You are on page 1of 13
ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PERTAMBANGAN KAPUR DI SUKABUMI, CIREBON, TEGAL, JEPARA DAN TULUNG AGUNG Environmental Health Risk Assessment of Limestone Mining in Sukabumi, Cirebon, Tegal, Jepara, and Tulung Agung Abdur Rahman*, Atrisman Nukman**, Setyadi**, Carolina Rusdy Akib**, Sofwant®, Jorot** Abstract, To assess health risk from exposures to limestone mining air contamination, an environmental health risk assessment has been conducted in Sukabumi, Cirebon, Tegal, Jepara, and Tulung Agung. The ultimate goal of this assessment is to formulate risk management options so the mining can be operated safely. A total of 450 populations at risk residing in surrounding areas of the limestone mining were sub- jected to anthropometric surveys for body weight and particulate exposure times. TSP and PMjo as risk ‘agents as well as Ca TSP Ca, Mg TSP, air temperature, and wind speed were measured. Reference concen- trations (R/Cs) of TSP and PMye were employed as dose-response quantity to characterize health risk quo- tients (RQs). For risk agents with RQs>1, deleterious health effects of noncancer risks are considered to ‘exist over lifetime. To control the risks, management options were formulated by either reducing risk agent ‘concentrations and /or cutting short exposure time, Risk characterization shows that RQs of TSP are greater than those of PM. By individual particulate, the highest RQs are 11.9 for TSP and ~10 for PMyo, both in Tulung Agung, while the lowest are 0.5 for TSP and 0.3 PMjo in Tulung Agung and Tegal, respectively. ‘Cumulatively, the highest and the lowest RQs are 21.1 and 1.1, respectively, both found in Tulung Agung. Graphically, the ROs decline exponentially by distance and, at the existing particulates” concentration, the healthy area to reside is likely >5 km away from the mining site. As the residential population cannot be relocated to the safe areas and thei exposure times cannot be shortened, the health risks to those of 55 kg body weight can be managed by reducing TSP and PMye concentrations to as low 78 and 53 gM’, respectively. These values are 13% lower than those of National Ambient Air Standard. Keywords: Environmental health risk assessment, limestone, TSP, PMyo PENDAHULUAN kapur. Namun, dalam industri modern kapur digunakan sebagai bahan semen. Karena se- men tersedia cukup banyak, kini kapur dipa- kai dalam pertanian dan perkebunan untuk mengurangi keasaman tanah dengan terlebih dahulu dibakar menjadi kapur tohor (C20). Di Indonesia cadangan batu kapur sa- Penambangan kapur tradisional telah mencemari udara perdesaan dengan debs dan pembakarannya menjadi kapur tohor mengemisikan NO, SO, dan CO. Kebanyakan atu kapur atau limestone komersial adalah cadas ‘sedimentasi dengan CaCO; (calcite) sebagai _komponen utamanya (Taylor and Wilson; 2003). Batu kapur mengandung oksida, besi, alumina, magnesia, silika dan belerang dengan 22- 56% CaO dan sckitat 21% MgO. Dahulu batu kapur dipakai sebagai be- han pengeras tembok. Bangunan-bangunan berscjarah yang menjadi landmark di Ame- rika Utara, Eropa dan Mesir terbuat dari batu kapur. Kota Kingston di Kanada bahkan di- sebut sebagai Limestone City karena banyak gedung-gedungnya yang terbuat dari bate * Pusat Kajian Keschatan Lingkunan dan Indusiri FKM-UL ngat melimpal dan tersebar Iuas di beberapa lokasi. Di Kabupaten Tegal misalnya, terda- pat deposit batu kapur sebesar lebih kurang 43 juta ton cadangan tereka dan 24 juta ton cadangan terukur, tersebar di Desa Karang- dawa Kecamatan Margasari pada area seluas lebih kurang 16 Ha dengan ketebalan 