Professional Documents
Culture Documents
Kelompok (2) :
2018
Pembuatan Sabun Transparan
1. Tujuan
2. Dasar Teori
Sabun merupakan campuran dari senyawa natrium dengan asam lemak yang
digunakan sebagai bahan pembersih tubuh, berbentuk padat, busa, dengan atau
tanpa zat tambahan lain serta tidak menimbulkan iritasi pada kulit . Sabun dibuat
dengan dua cara, yaitu proses saponifikasi dan proses netralisasi minyak. Proses
saponifikasi minyak akan diperoleh produk sampingan yaitu gliserol, sedangkan
proses netralisasi tidak akan memperoleh gliserol. Proses saponifikasi terjadi karena
reaksi antara trigliserida dengan alkali, sedangkan proses netralisasi terjadi karena
reaksi asam lemak bebas dengan alkali (Ophardt, 2003).
Lemak dan minyak yang umum digunakan dalam pembuatan sabun adalah
trigliserida dengan tiga buah asam lemak yang tidak beraturan diesterifikasi dengan
gliserol.Masing– masing lemak mengandung sejumlah molekul asam lemak dengan
rantai karbon panjang antara C12 (asam laurik) hingga C18 (asam stearat) pada lemak
jenuh dan begitu juga dengan lemak tak jenuh. Campuran trigliserida diolah
menjadi sabun melalui proses saponifikasi dengan larutan natrium hidroksida
membebaskan gliserol (Baysinger, 2004).
Sabun padat transparan merupakan salah satu inovasi sabun yang menjadikan sabun
lebih menarik. Sabun trannsparan mempunyai busa yang lebih halus dibandingkan
dengan sabun opaque sabun yang tidak transparan (Qisty, 2009).
Dua komponen utama penyusun sabun adalah asam lemak dan alkali. Pemilihan
jenis asam lemak menentukan karakteristik sabun yang dihasilkan, karena setiap
jenis asam lemak akan memberikan sifat yang berbeda pada sabun (Widiyanti,
2009).
Asam lemak merupakan komponen utama penyusun lemak dan minyak, sehingga
pemilihan jenis minyak yang akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun
merupakan hal yang sangat penting. Untuk menghasilkan sabun dengan kualitas
yang baik, maka harus menggunakan bahan baku dengan kualitas yang baik pula.
Bahan baku pembuatan sabun yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak
kelapa sawit (palm oil). Minyak kelapa sawit merupakan minyak yang mengandung
asam palmitat (C16H32O2) yang cukup tinggi, yaitu sebesar 44,3% (Depperin, 2007).
Fungsi dari asam palmitat ini dalam pembuatan sabun adalah untuk kekerasan sabun
dan menghasilkan busa yang stabil. Konsumen beranggapan bahwa sabun dengan
busa yang melimpah mempunyai kemampuanmembersihkan kotoran dengan baik
(Izhar, 2009).
Sabun merupakan senyawa kimia yang dihasikan dari reaksi lemak atau minyak
dengan alkali. Sabun juga merupakan garam-garam monovalen dari asam
karboksilat dengan rumus umunya RCOOM, R adalah rantai lurus (alifatis) panjang
dengan jumlah atom C bervariasi, yaitu antara C 12 – C18 dan M adalah kation dari
kelompok alkali atau ion amonium (Austin, 1984).
Sabun adalah garam logam dari asam lemak. Pada prinsipnya sabun dibuat dengan
cara mereaksikan asam lemak dan alkali sehingga terjadi reaksi penyabunan
Reaksi pertama :
Hidrolisa mendidih
Lemak + NaOH Gliserol + Asam lemak
Reaksi kedua :
Penyabunan
3RCOOH + NaOH RCOONa + H2O
Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang plus ujung ion.
Bagian hidrokarbon dari molekul itu bersifat hidrofobik dan larut dalam zat-zat non-
polar, sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Karena adanya
rantai hidrokarbon, sebuah molekul sabun secara keseluruhan tidaklah benar-benar
larut dalam air. Namun sabun mudah tersuspensi dalam air karena membentuk misel
(micelles), yakni segerombol (50-150) molekul sabun yang rantai hidrokarbonnya
mengelompok dengan ujung-ujung ionnya menghadap ke air (Austin, 1984).
