You are on page 1of 9

UJI TOKSISITAS AKUT DEKOKTA Orthosiphon stamineus, Benth TERHADAP

DAYA TETAS DAN MALFORMASI ORGAN EMBRIO Danio rerio


Hilda Nur Ainia, Arief Heru,Zainul Fadli
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang
email : niahilda@ymail.com

Abstract. Nearly 10% of pregnant women suffer hypertension. Hypertension is a disease


whose prevalence is highest in Indonesia and a major cause of death of patients. Treatment
of hypertension in pregnant women should be very careful because it can be risky to mother
and her fetus. Orthosiphon stamineus, Benth has been tested in preclinical and
antihypertension was included inside of it, but the toxicological data related to it are still
low. Previous research showed that some of the substances contained in Orthosiphon
stamineus, Benth can be toxic to the body. This study aims to determine the toxic effects of
decocta Orthosiphon stamineus, Benth through an assessment of hatching rate and organ
malformation of Danio rerio embryos.
Decocta Orthosiphon stamineus, Benth at a dose of 83 mg / ml, 381 ug / ml and 870 pg / ml
presented in Danio rerio embryos aged 5.25 to 72 hours post fertilization. Hatching rate is
calculated by using hatch ability formula, while organ malformation was captured by using
microscope stereo , then the toward embryo vertebra is calculated by using busur derajat.
Data analysis were using one-way ANOVA with significant values (p<0.05).
Decocta Orthosiphon stamineus, Benth at a dose of 381 ug / ml and 870 pg / ml are able to
decrease hatching rate significantly (p <0.05) in approximately 50% and 30% and it also
could deflect the angle of towards embryo vertebra significantly (p <0:05) around 12º and
62º compared with the control group.

Keywords. Pregnant women with Hypertension , Orthosiphon stamineus,Benth, hatching


rate, malformation, zebrafish (Danio rerio)

Hampir 10% wanita hamil mengalami hipertensi.1 digunakan masyarakat sebagai tanaman yang
Hipertensi adalah penyakit yang prevalensinya berkhasiat obat namun data toksikologinya
tertinggi di Indonesia dan menjadi penyebab masih sangat sedikit, beberapa penelitian
utama kematian pasien.2 Ibu hamil yang sebelumnya mengatakan bahwa kumis kucing
mengalami hipertensi dapat meningkatkan dapat menyebabkan genotoksik, keabnormalan
terjadinya resiko komplikasi kehamilan.3 skeleton, mutasi dan kematian embrio.7,8
Demikian pula pengobatan hipertensi pada ibu Keamanan penggunaan herba kumis
hamil harus sangat hati-hati karena bisa beresiko kucing perlu dievaluasi dengan menggunakan uji
terhadap ibu dan janinnya, jenis obat toksisitas. Uji teratogenik adalah bagian dari uji
antihipertensi seperti (ACE) inhibitor dan toksikologi khusus yang dapat memprediksi
Angiotensin type 2 receptor blocker (ARB) tidak adanya malformasi yang mungkin timbul pada
boleh digunakan selama kehamilan karena janin akibat paparan suatu zat.9 Pengujian ini
berpotensi menyebabkan fetal defect.4 ditujukan untuk menilai keamanan penggunaan
Bangsa Indonesia sebenarnya sudah herba kumis kucing pada kasus hipertensi
lama mengenal dan menggunakan tanaman yang kehamilan.Uji toksisitas tanaman obat bisa
berkhasiat sebagai obat untuk berbagai penyakit menggunakan embrio ikan zebra karena memiliki
sejak berabad-abad yang lalu.5 Salah satu beberapa keunggulan diantaranya embrio
tanaman yang berkhasiat obat tersebut adalah mudah didapat, transparan dan perkembangan
kumis kucing (Orthosiphon stamineus, Benth) embrio ikan zebra terjadi di luar tubuh induknya
sebagai obat antihipertensi melalui efek sehingga mudah untuk diamati perkembangan
diuretiknya.6 Meskipun herba kumis kucing organnya.10
(Orthosiphon stamineus, Benth) banyak
Hilda Nur Ainia, UJI TOKSISITAS AKUT DEKOKTA Orthosiphon stamineus, Benth TERHADAP DAYA TETAS