10 — 30 meter. Jika laju penambangan tradisional pada saat ini dipertahankan sebesar 240 ton/ hari dengan frekuensi 300 hari/tahun, umur tambang kapur di Tegal diperkirakan men- capai hampir 340 tahun lamanya (Pemda Tegal, 2004). - ‘+ Direktorat Jeaderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkuagan, Departemen Kesehatan RI 665 Jornal Ekologi Kesehatan Vol. 7 No 1, April 2008 : 665 ~ 677 Seperti jenis debu lainnya, debu kapur dapat menjadi faktor risiko penyakit para obstruksi kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Penyakit Paru Obstruksi Kronik merupakan penyebab kematian ke 6 di dunia yang pada tahun 2002 bahkan telah menempati urutan ke 3. Hasil analisis surveilans penyakit tidak menular di $ rumah sakit propinsi Jawa Ba- rat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung dan Sumatera Selatan menunjukkan bahwa kasus PPOK mencapai 35%, lebih besar daripada asma (33%) dan kanker para (30%) (PPMPL, 2004), Ditemukan juga, PPOK lebih banyak terjadi di perkotaan (73%) daripada di perdesaan (27%). Sampai saat ini belum diketahui ada studi yang secara khusus mempelajari efek debu penambangan kapur terhadap PPOK atau gangguan saluran pemapasan lainnya. Studi-studi yang telah dilakukan umumnya ‘mengenai efck debu pencemaran bukan tam- bang kapur. Informasi mengenai efek non- kanker pernapasan pada populasi residensial yang disebabkan oleh debu dianggap tidak memadai (EPA, 2002). Namun, untuk peker- ia (occupational setting) beberapa studi te- lah membuktikan bahwa debu dan uap mem- punyai kontribusi besar terhadap keji PPOK (Balmes et al., 2003; Christiani, 2005; Hnizdo et al, 2002; Meldrum et al., 2005; Trupin et al., 2003). Studi terbaru ‘menunjukkan bahwa debu yang berasal dari knalpot mobil bermesin diesel meningkatken mortalitas karena PPOK para insinyur dan kontraktor yang telah bekerja 216 tahun dengan OR 1,61 (CI 1,12-2,3) (Hart et al, 2006) ‘Ada dua studi di Indonesia yang paling relevan dengan kajian debu kapur yaitu ana- lisisrisiko Kesehatan anak di sekitar industri semen di Citeureup, Bogor (Ariyani, 2002; PPM-PLP, 2002). Namun, ke dua studi ini tidak mengkhususkan pada daerah tambang, kapur, walaupun dalam industri semen, Kapur dipakai sebagai salah satu komponen utamanya. Kedua studi itu juga mengambil anak sia sckolah sebagai subyek, bukan orang dowasa, Studi-studi lain umumnya mengenai debu di perkotaan seperti yang dilakukan di 9 kota besar padat transportasi (Nukman et al, 2005) dan di Jabodetabek (Hendro et al, 2003). Sejauh ini dampak kesehatan penam- bangan dan pengolahan batu kapur sudah banyak dikaji secara epidemiologis yang hasilnya memang dapat _meningkatkan kejadian penyakit ispa. Kajian risiko yang bersifat prediktif belum pernah dilakukan. Guna memprediksi dampak _ kesehatan penambangan dan pengolahan batu kapur, telah dilakukan analisis risiko kesehatan lingkungan (ARKL) untuk proyeksi pajanan sepanjang hayat (lifetime) serta waktu-waktu penggalannya. Studi ini bertujuan untuk merumuskan pilihan-pilihanmanajemen agar risko Kesehatan dapat dikendalikan sehingga penambangan dapat ters, dilakukan dengan aman. BAHAN DAN CARA Model Studi Studi ARKL bukan kajian epidemiologi yang mencari hubungan asosiasi atau kausa~ litas tingkat pencemaran dengan gangguan kesehatan melainkan prakiraan kuantitatif risiko kesehatan pada populasi yang terpajan ‘oleh pencemar penambangan kapur. Tingkat risiko Kesehatan dinyatakan sebagai Risk Quotient (RQ), dinitung, untuk pajanan se- panjang hayat (lifetime) atau waktu-waktu penggalannya. Tingkat risiko (RO) se- Janjutnya digurakan untuk merumaskan manajemen risiko agar penambangan kapur tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi pekerja dan warga masyarakat di sekitarnya. Komunikasi risiko dirumuskan ager warga masyarakat menyadari potensi bahaya dan = mau berupaya—me- ngendalikannya, Prosedur Studi ARKL ini terdiri dari 4 langkah yaita identifikasi bahaya atau identifikasi ‘sumber, analisis dosis-respon atau karakteri- sasi bahaya, analisis pemajanan dan karakte- risasi risiko (ATSDR, 2005; ICS, 2004; Kolluru, 1996; Louvar and Louvar, 1998; 666 Risiko Kesehatan Lingkungan...