You are on page 1of 20

See

discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/298787565

Reservoir Characterization of Upper Plover


Formation in 'A' Field, Bonaparte Basin,
Ofshore Timor Sea, Maluku Province

Research · March 2016


DOI: 10.13140/RG.2.1.2751.6565

CITATIONS READS

0 159

1 author:

Indra Arifianto
Gadjah Mada University
1 PUBLICATION 0 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Indra Arifianto on 18 March 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI S-2 TEKNIK GEOLOGI

NASKAH PUBLIKASI

KARAKTERISASI RESERVOAR FORMASI PLOVER ATAS


PADA LAPANGAN “A”, CEKUNGAN BONAPARTE,
OFFSHORE LAUT TIMOR, PROVINSI MALUKU

Disusun Oleh:

INDRA ARIFIANTO
12/338977/PTK/08272

YOGYAKARTA
2015

i
ii
KARAKTERISASI RESERVOAR FORMASI PLOVER ATAS
PADA LAPANGAN “A”, CEKUNGAN BONAPARTE,
OFFSHORE LAUT TIMOR, PROVINSI MALUKU

Indra Arifianto1, Sugeng S. Surjono1, Djoko Wintolo1

Sari
Penelitian karakterisasi reservoar ini mengambil objek studi Formasi Plover Atas di lapangan A
dikarenakan interval ini mengandung hidrokarbon yang belum diproduksi. Formasi Plover Atas
diendapkan pada fase transgresi dengan lingkungan pengendapan transisi hingga laut dangkal
menyebabkan reservoarnya cukup bervariasi, sehingga perlu dilakukan studi karakterisasi untuk
membantu pemodelan dan perhitungan cadangan hidrokarbon di tempat. Karakterisasi reservoar adalah
upaya untuk mengungkapkan karakteristik suatu reservoar sedetil mungkin, ditinjau dari parameter
geologi reservoar dan teknik reservoar. Karakterisasi reservoar pada penelitian ini dilakukan dengan cara
rock typing (RT) menggunakan data sumuran berupa data wireline log untuk menghasilkan sifat reservoar
(volume clay, porositas, kejenuhan air dan permeabilitas) dengan analisis petrofisik dan data analisis rutin
batuan inti (RCAL) untuk membagi RT berdasarkan persebaran porositas dan permeabilitas, serta data
batuan inti untuk interpretasi lingkungan pengendapan. Analisis interval yang tidak memiliki batuan inti
dilakukan dengan metode neural network. Hasil penelitian menunjukan Formasi Plover Atas daerah
penelitian dapat dibagi menjadi 7 parasikuen. Formasi Plover Atas diendapkan dalam sistem transgresif
pada lingkungan pantai (Foreshore hingga Offshore) dengan pola mengkasar ke atas untuk tiap
parasikuen, berumur Jura Tengah – Jura Akhir. Reservoar Formasi Plover Atas memiliki porositas
berkisar 8% - 16% dan nilai permeabilitas bervariasi mulai dari 0.01 mD hingga 1300 mD. Formasi
Plover Atas berdasarkan sifat fisik dan fasiesnya dibagi menjadi 4 kelas yaitu: Kelas A (Sangat Baik),
Kelas B (Baik), Kelas C (Buruk) dan Kelas D (Sangat Buruk). Keempat kelas reservoar tersebut dapat
dibedakan dengan crossplot volume clay dan porositas efektif untuk disebarkan pada sumur yang tidak
memiliki data batuan inti.

Kata kunci: Formasi Plover, karakterisasi reservoir, rock typing.

Abstract
Object of this study is Upper Plover Formation in the “A” field due to its hydrocarbon potential that has
not been produced. The Upper Plover Formation was deposited within transgression phase with
transitional to shallow marine environment, which makes it interesting to study the reservoir
characterization. Result of this study can be used to support modelling process and hydrocarbon in place
calculation. Reservoir characterization is an attempt to reveal the characteristics of the reservoir, in
terms of reservoir geology and reservoir engineering parameters. Reservoir characterization is done by
rock typing (RT) method using wireline logs data to produce the reservoir properties (clay volume,
porosity, water saturation, and permeability) by petrophysical analysis and routines core analysis
(RCAL) to divide the RT based on the distribution of porosity and permeability. Another supporting data
used for depositional environment interpretations is core data. This study applied neural network to
analyze another interval with no core data. The Upper Plover Formation in the study area can be divided
into 7 parasequences. This formation was deposited during transgressive systems in coastal environments
(Foreshore - Offshore) with coarsening upward pattern in the Middle to Late Jurassic age. This reservoir
have porosity ranges from 8%-16% and permeability varies from 0.01 mD to 1300 mD. Based on
physical properties and the depositional facies, this formation can be divided into 4 classes: Class A
(Excelent), Class B (Good), Class C (Poor), and Class D (Very Poor). Those reservoir classes can be
distinguished by cross-plotting effective porosity versus volume clay to distribute to other wells that do
not have core data.

Key words: Plover Formation, reservoir characterization, rock typing.

