You are on page 1of 4

Assalaamu’alaikum, warahmatullaahi wabarakaatuh.

ُ‫ا ْلمبيْنُ ا ْلحَقُ ا ْل َملكُ للُُِا َ ْلح َْمد‬، ‫واليقينُ ب ْاْل ْي َمانُ َح َبانَا ا َّلذي‬، ‫للنبي وقال‬: (‫س ْل َناكَُ َو َما‬ َ ‫)ل ْلعَالَمينَُ َرحْ َمةُ إ َُّّل أَ ْر‬. ‫تعالي وقال‬: ُ‫م َح َّمد‬
ُ‫ّللا َرسول‬ َُّ َُ‫علَى أَشدَّاءُ َمعَهُ َوالَّذين‬ َ ُ‫ضلُ يَ ْبتَغونَُ سجَّدا ركَّعا ت َ َراه ُْم بَ ْينَه ُْم ر َح َماءُ ا ْلكفَّار‬ْ َ‫ّللا منَُ ف‬ ْ ‫وجوهه ُْم في سي َماه ُْم َور‬
َُّ ‫ض َوانا‬
ْ‫ن‬ َ َ
ُ ‫سجودُ أثرُ م‬ َ َ َّ َ
ُّ ‫ج كَز ْرعُ اْلنجيلُ في َو َمثله ُْم الت ْو َراةُ في َمثله ُْم ذلكَُ ال‬ ْ ْ َ ْ َ َ ْ
َُ ‫شطأهُ أخ َر‬ َ
َ ُ‫ظ فآز َره‬َ َ َ ْ
ُ ‫ستغل‬ َ َ
ْ ‫ستَ َوى فا‬ْ ‫علَى فَا‬
َ ُ‫ي ْعجبُ سوقه‬
‫ع‬ ُّ ‫ظ‬
َُ ‫الز َّرا‬ َُ ‫ار بهمُ ليَغي‬َُ ‫ع َُد ا ْلك َّف‬ َ ‫ّللا َو‬ َ
َُّ َُ‫عَظيما َوأجْ را َم ْغف َرةُ م ْنه ُْم الصَّالحَاتُ َوعَملوا آ َمنوا الَّذين‬. ‫والسلم فالصلة‬
Yanga saya hormati,….

1.
2.
3.

Sudara hadirin kaum muslimin rahimakumullah.


Dalam kehidupan sehari-hari, kita selalu berhadapan dengan dua hal yang berlawanan. Dengan
dua hal yang kontroversiiil kata orang sekarang. Yang mana kita diharuskan memilih salah satu,
di antara yang dua itu. Sejak kita bangun tidur sampai kita tidur lagi, kita selalu dihadapi oleh dua
persoalan tersebut. Yang benar dan yang salah. Yang haq dan yang bathil. Yang pantas dan yang
tercela. Yang ma’ruf dan yang munkar. Persis… seperti sebait lagu yang pernah ngepop dan
banyak dinyanyikan anak sekarang, madu di tangan kananmu, katanya. Racun, di tangan kirimu.
Tapi saya pikir-pikir, kalu cuman madu di tangan kanan, racun di tangan kiri, adressnya jelas.
Yang repot, kalu kita sudah tidak tahu lagi mana yang madu mana yang racun. Lebih celaka lagi
di zaman sekarang, banyak racun mereknya madu. Coba liat di koran atau di majalah, ada iklan
tertulis “gadis kesepian”, pil surga. Kan ini racun ini, tapi mereknya madu. Belon lagi iklan “cewek
gatel”, garukin aja kalu gatel mah… hehe.

Sehingga zaman sekarang ada pepatah yang mengatakan, “zaman sekarang mah aki kolot
mangkuin perempuan, zaman sekarang mah cewek dongdot ngakuin perawan.” Belon lagi, “si
indung balang ditepak jangan, si hidung belang ngakunya bujangan.” Akhirnya kata anak muda,
zaman sekarang mah zaman pancaroba, kalu engga sekarang mah, kapan lagi mao nyoba-nyoba.
Nah luh! Kan gaswat kalu udah begitu?! Semuanya dicobain, yang halaaal disikat, yang haraam
diembat, yang remeng-remeng dilabrak. Apalagi yang remeng-remeng mah. Engga pandang bulu,
apa haram apa halal. Poko’nya engga pandang bulu, apalagi yang bulunya banyakan mah. Siapa
ya di sini yang bulunya banyak? Yang penting mah indehoiii katanya…

Padahal Rasulullah SAW jauh-jauh hari telah mengingatkan kita, Saya’ti ‘ala ummati zamaanun,
laa yabqal islaam illa ismuh, walaa minal quraan illa rasmuh. Akan datang suatu masa di tengah
umatku, di mana pada masa itu, Islam ada, tapi hanya sekedar tinggal namanya saja. Dan Al-Quran
pun ada, tapi hanya tinggal tulisannya saja.