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu Pemijahan Ikan Zebra


dilakukan uji teratogenik dekokta Orthosiphon Alat dan bahan yang digunakan untuk
stamineus, Benth terhadap embrio ikan zebra pemijahan ikan zebra yaitu ikan zebra dewasa
yang diamati berdasarkan daya tetas dan umur 4 bulan (jantan dan betina), aquarium
malformasi tulang belakang embrio ikan zebra. terstandar, air aqua yang telah di pure it,
tumbuhan air (hydrilla), aerator, penutup cahaya,
METODE PENELITIAN spawning or egg trap dan lampu fluoresen (20
watt, warna putih).11,12
2.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode Ekstraksi Herbal Orthosiphon stamineus, Benth
eksperimental laboratorium dengan Alat-alat yang dibutuhkan adalah
menggunakan desain control group post test only aquades pH 7, panci dekoktasi, thermometer
secara in vitro pada embrio ikan zebra yang alkohol, spatula, timbangan digital Dhaus Pioneer
bertujuan untuk mengetahui efek toksik akut dari PA214210, gelas ukur 500 ml, vakum, kertas
ekstrak dekokta Kumis Kucing (Orthosiphon saring, Alumunium foil, kompor listrik, dan
stamineus) melalui pengamatan daya tetas dan simplisia Orthosiphon stamineus, Benth dengan
morfologi pada embrio ikan zebra. beberapa dosis.

2.2 Tempat dan Waktu Penelitian Pembuatan Cairan Embrionik


Penelitian akan dilakukan di Alat dan bahan yang digunakan untuk
Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran pembuatan cairan embrionik diantaranya MgSO4
Universitas Islam Malang, pada bulan April 0,815 g, NaCl 5 g, KCl 0,15 g, Aquades 500 ml,
sampai Juli 2015. tabung erlemeyer 1000 ml, spatula dan
timbangan digital Dhaus Pioneer PA214210.
2.3 Kelayakan Etik
Penelitian ini telah mendapatkan surat Pengambilan dan pemeriksaan Embrio Ikan
laik etik dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Zebra Alat dan bahan pengambilan dan
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya pada pemeriksaan embrio ikan zebra yaitu aquades,
tanggal 10 Juni 2015 dengan nomor inkubator dengan suhu 280 C, Dissposible pipette,
343/EC/KEPK-S1-PD/06/2015. cawan petri, well-plate (24 well), handscoon,
asturo warna hitam, mikroskop stereo merk
2.4 Sampel Penelitian olympus yang terhubung dengan komputer dan
Sampel yang digunakan pada penelitian dioperasikan menggunakan software Honestech
ini adalah embrio ikan zebra berjumlah 20 vhs to dvd 2.5 se, dekokta herbal Orthosiphon
embrio pada setiap kelompok yang ditempatkan stamineus dan larutan embrionik (disimpan
pada 24 well plate dengan 1 embrio per well. dalam refrigator 4-8ºC) stok 10x.
Pada penelitian ini terdiri dari 4 kelompok
perlakuan, sehingga jumlah total sampel yang 2.6 Tahap Penelitian
digunakan sebanyak 80 embrio. Pembuatan Ekstrak Dekokta
Herbal Orthosiphon stamineus, Benth
2.5 Alat dan Bahan Penelitian diperoleh dari Balai Materia Medika Batu dalam
Pemeliharaan Ikan Zebra Dewasa bentuk simplisia dan telah disertifikasi dengan
Alat dan bahan yang dibutuhkan untuk nomer surat 074/ 480/ 101.8/2014 .
pemeliharaan ikan zebra diantaranya ikan zebra Simplisia Orthosiphon stamineus, Benth
dewasa, makanan ikan (artemia, TetraMin), di ektraksi menggunakan metode dekoktasi. Hasil
aquarium terstandar, air pure it, aerator, dekokta disaring dan dipaparkan pada embrio
tumbuhan air (hydrilla), heater dan lampu ikan zebra kelompok perlakuan.
fluoresen (20 watt, warna putih).11

129 | Page
Jurnal Kedokteran Komunitas Volume 3, Nomor 1, Desember 2015

Penentuan Dosis µg/ml) dan kelompok P3 dengan DOs dosis LC50


Dosis yang digunakan adalah dosis (870 µg/ml) yang diberikan secara in vitro.
terapi, MATC dan LC50. Dosis terapi diperoleh Embrio diletakkan ke dalam 24 well-plate dengan
dari hasil konversi penggunaan herbal kumis satu embrio per well. Perlakuan diberikan sampai
kucing pada manusia ke embrio ikan zebra, dosis embrio berusia 72 jam paska fertilisasi dan suhu
LC50 diperoleh dari hasil penelitian inkubator dipertahankan pada 27ºC. Adapun
Dewanti,2015 sedangkan dosis MATC diperoleh ringkasan karakteristik sampel penelitian dapat
dari rumus MATC=√𝑁𝑂𝐸𝐶. (𝐿𝑂𝐸𝐶 ).13 dilihat pada tabel 1.