1)
Program Studi Teknik Geologi – Universitas Gadjah Mada

iii
I. PENDAHULUAN
I. 1. Latar Belakang untuk melakukan karakterisasi reservoir,
meliputi: data las, laporan akhir pengeboran
Dalam mengembangkan atau meningkatkan sumur, laporan analasis rutin batuan inti,
produksi lapangan minyak, diperlukan deskripsi batuan inti, laporan analisis log FMI,
manajemen reservoir yang baik. Tahapan awal laporan biostratigrafi dan log fasies sedimen
dalam manajemen reservoar adalah dengan
memahami karakteristik reservoar. Studi II. KAJIAN PUSTAKA
karakterisasi reservoar ini meliputi pemahaman II.1. Geologi Regional dan Daerah Penelitian
tentang fasies pengendapan, stratigrafi sikuen,
maupun sifat batuan yang ada. Setelah Lokasi Penelitian terletak di Cekungan
mengetahui karakter dari masing-masing Bonaparte yang merupakan bagian dari batas
reservoar tersebut maka pemodelan reservoar pasif lempeng Australia bagian utara, termasuk
dapat dilakukan. kedalam Graben Calder, Cekungan Bonaparte.
Cekungan Bonaparte sendiri tersusun oleh
Penelitian karakterisasi reservoar ini mengambil beberapa sub-cekungan berumur Paleozoik dan
objek studi Formasi Plover Atas di lapangan A Mesozoik dan beberapa area paparan. Secara
dikarenakan interval ini mengandung umum pembentukan cekungan di kontrol oleh
hidrokarbon yang belum diproduksi. Formasi dua fase penting yaitu ekstensi pada Paleozoik
Plover Atas diendapkan pada fase transgresi yang diikuti oleh kompresi pada umur Trias dan
dengan lingkungan pengendapan transisi hingga kembali mengalami ekstensi pada Mesozoik
laut dangkal menyebabkan reservoarnya cukup yang mengalami puncaknya ketika pecahnya
bervariasi, sehingga perlu dilakukan studi Gondwana Land di umur Jura Tengah (Obrien
karakterisasi untuk membantu pemodelan dan dkk., 1993).
perhitungan cadangan hidrokarbon di tempat.
Graben Calder-Malita memiliki pola pemekaran
I.2. Maksud dan Tujuan Penelitian umum kearah Tenggara sehingga terbentuk
struktur Graben berarah timur laut - barat daya,
Maksud penelitian yaitu melakukan Graben ini memotong Sub-cekungan Petrel
Karakterisasi reservoir Formasi Plover Atas di yang berumur Paleozoik dan Paparan Sahul,
Lapangan A. Tujuan penelitian antara lain : kedua graben ini memiliki suksesi sedimen
Mengetahui fasies pengendapan dari suksesi Paleozoik Akhir, Trias, Jura dan Kapur Awal
vertikal masing-masing sikuen pada Formasi yang cukup tebal. Menurut Edgerley and Crist
Plover Atas di lapangan A, mengetahui sifat (1974); Durrant dkk. (1990); Miyazaki (1997);
fisik dan kandungan fluida dari reservoar Lemon and Barnes (1997 dalam Cadman dan
berdasarkan analisis log sumur dan Identifikasi Temple, 2003) dalam Anonim, (2003).
karakter reservoar Formasi Plover Atas Stratigrafi Cekungan Bonaparte dimulai sejak
berdasarkan sifat fisik dan fasies pengendapan diendapkannya sedimen Paleozoik yang
pada lapangan A. sebagian besar terendapkan di daerah darat dan
beberapa di Sub-cekungan Petrel, sedangkan
I.3. Lokasi Penelitian dan Ketersediaan Data sikuen Mesozoik dan Kenozoik tersebar pada
bagian luar dari Cekungan Bonaparte.
Lokasi penelitian lapangan A secara geografi
terletak di lepas pantai 70 km sebelah selatan Menurut Barber (2003), pada umur Jura awal
pulau Selaru yang masuk dalam provinsi terjadi erosi secara masif pada Tinggian Abadi
Maluku dan secara geologi termasuk kedalam yang memotong batuan berumur Pra-Kambrium
Cekungan Bonaparte (Gambar 1). hingga Trias. Pengendapan pada lingkungan
kontinen hingga laut dangkal berlansung selama
Data yang tersedia berupa data dari 3 sumuran Jura Awal - Jura Tengah, yaitu pengendapan red
(Sumur A-1, A-2 dan A-3) yang cukup lengkap beds Formasi Malita yang dilanjutkan oleh

1
pengendapan Formasi Plover di lingkungan batupasir adalah tipe silinder atau blocky
fluvio - deltaic setebal 1500 – 2000 m dan menunjukan lingkungan pengendapan dengan
diakhiri oleh pemekaran (break-up) kerak energi tinggi. Plover Bawah dicirikan dengan
kontinen Australia pada umur Oxfordian. lapisan batupasir halus-sedang yang berselingan
dengan batulempung dimana ketebalan
Berdasarkan karakter litologi yang diperkuat batupasir lebih tipis dibandingkan batupasir
oleh data biostratigrafi (Helby dkk., 1987 dalam Plover Atas, bentuk dari log gamma ray adalah
Barber dkk., 2003) mengindikasikan bahwa pola kombinasi tipe seratted dan blocky (Gambar 3)
sedimentasi selama pengendapan Fomasi Plover (Nagura dkk., 2003).
didominasi oleh seri pengendapan sungai
teranyam (braided fluvial) di selatan daerah Suksesi stratigrafi Formasi Plover dapat dibagi
penelitan hingga lingkungan pantai yang menjadi beberapa seri yang secara genetik
dipengaruhi oleh gelombang (wave dominated berhubungan dengan kehadiran batas periode
shoreline) dan lingkungan laut dangkal di dari genang laut maksimum (MFS). Batas ini
sebelah utara. Arah pengendapan sungai dinamai berdasarkan referensi dari palinologi
teranyam relatif barat laut – tenggara, mengikuti yang ditemukan pada interval tersebut, selain itu
zona lemah dari pola cekungan sebelumnya batas ini merupakan pembagian zona reservoar
yaitu Graben Goulburn (Gambar 2). Formasi pada Formasi Plover. Beberapa marker Formasi
Plover di daerah penelitian diendapkan pada Plover Atas adalah base aemula MFS, base
lingkungan shoreface dengan arah barat - timur indotata MFS, verucosa MFS dan Interval
dan menjadi reservoar utama di lapangan ini sedimen yang ditembus oleh sumur terdalam
ataupun lapangan sekitar. Pada umur Thitonian adalah interval di atas caddaense flooding yang
(Jura Akhir) palaeo-shoreline telah mengalami sama ditemukan di lapangan Sunrise-Trobadour
pemunduran sejauh 120 km kearah kraton, (Seggie dkk., 2000 dalam Nagura dkk., 2003).
sehingga pada seluruh daerah penelitian
diendapkan fasies argillaceous kecuali di Nagura (2003) membagi Formasi Plover
beberapa daerah yang terdapat batupasir turbidit menjadi empat interval zona sedimen (Gambar
yang terbentuk selama eustatic lowstand. 3): (1) Zona sedimen 4 yang terletak diatas
Penurunan terus berlangsung hingga Kapur marker caddaense terendapkan secara
Awal dengan pengendapan shale dan batupasir progradasi dan agradasi dengan sedikit potensi
turbidit Grup Flaminggo Atas pada lingkungan reservoar, zona ini termasuk dalam Formasi
laut dangkal setebal 500-1500 km (Barber dkk., Plover Bawah. Suksesi delta ini ditutup oleh
2003). shale tipis yang berhubungan dengan event
pembanjiran yaitu verrucosa MFS, reservoar
II.2. Reservoir Formasi Plover Daerah lapangan ini telah dikonfirmasi terletak diatas
Penelitian genang laut maksimum ini. (2) Zona sedimen 3
terletak diatas marker verucosa MFS dan
Formasi Plover secara umum tersusun oleh merupakan reservoir di sumur Abadi-2ST, Zona
batupasir yang cukup dominan yang berselingan ini pada interval bawah terdiri dari serpih
dengan batulempung. Formasi Plover dapat offshore dengan lapisan tipis batupasir badai,
dibagi menjadi unit Plover Bawah dan Plover berubah menjadi batulanau lower shoreface dan
Atas. Plover Bawah tersusun oleh sikuen fluvio- batupasir halus dan secara perlahan menjadi
deltaic yang diendapkan pada fase regresif, batupasir upper shoreface berbutir sedang,
sedangkan Plover Atas tersusun oleh sikuen dengan struktur planar dan cross-bedded,
fasies laut dangkal hingga shoreline (pantai) terbioturbasi berat. (3) Zona sedimen 2 terletak
yang diendapkan pada fase transgresif (Barber diatas marker base indotata MFS dan
dkk., 2003). Formasi Plover Atas memiliki ciri merupakan reservoir utama di sumur Abadi-1
batupasir berlapis atau masif berukuran sedang- dan Abadi-3, pada interval bawah diawali dari
kasar, dengan ketebalan lebih dari 5 meter serpih offshore dengan lapisan tipis batupasir
dengan sisipan batulempung. Bentuk dari kurva badai berubah menjadi batulanau lower
log gamma ray Plover Atas pada lapisan

