You are on page 1of 18

Ketoasisdosis Diabetikum sebagai Komplikasi dari Diabetes Melitus pada Pasien yang

Tidak Berobat
Shienowa Andaya Sari
102012445/E6
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Terusan Arjuna No. 6, Jakarta Barat. Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
shienowaandayasari@gmail.com

Pendahuluan

Seperti yang kita ketahui, di zaman yang semakin modern dan pola hidup yang
semakin tidak sehat dapat menimbulkan penyakit. Salah satunya adala diabetes mellitus
(DM). Seseorang yang menderita DM harus segera diberikan terapi melalui obat-obatan
maupun gaya hidup agar gula darah tetap terkontrol. Bila pasien DM tidak dapat mengontrol
gula darah dalam tubuhnya maka akan timbul komplikasi yang berbahaya seperti
hipoglikemik dan ketoasidosis diabetikum. Ketoasidosis diabetikum (KAD) adalah keadaan
dekompensasi-kekacauan metabolic yang ditandai oleh trias hiperglikemik, asidosis dan
ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut dan relative.1

KAD merupakan komlikasi akut dari DM yang serius dan membutuhkan pengelolaan
darurat dan seirng menimbulkan mordibitas dan mortalitas, walaupun telah banyak kemajuan
yang diketahui baik tentang patogenesisnya maupun dalam hal diagnosis dan tatalaksananya.
Diagniosis dan tatlaksana yang tepat sangat diperlukan untuk mengurangi mordibitas dan
mortalitasnya. Tujuan dibuatnya tinjauan pustaka ini adalah agar mahasiswa mengerti dan
dapat menangani kasus penurunan kesadaran secara umum, serta megerti pathogenesis dari
KAD, dan mengerti diagnosis banding dari KAD dan prinsip penangannya.

Isi

Anamnesis

Anamnesis pada pasien harus selalu dilakukan untuk mengetahui keadaan pasien dan
apa saja yang terjadi pada pasien. Anamnesis dapat berupa autoanamnesis maupun
alloanamnesis tetapi kita harus melihat keadaan umum dan memaskitkan kesadaran pasien.
Kasus kali ini adalah seorang laki-laki berusia 20 tahun datang dibawa ke IGD RS oleh
keluarga karena tak sadarkan diri. Dilihat dari keadaan pasien yang tidak sadarkan diri maka

1
dokter tidak dapat menganamnesis pasien secara langsung sehingga harus melakukan
anamnesis secara alloanamnesis yaitu melakukan anamnesis pada keluarga atau kerabat yang
membawa pasien tersebut. Usahakan menanyakan hal-hal yang penting terlebih dahulu saat
melakukan anamnesis pada keluarga atau kerabat dan pastikan dokter memantau keadaan
pasien.

Pertanyaan mencakup identitas pasien, rincian peristiwa terjadi hilangnya kesadaran,


rincian setiap masalah medis atau psikologis terakhir, minta keluarga jelaskan setiap gejala
medis seperti nyeri kepala, demam, dan sebagainya. Tanyakan setiap riwayat penyakit dahulu
yang merupakan gejala, setiap episode hilangnya kesadaran sebelumnya, adakah obat-obatan
yang diminum baik yang tidak resmi maupun yang diresepkan, dan tanyakan adakah alergi
terhadap obat-obatan, makanan, minuman, benda-benda sekitar.2

Dari hasil alloanamnesis yang sudah dilakukan diketahui bahwa identitas pasien yaitu
seorang laki-laki berusia 20 tahun. Peristiwa terjadinya hilang kesadaran sejak dua hari yang
lalu pasien lemas, nyeri ulu hati hebat, dan muntah-muntah namun tidak mau berobat ke
dokter. Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, tetapi
pasien memiliki riwayat penyakit diabetes melitus sejak 3 tahun yang lalu namun tidak
berobat ke dokter.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik, yang dilakukan pada pasien kegawatdaruratan yang tidak sadarkan
diri adalah dengan melihat satus kesadaran dan keadaan umum pasien. Kemudian prioritas
utama pasien yang tidak sadar adalah airway (jalan napas), breathing (pernapasan) dan
circulation (sirkulasi), yang adekuat. Dilanjutkan dengan melihat disability
(ketidakmampuan) dapat dilihat Glasglow Coma Scales (GCS) serta exposure (paparan).2,3

Airway (jalan napas) dapat dilihat dapat berbicara atau tidak. Breathing (pernapasan)
akan timbul pernapasan kussmaul yang timbul karena kompensasi tubuh terhadap asidosis
metabolic yang bermanifestasi seperti “air hunger”. Dari pernapasan juga dapat tercium bau
aseton, tetapi hal ini tidak selalu terjadi. Kemudian circulation (sirkulasi) tanda klinis yang
dapat ditemukan dengan pemeriksaan tekanan darah menunjukan keadaan hipotensi, nadi
teraba cepat atau takikardi, suhu menunjukan hipotermia, pucat, capillary refill time >2
detik, penurunan turgor kulit, mata cekung, bibir, mulut dan lidah yang kering, aritmia
jantung disebabkan ketidakseimbangan elektrolit. Disability (ketidakmampuan) dilihat

2
menggunakan GCS dengan memperhatikan motorik, verbal, membuka mata (tabel 1). Pada
pasien KAD dapat terlihat penurunan kesadaran dan bingung. Exposure (paparan) melihat
ada atau tidak luka terbuka, sumber perdarahan, jaundice dan lain sebagainya.