Sabun termasuk dalam kelas umum senyawa yang disebut surfaktan, yakni senyawa
yang dapat menurunkan tegangan permukaan air. Molekul surfaktan apa saja
mengandung suatu ujung hidrofobik (satu rantai molekul atau lebih) dan suatu ujung
hidrofilik. Porsi hidrokarbon suatu molekul surfaktan harus mengandung 12 atom
karbon atau lebih agar efektif (Austin, 1984).
Molekul sabun terdiri dari rantai karbon, hidrogen, dan oksigen yang disusun dalam
bagian kepala dan ekor. Bagian kepala yang disebut sebagai gugus hidrofilik (rantai
karboksil) untuk mengikat air. Bagian ekor sebagai gugus hidrofobik (rantai
hidrokarbon) untuk mengikat kotoran (Paul, 2007).
Kotoran yang menempel pada kulit umumnya berupa lemak. Debu akan menempel
pada kulit karena adanya lemak tersebut. Kotoran tersebut dapat menghambat fungsi
kulit. Air saja tidak dapat membersihkan kotoran yang menempel pada kulit,
diperlukan adanya suatu bahan yang dapat mengangkat kotoran yang menempel
tersebut. Sabun adalah senyawa yang dibuat sedemikian rupa sehingga memiliki
keistimewaan tertentu, yaitu jika senyawa itu larut dalam air, akan bersifat surfaktan
(surface active agent) yaitu menurunkan tegangan permukaan air dan sebagai
pembersih. Molekul sabun tersusun dari “ekor” alkil yang non-polar (larut dalam
minyak) dan kepala ion karbosilat yang polar (larut dalam air). Prinsip tersebut yang
menyebabkan sabun memiliki daya pembersih. Ketika kita mandi atau mencuci
dengan menggunakan sabun “ekor” non-polar dari sabun akan menempel pada
kotoran dan kepala polarnya menempel pada air. Hal ini mengakibatkan tegangan
permukaan air akan semakin berkurang, sehingga air akan jauh lebih mudah untuk
menarik kotoran (Marella dan Sugianto, 2006).
Bahan bahan yang diperlukan dalam pembuatan sabun transaparan diantaranya yaitu
Asam stearat (C18H36O2) dapat berbentuk padatan atau cairan. Asam stearat
berfungsi untuk mengeraskan dan menstabilkan busa. Asam stearat berwarna putih
kekuningan dan memiliki titik cair pada suhu 56 °C (Hambali dkk, 2005).
Natrium Hidroksida (NaOH) merupakan salah satu jenis alkali (basa) kuat yang
bersifat korosif serta mudah menghancurkan jaringan organik yang halus. NaOH
berbentuk butiran padat berwarna putih dan memiliki sifat higroskopis (Wade dan
Waller, 1994). Natrium hidroksida sering disebut dengan kaustik soda atau soda api.
NaOH diperoleh melalui proses hidrolisa dari natrium klorida (NaCl). NaOH dapat
berbentuk batang, gumpalan, dan bubuk yang dengan cepat menyerap kelembaban
permukaan kulit (Kamikaze, 2002).
Gliserin (C3H8O3) berbentuk cairan jernih, tidak berbau dan memiliki rasa manis,
serta bersifat humektan. Diperoleh dari hasil sampingan proses pembuatan sabun
atau dari asam lemak tumbuhan dan hewan. Pada pembuatan sabun transparan,
gliserin bersama dengan sukrosa dan alkohol berfungsi dalam pembentukan stuktur
transparan (Ghaim and Volz, 2005).
Etanol (C2H5OH) merupakan senyawa organik dengan rumus kimia C2H5OH. Etanol
digunakan sebagai pelarut pada proses pembuatan sabun transparan karena sifatnya
yang mudah larut dalam air dan lemak (Hambali dkk, 2005).
Asam Sitrat (C6H8O7) memiliki bentuk berupa kristal putih. Asam sitrat berfungsi
sebagai agen pengelat (Hambali dkk, 2005). Asam sitrat juga berfungsi sebagai
penurun nilai pH (Kirk dkk, 1957).