2
shoreface dan batupasir halus dan secara dari masing-masing stratigrafi sikuen pada tiap
perlahan menjadi batupasir upper shoreface sumuran dengan menggunakan data litologi
berbutir sedang, planar dan cross-bedded, (batuan inti) dan data wireline log dengan
terbioturbasi berat. Bagian atas terdiri dari metode elektrofasies. Setelah melakukan
batupasir sedang, masif, terbioturbasi kuat yang analisis reservoar secara kualitatif maka
ditunjukan oleh blocky pada profil log,memiliki dilanjutkan dengan analisis secara kuantitatif.
sifat reservoar yang sangat baik. (4) Zona
sedimen 1 terletak diatas base aemula MFS, Analisis kuantitatif dilakukan dengan analisis
terdiri dari lapisan tipis batupasir non-reservoar petrofisika baik dari data log maupun dari data
yang merepresentasikan endapan dari sebuah analisis rutin batuan inti (RCAL). Tahap
offshore bar di Abadi-1 sedangkan di Abadi-3 pertama adalah analisis petrofisika untuk
terdiri dari serpih offshore. Di Abadi 2ST, zona memperoleh sifat batuan seperti volume clay,
ini tidak dapat ditemui dikarenakan erosi. porositas dan saturasi. Tahap selanjutnya adalah
membagi rock type dari analisis rutin batuan
Menurut Nagura (2003) dari hasil crossplot inti, dilanjutkan dengan menyebarkan rock type
porositas vs permeabilitas data core plug, tersebut menggunakan neural network pada
menunjukan ada tiga pola yang cukup jelas yang interval yang tidak memiliki data batuan inti.
mengindikasikan perbedaan litofasies pada Tahap selanjutnya adalah melakukan
reservoar Plover di lapangan Abadi. Fasies 1 identifikasi karakter reservoir dari kolaborasi
menunjukan nilai porositas dan permeabilitas analisis data tersebut. Metode neural network
dan kemungkinan mewakili batupasir kuarsa digunakan untuk memprediksi RT dari data-data
endapan tidal delta, terdiri dari batupasir sedang wireline log. Metode ini telah terbukti berhasil
– kasar dengan porositas terlihat yang baik. diaplikasikan sebagai alat prediksi litofasies
Fasies 2 memiliki magnitude yang lebih jelek seperti yang dilakukan oleh Bohling dan Dubois
dari fasies 1, namun masih memiliki sifat (2003).
reservoar yang baik. Fasies ini diwakili oleh
batupasir memiliki butiran halus – sedang, Pada Penelitian ini karakterisasi reservoar
sortasi sedang – baik termasuk batupasir kuarsa dilakukan secara vertikal (rock type) pada
– batupasir subarkose/sublith. Fasies 3 ini Lapangan A interval Formasi Plover Atas.
terletak dibawah kontak gas dan air dimana Karakterisasi reservoar sendiri adalah upaya
diagenesa semen kalsit sangat dominan. untuk mengungkapkan karakteristik (sifat fisik
Batupasir ini didominasi oleh batupasir kuarsa atau ciri-ciri) suatu reservoar sedetil mungkin,
berukuran sedang dengan sortasi sedang. ditinjau dari parameter geologi reservoar dan
teknik reservoir. Parameter geologi reservoir
III. METODOLOGI PENELITAN yang sering dipakai meliputi litologi,
lingkungan pengendapan, geometri, tipe pori,
Data sumur berupa data wireline log, batuan inti flow unit, stacking pattern dan lain-lain.
(core) dan data laporan sumur digunakan untuk Parameter teknik reservoir yang sering dipakai
melakukan karakterisasi reservoir. Data sumur meliputi porositas, resistivitas, faktor sementasi
ini digunakan untuk analisis reservoar baik kejenuhan fluida, permeabilitas, tekanan kapiler,
kualitatif maupun kuantitatif. Analisis reservoar laju alir dan lain-lain (Winardi, 2012).
tersebut meliputi korelasi sumuran, persebaran
fasies reservoar dan analisis petrofisika. k
RQI = 0.0314 × � ........................................... (1)
φe
Langkah pertama adalah melakukan kontrol
kualitas dari data sumur tersebut, selanjutnya φe
φ𝑧 =� �.................................................... (2)
melakukan korelasi stratigrafi antar sumuran 1-φe

untuk membagi zona reservoar dan memastikan RQI


FZI = ................................................ (3)
interval-interval tersebut sudah sesuai sebelum φz

dianalisis lebih lanjut. Langkah berikutnya


menentukan fasies dan lingkungan pengendapan Log R35 = 0.732 + 0.588 log k – 0.864 log Φ ...... (4)

