You are on page 1of 12

1.

Definisi

Pelayanan informasi obat PIO (Pelayanan Informasi Obat) didefinisikan sebagai


kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen,
akurat, 4 komprehensif, terkini oleh apoteker kepada pasien, masyarakat maupun
pihak yang memerlukan (Anonim, 2006). Unit ini dituntut untuk dapat menjadi
sumber terpercaya bagi para pengelola dan pengguna obat, sehingga mereka dapat
mengambil keputusan dengan lebih mantap (Juliantini dan Widayanti, 1996).

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No


1197/MENKES/SK/X/2004 Tentang Standar Pelayanan Farmasi Di Rumah Sakit,
Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh
apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias, dan terkini kepada
dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.

Definisi pelayanan informasi obat adalah; pengumpulan, pengkajian, pengevaluasian,


pengindeksan, pengorganisasian, penyimpanan, peringkasan, pendistribusia,
penyebaran serta penyampaian informasi tentang obat dalam berbagai bentuk dan
berbagai metode kepada pengguna nyata dan yang mungkin (Siregar, 2004).

Pelayanan informasi obat adalah bagian dari pelayanan kefarmasian(pharmaceutical


care) dilakukan selain dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap obat
dalam rangka pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat, juga
untuk melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan obat atau penggunaan obat
yang tidak tepat dan tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan.

Adapun ciri-ciri pelayanan informasi obat meliputi:

a. Mandiri (bebas dari segala bentuik keterikatan).

b. Objektif (sesuai dengan kebutuhan)

c. Seimbang
d. Ilmiah

e. Berorientasi kepada pasien dan pro aktif

2. Tujuan pelayanan informasi obat :


a. Menunjang ketersediaan dan penggunaan obat yang rasional, berorientasi
pada pasien, tenaga kesehatan, dan pihak lain.
b. Menyediakan dan memberikan informasi obat kepada pasien, tenaga
kesehatan, dan pihak lain.
c. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang
berhubungan dengan obat terutama bagi PFT/KFT (Panitia/Komite
Farmasi dan Terapi) (Anonim, 2006).

3. Sasaran informasi obat :


a. Pasien dan atau keluarga pasien.
b. Tenaga kesehatan : dokter, dokter gigi, apoteker, perawat, bidan, asisten
apoteker, dan lain-lain.
c. Pihak lain : manajemen, tim/kepanitiaan klinik, dan lain-lain (Anonim,
2006).

Yang dimaksud dengan sasaran informasi obat adalah orang, lembaga, kelompok
orang, kepanitiaan, penerima informasi obat, seperti yang tertera dibawah ini;

a. Dokter

Dalam proses penggunaan obat, pada tahap penetapan pilihan obat serta
regimennya untuk seorang pasien tertentu, dokter memerlukan informasi dari
apoteker agar ia dapat membuat keputusan yang rasional. Informasi obat diberikan
langsung oleh apoteker, menjawab pertanyaan dokter melalui telepon atau sewaktu
apoteker menyertai tim medis dalam kunjungan ke ruang perawatan pasiean atau
dalam konferensi staf medis (Siregar, 2004).
b. Perawat

Dalam tahap penyampaian atau distribusi oabt kepada PRT dalam rangkaian
proses penggunaan obat, apoteker memberikan informasi obat tentang berbagai aspek
oabt pasien, terutama tentang pemberian obat. Perawat adalah profesional kesehatan
yaang paling banyak berhubungan dengan pasien karena itu, perawatlah yang pada
umumnya yang pertama mengamati reaksi obat merugikan atau mendengar keluhan
mereka. Apoteker adalah yang paling siap, berfungsi sebai sumber informasi bagi
perawat. Informasi yang dibutuhkan perawat pada umumnya harus praktis, seera, dan
ringkas, misalnya frekuensi pemberian dosis, metode pemberian obat, efek samping
yang mungkin, penyimpanan obat, inkompatibilitas campuran sediaan intravena, dll
(Siregar, 2004).