Tabel 1. Glasglow Coma Scales4

Selain itu dapat dilakukan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi pada bagian-
bagian tubuh pasien bila sebelumnya ada keluhan tertentu seperti pada kasus ini nyeri
dibagian ulu hati 2 hari yang lalu. Hasil pemeriksaan fisik pada pasien tersebut adalah
tekanan darah 130/80 mmHg, pernapasan 24x/menit cepat dan dalam (napas kussmaul), nadi
100x/menit, pada palpasi ditemukan nyeri dibagian epigastrium.

Pemeriksaan Penunjang

Beberapa pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk konfirmasi diagnosis


ketoasidosis diabetikum sebagai berikut.1,5

Laboratorium

1. Pemeriksaan darah lengkap


Leukositosis sering dijumpai yang mencapai kadar >15.000-20.000 meskipun tidak
ada infeksi, sehingga membuat peningkatan neurtofil batang darah menjadi petunjuk

3
terbaik adanya infeksi. Nilai hematokrit dapat meningkat akibat hemokonsentrasi
karena dehidrasi berkepanjangan.
2. Glukosa serum
Kadar glukosa minimal pada KAD adalah 250 mg/dl. Untuk menegakan diagnosis
segera dapat dilakukan pemeriksaan dengan finger stick terlebih dahulu sebelum
dilakukan pemeriksaan di laboratorium.
3. Keton
Tiga benda keton utama adalah : betahidroksibutirat, asetoasetat, dan aseton. Kadar
keton total umumnya melebihi 3 mM/L dan dapat meningkat sampai 30 mM/L (nilai
normal adalah sampai 0,15 mM/L). Kadar aseton serum meningkat 3-4 kali dari kadar
asetoasetat, namun berbeda dengan keton lainnya aseton tidak berperan dalam
terjadinya asidosis. Betahidroksibutirat dan asetoasetat menumpuk dalam serum
dengan perbandingan 3:1 (KAD ringan) sampai 15:1 (KAD berat).
4. Elektrolit (Na+, K+)
Hiperglikemi akan menyebabkan efek osmotik sehingga cairan ekstravaskuler akan
berpindah ke intravaskuler. Setiap peningkatan kadar glukosa 100 mg/dl akan
menurunkan kadar natrium kira-kira 1,6 mEq/l.3,4 Kalium harus diperiksa secara
berkala, karena dengan pengobatan kadar kalium dapat dengan cepat menurun. EKG
juga perlu diperiksa untuk melihat adanya gangguan kontraksi jantung akibat
perubahan kadar kalium.
5. Bicarbonat (HCO3)
Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan pH yang rendah (6,8-
7,3). Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg) mencerminkan kompensasi
respiratorik (pernapasan kussmaul) terhadap asidosisi metabolik. Kadar bicarbonate
juga digunakan untuk menghitung anion gap.
6. Analisa gas darah dan pH
Menunjukan adanya asidosis yaitu pH yang rendah (<7,35). Pemeriksaan pH darah
vena digunakan menjadi pemeriksaan berkala untuk pemantauan. pH darah vena dan
arteri hanya berbeda 0,03, oleh sebab itu tidak perlu dilakukan pengambilan darah
vena terus menerus untuk melakukan pemantauan pH karena pengambilan darah arteri
membuat pasien tidak nyaman.

7. Anion gap
Terjadi peningkatan anion gap dimana [Na + K] - [Cl + HCO3] >13 mEq/L.

4
8. Osmolaritas
Untuk pasien koma kadar osmolaritas plasma mencapai >330 mOsm/l, bila pasien
koma namun kadar osmolaritas plasma tidak mencapai >330 mOsm/l, maka perlu
dicari penyebab lain dari koma.
9. Blood Ureum Nitrogen (BUN)
BUN adalah produk akhir dari metabolisme protein yang dibuat oleh hati. Pada orang
normal biasanya ureum akan diekskresikan melalui urin. Bila dilakukan pemeriksaan
BUN akan terjadi peningkatan. Kadar BUN biasanya meningkat sekitar 20-30 mg/dl.
Radiologis
1. CT scan kepala dilakukan bila terjadi koma atau keadaan yang menuju ke arah koma,
selain sebagai ukuran dalam menangani edema serebri.
2. Pemeriksaan radiografi thoraks dilakukan apabila terdapat indikasi klinis serta dapat
juga dilakukan untuk menyingkirkan adanya infeksi pada paru.
Pemeriksaan lain
EKG cukup berguna untuk menentukan status kalium. Perubahan karakter EKG akan
terjadi apabila status kalium terlalu ekstrem. harus diperiksa untuk mencari adanya tanda-
tanda faktor pencetus (mis. Infark miokardium). Carilah bukti EKG akan adanya hipokalemia
atau hiperkalemia (gelombang T tinggi pada hiperkalemia atau gelombang T yang datar atau
gelombang U pada hipokalemia).
Pada kasus dilakukan beberapa pemeriksaan laboratorium yang telah dijelaskan
diatas. Serta beberapa tambahan pemeriksaan laboratorium lain untuk memastikan ada atau
tidak kerusakan pada organ lain yang menyebabkan keadaan yang dialami pasien.
Pemeriksaan tersebut berupa SGOT/SGPT dan amylase. Hasil pemeriksaan penunjang yang
dilakukan didapatkan leukosit 15.000, gula darah sewaktu (GDS) 400 mg/dl, keton darah
positif, SGOT/SGPT 64/67 (normal SGOT/SGPT <37u/l/<41u/l), dan kadar amylase 100
(normal 17-115 u/l).