3
Rock typing reservoar dilakukan dengan diperlukan kalibrasi interpretasi data dari batuan
menggunakan metode Hydraulic Flow Unit inti. Kalibrasi data batuan inti dengan data log
(HFU) oleh Amaefule dkk. (1993) (Persamaan dilakukan dengan membandingkan pola ukuran
1-3) dan metode “Windland R35” oleh butir dari hasil analisis batuan inti dengan pola
Windland (1972) (Persamaan 4). Pada dasarnya log yang terbentuk. Pola – pola yang terbentuk
kedua metode ini adalah konsep yang digunakan oleh fasies pengendapan tersebut memiliki
untuk mengidentifikasi dan mengkarakterisasi kenampakan yang khas untuk masing – masing
rock type berdasarkan kondisi geologi dan fasies dan dapat dibedakan dengan pola log
parameter fisik pada besaran pori (Radiansyah, lainnya baik dari kurva log gamma ray,
2014). densitas, porositas, sonik maupun resistivitas.
Secara umum jika dilihat dari pola log gamma
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ray saja interval Formasi Plover Atas memiliki
IV.1. Fasies dan Lingkungan Pengendapan pola umum funnel shape (corong) serta
beberapa bagian dapat diamati blocky dan bell
Pembagian fasies (litofasies) pada penelitian ini shape. Jika dilihat dari lingkungan pengendapan
didasarkan pada beberapa aspek diantaranya secara umum bentukan log gamma ray tersebut,
adalah ukuran butir, struktur internal lapisan, maka dapat diinterpretasikan bahwa lingkungan
intensitas bioturbasi dan tingkat sementasi. pengendapan sikuen tersebut adalah shoreface
Berdasarkan pengelompokan di atas fasies dari dan transgressive marine (Gambar 4).
deskripsi batuan inti dapat dibagi menjadi
sepuluh (10) litofasies yaitu; (1) Batupasir masif IV.2. Sekuen Stratigrafi Formasi Plover Atas
(S-m), (2) Batupasir laminasi (S-l1), (3)
Batupasir silang siur hummocky (S-l2), (4) Setelah mengetahui lingkungan pengendapan
Batupasir terbioturbasi (S-b), (5) Batupasir dari masing-masing interval langkah selanjutnya
laminasi tersemenkan (S-lc), (6) Batupasir yang dapat kita lakukan adalah korelasi
terbioturbasi tersemenkan (S-bc), (7) stratigrafi sikuen, hal ini menjadi penting karena
Perselingan batupasir - batulempung struktur dengan melakukan korelasi kita dapat
laminasi (SC-l), (8) Perselingan batupasir - menginterpretasi kemenerusan dari masing-
batulempung terbioturbasi (SC-b), (9) masing reservoar secara tepat. Pekerjaan
Batulempung laminasi (C-l) dan (10) korelasi untuk reservoar Plover dilakukan pada
Batulempung terbioturbasi (C-b). tiga sumur yang terdapat di lapangan A.
Korelasi hanya dilakukan pada satu penampang
Berdasarkan analisis litofasies yang telah yaitu berarah relatif utara–selatan (N-S), arah ini
dilakukan pada data batuan inti dan analisis menunjukan arah kemiringan regional
fasies model serta ditunjang dari studi regional, berdasarkan studi geologi regional, dimana arah
dapat diinterpretasikan lingkungan pengendapan pusat cekungan berada di bagian utara lokasi
berada pada lingkungan pantai (mixed wave - penelitian.
tide dominated shoreline). Berdasarkan data
batuan inti setidaknya ditemukan 5 asosiasi Korelasi stratigrafi pada penelitian ini dilakukan
fasies dan 1 interpretasi fasies pengendapan berdasarkan konsep stratigrafi sikuen. Sejumlah
berdasarkan data wireline log pada interval marker diperoleh berdasarkan analisis
Formasi Plover Atas yaitu; (1) Foreshore (FS), biostratigrafi dari laporan sumuran, terdapat 5
(2) upper shoreface (USF), (3) lower shoreface marker umur dari analisis fosil batuan inti dan
(LSF), (4) offshore transition (OT), (5) marine sidewall core yang diperoleh dari laporan
embayment (ME) dari data batuan inti (Tabel 1) sumuran. Pemberian nama marker diambil dari
dan (6) offshore (OS) dari data wireline log. nama fosil dinoflagelata (polen) (AAP Memoir
24 tahun 2001) yaitu; (1) marker Dissiliodinium
Interpretasi lingkungan pengendapan dilakukan Caddaense awal dari Plover Atas yang
dengan memanfaatkan data dari log sumur kemudian pada penelitian ini ditetapkan sebagai
sehingga untuk hasil interpretasi yang maksimal genang laut 1 (fs-1) memiliki umur Bajocian