c. Pasien

Informasi yang dibutuhkan pasien, pada umumnya adalah informasi praktis


dan kurang ilmiah dibandingkan dengan informasi yang dibutuhkan profesional
kesehatan. Informasi obat untuk PRT diberikan apoteker sewaktu menyertai
kunjungan tim medik ke ruang pasien; sedangkan untuk pasien rawat jalan, informasi
diberikan sewaktu penyerahan obatnya. Informasi obat untuk pasien pada umumya
mencangkup cara penggunaan obat, jangka waktu penggunaan, pengaruh makanan
pada obat, penggunaan obat bebas dikaitkan dengan resep obat, dan sebagainya
(Siregar, 2004).

d. Apoteker

Setiap apoteker suatu rumah sakit masing-msaing mempunyai tugas atau


fungsi tertentu, sesuai dengan pendalaman pengetahuan pada bidang tertentu.
Apoteker yang langsung berinteraksi dengan profesional kesehatan dan pasien, seing
menerima pertanyaan mengenai informasi obat dan pertanyaan yang tidak dapat
dijawabnya dengan segera, diajukan kepada sejawat apoteker yang lebih mendalami
pengetahuan informasi obat. Apoteker apotek dapat meminta bantuan informasi obat
dari sejawat di rumah sakit (Siregar, 2004).

e. Kelompok, Tim, Kepanitiaan, dan Peneliti

Selain kepada perorangan, apoteker juga memberikan informasi obat kepada


kelompok profesional kesehatan, misalnya mahasiswa, masyarakat, peneliti, dan
kepanitiaan yang berhubungan dengan obat. Kepanitiaan di rumah sakit yang
memerlukan informasi obat antara lain, panitia farmasi dan terapi, panitia evaluasi
penggunaan obat, panitia sistem pemantauan kesalahan obat, panitia sistem
pemantauan dan pelaporan reaksi obat merugikan, tim pengkaji penggunaan oabt
retrospektif, tim program pendidikan “in-service” dan sebagainya (Siregar, 2004).

4. Kegiatan PIO
Kegiatan PIO berupa penyediaan dan pemberian informasi obat yang
bersifat aktif atau pasif. Pelayanan bersifat aktif apabila apoteker pelayanan
informasi obat memberika informasi obat dengan tidak menunggu pertanyaan
melainkan secara aktif memberikan informasi obat, misalnya penerbitan 5
buletin, brosur, leaflet, seminar dan sebagainya. Pelayanan bersifat pasif
apabila apoteker pelayanan informasi obat memberikan informasi obat
sebagai jawaban atas pertanyaan yang diterima (Anonim, 2006).
Menjawab pertanyaan mengenai obat dan penggunaannya merupakan
kegiatan rutin suatu pelayanan informasi obat. Pertanyaan yang masuk dapat
disampaikan secara verbal (melalui telepon, tatap muka) atau tertulis (surat
melalui pos, faksimili atau e-mail). Pertanyaan mengenai obat dapat bervariasi
dari yang sederhana sampai yang bersifat urgen dan kompleks yang
membutuhkan penelusuran literatur serta evaluai secara seksama (Anonim,
2006).

Kegiatan yang dilakukan dalam PIO dapat berupa;

a. pemberian informasi kepada konsumen secara aktif maupun pasif melalui


surat, telfon, atau tatap muka
b. pembuatan leaflet, brosur, maupun poster terkait informasi kesehatan
c. memberikan informasi pada Panitia Farmasi Terapi (PFT) dalam penyususnan
formularium Rumah Sakit
d. penyuluhan
e. penelitian

Alur menjawab pertanyaan dalam PIO

5. Sumber informasi obat


1) Sumber daya, meliputi :
a. Tenaga kesehatan
Dokter, apoteker, dokter gigi, perawat, tenaga kesehatan lain.
b. Pustaka
Terdiri dari majalah ilmiah, buku teks, laporan penelitian dan
Farmakope.
c. Sarana
Fasilitas ruangan, peralatan, komputer, internet, dan
perpustakaan.
d. Prasarana
Industri farmasi, Badan POM, Pusat informasi obat,
Pendidikan tinggi farmasi, Organisasi profesi (dokter, apoteker, dan
lain-lain).

