You are on page 1of 2

ARTIKEL

PERMASALAHAN GENDER

Gender adalah perbedaan atau sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan dalam
peran, fungsi, hak, tanggung jawab, dan perilaku yang dibentuk oleh tata nilai sosial, budaya,
dan adat istiadat dari suatu kelompok masyarakat setempat. Jika jenis kelamin bersifat alami
(nature), maka gender bersifat cultural, hasil bentukan sosial dan budaya bisa sangat bersifat
lokal dan berbeda-beda sesuai letak geografisnya, serta mempunyai sifat “menyesuaikan” dengan
waktu, sebab gender seseorang berbeda-beda didaerah tertentu, dan waktu tertentu pula, yang
diterapkannya sejak masih kecil. Misalnya, seorang laki-laki itu identik dengan tegas, pemberani,
kuat, gagah, suka dengan warna gelap. Sedangkan perempuan identik dengan warna pink yang
menunjukan bahwa dia lemah lembut, dan lain sebagainya. Itu adalah salah satu sifat yang
dibentuk oleh manusia dan budaya setempat, mereka diajarkan seperti itu sejak masih kecil. Oleh
karnanya hal seperti itu akan dibawa dan menjadi kebiasaan hingga mereka dewasa nanti.
Padahal, laki-laki maupun perempuan itu sama saja, yang membedakan antara laki-laki dan
perempuan adalah jenis kelamin. Akan tetapi, sifat pemberani, penakut, gagah, lembah lembut,
itu bisa dimiliki siapapun, dan bisa ada pada diri siapapun baik laki-laki maupun perempuan.

Sudah sejak dulu dimasyarakat menganggap bahwa perempuan itu posisinya tidak boleh
melebihi laki-laki, kemudian dalam bidang pendidikan perempuan menjadi pilihan terakhir untuk
mendapatkan akses, lalu dalam lingkungan pekerjaan perempuan yang memiliki akses
pendidikan yang tinggi pada umumnya bisa mendapatkan pekerjaan yang layak. Namun,
pemilihan pekerjaan tersebut masih berbasis pada gender. Yang mana dalam konsep gender
kehidupan bermasyarakat ini kaum perempuan itu dianggap lemah, pasif, tidak kuat, dan tidak
bisa apa-apa. Selain itu, data menunjukan bahwa perempuan masih tertinggal dari laki-laki. Data
yang dihimpun oleh Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia (2007).
Itu karena masih adanya batasan-batasan terhadap perempuan yang berbasis gender tersebut.
perempuan selalu dianggap lemah dan tidak bisa apa-apa, padahal perempuan bisa saja
melakukan suatu pekerjaan atau hal yang biasa dilakukan oleh kaum laki-laki, begitu juga
sebaliknya. menurut saya, selama kita bisa melakukan hal tersebut kenapa tidak kita untuk
melakukannya, selama itu tidak melampaui batas atau merugikan yang lain. Oleh karena itu,
peran perempuan seharusnya bukan hanya untuk mengenal seputar kasur, dapur, dan juga sumur.
Tapi kita juga bisa berperan dalam segala bidang baik politik maupun dalam pengambilan
keputusan.

Pembedaan peran gender laki-laki dan perempuan tidak dipermasalahkan sepanjang tidak
menimbulkan ketidakadilan gender, karena keduanya memang memiliki kodrat masing-masing.
Namun, kenyataan dilapangan menunjukan bahwa perbedaan peran gender menimbulkan
ketidakadilan antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Dalam bentuk marginalisasi, subordinasi, stereotype, kekerasan, beban
kerja yang berat, dan sosialisasi nilai peran gender yang diskriminatif. Pemberian citra atau label
kepada seseorang atau kelompok yang didasarkan pada anggapan yang salah. Seperti halnya,
masyarakat selalu menganggap perempuan itu lemah.

Dengan adanya permasalahan tersebut, disini Gerakan fiminisme yang merupakan


gerakan konflik sosial yang dimotori oleh para pelopor feminisme dengan tujuan mendobrak
nilai-nilai lama (patriarkhi) yang selalu dilindungi oleh kokohnya tradisi struktural fungsional.
Gerakan feminisme modern di Barat dimulai pada Tahun 1960-an yaitu pada saat timbulnya
kesadaran perempuan secara kolektif sebagai golongan tertindas (skolnick 1987; Porter 1987).
Berdasarkan berbagai literatur dapat disimpulkan bahwa filsafat feminisme sangat tidak setuju
dengan budaya patriakhi. Budaya patiarkhi yang berawal dari keluargalah yang menjadi
penyebab adanya ketimpangan gender atau ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender bagi kaum
perempuan di tingkat masyarakat. Oleh karnanya kurang memberikan manfaat secara utuh bagi
eksistensi perempuan. Penghapusan sistem patriarkhi atau struktur vertikal adalah tujuan utama
dari semua gerakan feminisme. Karena kesetaraan gender tidak akan pernah tercapai kalau
sistem patriarkhi ini masih terus berlaku di kalangan masyarakat, salah satu gerakannya dengan
mengurangi peran istitusi keluarga dalam kehidupan masyarakat.

Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa gender itu akan berubah dari waktu ke waktu
berdasarkan kondisi masyarakat setempat atau budaya yang ada dalam tempat tersebut. maka
dari itu kesetaraan gender sudah mulai ada karena pada dasarnya kepentingan antara laki-laki
dan perempuan itu sama. Hal ini sudah dibuktikan pada saat Megawati Soekarno Putri menjadi
Presiden RI, kemudian yang menjadi kepala desa maupun kepala sekolah juga sudah ada dari
kaum perempuan, begitu juga laki-laki tidak malu untuk membantu tugas perempuan di rumah
tangga. Itu menunjukan bahwa kesetaraan gender sudah mulai dimunculkan jika kita merubah
pola pikir kita bahwa laki-laki itu lebih tegas kemudian perempuan lemah, tapi pada
kenyataannya perempuan juga bisa melakukan peran tersebut.

Jadi upaya untuk mengatasi permasalahan gender :

(1) Mengubah pola pikir kita

(2) Meningkatkan peran perempuan dalam bidang politik dan pengambilan keputusan

(3) Membangun rasa saling menghargai dan menghormati sesama

(4) Tidak ada peran saling mendominasi antara laki-laki dan perempuan

(5) Edukasi Mengenai Emansipasi sejak dini

(6) Meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan perempuan

You might also like