You are on page 1of 49

CHF (Congestive Heart Failure)

A. Definisi
Gagal jantung disebut juga CHF (Congestive Heart Failure) atau Decomp Cordis.
Gagal jantung merupakan kegagalan jantung dalam memompa pasokan darah yang
dibutuhkan tubuh. Hal ini terjadi karena kelainan pada otot-otot jantung sehingga
tidak bisa bekerja secara normal (Alodokter, 2016). Gagal jantung dapat didefinisikan
sebagai abnormalitas dari fungsi struktural jantung atau sebagai kegagalan jantung
dalam mendistribusikan oksigen sesuai dengan yang dibutuhkan pada metabolisme
jaringan, meskipun tekanan pengisian normal atau adanya peningkatan tekanan
pengisian (Mc Murray, 2012).
Gagal jantung adalah suatu keadaan ketika jantung tidak mampu
mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan tubuh, meskipun tekanan
pengisian darah pada vena normal (Dewi, 2012). Gagal Jantung Kongestif (CHF)
adalah ketidakmampuan (kegagalan) jantung dalam memompa darah secara optimal.
Hal ini terjadi akibat ruang-ruang pompa utama jantung (ventrikel) menjadi lebih
besar atau lebih tebal, dan otot-otot jantung tidak dapat berkontraksi (mengempis)
ataupun berdilatasi (melebar) sebagaimana mestinya (Mediskus, 2017).
Kegagalan jantung kongestif adalah suatu kegagalan pemompaan (di mana
cardiac output tidak mencukupi kebutuhan metabolik tubuh), hal ini mungkin terjadi
sebagai akibat akhir dari gangguan jantung, pembuluh darah atau kapasitas oksigen
yang terbawa dalam darah yang mengakibatkan jantung tidak dapat mencukupi
kebutuhan oksigen pada berbagai organ (Smeltzer & Bare, 2015).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa gagal jantung kongestif adalah keadaan
patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu
memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau
kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara
abnormal. Gagal jantung kongestif sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi
kiri dan sisi kanan.
B. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi Jantung
Dinding jantung terdiri dari 3 lapisan:
 Lapisan luar disebut epikardium atau perikardium.
 Lapisan tengah merupakan lapisan berotot, disebut miokardium.
 Lapisan dalam disebut endokardium.

Jantung memiliki bentuk jantung cenderung berkerucut tumpul. Jantung pada tubuh
manusia menempati diantara kedua paru-paru tepatnya pada bagian tengah rongga toraks.

Sebuah jantung memiliki 4 buah ruang berongga. Ukuran jantung sendiri kurang lebih
sebesar kepalan tangan pemiliknya. Jantung manusia terletak di sebelah kiri bagian dada, di
antara paru-paru, terlindungi oleh tulang rusuk.

Pada bagian luar terdiri dari otot-otot yang saling berkontraksi. Otot-otot inilah yang
berperan penting dalam memompa darah melalui pembuluh arteri. Bagian dalam jantung
terdiri dari 4 buah bilik rongga. Keempat rongga tersebut terbagi menjadi 2 bagian, yaitu
bagian kanan dan kiri yang dipisahkan oleh dinding otot yang dikenal dengan istilah septum.

Pada bagian kanan dan kiri terbagi lagi menjadi 2 bilik. Rongga bilik sebelah atas
disebut dengan atria dan dua bilik bawah yang disebut dengan ventricle yang memiliki peran
dalam memompa darah menuju arteri.
Sesuai dengan etimologis, jantung pada dunia medis memiliki istilah cardio / kardio.
Ialah berasal dari bahasa latin, cor. Dimana cor dalam bahasa latin memiliki arti : sebuah
rongga. Sebagaimana bentuk dari jantung yang memiliki rongga berotot yang memompa
darah lewat pembuluh darah dalam kontraksi berirama yang berulang dan berkonsistensi.

Dalam kedokteran istilah kardiak memiliki makna sgala sesuatu yang berhubungan
dengan jantung. Dalam bahasa Yunani, cardia sendiri digunakan untuk istilah jantung.

 Cardiac Output = Curah Jantung

Cardiac Output adalah banyaknya darah yang dikeluarkan ventrikel kiri ke dalam
aorta setiap menit (cardiac output = jantung). Stroke volume : adalah banyaknya darah
yang dikeluarkan ventrikel kiri ke dalam aorta setiap kali kontraksi ventrikel (stroke
voume = isi sekuncup) (sekitar 80 cc). Biasanya cardiac output pada umumnya = Strokr
volume X frekuensi jantung permenit misalnya : frekuensi jantung 70 kali permenit
maka cardiac output = 70 x 80 cc = 5 l/menit. Pada orang dewasa cardiac output : dalam
keadaan istirahat : 3.4 - 4.5 l/menit, jalan dengan kecepatan sedang 6-7,5 l/menit. Pada
waktu berolahraga pada atlet terlatih 30-35 l/menit, pada keadaan tertentu sistem
cardiovaskular dapat menyeimbangkan cairan dalam tubuh

 Ruang Jantung
1. Atrium
a. Atrium kanan berfungsi sebagai penampungan darah yang rendah oksigen dari
seluruh tubuh. Darah tersebut mengalir melalui vena kava superior, vena kava
inferior, serta sinus koronarius yang berasal dari jantung sendiri. Dari atrium
kanan kemudian darah di pompakan ke ventrikel kanan.
b. Atrium kiri menerima darah yang kaya akan oksigen dari paru melalui 4 buah
vena pulmonalis. Kemudian darah dialirkan ke ventrikel kiri.

Antara kedua atrium dipisahkan oleh sekat yang disebut septum atrium.
2. Ventrikel
a. Ventrikel kanan, menerima darah dari atrium kanan yang kemudian dipompakan
ke paru melalui arteri pulmonalis.
b. Ventrikel kiri, menerima darah dari atrium kiri kemudian memompakannya ke
seluruh tubuh melalui aorta.
Kedua ventrikel dipisahkan oleh sekat yang disebut septum ventrikel.
 Katup Jantung
1. Katup Atrioventrikuler
Merupakan katup yang terletak diantara atrium dan ventrikel.. katup antara atrium
kanan dan ventrikel kanan mempunyai tiga buah daun katup disebut katup
trikuspidalis. Sedangkan katup yang terletak diantara atrium kiri dan ventrikel kiri
mempunyai dua buah daun katup disebut katup bikuspidalis atau katup mitral.
Katup AV memungkinkan darah mengalir dari masing-masing atrium ke ventrikel
pada waktu diastole ventrikel, serta mencegah aliran balik ke atrium pada saat sistol
ventrikel.
2. Katup Semilunar
 Katup pulmonal, terletak antara arteri pulmonalis dan ventrikel kanan.
 Katup aorta, terletak antara ventrikel kiri dan aorta.

Kedua katup semilunar terdiri dari 3 daun katup. Adanya katup semilunar
memungkinkan darah mengalir dari masing-masing ventrikel ke arteri pulmonalis
atau aorta selama sistol ventrikel, dan mencegah aliran balik ke ventrikel sewaktu
diastole ventrikel.

 Sistem Sirkulasi Jantung


1) Arteri Koroner
Arteri koroner adalah cabang pertama dari sirkulasi sistemik. Sirkulasi koroner terdiri
dari: arteri koroner kanan dan arteri koroner kiri. Arteri koroner bermuara di sebelah
atas daun katup aorta yang disebut ”sinus valsava”.
2) Vena Jantung
Distribusi vena koroner sesungguhnya paralel dengan distribusi arteri koroner. Sistem
vena jantung terdiri dari 3 bagian: vena tebesian, vena kardiaka anterior, sinus
koronaria.
 Pembuluh Darah

Keseluruhan sistem peredaran (sistem kardiovaskuler) terdiri dari arteri,


arteriola, kapiler, venula dan vena.

1) Arteri
Arteri berfungsi untuk transportasi darah dengan tekanan yang tinggi ke seluruh
jaringan tubuh. Dinding arteri kuat dan elastis (lentur), kelenturannya membantu
mempertahankan tekanan darah diantara denyut jantung. Dinding arteri banyak
mengandung jaringan elastis yang dapat teregang saat sistol dan mengadakan
rekoil saat diastol.
2) Arteriola
Merupakan cabang paling ujung dari sistem arteri, berfungsi sebagai katup
pengontrol untuk mengatur pengaliran darah ke kapiler. Arteriol mempunyai
dinding yang kuat sehingga mampu kontriksi atau dilatasi beberapa kali ukuran
normal, sehingga dapat mengatur aliran darah ke kapiler. Otot arteriol dipersarafi
oleh serabut saraf kolinergik yang berfungsi vasodilatasi. Arteriol merupakan
penentu utama resistensi/tahanan aliran darah, perubahan pada diameternya
menyebabkan perubahan besar pada resistensi.
3) Kapiler
Merupakan pembuluh darah yang halus dan berdinding sangat tipis, yang
berfungsi sebagai jembatan diantara arteri (membawa darah dari jantung) dan
vena (membawa darah kembali ke jantung).
Kapiler memungkinkan oksigen dan zat makanan berpindah dari darah ke dalam
jaringan dan memungkinkan hasil metabolisme berpindah dari jaringan ke dalam
darah.
4) Venula
Dari kapiler darah mengalir ke dalam venula lalu bergabung dengan venul-venul
lain ke dalam vena, yang akan membawa darah kembali ke jantung.
5) Vena
Vena memiliki dinding yang tipis, tetapi biasanya diameternya lebih besar
daripada arteri, sehingga vena dapat mengangkut darah dalam volume yang sama
tetapi dengan kecepatan yang lebih rendah dan tidak terlalu dibawah tekanan.
Karena tekanan dalam sistem vena rendah maka memungkinkan vena
berkontraksi sehingga mempunyai kemampuan untuk menyimpan atau
menampung darah sesuai kebutuhan tubuh.
 Sirkulasi Jantung

Lingkaran sirkulasi jantung dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu
sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonal. Namun demikian terdapat juga sirkulasi
koroner yang juga berperan sangat penting bagi sirkulasi jantung.

a) Sirkulasi Sistemik
1. Mengalirkan darah ke berbagai organ tubuh.
2. Memenuhi kebutuhan organ yang berbeda.
3. Memerlukan tekanan permulaan yang besar.
4. Banyak mengalami tahanan.
5. Kolom hidrostatik panjang.

b) Sirkulasi Pulmonal
1. Hanya mengalirkan darah ke paru.
2. Hanya berfungsi untuk paru-paru.
3. Mempunyai tekanan permulaan yang rendah.
4. Hanya sedikit mengalami tahanan.
5. Kolom hidrostatiknya pendek.
c) Sirkulasi Koroner
Efisiensi jantung sebagi pompa tergantung dari nutrisi dan oksigenasi yang cukup
pada otot jantung itu sendiri. Sirkulasi koroner meliputi seluruh permukaan jantung
dan membawa oksigen untk miokardium melalui cabang-cabang intramiokardial yang
kecil-kecil.