Diagnosis Kerja

Ketoasidosis Diabetikum

Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolik


yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis, dan ketosis, terutama disebabkan oleh
defisiensi insulin absolut atau relatif.6 Kriteria diagnosisnya adalah hiperglikemia, bila kadar
glukosa darah > 11 mmol/L (> 200 mg/dL). Asidosis, bila pH darah < 7,3. Kadar bikarbonat

5
< 15 mmol/L). Derajat berat-ringannya asidosis diklasifikasikan ringan bila pH darah 7,25-
7,3, bikarbonat 10-15 mmol/L. Sedang bila pH darah 7,1-7,24, bikarbonat 5-10 mmol. Berat
bila pH darah < 7,1, bikarbonat < 5 mmol/L.
Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis biasanya berlangsung cepat dalam waktu kurang dari 24 jam.
Poliuri, polidipsi dan penurunan berat badan yang nyata biasanya terjadi beberapa hari
menjelang KAD, dan sering disertai mual-muntah dan nyeri perut. Nyeri perut sering disalah-
artikan sebagai 'akut abdomen'.
Sering dijumpai berbagai derajat kesadaran mulai dari kompos mentis, delirium, atau
depresi bahkan koma (10% kasus), dehidrasi dan syok hipovolemia (kulit/mukosa kering dan
penurunan turgor, hipotensi dan takikardi), pernafasan cepat dan dalam (Kussmaul), bau
aseton dan hawa napas tidak terlalu tercium, didahului oleh poliuria, polidipsi. Riwayat
berhenti menyuntik insulin, serta terdapat demam, infeksi, muntah, dan nyeri perut.1,3,5
Diagnosis Banding

Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik

Koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik (HHNK) merupakan komplikasi akut/


emergensi Diabetes Melitus (DM). Sindrom HHNK ditandai oleh hiperglikemia,
hiperosmolar tanpa disertai adanya ketosis. Gejala klinis utama adalah dehidrasi berat,
hiperglikemia berat dan seringkali disertai gangguan neurologis dengan atau tanpa adanya
ketosis.

Perjalanan klinis HHNK biasanya berlangsung dalam jangka waktu tertentu (beberapa
hari sampai beberapa minggu), dengan gejala khas meningkatnya rasa haus disertai poliuri,
polidipsi dan penurunan berat badan. Koma hanya ditemukan kurang dari 10% kasus.
Ditinjau dari sudut patofisiologi, HHNK dan KAD merupakan suatu spektrum dekompensasi
metabolik pada pasien diabetes; yang berbeda adalah awitan (onset), derajat dehidrasi, dan
beratnya ketosis (Tabel 2).5,6,7

6
Tabel 2. Kriteria Diagnosis untuk KAD dan HHNK6,7

KAD
Variable HHNK
Ringan Sedang Berat
Glukosa plasma (mgdL) >250 >250 >250 >600
pH arteri 7,25-7,30 7,00-7,24 <7,00 >7,30
Bikarbonat serum (mEq/L) 15-18 10-15 <10 >15
Keton urine/ serum Positif Positif Positif Sedikit/negatif
Osmolaritas (mOsm/kg) Variasi Variasi Variasi >320
Anion gap >10 >12 >12 Variasi
Sadar,drowsy/
Kesadaran Sadar Stupor,koma Stupor, koma
Pusing
Catatan:
- Osmolalitas serum efektif (mOsm/kg) = 2X Na (mEq/l) + Glukosa (mg/dl)/18
- Anion gap = Na+ " (Cl-+HCO3- ) (mEq/l)

Tabel 3. Perbandingan Sifat penting dari KAD dan HHNK7

KAD HHNK
Glukosa plasma Tinggi Sangat tinggi
Ketone Ada Tidak ada
Asidosis Sedang/hebat Tidak ada
Dehidrasi Dominan dominan
Hiperventilasi Ada Tidak ada