Di tengah satu situasi dan kondisi semacem itu, ke mana anak-anak muda kita akan kita arahkan.
Karena kita sebagai orangtua, bisa saja masuk neraka, kalau kita tidak berhati-hati. Kalau kita tidak
bertanggungjawab tentang akhlak anak-anak kita. Satu riwayat menjelaskan, ada orang shaleh.
Shalatnya, rajin. Puasanya, getol. Zakatnya, sering. Di mana ada majlis ta’lim, dia hadir. Baca
qur’an, hobi. Fitnah orang, tidak pernah. membantu orang, suka. Di akhirat, setelah disidang dia.
Ternyata lebih banyak kebaikannya daripada kejahatannya. Maka diapun diperintahkan dan
dipersilahkan masuk ke dalem surga. Giliran anaknya, disidang. Ternyata biang preman nih anak.
Ditanya, siapa tuhanmu, tidak tahu. Siapa nabimu? Te nyaho. Apa kitabmu? Ora gelem. Kamuuu,
pernah sholat? Tidak. Zakat? Kaga. Puasa? Apalagi. Judi, sering. Zinah, tiap malem. Mabook?
Paling demen. Nyimeeeng? Hobi. Wah, brengsek kamu. Kebaikan tidak ada barang sedikit pun,
sementara kesalahan dan dosa berlibat ganda. Kamuuu, neraka. Anak ini protes. Benar, saya tidak
kenal siapa tuhan saya, saya tidak tahu siapa nabi saya. Saya tidak tahu kitab suci dan kiblat saya.
Saya tidak shalat, tidak zakat, tidak puasa, Tiap malam saya judi, saya zinah, saya mabok. Tapi
saya kerjakan semua itu, karna saya tidak tahu dan orangtua saya tidak pernah memberitahu saya.
Dia enak-enakan hadir di majlis ta’lim, saya nyekek botol didiemin aja. Dia enak-enakkan baca
quraaan, saayaa zinah didiemin aja. Saya bukan tidak mau, orangtua saya sama sekali tidak pernah
mendidik saya. Dia mau benar sendiri. Maka kalu sekarang saya harus masuk ke dalam neraka,
saya menuntut agar orangtua saya ikut bersama-sama dengan saya bergabung ke dalam neraka.
Gara-gara dia tuh saya jadi begini. Orang tuamu yang mana? Tuh yang barusan mao ke surga. Ini
orang tua yang udah mao berangkat ke sorga dipanggil. Mas, mas, sebentar dulu mas. Iniii, ini
benar anak kamu. Iya pak. Waktu di duniaa kamu tidak pernah ajarin dia ngaji? Ho oh. Sampai dia
tidak kenal tuhannya, tidak kenal nabinya, tidak kenal kiblat dan kitab sucinya. Betul pak. Dia
tidak shalat kamu diamkan saja. Dia tidak puasa, tidak zakat, kamu besikap masa bodoh. Bahkan
dia judi, dia zinah, dia mabuk, kamu pun berdiam diri saja. Bener pak. Tahukah kamu bahwa anak
itu adalah amanah. Menyia-nyiakan amanah artinya khianat, dan khianat adalah dosa yang sangaat
besar. Kamu tidak bertanggungjawab. Maka kamu, anakmu, gabung ke dalam neraka.

Sudara-sudara kaum muslimin rahimakumullah, itu sebabnya Allah pesan benar-benar, Yaa
ayyuhalladziina aamanuu quu anfusakum wa ahliikum naaraa. Hai orang-orang yang beriman, jaga
dirimu dan keluargamu. Isteri, anak, orang-orang yang menjadi tanggungjawab dan kewajiban
kita, jaga dan pelihara mereka dari api neraka.