Pengukuran Daya Tetas Tabel 1. Karakteristik Sampel


Embrio ikan zebra dipapar dekokta Kelompok Satuan K0 P1 P2 P3
Usia awal
Orthosiphon stamineus, Benth (DOs) pada umur embrio
hpf 5,25 5,25 5,25 5,25
5,25 jam paska fertilisasi sampai akhir masa Jumlah embrio
penetasan (72 jam paska fertilisasi).14 Daya tetas per-kelompok Ekor 20 20 20 20
perlakuan
embrio ikan zebra diamati pada kelompok
Jumlah embrio
kontrol (KN), kelompok dosis terapi 83 µg/ml per-well
Ekor 1 1 1 1
(P1), kelompok dosis MATC 381 µg/ml (P2) dan Lama
hpf 72 72 72 72
kelompok dosis LC50 870 µg/ml (P3). Daya tetas perlakuan
Suhu
dihitung menggunakan rumus daya tetas yaitu lingkungan
ºC 27 27 27 27
jumlah embrio yang menetas pada jam ke-72 Cara
dibagi jumlah total embrio pada awal pemberian - - Invitro Invitro Invitro
herbal
pengamatan dikalikan 100%.15 Dosis herbal
µg/ml - 83 381 870
per-kelompok
Pengamatan Perubahan Morfologi Keterangan:
Malformasi organ embrio diamati pada K0 : Kelompok kontrol ( tanpa perlakuan )
kelompok kontrol (KN), kelompok dosis terapi 83 P1 : Kelompok perlakuan 1 ( DOs dosis terapi 83
µg/ml (P1), kelompok dosis MATC 381 µg/ml (P2) µg/ml )
dan kelompok dosis LC50 870 µg/ml (P3) pada P2 : Kelompok perlakuan 2 (DOs dosis MATC 381
jam ke-72 paska fertilisasi menggunakan µg/ml)
mikroskop stereo merk Olympus yang terhubung P3 : Kelompok perlakuan 3 (DOs dosis LC50 870
dengan komputer dan dioperasikan µg/ml)
menggunakan software Honestech vhs to dvd 2.5
se, kemudian gambar dicetak di atas kertas HVS
dan kelengkungan tulang belakangnya diukur Efek Dekokta Kumis Kucing (Orthosiphon
menggunakan busur derajat.16 stamineus, Benth) terhadap Daya Tetas Embrio
Ikan Zebra (Danio rerio)
Analisa Data Perbandingan hasil rerata daya tetas
Daya tetas dan malformasi organ embrio ikan zebra pada kelompok kontrol dan
dilakukan uji normalitas dan homogenitas, kelompok perlakuan yang dipapar dekokta
kemudian di analisa menggunakan one way Orthosiphon stamineus, Benth (DOs) dapat
ANOVA dan dilanjutkan dengan Post Hoc Test dilihat pada tabel 2 dan gambar 1.
menggunakan SPSS versi 18,0.
Tabel 2. Rerata Daya Tetas Embrio Ikan Zebra
HASIL PENELITIAN yang Dipapar DOs
Karakteristik Sampel No Kelompok N Daya Tetas (%)
1. K0 ( tanpa perlakuan ) 3 100 ± 0.00c
Hewan coba yang digunakan adalah embrio 2. P1 ( DOs dosis terapi 83 3 100 ± 0.00c
ikan zebra berusia 5,25 jam paska fertilisasi. µg/ml )
Jumlah total 80 embrio yang terbagi ke dalam 4 3. P2 ( DOs dosis MATC 3 53. 33 ± 5.77b
381 µg/ml )
kelompok yaitu kelompok kontrol (KN), 4. P3 ( DOs dosis LC50 870 3 31.67 ± 2.88a
kelompok P1 dengan DOs dosis terapi (83 µg/ml), µg/ml )
kelompok P2 dengan DOs dosis MATC (381

Page | 130
Hilda Nur Ainia, UJI TOKSISITAS AKUT DEKOKTA Orthosiphon stamineus, Benth TERHADAP DAYA TETAS

