa infeksi mengambil kesempatan itu untuk
menimbulkan penyakit pada Odha dan oleh karena itu infeksi tersebut
umumnya dikenal sebagai infeksi oportunistik (IO), karena mengambil
opportunity atau kesempatan itu untuk menimbulkan penyakit.
TB adalah IO yang pada urutan kedua dalam daftar frekuensi IO di
Indonesia, dan juga penyebab kematian tertinggi untuk Odha. Namun TB
pada Odha dapat dicegah dan diobati dengan obat yang tersedia gratis oleh
pemerintah.
II. Definisi
a. Tuberkulosis
Tuberkulosis merupakan suatu penyakit infeksi kronik yang menyerang
hampir semua organ tubuh manusia dan yang terbanyak adalah paru-paru

1
2

yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosis. Organisme ini


disebut juga basil tahan asam.
b. HIV/AIDS
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) dapat diartikan sebagai
kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya
kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV (Human Immunodeficiency
Virus) yang termasuk famili retroviridae. AIDS merupakan tahap akhir
dari infeksi HIV.
III. Epidemiologi dan Etiologi
WHO menyatakan bahwa 1/3 penduduk dunia telah terinfeksi kuman
TB. Setiap tahunnya diseluruh dunia didapatkan sekitar 4 juta penderita baru
TB menular, ditambah dengan jumlah yang sama TB yang tidak menular dan
sekitar 3 juta meninggal setiap tahunnya. Dari seluruh kematian yang dapat
dicegah, 25% diantaranya disebabkan oleh tuberkulosis. Saat ini di negara
maju diperkirakan setiap tahun terdapat 10-20 kasus baru setiap 100.000
penduduk dengan kematian 1-5 per 100.000 penduduk sedang di negara
berkembang angkanya masih tinggi. Di afrika setiap tahun muncul 165
penderita tuberkulosis paru menular setiap 100.000 penduduk.
Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia dengan lengkap
tapi sampai saat ini TB masih tetap menjadi masalah kesehatan dunia yang
utama. Dalam situasi TB didunia yang memburuk dengan meningkatnya
jumlah kasus TB dan pasien TB yang tidak berhasil disembuhkan terutama
pada 22 negara dengan beban TB paling tinggi didunia yakni : India, Cina,
Indonesia, Bangladesh, dll. Karena penduduk yang padat serta tingginya
angka prevalensi TB di Asia, maka >65% dari kasus TB yang baru dan
kematiannya muncul disana. 75% TB menyerang usia produktif yakni 20-50
tahun. Indonesia adalah negeri dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi didunia,
tetapi pada tahun 2011 menempati urutan ke-4 setelah India, Cina dan Afrika
Selatan.
3

Masalah munculnya atau meningkatnya beban TB global ini antara


lain karena :
1. Kemiskinan pada berbagai penduduk, tidak hanya pada negara yang
sedang berkembang tetapi juga pada penduduk perkotaan tertentu di
negara maju.
2. Adanya perubahan demografik dengan meningkatnya penduduk dunia dan
perubahan dari struktur usia manusia yang hidup.
3. Perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi pada penduduk di
kelompok yang rentan terutama di negara-negara miskin.
4. Tidak memadainya pendidikan kesehatan mengenai TB diantara para
dokter.
5. Terlantar dan kurangnya biaya untuk obat, sarana diagnostik dan
pengawasan kasus TB dimana terdeteksi adanya kasus yang tidak
tertatalaksana dengan baik dan benar.
6. Adanya epidemi HIV/AIDS di seluruh dunia terutama Afrika dan Asia.
Sesudah tahun 1993 dimulailah program pengobatan DOTS (Directly
Observed Treatment Short-course) di berbagai negara terutama dengan
insiden TB tinggi yang dimotori oleh WHO dan IUALTD (International
Union Against Lung and Tuberculosis Disease). Dalam pengendalian TB
dengan menurunnya angka penemuan kasus baru dan angka kematian akibat
TB dalam dua dekade terakhir itu, insiden TB secara global dilaporkan
menurun dengan laju 2,2% pada tahun 2010-2011. Walaupun ada kemajuan
yang cukup berarti ini, beban global akibat TB masih tetap besar antara lain
adanya masalah TB yang resisten terhadap obat standar (obat anti TB lini
pertama).
Berdasarkan data WHO tahun 2013, diketahui ada 8,6 juta insidens
tuberkulosis, dengan 1,1 juta (13%) penderita HIV (Human
Immunodeficiency Viruses) positif. Selama tahun 1995-2012, 56 juta
penderita TB sudah diobati dengan obat anti TB. Pada Tahun 2012,
diperkirakan 450.000 orang sakit karena MDR-TB (Multidrug-resistant
tuberkulosis) dan 170.000 orang meninggal karena MDR-TB.
4

