You are on page 1of 30

TUGAS MAKALAH ETIKA PROFESI

GOOD CORPORATE GOVERNANCE

Disusun oleh :
1. Muhammad Kharis Luqoni (2015 12 247)
2. Siti Nur Sa’idah (2015 12 095)
3. Diana Hikmah (2015 12 157)
4. Vicky Kusuma Dewi (2015 12 161)
5. Rina Amalia (2015 12 198)
6. Siti Aisyah (2015 12 210)
7. Rinci Inti Aulia (2015 12 211)
8. Mega Yuastara (2015 12 292)
Kelompok 5
Kelas 7A
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,
Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan
makalah dengan judul “Good Corporate Governance” menurut kami dibuat dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca
untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.

Jakarta,24 Oktober 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Munculnya Good Corporate Governance (GCG) .............................. 1
BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................................................... 5
2.1 PENGERTIAN GCG ..................................................................................................... 5
2.2 KONSEP GCG. ............................................................................................................ 7
2.3 PRINSIP-PRINSIP GCG ................................................................................................ 8
2.4 TUJUAN GCG ........................................................................................................... 11
2.5 MANFAAT GCG ........................................................................................................ 12
2.6 ORGAN KHUSUS DALAM PENERAPAN GCG ............................................................ 13
2.7 GCG dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ..................................................... 15
2.8 GCG DAN PENGAWASAN PASAR MODAL DIINDONESIA......................................... 18
2.9 GCG Perbankan di Indonesia................................................................................... 21
BAB III STUDI KASUS ................................................................................................................ 23
BAB IV PENUTUP ..................................................................................................................... 25
4.1 KESIMPULAN ........................................................................................................... 25
4.2 SARAN ..................................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 27

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Munculnya Good Corporate Governance (GCG)

Mulai populernya istilah “tata kelola perusahaan yang baik” atau yang lebih
dikenal dengan istilah asing good corporate governance (GCG) tidak dapat
dilepaskan dari maraknya skandal perusahaan yang menimpa perusahaan-perusahaan
besar, baik yang ada di Indonesia maupun yang ada di Amerika Serikat.
Runtuhnya system ekonomi komunis menjelang akhir abad ke-20, menjadikan
system ekonomi kapitalis sebagai satu-satunya system ekonomi yang paling dominan
di seluruh dunia. System ekonomi kapitalis makin kuat mengakar berkat arus
globalisasi dan perdagangan bebas yang mampu dipaksakan oleh Negara-negara maju
penganut system ekonomi kapitalis. Ciri utama system ekonomi kapitalis adalah
kegiatan bisnis dan kepemilikan perusahaan dikuasai oleh individu-individu/ sector
swasta. Dalam perjalanannya, beberapa perusahaan akan muncul sebagai perusahaan-
perusahaan swasta raksasa yang bahkan aktivitas dan kekuasaannya telah melibihi
batas-batas suatu Negara. Para pemilik dan pengelola kelompok perusahaan-
perusahaan raksasa ini bahkan mampu mempengaruhi dan mengarahkan berbagai
kebijakan yang diambil oleh para pemimpin politik suatu Negara untuk kepentingan
kelompok perusahaan mereka dengan kekuatan uangnya.
Sebagiman dikatakan oleh Joel bajan (2002), perusahaan (korporasi) saat ini
telah berkembang dari sesuatu yang relative tidak tidak jelas menjadi institusi
ekonomi dunia yang amat dominan. Kekuatan dan pengaruh perusahaan ini
sedemikian besarnya sehingga telah menjelma menjadi “monster raksasa” yang
mendikte hampir seluruh hidup kita, mulai dari apa yang kia pakai, apa yang kita
hasilkan dan apa yang kita kerjakan. Itulah sebabnya, sering kali terjadi pemerintah
suatu Negara yang seharusnya menjadi kekeuatan terakhir sebagai pengawas,
penegak hokum, dan pengendali perusahaan-perusahaan tidak berdaya menghadapi

1
penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh para pelaku bisnis yang berpengaruh
tersebut.
Sistem perbankan di Indonesia yang pada akhirnya menimbulkan krisis
ekonomi, politik, dan sosial yang sangat kompleks.Beberapa perusahaan besar di
Indonesia ada yang bermasalah dan bahkan tidak mampu lagi meneruskan kegiatan
usahanya akibat menjalankan praktik tata kelola kerja yang buruk (bad corporate
governance).Contohnya antara lain: bank-bank pemerintah yang telah
dilikuidasi/demerger (Bank Pembangunan Indonesia-Bapindo, Bank Dagang Negara-
BDN, Bank Bumi Daya- BBD, Bank Export Import- Bank Exim); PT Indorayon
(Sebuah pabrik kertas di Sumatra Utara); PT Dirgantara Indonesia (Sebuah pabrik
pesawat terbang yang berkantor pusat di Bandung); dan PT Lapindo Brantas (Sebuah
pabrik eksplorasi minyak dan gas di Sidoarjo,Jawa Timur). Kejatuhan bank
pemerintah pada awal abad ke-21 ini lebih disebabkan oleh kebijakan ekspansi kredit
direksi bank tersebut yang tidak bijaksana (imprudential credit policy). Kredit
diberikan dalam jumlah besar kepada beberapa kelompok usaha besar tanpa melalui
suatu kajian yang cermat dan objektif atas studi kelayakan mereka.Akibatnya,bank-
bank pemerintah tersebut mengalami kesulitan keuangan karena kelompok usaha
besar ini tidak mampu mengembalikan pinjaman dan bunganya.
Kebangkrutan PT Indorayon, sebuah perusahaan pabrik kertas yang
tergolong besar,lebih disebabkan oleh tata kelola yang buruk oleh perusahaan tersebut
dalam mengelolah hutan pinus di sekitar danau Toba yang menjadi sumber utama
bahan baku kertas perusahaan ini.Akibat pengelolahan hutan pinus yang buruk itu
telah menimbulkan kerusakan lingkungan htan dan mengganggu system tata air
disekitar danau Toba.Permukaan air danau Toba sempat mengalami penurunan tajam
sehingga memengaruhi penghasilan masyarakat ternak ikan di sekitar danau
Toba.Masyarakat sekitar danau Toba menjadi marah dan mereka menghentikan
secara paksa aktivitas perusahaan di sekitar danau Toba tersebut.Akibatnya,PT
Indorayon tidak dapat beroperasi karena hubungan yang tidak baik dengan
masyarakat di sekitar lokasi pasokan bahan baku.