Keterangan : Tabel 3. Rerata Kelengkungan Tulang Belakang


a : p ≤ 0.05 berbeda signifikan dengan K0, P1 dan Embrio Ikan Zebra yang dipapar DOs
P2 Sa Embrio Embrio % Derajat
No Perlakuan mp bengko Norma Teratoge Keleng
b : p ≤ 0.05 berbeda signifikan dengan K0, P1 dan el k l nitas kungan
P3 K0 ( tanpa 0.0º ±
1 20 0 20 0%
c : p ≤ 0.05 berbeda signifikan dengan P2 dan P3 perlakuan ) 0.0a
P1 ( DOs dosis
0.0º ±
2 terapi 83 20 0 20 0%
0.0a
Gambar 1. Histogram Rerata Daya Tetas Embrio µg/ml )
Ikan Zebra Paska pemberian DOs P2 ( DOs dosis
11.67º
3 MATC 381 20 1 19 5%
± 2.88b
µg/ml )
P3 ( DOs dosis
120 4 LC50 870 20 4 16 20 %
62º ±
1.73c
c c µg/ml )
100 Keterangan :
a : p ≤ 0.05 berbeda signifikan dengan P2 dan P3
80 b : p ≤ 0.05 berbeda signifikan dengan K0, P1 dan
K0 P3
b
Daya Tetas(%)

60 c : p ≤ 0.05 berbeda signifikan dengan K0, P1 dan


P1
P2
40 a P2
P3 Gambar 2. Histogram Rerata Kelengkungan
20 Tulang Belakang Embrio Ikan Zebra
70 c
0
K0 P1 P2 P3 60
50
Derajat Kelengkungan

Kelompok Perlakuan 40
K
30 0
Pemberian DOs pada dosis 83 µg/ml P
20 b
tidak mampu menurunkan daya tetas embrio 1
ikan zebra secara signifikan ( p>0.05 ) 10
a a
dibandingkan kelompok kontrol. Sedangkan pada 0
dosis 381 µg/ml dan 870 µg/ml mampu K0 P1 P2 P3
menurunkan daya tetas secara signifikan ( p<0.05
) dibandingkan kelompok kontrol yaitu sekitar 50 Kelompok Perlakuan
% dan 30 % .
Pemberian DOs pada dosis 83 µg/ml
Efek Dekokta Kumis Kucing (Orthosiphon
tidak mampu membelokkan sudut kelengkungan
stamineus, Benth) terhadap Morfologi
tulang belakang embrio ikan zebra yaitu 0.0±0.0º
Kelengkungan Tulang Belakang Embrio Ikan
dibandingkan dengan kelompok kontrol (p>0.05).
Zebra (Danio rerio)
Sedangkan pemberian DOs pada dosis 381 µg/ml
Perbandingan nilai rerata kelengkungan
dan 870 µg/m mampu membelokkan sudut
embrio ikan zebra pada kelompok kontrol dan
kelengkungan tulang belakang embrio ikan zebra
kelompok perlakuan yang dipapar dekokta
secara signifikan (p<0.05) dibandingkan dengan
Orthosiphon stamineus, Benth (DOs) dapat
kelompok kontrol yaitu sekitar 12º dan 62º.
dilihat pada tabel 3 dan gambar 2.
Hasil penelitian dari pemberian DOs pada
dosis 381 µg/ml dan 870 µg/ml mampu
membelokkan sudut kelengkungan tulang
belakang embrio ikan zebra sebanyak 1 dan 4
embrio dari jumlah total sampel yaitu 20 embrio
ikan zebra. Data tersebut menunjukkan hasil

131 | Page
Jurnal Kedokteran Komunitas Volume 3, Nomor 1, Desember 2015

yang tidak signifikan dari kelompok kontrol Gambar 3.1.2 Morfologi Embrio Ikan Zebra
negatif karena sampel yang mengalami Usia 48 jam Paska fertilisasi (hpf)
pembengkokan tulang belakang jumlahnya
kurang dari 50 % dari jumlah total sampel.

Gambar 3.1.1 Morfologi Embrio Ikan Zebra


Usia 24 jam Paska Fertilisasi (hpf)