4
(Jura Tengah), (2) marker Wanaea Verrucosa
dapat dibagi menjadi dua genang laut (fs-3 dan Parasikuen 2 (PS-2) ditandai oleh fase transgresi
fs-4) memiliki umur Bathonian (Jura Tengah), naiknya muka air laut (fs-2) sehingga
(3) marker Wanaea Digitata/ Indotata sebagai mengakibatkan perubahan lingkungan
genang laut (fs-5) memiliki umur Callovian pengendapan dari upper shoreface menjadi
(Jura Akhir), (4) marker Rigaudella Aemula lower shoreface. Kondisi marine flooding
dapat dibagi menjadi dua genang laut (fs-6 dan terjadi pada lingkungan lower shoreface di
fs-7) memiliki umur Calovian (Jura Akhir) dan daerah penelitian hingga kemudian berubah
(5) marker E. Torynum adalah akhir dari Plover kembali menjadi lingkungan upper shoreface.
Atas sekaligus merupakan bidang unconformity Berdasarkan analisis paleocurrent dari log FMI
pada umur Valanginian. PS-2 diendapkan pada umur Bajocian akhir
Selain penentuan marker dari analisis fosil, (Jura Tengah) marker W. verucosa, dengan arah
beberapa marker juga dapat diidentifikasi pengendapan utara - timur laut (Gambar 6b).
dengan baik dari data deskripsi batuan inti
seperti marker transgressif lag (fs-2) yaitu Parasikuen 3 (PS-3) diawali oleh adanya
dengan hadirnya fasies C-l secara tiba-tiba transgressive lag (fs-3) yang dapat
setelah fasies S-l pada batuan inti #5 sumur A-1. diidentifikasi dari batuan inti #4 sumur A-1,
Marker lain yang dapat diidentifikasi dari data dimana lingkungan pengendapan berubah dari
batuan inti adalah marker sequence boundary upper shoreface menjadi offshore transition
(SB1) yaitu berupa bidang erosi yang ditemukan secara cepat dan berlanjut hingga kondisi
pada batuan inti #1 sumur A-3. Marker – marine flooding pada umur Bathonian awal
marker tersebut juga dapat ditelusuri (Jura Tengah) marker W. verucosa. Kemudian
kemenerusannya pada sumur lain (Gambar 5). diikuti fase regresi lingkungan pengendapan
secara gradual berubah menjadi lower shoreface
IV.3. Sejarah Pengendapan dan dimana pengendapan terjadi secara progradasi
Paleogeografi Formasi Plover Atas yaitu endapan upper shoreface dan foreshore
(endapan pantai) pada sumur A-1 dan A-2
Secara umum berdasarkan korelasi stratigrafi sedangkan pada sumur A-3 lingkungan
yang telah dilakukan, suksesi Formasi Plover pengendapan berupa marine embayment (teluk).
Atas dapat dibagi menjadi 6 parasikuen pada Berdasarkan analisis paleocurrent dari log FMI,
sumur A-1 dan A-2, sedangkan pada sumur A-3 arah sedimentasi pada bagian teluk cenderung
dapat dibagi menjadi 7 parasikuen (Gambar 5). berarah tenggara – barat laut namun secara
umum masih ke utara, karena terjadi progradasi
Parasikuen 1 (PS-1) dimulai oleh adanya garis pantai bergerak ke utara (Gambar 6c).
genang laut (fs-1) atau adanya transgressive lag
yang menandakan fase transgresi pada umur Parasikuen 4 (PS-4) ditandai oleh adanya
Bajocian Awal (Jura Tengah) dengan marker N. marine flooding surface (fs-4) yang merupakan
deflandrei, lingkungan pengendapan area fase transgresi yang berlangsung cukup singkat,
penelitian pada umumnya adalah offshore dimana lingkungan pengendapan berubah
hingga offshore transition dan diakhiri oleh menjadi offshore transition diikuti oleh marine
genang laut orde 4, dilanjutkan oleh kondisi flooding dimana lingkungan pengendapan
muka air laut mencapai titik maksimum dan berubah secara gradual menjadi lower shoreface
relatif stabil sehingga sedimen diendapkan dan upper shoreface dan diikuti fase regresi
secara progradasi dan lingkungan pengendapan yaitu endapan pantai pada sumur A-1 dan A-2
berubah menjadi lower shoreface. Akhir fase sedangkan pada sumur A-3 tidak dapat
transgresi dan awal dari fase regresi dimana diidentifikasi adanya SB dan diinterpretasikan
lingkungan pengendapan berubah menjadi memiliki lingkungan pengendapan teluk. PS-4
upper shoreface. Berdasarkan analisis diendapkan pada umur Bathonian akhir (Jura
paleocurrent dari log FMI interval PS-1 Tengah) marker W. indotata, Berdasarkan
memiliki arah pengendapan relatif ke arah utara analisis paleocurrent dari log FMI arah
- timur laut (Gambar 6a).

5
sedimentasi pada interval ini relatif berarah fasiesnya, yaitu asosiasi fasies FS, USF, LSF,
barat laut – utara (Gambar 6d). ME dan OT. Pengelompokkan ini dilakukan
karena asosiasi fasies memiliki karakter yang
Parasikuen 5 (PS-5) diawali oleh adanya sangat berbeda sehingga masing-masing fasies
transgressive lag (fs-5) yang dapat akan memiliki hubungan porositas dan
diidentifikasi dari batuan inti #2 sumur A-1 permeabilitas yang unik. Pemisahan RT dari
merupakan fase transgresi. Lingkungan keseluruhan sampel dari semua asosiasi fasies
pengendapan offshore transition pada sumur A- dilakukan dengan menggunakan kurva iso pore
1 dimana lingkungan pengendapan di area throat yang diberikan oleh Windland R-35.
penelitian adalah teluk dilanjutkan fase regresi Pada penelitian ini, dibuat empat kurva iso pore
yaitu lingkungan pengendapan berubah secara throat yaitu kurva 0.1 micron, 2 micron, 15
gradual menjadi marine embayment. PS-5 micron, dan 40 micron sehingga sampel-sampel
diendapkan pada umur Callovian awal (Jura dari keseluruhan data masuk di dalam kurva
Akhir) marker T. balmei dan berdasarkan tersebut (Gambar 7). Berdasarkan plot porositas
analisis log FMI arah pengendapan dan permeabilitas dari data RCAL pada kurva
diinterpretasikan relatif barat laut – utara iso pore throat menunjukan masing-masing
(Gambar 6e). litofasies memiliki interval nilai tertentu dan
diklasifikasikan menjadi satu rock type (RT),
Parasikuen 6 (PS-6) ditandai oleh kenaikan selanjutnya dari data tersebut dapat dibagi
muka air laut secara perlahan (FS-6) dan tidak menjadi empat rock type (RT).
ditemukannya transgressive lag baik dari data
batuan inti maupun dari data log. Pada fase Selain melakukan identifikasi menggunakan
transgresi lingkungan pengendapan adalah plot kurva iso pore throat “Windland R-35”
offshore transition setelah mencapai kondisi untuk meyakinkan bahwa fasies pada Formasi
marine flooding dilanjutkan fase regresif Plover Atas dibagi menjadi empat Rock Type.
endapan upper shoreface hingga endapan Pada penelitian ini juga dilakukan metode lain
pantai, PS-6 diendapkan pada umur Callovian yaitu Hydraulic Flow Unit (HFU) yang
akhir (Jura Akhir) marker V. tabulata - R. dikembangkan oleh Amaefule (2003), secara
aemula dengan arah pengendapan relatif utara – prinsip dasar pengelompokan karakter rock type
timur laut (Gambar 6f). mirip dengan metode “Windland R-35” yaitu
berdasarkan besaran ukuran pori. Metode HFU
Parasikuen 7 (PS-7) hanya ditemui pada sumur sendiri mengidentifikasi rock type (flow unit)
A-3 dikarenakan pada kedua sumur yang lain berdasarkan nilai dari Flow Zone Indicator
telah mengalami erosi pada Valanginian event (FZI) atau cross plot nilai Reservoar Quality
yaitu uplifting dan erosi secara regional di Index (RQI) dengan Pore Matrix Ratio (PMR)
Cekungan Bonaparte dan sekitarnya. PS-7 atau ϕz. Berdasarkan perhitungan FZI dan
ditandai oleh adanya marine flooding surface crossplot log RQI dengan ϕz, Formasi Plover
(fs-7) dimana lingkungan pengendapan berubah Atas dibagi menjadi empat HFU (Gambar 8).
menjadi lingkungan teluk diikuti oleh kondisi
marine flooding dan berangsur mengalami RT-1/HFU-4 teridentifikasi sebagai rock type
regresi dengan endapan progradasi, selanjutnya dengan kualitas reservoar paling baik dengan
lingkungan pengendapan berubah menjadi sebaran porositas 9% - 18% dan permeabilitas
lower shoreface. 100 mD – 1300 mD. RT ini terdiri dari litofasies
dominan adalah Sm dan Sl serta beberapa
interval Sb dimana memiliki asosiasi fasies
IV.4. Karakterisiasi Reservoar dengan Rock
pengendapan FS dan USF. Fasies ini memiliki
Typing
kualitas paling baik karena terletak didekat zona
IV.4.1. Identifikasi Rock Type
swash (pencucian) akibat gelombang laut yang
menyebabkan batuan tersortasi dengan baik dan
Tahap pertama adalah mengelompokan sampel
kandungan clay sangat rendah serta ukuran butir
dari data routine core berdasarkan asosiasi