2
Hal yang sama terjadi pada kasus PT Lapindo Brantas. Kecerobohan
PT Lapindo Brantas dalam melakukan eksplorasi minyak dan gas di Sidoarjo bukan
saja menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup pada area yang
sangat luas,tetapi juga mematikan sumber pencarian sebagaian besar masyarakat di
daerah yang tercemar tersebut.Hal ini dapat saja menimbulkan potensi tuntutan
hukum dari masyarakat,yang pada gilirannya dapat mengancam keberadaan
perusahaan.
Pada intinya,timbulnya krisis ekonomi di Indonesia ini disebabkan
oleh tata kelola perusahaan yang buruk (bad corporate governance) dan tata kelola
pemerintahan yang buruk pula (bad government governance) sehingga memberi
peluang besar timbulnya praktik-praktik korupsi,kolusi,dan nepotisme (KKN).Hal ini
dapat ditunjukan pada beberapa fakta berikut :
a. Mudahnya para spekulan mata uang untuk mempermainkan pasar valuta
asing karena tidak adanya alat kendali yang efektif.Sifat para spekulan ini
selalu mementing diri sendiri tanpa peduli kepentingan masyarakat ataupun
Negara.
b. Mudahnya para konglomerat memperoleh dana pinjaman dari
perbankan.Hal ini dimungkinkan karena para konglomerat itu sekaligus
juga menjadi pemilik bank-bank swasta ternama.Melalui rekayasa studi
kelayakan dan laporan keuangan, para konglomerat ini menarik pinjaman
dari bank miliknya untuk membiayai proyek-proyek usaha yang masih
berada dalam kelompok usahanya. Para direksi bank ini tidak dapat
bersikap independen karena ditempatkan di bank tersebut oleh para
konglomerat tersebut. Para konglomerat ini banyak yang sekaligus
merangkap fungsi sebagai pemegang saham,komisaris,dan direksi di
kelompok usaha mereka.
c. Banyak direksi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) termasuk di bank-
bank pemerintah juga tidak independen. Dalam mengambil berbagai
kebijakan selalu ada campur tangan dari oknum pejabat pemerintahan,Hal
ini tidak mengherankan karena para direksi ini sering kali merupakan

3
kepanjang tangan kepentingan kelompok oknum pejabat tertentu.Kalaupun
mereka bersifat professional,mereka sering mendapat tekanan oknum
pejabat.
d. Para komisaris di BUMN sering kali bukan orang yang professional,
melainkan oknum-oknum birokrasi yang telah memasuki usia pension.
Mereka ditempatkan bukan karena kemampuan dan pengalaman mereka
dalam mengelola perusahaan,tetapi lebih karena sekedar balas jasa setelah
memasuki usia pension.
e. Banyaknya profesi yang terkait dengan kegiatan bisnis ini- seperti: akuntan
publik,perusahaan penilai,konsultan keuangan,dan sebagainya- yang
mudah diajak bekerja sama untuk merekayasa laporan audit,laporan
keuangan,dan laporan penilaian harta (asset) perusahaan untuk berbagai
keperluan- seperti: tender,aplikasi kredit bank,penerbitan saham di
bursa,dan sebagainya.
f. Pada saat timbul krisis moneter,Bank Indonesia mengucurkan dana berupa
bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang mencapai triliunan rupiah
kepada sector perbankan nasional dalam upaya membantu perbankan agar
tidak ambruk akibat penarikan dana nasabah secara besar-besaran. Namun
itikad baik BI ini banyak disalahgunakan oleh pemilik bank dengan
memindahkan dana ini ke rekening pribadinya dan membiarkan bank
mereka sendiri tetap ambruk. Kalaupun para pemilik bank ini mempunyai
itikad baik,merka tidak mampu lagi untuk mengembalikan dana BLBI
tersebut.Sampai saat ini belum ada penyelesaian tuntas tentang kasus BLBI
ini.

4
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 PENGERTIAN GCG

Walaupun istilah GCG dewasa ini sudah sangat popular,namun sampai saat ini
belum ada definisi baku yang dapat disepakati oleh semua pihak. Istilah “corporate
governance” pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee,Inggris di tahun
1922 yang menggunakan istilah tersebut dalam laporannya yang kemudian dikenal
sebagai Cadbury Report (dalam Sukrisno Agoes,2006). Istilah ini sekarang menjadi
sangat popular dan diberi banyak definisi oleh berbagai pihak.DIbawah ini diberikan
beberapa definisi dari beerapa sumber yang dapat dijadikan acuan.
1. Cadbury Committee of United Kingdom:
“A set of rules that define the relationship between shareholders, managers,
creditors, the government, employees, and other internal and external
stakeholders in respect to their right and responsibilities,or the system by
which companies are directed and controlled.”
[“Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang
saham,pengurus perusahaan,pihak kreditur, pemerintah,karyawan,serta para
pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan
hak-hak dan kewajiban mereka; atau dengan kata lain suatu sistem yang
mengarahkan dan mengendalikan perusahaan.”]
2. Forum of Corporate Governance in Indonesia – FCGI (2006) – tidak
membuat definsi tersendiri tetapi mengambil definisi dari Cadbury
Committee of United Kingdom,yang kalau diterjemahkan adalah: “ …..
seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang
saham,pengurus perusahaan,pihak kreditur,pemerintah,karyawan,serta para
pemegangan kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan
dengan hak-hak dan kewajiban mereka; atau dengan kata lain suatu sistem
yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan.”

