Professional Documents
Culture Documents
DISUSUN OLEH
TAUFIK ISMAIL
SN. 171196
A. KONSEP PENYAKIT
1. DEFINISI
Acute Myocard Infark (AMI) adalah suatu keadaan gawat
darurat jantung dengan manifestasi klinik berupa perasaan tidak enak
di dada atau gejala-gejala lain sebagai akibat iskemia miokard
(Wikipedia, Maret 23,2010)
Infark Miokard (IM) adalah kematian sel-sel miokardium
yang terjadi akibat kekurangan oksigen berkepanjangan. Hal ini
adalah respon letal terakhir terhadap iskemia miokard yang tidak
teratasi. Sel-sel miokardium mulai mati setelah 20 menit mengalami
kekurangan oksigen. (Corwin, 2009 495).
Infark miokard adalah nekrosis miokard akibat aliran darah
ke otot jantung terganggu. Biasanya didasari oleh adanya
aterosklerosis pembuluh darah koroner. Nekrosis miokard akut hampir
selalu terjadi akibat penyumbatan total arteri koronaria oleh trombus
yang terbentuk pada plaqus aterosklerosis yang tidak stabill
(Morton,2012).
Infark Miokard Akut (IMA) adalah kerusakan jaringan
miokard akibat iskemia hebat yang terjadi secara tiba-tiba. Tiga
kriteria untuk menegakkan diagnosis IMA adalah adanya nyeri dada
khas infark, elevasi segmen ST pada EKG, dan kenaikan enzim
creatine kinase (CK), dan creatine kinase myocardial band (Sudoyo,
2009).
Jadi, disimpulkan bahwa Akut Miokard Infark (AMI)
merupakan suatu keadaan dimana terjadi kerusakan atau kematian otot
jantung yang disebabkan oleh karena berkurangnya atau terhambatnya
aliran darah koroner secara tiba-tiba sehingga kebutuhan oksigen
meningkat tanpa disertai perfusi arteri koroner yang cukup.
2. ETIOLOGI
Terlepasnya suatu plak aterosklerosis dari salah satu arteri
koroner dan kemudian tersangkut dibagian hilir yang menyumbat
aliran darah keseluruh miokardium yang diperdarahi oleh pembuluh
tersebut, dapat menyebabkan infark miokardium. Infark miokardium
juga dapat terjadi apabila lesi trombotik yang melekat ke suatu arte
yang rusak menjadi cukup besar untuk menyumbat secara total aliran
darah ke bagian hilir, atau apabila suatu ruang jantung mengalami
hipertfrofi berat sehingga kebutuhan oksigen tidak dapat terpenuhi.
(corwin, 2000). Infark miokard dapat disebabkan oleh:
1. Penyempitan kritis arteri koroner,
2. Oklusi arteri komplit,
3. Syok hemoragik,
4. Ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen,
5. Stenosis aorta/aorta inufisiensi,
6. Hipertensi,
7. Lesi trombolik,
8. Hipertrofi ruang jantung.
(Nurarif, 2013)
3. MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan gejala infark miokard (TRIAS) adalah:
1. Nyeri:
a. Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-
menerus tidak mereda, biasanya diatas region sternal bawah
dan abdomen bagian atas, ini merupakan gejala utama.
b. Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai
nyeri tidak tertahankan lagi.
c. Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang
dapat menjalar ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan
(biasanya lengan kiri).
d. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan
atau gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau
hari, dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau
nitrogliserin (NTG).
e. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
f. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin,
diaforesis berat, pening atau kepala terasa melayang dan mual
muntah.
g. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri
yang hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat
mengganggu neuroreseptor (mengumpulkan pengalaman
nyeri).
2. Laboratorium
Pemeriksaan Enzim jantung:
a. CPK-MB/CPK
Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara
4-6 jam, memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam
36-48 jam.
Nilai Normal CK/CPK (Creatin Posfo Kinase)
No Peningkatan Penyebab
CPK
1. Peningkatan 5 a. Infark jantung
kali atau lebih b. Polimiositis
atau lebih dari c. Distropia
nilai normal muskularis duchene
2. Peningkatan a. Kerja berat
ringan/sedang b. Trauma
(2-4 kali nilai c. Tindakan bedah
normal) d. Injeksi I.M
e. Miopati
alkoholika
f. Infark
miokard/iskemik
berat.
g. Infark
paru/edema paru.