Pankreatitis Akut

Pankreattitis akut terjadi karena peradangan pancreas yang menyebabkan aktivasi


enzim-enzim pancreas di dalam sel-sel pancreas, sehingga menyebabkan kerusakan jaringan.
Pankreatitis akut didiagnosis bila memenuhi tiga kriteria yaitu nyeri hebat diabdomen
(bisanya didaerah epigastrium) dengan onset akut, kadang menjalar kepunggung. Kemudian
terdapat kenaikan kadar enzim pancreas (amylase atau lipase) ≥ 3 kali lipat normal dan
terdapat gambaran karakteristik pankreatitis akut pada CT-scan dengan kontras, MRI atau
USG transabdominal. Etiologi tidak selalu mudah ditentukan, namun pada dasarnya akibat

7
infeksi, baik virus atau bakteri, batu empedu, alcohol, atau obat. Manifestasi klinis
berdasarkan klasifikasi Altlanta yang telah direvisi tahun 2012 (tabel 4). 8,9

Tabel 4. Klasifikasi Pankreatitis Akut berdasarkan Derajat Beratnya Pankreatitis

Pankreatitis akut ringan Pankreatitis akut sedang Pankreatitis akut berat

Tidak ada organ failure Terdapat transient organ Persistent organ failure
failure (lebih dari 48 jam)
Tidak ada komplikasi local Komplikasi lokal ataupun Single organ failure
ataupun sistemik sistemik tanpa adanya organ Multiple organ failure
failure yang persisten
Keterangan: Transient organ failure adalah kegagalan organ yang berlangsung kurang dari
48 jam (khususnya insufisiensi paru, gagalginjal, syok, dan perdarahan gastrointestinal).
Persistent organ failure adalah kegagalan organ yang berlangsung lebih dari 48 jam.
Komplikasi local adalah peripancreati fluid collections yang menyebabkan rasa nyeri
abdomen ang berkepanjangan, leukositosis, dan demam dan acute necrotic collections.
Komplikasi sistemik berkaitan dengan eksaserbasi dari komorbid akibat pankreatitis akut,
misalnya eksaserbasi penyakit jantung coroner atau penyakit paru kronik yang dipresipitasi
pankreatitis akut.

Krisis Tiroid

Krisis tiroid adalah tirotoksikosis yang amat membahayakan meskipun jarang terjadi.
Tidak ada satu inidikator biokimiawipun mampu meramalkan krisis tiroid. Pada keadaan ini
dijumpai dekompensasi satu atau lebih system organ. Hingga kini patogenesisnya belum jelas
diperkirakan T4 meningkat, naiknya T4 mendadak dan sebagainya. Hasil laboratorium
menunjukan TSH rendah, meningkatnya T4 total, T4 bebas, serta terdapat hiperglikemia.
Faktor resiko krisis tiroid yaitu surgical crisis (persiapan operasi yang kurang baik, belum
eutiroid), medical crisis (stress apapun psikologik, infeksi dan sebagainya).10

Manifestasi klinis dari krisis tiroid adalah demam > 39o, berkeringat sehingga air dan
elektrolit keluar berlebihan yang menyebabkan dehidrasi. Dekompensasi jantung
bermanifestasi takikardi, hipertensi dapat diikuti gagal jantung kongestif yang berhubungan
dengan hipotensi dan shock. Gejala neurologic yang timbul yaitu delirium atau psikosis.
Disfungsi hati akan muncul akibat adanya gagal jantung atau efek langsung dari ekskresi
hormone tiroid yang berlebihan dapat dilihat dengan pemeriksaan fungsi hati. Dapat terlihat
8
jaundice dan nyeri abdomen sering bersamaan dengan mual dan muntah serta diare. Pada
pasien lanjut usia penyakit ini sering muncul secara atipikal dengan apatis, stupor, gagal
jantung, koma dan tanda-tanda tirotoksikosis yang minimal.10

Etiologi

Ada sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk pertama kali.
Pada pasien yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat dikenali adanya faktor
pencetus.1,5 Mengatasi faktor pencetus ini penting dalam pengobatan dan pencegahan
ketoasidosis berulang. Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata,
yang dapat disebabkan oleh insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang
dikurangi, keadaan sakit atau infeksi, manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak
terdiagnosis dan tidak diobati.
Beberapa penyebab terjadinya KAD adalah infeksi seperti pneumonia, infeksi traktus
urinarius, dan sepsis. Diketahui bahwa jumlah sel darah putih mungkin meningkat tanpa
indikasi yang mendasari infeksi. Pengobatan onset baru diabetes atau dosis insulin tidak
adekuat. Kardiovaskuler seperti infark miokardium juga penyebab lain yaitu pengobatan
kortikosteroid and adrenergik.
Patofisiologi

KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan
peningkatan hormon kontra regulator (glukagon, ketokolamin, kortisol, dan hormone
pertumbuhan); keadaan tersebut menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan utilisasi
glukosa oleh sel tubuh menurun, dengan hasil akhir hiperglikemia. Keadaan hiperglikemia
sangat bervariasi dan tidak menentukan berat-ringannya KAD. Adapun gejala dan tanda
klinis KAD dapat dkelompokkan menjadi dua bagian yaitu akibat hiperglikemia dan akibat
ketosis (gambar 1).1