Keterangan : ( ) Menunjukkan pigmentasi


(A)Embrio ikan zebra usia 48 jam paska fertilisasi
(hpf) pada kelompok kontrol, tampak pigmentasi,
mulai terjadi proses pelurusan bentuk tubuh dari
kelengkungan awal; (B)Embrio ikan zebra usia 48
jam paska fertilisasi (hpf) pada kelompok P1 yang
Keterangan : ( ) Menunjukkan spinalchord; ( ) diberi DOs dosis terapi (83 µg/ml), tampak
Menunjukkan notochord; ( ) Menunjukkan pigmentasi , mulai terjadi proses pelurusan
tail/ekor; ( ) Menunjukkan yolksack (A)Embrio bentuk tubuh dari kelengkungan awal; (C)Embrio
ikan zebra usia 24 jam paska fertilisasi (hpf) pada ikan zebra usia 48 jam paska fertilisasi (hpf) pada
kelompok kontrol , terjadi perkembangan kelompok P2 yang diberi DOs dosis MATC (381
somite, kelengkungan bentuk tubuh (notochord µg/ml), terjadi pigmentasi, mulai terjadi proses
dan spinal cord) dan ekor terlepas dari yolk; (B) pelurusan bentuk tubuh dari kelengkungan awal;
Embrio ikan zebra usia 24 jam paska fertilisasi (D)Embrio ikan zebra usia 48 jam paska fertilisasi
(hpf) pada kelompok P1 yang diberi DOs dosis (hpf) pada kelompok P3 yang diberi dosis LC50
terapi (83 µg/ml), terjadi perkembangan somite, (870 µg/ml), belum terlalu nampak pigmentasi,
kelengkungan bentuk tubuh (notochord dan kelengkungan bentuk tubuh yang tidak
spinal cord) dan ekor terlepas dari yolk; (C) sempurna.
Embrio ikan zebra usia 24 jam paska fertilisasi
(hpf) pada kelompok P2 yang diberi DOs dosis Gambar 3.1.3 Morfologi Embrio Ikan Zebra Usia
MATC (381 µg/ml), terjadi perkembangan somite 72 jam Paska fertilisasi (hpf)
namun bentuk tubuh (notochord dan spinal cord)
lebih melengkung dan ekor terlepas dari yolk; (D)
Embrio ikan zebra usia 24 jam paska fertilisasi
(hpf) pada kelompok P3 yang diberi DOs dosis
LC50 (870 µg/ml) terjadi perkembangan somite,
bentuk tubuh (notochord dan spinal cord) sangat
melengkung dan ekor belum terlepas dari yolk.

Page | 132
Hilda Nur Ainia, UJI TOKSISITAS AKUT DEKOKTA Orthosiphon stamineus, Benth TERHADAP DAYA TETAS

Keterangan : ( ) Menunjukkan tulang belakang pada incubator dipertahankan pada 26±1ºC.