Dulu ada satu tradisi sudara-sudara. Kalu anak gadis kita dilamar orang. Orang lalu bertanya.
Anakmu mau melamar gadis saya. Apa sudah khatam quran berapa kali. Apa sudah bisa, baca
kitab macem-macem, apa itu kitab kuning, kitab gundul, kitab botak? Dan lain sebagainya.
Sehingga lahirlah suatu kebanggaan. Apa pun motifnya tapi pertanyaan semacam ini zaman
sekarang sudah langka. Paling-paling yang ditanya kalu anaknya dilamar orang. Anakmu kerja
dimana, gajinya sebulan berapa, kendaraannya, bebek apa soang apa apa? Iiitu yang kita
pertanyakan berkisar di seputar materi, kerja, job, status sosial dan lain sebagainya. Perkara bisa
baca quran atau tidak, nomor 18. Perkara shalatnya rajin apa kaga, emang gua pikirin!

Sudara hadirin, akibatnya terjadi pergeseran nilai. Maka mendidik anak, menurut tuntunan quran,
adalah seperti yang diberikan contoh oleh Lukmaanul Hakiim. Yang diceritakan dalam surat
lukman, mulai ayat 12 dan selanjutnya. Apa, pendidikan pertama yang harus kita berikan kepada
anak. Pertama, Yaa bunayya laa tusyrik billaah. Wahai anakku, jangan sekali-kali engkau
menyekutukan Allah nak, jaga tauhid, pelihara iman, mantapkan akidah. Ini, dasar yang pertama.
Belum lagi anak mengenal ber-bagai macam disiplin ilmu, yang pertama kali ditanamkan, tauhid.

Pada kenyataannya, kita sebagai negara berkembang sering latah. Kita ingin meniru barat, tapi
bukan tehnolojinya, westernisasinya yang kita tiru. Bukan isinya, kulitnya yang kita ambil.
Akibatnya apa? Modernya belum, orangnya sudah barat. Kadang, kepalanya lah dipikok warna
merah, kuning atau warna orange mirip kaya bajay Bajuri. Bergaulnya sudah cara barat.
Berumahtangganya cara barat. Berpakaiannya cara barat. Mendidik anaknya gaya barat. Kalu
ketemu orangtua cukup bilang, hello dady! Atau Selamet pagi Papi! Manggilnya pake papi, pake
mami, padahal makannya singkong. Pagi bangun tidur, bukannya langsung sholat, eh malah bilang
“kue gemplong masih ada mah?” Yang ada dipikirannya cuman urusan dahar, nglebok, ngegares…
Ironi dan menyedihkan. Memilukan sekaligus memalukan.