9
Glucagon ↑

Insulin ↓

Jaringan Lemak Hati Hati Jaringan Tepi

Lipolisis ↑ Ketogenesis ↑ Glukoneogenesis ↑ Penggunaan


glukosa ↓

Asidosis (ketosis) Asidosis (ketosis)

Diuresis osmotik

Hipovolemia

Dehidrasi

Gambar 1. Patofisiologi KAD1

Walaupun sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa, sistem homeostasis tubuh
terus teraktivasi untuk memproduksi glukosa dalam jumlah banyak sehingga terjadi
hiperglikemia. Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan kadar hormon kontra regulator
terutama epinefrin, mengaktivasi hormon lipase sensitif pada jaringan lemak. Akibat lipolisis
meningkat, sehingga terjadi peningkatan produksi benda keton dan asam lemak bebas secara
berlebihan. Akumulasi produksi benda keton oleh sel hati dapat menyebabkan metabolik
asidosis. Benda keton utama adalah asam asetoasetat (AcAc) dan 3 beta hidroksi butirat
(3HB); dalam keadaan normal kadar 3HB meliputi 75-85% dan aseton darah merupakan
benda keton yang tidak begitu penting. Meskipun sudah tersedia bahan bakar tersebut sel-sel
tubuh masih tetap lapar dan terus memproduksi glukosa.
Hanya insulin yang dapat menginduksi transpor glukosa ke dalam sel, member signal
untuk proses perubahan glukosa menjadi glikogen , menghambat lipolisis pada sel lemak
(menekan pembentukan asam lemak bebas), menghambat glukoneogenesis pada sel hati serta
mendorong proses oksidasi melalui siklus Krebs dalam mitokondria sel. Melalui proses
oksidasi tersebut akan dihasilkan adenin trifosfat (ATP) yang merupakan sumber energi
utama sel.
Resistensi insulin juga berperan dalam memperberat keadaan defisiensi insulin relatif.
Meningkatnya hormon kontra regulator insulin, meningkatnya asam lemak bebas,

10
hiperglikemia, gangguan keseimbangan elektrolit dan asam-basa dapat mengganggu
sensitivitas insulin.

Peranan Insulin

Pada KAD terjadi defisiensi insulin absolut atau relatif terhadap hormon kontra
regulasi yang berlebihan (glukagon, epinefrin, kortisol, dan hormon pertumbuhan). Defisiensi
insulin dapat disebabkan oelh resistensi insulin atau suplai insulin endogen atau eksogen yang
berkurang. Defisiensi aktivitas insulin tersebut, menyebabkan 3 proses patofisiologi yang
nyata pada 3 organ, yaitu sel-sel lemak, hati dan otot. Perubahan yang terjadi terutama
melibatkan metabolisme lemak dan karbohidrat (gambar 1).1

Peranan Glukagon

Di antara hormon-hormon kontraregulator, glukagon yang paling berperan dalam


patogenesis KAD. Glukagon menghambat proses glikolisis dan menghambat pembentukan
malonyl CoA. Malonyl CoA adalah suatu penghambat caarnitine acyl transferases (CPT 1
dan 2) yang bekerja pada transfer asam lemakbebas ke dalam mitokondria. Dengan demikian
peningkatan glukagon akan meransang oksidasi beta asam lemak dan ketogenesis. Pada
pasien DM tipe 1, kadar glukagon darah tidak teregulasi dengaan baik. Bila kadar insulin
rendah, maka kadar glukagon darah sangat meningkat serta mengakibatkan reaksi kebalikan
respons insulin pada sel-sel lemak dan hati.1
Hormon kontraregulator insulin lain

Kadar epinefrin dan kortisol darah meningkat pada KAD. Hormon pertumbuhan (GH)
pada awal terapi KAD kadarnya kadang-kadang meningkat dan lebih meningkat lagi dengan
pemberian insulin. Keadaan stress sendiri meningkatkan hormon kontra regulasi yang pada
akhirnya aklan menstimulasi pembentukan benda-benda keton, glukoneogenesis serta
potensial sebagai pencetus KAD. Sekali proses KAD terjadi maka akan terjadi stress yang
berkepanjangan.1

Epidemiologi

Data komunitas di Amerika Serikat, Rochester, menunjukkan bahwa insiden


ketoasidosis diabetik sebesar 8 per 1000 pasien DM per tahun untuk semua kelompok umur,
sedangkan untuk kelompok umur kurang dari 30 tahun sebesar 13,4 per 1000 pasien DM per

11
tahun. Sumber lain menyebutkan insiden ketoasidosis diabetik sebesar 4,6-8/1000 pasien DM
per tahun. Ketoasidosis diabetik dilaporkan bertanggung jawab untuk lebih dari 100.000
pasien yang dirawat per tahun di Amerika Serikat.1,5
Walaupun data komunitas di Indonesia belum ada, agaknya insiden ketoasidosis
diabetik di Indonesia tidak sebanyak di negara barat, mengingat prevalensi DM tipe 1 yang
rendah. Laporan insiden ketoasidosis diabetik di Indonesia umumnya berasal dari data rumah
sakit dan terutama pada pasien DM tipe 2. Angka kematian pasien dengan ketoasidosis
diabetik di negara maju kurang dari 5% pada banyak senter, beberapa sumber lain
menyebutkan 5-10%, 2-10%, atau 9-10%.1