Aliran darah koroner meningkat pada:

 Peningkatan aktifitas
 Jantung berdenyut
 Rangsang sistem saraf simpatis
2. Fisiologi Jantung
a) Fungsi Dan Cara Kerja Jantung Manusia
Secara umum fungsi jantung adalah memompa darah ke seluruh tubuh dan
menampungnya kembali setelah dibersihkan organ paru-paru. Hal ini berarti
bahwa fungsi jantung manusia adalah sebagai alat atau organ pemompa darah
pada manusia. Pada saat itu jantung menyediakan oksigen darah yang cukup dan
dialirkan ke seluruh tubuh, serta membersihkan tubuh darih hasil metabolisme
(karbondioksida). Sehingga untuk melaksanakan fungsi tersebut jantung
mengumpulkan darah yang kekurangan oksigen dari seluruh tubuh dan
selanjutnya memompanya ke paru-paru, dengan cara darah pada jantung
mengambil oksigen dan membuang karbondioksida. Pada jantung darah yang
kaya akan oksigen yang berasal dari paru-paru dipompa ke jaringan seluruh tubuh
Manusia.
Bertambahnya usia seseorang, akan sangat berpengaruh terhadap
fungsionalitas jantung itu sendiri. Hal ini berarti karena jantung bekerja secara
terus menerus selama manusia hidup, akan berpengaruh terhadap kemampuan
fungsi jantung secara berangsur akan mengalami penurunan. Dan hal ini akan
semakin drastis penurunan fungsi jantung apabila terdapat keadaan lain yang
mempengaruhi fungsi jantung itu sendiri. Misalnya terjadi infeksi otot jantung
atau selaput otot miokarditis atau perikarditis, berkurangnya oksigen karena
penyempitan pembuluh darah yang menyuplainya sering disebut sebagai penyakit
jantung koroner, bertambahnya massa otot karena meningkatnya tekanan, dan
sebagainya.

Sistm sirkulasi memiliki 3 komponen:

1. Jantung yang berfungsi sebagai pompa yang


melakukan tekanan terhadap darah agar timbul
gradien dan darah dapat mengalir ke seluruh tubuh
2. Pembuluh darah yang berfungsi sebagai saluran
untuk mendistribusikan darah dari jantung ke
semua bagian tubuh dan mengembalikannya
kembali ke jantung
3. Darah yang berfungsi sebagai medium transportasi
dimana darah akan membawa oksigen dan nutrisi

Darah berjalan melalui sistim sirkulasi ke dan dari jantung melalui 2 lengkung
vaskuler (pembuluh darah) yang terpisah. Sirkulasi paru terdiri atas lengkung tertutup
pembuluh darah yang mengangkut darah antara jantung dan paru. Sirkulasi sistemik
terdiri atas pembuluh darah yang mengangkut darah antara jantung dan sistim organ.

Walaupun secara anatomis jantung adalah satu organ, sisi kanan dan kiri
jantung berfungsi sebagai dua pompa yang terpisah. Jantung terbagi atas separuh kanan
dan kiri serta memiliki empat ruang, bilik bagian atas dan bawah di kedua belahannya.
Bilik bagian atas disebut dengan atrium yang menerima darah yang kembali ke jantung
dan memindahkannya ke bilik bawah, yaitu ventrikel yang berfungsi memompa darah
dari jantung.

Pembuluh yang mengembalikan darah dari jaringan ke atrium disebut dengan


vena, dan pembuluh yang mengangkut darah menjauhi ventrikel dan menuju ke
jaringan disebut dengan arteri. Kedua belahan jantung dipisahkan oleh septum atau
sekat, yaitu suatu partisi otot kontinu yang mencegah percampuran darah dari kedua sisi
jantung. Pemisahan ini sangat penting karena separuh jantung janan menerima dan
memompa darah beroksigen rendah sedangkan sisi jantung sebelah kiri memompa
darah beroksigen tinggi.

Perjalanan Darah dalam Sistim Sirkulasi

Jantung berfungsi sebagai pompa ganda. Darah yang


kembali dari sirkulasi sistemik (dari seluruh tubuh) masuk ke
atrium kanan melalui vena besar yang dikenal sebagai vena
kava. Darah yang masuk ke atrium kanan berasal dari
jaringan tubuh, telah diambil O2-nya dan ditambahi dengan
CO2. Darah yang miskin akan oksigen tersebut mengalir dari
atrium kanan melalui katup ke ventrikel kanan, yang
memompanya keluar melalui arteri pulmonalis ke paru.
Dengan demikian, sisi kanan jantung memompa darah yang
miskin oksigen ke sirkulasi paru. Di dalam paru, darah akan
kehilangan CO2-nya dan menyerap O2 segar sebelum dikembalikan ke atrium kiri
melalui vena pulmonalis.

Darah kaya oksigen yang kembali ke atrium kiri ini kemudian mengalir ke
dalam ventrikel kiri, bilik pompa yang memompa atau mendorong darah ke semus
sistim tubuh kecuali paru. Jadi, sisi kiri jantung memompa darah yang kaya akan O2 ke
dalam sirkulasi sistemik. Arteri besar yang membawa darah menjauhi ventrikel kiri
adalah aorta. Aorta bercabang menjadi arteri besar dan mendarahi berbagai jaringan
tubuh.

Sirkulasi sistemik memompa darah ke berbagai organ, yaitu ginjal, otot, otak,
dan semuanya. Jadi darah yang keluar dari ventrikel kiri tersebar sehingga masing-
masing bagian tubuh menerima darah segar. Darah arteri yang sama tidak mengalir dari
jaringan ke jaringan. Jaringan akan mengambil O2 dari darah dan menggunakannya
untuk menghasilkan energi. Dalam prosesnya, sel-sel jaringan akan membentuk CO2
sebagai produk buangan atau produk sisa yang ditambahkan ke dalam darah. Darah
yang sekarang kekurangan O2 dan mengandung CO2 berlebih akan kembali ke sisi
kanan jantung. Selesailah satu siklus dan terus menerus berulang siklus yang sama
setiap saat.

Kedua sisi jantung akan memompa darah dalam jumlah yang sama. Volume
darah yang beroksigen rendah yang dipompa ke paru oleh sisi jantung kanan memiliki
volume yang sama dengan darah beroksigen tinggi yang dipompa ke jaringan oleh sisi
kiri jantung. Sirkulasi paru adalah sistim yang memiliki tekanan dan resistensi rendah,
sedangkan sirkulasi sistemik adalah sistim yang memiliki tekanan dan resistensi yang
tinggi. Oleh karena itu, walaupun sisi kiri dan kanan jantung memompa darah dalam
jumlah yang sama, sisi kiri melakukan kerja yang lebih besar karena ia memompa
volume darah yang sama ke dalam sistim dengan resistensi tinggi. Dengan demikian
otot jantung di sisi kiri jauh lebih tebal daripada otot di sisi kanan sehingga sisi kiri
adalah pompa yang lebih kuat.

Darah mengalir melalui jantung dalam satu arah tetap yaitu dari vena ke atrium
ke ventrikel ke arteri. Adanya empat katup jantung satu arah memastikan darah
mengalir satu arah. Katup jantung terletak sedemikian rupa sehingga mereke membuka
dan menutup secara pasif karena perbedaan gradien tekanan. Gradien tekanan ke arah
depan mendorong katup terbuka sedangkan gradien tekanan ke arah belakang
mendorong katup menutup.Dua katup jantung yaitu katup atrioventrikel (AV) terletak
di antara atrim dan ventrikel kanan dan kiri. Katup AV kanan disebut dengan katup
trikuspid karena memiliki tiga daun katup sedangkan katup AV kiri sering disebut
dengan katup bikuspid atau katup mitral karena terdiri atas dua daun katup. Katup-
katup ini mengijinkan darah mengalir dari atrium ke ventrikel selama pengisian
ventrikel (ketika tekanan atrium lebih rendah dari tekanan ventrikel), namun secara
alami mencegah aliran darah kembali dari ventrikel ke atrium ketika pengosongan
ventrikel atau ventrikel sedang memompa.

Dua katup jantung lainnya yaitu katup aorta dan katup pulmonalis terletak pada
sambungan dimana tempat arteri besar keluar dari ventrikel. Keduanya disebut dengan
katup semilunaris karena terdiri dari tiga daun katup yang masing-masing mirip dengan
kantung mirip bulan-separuh. Katup ini akan terbuka setiap kali tekanan di ventrikel
kanan dan kiri melebihi tekanan di aorta dan arteri pulmonalis selama ventrikel
berkontraksi dan mengosongkan isinya. Katup ini akan tertutup apabila ventrikel
melemas dan tekanan ventrikel turun di bawah tekanan aorta dan arteri pulmonalis.
Katup yang tertutup mencegah aliran balik dari arteri ke ventrikel.

b) Siklus Jantung
Setiap siklus jantung terdiri dari urutan peristiwa listrik dan mekanik yang saling
terkait. Rangsang listrik dihasilkan dari beda potensial ion antar sel yang selanjutnya
akan merangsang otot untuk berkontraksi dan relaksasi. Kelistrikan jantung merupakan
hasil dari aktivitas ion-ion yang melewati membran sel jantung. Aktivitas ion tersebut
disebut sebagai potensial aksi. Mekanisme potensial aksi terdiri dari fase depolarisasi
dan repolarisasi:
 Depolarisasi
Merupakan rangsang listrik yang menimbulkan kontraksi otot. Respon
mekanik dari fase depolarisasi otot jantung adalah adanya sistolik.
 Repolarisasi
Merupakan fase istirahat/relaksasi otot, respon mekanik depolarisasi otot
jantung adalah diastolik.
Fase Siklus Jantung

1) Mid Diastole
Merupakan fase pengisian lambat ventrikel dimana atrium dan ventrikel dalam
keadaan istirahat. Darah mengalir secara pasif dari atrium ke ventrikel melalui katup
atrioventrikuler, pada saat ini katup semilunaris tertutup dan terdengar sebagai bunyi
jantung kedua.
2) Diastole Lanjut
Gelombang depolarisasi menyebar melalui atrium berhenti pada nodus
atrioventrikuler (nodus AV). Otot atrium berkontraksi memberikan 20%-30% pada isi
ventrikel.
3) Sistole Awal
Depolarisasi menyebar dari sinus AV menuju miokardium ventrikel. Ventrikel
berkontraksi menyebabkan tekanan dalam ventrikel lebih tinggi dari tekanan atrium
sehingga menyebabkan katup atrioventrikuler menutup yang terdengar sebagai bunyi
jantung satu. Dalam keadaan ini tekanan dalam aorta dan arteri pulmo tetap lebih
besar, sehingga katup semilunar tetap tertutup. Kontraksi ventrikel ini disebut sebagai
kontraksi isovolumetrik.
4) Sistole Lanjut
Tekanan ventrikel meningkat melebihi tekanan pembuluh darah sehingga
menyebabkan katup semilunaris membuka. Setelah katup semilunar terbuka, terjadi
ejeksi isi ventrikel kedalam sirkulasi pulmoner dan sistemik.
5) Diastole Awal
Gelombang repolarisasi menyebar ke ventrikel sehingga ventrikel menjadi relaksasi.
Tekanan ventrikel turun melebihi tekanan atrium sehingga katum AV membuka.
Dengan terbukanya katup AV maka ventrikel akan terisi dengan cepat, 70%-80%
pengisian ventrikel terjadi dalam fase ini

Siklus jantung terdiri dari periode sistol (kontraksi dan pengosongan isi) dan diastole
(relaksasi dan pengisian jantung). Atrium dan ventrikel mengalami siklus sistol dan diastole
yang terpisah. Kontraksi terjadi akibat penyebaran eksitasi ke seluruh jantung, sedangkan
relaksasi timbul satelah repolarisasi otot jantung.