Padahal, sebenernya umat lain iri kepada kita sebagai umat Islam. Jauh sebelum peradaban barat
ada, orang yahudi dan nasrani bahkan nabi Musa sekalipun, sangat ingin untuk menjadi umatnya
nabi Muhammad SAW. Dalam sebuah hadis dikatakan, “Kata Nabi Musa,
‫رب يا‬، ‫أمة األلواح في وجدت إني‬، ‫لهم المستجاب المستجيبون هم‬، ‫قال أمتي؟ فاجعلهم‬: ‫!أحمد أمة تلك‬
‫رب يا‬، ‫أمة األلواح في وجدت إني‬، ‫ظاهرا يحفظونها صدورهم في أناجيلهم‬. ‫قال أمتي؟ فاجعلها‬: ‫!أحمد أمة تلك‬
‫يا‬ ‫رب‬، ‫فاجعلني‬ ‫من‬ ‫أمة‬ ‫أحمد‬ ‫طي‬ َ ‫فَأ ُ ْع‬ ‫عند‬ ‫ذلك‬ ‫صلَتَيْن‬
ْ ‫ َخ‬.
Karena, kalu kita telen mentah-mentah, akibatnya, kata orang Jerman bilang, “kelolodan”. Kalau
sudah kelolodan akhirnya kita sendiri yang kerepotan.
‫س ْبعَة‬ ُّ
َ ‫ّللاُ ي ُِظل ُه ْم‬ َ َ ُّ ْ
َ ‫اْل َما ُم ِظلهُ إِل ِظ َل ل يَ ْو َم ِظ ِل ِه فِي‬ ْ َ
ِ ‫شأ َوشَاب العَا ِد ُل‬ ْ َ َ
َ َ‫اج ِد فِي ُمعَلق قلبُهُ َو َر ُجل َربِ ِه ِعبَادَةِ فِي ن‬ ْ
َ ‫طلَبَتْه ُ َو َر ُجل …ال َم‬
ِ ‫س‬ َ
‫ْام َرأَة‬ ُ‫صب ذَات‬ ِ ‫َم ْن‬ ‫َو َج َمال‬ ‫َاف ِإنِي فَقَا َل‬ ُ ‫…ّللاَ أَخ‬ َ ‫َو َر ُجل‬ ‫ّللا ذَك ََر‬ََ ‫ت خَا ِليًا‬ َ ‫ َع ْينَاهُ فَفَا‬.
ْ ‫ض‬
Yang sering kita lupakan, bahwa kehancuran suatu bangsa di manapun di dunia ini selalu dimulai
dari kehancuran moral daripada bangsa itu sendiri. Sekarang membina moral ini berat, gadis kita
remaja putri. Diberikan pakaiana jilbab, Mungkin dia sendiri masih setengah-setengah, ditambah
lagi ledekan dari temannya. Aaah… jilbab, dah kuno, bau sorgalah, bau mesjidlah, bau menyanlah.
Ditanamkan rasa malu, untuk hidup dekat dengan agama. Kalau moral semacam ini sudah
tertanam, sedikit demi sedikit kita mulai mengucapkan selamat tinggal kepada agama, goodby
shalat, goodby zakat, goodby puasa. Yang celakanya zaman sekarang, sholat diartiin dengan doa.
Ash-sholaatu hia addu’a. secara bahasa betul arti shalat adalah doa. Tapi bukan seperti itu shalat
yang sebenernya. Kalu semua ibadah diartikan secara bahasa, maka jadi kacau agama kita. Karena
shaum atau puasa secara bahasa adalah memegang. Megang apa kek, apa megang tangan, megang
betis. Celakanya lagi, megang-megang perempuan dibilang puasa! Kan brengsek kalu udah begitu.
Sama juga dengan arti isra-miraj. Isra artinya berjalan di malam hari. Kalu begitu, tukang ronda
berarti isro. Rasulullah isro berarti rasulullah ngeronda, kan ngaco, bukan?! Miraj artinya naek.
Jadi kalu sudara ntar pulang ke rumah naek motor atau naek mobil atau naekin bini sekalian itu
miraj namanya, bukan?! Iya kan? Jadi shalat cukup dengan doa, cukup dengan duduk bengooong,
ndlohom, adem ayem. Persis kaya ayam sakit.

Kenapa hal semacam ini bisa terjadi? Hal itu tejadi karena, pertama, kurangnya minat orang untuk
belajar agama. Agama cuman sekedar tinggal dekorasi, agama cuman seminar, cuman kongres,
cuman muktamar. Ketika itu, kata Rasulullah SAW Wayujharal jahlu, akan muncullah kebodohan,
nampak kebodohan di mana-mana. Muncul permissif sociaty, masyarakat yang merasa boleh
hidup dengan koidah serba boleh, tidak ada halal tidak ada haram. Tidak ada hak tidak ada bathil,
semuanya serba boleh. Kalau sudah begitu kondisi masyarakat, terjadilah apa yang dianalisa oleh
Nabi, di kala itu Wayaksuazzinaa. Zina dikerjakan terang-terangan. Orang sudah tidak punya
malu. Hidupnya sudah pakai prinsip, punya kuping, kuping kebo, punya muka muka tembok,
punya kulit kulit badak. Kalu juga dikasi tau, eh malu dong kamu belum nikah tinggal serumah.
Malu sama sapa? Masyaratakat. Allaah masyarakat, cuek aja. Emang secara langsung orang tidak
berani bertanya. Tapi dari mulut ke mulut akhirnya tersebar jadi rahasia umum. Si anu kan punya
anu, di anu-anu, anunya seanu.

Kita tidak mau melakukan kejahatan, jangan cuman karna ada polisi. Kalu karna ada polisi kita
tidak mau jahat, kucing juga begitu. Coba lihat kucing. Taro ikan asin di piring kaleng.
Tongkrongin, Aduh kucing, kaleeem, sopaaan, tenaaang, Sedikit kita meleng, habbis ikan
digarong.

Yang kedua, hancurnya sendi-sendi kehidupan sosial. Maksiat merajalela, munkarat menjadi-jadi.
Yang ma’ruf dianggap munkar, yang munkar malah menjadi ma’ruf. Yang salah disanjung-
sanjung yang benar dicaci-maki. Tuntunan dianggap tontonan. Tontonan malah jadi tuntunan. Kan
kiamat kalu udah begitu. Penjungkiran nilai

You might also like