2) Pustaka sebagai sumber informasi obat, digolongkan dalam 3 (tiga)


kategori :
a. Pustaka primer
Artikel asli yang dipublikasikan penulis atau peneliti, informasi
yang terdapat didalamnya berupa hasil penelitian yang diterbitkan
dalam jurnal ilmiah.
Contoh pustaka primer :
 Laporan hasil penelitian.
 Laporan kasus
 Studi evaluative
 Laporan deskriptif
b. Pustaka sekunder
Berupa sistem indeks yang umumnya berisi kumpulan abstrak
dari berbagai kumpulan artikel jurnal. Sumber informasi sekunder
sangat membantu dalam proses pencarian informasi yang terdapat
dalam sumber informasi primer.
Sumber informasi ini dibuat dalam berbagai data base, contoh :
medline yang berisi abstrak-abstrak tentang terapi obat, International
Pharmaceutikal Abstract yang berisi abstrak penelitian kefarmasian.
c. Pustaka tersier
Berupa buku teks atau data base, kajian artikel, kompendia dan
pedoman praktis. Pustaka tersier umumnya berupa buku referensi yang
berisi materi yang umum, lengkap dan mudah dipahami (Anonim,
2006).

Menurut undang-undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan,


pasal 53 ayat 2 menyatakan bahwa Standar profesi adalah pedoman
yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi
secara baik. Tenaga kesehatan yang berhadapan dengan pasien seperti
dokter dan perawat, dalam melaksanakan tugasnya harus menghormati
hak pasien. Yang dimaksud dengan hak pasien antara lain ialah hak
informasi, hak untuk memberikan persetujuan, hak atas rahasia
kedokteran, dan hak atas pendapat kedua.

6. LINGKUP JENIS PELAYANAN OBAT

Lingkup jenis pelayanan informasi obat disuatu rumah sakit, antara lain seperti tertera
dibawah ini

a. Pelayana Informasi Obat untuk Menjawab pertanyaan

Penyedia informasi obat berdasarkan permintaan, biasanya merupakan


salah satu pelayanan yang pertama dipertimbangkan. Pelayanan seperti ini
memungkinkan penanya dapat memperoleh informasi khusus yang
dibutuhkan tepat pada waktunya. Sumber informasi dapat dipusatkan dalam
suatu sentra informasi obat di instalasi farmasi rumah sakit

b. Pelayana Informasi Obat untuk Evaluasi Penggunaan Obat

Evaluasi penggunaaan obat adalah suatu program jaminan mutu


pengguna obat di suatu rumah sakit. Suatu program evaluasi penggunaan obat
memerlukan standar atau criteria penggunaan obat yang digunakan sebagai
acuan dalam mengevaluasi ketepatan atau ketidak tepatan penggunaan obat.
Oleh karena itu, biasanya apoteker informasi obat memainkan peranan
penting dalam pengenbangan standar atau criteria penggunaan obat

c. Pelayanan Informasi Obat dalam studi Obat investigasi

Obat investigasi adalah obat yang dipertimbangkan untuk dipasarkan


secara komersial, tetapi belum disetujui oleh BPOM untuk digunakan pada
manusia. Berbagai pendekatan untuk mengadakan pelayanan ini bergatung
pada berbagai sumber rumah sakit. Tanggung jawab untuk
mengkoordinasikan penambahan, pengembangan, dan penyebaran informasi
yang tepat untuk obat investigasi terletak pada suatu pelayanan informasi obat

d. Pelayanan Informasi Obat untuk Mendukung Kegiatan Panitia Farmasi dan


Terapi

Partisipasi aktif dalam panitia ini merupakan peranan instalasi farmasi


rumah sakit yang vital dan berpengaruh dalam proses penggunaan obat dalam
rumah sakit. Hal ini dapat disiapkan dengan memadai oleh suatu pelayanan
informasi obat

e. Pelayanan Informasi Obat dalam bentuk publikasi

Upaya mengkomunikasikan informasi tentang kebijakan penggunaan


obat dan perkembangan mutakhir dalam pengobatan yang mempengaruhi
seleksi obat adalah suatu komponen penting dari pelayanan informasi obat.
Untuk mencapai sasaran itu, bulletin farmasi atau kartu informasi yang
berfokus kepada suatu golongan obat, dapat dipublikasikan dan disebarkan
kepada professional kesehatan

