Professional Documents
Culture Documents
OLEH:
KELOMPOK 4 dan 7
Desa Bandung Rejo
Bayu Aldi Imansyah 120070300011102
Lukmanul Hakim 120070300011093
Sirli Mardianna T. 120070300011094
Rizna Oktria V. 120070300011095
1
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun Oleh:
KELOMPOK 4 dan 7
Desa Bandung Rejo
Bayu Aldi Imansyah 120070300011102
Lukmanul Hakim 120070300011093
Sirli Mardianna T. 120070300011094
Rizna Oktria V. 120070300011095
BAB I
PENDAHULUAN
2
1.1 Latar Belakang
Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, tidak
hanya keadaan tanpa penyakit atau kelemahan, sehingga secara
menyeluruh kesehatan jiwa merupakan bagian dari kesehatan yang tidak
dapat dipisahkan. Dari studi pendahuluan dan pengkajian yang telah
kelompok lakukan, didapatkan data bahwa masalah terbanyak yang
terdapat di kelima desa di Kecamatan Bantur adalah retardasi mental dan
konsumen jiwa sehat. Mayoritas penderita retardasi mental dan
konsumen jiwa sehat di Desa Bandung rejo belum mampu mandiri dalam
ADL serta masih kurang dalam berinteraksi dengan orang lain. Hal ini
mendorong kelompok untuk melakukan terapi aktivitas kelompok (TAK)
yang merupakan salah satu terapi modalitas keperawatan untuk
mendukung dan mengoptimalkan intervensi yang telah dilakukan oleh
perawat.
Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu bentuk kegiatan
terapi psikologik yang dilakukan dalam sebuah aktivitas dan
diselenggarakan secara kolektif dalam rangka pencapaian penyesuaian
psikologis, perilaku dan pencapaian adaptasi optimal pasien. Dalam
kegiatan aktivitas kelompok tujuan ditetapkan berdasarkan kebutuhan
dan masalah yang dihadapi oleh sebagian besar klien dan sedikit banyak
dapat diatasi dengan pendekatan terapi aktivitas kolektif.
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) sosialisasi merupakan terapi
modalitas yang dapat digunakan sebagai upaya untuk memfasilitasi
kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan sosial.
TAK Stimulasi Sosialisasi yang akan dilakukan ditujukan pada kelompok
klien dengan masalah yang sama. Latihan ketrampilan sosial atau yang
sering disebut dengan SST (Social Skill Training) merupakan salah satu
teknik modifikasi perilaku yang digunakan untuk membantu penderita
yang mengalami kesulitan dalam bergaul. Teknik ini dapat digunakan
sebagai teknik tunggal maupun teknik pelengkap yang digunakan
bersama-sama dengan teknik psikoterapi lainnya. Latihan ketrampilan
sosial maksudnya adalah latihan yang bertujuan untuk mengajarkan
kemampuan berinteraksi seseorang dengan orang lain. Sehingga pada
3
proposal ini kelompok berkeinginan mengajukan TAK Stimulasi
Ketrampilan Sosial untuk penderita retardasi mental sebagai terapi
modalitas untuk meningkatkan kemampuan komunikasi verbal dan
kemampuan interaksi dengan orang lain pada penderita retardasi mental
dan konsumen jiwa sehat di Desa Bandung rejo Kecamatan Bantur.
1.2 Tujuan
Tujuan umum TAK Stimulasi Ketrampilan Sosial yaitu peserta dapat
meningkatkan kemampuan komunikasi verbal dan kemampuan
berinteraksi dengan orang lain dalam kelompok secara bertahap.
Sementara, tujuan khususnya adalah:
1. Peserta mampu mensensorikan stimulus yang dipaparkan
dengan tepat
2. Peserta mampu menyelesaikan masalah dari stimulus yang
dialami
1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Bagi Klien
Sebagai cara untuk meningkatkan kemampuan klien dengan
konsumen jiwa sehat dan retardasi mental untuk
berkomunikasi secara verbal dan dengan orang lain dalam
kelompok secara bertahap
1.3.2 Manfaat Bagi Terapis
Sebagai upaya untuk memberikan asuhan keperawatan jiwa
secara holistik
Sebagai terapi modalitas yang dapat dipilih untuk
mengoptimalkan Strategi Pelaksanaan dalam implementasi
rencana tindakan keperawatan klien
4
Sebagai masukan dalam implementasi asuhan keperawatan
yang holistik pada pasien dengan Retardasi Mental pada
khususnya, sehingga diharapkan keberhasilan terapi lebih
optimal.