IV. Faktor Risiko


a. Cara penularan :
1. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
2. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara
dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat
menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
3. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak
berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah
percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman.
Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang
gelap dan lembab.
4. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
5. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan
oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara
tersebut.
b. Risiko penularan
1. Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.
Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko
penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif.
2. Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of
Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko
Terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10
(sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun.
3. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%. Infeksi TB dibuktikan
dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif.
c. Risiko menjadi sakit TB
1. Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.
2. Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata
terjadi 1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan
5

menjadi sakit TB setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB


BTA positif.
3. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB
adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS
dan malnutrisi (gizi buruk).
4. HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB
menjadi sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem
daya tahan tubuh seluler (cellular immunity), sehingga jika terjadi
infeksi penyerta (oportunistic), seperti tuberkulosis, maka yang
bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan
kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah
pasien TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di
masyarakat akan meningkat pula.
V. Patogenesis
A. Tuberkulosis primer :
Penularan TB paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan
keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar. Partikel ini dapat
menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam tergantung pada ada tidaknya
sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasan
lembab dan gelap kuman dapat bertahan berhari-hari sampai berbulan-
bulan. Bila partikel ini terisap pada orang yang sehat, maka ia akan
menempel pada saluran nafas atau jaringan paru. Partikel bisa masuk ke
alveolar paru bila ukurrannnya <5 um. Infeksi primer terjadi setelah
seseorang menghirup mikobakterium tuberkulosis. Setelah melalui barier
mukosilier saluran napas, basil TB akan mencapai alveoli. Kuman akan
mengalami multiplikasi di paru, disebut focus Ghon. Melalui aliran limfe,
basil mencapai kelenjar limfe hilus membentuk kompleks primer. Melalui
kompleks primer basik dapat menyebar melalui pembuluh darah ke
seluruh tubuh. Respon imun seluler/hipersensitiviti tipe lambat terjadi 4-6
minggu setelah infeksi primer. Banyaknya basil TB serta kemampuan daya
tahan tubuh host akan menentukan perjalanan penyakit selanjutnya. Pada
6

kebanyakan kasus repon imun tubuh dapat menghentikan multiplikasi


kuman, sebagian kecil menjadi kuman dorman. Pada penderita dengan
daya tahan tubuh yang buruk, respon imun tidak dapat menghentikan
multiplikasi kuman sehingga akan menjadi sakit pada beberapa bulan
kemudian. Sehingga kompleks primer akan mengalami salah satu hal
sebagai berikut :
1. Penderita akan sembuh dengan tidak meninggalkan cacat.
2. Sembuh dengan meninggalkan bekas seperti sarang Ghon, fibrotik dan
perkapuran.
3. Atau menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum ke jaringan sekitar, sebagai contoh adalah
pembesaran kelenjar limfe di hilus, sehingga menyebabkan
penekanan bronkus lobus medius, berakibat atelektasis. Kuman akan
menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat menuju lobus yang
atelektasis, menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis,
hal ini disebut sebagai epituberkulosis. Pembesaran kelenjar linfe di
leher, dapat menjadia abses disebut scrofuloderma. Penyebaran ke
pleura menyebabkan efusi pleura.
b. Penyebaran bronkogen ke paru bersangkutan atau paru sebelahnya
atau tertelan bersama dahak sehingga terjadi penyebaran di usus.
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen ke organ lain seperti
tuberkulosis milier, meningitis, ke tulang, ginjal dan genitalia.
B. Tuberkulosis post primer :
Terjadi setelah periode laten (beberapa bulan/tahun) setelah infeksi primer.
Dapat terjadi karena reaktivasi atau reinfeksi. Reaktivasi terjadi akibat
kuman dorman yang berada pada jaringan selama beberapa bulan atau
beberapa tahun setelah infeksi primer, mengalami multiplikasi. Hal ini
dapat terjadi akibat daya tahan tubuh melemah. Karakteristik Tb post
primer adalah adanya kerusakan paru yang luas dengan kavitas, hapusan
dahak BTA positif, pada lobus atas, umunya tidak terdapat limfadenopati
intratoraks.
7

VI. Diagnosis
Apabila seorang pasien sudah didiagnosis menderita TB, maka
terdapat juga gambaran klinis penderita HIV untuk memastikan diagnosis TB
paru adalah pemeriksaan BTA dahak, foto toraks dan jika memungkinkan
dilakukan pemeriksaan CD4. Untuk daerah dengan prevalensi HIV yang
tinggi dan dengan kemungkinan koinfeksi TB konseling dan pemeriksaan
HIV sangat diperlukan untuk seluruh kasus TB sebagai bagian dari
penatalaksanaan rutin. Daerah dengan prevalensi yang rendah, konseling dan
pemeriksaan HIV diindikasikan pada pasien TB dengan keluhan dan gejala
HIV atau dengan riwayat risiko tinggi terpajan HIV.