(A)Embrio ikan zebra usia 72 jam paska fertilisasi Pemaparan dekokta Orthosiphon stamineus,
(hpf) pada kelompok kontrol, sudah terjadi Benth (DOs) diberikan secara in vitro pada dosis
penetasan embrio dari chorion, bentuk tulang 83µg/ml, 381µg/ml dan 870 µg/ml.
belakang lurus sempurna; (B)Embrio ikan zebra
usia 72 jam paska fertilisasi (hpf) pada kelompok Efek Dekokta Kumis Kucing (Orthosiphon
P1 yang diberi DOs dosis terapi (83 µg/ml), sudah stamineus, Benth) terhadap Daya Tetas Embrio
terjadi penetasan embrio dari chorion, bentuk Ikan Zebra (Danio rerio)
tulang belakang lurus sempurna; (C)Embrio ikan Dekokta Orthosiphon stamineus, Benth
zebra usia 72 jam paska fertilisasi (hpf) pada (DOs) pada dosis 83 µg/ml tidak mampu
kelompok P2 yang diberi DOs dosis MATC (381 menurunkan daya tetas embrio ikan zebra. Hal ini
µg/ml), sudah terjadi penetasan embrio dari diduga berhubungan dengan dosis dan jumlah
chorion, bentuk tulang belakang sedikit zat aktif yang terkandung dalam herba
melengkung; (D)Embrio ikan zebra usia 72 jam Orthosiphon stamineus, Benth yamg mampu
paska fertilisasi (hpf) pada kelompok P3 yang menembus chorion yang dapat memepengaruhi
diberi DOs dosis LC50 (870 µg/ml), sudah terjadi perkembangan embrio ikan zebra. Dosis 83
penetasan embrio dari chorion, bentuk tulang µg/ml merupakan dosis terapi pada manusia
belakang sangat melengkung. dengan berat badan 60 kg. Hal tersebut
menunjukkan bahwa penggunaan dosis terapi
PEMBAHASAN sebesar 83 µg/ml secara in vitro pada embrio ikan
zebra aman. Namun pemanfaatannya pada ibu
Karakteristik Sampel hamil dengan hioertensi kronis masih perlu
Hewan coba yang digunakan dalam dilakukan uji toksisitas lanjutan yang
penelitian ini adalah embrio ikan zebra menggunakan spesies hewan yang tingkatannya
dikarenakan memiliki beberapa keunggulan lebih tinggi dari ikan zebra sesuai anjuran WHO.
diantaranya embrio transparan sehingga mudah Hewan coba yang digunakan harus memiliki
diamati pertumbuhan dan perkembangan kelebihan diantaranya yaitu memiliki fetus yang
organnya, ikan zebra menghasilkan sekitar 300 berukuran besar, tergolong hewan vivipar dan
telur dalam satu waktu sehingga apabila peneliti paparan dapat diberikan secara oral.
membutuhkan banyak sampel penelitian maka Pemberian (DOs) pada dosis 381µg/ml yang
hal ini sangat membantu dan 75 % genom ikan merupakan dosis MATC (Maximum Allowable
zebra dengan manusia memiliki kemiripan.17 Toxicant Concentration) yaitu dosis tertinggi yang
Ukuran ikan zebra yang kecil memudahkan ikan dapat dikonsumsi dan dapat ditolerir oleh tubuh
tersebut untuk dipelihara, selain itu ikan zebra dan pemberian (DOs) pada dosis 870 µg/ml yang
mampu bertahan hidup dalam keadaan yang merupakan dosis LC50 yaitu dosis yang
minim nutrisi dan tubuh ikan zebra dapat menyebabkan kematian 50 % hewan coba
mengabsorbsi dengan cepat komponen – (embrio Danio rerio) secara signifikan dapat
komponen yang diletakkan di lingkungannya.18 menyebabkan penurunan daya tetas embrio ikan
Pada penelitian ini menggunakan embrio yang zebra. Hal ini diduga karena beberapa senyawa
berumur 5,25 jam paska fertilisasi dikarenakan aktif yang terkandung dalam herba Orthosiphon
pada usia tersebut sama dengan periode stamineus, Benth dapat menembus chorion dan
implantasi pada mamalia.19 senyawa tersebut bersifat menghambat
Jumlah sampel yang digunakan adalah 80 pertumbuhan dan perkembangan embrio seperti
embrio yang terbagi dalam 4 kelompok. Satu saponin. Dengan banyaknya kandungan saponin
kelompok terdiri dari 20 embrio yang yang terserap, mengakibatkan daya osmotik
ditempatkan dalam well-plate dengan 1 embrio pada embrio menjadi tidak seimbang sehingga
per well. Pada penelitian ini dilakukan 3 kali menyebabkan cairan sitoplasma embrio terserap
pengulangan untuk meminimalisir bias. keluar membran kemudian sel embrio akan
Kondisi lingkungan dibuat sama untuk mengkerut akibat plasmolisis dan akhirnya
meminimalisasi bias sehingga dapat memberikan embrio akan mati.20 Selain itu zat aktif saponin
hasul yang akurat pada setiap perlakuan. Suhu memiliki efek toksik yaitu mampu melisiskan

133 | Page
Jurnal Kedokteran Komunitas Volume 3, Nomor 1, Desember 2015

eritrorit, sehingga menyebabkan penurunan menembus chorion seperti senyawa flavonoid