Ruang lingkup jenis pelayanan informasi rumah sakitdi suatu rumah sakit, antara lain:
a. Pelayanan informasi obat untuk menjawab pertanyaan

b. Pelayanan informasi obat untuk mendukung kegiatan panitia farmasi dan terapi

c. Pelayanan informasi obat dalam bentuk publikasi

d. Pelayanan informasi obat untuk edukasi

e. Pelayanan informasi obat untuk evaluasi penggunaan obat

f. Pelayanan informasi obat dalam studi obat investigasi

(Siregar, 2004)

f. Pelayanan Informasi Obat untuk Edukasi

Karena standar minimal menetapkan suatu tanggung jawab instalasi


farmasi rumah sakit pada professional kesehatan dan pasien menyediakan
informasi obat, maka kebutuhan serta sumber informasi untuk kedua
kelompok perlu dievaluasi, disusun berdasarkan prioritas. Suatu program
pelayanan informasi obat untuk kedua kelompok itu, perlu diadakan dirumah
sakit. Untuk pasien diadakan program edukasi dan konseling obat bagi pasien
yang akan dibebaskan dan untuk berbagai kelompok professional kesehatan
diadakan program pendidikan “in-service”, dikoordinasikan melalui
pelayanan informasi obat.

Kategori pelayanan informasi obat


Jenis-jenis pelayanan yang diberikan oleh pelayanan informasi obat antara lain:

a. Menjawab pertanyaan spesifik yang diajukan melalui telpon, surat atau tatap
muka.

b. Meyiapkan materi brosur atau leflet informasi obat (pelayanan cetak ulang
atau re print).

c. Konsultasi tentang cara penjagaan terhadap reaksi ketidakcocokan obat,


konsep-konsep obat yang sedang dalam penelitian atau peninjauan penggunaan obat-
obatan.

d. Mendukung kegiatan panitia farmasi terapi dalam menyusun formularium


rumah sakit dan meninjau terhadap obat-obat baru yang diajukan untuk masuk dalam
formularium rumah sakit.

e. Mengkoordinasikan pemantauan dan pelayanan ESO.

Langkah-langkah sistematis pemberian informasi obat oleh petugas PIO

1. Penerimaan permintaan Informasi Obat : mencatat data permintaan informasi dan


mengkategorikan permasalahan : aspek farmasetik (identifikasi obat, perhitungan
farmasi, stabilitas dan toksisitas obat), ketersediaan obat, harga obat,efek samping
obat, dosis obat, interaksi obat, farmakokinetik, farmakodinamik, aspek
farmakoterapi, keracunan, perundang-undangan.

2. Mengumpulkan latar belakang masalah yang ditanyakan : menanyakan lebih


dalam tentang karakteristik pasien dan menanyakan apakah sudah diusahakan
mencari informasi sebelumnya

3. Penelusuran sumber data : rujukan umum, rujukan sekunder dan bila perlu rujukan
primer.
4. Formulasikan jawaban sesuai dengan permintaan : jawaban jelas, lengkap dan
benar, jawaban dapat dicari kembali pada rujukan asal dan tidak bolehmemasukkan
pendapat pribadi.

5. Pemantauan dan Tindak Lanjut : menanyakan kembali kepada penanya manfaat


informasi yang telah diberikan baik lisan maupun tertulis (Juliantini dan Widayati,
1996).

Fungsipelayananinformasiobat

1. Memberikanresponterhadappertanyaantentangobat

2. Memberikanmasukanterhadapkomitefarmasidanterapi di RS

3. Drug utilization review ( DUR ) / drug utilization review evaluation ( DUE )

4. Pelaporanefeksampingobat ( ESO )

5. Konselingpasien

6. Pembuatanbuletin / newsleter

7. Edukasi

8. Risetdanpenelitian

Daftar pustaka

Anonim, 2006, Pedoman Pelayanan Informasi Obat Di Rumah Sakit, Dirjen


Pelayanan Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Depkes RI 2006.
Juliantini, E., dan Widayanti, S., 1996, Pelayanan Informasi Obat Rumah Sakit
Umum Daerah Dr Soetomo, Prosiding Kongres Ilmiah XI ISFI, 3-6 juli 1996, Jawa
Tengah.

Anonim, 2004, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1197/Menkes/Sk/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi Di Rumah Sakit.

Anonim, 2006, Keputusan Direktur Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan
No.Hk.00.Dj.Ii.924 entang Pembentukan Tim Penyusun Pedoman Pelayanan
Kefarmasian Di Puskesmas.

Siregar, Charles. 2006. Farmasi Klinik, Teori dan Penerapan. Jakarta: ECG

You might also like