Jenis enzim yang terdapat banyak pada jaringan terutama otot,
miokardium, dan otak. Terdapat 3 jenis isoenzim kreatinase
dan diberu label M (muskulus) dan B (Brain), yaitu:
a) Isoenzim BB : banyak terdapat di otak
b) Isoenzim MM : banyak terdapat pada otot skeletal
c) Isoenzim MB : banyak terdapat pada miokardium
bersama MM
Nilai normal CKMB kurang dari 10 U/L. Klinis:
a) Peningkatan kadar CPK dapat terjadi pada penderita
AMI, penyakit otot rangka, cedera cerebrovaskuler.
b) Peningkatan iso enzim CPK-MM, terdapat pada
penderita distrofi otot, trauma hebat, paska operasi, latihan
berlebihan, injeksi I.M, hipokalemia dan hipotiroidisme.
c) Peningkatan CPK-MB : pada AMI, angina pectoris,
operasi jantung, iskemik jantung, miokarditis, hipokalemia,
dan defibrilasi jantun.
d) Peningkatan CPK-BB : terdapat pada cedera
cerebrovaskuler, pendarahan sub arachnoid, kanker otak,
cedera otak akut,syndrome reye, embolisme pulmonal dan
kejang.
e) Obat-obat yang meningkatkan nilai CPK :
deksametason, furosemid, aspirin dosis tinggi, ampicillin,
karbenicillin dan klofibrat.
b. LDH/HBDH
Meningkat dalam 12-24 jam dam memakan waktu lama untuk
kembali normal. Merupakan enzim yang melepas hydrogen
dari suatu zat dan menjadi katalisator proses konversi laktat
menjadi piruvat. Tersebar luas pada jaringan terutama ginjal,
rangka, hati dan miokardium. Peningkatan LDH menandakan
adanya kerusakan jaringan. LDH akan meningkat sampai
puncak 24-48 jam setelah infark dan tetap abnormal 1-3
minggu kemudian. Nilai normal: 80-240 U/L
4. KOMPLIKASI
a. Tromboembolus: Akibat kontraktilitas miokard berkurang
b. Gagal jantung kongesti: Yang merupakan kongesti akibat
disfungsi miokardium. Gagal jantung kiri merupakan komplikasi
mekanisme yang paling sering terjadi setelah infark miokardium.
c. Distritmia: Paling sering terjadi, terjadi akibat perubahan
keseimbangan elektrolit dan penurunan pH
d. Syok kardiogenik: Apabila curah jantung sangat kurang
dalam waktu lama. Syok kardiogenik terjadi akibat disfungsi nyata
ventrikel kiri sesudh mengalami infark yang masih, biasanya
mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri.
e. Ruptur miokardium
f. Perikarditis: Terjadi sebagai bagian dari reaksi inflamasi
setelah cedera dan kematian sel
g. Setelah, infark miokard sembuh, muncul jaringan parut
yang menggantikan sel-sel miokardium yang mati.
h. Aneurisme ventrikel. penonjolan paradoks sementara pada
iskemia miokardium sering terjadi, dan pada 15% pasien,
aneurisme ventrikel akan menetap. Aneurisme ini sering terjadi
pada permukaan anterior atau apeks jantung.
i. Defek septum ventrikel ruptur jantung
j. Disfungsi otot papilaris
k. Oedema paru akut adalah timbunan cairan abnormal dalam
paru,baik di rongga interstisial maupun dalam alveoli. Oedema
paru merupakan tanda adanya kongesti paru tingkat lanjut, dimana
cairan mengalami kebocoran melalui dinding kapiler, merembes ke
luar dan menimbulkan dispnu yang sangat berat. Oedema terutama
paling sering ditimbulkan oleh kerusakan otot jantung akibat MI
acut. Perkembangan oedema paru menunjukan bahwa fungsi
jantung sudah sangat tidak adekuat.
(Nurarif, 2013).