5
BAB II
TINJAUAN TEORI
6
Kelompok terapeutik membantu mengatasi stress emosi, penyakit
fisik krisis, tumbuh kembang, atau penyesuaian sosial, misalnya,
kelompok wanita hamil yang akan menjadi ibu, individu yang
kehilangan, dan penyakit terminal. Banyak kelompok terapeutik yang
dikembangkan menjadi self-help-group. Tujuan dari kelompok ini
adalah sebagai berikut:
a. mencegah masalah kesehatan
b. mendidik dan mengembangkan potensi anggota kelompok
c. mengingatkan kualitas kelompok. Antara anggota kelompok
saling membantu dalam menyelesaikan masalah.
3. Terapi Aktivitas Kelompok
Wilson dan Kneisl (1992), menyatakan bahwa TAK adalah manual,
rekreasi, dan teknik kreatif untik menfasilitasi pengalaman seseorang
serta meningkatkan respon sosial dan harga diri. Aktivitas yang
digunakan sebagai terapi didalam kelompok yaitu membaca puisi,
seni, musik, menari, dan literatur. Terapi aktivitas kelompok dibagi
menjadi empat, yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi
kognitif/Sensori, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi
aktivitas kelompok stimulasi realita, dan terapi aktivitas kelompok
Stimulasi Sensori.
Terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/Sensori melatih
mensensorikan stimulus yang disediakan atau stimulus yang pernah
dialami, diharapkan respon klien terhadap berbagai stimulus dalam
kehidupan menjadi adaptif. Terapi aktivitas kelompok stimulasi
sensori digunakan sebagai stimulus pada sensori klien. Terapi
aktivitas kelompok orientasi realita melatih klien mengorientasikan
pada kenyataan yang ada disekitar klien. Terapi aktivitas kelompok
Stimulasi Sensori untuk membantu klien melakukan Stimulasi Sensori
dengan individu yang ada disekitar klien.
7
Social skills training (SST) adalah salah satu intervensi dengan
teknik perilaku didasarkan pada prinsip-prinsip bermain peran, praktek
dan umpan balik guna meningkatkan kemampuan klien dalam
menyelesaikan masalah pada klien depresi, skizofrenia, klien dengan
gangguan perilaku kesulitan berinteraksi, mengalami social phobia dan
klien yang mengalami kecemasan (Stuart, 2009).
Social skills training bertujuan meningkatkan keterampilan
interpersonal pada klien dengan gangguan hubungan interpersonal
dengan melatih keterampilan klien yang selalu digunakan dalam
hubungan dengan orang lain. Hal ini dikemukakan Landeen (2001) dalam
Kniesl (2004), tujuan Social skills training adalah meningkatkan
kemampuan social, menurut Elikens (2000) Social skills training bertujuan
untuk:
1. Meningkatkan kemampuan seseorang utuk mengekspresikan apa
yang dibutuhkan dan diinginkan
2. Mampu menolak dan menyampaikan adanya suatu masalah
3. Mampu memberikan respon saat berinteraksi social
4. Mampu memulai interaksi
5. Mampu mempertahankan interaksi yang telah terbina.
Beberapa teknik yang digunakan dalam pelatihan ketrampilan
sosial adalah:
1. Modelling, yang dilakukan dengan cara memperlihatkan contoh
tentang ketrampilan berperilaku yang spesifik yang diharapkan
dapat dipelajari oleh pelatih. Model ini dapat langsung disajikan
oleh terapis, pemeran atau aktor/aktris, model melalui video,
ataupun gabungan dari model yang sesungguhnya dan model
video. Untuk memenuhi tujuan ini disusun langkah-langkah yang
akan diperagakan oleh model, baik langsung maupun melalui kaset
video. Ketrampilan yang diajarkan dapat berupa ketrampilan
tunggal maupun ketrampilan kombinasi. Ketrampilan tunggal hanya
memuat satu jenis ketrampilan dasar saja, misalnya ketrampilan
memulai pembicaraan, melakukan pembicaraan, mengakhiri
pembicaraan dan seterusnya. Ketrampilan kombinasi memuat
pelatihan mengenai aplikasi ketrampilan dasar untuk menghadapi
masalah-masalah dalam kehidupan nyata.
8
2. Bermain Peran, dilakukan dengan cara mendengarkan petunjuk
yang disajikan model atau melalui video. Setelah itu biasanya
dilanjutkan dengan diskusi mengenai aktivitas yang dimodelkan.
Latihan verbalisasi sangat diperlukan di sini melalui diskusi
mengenai kejadian-kejadian yang sering membuat peserta berada
dalam kesulitan. Bagi pelatih, latihan ini dapat dilakukan dengan
cara menyajikan situasi/model dan menanyakan pada klien
mengenai apa yang akan dilakukannya apabila berada dalam
situasi seperti itu. Setelah diskusi selesai, latihan bermain peran
dapat dilakukan.