3. Variabel
Variabel Satuan
Minyak gram
NaOH teknis gram
Etanol 95% mL
Asam Stearat gram
Gula gram
Gliserin gram
Texapon gram
c. Skema Kerja
- Percobaan I (Minggu-1)
Terbentuk cairan
kental
Tuang dalam
Biarkan Mengeras
cetakan
- Skema 2
Keluarkan dari
cetakan
NaOH Beaker Glass Etanol 95%
Terbentuk cairan
kental
Tuang dalam
Biarkan Mengeras
cetakan
Keluarkan dari
5. Hasil dan Pembahasan cetakan
a. Data Pengamatan
Minggu-1 Minggu-2
Keterangan Keterangan
I II III IV
pH 10 7 pH 8 10
Tekstur *** ** Tekstur * **
Busa ** **** Busa ** **
Bau *** *** Bau *** ***
Transparan * ** Transparan ** **
Minggu-3
Keterangan
V VI
pH 9 14
Tekstur ** *
Busa ** **
Bau ** **
Transparan * **
Keterangan:
* : Tidak berbusa/Lembek/Tidak berbau/Tidak Transparan
** : Sedikit busa/Agak Keras/Agak berbau minyak/Keruh
*** : Berbusa/Keras/Berbau minyak/Agak Transparan
**** : Banyak busa/Sangat Keras/Berbau harum/Transparan
(*) : Acuan produk pasar
b. Pembahasan
- Annisa Aprillia (1731410096)
Pembuatan sabun transparan ini membutuhkan banyak bahan kimia dan juga
tenaga serta kesabaran yang ekstra. Adapun bahan yang digunakan dalam
pembuatan sabun batang transparan ini adalah minyak nabati, NaOH teknis,
etanol 95%, asam stearat, gula, dan juga gliserin. Minyak nabati merupakan
minyak yang diperoleh dari ekstrak biji tumbuhan, minyak nabati ini dapat
membuat sabun memiliki tampilan tembus pandang serta minyak nabati ini juga
menghasilkan busa. NaOH teknis merupakan soda kaustik. Dalam percobaan
pembuatan sabun transparan sodium hidroksida berreaksi dengan minyak
kemudian menjadi sabun, hal ini biasanya dikenal dengan nama reaksi
saponifikasi. Sodium harus terurai sempurna dalam proses
saponifikasi minyak , oleh karena itu tidak akan ada bahan kaustik yg
tertingggal dalam sabun.
Etanol adalah bahan yang digunakan untuk melarutkan sabun agar menjadi
bening atau transparan, kemurnian alkohol 95% yang mempunyai titik nyala
yang rendah untuk terjadi transparansi sabun harus benar larut. Alkohol level
tinggi dan kandungan air yang rendah menjadi produk sabun yang lebih jernih.
Asam stearat berfungsi untuk membantu untuk mengeraskan sabun, khususnya
minyak dari tumbuhan yang di gunakan penggunaannya dengan mencairkan
dahulu dengan minyak kemudian di campur dengan sodium hidroksida untuk
saponifikasi. Jika terlalu banyak stearic acid akan kurang berbusa, jika terlalu
sedikit akan tidak mengeras.
Percobaan pembuatan sabun transparan ini dilakukan selama tiga minggu, setiap
minggunya dilakukan dua kali percobaan dengan komposisi yang berbeda-beda.
Pada percobaan pertama dilakukan eksperimen dengan komposisi 10 gram
minyak, 1 gram NaOH, 50 mL etanol, 3 gram asam stearat, 5 gram gula, dan 3
gram gliserin. Semua bahan dicampurkan dengan prosedur berurutan sesuai
dengan yang ada didalam jobsheet dengan suhu 60oC. Dari percobaan yang telah
dilakukan diperoleh hasil sabun yang tidak transparan dengan bau yang
menyengat, busa yang tidak begitu banyak, dan pH sabun yang terlampau basa
yaitu 10 tentunya dengan hasil seperti ini komposisi dinyatakan tidak sesuai dan
percobaan dianggap gagal.