Selama diastole ventrikel dini, atrium juga masih berada dalam keadaan distol.
Karena aliran darah masuk secara kontinu dari system vena ke dalam atrium, tekanan atrium
sedikit melebihi tekanan ventrikel walaupun kedua bilik tersebut melemas. Karena perbedaan
tekanan ini, katup AV terbuka, dan darah mengalir mengalir langsung dari atrium ke dalam
ventrikel selama diastole ventrikel. Akibatnya, volume ventrikel perlaha-lahan meningkat
bahkan sebelum atrium berkontraksi. Pada akhir diastol ventrikel, nodus SA mencapai
ambang dan membentuk potensial aksi. Impuls menyebar keseluruh atrium. Depolarisasi
atrium menimbulkan kontraksi atrium, yang memeras lebih banyak darah ke dalam ventrikel,
sehingga terjadi peningkatan kurva tekanan atrium. Peningkatan tekanna ventrikel yang
menyertai berlangsung bersamaan dengan peningkatan tekanan atrium disebabkan oleh
penambahan volume darah ke ventrikel oleh kontraksi atrium. Selam kontraksi atrium,
tekanan atrium tetap sedikit lebih tinggi daripada tekanan ventrikel, sehingga katup AV tetap
terbuka.

Diastol ventrikel berakhir pada awal kontraksi ventrikel. Pada saat ini, kontraksi
atrium dan pengisian ventrikel telah selesai. Volume darah di ventrikel pada akhir diastol
dikenal sebagai volume diastolik akhir(end diastilic volume,EDV), yang besarnya sekitar 135
ml. Selama sikluus ini tidak ada lagi darah yang ditambahkan ke ventrikel. Dengan demikian,
volume diastolik akhir adalah jumlah darah maksimum yang akan dikandung ventrikel
selama siklus ini.

Setelah eksitasi atrium, impuls berjalan melalui nodus AV dan sistem penghantar
khusus untuk merangsang ventrikel. Secara simultan, terjadi kontraksi atrium. Pada saat
pengaktifan ventrikel terjadi, kontraksi atrium telah selesai. Ketika kontraksi ventrikel
dimulai, tekanan ventrikel segera melebihi tekanan atrium. Perbedaan yang terbalik ini
mendorong katup AV ini menutup.

Setelah tekanan ventrikel melebihi tekanan atrium dan katup AV telah


tertutup,tekanan ventrikel harus terus meningkat sebelum tekanan tersebut dapat melebihi
tekanan aorta. Dengan demikian, terdapat periode waktu singkat antara penutupan katup AV
dan pembukakan katup aorta pada saat ventrikel menjadi bilik tetutup. Karena semua katup
tertutup, tidak ada darah yang masuk atau keluar ventrikel selama waktu ini. Interval waktu
ini disebut sebagai kontraksi ventrikel isovolumetrik (isovolumetric berarti volume dan
panjang konstan). Karena tidak ada darah yang masuk atau keluar ventrikel, volume bilik
ventrikel tetap dan panjang serat-serat otot juga tetap. Selama periode kontraksi ventrikel
isovolumetrik, tekanan ventrikel terus meningkat karena volume tetap.

Pada saat tekanan ventrikel melebihi tekanan aorta, kautp aorta dipaksa membuka
dan darah mulai menyemprot. Kurva tekanan aorta meningkat ketiak darah dipaksa berpindah
dari ventrikel ke dalam aorta lebih cepat daripada darah mengalir pembuluh-pembuluh yang
lebih kecil. Volume ventrikel berkurangs secara drastis sewaktu darah dengan cepat dipompa
keluar. Sistol ventrikel mencakup periode kontraksi isovolumetrik dan fase ejeksi
(penyemprotan) ventrikel.

Ventrikel tidak mengosongkan diri secara sempurna selam penyemprotan. Dallam


keadaan normal hanya sekitar separuh dari jumlah darah yang terkandung di dalam ventrikell
pada akhir diastol dipompa keluar selama sistol. Jumlah darah yang tersisa di ventrikel pada
akhir sistol ketika fase ejeksi usai disebut volume sistolik akhir (end sistolik volume,ESV),
yang jumlah besarnya sekitar 65 ml. Ini adalah jumlah darah paling sedikit yang terdapat di
dalam ventrikel selama siklus ini.

Jumlah darah yang dipompa keluar dari setiap ventrikel pada setiap kontraksi dikenal
sebagai volume /isi sekuncup (stroke volume,SV); SV setara dengan vvolume diastolik akhir
dikurangi volume sistolik akhir; dengan kata lain perbedaan antara volume darah di ventrikel
sebelum kontraksi dan setelah kontraksi adalah jumlah darah yang disemprotkan selama
kontraksi.

Ketika ventrikel mulai berelaksasi karena repolarisasi, tekanan ventrikel turun


dibawah tekanan aorta dan katup aorta menutup. Penutupan katup aorta menimbulkan
gangguan atau takik pada kurva tekanan aorta yang dikenal sebagai takik dikrotik (dikrotik
notch). Tidak ada lagi darah yang keluar dari ventrikel selama siklus ini karena katup aorta
telah tertutup. Namun katup AV belum terbuka karena tekanan ventrikel masih lebih tinggi
dari daripada tekanan atrium. Dengan demikian semua katup sekali lagi tertutup dalam waktu
singkat yang disebut relaksasi ventrikel isovolumetrik. Panjang serat otot dan volume bilik
tidak berubah. Tidak ada darah yang masuk atau keluar seiring dengan relaksasi ventrikel dan
tekanan terus turun. Ketika tekanan ventrikel turun dibawah tekanan atrium, katup AV
membuka dan pengisian ventrikel terjadi kembali. Diastol ventrikel mencakup periode
ralaksasi isovolumetrik dan fase pengisian ventrikel.

Repolarisasi atrium dan depolarisasi ventrikel terjadi secara bersamaan, sehingga


atrium berada dalam diastol sepanjang sistol ventrikel. Darah terus mengalir dari vena
pulmonalis ke dalam atrium kiri. Karena darah yeng masuk ini terkumpul dalam atrium,
tekanan atrium terus meningkat. Ketika katup AV terbuka pada akhir sisitl ventrikel, darah
yang terkumpul di atrium selama sistol ventrikel dengan cepat mengalir ke ventrikel. Dengn
demikian, mula-mula pengisian ventrikel berlangsung cepat karena peningkatan tekanan
atrium akibat penimbunan darah di atrium. Kemudian pengisian ventrikel melambat karena
darah yang tertimbun tersebut telah disalurkan ke ventrikel, dan tekanan atrium mulai turun.
Selama periode penurunan pengisian ini, darah terus mengalir dari vena-vena pulmonalis ke
dalam atrium kiri dan melalui katup AV yang terbuka ke dalam ventrikel kiri. Selama diastol
ventrikel tahap akhir, sewaktu pengisian ventrikel berlangsung lambat, nodus SA kembali
mengeluarkan potensial aksi dan siklus jantung dimulai kembali.
Faktor Penentu Kerja Jantung

Jantung sebagai pompa fungsinya dipengaruhi oleh 4 faktor utama yang saling terkait
dalam menentukan isi sekuncup (stroke volume) dan curah jantung (cardiac output) yaitu:

 Beban awal (pre load)


 Kontraktilitas
 Beban akhir (after load)
 Frekuensi jantung

1. Curah Jantung
Curah jantung merupakan faktor utama yang harus diperhitungkan dalam
sirkulasi, karena curah jantung mempunyai peranan penting dalam transportasi darah
yang memasok berbagai nutrisi. Curah jantung adalah jumlah darah yang dipompakan
oleh ventrikel selama satu menit. Nilai normal pada orang dewasa adalah 5 L/mnt.
Curah jantung adalah volume darah yang dikeluarkan oleh kedua ventrikel per
menit. Curah jantung terkadang disebut volume jantung per menit. Volume nya
kurang lebih 5 liter per menit pada laki – laki berukuran rata – rata dan kurang 20%
pada perempuan.
Perhitungan curah jantung adalah sebagai berikutCurah jantung = frekuensi
jantung x isi sekuncup2.Faktor – faktor utama yang mempengaruhi curah
jantunga.Aktifitas beratb.Aliran balik ke vena jantungc.Faktor yang mendukung aliran
balik vena dan memperbesar curah jantung, meliputi :
 Pompa otot rangka
 Pernapasan
 Reservoar vena
 Gaya gravitasid.