6
paling kasar disebabkan energi pengendapan persebaran porositas 5 – 15 % dengan
cukup tinggi. Berdasarkan kurva iso pore permeabilitas 0.01 – 0.08 mD. RT ini terdiri
throat, RT-1 berada pada radius pore throat dari fasies dominan Sb dan Sc dimana
sekitar 40 hingga 15 micron meter. RT-1 berasosiasi dengan fasies pengendapan LSF
memiliki nilai FZI pada rentang 8 – 18 dan namun telah mengalami sementasi setelah
memiliki nilai RQI 1 – 2 menunjukan bahwa pengendapan. RT ini bukan merupakan
RT-1 memiliki kualitas reservoar yang baik. reservoar karena tidak memiliki permeabilitas
akibat adanya diagenesis berupa sementasi dan
RT-2/HFU-3 teridentifikasi sebagai rock type memiliki pore throat < 0.1 micron, dari nilai
dengan kualitas reservoar yang baik dengan FZI yaitu < 0.2 dan nilai RQI <0.02 juga
sebaran porositas 7 – 17 % dan permeabilitas 10 menunjukkan bahwa RT-4 bukan termasuk
– 200 mD. RT ini terdiri dari litofasies dominan reservoar.
adalah Sb dan Sl serta beberapa interval Sm
dimana memiliki asosiasi fasies pengendapan IV.4.2. Hubungan Rock Type, Fasies dan
USF dan LSF. Fasies ini memiliki kualitas Permeabilitas Transform
yang baik karena terletak didekat zona aktivitas
gelombang harian yang menyebabkan batuan Berdasarkan identifikasi RT yang telah
tersortasi dengan baik dan kandungan clay dilakukan, terdapat empat RT yang memiliki
rendah serta ukuran butir kasar disebabkan asosiasi dengan lingkungan pengendapan
energi pengendapan cukup tinggi namun tertentu yaitu RT-1 berasosiasi dengan
aktivitas organisme cukup banyak sehingga lingkungan pengendapan FS dan USF, RT-2
merusak porositas awal pengendapan berasosiasi dengan lingkungan pengendapan
(tergantikan oleh material berukuran lebih USF, RT-3 berasosiasi dengan lingkungan
halus). Berdasarkan kurva iso pore throat, RT-2 pengendapan LSF dan ME sedangkan RT-4
berada pada radius pore throat sekitar 15 hingga berasosisasi dengan fasies batupasir
2 micron meter. RT-2 memiliki nilai FZI 2 – 8 tersemenkan karena porses diagenesis (Gambar
dan RQI 0.25 – 1 menunjukan bahwa RT-1 7). Untuk kepentingan pemodelan atau
masih dapat bertindak sebagai reservoar yang mengetahui zona yang prospek dimana
cukup baik. hidrokarbon dapat mengalir (flow) diperlukan
nilai permeabilitas untuk masing-masing fasies.
RT-3/HFU-2 teridentifikasi sebagai rock type Untuk menjembatani hal tersebut maka dibuat
dengan kualitas buruk, dengan sebaran porositas permeabilitas transform.
1 – 13 % dan permeabilitas 0.01 – 20 mD. RT
ini terdiri dari fasies dominan Sb dan beberapa Permeabilitas transform dibuat berdasarkan
interval SC-b, Sl dan Sm dimana berasosiasi crossplot porositas dengan permeabilitas pada
dengan fasies pengendapan LSF dan ME. Fasies masing-masing RT selanjutnya diperoleh
ini memiliki kualitas reservoar yang tidak baik hubungan antara porositas dengan
karena diendapkan pada lingkungan dengan permeabilitasnya dalam bentuk persamaan
energi yang sangat rendah sehingga ukuran butir perpangkatan. Reservoar Formasi Plover Atas
sedimen yang diendapkan berukuran pasir halus dapat dibuat 4 macam persamaan transform
serta tinggi kandungan clay, selain itu aktivitas permeabilitas yaitu persamaan perpangkatan
organisme cukup banyak pada daerah ini. HFU-1 untuk RT-4, persamaan perpangkatan
Berdasarkan kurva iso pore throat, RT-3 berada HFU-2 untuk RT-3, persamaan perpangkatan
pada radius pore throat sekitar 2 hingga 0.1 HFU-3 untuk RT-2 dan persamaan HFU-4
micron meter. RT-3 memiliki nilai FZI 2 - 0.2 untuk RT-1 (Gambar 9).
dan RQI 0.02 – 0.2 menunjukan bahwa RT-2
bukan reservoar yang baik. IV.4.3. Identifikasi Rock Type dengan Neural
Network
RT-4/HFU-1 teridentifikasi sebagai rock type
dengan kualitas sangat buruk, dimana memiliki Identifikasi RT yang dilakukan dalam penelitian
ini berawal dari analisis litofasies, asosiasi