5
3. Sukrisno Agoes (2006) mendefinisikan tata kelola perusahaan yang baik
sebagai suatu sistem yang mengatur hubungan peran Dewan Komisaris, peran
Direksi, pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainnya. Tata kelola
perusahaan yang baik juga disebut sebagai suatu proses transparan atas
penentuan tujuan perusahaan,pencapaiannya, dan penilaian kinerjanya.
4. Organization for Economic Coorperation and Development – OECD (dalam
tjager dkk.,2004) mendefinsikan GCG sebagai: “The structure through which
shareholders,directors,managers,set of the board objectives of the
company,the means of attaining those objectives and monitoring
performance.” [“Suatu struktur yang terdiri atas para pemegang
saham,direktur,manajer,seperangkat tujuan yang ingin dicapai
perusahaan,dan alat-alat yang digunakan dalam mencapai tujuan dan
memantau kinerja.”]
5. Wahyudi Prakasa (dalam Sukrino Agoes,2006) mendefinsikan GCG sebagai
: “….. mekanisme administrative yang mengatur hubungan-hubungan antara
manajemen perusahaan,komisaris,direksi,pemegang saham,dan kelompok-
kelompok kepentingan (stakeholders) yang lain. Hubungan-hubungan ini
dimanifestasikan dalam bentuk berbagai aturan permainan dan sistem insentif
sebagai kerangka kerja (framework) yang diperlukan untuk mencapai tujuan-
tujuan perusahaan dan cara-cara pencapaian tujuan-tujuan serta pemantauan
kinerja yang dihasilkan.”
Jadi Good governance dapat diartikan sebagai kepemerintahan yang baik atau
penyelenggaraan pemerintahaan yang bersih dan efektif, sesuai dengan peraturan dan
ketentuan yang berlaku. Pemerintahan mencakup ruang lingkup yang luas, termasuk
bidang politik, ekonomi dan sosial mulai dari proses perumusan kebijakan dan
pengmbilan keputusan hingga pelaksanaan dan pengawasan. Political
governance mengacu pada proses pembuat kebijakan.Economic governance mengacu
pada proses pembuatan keputusan di bidang ekonomi guna meningkatkan
kesejahteraan, pemerataan, penurunan kemiskinan dan peningkatan kualitas

6
hidup. Administrative governance berarti, bahwa penyelenggara setiap bidang dan
tahapan pemerintahan harus dilakukan dengan bersih, efisien, dan efektif.
Dalam bahasa sederhana, governance berarti proses pengambilan keputusan
dan proses pelaksanaan atau implementasinya. Secara umum dapat dikatakan,
bahwa good governance adalah penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan prinsip :
partisipasi maksimal dari semua pemangku kepentingan (stackholder), hukum da
aturan (rule of law), transparansi, responsivitas, orientasi consensus, keadilan dan
kewajaran, efisiensi dan efektivitas, akuntabilitas dan visi strategis.

2.2 KONSEP GCG.

Wadah Organisasi (perusahaan, sosial, pemerintahan)


Model Suatu sistem, proses, dan seperangkat peraturan, termasuk
prinsip-prinsip, serta nilai-nilai yang melandasi praktik
bsnis yang sehat.
Tujuan - Meningkatkan kinerja organisasi
- Menciptakan nilai tambah bagi semua pemangku
kepentingan
- Mencegah dan mengurangi manipulasi serta kesalahan
yang signifikan dalam pengelolaan organisasi
- Meningkatkan upaya agar para pemangku kepentingan
tidak dirugikan

Mekanisme Mengatur dan mempertegas kembali hubungann, peran,


wewenang, dan tanggung jawab :
- Dalam arti sempit : antar pemilik/ pemegang saham,
dewan komisaris, dan dewan direksi.
- Dalam arti luas : antar seluruh pemangku kepentingan.

7
2.3 PRINSIP-PRINSIP GCG

Penggunaan prinsip good governance dalam dunia usaha disebut Good


Corporate Governance (GCG). Dengan kata lain, bahwa dunia usaha harus juga
membangun dan memelihara prinsip-prinsip good corporate governance yaitu :
partisipasi, hukum dan aturan, transparasi, respontative, orientasi konsesus, keadilan
dan kewajarana, efisiensi dan efektivitas, akuntabilitas dan visi strategis.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, konsep CGC memperjelas dan
mempertegas mekanisme hubungan antar para pemangku kepentingan di dalam
organisasi. The Organization for Economic Cooperation and Development(OECD)
juga telah menciptakan prinsip-prinsip good corporate governancedengan harapan
dapat dipergunakan sebagai bahan acuan internasional (internasional benchmark)
bagi para perusahaan Negara, investor, perusahaan dan para stackeholder perusahaan
(termasuk pemegang saham, baik Negara-negara anggota OECD maupun bagi
Negara non-anggota. Harapan OECD menyajikan bahan acuan internasional tersebut
telah membawa hasil. Pada tahun 2004 Donald J.Johson, OECD Secretary
General mengutarakan, sejak beberapa tahun terakhir para pengusaha, pemerintahan
dan madyarakat bisnis di banyak Negara mulai menyadari bahwa good corporate
governance dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap stabilitas
perkembangan pasar modal, iklim investasi dan pertumbuhan ekonomi.
Prinsip-prinsip governance yang diterbitkan OECD itu mencakup hal-hal
berikut :
1. Landasan hukum yang diperlukan untuk menjamin penerapan good corporate
governance secara efektif (ensuring the basis for an effective corporate
governance framework); menurut OECD apabila pemerintah suatu negara
menginginkan prinsip-prinsip good corporate governance diterapkan secara
efektif dinegaranya, mereka wajib membangun landasan hukum yang
memungkinkan hal itu terjadi. Tanpa landasan hukum yang kuat salah satu
tujuan utama good corporate governance, yaitu melindungi hak dan
kepentingan para pemegang saham dan stakeholders yang lain sulit