Faktor – faktor yang mengurangi aliran balik vena dan mempengaruhi curah
jantung, meliputi :

 Perubahan posisi tubuh


 Tekanan rendah abnormal pada vena
 Tekanan darah tinggi

Pengaruh tambahan pada curah jantung, meliputi :

 Hormon medular adrenal


 Ion
 Usia dan ukuran tubuh seseorang
2. Isi Sekuncup (curah sekuncup)
Isi sekuncup merupakan jumlah darah yang dipompakan keluar dari masing-
masing venrikel setiap jantung berdenyut. Isi sekuncup tergantung dari tiga variabel:
beban awal, kontraktilitas, dan beban akhir.
3. Beban Awal
Beban awal adalah derajat peregangan serabut miokardium pada akhir
pengisian ventrikel. Hal ini sesuai dengan Hukum Starling: peregangan serabut
miokardium selama diastole melalui peningkatan volume akhir diastole akan
meningkatkan kekuatan kontraksi pada saat sistolik. Sebagai contoh karet yang
diregangkan maksimal akan menambah kekuatan jepretan saat dilepaskan.
Dengan kata lain beban awal adalah kemampuan ventrikel meregang
maksimal saat diastolik sebelum berkontraksi/sistolik.
Faktor penentu beban awal:
 Insufisiensi mitral menurunkan beban awal
 Stensosis mitral menurunkan beban awal
 Volume sirkualsi, peningkatan volume sirkulasi meningkatkan beban awal.
Sedangkan penurunan volume sirkulasi menurunkan beban awal.
 Obat-obatan, obat vasokonstriktor meningkatkan beban awal. Sedangkan obat-
obat vasodilator menurunkan beban awal.
4. Beban Akhir
Beban akhir adalah besarnya tegangan dinding ventrikel untuk dapat
memompakan darah saat sistolik. Beban akhir menggambarkan besarnya tahanan
yang menghambat pengosongan ventrikel. Beban akhir juga dapat diartikan sebagai
suatu beban pada ventrikel kiri untuk membuka katup semilunar aorta, dan
mendorong darah selama kontrakis/sistolik.
Beban akhir dipengaruhi:
 Stenosis aorta meningkatkan beban akhir
 Vasokontriksi perifer meningkatkan beban akhir
 Hipertensi meningkatkan beban akhir
 Polisitemia meningkatkan beban akhir
5. Kontraktilitas
Kontraktilitas merupakan kemampuan otot-otot jantung untuk menguncup dan
mengembang. Peningkatan kontraktilitas merupakan hasil dari interaksi protein otot
aktin-miosin yang diaktifkan oleh kalsium. Peningkatan kontraktilitas otot jantung
memperbesar curah sekuncup dengan cara menambah kemampuan ventrikel untuk
mengosongkan isinya selama sistolik

C. Etiologi
Secara umum gagal jantung kongestif disebabkan oleh beberapa hal sebagai
berikut (Mediskus, 2017):
1. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan
karena menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab
kelainan fungsi otot jantung mencakup ateroslerosis koroner, hipertensi arterial dan
penyakit degeneratif atau inflamasi.
2. Aterosklerosis koroner
Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat
penumpukan asam laktat). Infarkmiokardium (kematian sel jantung) biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung.
3. Peningkatan Afterload
Hipertensi sistemik atau pulmonal meningkatkan beban kerja jantung dan pada
gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut dapat
dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas
jantung. Tetapi untuk alasan yang tidak jelas, hipertrofil otot jantung tadi tidak dapat
berfungsi secara normal, dan akibatnya akan terjadi gagal jantung.
4. Peradangan
Peradangan akibat penyakit myocardium degeneratif, berhubungan dengan gagal
jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan
kontraktilitas menurun.
5. Faktor Sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme, hipoksia dan anemia
memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen
sistemik. Hipoksia atau anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen kejantung.
Asidosis dan abnormalitas elektrolit dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
Adapun beberapa faktor resiko yang dapat mendukung terjadinya gagal jantung
kongestif sebagai berikut (Nurarif, 2013):
1. Faktor resiko yang tidak dapat di ubah:
a. Usia
Laki-laki yang berusia lebih dari 45 tahun dan wanita yang berusia lebih dari 55
tahun, mempunyai risiko lebih besar terkena penyakit jantung.
b. Genetik atau keturunan
Adanya riwayat dalam keluarga yang menderita penyakit jantung, meningkatkan
risiko terkena penyakit jantung. Riwayat dalam keluarga juga tidak dapat
dirubah.
c. Penyakit Penyerta
1) Diabetes
Meningkatkan resiko penyakit jantung. Diskusikan dengan dokter mengenai
penanganandiabetes dan penyakit lainnya. Gula darah yang terkontrolbaik
dapat menurunkan risiko penyakit jantung.
2) Serangan jantung koroner
Dapat menyebabkan jaringan parut pada otot jantung kinerja otot jantung
menjadi lemah.Ini adalah penyebab gagal jantung congestif yang paling.
3) Tekanan darah tinggi (hipertensi)
Tekanan tinggi dalam arteri berarti jantung harus terus memompa lebih kuat.
4) Penyakit katup jantung
Katup jantung yang rusak dapat memungkinkan darah mengalir balik atau
mungkin menghalangi laju aliran darah ke dan dari jantung.
5) Penyakit jantung bawaan
Kelainan jantung mungkin sudah ada sejak lahir, seperti katup yang rusak
atau hubungan yang abnormal antara bilik jantung, misalnya jantung bocor.
6) Kardiomiopati
Kondisi ini ditandai dengan pembesaran otot jantung, dimana ventrikel kiri
membesar untuk mengkompensasi kontraksi yang buruk, kondisi bisa
menyebabkan jantung bengkak.
7) Miokarditis
Virus atau infeksi lain dapat merusak otot jantung.
8) Aritmia
Denyut jantung yang cepat dengan frekuensi tak teratur, selama jangka
waktu yang panjang, juga dapat menyebabkan kontraksi tidak efisien dan
gagal jantung.
9) Penyakit tiroid
Kelenjar tiroid yang menghasilkan terlalu banyak hormon tiroksin. Hal ini
meningkatkan kerja jantung dan dapat menyebabkan gagal jantung ketika
jantung sudah kelelahan.
2. Faktor resiko yang dapat di ubah:
a. Kolesterol
Kolesterol terdiri dari kolesterol baik dan kolesterol jahat. HDL adalah
kolesterol baik sedangkan LDL adalah kolesterol jahat. Kolesterol total yang
tinggi, LDL tinggi, atau HDL rendah meningkatkan risiko penyakit jantung.
b. Hipertensi
Hipertensi meningkatkan resiko penyakit jantung. Jika tekanan darah anda
tinggi, berolahragalah secara teratur, berhenti merokok, berhenti minum
alkohol, dan jaga pola makan sehat. Apabila tekanan darah tidak terkontrol
dengan perubahan pola hidup tersebut, dokter akan meresepkan obat anti
hipertensi (obat penurun tekanan darah).
c. Merokok dan Minum Alkohol
Merokok dan minum alkohol terbukti mempunyai efek yang sangat buruk.
d. Gemuk (overweight atau obesitas)
Kegemukan membuat jantung dan pembuluh darah kita bekerja ekstra berat.
Diet tinggi serat (sayuran, buah-buahan), diet rendah lemak, dan olah raga
teratur dapat menurunkan berat badan secara bertahap dan aman. Diskusikan
dengan dokter untuk menurunkan berat badan secara aman
e. Kurang Aktifitas Fisik
Kurang aktivitas fisik juga berdampak tidak baik bagikesehatan. Olahragalah
secara teratur untuk mencegah penyakit jantung.
f. Pengangguran
Sebuah hasil penelitian mengejutkan dipresentasikan pada Heart Failure 2017
dan Kongres Dunia Keempat tentang “Gagal Jantung Akut” di Paris, Prancis,
yang berlangsung sejak 29 April - 2 Mei 2017, dikutip dari Zee News, Senin
(1/5/2017), hasil penelitian itu menyebutkan, hidup tanpa pekerjaan atau
menanggur untuk waktu yang lama dapat menyebabkan gagal jantung.
Berdasarkan hasil temuan dari lebih 20.000 pasien gagal jantung, ditemukan
bahwa menganggur pada tahap awal memiliki 50 persen peningkatan risiko
kematian dan 12 persen meningkatkan risiko rawat inap karena gagal jantung
dibandingkan dengan mereka yang memiliki pekerjaan (Nurmansyah, 2017).
D. Klasifikasi
Berdasarkan American Heart Association (AHA) klasifikasi dari gagal jantung
kongestif yaitu sebagai berikut (Austaryani, 2012):
1. Stage A
Stage A merupakan klasifikasi dimana pasien mempunyai resiko tinggi, tetapi
belum ditemukannya kerusakan struktural pada jantung serta tanpa adanya tanda
dan gejala (symptom) dari gagal jantung tersebut. Pasien yang didiagnosa gagal
jantung stage A umumnya terjadi pada pasien dengan hipertensi, penyakit jantung
koroner, diabetes melitus, atau pasien yang mengalami keracunan pada
jantungnya (cardiotoxins).
2. Stage B
Pasien dikatakan mengalami gagal jantung stage B apabila ditemukan adanya
kerusakan struktural pada jantung tetapi tanpa menunjukkan tanda dan gejala dari
gagal jantung tersebut. Stage B pada umumnya ditemukan pada pasien dengan
infark miokard, disfungsi sistolik pada ventrikel kiri ataupun penyakit valvular
asimptomatik.
3. Stage C
Stage C menunjukkan bahwa telah terjadi kerusakan struktural pada jantung
bersamaan dengan munculnya gejala sesaat ataupun setelah terjadi kerusakan.
Gejala yang timbul dapat berupa nafas pendek, lemah, tidak dapat melakukan
aktivitas berat.
4. Stage D
Pasien dengan stage D adalah pasien yang membutuhkan penanganan ataupun
intervensi khusus dan gejala dapat timbul bahkan pada saat keadaan istirahat, serta
pasien yang perlu dimonitoring secara ketat.
The New York Heart Association (NYHA) mengklasifikasikan gagal jantung
dalam empat kelas, meliputi (Mediskus, 2017):
1. Kelas I
Aktivitas fisik tidak dibatasi, melakukan aktivitas fisik secara normal tidak
menyebabkan dyspnea, kelelahan, atau palpitasi.
2. Kelas II
Aktivitas fisik sedikit dibatasi, melakukan aktivitas fisik secara normal
menyebabkan kelelahan, dyspnea, palpitasi, serta angina pektoris (mild CHF).
3. Kelas III
Aktivitas fisik sangat dibatasi, melakukan aktivitas fisik sedikit saja mampu
menimbulkan gejala yang berat (moderate CHF).
4. Kelas IV
Pasien dengan diagnosa kelas IV tidak dapat melakukan aktivitas fisik apapun,
bahkan dalam keadaan istirahat mampu menimbulkan gejala yang berat (severe
CHF).
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis gagal jantung secara keseluruhan sangat bergantung pada
etiologinya. Namun dapat digambarkan sebagai berikut (PERKI, 2015):

1. Gejala khas gagal jantung:


Sesak nafas saat istrahat atau aktifitas, kelelahan,edema tungkai.
2. Tanda khas Gagal Jantung:
Takikardia,takipnue, ronki paru,efusipleura,peningkatan tekanan vena jugularis,
edema perifer, hepatomegali.
3. Tanda objektif:
Gangguan struktur atau fungsional jantung saat istrahat, kardiomegali, suara
jantung ketiga, murmur jantung, abnormalitas dalam gambaran ekokardiografi,
kenaikan konsentrasi peptida natriuretik.