5. PATOFISIOLOGI
Arterosklerosis, spasme pembuluh darah, dan emboli trobus
merupakan etiologi yang paling sering menyebabkan terjadinya infark
miokardium. Terjadinya penyumbatan pembuluh darah koroner
menyebabkan aliran darah ke seluruh miokardium yang diperdarahi
oleh pembuluh tersebut menjadi terhambat. Dengan terhambatnya
aliran darah maka oksigen juga tidak dapat disuplai ke sel-sel
miokardium. Kebutuhan oksigen yang melebihi kapasitas suplai
oksigen oleh pembuluh darah yang mengalami gangguan
menyebabkan terjadinya infark miokardium.. Sel-sel miokardium
tersebut mulai mati setelah 20 menit mengalami kekurangan oksigen.
Berkurangnya oksigen mendorong miokardium untuk mengubah
metabolism aerob menjadi metabolism anaerob. Metabolism anaerob
melalui jalur glikolitik jauh lebih tidak efisien apabila dibandingkan
dengan metabolism aerob melalui fosforilasi oksidatif dan siklus
krebs. Pembentukkan fosfat berenergi tinggi menurun cukup besar.
Hasil akhir metabolism anaerob yaitu penimbunan asam laktat yang
menyebabkan nyeri dada yang bisa menyebar ke lengan atau
rahang,kadang gejala terutama timbul dari epigastrium. Tanpa ATP,
pompa natrium kalium berhenti dan sel terisi ion natrium dan air yang
akhirnya menyebabkan sel pecah (lisis). Dengan lisis, sel melepaskan
kalium intrasel dan enzim intrasel, yang mencederai sel-sel di
sekitarnya. Protein intrasel mulai mendapatkan akses ke sirkulasi
sistemik dan ruang interstitial dan ikut menyebabkan edema dan
pembengkakan interstitial di sekitar sel miokardium. Akibat dari
kematian sel, tercetus reaksi inflamasi. Di tempat inflamasi, terjadi
penimbunan trombosit dan pelepasan faktor pembekuan. Terjadi
degranulasi sel mast yang menyebabkan pelepasan histamin dan
berbagai prostaglandin. Sebagian bersifat vasokontriksi. Dengan
dilepaskannya berbagai enzim intrasel dan ion kalium serta
penimbunan asam laktat, jalur hantaran listrik jantung terganggu. Hal
ini dapat menyebabkan hambatan depolarisasi atrium atau ventrikel
atau terjadinya distritmia. Dengan matinya sel otot, pola listrik jantung
berubah, pemompaan jantung menjadi kurang terkoordinasi sehingga
kontraktilitasnya menurun. Volume sekuncup menurun sehingga
terjadi penurunan tekanan darah sistemik. Penurunan tekanan darah
merangsang respon baroreseptor, sehingga terjadi pengaktifan sistem
saraf simpatis, sistem renin-angiotensin, dan peningkatan pelpasan
hormon antidiuretik. Hormon stres (ACTH dan kortisol) juga
dilepaskan disertai peningkatan produksi glukosa. Pengaktifan sistem
saraf parasimpatis berkurang. Dengan berkurangnya perangsangan
saraf parasimpatis dan meningkatnya rangsangan simpatis ke nodus
SA, kecepatan denyut jantung meningkat. Demikian juga pada ginjal,
terjadi penurunan aliaran darah sehingga produksi urin juga berkurang
dan ikut merangsang sistem renin-angiotensin. Perangsangan simpatis
ke kelenjar keringat dan kulit menyebabkan individu berkeringat dan
merasa dingin.
PATHWAY
Cairan plasma keluar ke alveoli dan jaringan sekitarnya Necrosis miocard
Kelemahan
PK Syok Kardiogenik
f) Obat-obatan Antiplatelet
Obat-obatan ini (misal aspirin dan clopidogrel) menghentikan
platelet untuk membentuk bekuan yang tidak diinginkan.
Jika obat-obatan tidak mampu menangani/menghentikan
serangan jantung., maka dpat dilakukan tindakan medis, yaitu
antara lain
a) Angioplasti
b) Tindakan non-bedah ini dapat dilakukan dengan
membuka arteri koroner yang tersumbat oleh bekuan darah.
Selama angioplasty kateter dengan balon pada ujungnya
dimasukan melalui pembuluh darah menuju arteri koroner
yang tersumbat. Kemudian balon dikembangkan untuk
mendorong plaq melawan dinding arteri. Melebarnya
bagian dalam arteri akan mengembalikan aliran darah. Pada
angioplasti, dapat diletakan tabung kecil (stent) dalam arteri
yang tersumbat sehingga menjaganya tetap terbuka.