Perbaikan terus dilakukan hingga pada minggu ketiga dengan dua kali
percobaan yang ditambahkan ekstrak jeruk nipis didalamnya. Ekstrak jeruk nipis
ini berfungsi untuk menurunkan pH dan juga mendukung untuk membuat sabun
agar lebih transparan. Dipercobaan yang kelima dilakukan komposisi yang
berbeda lagi yakni komposisi 10 gram minyak, 1,5 gram NaOH, 60 mL etanol, 3
gram asam stearat, 5 gram gula, 3 gram gliserin, dan 6 mL ekstrak jeruk nipis.
Dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh hasil sabun yang tidak transparan
dengan, busa sedang, tekstur agak keras, busa yang cukup dan pH 9.
Percobaan dilanjutkan pada percobaan terakhir dengan komposisi yang berbeda
lagi yakni 10 gram minyak, 10,15 gram NaOH, 7,5 mL etanol, 3,5 gram asam
stearat, 7,5 gram gula, 6,5 gram gliserin, dan 6 mL. dari percobaan yang telah
dilakukan diperoleh hasil sabun yang lembek dengan busa yang tidak begitu
banyak, keruh dan juga sedikit berbau dengan pH yang sangat basa yakni 14.
Sabun transparan adalah sabun yang dibuat dengan teknik khusus dengan
menghilangkan kandungan alkali didalamnya. Sabun transparan ini lebih unggul
daripada sabun mandi biasa, selain dari tampilannya yang transparan menawan,
sabun ini sangat lembut dikulit dan dapat melembabkan kulit.
Percobaan minggu 1.
Pada percobaan kedua minggu-1 memiliki prosedur kerja yang berbeda serta
dengan komposisi yang berbeda dan penambahan texapon , penambahan
texapon ini untuk meningkatkan kualitas busa pada sabun karena texapon
sendiri sudah merupakan surfaktan . Langkah pertama yaitu NaOH dicampur
dengan minyak terlebih dahulu tanpa pemanasan, reaksi NaOH dengan minyak
merupakan reaksi saponifikasi. Setelah itu ditambahkan dengan etanol yang
sudah dipanaskan hal ini bertujuan untuk benar benar mencampurkan semua
bahan dan kemudian dipanaskan dengan suhu 60oC , kemudian dicampurkan
dengan asam stearat. Pada pencampuran dengan asam stearat yang dilelehkan
tidak terjadi penggumpalan dan kemudian yaitu gula dan gliserin setelah itu
ditambahkan dengan texapon. Setelah pengadukan yang cukup lama gula tidak
bisa larut sempurna karena sudah jenuh, hasil dari pencampuran semua bahan
ini menghasilkan warna bening. Setelah 3 hari sabun pada percobaan kedua ini
belum juga mengeras (lembek) kemudian setelah 4 hari sabun lebih mengeras
daripada sebelumnya namun ketika diambil tekstur sabun bagian bawah pada
cetakan masih berair, warna dari sabun ini juga tidak transparan namun tidak
berwarna putih susu walaupun pada awalnya sabun berwarna bening, tekstur
dari sabun yang dihasilkan yaitu belum mengeras sempurna hal ini dikarenakan
pengadukan yang kurang merata serta belum tercampurnya bahan dengan baik,
dari segi bau juga memiliki bau seperti minyak , berbusa ketika digunakan
karena penambahan texapon, pH 7. Tekstur yang didapatkan kurang mengeras
dikarenakan kurang tercampurnya dalam pengadukan , sehingga reaksi
saponifikasi tidak sempurna.
Percobaan Minggu-2
Pada percobaan kedua pada awalnya juga berwarna jernih ketika dilakukan
proses pembuatan , namun justru ketika dicetak juga menghasilkan warna sabun
yang keruh, tidak terlalu berbusa ketika digunakan, pH yang didapatkan juga
cukup tinggi yaitu 10, pH yang terlalu tinggi dapat menyebabkan gatal pada
kulit. Warna keruh yang dihasilkan pada sabun dikarenakan kurangnya
komposisi gula serta pH yang terlalu tinggi juga disebabkan kurangnya gula.
Jadi gula selain membantu transparan juga berperan menurunkan pH, proses
pengadukan dan pencampuran bahan bahan yang kurang merata juga
mempengaruhi dalam pembuatan sabun transparan.
