Professional Documents
Culture Documents
Hampir 10% wanita hamil mengalami hipertensi.1 digunakan masyarakat sebagai tanaman yang
Hipertensi adalah penyakit yang prevalensinya berkhasiat obat namun data toksikologinya
tertinggi di Indonesia dan menjadi penyebab masih sangat sedikit, beberapa penelitian
utama kematian pasien.2 Ibu hamil yang sebelumnya mengatakan bahwa kumis kucing
mengalami hipertensi dapat meningkatkan dapat menyebabkan genotoksik, keabnormalan
terjadinya resiko komplikasi kehamilan.3 skeleton, mutasi dan kematian embrio.7,8
Demikian pula pengobatan hipertensi pada ibu Keamanan penggunaan herba kumis
hamil harus sangat hati-hati karena bisa beresiko kucing perlu dievaluasi dengan menggunakan uji
terhadap ibu dan janinnya, jenis obat toksisitas. Uji teratogenik adalah bagian dari uji
antihipertensi seperti (ACE) inhibitor dan toksikologi khusus yang dapat memprediksi
Angiotensin type 2 receptor blocker (ARB) tidak adanya malformasi yang mungkin timbul pada
boleh digunakan selama kehamilan karena janin akibat paparan suatu zat.9 Pengujian ini
berpotensi menyebabkan fetal defect.4 ditujukan untuk menilai keamanan penggunaan
Bangsa Indonesia sebenarnya sudah herba kumis kucing pada kasus hipertensi
lama mengenal dan menggunakan tanaman yang kehamilan.Uji toksisitas tanaman obat bisa
berkhasiat sebagai obat untuk berbagai penyakit menggunakan embrio ikan zebra karena memiliki
sejak berabad-abad yang lalu.5 Salah satu beberapa keunggulan diantaranya embrio
tanaman yang berkhasiat obat tersebut adalah mudah didapat, transparan dan perkembangan
kumis kucing (Orthosiphon stamineus, Benth) embrio ikan zebra terjadi di luar tubuh induknya
sebagai obat antihipertensi melalui efek sehingga mudah untuk diamati perkembangan
diuretiknya.6 Meskipun herba kumis kucing organnya.10
(Orthosiphon stamineus, Benth) banyak
Hilda Nur Ainia, UJI TOKSISITAS AKUT DEKOKTA Orthosiphon stamineus, Benth TERHADAP DAYA TETAS
129 | Page
Jurnal Kedokteran Komunitas Volume 3, Nomor 1, Desember 2015
Page | 130
Hilda Nur Ainia, UJI TOKSISITAS AKUT DEKOKTA Orthosiphon stamineus, Benth TERHADAP DAYA TETAS
Kelompok Perlakuan 40
K
30 0
Pemberian DOs pada dosis 83 µg/ml P
20 b
tidak mampu menurunkan daya tetas embrio 1
ikan zebra secara signifikan ( p>0.05 ) 10
a a
dibandingkan kelompok kontrol. Sedangkan pada 0
dosis 381 µg/ml dan 870 µg/ml mampu K0 P1 P2 P3
menurunkan daya tetas secara signifikan ( p<0.05
) dibandingkan kelompok kontrol yaitu sekitar 50 Kelompok Perlakuan
% dan 30 % .
Pemberian DOs pada dosis 83 µg/ml
Efek Dekokta Kumis Kucing (Orthosiphon
tidak mampu membelokkan sudut kelengkungan
stamineus, Benth) terhadap Morfologi
tulang belakang embrio ikan zebra yaitu 0.0±0.0º
Kelengkungan Tulang Belakang Embrio Ikan
dibandingkan dengan kelompok kontrol (p>0.05).
Zebra (Danio rerio)
Sedangkan pemberian DOs pada dosis 381 µg/ml
Perbandingan nilai rerata kelengkungan
dan 870 µg/m mampu membelokkan sudut
embrio ikan zebra pada kelompok kontrol dan
kelengkungan tulang belakang embrio ikan zebra
kelompok perlakuan yang dipapar dekokta
secara signifikan (p<0.05) dibandingkan dengan
Orthosiphon stamineus, Benth (DOs) dapat
kelompok kontrol yaitu sekitar 12º dan 62º.
dilihat pada tabel 3 dan gambar 2.
Hasil penelitian dari pemberian DOs pada
dosis 381 µg/ml dan 870 µg/ml mampu
membelokkan sudut kelengkungan tulang
belakang embrio ikan zebra sebanyak 1 dan 4
embrio dari jumlah total sampel yaitu 20 embrio
ikan zebra. Data tersebut menunjukkan hasil
131 | Page
Jurnal Kedokteran Komunitas Volume 3, Nomor 1, Desember 2015
yang tidak signifikan dari kelompok kontrol Gambar 3.1.2 Morfologi Embrio Ikan Zebra
negatif karena sampel yang mengalami Usia 48 jam Paska fertilisasi (hpf)
pembengkokan tulang belakang jumlahnya
kurang dari 50 % dari jumlah total sampel.
Page | 132
Hilda Nur Ainia, UJI TOKSISITAS AKUT DEKOKTA Orthosiphon stamineus, Benth TERHADAP DAYA TETAS
133 | Page
Jurnal Kedokteran Komunitas Volume 3, Nomor 1, Desember 2015
Page | 134
Hilda Nur Ainia, UJI TOKSISITAS AKUT DEKOKTA Orthosiphon stamineus, Benth TERHADAP DAYA TETAS
135 | Page
Jurnal Kedokteran Komunitas Volume 3, Nomor 1, Desember 2015
Page | 136