Beberapa stent biasanya dilapisi obat-obatan yang
mencegah terjadinya bendungan ulang pada arteri.
c) CABG (Coronary Artery Bypass Grafting)
d) Merupakan tindakan pembedahan dimana arteri atau
vena diambil dari bagian tubuh lain kemudian
disambungkan untuk membentuk jalan pintas melewati
arteri koroner yang tersumbat. Sehingga menyediakan jalan
baru untuk aliran darah yang menuju sel-sel otot jantung.
e) Setelah pasien kembali ke rumah maka penanganan
tidak berhenti, terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
f) Mematuhi manajemen terapi lanjutan dirumah baik
berupa obat-obatan maupn mengikuti program rehabilitasi.
g) Melakukan upaya perubahan gaya hidup sehat yang
bertujuan untuk menurunkan kemungkinan kekambuhan,
misalnya antara lain: menghindari merokok, menurunkan
BB, merubah dit, dan meningatkan aktivitas fisik
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Pengkajian Primer
1) Airways
a) Sumbatan atau penumpukan secret.
b) Wheezing atau krekles.
c) Kepatenan jalan nafas.
2) Breathing
a) Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat.
b) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal.
c) Ronchi, krekles.
d) Ekspansi dada tidak penuh.
e) Penggunaan otot bantu nafas.
3) Circulation
a) Nadi lemah, tidak teratur.
b) Capillary refill.
c) Takikardi.
d) TD meningkat / menurun.
e) Edema.
f) Gelisah.
g) Akral dingin.
h) Kulit pucat, sianosis.
i) Output urine menurun.
4) Disability
Status mental: Tingkat kesadaran secara kualitatif dengan
Glascow Coma Scale (GCS) dan secara kwantitatif yaitu
a) Compos mentis : Sadar sepenuhnya, dapat
menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
b) Apatis: keadaan kesadaran yang segan untuk
berhubungan dengan kehidupan sekitarnya, sikapnya acuh
tak acuh.
c) Somnolen: keadaan kesadaran yang mau tidur saja.
Dapat dibangunkan dengan rangsang nyeri, tetapi jatuh
tidur lagi.
d) Delirium: keadaan kacau motorik yang sangat,
memberontak, berteriak-teriak, dan tidak sadar terhadap
orang lain, tempat, dan waktu.
e) Sopor/semi koma: keadaan kesadaran yang
menyerupai koma, reaksi hanya dapat ditimbulkan dengan
rangsang nyeri.
f) Koma: keadaan kesadaran yang hilang sama sekali
dan tidak dapat dibangunkan dengan rangsang apapun.
5) Exposure
Keadaan kulit, seperti turgor / kelainan pada kulit dsn keadaan
ketidaknyamanan (nyeri) dengan pengkajian PQRST.
b. Pengkajian Sekunder
1) AMPLE
a) Alergi: Riwayat pasien tentang alergi yang
dimungkinkan pemicu terjadinya penyakitnya.
b) Medikasi: Berisi tentang pengobatan terakhir yang
diminum sebelum sakit terjadi (Pengobatan rutin maupun
accidental).
c) Past Illness: Penyakit terakhir yang diderita klien,
yang dimungkinkan menjadi penyebab atau pemicu
terjadinya sakit sekarang.
d) Last Meal: Makanan terakhir yang dimakan klien.
e) Environment/Event: Pengkajian environment
digunakan jika pasien dengan kasus Non Trauma dan Event
untuk pasien Trauma.
2) Pemeriksaan Fisik
a) Aktifitas
Data Subyektif: Kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur,
pola hidup menetap, jadwal olah raga tidak teratur.
Data Obyektif: Takikardi, dispnea pada istirahat atau
aktifitas.
b) Sirkulasi
Data Subyektif: riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri
koroner, masalah tekanan darah, diabetes mellitus.
Data Obyektif:
(1) Tekanan darah: Dapat normal / naik / turun,
perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk atau
berdiri.
(2) Nadi: Dapat normal, penuh atau tidak kuat atau
lemah / kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler
lambat, tidak teratus (disritmia).
(3) Bunyi jantung: Bunyi jantung ekstra: S3 atau S4
mungkin menunjukkan gagal jantung atau penurunan
kontraktilits atau komplain ventrikel.