7
fasies, dan plot hubungan porositas- Klasifikasi kualitas reservoar ini mengacu pada
permeabilitas. Seluruh data yang didapatkan di klasifikasi reservoar yang dibuat oleh Slatt dan
atas berasal dari data batuan inti dari tiga sumur Hopkins, 1991 (dalam Slatt, 2006). Klasifikasi
(A-1, A-2 dan A-3) yang merepresentasikan reservoar ini dibedakan berdasarkan
untuk identifikasi RT. Keterbatasan data batuan permeabilitas, porositas, ukuran butir matriks,
inti ini akan menyulitkan dalam memprediksi pore throat, kejenuhan air minimum dan
distribusi spasial dari RT. Oleh karena litofasies. Pada penelitian ini setidaknya
identifikasi RT pada sumur yang tidak memiliki reservoar dapat di bagi menjadi 4 kelas yaitu: A
data batuan inti merupakan faktor penting dalam dengan kualitas sangat baik (E), B dengan
karakterisasi dan pemodelan reservoar, kualitas baik (G), C dengan kualitas Buruk (Pi)
diperlukan suatu metode khusus untuk dan D dengan kualitas Buruk (Pc, Pm).
memprediksi RT dari sumur-sumur yang tidak Karakter untuk masing-masing reservoar
memiliki data batuan inti. Pendekatan yang disajikan dalam Tabel 2. Setelah kita melakukan
digunakan dalam memprediksi RT sumur-sumur pembagian kelas agar lebih mudah dalam
lainnya adalah dengan mengumpulkan aplikasinya untuk melakukan karakterisasi di
informasi-informasi geologi yang terekam lapangan A ini, dapat dibuat crossplot antara
dalam sumur-sumur tersebut. Data-data tersebut porositas dan volume clay, sehingga dapat
diharapkan memiliki keterkaitan dengan RT dengan mudah membedakan antar rock type di
sehingga RT dapat diturunkan dari data-data sumur lain yang tidak memiliki data batuan inti
tersebut. Salah satu data penting yang biasanya dan membantu dalam melakukan pemodelan
ada pada setiap sumur adalah data wireline logs, reservoar (Gambar 11).
umumnya berupa rekaman gamma ray (GR),
resistivitas, densitas, sonik dan porositas V. KESIMPULAN
nuetron.
Formasi Plover Atas pada daerah penelitian
Pada sumur A-1 pada batuan inti#1 memiliki dapat dibagi menjadi 7 parasikuen yang masing-
fasies pengendapan LSF berasosiasi dengan RT- masing parasikuen dibatasi oleh genang laut
3 dan USF berasosiasi dengan RT-1 dan RT-2 (marine flooding surface/fs). Secara umum
sedangkan pada bagian bawah fasies OT Formasi Plover Atas diendapkan dalam sistem
berasosiasi dengan RT-4 yang bukan transgresif pada lingkungan pantai (Foreshore
merupakan reservoar. Untuk lebih meyakinkan hingga Offshore) dengan pola mengkasar keatas
kebenaran hasil RT prediksi, perlu dilakukan atau progradasi pada masing-masing
validasi yaitu dengan menghitung permeabilitas parasikuen, pada umur Bajocian Awal hingga
transform RT prediksi dibandingkan dengan Callovian Akhir (Jura Tengah – Akhir) diakhiri
permeabilitas terukur berdasarkan data RCAL oleh erosi masif pada umur Valangginian
(Gambar 10). Berdasarkan validasi tersebut (Kapur Awal).
terlihat hasil permeabilitas transform mendekati
nilai dari permeabilitas dari sampel RCAL hal Formasi Plover Atas berdasarkan sifat fisik dan
ini menunjukan bahwa hasil prediksi RT fasiesnya dapat dibagi menjadi 4 kelas yaitu:
menggunakan neural network cukup baik. a. Kelas A terdiri dari fasies FS yang dominan
dan USF memiliki kualitas reservoar paling
IV.4.4. Karakterisasi dan Kualitas Reservoar baik yaitu porositas 6.5 - 19% dengan
Formasi Plover Atas permeabilitas berkisar 1300 – 100 mD
b. Kelas B terdiri dari fasies USF yang
Berdasarkan analisis-analisis yang telah dominan, FS dan LSF memiliki kualitas
dilakukan maka Formasi Plover Atas dapat reservoar baik dengan porositas 7 - 17%
dibagi menjadi beberapa kelas sesuai dengan dan permeabilitas 10 hingga 200 mD
kualitasnya sebagai reservoar, dimana c. Kelas C terdiri dari fasies LSF yang
pembagian ini dilakukan berdasarkan dominan, ME dan OT memiliki kualitas
pengamatan dari sifat pada batuan tersebut.