Penatalaksanaan1,5,6

Pengetahuan yang memadai dan perawatan yang baik dari dokter dan paramedis
merupakan aspek terpenting dari keberhasilan penatalaksanaan penderita dengan KAD.
Prinsip pengobatan KAD adalah:
1. Memperbaiki perfusi jaringan (resusitasi dan rehidrasi)
2. Menekan lipolisis pada sel lemak dan gluoneogenesis pada sel hati dengan pemberian
insulin
3. Koreksi gangguan elektrolit.
4. Mengatasi stress sebagai pencetus KAD.
5. Mengembalikan keadaan fisiologis normal dan menyadari pentingnya pemantauan
serta penyesuaian pengobatan.
Dokter harus mempunyai kemauan kuat untuk melakukan evaluasi ketat terutama di
awal pengobatan KAD sampai keadaan stabil.
Airway dan Breathing
Pertama-tama pastikan kita merawat pasien dalam posisi pemulihan.
Memepertahankan jalan napas merupakan prioritas utama pada pasien yang tidak sadarkan
diri. Jika pasien dengan kesadaran / koma (GCS <8) mempertimbangkan intubasi dan
ventilasi.2,11 Oksigenasi / ventilasi bila PO2 <80mgHg. Pada pasien tersebut sementara
saluran napas dapat dipertahankan oleh penyisipan oropharyngeal airway. Pasang oksigen
melalui masker Hudson atau non-rebreather masker jika ditunjukkan. Masukkan tabung
nasogastrik dan biarkan drainase jika pasien muntah atau jika pasien telah muntah berulang.
Dapat dilakukan juga intubasi endotrakeal. Airway, pernafasan dan tingkat kesadaran harus
dimonitor di semua treatment KAD.

12
Circulation
KAD dengan dehidrasi berat bisa berlanjut pada shock hipovolemik. Oleh sebab itu,
cairan pengganti harus dimulai segera. Cairan resusitasi bertujuan untuk mengurangi
hiperglikemia, hyperosmolality, dan counterregulatory hormone, terutama dalam beberapa
jam pertama, sehingga mengurangi resistensi terhadap insulin. Defisit cairan tubuh 10% dari
berat badan total maka lebih dari 6 liter cairan mungkin harus diganti.
Cairan
Dehidrasi dan hiperosmolaritas diatasi secepatnya dengan cairan garam fisiologis.
Pilihan berkisar antara NaCl 0,9% atau NaCl 0,45% tergantung dari ada tidaknya hipotensi
dan tinggi rendahnya kadar natrium. Pada kasus ketoasidosis sedang sampai berat,
penggantian cairan permulaan harus berupa 20 mg/kg saline normal untuk satu jam pertama.
Penggantian ini kemudian diikuti dengan pemberian saline setengah normal selama beberapa
jam berikutnya dengan kecepatan yang disesuaikan dengan dehidrasinya. Pada umumnya
diperlukan 1-2 liter dalam jam pertama. Bila kadar glukosa < 200mg/dl maka perlu diberikan
larutan mengandung glukosa (dekstrosa 5% atau 10%). Pedoman untuk menilai hidrasi
adalah turgor jaringan, tekanan darah, keluaran urin, dan pemantauan keseimbangan
cairan.1,11

Insulin
Jika tidak terdapat hipokalemia (K < 3,3mEq/l), dapat diberikan Bolus insulin regular
intravena 0,15 unit/kgBB diikuti dengan infus kontinu insulin regular 0,1 unit/kgBB/jam (5-7
unit/jam pada dewasa) harus diberikan. Jika kadar kalium < 3,3 mEq/l, maka harus dikoreksi
dahulu untuk mencegah perburukan hipokalemia yang akan dapat mengakibatkan aritmia
jantung. Insulin dosis rendah ini biasanya dapat menurunkan kadar glukosa plasma dengan
laju 50-75 mg/dL/jam sama dengan regimen insulin dosis lebih tinggi. Bila glukosa plasma
tidak turun 50 mg/dL dari kadar awal dalam 1 jam pertama, periksa status hidrasi; apabila
memungkinkan infus insulin dapat di naikan dua kali lipat setiap jam sampai penurunan
glukosa stabil antara 50-75 mg/dL.7
Pada saat kadar glukosa plasma mencapai 250 mg/dL maka dimungkinkan untuk
menurunkan laju infus insulin menjadi 0,05-0,1 unit/kgBB/jam (3-6 unit/jam) dan jika kadar
glukosa serum turun dibawah 300mg/dl, harus ditambahkan dektrosa (5-10%) ke dalam
cairan infus. Selanjutnya, laju pemberian insulin dikurangi secara perlahan untuk mencegah
timbulnya hypoglikemia iatrogenic. Tujuannya adalah menurunkan glukosa serum 75 – 100
mg/dl/jam karena penurunan lebih cepat dapat menimbulkan edema otak.10 Pada waktu