(4) Murmur: Bila ada menunjukkan gagal katup atau
disfungsi otot jantung:
Friksi: dicurigai Perikarditis, irama jantung dapat
teratur atau tidak teratur.
Edema: Distensi vena juguler, edema dependent,
perifer, edema umum, krekles mungkin ada dengan
gagal jantung atau ventrikel.
Warna: Pucat atau sianosis, kuku datar, pada membran
mukossa atau bibir.
c) Integritas ego
Data Subyektif: menyangkal gejala penting atau adanya
kondisi takut mati, perasaan ajal sudah dekat, marah pada
penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan, kerja,
keluarga.
Data Obyektif: menoleh, menyangkal, cemas, kurang
kontak mata, gelisah, marah, perilaku menyerang, focus
pada diri sendiri, koma nyeri.
d) Eliminasi
Data Obyektif: normal, bunyi usus menurun.
e) Makanan atau cairan
Data Subyektif: mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati
atau terbakar.
Data Obyektif: penurunan turgor kulit, kulit kering,
berkeringat, muntah, perubahan berat badan.
f) Hygiene
Data Subyektif atau Data Obyektif: Kesulitan melakukan
tugas perawatan.
g) Neurosensori
Data Subyektif: pusing, berdenyut selama tidur atau saat
bangun (duduk atau istrahat).
Data Obyektif: perubahan mental, kelemahan.
h) Nyeri atau ketidaknyamanan
Data Subyektif:
(1) Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau
tidak berhubungan dengan aktifitas), tidak hilang
dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun
kebanyakan nyeri dalam dan viseral).
(2) Lokasi: Tipikal pada dada anterior, substernal,
prekordial, dapat menyebar ke tangan, rahang, wajah.
Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku,
rahang, abdomen, punggung, leher.
(3) Kualitas: “Crushing”, menyempit, berat, menetap,
tertekan, seperti dapat dilihat.
(4) Intensitas: Biasanya 10 (pada skala 1 -10), mungkin
pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.
(5) Catatan: nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca
operasi, diabetes mellitus, hipertensi, lansia.
i) Pernafasan:
Data Subyektif: Dispnea tanpa atau dengan kerja, dispnea
nocturnal, batuk dengan atau tanpa produksi sputum ,
riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Data Obyektif: Peningkatan frekuensi pernafasan, nafas
sesak/kuat, Pucat, sianosis, bunyi nafas (bersih, krekles,
mengi), sputum.
j) Interaksi social
Data Subyektif: Stress, kesulitan koping dengan stressor
yang ada misal : penyakit, perawatan di RS.
Data Obyektif : Kesulitan istirahat dengan tenang, respon
terlalu emosi (marah terus-menerus, takut), menarik diri.
(Carolyn M. Hudak, 2012)
h) DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut berhubungan dengan agent cidera iskhemia
jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri koroner
b. Penurunan cardiac output berhubungan dengan Gangguan
stroke volume (preload, afterload, kontraktilitas)
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen.
d. Cemas berhubungan dengan nyeri yang diantisipasi dengan
kematian.
e. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan. gangguan
mekanisme regulasi
f. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi,
kecemasan
g. Kurang pengetahuan tentang penyakit b/d kurangnya
informasi
INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI
KRITERIA HASIL (NIC)
(NOC)
1 Nyeri akut b/d agen Setelah dilakukan NIC
injuri fisik asuhan keperawatan Pain Management
selama 3x 24 janm a. Lakukan
nyeriklien berkurang, pengkajian
dengan kriteria: nyeri secara
1. Mampu komprehensif
mengontrol nyeri (lokasi,
(tahu penyebab karakteristik,
nyeri, mampu durasi,
menggunakan frekuensi,
teknik kualitas dan
nonfarmakologi faktor
untuk mengurangi pesipitasi)
nyeri) b. Ajarkan
2. Melaporkan tentang teknik
bahwa nyeri pernafasan /
berkurang dengan relaksasi
menggunakan c. Berikan
managemen nyeri analgetik untuk