Percobaan Minggu-3
Pada Percobaan kedua yaitu mengambil formula pada jurnal , namun hasil yang
didapatkan tidak sesuai dengan jurnal hal ini dikarenakan proses pemanasan
yang berbeda yaitu di jurnal menggunakan waterbath sedangkan pada praktikum
kali ini menggunakan hot plate. Ketika proses pembuatan sabun yang
ditambahkan dengan asam stearat tekstur berubah sangat padat dan sulit untuk
dilakukan pencampuran dengan bahan lain, maka ditambahkan dengan etanol
supaya dapat lebih mencair. pH yang dihasilkan sangatlah tinggi yaitu 14 yang
dapat membuat kulit gatal ketika mencoba sabun ini , sabun juga memiliki
tekstur yang lembek, serta keruh. Kekeruhan ini dikarenakan juga suhu ketika
proses pembuatan sabun yang terlalu tinggi.
Sabun akan dibuat jernih dan bening maka hal yang paling essensial adalah
kualitas gula, dan glyserin. Oleh karena itu pemilihan material
mempertimbangkan dengan warna dan kemurniannya. Parfum berperan penting
dalam warna sabun seperti adanya tincture, balsam dan yang digunakan agar
sabun menjadi wangi, adanya bahan tersebut dapat menjadikan spotting (bintik
hitam ). Apabila sabun sengaja diwarna, dipilih pewarna yang tahan alkali. Air
distilasi adalah air terbaik untuk sabun transparan glyserin dipilih yang
murni.Untuk minyak dan lemak digunakan yang asam lemak bebas rendah dan
warna yang baik. Penambahan glyserin atau gula yang banyak menyebabkan
sabun menjadi lengket dan manis, oleh karena itu mengotori pembungkus.
Minggu 1
Percobaan ini bahan yang pertama dimasukan ke dalam adalah minyak yang
kemudian dipanaskan. Penggunaannya dengan memanaskan dahulu diatas hot
plate, setelah itu dimasukkan alkohol. Etanol juga berfungsi untuk membentuk
tekstur transparan sabun, untuk terjadi transparansi sabun harus benar larut.
Etanol dengan level yang tinggi dan kandungan air yang rendah menghasilkan
produk sabun yang lebih jernih. Setelah minyak dan alkohol larut secara
homogen kemudian ditambahkan NaOH secara perlahan lahan-lahan, fungsi
penambahan NaOH yaitu sebagai basa alkali. Natrium hidroksida bereaksi
dengan minyak membentuk sabun yang disebut dengan saponifikasi,
Penambahan Larutan NaOH berfungsi sebagai penetralisir asam karena NaOH
bersifat basa. Basa yang digunakan adalah NaOH agar diperoleh sabun yang
padat. Proses saponifikasi kemudian ditambahkan asam stearat dan gliserin,
sedangkan pada pembuatan sabun transparan, gliserin berfungsi untuk
menghasilkan penampakan yang transparan dan memberikan kelebembaban
pada kulit (humektan). Humektan (moisturizer) adalah skin conditioning agents
yang dapat meningkatkan kelembaban kulit. Pada kondisi atmosfir sedang
ataupun pada kondisi kelembaban tinggi, gliserin dapat melembabkan kulit dan
mudah dibilas.
Hasil yang didapat pada minggu pertama yakni pH 8 dan 10. Sabun dengan pH
8 memiliki karakteristik keruh, lama untuk mengeras, dan busa sedikit. Masih
tercium aroma minyak dan lengket karena kandungan gula yang tinggi,
sedangkan sabun dengan pH 10 memiliki karakteristik sangat cepat mengeras
dan keruh. Faktor yang diduga mempengaruhi kekeruhan adalah kurangnya gula
dan gliserin pada sabun.
Minggu 2
Produk yang didapat setelah didiamkan selama satu minggu yakni warna keruh,
pH 8, lembek dan tidak mengeras, aroma minyak dan campuran lainnya masih
menyengat, sehingga tidak dapat dikeluarkan dari cetakan. Faktor yang
mepengaruhi yakni kurangnya asam stearat yang digunakan pada pembuatan
sabun transparan ini sehingga tekstur sulit mengeras, tetapi semakin banyak
asam stearate akan mempengaruhi kekeruhan pada sabun, sehingga perlu
penambahan gula dan gliserin apabila asam stearate ditambahkan.