Menurut Wijaya dan Putri (2013), manifestasi klinis gagal jantung sebagai berikut :

1. Gagal jantung kiri : menyebabkan kongestif, bendungan pada paru dan gangguan pada
mekanisme kontrol pernafasan.
Gejala :
a. Dispnea terjadi karena penumpukan atau penimbunan cairan dalam alveoli yang
menganggu pertukaran gas. Dispnea bahkan dapat terjadi saat istirahat atau
dicetuskan oleh aktivitas.
b. Orthopnea, yang didefinisikan sebagai sesak nafas yang terjadi pada posisi
berbaring, hal ini terjadi akibat tekanan kapiler pulmoner, pasien yang mengalami
orthopnea tidak akan mau berbaring tetapi menggunakan bantal agar bisa tegak
ditempat tidur atau dikursi, bahkan saat tidur.
c. Paroxymal Nocturnal Dyspnea (PND) yaitu serangan akut berupa sesak nafas dan
batuk yang sampai membangunkan pasien dari tidur malamnya dan terjadi akibat
peningkatan tekanan pada arteri bronkus, sehingga resistensi bronkus meningkat
dan udara sulit lewat. Perubahan posisi menjadi duduk tidak mengurangi sesak
nafas dan batuk.
d. Batuk, hal ini disebabkan oleh gagal ventrikel bisa kering dan tidak produktif,
tetapi yang sering adalah batuk basah yaitu batuk yang menghasilkan sputum
berbusa dalam jumlah banyak.
e. Mudah lelah, terjadi akibat curah jantung yang kurang, kurangnya oksigen
membuat produksi adenisin tripospat (ATP0 sebagi sumber energy untuk
kontraksi otot berkurang.
f. Ronkhi, timbulnya ronkhi yang disebabkan oleh transudasi cairan paru.
g. Disfagia atau kesulitan menelan disebabkan oleh distensi atrium kiri atau vena
pulmonalis yang menybabkan kompresi esophagus dan disfagia
h. Gelisah dan Cemas, terjadi akibat gangguan oksigen jaringan, stress kesakitan
bernafasan bahkan pengetahuan mengenai jantung.
2. Gagal jantung kanan menyebabkan peningkatan vena sistemik
a. Edema ekstremitas bawah dan Hepatomegali disebabkan karena terjadinya
hambatan masuknya aliran darah di vena kava superior dan inferior ke jantung dan
mengakibatkan bendungan pada vena-vena sistemik
b. Nokturia atau rasa ingin kencing pada malam hari disebabkan redistribusi cairan
dan reabsorpsi pada waktu berbaring
c. Asites hambatan masuknya aliran darah di vena kava superior dan inferior ke
jantung dan mengakibatkan bendungan pada vena-vena sistemik.
F. Patofisiologi
Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya melibatkan satu
sistem tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung sehingga
jantung tidak mampu memompa memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal
jantung ditandai dengan satu respon hemodinamik, ginjal, syaraf dan hormonal yang
nyata serta suatu keadaan patologik berupa penurunan fungsi jantung. Salah satu
respon hemodinamik yang tidak normal adalah peningkatan tekanan pengisian (filling
pressure) dari jantung atau preload. Respon terhadap jantung menimbulkan beberapa
mekanisme kompensasi yang bertujuan untuk meningkatkan volume darah, volume
ruang jantung, tahanan pembuluh darah perifer dan hipertropi otot jantung. Kondisi
ini juga menyebabkan aktivasi dari mekanisme kompensasi tubuh yang akut berupa
penimbunan air dan garam oleh ginjal dan aktivasi system saraf adrenergik.
Penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa (pump
function) dengan kontraktilias otot jantung (myocardial function). Pada beberapa
keadaan ditemukan beban berlebihan sehingga timbul gagal jantung sebagai pompa
tanpa terdapat depresi pada otot jantung intrinsik. Sebaliknya dapat pula terjadi
depresi otot jantung intrinsik tetapi secara klinis tidak tampak tanda-tanda gagal
jantung karena beban jantung yang ringan. Pada awal gagal jantung akibat CO yang
rendah, di dalam tubuh terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem renin
angiotensin aldosteron, serta pelepasan arginin vasopressin yang kesemuanya
merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah yang
adekuat.
Penurunan kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan curah jantung yang
selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan penurunan volume darah arteri yang
efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi neurohumoral.
Vasokonstriksi dan retensi air untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan
darah sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan kontraktilitas jantung
melalui hukum Starling.
Apabila keadaan ini tidak segera teratasi, peninggian afterload, peninggian
preload dan hipertrofi dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung sehingga
terjadi gagal jantung yang tidak terkompensasi. Dilatasi ventrikel menyebabkan
disfungsi sistolik (penurunan fraksi ejeksi) dan retensi cairan meningkatkan volume
ventrikel (dilatasi). Jantung yang berdilatasi tidak efisien secara mekanis (hukum
Laplace). Jika persediaan energi terbatas (misal pada penyakit koroner) selanjutnya
bisa menyebabkan gangguan kontraktilitas.
Selain itu kekakuan ventrikel akan menyebabkan terjadinya disfungsi
ventrikel. Pada gagal jantung kongestif terjadi stagnasi aliran darah, embolisasi
sistemik dari trombus mural, dan disritmia ventrikel refrakter. Disamping itu keadaan
penyakit jantung koroner sebagai salah satu etiologi CHF akan menurunkan aliran
darah ke miokard yang akan menyebabkan iskemik miokard dengan komplikasi
gangguan irama dan sistem konduksi kelistrikan jantung.
Beberapa data menyebutkan bradiaritmia dan penurunan aktivitas listrik
menunjukan peningkatan presentase kematian jantung mendadak, karena frekuensi
takikardi ventrikel dan fibrilasi ventrikel menurun. WHO menyebutkan kematian
jantung mendadak bisa terjadi akibat penurunan fungsi mekanis jantung, seperti
penurunan aktivitas listrik, ataupun keadaan seperti emboli sistemik (emboli pulmo,
jantung) dan keadaan yang telah disebutkan diatas.
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan
kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah
jantung normal. Konsep curah jantung paling baik dijelaskan dengan persamaan CO=
HR X SV dimana curah jantung adalah fungsi frekuensi jantung X volume sekuncup.
Curah jantung yang berkurang mengakibatkan sistem saraf simpatis akan
mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung, bila
mekanisme kompensasi untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka
volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan
curah jantung. Tapi pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan
kekakuan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal
masih dapat dipertahankan.
Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung
pada tiga faktor yaitu:
1. Preload
Setara dengan isi diastolik akhir yaitu jumlah darah yang mengisi jantung
berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan
serabut jantung.
2. Kontraktilitas
Mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan
berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium.
3. Afterload
Mengacu pada besarnya ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah
melawan perbedaan tekanan yang di timbulkan oleh tekanan arteriole.
(Austaryani, 2012)