13
pasien dapat makan lagi, diberikan sejumlah kalori sesuai kebutuhan dalam beberapa porsi.
Insulin regular diberikan subkutan 3 kali sehari secara bertahap sesuai kadar glukosa darah
Kalium
Pada awal KAD biasanya kadar ion K+ serum meningkat. Pemberian cairan dan
insulin segera mengatasi keadaan hiperkalemia. Perlu diperhatikan terjadinya hipokalemia
yang fatal selama pengobatan. Untuk mengantisipasi masuknya ion K+ ke dalam sel serta
mempertahankan konsentrasi K+ serum dalam batas normal, perlu pemberian kalium. Tanpa
kelainan ginjal serta tidak ditemukan gelombang T yang lancip pada gambaran EKG,
pemberian kalium segara dimulai setelah jumlah urin cukup adekuat. Karena kalium serum
menurun segera setelah insulin mulai bekerja, pemberian kalium harus dimulai bila diketahui
kalium serum dibawah 6 mEq/l. Ini tidak boleh terlambat lebih dari 1-2 jam. Sebagai tahap
awal diberikan kalium 50 mEq/l dalam 6 jam (dalam infus). Selanjutnya setelah 6 jam kalium
diberikan sesuai.1,6
Ketentuan berikut :
 Kalium < 3 mEq/l, koreksi dengan 75 mEq/6 jam
 Kalium 3-4,5 mEq/l, koreksi dengan 50 mEq/6 jam
 Kalium 4,5-6 mEq/l, koreksi dengan 25 mEq/6 jam
 Kalium > 6 mEq/l, koreksi dihentikan
Glukosa
Setelah rehidrasi awal dalam 2 jam pertama, biasanya kadar glukosa darah akan turun.
Selanjutnya dengan pemberian insulin diharapkan terjadi penurunan kadar glukosa sekitar 60
mg% per jam. Bila kadar glukosa mencapai 200mg% maka dapat dimulai infuse yang
mengandung glukosa. Perlu diingat bahwa tujuan terapi KAD bukan untuk menormalkan
kadar glukosa tetapi untuk menekan ketogenesis.1,6
Bikarbonat
Bikarbonat baru diperlukan bila pH < 7,0 atau bikarbonat serum <9mEq/l dan
besarnya disesuaikan dengan pH.6 Walaupun demikian komplikasi asidosis laktat dan
hiperkalemia yang mengancam tetap merupakan indikasi pemberian bikarbonat. Bila pH
meningkat maka kalium akan turun, oleh karena itu pemberian bikarbonat disertai dengan
pemberian kalium, dengan ketentuan sebagai berikut.

14
Tabel 5. Indikasi Pemberian Bikarbonat

pH Bikarbonat Kalium
<7 100 mEq 26 mEq
7-7,1 50 mEq 13 mEq
>7,1 0 0

Penatalaksaan Umum
Pengobatan umum meliputi antibiotic yang adekuat, Antibiotika diberikan sesuai
dengan indikasi, terutama terhadap faktor pencetus terjadinya KAD. Jika faktor pencetus
infeksi belum dapat ditemukan, maka antibiotika yang dipilih adalah antibiotika spektrum
luas. Heparin bila ada DIC atau bila hiperosmolar berat (>380mOsm/l).1,6

Pemantauan

Pemantauan merupakan bagian yang terpenting dalam pengobatan KAD mengingat


penyesuaian terapi perlu dilakukan selama terapi berlangsung. Untuk itu perlu pemeriksaan :
 Kadar glukosa darah per jam dengan alat glukometer
 Elektrolit tiap 6 jam selama 24 jam selanjutnya tergantung keadaan
 Analisis gas darah, bila pH , <7 waktu masuk, periksa tiap 6 jam sampai pH >7,1
selanjutnya setiap hari sampai stabil
 Tekanan darah, nadi, napas, dan temperatur setiap jam
 Keadaan hidrasi, keseimbangan cairan
 Waspada terhadap kemungkinan DIC.
Agar hasil pemantauan efektif dapat digunakan lembar evaluasi penatalaksanaan
ketoasidosis yang baku.1,6

Komplikasi

Komplikasi KAD dapat berupa edema paru, hipertrigliseridemia, infark miokard akut
dan komplikasi iatrogenik. Komplikasi iatrogenik tersebut ialah hipoglikemia, hiperkloremia,
hipokalemia, edema otak, dan hipokalsemia.1,6
Cerebral edema merupakan komplikasi serius, yang dapat muncul selama pengobatan
diabetic ketoacidosis (KAD). MRI biasanya digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis..
Meskipun manitol dan deksametason sering digunakan dalam situasi ini, namun tidak ada
pengobatan khusus yang terbukti bermanfaat dalam kasus tersebut.