8
dilaksanakan. Landasan hukum tersebut antara lain berupa penciptaan (a)
Undang-undang tentang perseroan terbatas (corporate laws), (b) Undang-
undang perburuhan, (c) Undang-undang tentang kredit perbankan, (d)
Ketentuan tentang standar akuntansi keuangan dan standar audit, (e) Syarat
dan prosedur pendaftaran saham perusahaan di bursa efek.
OECD menyarankan dalam menyusun undang-undang atau ketentuan hukum
lain yang bersangkutan dengan penerapam prinsip good corporate governance,
pemerintah hendaknya melakukan komunikasi dan konsultasi dengan
perusahan-perusahaan lokal. Di samping itu pemerintah negara yang
menerapkan prinsip-prinsip good corporate governace disarankan memonitor
penerapan prinsip-prinsip tersebut di dunia bisnis negaranya.
2. Hak pemegang saham dan fungsi pokok kepemilikan perusahaan (the rights of
shareholders and key ownership function); para pemegang saham mempunyai
hak-hak tertentu. OECD menyarankan hak-hak tersebut dilindungi, baik
secara hukum maupun oleh masing-masing perusahaan.
3. Perlakuan yang adil terhadap para pemegang saham (the equiptable treatment
of shareholders); perusahaan wajib menjamin perlakuan yang adil terhadap
semua pemegang saham perusahaan, termasuk pemegang saham minoritas
dan pemegang saham asing. Pemegang jenis saham yang sama (misalnya
saham biasa) wajib mendapat jaminan memperoleh pelakuan yang sama.
Dalam kaitannya dengan perlakuan adil itu sebelum menjadi saham yang
diperdagangkan di bursa efek, setiap investor berhak mendapatkan informasi
tentang hak dan perlindungan terhadap saham yang akan mereka beli.
4. Peranan the stakeholders dalam corporate govarnance (the role of
stakeholders in corporate governance); OECD juga menyarankan adanya
perlindungan hak dan kepentingan para anggota the stakeholders non
pemegang saham. Hal itu disebabkan karena keberhasilan operasi bisnis
perusahaan ditentukan oleh hasil kerjasama para anggota stakeholders,
termasuk para pemegang saham, karyawan, kreditur pelanggan, dan para
pemasok layanan jasa, baha baku, dan bahan pembantu.

9
5. Prinsip pengungkapan informasi secara transparan (disclosure and
transparency);Prinsip good corporate governance lain yang disosialisasikan
OECD kepada negara-negara anggota dan negara-negara non-anggota adalah
pengungkapan informasi perusahaan secara transparan. Menurut
OECD Board of Directors perusahaan wajib melaporkan kepada pemegang
saham secara akurat, transparan dan tepat waktu, hal-hal yang bersangkutan
dengan kondisi keuangan, perubahan kepemilikan, kinerja bisnis dan hal-hal
penting lainnya yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaan.
6. Tanggung jawab Dewan Pengurus (the responsibilities of the
Board); Tanggung jwab dewan pengurus, organisasi dewan pengurus
atau Board of Directors di banyak negara terdiri dari dua lapis. Di Indonesia
lapis pertama disebut dewan komisaris, sedangkan lapis kedua disebut direksi,
lapis pertama Board of Directors berfungsi sebagai pengarah dan pengawas
jalannya operasi bisnis perusahaan dan kinerja direksi. Sedeangkan fungsi
utama lapis kedua Board of Directors adalah mengelola harta, utang dan
kegiatan bisnis perusahaan sehari-hari. Board of Directors bertanggung jawab
atas kepatuhan perusahaan yang mereka kelola terhadapa undang-undang atau
ketentuan hukum yang berlaku, termasuk undang-undang perpajakan,
perburuhan, persaingan, perkreditan, lingkungan hidup secara lebih rinci
fungsi dan tanggung jawab Board of Directors dalam kerangka corporate
governance.
Adapun prinsip Corporate governance yang diterbitkan oleh OECD dalam
hubungannya dengan tata kelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Menteri
Negara BUMN juga mengeluarkan keputusan Nomor Kep-117/M-MBU/2002 tentang
Penerapan GCG (Tjager dkk., 2003). Ada lima prinsip menurut keputusan ini, yaitu :
a) Kewajaran (fairness)
b) Tranparansi
c) Akuntabilitas
d) Pertanggungjawaban
e) Kemandirian

10
Tranparansi berarti keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan dalam
mengemukakan informasi mengenai perusahaan. Kemandirian berarti pengelolaan
perusahaan secara prosfesional sesuai dengan peraturan perundang-undangan tanpa
benturan kepentingan dan tekanan dari pihak lain. Akuntabilitas berarti memberikan
pelaporan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas secara periodic, termasuk
mengenai penggunaan dan sumber-sumber dana. Kewajaran (fairness) berarti
keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak masing-masing stakeholders
sesuai kontribusi yang diberikan kepada perusahaan, serta perjanjian dengan
perundang-undangan yang berlaku.
Dengan kriteria tersebut, penerapan GCG di lingkungan BUMN diharapkan
dapat mencapai tujuan perusahaan :
a) Memaksimalkan nilai BUMN;
b) Mendorong pengelolaan BUMN secara professional;
c) Mendrong proses pengambilan keputusan berlandakan nilai moral yang
tinggi, kepatuhan atas peraturan perundang-undangan yang berlaku,
pertanggungjawaban social kepada semua stakeholders, dan kelestarian
lingkungan hidup;
d) Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional;
e) Meningkatkan investasi nasional;
f) Mensukseskan program privatisasi.

2.4 TUJUAN GCG

GCG bukanlah seata-mata persoalan membentuk organ-organ perusahaan


seperti komisaris independen dan komite audit, tapt GCG adalah sebagaimana
menciptakan pengelolaan perusahaan yang professional melalui penerapan system
akunting dan keuangan yang memenuhi standar serta bagaimana manajemen
dilengkapi dengan system teknologi informasi yang mendukung operasional
perusahaan.
Good corporate governance mempunyai 5 tujuan utama yaitu :

11
a) Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham;
b) Melindungi hak dan kepentingan stakeholders lainnya;
c) Meningkatkan nilai saham dan perusahaan;
d) Meningkatkan kinerja Dewan Komisaris dan Manajemen;
e) Meningkatkan mutu hubungan Dewan Komisaris dan Manajemen.
Semua kegiatan dalam rangka pencapaian tujuan diselEnggarakan dengan
sIstem pengendalian internal yang mencakup :
a) Pengendalian terstruktur terdiri atas :
1. Intergritas, nilai etika dan kompetensi karyawan
2. Filosofi dan gaya manajemen
3. Keseimbangan tanggung jawab dan kewenangan
4. Pengembangan sumberdaya manusiwa
5. Arahan dari direksi
b) Pengkajian dan pengelolaan resiko Usaha;
c) Pengendalian menyeluruh di setiap unit, aspek dan tingkatan;
d) Ketaatan pada peraturan dalam pelaksanaan, pelaporan dan
pertanggungjawaban;
e) System monitoring dengan dukungan audit internal.

2.5 MANFAAT GCG

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, tujuan penerapan GCG adalah


untuk meningkatkan kinerja organisasi serta mencegah atau memperkecil peluang
praktik manipulasi dan kesalahan signifikan dalam pengelolaan kegiatan organisasi.
Tjager dkk (2003) mengatakan bahwa paling tidak ada lima alasa mengapa penerapan
GCG itu bermanfaat, yaitu :
1. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh McKinsey&Company menunjukan
bahwa para investor institusional lebih menaruh kepercayaan terhadap
perusahaan-perusahaan di Asia yang telah menerapkan GCG.