G. Pathway
Terlampir
H. Pemeriksaan Penunjang
Dengan memperhatikan setiap gejala yang muncul dan dari pemeriksaan fisik
yang dilakukan, seorang dokter sudah dapat mencurigai bahwa seseorang memiliki
CHF, namun untuk memastikan hal itu, maka diperlukan pemeriksaan penunjang
sebagai berikut (Alodokter, 2016):
1. EKG
dapat mengungkapkan adanya tachicardi, hipertrofi bilik jantung dan iskemi (jika
disebabkan AMI), Ekokardiogram
2. Rontgen dada
dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, oedema atau efusi pleura yang
menegaskan diagnosa CHF.
3. Kateterisasi Jantung
Digunakan untuk mengukur tekanan di dalam ruang jantung. tekanan abnormal
merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung kanan versus kiri,
stenosis atau insufisiensi, juga mengkaji potensi arteri koroner.
4. Pemeriksaan Elektrolit
Untuk mendeteksi perubahan elektrolit dalam tubuh, akan terlihat perubahan
karena adanya perpindahan cairan / penurunan fungsi ginjal.
5. Sonogram (echocardiogram, echokardiogram doppler)
Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktur katub atau area penurunan kontraktilitas ventricular.
6. Analisa Gas Darah (AGD)
Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratori ringan (dini) atau
hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir).
I. Komplikasi
1. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri yang
mengakibatkan gangguan fungsi ventrikel kiri yaitu mengakibatkan gangguan
berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan yang khas pada
syok kardiogenik yang disebabkan oleh infark miokardium akut adalah hilangnya
40 % atau lebih jaringan otot pada ventrikel kiri dan nekrosis vocal di seluruh
ventrikel karena ketidakseimbangan antara kebutuhan dan supply oksigen
miokardium.
2. Edema paru
Edema paru terjadi dengan cara yang sama seperti edema dimana saja didalam
tubuh. Factor apapun yang menyebabkan cairan interstitial paru meningkat dari
batas negative menjadi batas positif.
Penyebab kelainan paru yang paling umum adalah :
a. Gagal jantung sisi kiri (penyakit katup mitral) dengan akibat peningkatan
tekanan kapiler paru dan membanjiri ruang interstitial dan alveoli
b. Kerusakan pada membrane kapiler paru yang disebabkan oleh infeksi seperti
pneumonia atau terhirupnya bahan-bahan yang berbahaya seperti gas klorin
atau gas sulfur dioksida. Masing-masing menyebabkan kebocoran protein
plasma dan cairan secara cepat keluar dari kapiler
J. Penatalaksanaan Medis
Tujuan terapi pada pasien gagal jantung kongestif (CHF) berdasarkan
American Heart Association (2013) dalam artikel Beranisehat.com (2017) antara lain
sebagai berikut:
1. Mencegah terjadinya CHF pada orang yang telah mempunyai faktor resiko.
2. Deteksi dini asimptomatik disfungsi LV.
3. Meringankan gejala dan memperbaiki kualitas hidup.
4. Progresifitas penyakit berjalan dengan lambat.
Pada tanggal 28 April 2017, American College of Cardiology (ACC) bersama
American Heart Association (AHA) dan Heart Failure Society of America (HFSA)
mengeluarkan perubahan terhadap guideline gagal jantung ACC/AHA 2013 dengan
fokus utama pada diagnosis dan tatalaksana gagal jantung meliputi (Beranisehat.com,
2017):
1. Biomarker Jantung
Seiring dengan berjalannya waktu, berbagai penelitian tentang biomarker
gagal jantung semakin berkembang. Beberapa tahun terakhir, peptide natriuretik
diteliti secara mendalam baik dalam pencegahan, diagnosis, serta penentuan prognosis
pasien gagal jantung. Beberapa hal baru pada guideline gagal jantung
ACC/AHA/HFSA berkaitan dengan peptida natriuretik adalah:
a. Peptida natriuretik (BNP atau NT-proBNP) tidak hanya digunakan untuk
diagnosis gagal jantung, namun juga untuk eksklusi karena sensitivitasnya lebih
tinggi.
b. Pada pasien berisiko, peptida natriuretik bermanfaat untuk pencegahan dan deteksi
dini disfungsi ventrikel kiri dan gagal jantung awitan baru.
c. Pada gagal jantung dekompensata akut (ADHF), nilai peptida natriuretik pada saat
masuk rumah sakit bermanfaat untuk menentukan prognosis pasien.
d. Pada pasien yang dirawat, nilai peptida natriuretik sebelum pulang rawat
bermanfaat untuk mengetahui prognosis pascarawat inap.
2. Angiotensin Receptor-Neprilysin Inhibitor
Perubahan pada guideline ini juga membahas salah satu obat baru pada gagal
jantung, angiotensin receptor-neprilysin inhibitor (ARNI), yang sudah mulai banyak
digunakan. Rekomendasi yang muncul adalah:
a. ARNI dapat digunakan pada gagal jantung kronik dengan fraksi ejeksi rendah
(HFrEF) untuk menurunkan mortalitas dan morbiditas.
b. Pada pasien HFrEF simptomatik NYHA kelas II dan III, ARNI dapat
menggantikan ACE-I dan ARB untuk lebih jauh menurunkan mortalitas dan
morbiditas.
c. ARNI tidak boleh diberikan bersamaan dengan ACE-I atau minimal 36 jam
setelah pemberian ACE-I terakhir.
d. ARNI tidak dianjurkan pada pasien dengan riwayat angioedema.
Beberapa hal yang juga dibahas pada guideline terbaru ini adalah penggunaan
Ivabradine, sebuah penghambat kanal If di nodus sinoatrial, penatalaksanaan hipertensi
pada gagal jantung, anemia (fokus pada terapi besi intravena dan eritropoietin), dan sleep
apnea.
Beberapa rekomendasi lainnya adalah bahwa penggunaan nitrat maupun PDE-5
inhibitor pada pengobatan harian gagal jantung dengan fraksi ejeksi baik (HFpEF) untuk
memperbaiki kualitas hidup pasien terbukti tidak efektif.Perubahan guideline ini semakin
melengkapi panduan dalam penatalaksanaan gagal jantung setelah sebelumnya pada
tahun 2016, Eurpoean Society of Cardiology (ESC) mengeluarkan guideline terbarunya.
Adapun terapi lain berdasarkan Pharmacoterapy Handbook edisi 9 (2015) dapat
digunakan sebagai berikut(Beranisehat.com, 2017):
1. Beta bloker
Berdasarkan guideline dari ACC/AHA direkomendasikan menggunakan β-
blocker pada semua pasien gagal jantung kongestif yang masih stabil dan untuk
mengurangi fraksi ejeksi jantung kiri tanpa kontraindikasi ataupun adanya riwayat
intoleran pada β-blockers. Mekanisme kerja dari β-blocker sendiri yaitu dengan
menghambat adrenoseptor beta (beta-bloker) di jantung, pembuluh darah perifer
sehingga efek vasodilatasi tercapai. Beta bloker dapat memperlambat konduksi dari
sel jantung dan juga mampu meningkatkan periode refractory.
2. Diuretik
Mekanisme kompensasi pada gagal jantung kongestif yaitu dengan
meningkatkan retensi air dan garam yang dapat menimbulkan edema baik
sistemik maupun paru. Penggunaan diuretik pada terapi gagal jantung kongestif
ditujukan untuk meringankan gejala dyspnea serta mengurangi retensi air dan
garam. Diuretik yang banyak digunakan yaitu dari golongan diuretik tiazid
seperti hidroklorotiazid (HCT) dan golongan diuretik lengkungan yang bekerja pada
lengkung henle di ginjal seperti furosemid.
3. Antagonis aldosteron
Antagonis aldosteron mempunyai mekanisme kerja menghambat reabsorpsi
Na dan eksresi K. Spironolakton merupakan obat golongan antagonis aldosteron
dengan dosis inisiasi 12,5 mg perhari dan 25 mg perhari pada kasus klinik yang
bersifat mayor.

4. Digoksin
Digoxin merupakan golongan glikosida jantung yang mempunyai sifat
inotropik positif yang dapat membantu mengembalikan kontraktilitas dan
meningkatkan dari kerja jantung. Digoxin memiliki indeks terapi sempit yang
berarti dalam penggunaan dosis rendah sudah memberikan efek terapi. Oleh karena
itu, diperlukan kehati-hatian pada penggunaan digoxin dan diperlukan monitoring
ketat bila dikhawatirkan terjadi toksik.
5. Nitrat dan hidralazin
Nitrat dan hidralazin mempunyai efek hemodinamik yang saling
melengkapi. Hidralazin sebagai vasodilator pembuluh darah arteri yang dapat
mengurangi resisten pembuluh darah sistemik serta meningkatkan stroke volum dan
cardiac output. Hidralazin memiliki mekanisme yaitu dengan menghambat
inositoltrifosfat pada retikulum sarkoplasma yang berfungsi untuk melepaskan ion
kalsium intraseluler dan terjadi penurunan ion kalsium intraseluler. Nitrat
sebagai venodilator utama (dilatasi pembuluh darah) dan menurunkan preload
(menurunkan beban awal jantung) dengan mekanisme aktivasi cGMP (cyclic
Guanosine Monophosphate) sehingga menurunkan kadar ion kalsium intraseluler.
 Terapi CHF klasifikasi AHA:

 Terapi CHF klasifikasi NYHA:

Selain dengan obat-obatan, gagal jantung dapat diatasi dengan intervensi


pembedahan sebagai berikut (Beranisehat.com, 2017):
1. Angioplasti
Alternatif dari CABG untuk pasien gagal jantung yang disebabkan oleh
gangguan arteri koroner, atau diduga akibat serangan jantung sebelumnya. Menjaga
agar detak jantung tidak terlalu cepat atau tidak terlalu lambat.
2. Implantable Cardioverter Defibrillator (ICD)
Mengembalikan ritme jantung yang normal pada aritmia ventrikel, yang
biasanya ditanam bersama pacemaker.ICD diindikasikan untuk pasien kardiomiopati
iskemik mau pun noniskemik, yang mengalami keterbatasan fisik dan fraksi ejeksi
ventrikel kiri yang rendah, sehingga berisiko tinggi mengalami aritmia ventrikel.
3. Cardiac Resynchronization Therapy
Mensinkronisasikan kerja ventrikel kiri dan ventrikel kanan.
4. Temporary Cardiac Support
Merupakan balon intraaorta yang menjaga fungsi ventrikel kiri sementara
waktu, misalnya pada serangan jantung. Selain dengan intervensi di atas, pembedahan
dapat memperbaiki penyebab terjadinya gagal jantung, seperti sumbatan pada arteri
koroner, gangguan katup, penyakit jantung bawaan, dan penebalan perikardium.
Untuk mengatasi sumbatan, dapat dilakukan prosedur CABG (coronary artery bypass
graft). Gangguan katup diatasi dengan operasi penggantian katup. Jika gagal jantung
sudah sangat berat, satu-satunya jalan adalah dengan transplantasi jantung. Jika donor
tidak tersedia, dapat dilakukan pemasangan LVAD (left ventricular assit device) atau
TAH (total artficial heart).
5. Transplantasi jantung
Menurut Prof. Reggy, beberapa pasien dengan gagal jantung berat, angina
refrakter yang mengganggu aktivitas, aritmia ventrikel, atau penyakit jantung bawaan
yang tidak dapat dikontrol menggunakan terapi farmakologis, device, atau terapi
bedah alternatif harus dipertimbangkan kemungkinan perlunya transplantasi jantung.
Berikan informasi dan motivasi yang baik kepada pasien. Pasien harus stabil secara
emosional, mendapat dukungan sosial yang baik dari keluarga, dan mampu menjalani
perawatan intensif.
Dibandingkan dengan pasien yang hanya mendapat terapi obat, pasien yang
menjalani transplantasi memiliki angka perawatan yang lebih kecil, perbaikan fungsi
secara nyata, perbaikan kualitas hidup, dan masa survival yang lebih panjang. Yaitu
50% survival dalam 10 tahun setelah operasi. Transplantasi jantung memiliki angka
survival 1 tahun sebesar 83%. Selanjutnya angka survival menurun secara linear
sekitar 3,4% per tahun.
Hasil yang baik ditentukan oleh pemilihan donor dan resipien. Selain itu, tim
pelaksana transplantasi harus menekan bahaya perioperatif sesedikit mungkin,
termasuk masa iskemik, hipertensi pulmoner, support mekanik, dan stok kardiogenik.
Berdasarkan ACC/ AHA, indikasi absolut dilakukannya transplantasi jantung meliputi
gangguan hemodinamik akibat gagal jantung, antara lain sebagai berikut:
a. Syok kardiogenik refrakter.
b. Ketergantungan terhadap inotropik IV agar mendapat perfusi organ yang adekuat.
c. Konsumsi oksigen puncak per unit waktu (VO2) kurang dari 10 mL/kg/menit.
d. Gejala iskemik berat dengan keterbatasan aktivitas sehari-hari yang tidak
memungkinkan dilakukannya prosedur revaskularisasi (CABG, PCI).
e. Aritmia ventrikel simtomatik rekuren meski telah mendapat semua intervensi
terapi.
Indikasi relatif untuk transplantasi jantung meliputi:
a. VO2 puncak antara 11 dan 14 mL/kg/menit (atau 55% dari prediksi), dengan
limitasi berat aktivitas sehari-hari.
b. Iskemik tidak stabil yang rekuren, yang tidak memberikan respon terhadap terapi
lain.
c. Ketidakstabilan balans cairan/ fungsi ginjal yang rekuren, meski pasien dapat
menerima terapi.
d. Transplantasi jantung dikontraindikasikan pada pasien dengan penyalahgunaan
alkohol atau obat-obatan, kurangnya compliace, gangguan mental tidak terkontrol,
keganasan aktif, juga penyakit multiorgan sistemik. Kemudian, infeksi aktif, gagal
ginjal, gangguan fungsi hati, atau penyakit paru, serta komplikasi tromboemboli
baru, ulkus peptikum yang belum sembuh, atau penyakit komorbid lain dengan
prognosis buruk.
6. Tirah Baring
Tirah baring mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cadangan
jantung dan menurunkan tekanan darah.
7. Diet
Pengaturan diet membuat kerja dan ketegangan otot jantung minimal. Selain
itu pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur dan mengurangi edema.
8. Pembatasan Aktivitas Fisik dan Istirahat
Pembatasan aktivitas fisik dan istirahat yang ketat merupakan tindakan
penanganan gagal jantung.
K. Asuhan Keperawatan Teori
1. Pengkajian
a. Pengkajian primer
1) Airway
Penilaian akan kepatenan jalan nafas, meliputi pemeriksaan mengenai
adanya obstruksi jalan nafas, dan adanya benda asing. Pada klien yang dapat
berbicara dapat dianggap jalan napas bersih. Dilakukan pula pengkajian
adanya suara nafas tambahan seperti snoring.
2) Breathing
Kaji frekuensi nafas, apakah ada penggunaan otot bantu pernafasan,
retraksi dinding dada, dan adanya sesak nafas. Palpasi pengembangan paru,
auskultasi suara nafas, kaji adanya suara napas tambahan seperti ronchi,
wheezing, dan kaji adanya trauma pada dada.
3) Circulation
Dilakukan pengkajian tentang volume darah dan cardiac output serta
adanya perdarahan. Pengkajian juga meliputi status hemodinamik, warna
kulit, nadi.
4) Disability
Nilai tingkat kesadaran, serta ukuran dan reaksi pupil.
b. Fokus Pengkajian
Fokus pengkajian pada pasien dengan gagal jantung. Pengamatan terhadap
tanda-tanda dan gejala kelebihan cairan sistematik dan pulmonal.
1) Pernafasan
Auskultasi pada interval yang sering untuk menentukan ada atau
tidaknya krakles dan mengi, catat frekuensi dan kedalaman bernafas.
2) Jantung
Auskultasi untuk mengetahui adanya bunyi bising jantung S3 dan S4,
kemungkinan cara pemompaan sudah mulai gagal.
3) Tingkat kesadaran
Kaji tingkat kesadaran, adakah penurunan kesadaran.
4) Perifer
Kaji adakah sianosis perifer. Kaji bagian tubuh pasien yang mengalami
edema dependen dan hepar untuk mengetahui reflek hepatojugular (RHJ) dan
distensi vena jugularis (DVJ)
c. Data Dasar Pengkajian Pasien
1) Aktivitas
Dispneu saat aktivitas, tidur, duduk, batuk dengan atau tanpa sputum,
riwayat penyakit paru kronis, penggunaan bantuan pernafasan, takipneu,
nafas dangkal. Tanda-tandanya meliputi batuk kering/ nyaring/ non produktif
atau batuk terus-menerus dengan atau tanpa pembentukkan sputum, mungkin
bersemu darah warna merah muda atau berbuih (edema pulmonal), bunyi
nafas tidak terdengar, krakles, mengi, Fungsi mental menurun, letargi,
kegelisahan, warna kulit pucat atau sianosis
2) Nutrisi
Kehilangan nafsu makan, mual-muntah, peningkatan BB signifikan,
pembengkakan pada ekstremitas bawah. Tanda: penambahan BB dengan
cepat, distensi abdomen (asites), edema.
3) Eliminasi
Penurunan berkemih, urin berwarna gelap, berkemih malam hari, diare
atau konstipasi.
4) Personal Hygiene
Keletihan/ kelemahan, kelemahan saat aktivitas perawatan diri,
penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
5) Gerak dan keseimbangan
Keletihan, kelemahan terus-menerus sepanjang hari, nyeri dada sesuai
dengan aktivitas.
6) Istirahat dan Tidur
Insomnia, dispnea pada saat istirahat atau pada saat pengerahan tenaga.
7) Temperatur Suhu dan Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit katup jantung, bedah jantung,
endokarditis, anemia, syok septik, TD mungkin rendah, normal atau tinggi,
frekuensi jantung, irama jantung, sianosis, bunyi nafas, edema.
8) Rasa aman dan nyaman
Nyeri dada, nyeri kepala, angina akut, atau kronis, nyeri abdomen
kanan atas, sakit pada otot, tidak tenang, gelisah.
9) Spiritual
Terganggunya aktivitas spiritual seperti biasanya
2. Diagnosa Keperawatan dan Rencana Keperawatan
Diagnosa
No Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1. Perfusi jaringan NOC : NIC :


tidak efektif b/d  Circulation status Peripheral Sensation
menurunnya  Tissue Prefusion : cerebral Management (Manajemen
curah jantung, sensasi perifer)
hipoksemia Kriteria Hasil 1. Monitor adanya
jaringan, 1. Mendemonstrasikan status daerah tertentu yang
asidosis dan sirkulasi yang ditandai dengan : hanya peka terhadap
kemungkinan  Tekanan systole panas/dingin/tajam/tu
thrombus atau dandiastole dalam rentang mpul
emboli yang diharapkan 2. Monitor adanya

 Tidak ada paretese

ortostatikhipertensi 3. Instruksikan keluarga

 Tidak ada tanda tanda untuk mengobservasi

peningkatan tekanan kulit jika ada lsi atau

intrakranial (tidak lebih laserasi

dari 15 mmHg) 4. Gunakan sarun tangan

2. Mendemonstrasikan kemampuan untuk proteksi

kognitif yang ditandai dengan: 5. Batasi gerakan pada

 Berkomunikasi dengan kepala, leher dan

jelas dan sesuai dengan punggung

kemampuan 6. Monitor kemampuan


BAB
 Menunjukkan perhatian,
7. Kolaborasi pemberian
konsentrasi dan orientasi
analgetik
 Memproses informasi
8. Monitor adanya
 Membuat keputusan
tromboplebitis
dengan benar
9. Diskusikan menganai
3. menunjukkan fungsi sensori
penyebab perubahan
motori cranial yang utuh : tingkat
kesadaran mambaik, tidak ada sensasi
gerakan gerakan involunter
2. Gangguan NOC : NIC :
pertukaran gas  Respiratory Status : Gas Airway Management
b/d kongesti exchange 1. Buka jalan nafas,
paru, hipertensi  Respiratory Status : ventilation guanakan teknik chin
pulmonal,  Vital Sign Status lift atau jaw thrust bila
penurunan perlu
perifer yang Kriteria Hasil : 2. Posisikan pasien untuk
mengakibatkan 1. Mendemonstrasikan peningkatan memaksimalkan
asidosis laktat ventilasi dan oksigenasi yang ventilasi
dan penurunan adekuat 3. Identifikasi pasien
curah jantung. 2. Memelihara kebersihan paru paru perlunya pemasangan
dan bebas dari tanda tanda alat jalan nafas buatan
distress pernafasan 4. Pasang mayo bila
3. Mendemonstrasikan batuk efektif perlu
dan suara nafas yang bersih, tidak 5. Lakukan fisioterapi
ada sianosis dan dyspneu dada jika perlu
(mampu mengeluarkan sputum, 6. Keluarkan sekret
mampu bernafas dengan mudah, dengan batuk atau
tidak ada pursed lips) suction
4. Tanda tanda vital dalam rentang 7. Auskultasi suara
normal nafas, catat adanya
suara tambahan
8. Lakukan suction pada
mayo
9. Berika bronkodilator
bial perlu
10. Barikan pelembab
udara
11. Atur intake untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan
status O2

Respiratory Monitoring
1. Monitor rata – rata,
kedalaman, irama dan
usaha respirasi
2. Catat pergerakan
dada,amati
kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan
intercostal
3. Monitor suara nafas,
seperti dengkur
4. Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia,
kussmaul,
hiperventilasi, cheyne
stokes, biot
5. Catat lokasi trakea
6. Monitor kelelahan otot
diagfragma ( gerakan
paradoksis )
7. Auskultasi suara
nafas, catat area
penurunan / tidak
adanya ventilasi dan
suara tambahan
8. Tentukan kebutuhan
suction dengan
mengauskultasi
crakles dan ronkhi
pada jalan napas
utama
9. Auskultasi suara paru
setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya

AcidBase Managemen
1. Monitro IV line
2. Pertahankanjalan
nafas paten
3. Monitor AGD, tingkat
elektrolit
4. Monitor status
hemodinamik(CVP,
MAP, PAP)
5. Monitor adanya tanda
tanda gagal nafas
6. Monitor pola respirasi
7. Lakukan terapi
oksigen
8. Monitor status
neurologi
9. Tingkatkan oral
hygiene

3. Kelebihan NOC : NIC :


volume cairan  Electrolit and acid base balance Fluid management
b/d  Fluid balance 1. Timbang
berkurangnya popok/pembalut jika
curah jantung, Kriteria Hasil: diperlukan
retensi cairan 1. Terbebas dari edema, efusi, 2. Pertahankan catatan
dan natrium anaskara intake dan output yang
oleh ginjal, 2. Bunyi nafas bersih, tidak ada akurat
hipoperfusi ke dyspneu/ortopneu 3. Pasang urin kateter
jaringan perifer 3. Terbebas dari distensi vena jika diperlukan
dan hipertensi jugularis, reflek hepatojugular (+) 4. Monitor hasil lAb
pulmonal 4. Memelihara tekanan vena sentral, yang sesuai dengan
tekanan kapiler paru, output retensi cairan (BUN ,
jantung dan vital sign dalam Hmt , osmolalitas urin
batas normal )
5. Terbebas dari kelelahan, 5. Monitor status
kecemasan atau kebingungan hemodinamik
6. Menjelaskanindikator kelebihan termasuk CVP, MAP,
cairan PAP, dan PCWP
6. Monitor vital sign
7. Monitor indikasi
retensi / kelebihan
cairan (cracles, CVP ,
edema, distensi vena
leher, asites)
8. Kaji lokasi dan luas
edema
9. Monitor masukan
makanan / cairan dan
hitung intake kalori
harian
10. Monitor status nutrisi
11. Berikan diuretik sesuai
interuksi
12. Batasi masukan cairan
pada keadaan
hiponatrermi dilusi
dengan serum Na <
130 mEq/l
13. Kolaborasi dokter jika
tanda cairan berlebih
muncul memburuk
Fluid Monitoring
1. Tentukan riwayat
jumlah dan tipe intake
cairan dan eliminasi
2. Tentukan
kemungkinan faktor
resiko dari ketidak
seimbangan cairan
(Hipertermia, terapi
diuretik, kelainan
renal, gagal jantung,
diaporesis, disfungsi
hati, dll )
3. Monitor berat badan
4. Monitor serum dan
elektrolit urine
5. Monitor serum dan
osmilalitas urine
6. Monitor BP, HR, dan
RR
7. Monitor tekanan darah
orthostatik dan
perubahan irama
jantung
8. Monitor parameter
hemodinamik infasif
9. Catat secara akutar
intake dan output
10. Monitor adanya
distensi leher, rinchi,
eodem perifer dan
penambahan BB
11. Monitor tanda dan
gejala dari odema