kadar sel eritrosit dalam darah. Penurunan dan diterpen. Keduanya merupakan jenis
eritrosit akan menyebakan jaringan menjadi antioksidan primer, yang melawan radikal bebas
hiposia karena salah satu fungsi eritrosit adalah dengan cara mendonorkan atom hidrogennya
membawa oksigen ke jaringan. Penurunan kadar sehingga menjadi senyawa yag lebih stabil.
oksigen sel akan menurunkan produksi ATP.21 Namun proses tersebut menghasilkan produk
Daya tetas telur adalah kemampuan embrio sampingan yang bersifat reaktif, apabila produk
untuk keluar dari cangkangnya (chorion) hal ini sampingan tersebut jumlahnya berlebih dalam
diakibatkan dari proses mekanik dan enzimatik. tubuh akan bersifat prooksidan yang dapat
Aktifitas mekanik berasal dari pertambahan menyerang sel normal dan dapat mengganggu
panjang embrio dan gerakan embrio itu sendiri, perkembangan sel embrio terutama struktur
semakin aktif embrio bergerak maka semakin tulang belakang (somite,nothochord dan spinal
cepat pula embrio tersebut menetas dan juga. chord) dan juga proses pelurusan bentuk tubuh
Sedangkan aktifitas enzimatik diperankan oleh dari kelengkungan awal yang sudah mulai
enzim chorionase yang sifatnya mereduksi berkembang saat usia 24 jam paska fertilisasi. 23
chorion, lapisan chorion tersebut menjadi lebih Diterpen juga bersifat sitotoksik, genotoksik dan
tipis dan lembek sehingga bagian chorion juga menghambat proliferasi sel embrio sehingga
tersebut akan pecah, ekor embrio akan keluar dari semua efek yang bisa ditimbulkan tersebut
diikuti badan dan kepalanya. Pengerutan sel dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan
embrio karena sitoplasma embrio tertarik keluar organ pada embrio ikan zebra.24,25 Kelengkungan
membrane menyebabkan sel tersebut mati dan bentuk tulang belakang ikan zebra terkait dengan
juga penurunan ATP oleh saponin menyebabkan jumlah somite yang kurang dari normalnya, hal
penurunan pergerakan embrio ikan zebra ini dikarenakan prooksidan yang berlebih dapat
sehingga terjadi penurunan daya tetas embrio. menginduksi pengeluaran sitokin / mediator
inflamasi seperti IL-1, IL-6 dan TNF-α yang
Efek Dekokta Kumis Kucing (Orthosiphon selanjutnya dapat mengaktifkan osteoclast
stamineus, Benth) terhadap Morfologi function dan bone resorbsion yang menyebabkan
Kelengkungan Tulang Belakang Embrio Ikan osteoporosis.26
Zebra (Danio rerio)
Dekokta Orthosiphon stamineus, Benth KESIMPULAN
(DOs) pada dosis 381 µg/ml dan 870 µg/ml
membelokkan sudut kelengkungan tulang Berdasarkan hasil penelitian, analisa data dan
belakang embrio ikan zebra secara signifikan pembahasan dalam penelitian ini dapat
(p<0.05). Tulang belakang pada ikan zebra juga disimpulkan bahwa:
merupakan bagian dari sistem saraf selain pada 1. Pemberian dekokta Orthosiphon
kepalanya. Pada tulang belakang ada bagian yang stamineus, Benth pada dosis terapi 83
disebut somite yang sudah mulai berkembang µg/ml aman.
saat embrio berusia 24 jam paska fertilisasi. 2. Dekokta Orthosiphon stamineus, Benth
Somite terdiri dari akson primer dan sekunder. menurunkan daya tetas embrio ikan
Selain itu notochord dan spinal chord adalah zebra pada dosis 381 µg/ml dan 870
bagian dari sistem persarafan dari ikan zebra µg/ml.
yang di dalamnya terdiri dari neuron sensoris, 3. Pemberian dekokta Orthosiphon
interneuron dan neuron motoris.22Apabila stamineus, Benth pada dosis 381 µg/ml
panjang dan kelengkungan embrio ikan zebra dan 870 µg/ml menyebabkan malformasi
tersebut tidak normal maka sistem saraf pada organ berupa pembelokan sudut
ikan tersebut juga akan terganggu. kelengkungan tulang belakang embrio
Kelengkungan abnormal tulang belakang ikan zebra.
embrio ikan zebra yang dipapar (DOs) pada dosis
381 µg/ml dan 870 µg/ml diduga karena
kandungan zat aktif yang terdapat dalam herba
Orthosiphon stamineus, Benth yang mampu

Page | 134
Hilda Nur Ainia, UJI TOKSISITAS AKUT DEKOKTA Orthosiphon stamineus, Benth TERHADAP DAYA TETAS