12
2. Berdasarkan berbagai analisis, ternyata ada indikasi keterkaitan antara
terjadinya krisis finansial dan krisis berkepanjangan di Asia dengan lemahnya
tata kelola perusahaan.
3. Internasioanlisasi pasar termasuk liberalisasi pasar finansial dan pasar modal
menuntut perusahaan untuk menerapkan GCG.
4. Kalaupun GCG bukan obat mujarab untuk keluar dari krisis, system ini dapat
menjadi dasar bagi berkembangnya system nilai baru yang lebih sesuai
dengan lanskap bisnis yang kini telah banyak berubah.
5. Secara teoretis, praktik GCG dapat meningkatkan nilai perusahaan.

Indra Surya dan Ivan yustiavandana (2007) mengatakan bahwa tujuan dan
manfaat dari penerapan GCG adalah :
1. Memudahkan askes terhadap investasi domestic maupun asing
2. Mendapatkan biaya modal (cost of capital) yang lebih murah
3. Memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi
perusahaan
4. Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari para pemangku kepentingan
terhadap perusahaan
5. Melindungi direksi dan komisaris dari tuntunan hukum.

2.6 ORGAN KHUSUS DALAM PENERAPAN GCG

Meskipun ketentuan mengenai organ perseroan telah diatur dalam undang-


undang perseroan terbatas Nomor 40 Tahun 2007 dan selanjutnya dituangkan
kembali di dalam anggaran dasar perseroan, namun dalam praktiknya organ ini belum
mampu menjamin terselenggaranya tata kelola perusahaan yang sehat. Hal ini karena
sifat undang-undang mengatur ketentuan-ketentuan secara garis besar saja sehingga
ada ketentuan-ketentuan dalam undang-undang yang memerlukan petunjuk
pelaksanaan (juklak) atau petunjuk teknis (juknis) lebih lanjut dalam bentuk peraturan

13
dan pedoman yang dil\keluarkan pleh instansi pemerintah yang berwenang serta
institusi atau organisasi prosfesi terkait.
Indra Surya dan Ivan Yustiavananda (2006) meneyebutkan paling tidak
diperlukan organ tambahan untuk melengkapi penerapan GCG, yaitu :
1. Komisaris dan Direktur Independen
Komisaris dan direktur independen ialah seseorang yang ditunjuk untuk
mewakili pemegang saham independen (pemegang saham minoritas).
Sebagaiman diatur dalam undang-undang perseroan \, anggota Direksi dan
Komisaris diangkat dan diberhentikan oleh RUPS, sedangkan keputusan yang
diambil dalam RUPS didasarkan atas perbandingan jumlah suara para pemegang
saham.
2. Komite Audit
Undang-undang Perseroan Terbatas Pasal 121 memungkinkan Dewan Komisaris
untuk membentuk komite tertentu yang dianggap perlu untuk membantu tugas
pengwasan yang diperlukan. Salah satu komite tambahan yang kini banyak
muncul untuk membantu fungsi Dewan komisaris adalah Komite Audit.
Munculnya Komite Audit ini barang kali disebabkan oleh kecenderungan makin
meningkatnya berbagai skandal penyelewengan dan kelalaian yang dilakukan
oleh para direktur dan komisaris perusahaan besar baik yang terjadi di AS
maupun Indonesia yang menandakan kurang memadainya fungsi pengawasan.
Sebagaimana dinyatakan oleh Hasnati (dalam Indra Surya dan Ivan
Yustiavanadana,2006), tugas, tanggung jawab, dan wewenang Komite Audit adalah
membantu Dewan Komisaris, antara lain :
1. Mendorong terbentuknya struktur pengendalian intern yang memadai (prinsip
tanggung jawab);
2. Meningkatkan kualitas keterbukaan dan laporan keuangan (prinsip
transparasi);
3. Mengkaji ruang lingkup dan ketepat audit eksternal, kewajaran biaya audit
ekternal, serta kemandirian dan objektivitas audit eksternal (prinsip
akuntabilitas);

14
4. Mempersiapkan surat uraian tugas dan tanggung jawab komite audit selama
tahun buku yang sedang diperiksa eksternal audit (prinsip tanggung jawab).
3. Sekretaris Perusahaan
Jabatan sekretaris perusahaan menempati posisi yang sangat tinggi dan strategis
karena orang dalam jabatan ini berfungsi sebagai penghubung (liason
officer) atau semacam public relation/investor relation antara perusahaan deng
pihka luar perusahaan, khususnya bagi perusahaan-perusahaan besar yang telah
mendaftarkan sahamnya di bursa.

2.7 GCG dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

Pada awalnya , tujuam didirikan BUMN terkandung dalam pasal 33 ayat 3


UUD 1945 yang berbunyi “ Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar kemakmuran
rakyat”. Namun dalam perjalanannya tujuan utama BUMN sudah berubah sama
seperti sektor swasta yaitu mencari keuntungan.
Tiga jenis bentuk hukum BUMN , yaitu:
1. Persero :
 Modalnya: terdiri atas saham (perbedaan dengan sasta , sebagian
besar modal dikuasai Pemerintah).
 Tujuannya: mencari keuntungan.
 Contoh : PLN(kelistrikan) , Telkom( telekomunikasi).
2. Perusahaan Umum (Perum)
 Modalnya : setoran modal Pemerintah.
 Tujuannya : tidak sepenuhnya mencari keuntungan tapi juga
membawa misi sosial.
 Contoh : Perumnas (penyedian perumahan memperhatikan daya beli
masyarakat) , Perum Bulog (menyediakan, mendistribusikan ,
mengendalikan harga kebutuhan pokok seperti beras , minyak goreng).
3. Perusahaan Jawatan (Perjan)