(Rahman, ef al) NRC, 1983). Tingkat risiko untuk setiap risk agent dibitung dengan membagi intake (1) yang diterima individu terpajan_(subyek studi) dengan dosis rajukannya (R/C) (Per- samaan 1), sedangkan J’ dihitung meng- gunakan Persamaan (2). Dosis rujukan (R/C) adalah Konsentrasi rajukan yang merupakan nilai toksisitas kuantitatif nookarsinogenik sebagai estimasi dosis pajanan harian yang tidak menimbulkan efek merugikan kese- hatan dengan durasi_pajanan _sepanjang hayat (Iifetime) (IPCS, 2004), Risiko Kesehatan dinyatakan ada dan harus kendalikan bila RO RQ= qQ a RC _CxR tg Sex De We Kang i @ dengan J = asupan atau intake (me/kp/har C = konsentrasi risk agents (mg/m), R Jaju inhalasi (m'/jam), fe = waktu pajanan Gam/hari), % = frekuensi pajanan (hari/ta- hun), D, = durasi pajanan (tahun) untuk real- time atau 30 tahun untuk proyeksi pajanan default residensial, tyy, = periode waktu rata- rata (D,x365 hari/ tahun untuk zat nonkarsi~ nogen) Lokasi Studi ini dilakukan di 5 lokasi yaitu (1) Desa Padabeunghar Kecamatan Jampang Tengah Kabupaten Sukabumi, (2) Desa Ke- dung Bunder Kecamatan Gempol Kabupaten Cirebon, (3) Desa Srengseng Kecamatan Pa- gerbarang Kabupaten Tegal, (4) Desa Ceke- ring Kecamatan Cekering Kabupaten Jepara dan (5) Desa Sawo dan Desa Gamping Ke- camatan Gamping Kabupaten Tulung ‘Agung. Di masing-masing lokasi, debu dan parameter kualitas udara lain divkur padz 3 area berpenduduk yaitu (1) sekitar pusat tambang sampai + 100 m ke luar, (2) pada jarak sekitar 1 km dari pusat tambang dan (3) pada jarak sampai sekitar 5 km dari pusat tambang. Pembagian area jarak tersebut tidak mutlak mengikuti jarak melainkan disesuaikan dengan keberadaan penduduk. Risk Agent Debu TSP (total suspended particulate), PMyo, diukur 1x24 jam ketika hari-hari ti- dak turun hujan antara Oktober-November 2005. Debu disampling dengan High- Volume Air Sampler (HVAS 2000, Sibata) dengan flowrate 0,5-2 Limenit, memakai filter 25,4 x 20,3 cm dengan porositas 10 pt. Konsentrasi debu ditentukan secara gravi- ‘metri dari selisih: berat filter sebelum dan sesudah sampling. Sampling dan analsis debu di Sukabumi, Cirebon, Tegal dan Jepa- ra dilakukan oleh Balai Besar Teknik Kese- hhatan Lingkungan dan Pemberantasan Pe- nayakit Menular (B/BTKL-PPM) Jakarta se- dangkan di Tulung Agung dilakukan oleh B/BTKL-PM Surabaya. Semua sampling dan analisis menggunakan prosedur SNI. Subyek Studi Pada setiap area studi di masing-masing lokasi dipilih secara acak 30 orang pendu- duk residensial dewasa, laki-laki dan perem- puan, sehingga untuk lokssi terkumpul 450 orang responden. Dari setiap responden dikumpulkan data mengenai ukuran antropo- metri (berat badan, 1%), pola aktivitas (wak- tu pajanan, ée; frekuensi pajanan, fe; durasi pajanan, D,) dengan pengukuran’ langsung dan wawancara terstruktur. HASIL Konsentrasi Risk Agent dan Kualitas Vdara Hasil pengukuran konsentrasi debuTSP, PMjo, sub, kecepatan angin dan arah angin dominan di lima lokasi pertambangan kapur dicantumkan dalam Tabel 1. Dalam tabel tercantum juga hasil hitung %PMyo dalam TSP.

You might also like