3. Umpan Balik terhadap Kinerja yang Tepat, yang dilakukan
dengan cara memberi pengukuh terhadap peserta yang
menunjukkan kinerja yang tepat, apabila peserta berhasil
melakukan peran yang dilatihkan secara in-vivo, maupun apabila
peserta mengemukakan target perilaku yang ingin dilakukan.
Pelaksanaan pelatihan ketrampilan sosial dapat secara individual
maupun kelompok.
BAB III
PELAKSANAAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK STIMULASI
KETRAMPILAN SOSIAL
9
dalam berinteraksi dengan orang lain diawali dengan melihat,
mengobservasi, menirukan tingkah laku dan mempraktekkan dalam
kehidupan sehari-hari. Terapi ini dapat diberikan pada klien: skizofrenia,
klien depresi, ansietas dan fobia social yang mengalami masalah isolasi
sosial, harga diri rendah, perilaku kekerasan dan cemas.
10
3.3. PERATURAN KEGIATAN
1. Klien diharapkan mengikuti seluruh acara dari awal hinggga akhir
2. Klien tidak boleh berbicara bila belum diberi kesempatan; perserta
tidak boleh memotong pembicaraan orang lain
3. Klien dilarang meninggalkan ruangan bila acara belum selesai
dilaksanakan
4. Klien yang tidak mematuhi peraturan akan diberi sanksi :
- Peringatan lisan
- Dihukum : Menyanyi atau menari
- Diharapkan berdiri di belakang pemimpin selama lima menit
- Dikeluarkan dari ruangan/kelompok
A. Tujuan
Klien mampu mempraktekkan cara mencuci tangan
Klien mampu mencuci tangan secara mandiri
B. Sasaran
1. Kooperatif
2. Tidak terpasang restrain
C. Nama Klien
1. Ahmad
2. Habib
3. Dila ayu
4. Nurul
D. Setting
11
Terapis dan klien duduk bersama dalam satu lingkaran
Ruangan nyaman dan tenang
E. MAP
L K
F
K
K
Keterangan : F
L : Leader K
F : Fasilitator
K : Klien
F. Alat
Sabun
Tissue/Lap
G. Metode
Dinamika kelompok
Diskusi dan tanya jawab
H. Langkah-Langkah Kegiatan
1. Persiapan
a. Membuat kontrak dengan klien tentang TAK
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
Salam dari terapis kepada klien.
b. Evaluasi/validasi
1) Menanyakan perasaan klien saat ini.
2) Menanyakan masalah yang dirasakan.
3) Menanyakan penerapan TAK yang lalu.
c. Kontrak
1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mencuci tangan
2) Menjelaskan aturan main berikut:
- Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus
meminta izin kepada terapis.
- Lama kegiatan 30 ment.
- Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
3. Tahap Kerja
12
a. Leader menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan yaitu
mencuci tangan
b. Leader membagikan sabun dan tissue/lap untuk setiap peserta
c. Leader meminta klien untuk membasahi tangan dan
mengeluarkan sabun
d. Leader memeragakan cara mencuci yang benar
e. Klien menirukan dan memeragakan secara mandiri
f. Sementara klien mencuci tangan, fasilitator berkeliling untuk
memberi penguatan agar terus mencuci tangan
g. Berikan pujian/penghargaan atas kemampuan klien
4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
1. Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
2. Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
b. Tindak lanjut
1. Menganjurkan klien untuk melatih kemampuan mencuci
tangan
2. Membuat jadwal mencuci tangan
c. Kontrak yang akan datang
1. Menyepakati kegiatan TAK yang akan datang.
2. Menyepakati waktu dan tempat.
Sesi 1: TAK
Stimulasi Motorik (1)
Kemampuan: Mencuci Tangan
Nama Klien
No Aspek yang Dinilai
1. Mengikuti kegiatan dari awal sampai
13
akhir
2. Mempraktekkan cara mencuci tangan
dengan benar
Petunjuk:
1. Di bawah judul nama klien, tulis nama panggilan klien yang ikut
TAK.
2. Untuk tiap klien, semua aspek dinilai dengan memberi tanda (+)
jika ditemukan pada klien atau (-) jika tidak ditemukan.
Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dinilai klien saat TAK pada catatan
proses keperawatan tiap klien. Contoh catatan: klien mengikuti TAK
stimulasi ketrampilan sosial dan mengikuti kegiatan sampai selesai,
anjurkan klien membuat jadwal.