15
 Modalnya : disisihkan dari APBN
 Tujuannya : pelayanan masyarakat
 Contoh : PJKA ( Perusahaan Jawatan Kereta Api) tapi sekarang sudah
tidak ada lagi karena PJKA berganti menjadi Persero.
Persoalan pokok yang dihadapi oleh BUMN adalah rendahnya keuntungan yang
diperoleh dibandingkan dengan total hartanya. Hal ini dapat dilihat antara lain pada :
 Pemberian remunerasi (imbalan / penghargaan atas jasa yang diberikan atau
disebut juga upah / gaji) yang berlebihan kepada direksi yang tidak
mencerminkan keterkaitan dengan pencapaian target kinerja dan ada
penyalahgunaan fasilitas BUMN untuk manajemen.
 Terlalu kuatnya pemegang saham dalam pemberian paket remunerasi tidak
merangsang direksi untuk melakukan usaha terbaiknya bagi kepentingan
BUMN.
 Transaksi bisnis dengan pihak luar yang dilakukan manajemen tidak
memperhatikan kepentingan pemegang saham.
 Penyusunan past service liabilities yang menguntungkan direksi dan konisaris
, tetapi membebani BUMN.
 Direksi melakukan stratgi diversifikasi untuk meningkatkan ukuran
perusahaan demi pretise dirinya tanpa memperhatikan dampak pada kinerja
perusahaan.
 Intervensi (campur tangan) pemegang saham atau pihak luar secara berlebihan
dalam kegiatan operasional BUMN
 Adanya praktik perusahaan dalam perusahaan yang dilakukan oleh
manajemen.
Untuk mengatas masalah pokok dalam BUMN maka Kementrian Negara BUMN
mengeluarkan Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-23/M-PM.PBUMN/2000 tg
31 Mei 2000 tentang Pengembangan Praktik Good Corporate Governance (GCG)
pada BUMN. Kemudian disempurnakan melalui Keputusan Menteri Negara BUMN
Nomor Kep-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 , didalamnya tertulis tujuan
dan prinsip GCG yaitu:

16
1. Tujuan GCG diatur dalam Pasal 4 , yaitu :
 Memaksimalkan nilai BUMN : caranya meningkatkan prinsip
keterbukaan , akuntabilitas , dapat dipercaya , bertanggung jawab , dan
adil agar perusahaan memiliki daya saing kuat baik secara nasional
maupun internasional.
 Mendorong pengelolaan BUMN : dengan cara profesional ,
transparan , efisien , seta memberdayakan fungsi dan meningkatkan
kemandirian.
 Mendorong agar membuat keputusan dilandasi nilai moral tinggi dan
kepatuhan pada peraturan Perundang-undangan berlaku serta
kesadaran akan tanggung jawab sosial BUMN terhadap para
pemangku kepentingan maupun kelestarian lingkungan BUMN.
 Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional.
 Menyukseskan program privatisasi : (pengalihan kepemilikan dari
milik umum jadi milik pribadi ,, tapi yang dimaksudkan disini adalah
positifnya yaitu membantu terbentuknya pasar bebas ,
mengembangkan kompetisi kapitalis dan memberikan harga lebih
kompetitif )
2. Prinsip – prinsip GCG diatur dalam pasal 3 , yaitu :
 Transparansi : keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan
keputusan dan mengemukakan informasi materiil dan relevan tentang
perusahaan.
 Kemandirian : perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan
kepentingan / tekanan dari pihak lain , maupun yang tidak sesuai
dengan peraturan Perundang-undangan dan prinsip perusahaan yang
sehat.
 Akuntabilitas : kejelasan fungsi , pelaksanaan , dan
pertanggungjawabanorgan sehingga pengelolaan perusahaan
terlaksana secara efektif.

17
 Pertanggungjawaban : kesesuaian dalam pengelolaan perusahaan
terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip
perusahaan yang sehat.
 Kewajaran (fairness) : keadilan dalam pemenuhan hak-hak pemangku
kepentingan berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Beberapa contoh kasus pengelolaan BUMN sebelum dan sesudah penerpan prinsip-
prinsip GCG, yaitu :

penunjukan anggota lebih mempertimbangkan aspek lebih mempertimbangkan aspek


komisaris dan anggota politis ( KKN , like , dislike) kompetensi dan profesionalisme
dewan direksi
organ Satuan Pengawas kurang berfungsi berfungsi
Intern (SPI)
komite audit belum dibentuk sudah dibentuk
penyusunan laporan kurang diperhatikan diperhatikan dan dipertanggungjawabkan
keuangan

2.8 GCG DAN PENGAWASAN PASAR MODAL DIINDONESIA


Pasar modal adalah tempat bertemunya penjual dan pembeli , didalamnya
diperjualbelikan instrumen keuangan (sekuritas ) jangka panjang ( obligasi , saham ,
dan instrumen derivatif).
Keberadaan pasar modal ditentukan oleh lembaga dan unsur penunjang pasar
modal, antara lain :
1. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK),
yaitu lembaga yang dibentuk oleh pemerintah yang berfungsi mengawasi
kegiatan semua lembaga terkait agar kegiatan pasar modal dan keuangan
berjalan adil dan efektif.
2. Bursa Efek, yaitu lembaga yang menyelenggarakan kegiatan perdagangan
sekuritas pasar modal. Saat ini yang menyelenggarakan kegiatan perdagangan
pasar modal di Indonesia adalah Bursa Efek Indonesia (BEI), yaitu suatu
lembaga baru yang merupakan gabungan (merger) dari dua penyelenggara
sebelumnya, yaitu bursa efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES).