4. Intoleransi NOC : NIC :


aktivitas b/d  Energy conservation Energy Management
curah jantung  Self Care : ADLs 1. Observasi adanya
yang rendah, pembatasan klien
Kriteria Hasil : dalam melakukan
1. Berpartisipasi dalam aktivitas aktivitas
fisik tanpa disertai peningkatan 2. Dorong anal untuk
tekanan darah, nadi dan RR mengungkapkan
2. Mampu melakukan aktivitas perasaan terhadap
sehari hari (ADLs) secara keterbatasan
mandiri 3. Kaji adanya factor
yang menyebabkan
kelelahan
4. Monitor nutrisi dan
sumber energi
tangadekuat
5. Monitor pasien akan
adanya kelelahan fisik
dan emosi secara
berlebihan
6. Monitor respon
kardivaskuler
terhadap aktivitas
7. Monitor pola tidur dan
lamanya tidur/istirahat
pasien

Activity Therapy
1. Kolaborasikan dengan
Tenaga Rehabilitasi
Medik
dalammerencanakan
progran terapi yang
tepat.
2. Bantu klien untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang mampu
dilakukan
3. Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten
yangsesuai dengan
kemampuan fisik,
psikologi dan social
4. Bantu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber
yang diperlukan untuk
aktivitas yang
diinginkan
5. Bantu untuk
mendpatkan alat
bantuan aktivitas
seperti kursi roda, krek
6. Bantu untu
mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
7. Bantu klien untuk
membuat jadwal
latihan diwaktu luang
8. Bantu pasien/keluarga
untuk
mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
9. Sediakan penguatan
positif bagi yang aktif
beraktivitas
10. Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
11. Monitor respon fisik,
emoi, social dan
spiritual

5. Ketidakefektifan NOC:  NIC:


pola nafas  Respiratory status: ventilation Airway Management:
berhubungan  Respiratory status: airway patency  Buka jalan nafs,
keletihan,  Vital sign status gunakan teknik chin lift
hiperventilasi,  Kriteria hasil: atau jaw thrust bila
sindrom  Tidak ada sianosis perlu
hipoventilasi, ,  Tidak ada dypsnue  Posisikan pasien untuk
keletihan otot  Mampu bernafas dengan memaksimalkan
pernafasan, mudah ventilasi

 Suara nafas bersih  Identifikasi perlunya

 Irama nafas vesikuler alat jalan nafas buatan

 Frekuensi pernafasan dlm  Pasang mayo bila perlu

rentang normal  Lakukan fisioterapi

 Tidak ada suara nafas dada bila perlu

tambahan  Keluarkan secret dengan

 Tanda-tanda vital dlm batas batuk efektif atau

normal suction
 Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara nafas
tambahan
 Berikan bronkodilator
bila perlu
Oxygen Therapy:
 Observasi adanya tanda-
tanda hipoventilasi
 Pertahankan jalan nafas
yg paten
 Monitor aliran oksigen
 Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
Vital Sign Monitoring:
 Monitor vital sign saat
pasien berbaring,
duduk, atau berdiri dan
sebelum selama, atau
sesudah aktivitas
 Monitor pola
pernafasan dan suara
nafas abnormal
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya
cushing triad (tekanan
nadi yg melebar,
bradikardi, dan
peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab
dari perubahan vitasign

6. Cemas b/d NOC : NIC :


penyakit kritis
 Anxiety control Anxiety Reduction
 Coping (penurunan kecemasan)

 Impulse control 1. Gunakan pendekatan

Kriteria Hasil : yang menenangkan

1. Klien mampu mengidentifikasi 2. Nyatakan dengan jelas

dan mengungkapkan gejala harapan terhadap

cemas pelaku pasien

2. Mengidentifikasi, 3. Jelaskan semua

mengungkapkan dan prosedur dan apa yang

menunjukkan tehnik untuk dirasakan selama

mengontol cemas prosedur

3. Vital sign dalam batas normal 4. Pahami prespektif

4. Postur tubuh, ekspresi wajah, pasien terhdap situasi

bahasa tubuh dan tingkat aktivitas stres

menunjukkan berkurangnya 5. Temani pasien untuk

kecemasan memberikan

keamanan dan

mengurangi takut

6. Berikan informasi

faktual mengenai

diagnosis, tindakan

prognosis

7. Dorong keluarga

untuk menemani anak

8. Lakukan back / neck

rub
9. Dengarkan dengan

penuh perhatian

10. Identifikasi tingkat

kecemasan

11. Bantu pasien

mengenal situasi yang

menimbulkan

kecemasan

12. Dorong pasien untuk

mengungkapkan

perasaan, ketakutan,

persepsi

13. Instruksikan pasien

menggunakan teknik

relaksasi

14. Berikan obat untuk

mengurangi

kecemasan
DAFTAR PUSTAKA

Alodoketer. 2016. Artikel Kesehatan: Gagal Jantung Kongestif. Alamat website:


http://www.alodokter.com/gagal-jantung-kongestif-pembunuh-diam-diam.
Austaryani, Nessma Putri. 2012. Naskah Publikasi: Asuhan Keperawatan pada Tn. J dengan
Congestive Heart Failure (Chf) di Ruang Intensive Cardio Vascular Care Unit
(ICVCU) Rumah Sakit Dr. Moewardi. Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Beranisehat.com. 2017. Artikel Kesehatan Terbaru: Perubahan Guideline Gagal Jantung
ACC/AHA/HFSA 2017. Alamat website: http://beranisehat.com/archives/perubahan-
guideline-gagal-jantung-accahahfsa-2017/ dan Guideline terbaru dari
ACC/AHA/HFSA tersebut dapat diunduh Error! Hyperlink reference not valid.. di
unduh pada tanggal 27 Okteber 2017
Camm AJ, Lip GY, De Caterina R, et al. 2012 focused update of the ESC Guidelines for the
management of atrial fibrillation: an update of the 2010 ESC Guidelines for the
management of atrial fibrillation--developed with the special contribution of the
European Heart Rhythm Association. Europace : European pacing, arrhythmias,
and cardiac electrophysiology: journal of the working groups on cardiac
pacing, arrhythmias, and cardiac cellular electrophysiology of the European
Society of Cardiology 2012;14:1385-413.
Dewi, Intan Nursiana. 2012. Naskah Publikasi: Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan
Congestive Heart Failure (CHF) Diruang Intensive Coronary Care Unit di Rumah
Sakit Umum Daerah DR. Soehadiprijonegoro Sragen. Surakarta: Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Follath F, Yilmaz MB, Delgado JF, Parissis JT, Porcher R, Gayat E, et al. Clinical
presentation, management and outcomes in the acute heart failure global survey of
standard treatment (ALARM-HF). J Intensive Care Med. 2011;37(4):619-26.
http://repository.wima.ac.id/3141/2/Bab%201.pdf. di unduh pada tanggal 27 Okteber
2017
Hunt SA, Abraham WT, Chin MH, Feldman AM, Francis GS, Ganiats TG, et al. ACCF/AHA
Practice Guideline: Full Text. Circ AHA J. 2009;119(14):e391-479.
Issa ZF. Atrial Fibrillation. In: Miller JM, Zipes DP, eds. Clinical arrhythmology and
electrophysiology: a companion to Braunwald’s heart disease. 2nd ed: Saunders;
2012.
Johnson, M., et all. 2014. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Kuwalak, Jennifer.P.2011.Patohfisiologi,Jakarta:EGC di unduh pada tanggal 27 Okteber
2017
Mc Closkey, C.J., et all. 2014. Nursing Interventions Classification (NIC) Fifth Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mediskus. 2017. Artikel Kesehatan: CHF (Congestive Heart Failure) Gagal Jantung
Kongestif. Alamat website: https://mediskus.com/chf-gagal-jantung-kongestif. di
unduh pada tanggal 27 Okteber 2017
Norton C, Georgiopoulou VV, Kalogeropoulos AP, Butler J. Epidemiology and cost of
advanced heart failure. Prog Cardiovasc Dis. 2011;54(2):78-85
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis, NANDA, NOC, dan NIC. Yogyakarta: Mediaction Publishing.
Nurmansyah, Rizki dan Risna Halidi. 2017. Artikel Kesehatan “Lama Menganggur Bisa Picu
Gagal Jantung?”. Jakarta: Suara.com. Alamat website: http://www.suara.com/health
/2017/05/01/101442/lama-menganggur-bisa-picu-gagal-jantung. di unduh pada
tanggal 27 Okteber 2017
Parati G, Esler M. The human sympathetic nervous system: its relevance in hypertension and
heart failure. Eur Heart J. 2012; 33(9):1058-66.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (PERKI). 2015. Pedoman Tatalaksana
Gagal Jantung. Jakarta: Indonesian Heart Association.
PERKI. 2014. Pedoman Tatalaksana Fibrilasi Atrium Edisi Pertama. Jakarta: Perhimpunan
Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia Centra Comunnications.
Smeltzer & Bare. 2015. Buku Ajar Keperawata Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta :EGC
Sora. 2014. Artikel Kesehatan: Atrial Fibrilasi. Alamat website http://www.ina-ecg.com/2015
/04/atrial-fibrilasi.html di unduh pada tanggal 27 Okteber 2017
Yancy CW, Jessup M, Bozkurt B, Butler J, Casey DE, Drazner MH, et al. 2011 ACCF/AHA
guideline for the management of heart failure: a report of the American College of
Cardiology Foundation/American Heart Association Task Force on Practice
Guidelines. J Am Coll Cardiol. 2013;62(16):e147-239.
LAPORAN PENDAHULUAN CHF (CONGESTIVE HEART FAILURE)
DI RUANG INTESIVE CARE UNIT DI RSUD Dr. TJITROWARDOJO PURWOREJO

Disusun Guna Memenuhi Tugas Individu Stase Keperawatan Gadar

Program Profesi Ners

Disusun Oleh :
NI PUTU WAHYU KRISNA PRAMAYUNI
24.17.1112

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XXI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SURYA GLOBAL YOGYAKARTA
2018

You might also like