Minggu 3
Percobaan minggu ketiga dilakukan dengan mengacu pada jurnal yang telah
dipelajari sebelumnya, bahan yang digunakan tetap sama tetapi dengan
mengganti variabel dan metode pembuatan. Pengadukan juga dilakukan dengan
cara manual, kami menambahkan perasan jeruk nipis untuk meningkatkan
transparansi dari sabun. Percobaan dilakukan dengan dua kali pembuatan.
Pembuatan pertama dihasilkan sabun dengan pH 9, pada saat awal warna hampir
transparan, mengeras, tapi tidak berbusa. Untuk menghasilkan busa
ditambahkan texapon, tetapi warna berubah menjadi sangat keruh dan lembek
sehingga tidak dapat dicetak.
Sabun transparan mudah sekali larut karena mempunyai sifat sukar mengering.
Faktor yang mempengaruhi transparansi sabun pada pembuatan sabun
transparan adalah :
a. Etanol
b. Gula
c. Gliserin
Gliserin adalah produk samping dari reaksi hidrolisis antara minyak nabati
dengan air untuk menghasilkan asam lemak. Gliserin merupakan humektan
sehingga dapat berfungsi sebagai pelembap pada kulit. Pada kondisi at mosfer
sedang ataupun pada kondisi kelembaban tinggi, gliserin dapat melembapkan
kulit dan mudah di bilas.
d. Stearic Acid.
trigliserida dengan alkali. Dilakukan pada suhu 600C karena dibawah titik
suhunya tidak terjaga pada 600C dikarenakan suhu heater yang mudah naik
Pada percobaan kedua ada perubahan komposisi variabel yaitu, pada minyak
dilakukan pengurangan menjadi 8 gram karena dari percobaan pertama bau yang
ditimbulkan merupakan bau minyak. Komposisi NaOH juga dikurangi menjadi
1,5 gram karena dari percobaan sebelumnya pH sabun yang dihasilkan terlalu
basa yang dapat membuat kulit menjadi gatal sehingga diturunkan supaya pH
mendekati netral. Asam stearat ditambah menjadi 7 gram supaya sabun yang
dihasilkan menjadi keras karena fungsi dari asam stearat sendiri sebagai
pengeras. Komposisi gula banyak ditambah karena gula yang membuat sabun
menjadi transparan. Jumlah gula yang digunakan yaitu 12.75 gram. Gliserin
memiliki fungsi yang sama seperti gula, oleh karena itu komposisinya ditambah
menjadi 20 gram. Dalam praktikum kedua ini menggunakan texapon yang
berguna supaya sabun yang dihasilkan menghasilkan busa karena pada
percobaan pertama, sabun tidak menghasilkan busa. Pelarut etanol juga
ditambah menjadi 100 mL karena dari percobaan pertama pelarut habis pada
saat penambahan stearat sehingga dilakukan penambahan etanol. Dari
komposisi bahan diatas didapatkan sabun yang agak transparan, memiliki pH 7,
teksturnya mudah hancur dan wujud sabun terdapat gumpalan-gumpalan yang
mungkin itu berupakan bahan-bahan yang kurang homogen. Hal ini terjadi
karena pada saat mencampurkan bahan, selisih waktunya sedikit sehingga
proses pengadukannya juga sedikit dan membuat bahan kurang tercampur.
Teksturnya juga mudah hancur dimungkinkan karena kurang homogennya
bahan-bahan tersebut terutama asam stearat sehingga membuat sabun menjadi
tidak keras. Penyebab lain yaitu saat mencampurkan bahan, suhunya tidak
stabil pada suhu 600C dimana karena apabila dilakukan pada suhu tinggi maka
minyak rusak dan proses saponifikasi gagal maka tidak akan menghasilkan
sabun.
Pada percobaan ke III ini, metode yang digunakan sama seperti percobaan kedua
namun difokuskan pada menstabilkan suhu saat dilakukan pencampuran.