3. Mampu menguranggi
mengenali nyeri nyeri
(skala, intensitas, d. Anjurkan
frekuensi, dan klien untuk
tanda nyeri beristirahat
4. Menyatakan e. Kolaborasi
rasa nyaman dengan dokter
setelah nyeri jika keluhan
berkurang dan tindakan
5. Tanda vital nyeri tidak
dalam rentang berhasil
normal Analgetic
Administration
a. Cek
instruksi dokter
tentang jenis
obat, dosis dan
frekuensi
b. Monitor
vital sign
sebelum dan
sesudah
pemberian
analgetik
pertama kali
c. Berikan
analgetik tepat
waktu terutama
saat nyeri hebat
2 Penurunan cardiac Setelah dilakukan NIC
output b/d gangguan asuhan keperawatan Cardiac Care
stroke volume selama 3x 24 jam a. Catat
(preload, afterload, klien tidak mengalami adanya
kontraktilitas) penurunan cardiac disritmia
output, dengan jantung
kriteria: b. Catat
a. Tanda vital adanya tanda
dalam rentang dan gejala
normal (TD, Nadi, penurunan
RR) cardiac output
b. Dapat c. Monitor
mentoleransi status
aktivitas, tidak ada kardiovaskuler
kelelahan d. Monitor
c. Tidak ada status
edema paru, pernafasan yang
perifer, dan tidak menandakan
ada asites gagal jantung
d. Tidak ada e. Monitor
penurunan balance cairan
kesadaran f. Monitor
adanya
perubahan
tekanan darah
g. Monitor
respon klien
terhadap efek
pengobatan anti
aritmia
h. Monitor
toleransi
aktivitas pasien
i. Anjurkan
pasien untuk
menurunkan
stress
Vital Sign
Monitoring
a. Monitor
TD, Nadi,
Suhu, dan RR
b. Catat
adanya
fluktuasi
tekanan darah
c. Monitor
TD, Nadi, RR,
sebelum,
selama, dan
setelah aktivitas
d. Monitor
jumlah dan
irama jantung
e. Monitor
bunyi jantung
f. Monitor
frekuensi dan
irama
pernafasan
g. Monitor
suara paru
h. Identifikasi
penyebab dan
perubahan vital
sign
3 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan NIC
b/d fatigue asuhan keperawatan Energy
selama 3x 24 jam Management
klien tidak mengalami a. Observasi
intoleransi aktivitas, adanya
dengan kriteria: pembatasan
a. Berpartisipasi klien dalam
dalam aktivitas melakukan
fisik tanpa disertai aktivitas
peningkatan b. Kaji adanya
tekanan darah, factor yang
Nadi, dan RR menyebabkan
b. Mampu kelelahan
melakukan c. Monitor
aktivitas sehari – nutrisi dan
hari secara sumber energi
mandiri yang adekuat
d. Monitor
respon
kardiovaskuler
terhadap
aktivitas
e. Monitor
pola tidur dan
lamanya tidur /
istirahat pasien
Activity Therapy
a. Kolaborasi
dengan tenaga
rehabilitasi
medik dalam
merencanakan
program terapi
yang tepat.
b. Bantu
pasien untuk
mengidentivika
si aktivitas yang
mampu
dilakukan
c. Bantu untuk
mendapatkan
alat bantuan
aktivitas seperti
kursi roda, krek
d. Bantu untuk
mengidentivika
si aktivitas yang
disukai
e. Bantu
pasien/ keluarga
untuk
mengidentivika
si kekurangan
dalam
beraktivitas
4 Cemas b.d nyeri Setelah dilakukan Activity Tolerance
yang dian-tisipasi tindakan keperawatan (0005)
dengan kematian. selama X 24 jam, a. Kaji
klien mampu mengon- perilaku klien
trol cemas dengan yang tidak
kriteria: diduga
a. Menggunakan b. klien
tehnik relaksasi melakukan
untuk mengu- tehnik relaksasi
rangi cemas c. Laporkan
b. Menunjukkan adanya
pemeliharaan kegelisahan,
peran me-nolak,
c. Memelihara menyangkal
hubungan sosial program medis
d. Memelihara d. Dengarkan
konsentrasi klien dengan
e. Tidur yang penuh perhatian
cukup e. Ciptakan
f. Tidak adanya suasana yang
manifestasi memudahkan
perilaku karena kepercayaan
cemas f. Identifikasi
g. Kontrol / ketika tingkat
pengawasan cemas berubah
respon cemas g. Berikan
pengalihan
perhatian untuk
menurunkan
ketegangan
Monitor intensitas
cemas
a. Awasi
rangsangan
dengan tepat
yang diperlukan
klien
b. Berikan
bantuan yang
tepat pada
mekanisme
pertahanan
c. Bantu klien
mengungkapka
n kejadian yang
meningkat
d. Tentukan
klien membuat
keputusan
e. Kelola obat
yang dapat
mengurangi
cemas dengan
tepat.