B. Sasaran
1. Kooperatif
2. Tidak terpasang restrain
C. Nama Klien
1. Ahmad
2. Habib
3. Dila ayu
4. Nurul
D. Setting
14
Terapis dan klien duduk bersama dalam satu lingkaran
Ruangan nyaman dan tenang
E. MAP
L K
F
K
K
Keterangan :
L : Leader F
F : Fasilitator K
K : Klien
F. Alat
Pasta gigi
Sikat gigi
Gelas kecil
G. Metode
Dinamika kelompok
Diskusi dan tanya jawab
H. Langkah-Langkah Kegiatan
1. Persiapan
a. Membuat kontrak dengan klien tentang TAK
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
Salam dari terapis kepada klien.
b. Evaluasi/validasi
1) Menanyakan perasaan klien saat ini.
2) Menanyakan masalah yang dirasakan.
3) Menanyakan penerapan TAK yang lalu.
c. Kontrak
1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu menggosok gigi
2) Menjelaskan aturan main berikut:
- Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus
meminta izin kepada terapis.
- Lama kegiatan 30 ment.
- Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
3. Tahap Kerja
15
a. Leader menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan yaitu
menggosok gigi
b. Leader membagikan pasta gigi, sikat gigi, dan gelas untuk
setiap peserta
c. Leader meminta klien untuk mengeluarkan sedikit pasta gigi ke
sikat gigi
d. Leader memeragakan cara menyikat gigi yang benar
e. Klien menirukan dan memeragakan secara mandiri
f. Sementara klien menggosok gigi, fasilitator berkeliling untuk
memberi penguatan agar terus menggosok gigi
g. Berikan pujian/penghargaan atas kemampuan klien
4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
1. Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
2. Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
b. Tindak lanjut
1. Menganjurkan klien untuk melatih kemampuan menggosok
gigi
2. Membuat jadwal menggosok gigi
c. Kontrak yang akan datang
1. Menyepakati kegiatan TAK yang akan datang.
2. Menyepakati waktu dan tempat.
Sesi 2: TAK
Stimulasi Motorik (2)
16
Kemampuan: Menggosok gigi
Nama Klien
No Aspek yang Dinilai
1. Mengikuti kegiatan dari awal sampai
akhir
2. Mempraktekkan cara menggosok gigi
dengan benar
Petunjuk:
1. Di bawah judul nama klien, tulis nama panggilan klien yang ikut
TAK.
2. Untuk tiap klien, semua aspek dinilai dengan memberi tanda (+)
jika ditemukan pada klien atau (-) jika tidak ditemukan.
Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dinilai klien saat TAK pada catatan
proses keperawatan tiap klien. Contoh catatan: klien mengikuti TAK
stimulasi ketrampilan sosial dan mengikuti kegiatan sampai selesai,
anjurkan klien membuat jadwal.
17
DAFTAR RUJUKAN
Hamid, A.Y.S. 1999. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa Pada
Anak dan Remaja, Widya Medika, Jakarta.
Hendriani, Wiwin, Hadariyati, Ratih dan Sakti, Tirta Malia. Penerimaan Keluarga
terhadap Individu yang Mengalami Keterbelakangan Mental. Insan Vol.8
No.2, 2006.
Hurlock, E. 1998. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan SEpanjang
Rentang Kehidupan, Edisi 5, Erlangga, Jakarta.
Hyun Sung Lim and Jae Won Lee. Parenting Stress and Depression among
Mothers of Children with Mental Retardation in South Korea: An
Examination of Moderating and Mediating Effects of Social Support.
Pacific Science Review, 2007; 9 (2): 150-159.
Mulya, Lara Asih. 2011. Tunagrahita/Retardasi Mental: Klasifikasi Anak
Tunagrahita, (Online), (http://tunagrahita.com/2011/04/klasifikasi-anak-
tunagrahita/, diakses 10 Agustus 2011).
Mulya , Lara Asih. 2011. Tunagrahita/Retardasi Mental: Peran Terapi Permainan
Untuk Anak Tunagrahita, (Online), (http://tunagrahita.com/2011/04/terapi-
permainan-untuk-tunagrahita/, diakses 10 Agustus 2011).
Peshawaria et al. 2009. Asia Pasific Disability Rehabilitation Journal, 2009: A
Study of Facilitators and Inhibitors That Affect Coping in Parents of
Children With Mental Retardation in India, (Online),
(http://www.dinf.ne.jp/doc/english/asia/resource/apdrj/z13jo0100/z13jo01
08.html, diakses pada 20 Agustus 2011).
Rasmun. 2004. Stress, Koping, dan Adaptasi Teori dan Pohon Masalah
Keperawatan, Sagung Seto, Jakarta.
Stuart, Gail and Laraia, M. 2005. Principles and Practice of Psychiatric Nursing,
8th edition, Mosby, St. Louis.
Stuart & Sundeen. 1995. Principles an Practice of Psychiatric Nursing, fifth
edition, Mosby, St.Louis.
18