SARAN 7. Hussin Muhammad, Siti A. Sulaiman,


Zakiah Ismail, Fransisco J.R.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah Paumgartten. Study on the
dilakukan, maka saran penelitian ini untuk Developmental Toxicity of a
pengembangan lebih lanjut adalah : Standardized Extract of Orthosiphon
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut stamineus in Rats. Brazilian Journal of
untuk mengetahui efek toksik dekokta Pharmacognosy. 2013; 23(3): 513-520
Orthosiphon stamineus, Benth pada 8. Abdulaziz A. Al-Yahya. Reproductive
hewan yang lebih tinggi tingkatannya Toxiciety of Orthosiphon
dari ikan. stamineus,Benth (Java Tea) in Swizz
2. Perlu dilakukan uji toksisitas sub-kronik Albino Mice. British Journal of
dan kronik dekokta Orthosiphon Pharmacology and Toxicology. 2013;
stamineus, Benth. 4(5): 181-187
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut 9. Wirasuta, I.M.A.G., & Niruri, R. (2007).
menggunakan metode in silico untuk Buku ajar toksikologi umum. Denpasar:
mengetahui mekanisme toksisitas kumis Jurusan Kimia-FMIPA Universitas
kucing ( Orthosiphon stamineus, Benth). Udayana
10. OECD guidelines for the testing of
DAFTAR PUSTAKA chemicals. 2012, 1-20.
11. Robert O. a., Jens P.T. Improving
1. Laura A. Magee, M.D., Peter von Production of Zebra Fish Embryos in the
Dadelszen, M.B., Ch.B., D.Phil., et al. Lab. JU Ent Prot. 2011, 2; 1360-1363.
Less-Tight versus Tight Control of 12. Reed, B. dan Jennings, M. 2011.
Hypertension in Pregnancy. NEJM. 2015; Guidance on the housing and care of
vol.372(5) zebrafish. RSPCA.
2. Putu Kenny Rani Evadewi, Luh Made 13. Crane, Mark dan C. Newman Michael.
Karisma Sukmayanti S. Kepatuhan What Level of Effect is A No Observed
Mengonsumsi Obat Pasien Hipertensi di Effect. USA. Environmental Toxicology
Denpasar Ditinjau dari Kepribadian Tipe and Chemistry. 2000; Vol. 19, No.2;(516-
A dan Tipe B. Jurnal Psikologi Udayana. 519): SETAC.
2013; vol.1:32-42 14. Sung, H. L., Jung W. K., Tao L., Jae E. L.
3. Ellen W. Seely M. D., et al. Chronic Teratogenic Potential of Antiepileptic
Hypertension in Pregnancy. NEJM. 2011; Drugs in The Zebrafish Model. BioMed
365; 436-46 Research International. Korea. 2013.
4. Aram V. Chobanian, George L. Bakris, 15. Akpoilih, Adebayoi. Effect of Formalin on
Henry R. Black;et al. The Sevent Report of The Hatching rate of Eggs and Survival of
the Joint National Committee on Larvae of The African Catish (Clarias
Prevention, Detection, Evaluation and gariepinus). J. Appl. Sci.Environ. 2010; 14
Treatment of High Blood Pressure: The (4), 31-34.
JNC 7 Report. JAMA. 2003;289(19): 2560- 16. Sifeng Wang, Kechun Liu, Ximing Wang,
2571 Qiuxia He, and Xiqiang Chen. Toxic effect
5. Lusia Oktora Ruma Kumala Sari. of celastrol on embryonic development
Pemanfaatan Obat Tradisional dengan of zebra fish (Danio rerio). Biology
Pertimbangan Manfaat dan Institute of Shandong Academy of
Keamanannya. Majalah Ilmu Sciences, Jinan, Shandong,China. 2010;
Kefarmasian vol.3(1). 2006; 01-07 250014.
6. Ahamed Basher M, Abdul Majid A. 17. Chi-Hsin Hsu, et al. The Zebrafis Model :
Medicinal Potentials of Orthosiphon Use in Studying Cellular Mechanism for a
stamineus,Benth. WebMedCentral Spectrum of Clinical Disease Entities.
CANCER 2010; 1(12): WMC001361 Current Neurovascular Research. 2007;
4: 111-120.

135 | Page
Jurnal Kedokteran Komunitas Volume 3, Nomor 1, Desember 2015

18. Yew Beng Kang et al. Bioactive molecules


: Current Trends in Discovery, Synthesis,
Delivery and Testing. IeJSME. 2013;7
(S32-46).
19. Berghmans, S., Jette, C., Langenaue, D.,
Hsu, K.,Stewart, R., Look, T., kanki, J. P.
Making waves in cancer research: new
model in the zebrafish.
Biotechniques.2005; Vol 39(2):227-237.
20. Andriani, Ary. 2011. Skrining Fitokimia
dan Uji Penghambatan Aktivitas
Glukosidase pada Ekstrak Etanol dari
beberapa Tanaman yang digunakan
sebagai Obat AntiDiabetes. Jakarta;UI.
21. Prihatman, K,. 2001. Saponin untuk
POembasmi Hama Udang, laporan Hasil
Penelitian. Pusat Penelitian Perkebunan
Gambung, Bandung.
22. Lewis, E. Katharine., Judith S. Eisen. From
cell to circuits : development of zebrafish
spinal cord. 2003. Progress in
Neurobiology 69 (419-449);Pergamon.
23. Charles B. Kimmel, et al. Stages of
Embryonic Development of The
Zebrafish. Developmental Dynamics.
1995; 203; 253-310
24. Capelli, B. & G. Cysewki. Natural
Astaxanthin:Kingdom of Carotenoid.
Nature. 2001; 78:7.
25. Philip J. Chowienczyk Bsc. MBBS. FRCP.
Pharmacokinetics in Pregnancy. Best
Practice and Research Clinical Obstetrics
and Gynaecology. 2011; vol.15(6).
26. Sulik, K.K, Cook, C.S and Webster, W.S.
Teratogen and Craniofacial
Malformation. : Relationship to cell
death. Development. 1998; 103, 213-
231.

Page | 136

You might also like