A. Anamnesis
Keluhan secara umum seperti demam, keringat malam, malaise, nafsu
makan menurun, berat badan menurun >10kg dalam 4 bulan, batuk >3
minggu, berdahak, batuk darah, nyeri dada, sesak nafas, diare >1 bulan.
B. Pemeriksaan fisik
Tanda fisik tidak khas, tergantung pada lokasi kelainan serta luasnya
struktur paru. Dapat ditemukan tanda-tanda antara lain penarikan struktur
sekitar, suara napas bronkial, ronki basah bila terdapat efusi pleura
didapatkan gerak napas tertinggal, keredupan dan suara napas menurun
sampai tidak terdengar. Pada penderita HIV didapatkan pembesaran
kelenjar getah bening, bisa terjadi kejang, mual, muntah, poral candidiasis
dan disertai tanda-tanda penyakit kulit lainnya.
C. Pemeriksaan radiologik
Gambaran radiologis yang dicurigai lesi TB aktif :
1. Bayangan berawan disegmen apical dan posterior lobus atas dan
segmen superior lobus bawah paru.
8

2. Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak berawan atau
nodular.
3. Bayangan bercak milier.
4. Efusi pleura
Gambaran radiologis yang dicurigai lesi TB aktif :
1. Fibrotik, terutama pada segmen apical dan atau posterior lobus atas dan
atau segmen superior lobus bawah.
2. Kalsifikasi.
3. Penebalan pleura.
Luas proses yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan
dinyatakan sebagai berikut :
1. Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru
dengan luas lesi tidak lebih dari volume paru yang terletak diatas
chondrostrenal junction dari iga kedua dan prosesus spinosus vertebra
torakalis IV atau korpus vertebra torakalis V (sela iga ke-2) dan tidak
dijumpai kaviti.
2. Lesi luas, bila proses lebih dari lesi minimal.
D. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan bakteriologis sangat berperan untuk menegakkan
diagnosis. Spesimen dapat berupa dahak, cairan pleura, cairan serebro
spinalis, bilasan lambung, urin dan jaringan biopsi. Pemeriksaan dapat
dilakukan secara mikrokopis dan biakan.
Pemeriksaan dahak untuk menemukan basil tahan asam merupakan
pemeriksaan yang harus dilakukan pada seseorang yang dicurigai
menderita tuberkulosis atau suspek. Pemeriksaan dahak dilakukan 3 kali
(sewaktu/pagi/sewaktu), dengan pewarnaan Ziehl-Nielsen. Interpretasi
pembacaan didasarkan skala IUATLD.
Diagnosis TB paru ditegakkan dengan ditemukannya basil tahan
asam pada pemeriksaan hapusan sputum secara mikroskopis. Hasil
pemeriksaan dinyatakan positif bila sedikitnya 2 dari 3 spesiman dahak
ditemukan BTA (+).
9

Metode cepat uji resistensi obat (uji diagnostik molekular cepat).


Saat ini teradpat pemeriksaan sputum dengan xpert assay yang dapat
mengidentifikasi M.tuberkulosis dan sekalian mendeteksi terhadap
Rifampisin yang hasilnya diperoleh dalam beberapa jam. Pemeriksaan ini
secara konvensional masih dipakai sebagai pemeriksaan baku emas.
Pada pemeriksaan darah tepinya didapatkan leukosit yang sedikit
meningkat, limfosit normal, LED meningkat dan bisa didapatkan juga
anemia ringan, gama globulin meningkat, dan kadar natrium menurun.
VII.Pengobatan
Dalam ISTC dikatakan semua pasien TB termasuk yang disertai HIV
harus diberikan OAT lini pertama yang disepakati secara internasional.
Paduannya tetap 2 HRZE di fase awal dan 4 HR atau 6 HE di fase
selanjutnya. Pemberian 4 H3R3 di fase lanjut hanya sebagai alternatif bila
pemberian tiap hari tidak mungkin dilakukan, tetapi pasien harus dalam
pengawasan ketat. Pengobatan ARV mestinya dimulai segera mungkin
setelah OAT dapat ditoleransi dalam 2-8 minggu terapi fase awal. Terapi
dengan ARV harus dilakukan oleh dokter yang dapat pelatihan khusus HIV,
karena obat ARV dapat berinteraksi dengan OAT dan dapat juga
meningkatkan risiko efek samping. Efavirenz (EFV) mewakili golongan
NNRTI baik digunakan untuk pemeberian ARV pada pasien dalam terapi
OAT. Efavirenz lebih direkomendasikan karena mempunyai interaksi dengan
rifampisisin yang lebih ringan dibandingkan dengan nevirapine.
Psien dengan infeksi HIV mudah sekali terkena infeksi oportunistik
dan disamping itu ada lagi infeksi Pneumocystis jiroveci penumonia. Untuk
infeksi terakhir ini sebaiknya diberikan terapi kotrimoksazol. Biasanya pasien
HIV tanpa TB diberikan kotrimoksazol profilaksis bila CD4 <200, tetapi bila
disertai infeksi TB obat kotrimoksazol hendaknya segera diberikan tanpa
melihat nilai CD4 lagi.
10

Daftar Pustaka

1. Setiati, S. Dkk. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2015.


2. Wibisono, MJ. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Departemen
Ilmu Penyakit Paru FK Unair; 2010.
3. Werdhani, RA. Patofisilogi, Diagnosis dan Klasifikasi Tuberkulosis.
Jurnal FKUI; 2013
4. Wijaya, IMK. Infeksi Hiv (Human Immunodeficiency Virus) Pada
Penderita Tuberkulosis. Journal UNDHIKSA; 2013.
5. NSW Health Indonesia. Hubungan antara TBC dan HIV. Jakarta; 2015.

You might also like