5 Kelebihan volume Setelah dilakukan Fluid Manajemen
cairan b.d. tindakan keperawatan (4120)
gangguan selama ... X 24 jam a. Monitor
mekanisme regulasi klien mengalami kese- status hidrasi
imbangan cairan dan 9kelembaban
elek-trolit, dengan membran
kriteria: mukosa, nadi
a. Bebas dari adekuat)
edema ana-sarka, b. Monitor
efusi tnada vital
b. Suara paru c. Monitor
bersih adanya indikasi
c. Tanda vital overload /
dalam batas retraksi
normal d. Kaji daerah
edema jika ada
Fluid Monitoring
(4130)
a. Monitor
intake/output
cairan
b. Monitor
serum albumin
dan protein total
c. Monitor
RR, HR
d. Monitor
turgor kulit dan
adanya
kehausan
e. Monitor
warna, kualitas
dan BJ urine
6 Pola nafas tidak Setelah dilakukan NIC
efektif b/d askep selama 3x24 Airway
hiperventilasi, jam pola nafas klien Management:
kecemasan menjadi efektif, a. Lakukan
dengan kriteria: fisioterapi dada
a. mendemonstra b. Keluarkan
sikan batuk efektif secret dengan
dan suara nafas batuk atau
yang bersih, tidak suction
ada sianosis dan c. Auskultasi
dyspneu (mampu suara nafas,
mengeluarkan catat adanya
sputum, mampu suara tambahan
bernafas dengan d. Berikan
mudah, tidak ada bronkodilator
pursed lips) bila perlu
b. Menunjukkan e. Monitor
jalan nafas yang respirasi dan
paten (klien tidak status O2
merasa tercekik, Respiratory
irama nafas, Monitoring
frekuensi a. Auskultasi
pernafasan dalam suara nafas,
rentang normal, catat area
tidak ada suara penurunan /
nafas abnormal) tidak adanya
c. Tanda –tanda ventilasi atau
vital dalam suara tambahan
rentang normal b. Tentukan
kebutuhan
suction dengan
mengauskultasi
crakles dan
ronkhi pada
jalan nafas
utama
c. Auskultasi
suara paru
setelah
tindakan untuk
mengetahui
hasil
7 Kurang Setelah dilakukan NIC
pengetahuan tentang asuhan keperawatan Teaching: disease
penyakit b/d selama 3 x 24 jam Process
kurangnya pengetahuan klien a. Berikan
informasi bertambah tentang penilaian
penyakit, dengan tentang tingkat
kriteria: pengetahuan
a. Pasien dan pasien tentang
keluarga proses penyakit
menyatakan yang spesifik
pemahamannya b. Jelaskan
tentang penyakit, patofisiologi
kondisi, prognosis dari penyakit,
dan program dengan cara
pengobatan yang tepat
b. Pasien dan c. Gambarkan
keluarga mampu tanda dan gejala
melaksanakan yang biasa
prosedur yang muncul pada
dijelaskan secara penyakit
benar d. Gambarkan
c. Pasien dan proses penyakit
keluarga e. Identivikasi
menjelaskan kemungkinan
kembali apa yang penyebab
dijelaskan perawat
DAFTAR PUSTAKA
Carolyn M. Hudak. Critical Care Nursing: A Holistic Approach.Edisi VII. Volume
II. Alih Bahasa: Monica E. D Adiyanti. Jakarta: EGC; 2012
Morton, (2012). Seri skema diagnosis dan penatalaksanaan gawat darurat Medis.
Cetakan I. Alih Bahasa: widjaja kusuma Editor: Lyndon saputra.
Binarupa Aksara. Jakarta
Nurarif (2013), Buku ajar Ilmu penyakit dalam. Jilid I Media Aesculapius. Jakarta
Price & Wilson, 2012, Buku ajar keperawatan medical Bedah. Alih Bahasa Agus
waluyo dkk. Editor: Monica ester dkk. Cetakan I. Edisi 8.EGC. Jakarta
Susan Martin Tucker. Patient Care Standarts. Volume 2. Jakarta: EGC; 2008