8
reservoar buruk dengan porositas 1 – 13% Blackwell Scientific Publication,
dan permeabilitas sekitar 0.1 – 2 mD Oxford, UK. p. 155-188
d. Kelas D terdiri dari fasies LSF, USF yang Gunter, G., J. Finneran, D. Hartmann, and J.
mengalami diagenesa sementasi serta fasies Miller, 1997, Early Determination of
OT memiliki porositas 1 – 14% dengan Reservoir Flow Units Using an
permeabilitas 0.001 – 0.08 mD merupakan Integrated Petrophysical Method: SPE
reservoar yang buruk hingga bukan 38679, 8 p.
merupakan reservoar karena tidak dapat Matsui, R., Shinbo, E., Omokawa M., Zushi T.,
mengalirkan fluida. 2009, Quartz Cementation and
Reservoir Quality of The Plover
UCAPAN TERIMA KASIH Sandstone In The Abadi Gas Field.
Proceedings Indonesia Petroeleum
Publikasi ini terselenggara oleh kerjasama Joint Association 33th, Jakarta, Indonesia.
Study Eksplorasi antara LKFT Universitas
IPA09-G-157
Gadjah Mada dan INPEX-JOGMEX Limited. di
bawah pengawasan Ditjen Minyak dan Gas Nagura, H., Suzuki I., Teramoto T., Hayashi,
Bumi (MIGAS) Indonesia. Y., Yoshida, T., Bandjarnahor, H. MP.,
Kihara, K., Swiecicki, T., Bird, R.,
2003, The Abadi Gas Field,
DAFTAR PUSTAKA Proceedings Indonesia Petroeleum
Association 29th, Jakarta, Indonesia.
Amaefule, J., M. Altunbay, D. Tiab, D. Kersey, IPA03-G-141
and D. Keelan, 1993, Enhanced O’brien, G.W., Etheridge, M.A., Willcox, J.B.,
Reservoir Description Using Core and Morse, M., Symonds, P., Norman, C.
Log Data to Identify Hydraulic Flow And Needham, D.J., 1993—The
Units and Predict Permeability in Structural Architecture of the Timor
Uncored Intervals/Wells: SPE, 26436, Sea, North-Western Australia:
p. 205–220. Implications for Basin Development
Anonim, 2014, Regional Geology of the and Hydrocarbon Exploration. The
Bonaparte Basin, Deptartement of APEA Journal, 33(1). p. 258–278
Industry, Geoscience Australia, Radiansyah J., Putra T.E., Ismail R., Wibowo
Australia. R.A., Riza E.E., Kurniawan M., 2014,
Barber P., Carter, P., Fraser T., Baillie, P., Reservoir Description using Hydraulic
Myers, K., 2003, Paleozoic and Flow Unit and Petrophysical Rock
Mesozoic Petroleum System in The Type of PMT Carbonate Early
Timor and Arafura Seas, Eastern Miocene of Baturaja Formation, South
Indonesia, Proceedings Indonesia Sumatra Basin, Extended abstract
Petroeleum Association 29th, Jakarta, presented in AAPG International
Indonesia. IPA03-G-169 Conference & Exhibition, Istanbul,
Bohling G.C., dan Dubois M.K., 2003, An Turkey, Sept 2014.
Integrated Application of Neural Slatt, R.M., 2006, Stratigraphic Reservoir
Network and Markov Chain Characterization For Petroleum
Techniques to Prediction of Lithofacies Geologists, Geophysicists, And
from Well Logs, Kansas Geological Engineers, Elsevier, Oxford, UK, 478
Survey Open File Report 2003-50, p.
Kansas, USA, Winardi S., 2013, Handout Kuliah “Reservoir
http://www.kgs.ku.edu/PRS/publicatio Characterization; Evaluating
n/2003/ofr2003-50.pdf (13 April 2015) Reservoir Properties”, Departement of
Elliot, T., 1986, Siliciclastic Shorelines, in Geological Engineering, Gadjah Mada
Reading, H.G., ed., Sedimentary University, Yogyakarta, Indonesia.
Environments and Facies 2nd ed.

9
Gambar 1. Lokasi penelitian dan ketersediaan data.

Gambar 2. Lingkungan pengendepan purba Formasi Plover Atas

10
Gambar 3. Korelasi sikuen reservoar pada Abadi-1, 2ST dan 3. (Nagura dkk., 2003 dengan modifikasi)

11
Core

Core
Fasies

Fasies
Core
Fasies

12
Gambar 4. Interpretasi fasies untuk seluruh interval pada sumur A-1, A-2 dan A-3
Gambar 5. Penampang korelasi stratigrafi berarah utara – selatan (flatten pada fs-7)

Gambar 6. Interpretasi paleogeografi Formasi Plover Atas pada daerah penelitian

13
Log R35= 0.732 + 0.588 log k – 0.864 log ∅

Gambar 7. Crossplot porositas dengan permeabilitas pada kurva iso pore throat windland R35

𝑘
RQI = 0.0314�


PMR = ∅𝑧 =
(1−∅)
RQI
FZI =
PMR

Gambar 8. Identifikasi rock type menggunakan metode HFU/ Flow Zone Indicator (A) Plot FZI terhadap
jumlah data menunjukan 4 trend yang berbeda. (B) Crossplot RQI (reservoar quality index)
dengan PMR (pore matrix ratio) juga menunjukan reservoar dapat dibagi menjadi 4 HFU.

14
Gambar 9. Permeabilitas transform untuk masing-masing Rock Type (RT).

Gambar 10. Validasi prediksi RT menggunakan permeabilitas transform yang dikalibrasi dengan data
permeabilitas RCAL menunjukan hasil cukup baik.

15
Gambar 11. Crossplot volume clay (VWCL) dengan porositas efektif (PHIE/ϕe) untuk menentukan jenis
rock type di lapangan A.

Tabel 1. Asosiasi fasies lingkungan progradasi shoreline

Tabel 2. Klasifikasi karakter reservoar Formasi Plover Atas

No Kelas Lito- Asosiasi Volume Por. Kejenuh Perm. Pore Throat Rock Kualitas
fasies Fasies Clay (Φe) Air (Sw) (k) (mm) Type Reservoar

1 A Sm > Sl > FS, USF 0 - 12% 6.5-19% 0.1 – 1300 – 0.040 - 0.015 Sangat
RT-1
Sb 0.75 100 mD Baik (E)

2 B Sl > Sb > USF, FS, 0 - 12% 7 – 17% 0.1 – 0.8 200 – 10 0.015 - 0.002
RT-2 Baik (G)
Sm LSF mD

3 C Sb> SCb> LSF, 0 - 30% 1 – 13% 0.25 - 1 20 – 0.01 0.002 -


RT-3 Buruk (Pi)
Sl > Sc ME, OT mD 0.0001

4 D Sc>Sb LSF, OT 5–100% 1 – 14% 0.35 - 1 0.08 – <0.0001


Buruk (Pc,
USF 0.001 RT-4
Pm)
mD

16

View publication stats

You might also like