18
3. Lembaga Kliring, yaitu lembaga yang mirip dengan lembaga kliring uang
giral yang dikenal dalam dunia perbankan. Frekuensi perdagangan di bursa
sedemikian seringnya sehingga tidak mungkin dilakukan perpindahan
instrumen sekuritas secara fisik setiap saat. Fungsi lembaga kliring ini adalah
menyimpan dan mengatur arus fisik sekuritas tersebut.
4. Emiten, yaitu perusahaan yang menjual instrumen sekuritas untuk
memperoleh dana dari investor di bursa.
5. Underwriter, yaitu perusahaan penjamin bagi emiten agar emiten sukses
dalam menjual instrumen sekuritas tersebut. Fungsi underwriter adalah
memastikan bahwa instrumen sekuritas yang diterbitkan oleh emiten dapat
terjual habis dengan harga wajar.
6. Investor/Calon Investor, yaitu institusi atau perorangan yang setiap saat
melakukan transaksi pembelian dan penjualan atas instrumen sekuritas yang
di perdagangkan di bursa.
7. Akuntan Publik, yaitu lembaga yang melakukan audit atas kewajaran
laporan keuangan emiten dan memberikan opini audit atas kewajaran laporan
keuangan emiten yang diperiksanya. Emiten yang akan menerbitkan
instrumen sekuritas, laporan keuangannya diwajibkan untuk diaudit oleh
akuntan publik terlebih dahulu dan hanya emiten yang hasil audit laporan
keuangannya berupa wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion) yang
diperbolehkan menerbitkan instrumen sekuritas di bursa.
8. Notaris, yaitu lembaga hukum yang memberikan dasar keabsahan secara
legal berbagai peristiwa/kegiatan penting di dalam perusahaan, seperti Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS), jual beli aset tetap perusahaan,
peminjaman uang dan sebagainnya.
9. Konsultan Hukum, yaitu lembaga yang diperlukan emiten untuk memeriksa
dan memastikan bahwa emiten yang akan menerbitkan instrumen sekuritas
tersebut tidak memiliki sengketa hukum dengan pihak lain.
10. Konsultan Keuangan, yaitu lembaga yang dapat diminta jasanya oleh emiten
untuk memberikan nasehat di bidang keuangan sebelum menerbitkan sebuah

19
instrumen sekuritas. Jasa yang diberikan sangat luas, antara lain mencakup
penentuan struktur permodalan dan keuangan, reorganisasi, quasi
reorganisasi, penetapan jenis instrumen, penyusunan proyeksi laporan
keuangan, penaksiran harga instrumen sekuritas yang akan diterbitkan dan
sebagainya.

Fungsi dan peran Bapepam LK dalam aktivitas pasar modal suatu negara sangat
strategis karena lembaga inilah yang diberi wewenang oleh pemerintah untuk
mengawasi semua lembaga terkait dan membuat berbagai peraturan yang harus
dipatuhi oleh semua lembaga terkait agar kegiatan pasar modal di bursa dapat
berjalan secara adil, efektif, dan efisien.
 Kegiatan pasar modal disebut efektif bila para investor dan calon investor
tertarik untuk melakukan transaksi di bursa. Mereka tertarik karena percaya
bahwa semua lembaga terkait di bursa telah menjalankan fungsi mereka
sesuai dengan aturan main yang telah ditetapkan oleh badan pengawas pasar
modal.
 Kegiatan pasar modal disebut efisien bila semua lembaga terkait termasuk
investor merasakan bahwa penyelenggaraan kegiatan di bursa tersebut dapat
terselenggara dengan cepat tanpa di bebani biaya yang berlebihan.
 Kegiatan pasar modal dianggap adil (fair) bila semua pihak terkait,
termasuk para calon investor tidak merasa dirugikan oleh kegiatan di bursa
tersebut.

Jadi, pada intinya fungsi Bapepam LK dalam hal ini adalah memastikan agar semua
lembaga penunjang yang terkait di bursa menjalankan tata kelola lembaga masing-
masing secara sehat dan mematuhi berbagai peraturan perundang –undangan yang
berlaku, termasuk seperangkat aturan yang dikeluarkan oleh Bapepam LK tersebut.
Bapepam juga berfungsi mengawasi dan menegakkan aturan main yang ada,
termasuk memberikan sanksi yang diperlukan kepada lembaga terkait yang

20
melanggar aturan main tersebut demi terciptanya pasar modal yang adil, efektif dan
efisien.

2.9 GCG Perbankan di Indonesia

Aktivitas bisnis dan sistem perekonomian yang kuat harus didukung oleh
sistem perbankan yang kuat. Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia
nomor 8/4/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang Implementasi GCG oleh Bank-
Bank Komersial. Secara garis besar, peraturan ini mengatur tentang:
a. Prosedur pengelolaan melalui penerapan prinsip transparansi, akuntabilitas,
tanggung
jawab, independensi dan kesetaraan (Pasal 1 ayat 6);
b. Tujuan Implementasi GCG (Pasal 2), minimal untuk merealisasikan:
 Kejelasan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Dewan Direksi.
 Kelengkapan dan implementasi tugas komite dan unit pelaksana fungsi
internal audit bank.
 Kinerja ketaatan, fungsi auditor internal dan eksternal.
 Implementasi manajemen risiko termasuk sistem pengendalian internal.
 Ketentuan dana pihak-pihak terkait (related parties) dan dana dalam jumlah
besar.
 Rencana strategis bank.
 Transparansi kondisi keuangan dan non-keuangan.
c. Jumlah, komposisi, kriteria dan indenendensi Dewan Komisaris (Bab II Pasal
4-18);
d. Jumlah, komposisi, kriteria dan indenendensi Dewan Direksi (Bab III Pasal
19-37);
e. Komite (Bab IV Pasal 38-48);
f. Ketaatan, Fungsi Auditor Eksternal dan Internal (Bab V Pasal 49-52);
g. Implementasi Manajemen Risiko (Bab VI Pasal 53)
h. Ketentuan Dana (Bab VII Pasal 54-55);
i. Rencana Strategi Bank;

21
j. Aspek Transparansi Kondisi Bank (Bab IX Pasal 57-58);
k. Konflik Kepentingan dan Pelaporan Internal (Bab X Pasal 59-60);
l. Laporan dan Asesmen Implementasi GCG (Bab XI Pasal 61-66);
m. Implementasi GCG di Cabang Luar Negeri (Bab XII Pasal 67-68);
n. Sanksi-sanksi (Bab XIII Pasal 69-75);
o. Ketentuan Peralihan (Bab XIV Pasal 76-77);
p. Ketentuan Penutup (Bab XV Pasal 78).

22
BAB III

STUDI KASUS

KPK: PT Nindya Karya dan Tuah Sejati Rugikan Negara Rp 313 Miliar

Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif (kanan) didampingi Jubir KPK
Febri Diansyah memberi keterangan kasus pembangunan Pelabuhan Bebas Sabang
2006-2011, Jakarta, Jumat (13/4). KPK menetapkan dua tersangka korporasi di kasus
ini.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan PT Nindya Karya dan PT


Tuah Sejati sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Dermaga
Bongkar Sabang. KPK menyebut nilai proyek tersebut senilai Rp 793 miliar dengan
menggunakan APBN tahun 2006-2011.