Komposisi yang dirubah yaitu gula menjadi 19 gram supaya sabun yang
dihasilkan menjadi lebih transparan. Hasil percobaan yaitu sabun transparan
ketika cair dan menjadi keruh ketika sabun sudah mengeras.pH yang dihasilkan
menjadi 8 yang dimungkinkan karena perubahan komposisi tersebut. Waktu
yang dibutuhkan untuk sabun menjadi keras cukup lama. Hal ini terjadi karena
penguranagn komposisi asam stearat. Dalam percobaan ini tidak ditambah
texapon karena dilihat dari percobaan kedua sabun yang dihasilkan menjadi
sangat lembek dan basah sehingga sabun mudah hancur. Bau minyak sangat
menyengat dikarenakan komposisi minyak yang cukup banyak.
Hidrolisa mendidih
Lemak + NaOH Gliserol + Asam lemak
Reaksi kedua :
Penyabunan
3RCOOH + NaOH RCOONa + H2O
Percobaan ke-2, ke-3, ke-4, dan ke-5 menunjukkan hasil yang tidak jauh
berbeda. Strukturnya lembek, tidak transparan, berwarna putih, tidak berbusa
dan pH 9-11. Hal ini kemungkina dapat disebabkan oleh perlakuaan dalam
proses pembuatan sabun transparan, kami sudah memakai formula yang telah
diuji sebelumnya ataupun dari literatur yang telah menghasilkan sabun dengan
tekstur transparan. Tetapi ketika kami aplikasikan dalam percobaan kali ini
tidak menghasilkan sabun yang transparan bahkan tidak memadat dan
cenderung lembek.Pada percobaan ke-5 ditambahkan ekstrak jeruk nipis untuk
menurunkan pH.
6. Kesimpulan
7. Daftar pustaka
Austin. Gorge T. 1984. Shereve”s Chemical Process Industries. 5 th ed. McGra-Hill
Book Co:Singapura.
Departemen Perindustrian. 2007. Gambaran Sekilas Industri Minyak Kelapa Sawit.
Jakarta : Pusat Data dan Informasi Departemen Perindustrin
Ghaim, J, B, and E, D Volz. Skin eleansing bar. Handbook of Cosmetic Science and
Thecnology. Marcel Dekker Inc. New York
Hambali, E.,Bunasor, T.K.,Suryani, A., dan Kusumah, G.A., 2002, Aplikasi
Dietanolamida Dari Asam Laurat Minyak Inti Sawit Pada PembuatanSabun
Transparan, J. Tek. Ind. Pert, 15 (2), 46-53.
Izhar, H., Sumiati, dan Moeljadi P. 2009. Analisis Sikap Konsumen terhadap Atribut
Sabun Mandi. Universitas Brawijaya. Malang.
Krik, R, E, D, F Othmer, J. D Scott and A. Standen. 1954. Encyclopedia of
Chemical Technology. Vol 12. Intercience Publisher a division of Jhon Wiley
and Sons, Inc, New York. Halaman 573-592.
Kamikaze, D. 2002. Studi awal pembuatan sabun menggunakan campuran lemak
abdomen sapi (tallow) dan curd susu afkir. Skripsi. Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kurniawati, Pipin. 2012. Pembuatan Sabun Transparan. Didownload di
www.scribd.com pada 1 November 2018.
Ophardt, C.E. 2003. Virtual Chembook. Departement of Chemistry Elmhurst IL.
Elmhurst Collage.
Qisti, R., 2009, Sifat Kimia Sabun Transparan Dengan Penambahan Madu Pada
Konsetrasi Yang Berbeda, Skripsi, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Rahadiana, P., Andayani L.S. 2014. Pabrik Sabun Transparan Beraroma Terapi dari
Minyak Jarak dengan Proses Saponifikasi Trigliserida Secara Kontinyu.
Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS.
Widiyanti, Yunita. 2009. Kajian Pengaruh Jenis Minyak terhadap Mutu Sabun
Transparan. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor
8. LAMPIRAN/APPENDIKS
Percobaan 1 dan 2
Percobaan 3 Percobaan 4
Percobaan 5 Percobaan 6