"Diduga terjadi kerugian negara sekitar Rp 313 miliar dalam pelaksanaan


proyek pembangunan Dermaga Bongkar pada kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas Sabang ini," ujar Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di Gedung
KPK Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (14/3/2018).

Syarief menjelaskan, nilai proyek pembangunan Dermaga Sabang dari tahun


2006 sampai 2011 terus meningkat. Pada 2006 anggaran turun sebesar Rp 8 miliar
dan tahun 2007 sebesar Rp 24 miliar.

Sementara itu, pada 2008 nilai proyek meningkat sebesar Rp 124 miliar serta
2009 sebesar Rp 164 miliar. Begitu juga dengan 2010, nilai proyek meningkat
sebesar Rp 180 miliar, dan pada 2011 sebesar Rp 285 miliar.

"Tahun 2004 (sudah dianggarkan) senilai Rp 7 miliar, tidak dikerjakan pada


kurun 2004-2005 karena bencana tsunami Aceh. Namun, uang muka telah diterima
sebesar Rp 1,4 miliar," tutur Wakil Ketua KPK itu.

23
Penetapan Tersangka

Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif (kanan) didampingi Jubir KPK
Febri Diansyah memberi keterangan kasus pembangunan Pelabuhan Bebas Sabang
2006-2011, Jakarta, Jumat (13/4). KPK menetapkan dua tersangka korporasi di kasus
ini. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)
Sebelumnya, KPK menetapkan dua korporasi, PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati
sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan Dermaga Bongkar pada
Kawasan Perdagangan Bebas dan pelabuhan bebas Sabang yang dibiayai APBN
tahun 2014-2011.

Penetapan dua korporasi tersebut merupakan pengembangan dari penyidikan


perkara dengan para tersangka dalam kasus yang sama. Diduga dua korporasi tersebut
melakukan penyimpangan dalam pengerjaan proyek.

PT Nindya Karya diduga menerima laba sebesar Rp 44,68 miliar, sementara


PT Tuah Sejati menerima laba sebesar Rp 49,9 miliar. Dalam kasus ini, KPK sendiri
telah memblokir rekening PT Nindya Karya.

Terkait perbuatannya, PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati disangkakan


melanggar Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

(Sumber: www.liputan6.com diakses pada 17/10/2018 pukul 12.40 WIB)

24
BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Good governance dapat diartikan sebagai kepemerintahan yang baik atau


penyelenggaraan pemerintahaan yang bersih dan efektif, sesuai dengan peraturan dan
ketentuan yang berlaku. Pemerintahan mencakup ruang lingkup yang luas, termasuk
bidang politik, ekonomi dan sosial mulai dari proses perumusan kebijakan dan
pengmbilan keputusan hingga pelaksanaan dan pengawasan.Political
governance mengacu pada proses pembuat kebijakan. Economic
governance mengacu pada proses pembuatan keputusan di bidang ekonomi guna
meningkatkan kesejahteraan, pemerataan, penurunan kemiskinan dan peningkatan
kualitas hidup. Administrative governance berarti, bahwa penyelenggara setiap
bidang dan tahapan pemerintahan harus dilakukan dengan bersih, efisien, dan efektif.
Adapun prinsip Corporate governance yang diterbitkan oleh OECD dalam
hubungannya dengan tata kelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Menteri
Negara BUMN juga mengeluarkan keputusan Nomor Kep-117/M-MBU/2002 tentang
Penerapan GCG (Tjager dkk., 2003). Ada lima prinsip menurut keputusan ini, yaitu :
a) Kewajaran (fairness)
b) Tranparansi
c) Akuntabilitas
d) Pertanggungjawaban
e) Kemandirian
Indra Surya dan Ivan yustiavandana (2007) mengatakan bahwa tujuan dan
manfaat dari penerapan GCG adalah :
1. Memudahkan askes terhadap investasi domestic maupun asing
2. Mendapatkan biaya modal (cost of capital) yang lebih murah
3. Memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja
ekonomi perusahaan

25
4. Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari para pemangku kepentingan
terhadap perusahaan
5. Melindungi direksi dan komisaris dari tuntunan hokum.
Banyak sudah terjadi kejahatan ekonomi dan kecurangan bisnis yang
dilakukan oleh banyak korporasi atau pelaku bisnis dan ekonomi yang telah
merugikan warga negara, masyarakat bahkan merugikan Negara, setidaknya dalam
segi finansial (pajak) dan kepercayaan public terhadap peranan Negara (pemerintah)
dalam mengawasi dinamika ekonomi, khususnya proses produksi, eksplorasi, dan
eksploitasi sumber-sumber kekayaan alam dan pelestarian lingkungan hidup.
Fenomena ini terjadi karena banyak korporasi, terutama para pimpinanya tidak
memiliki komitmen yang kuat untuk memberantas kejahatan bisnis. Penyelewengan,
penyalahgunaan otoritas, korupsi, dan kolusi juga sulit diatasi. Penipuan sistematis
terhadap masyarakat yang dilakukan beberapa pebisnis juga sering terjadi.

4.2 SARAN

Untuk mengatasi kejahatan bisnis/ ekonomi yang terjadi seiring dengan


perkembangan ilmu dan teknologi yang telah melahirkan revolusi industry
perdagangan, perbankan dan khusunya korporasi, dalam skala global, sebaiknya
semua Negara memperkuat komitmen politiknya untuk lebih memartabatkan kegiatan
ekonomi dan bisnis. Dengan begitu, kemakmuran dan kesejahteraan dapat terwujud.
Selain itu perlu juga diperkuat komitmen moralnya untuk tetap konsisten
menjalankan sebuah misi penting, yaitu mewujudkan keadilan, kebenaran, kejujuran,
penegak hukum, penegak etika dan peningkatan ras kompetensi secara fair rasional
dan berkemanusiaan.

26
DAFTAR PUSTAKA

Agoes, sukrisno & Ardana, I Cenik. 2009. Etika Bisnis dan Profesi : Tantangan
Membangun Manusia Seutuhnya. Jakarta: Salemba Empat.
Arijanto, Agus. 2011. Etika Bisnis dan Profesi. Bahan ajar tidak diterbitkan. Malang:
Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang.
Pieris, John & Wiryawan, N J. 2007. Etika Bisnis dan Good Corporatr Governance.
Jakarta: Pelangi Cendekia.
www.liputan6.com

27

You might also like