15
Dysrhythmia jantung dapat terjadi karena hipokalemia yang berat dan/atau asidosis
baik awalnya atau sebagai akibat dari terapi. Biasanya, koreksi penyebabnya adalah cukup
untuk mengobati dysrhythmia jantung, tetapi jika masih berlangsung, maka perlu konsultasi
dengan ahli jantung. Melakukan pemantauan jantung pada pasien dengan KAD selama
koreksi elektrolit selalu disarankan.
Edema paru dapat terjadi karena alasan yang sama seperti edema serebral. Meskipun
jarang, namun perlu berhati-hati. Edema paru terjadi karena koreksi yang berlebihan untuk
terapi kehilangan cairan. Diuretik dan terapi oksigen digunakan untuk pengelolaan edema
paru.

Pencegahan

Faktor pencetus utama KAD ialah pemberian dosis insulin yang kurang memadai dan
kejadian infeksi. Pada beberapa kasus, kejadian tersebut dapat dicegah dengan akses pada
system pelayanan kesehatan lebih baik (termasuk edukasi DM) dan komunikasi efektif
terutama pada saat penyandang DM mengalami sakit akut (missal batuk pilek, demam, diare,
luka). Pasien DM harus didorong untuk perawatan mandiri terutama saat mengalami masa
sakit, dengan melakukan pemantauan konsentrasi glukosa darah dan keton urin sendiri. Di
sinilah pentingnya educator diabetes yang dapat membantu pasien dan keluarga, terutama
dalam keadaan sulit.

Khusus mengenai pencegahan KAD dan hipoglikemia, program edukasi perlu


menekankan pada cara-cara mengatasi saat sakit akut, meliputi mengenai informasi
pemberian insulin kerja cepat, target konsentrasi glukosa darah saat sakit, atasi demam dan
infeksi, memulai pemberian makanan cair mengandung karbohidrat dan garam yang mudah
dicerna. Yang paling penting ialah agar tidak menghentikan pemberian insulin atau obat
hipoglikemia oral dan sebaiknya segera mencari pertolongan atau nasihat tenaga kesehatan
yang profesional.1

Prognosis

Prognosa pasien akan buruk jika pasien berusia lanjut, koma, dan hipotensi, udem
cerebral, hypokalemia, ARDS, dan keadaan komorbid yang diderita pasien seperti
pneumonia, akut infark miokard, dan sepsis.1

16
Kesimpulan

Kasus yang didapat kali ini adalah seorang laki-laki berusia 20 tahundatang dibawa ke
IGD RS oleh keluarganya karena tidak sadarkan diri. Menurut mereka sejak 2 hari yang lalu
pasien lemas, nyeri ulu hati hebat dan muntah-muntah, namun tidak mau berobat ke dokter.
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, tetapi pasien
memiliki riwayat penyakit diabetes melitus sejak 3 tahun yang lalu namun tidak berobat ke
dokter. Hasil pemeriksaan fisik denganmemperhatikan dari segi airway, breathing,
circulation, disability, dan exposure pada pasien tersebut adalah pernapasan 24x/menit cepat
dan dalam (napas kussmaul), nadi 100x/menit , tekanan darah 130/80 mmHg, pada palpasi
ditemukan nyeri dibagian epigastrium. Hasil pemeriksaan penunjang yang dilakukan
didapatkan gula darah sewaktu leukosit 15.000, (GDS) 130 mg/dl, keton darah positif,
SGOT/SGPT 64/67, dan kadar amylase 100.
Dari data tersebut dapat kita pastikan bahwa pasien tersebut menderita KAD. Baik
dari manifestasi klinis klinis dan pemeriksaan penunjang yangtelah dilakukan. Tersingkirnya
diagnosis banding dapat diperkuat dengan adanya pemeriksaan penunjang. Seperti HHNK
walaupun gejala sama tetapi pada keadaan ini tidak terdapat peningkatan jumlah keton dalam
darah. Kemudian pankreatitis akut juga tersingkir akibat hasil pemeriksaan enzim amylase
yang masih terbilang normal. Krisis tiroid juga tersingkirkan karena seperti yang kita ketahui
pasien tidak memiliki riwayat hipertiroidisme dan tirotoksis.
Dibutuhkan penatalaksaan emergensi dari pasien KAD yang tidak sadarkan diri
seperti Memperbaiki perfusi jaringan (resusitasi dan rehidrasi), menekan lipolisis pada sel
lemak dan gluoneogenesis pada sel hati dengan pemberian insulin, koreksi gangguan
elektrolit, mengatasi stress sebagai pencetus KAD, mengembalikan keadaan fisiologis normal
dan menyadari pentingnya pemantauan serta penyesuaian pengobatan. Program edukasi DM,
khususnya bagaimana penyandang DM menghadapi sakit akut, dapat mencegah KAD
ataupun KAD berulang.

17
Daftar Pustaka
1. Soewondo P. Buku ajar ilmu penyakit dalam: ketoasidosis metabolik. Edisi 5. Jakarta:
Interna Publishing; 2009.h. 1906-10.
2. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2007.h.72-
3.
3. Oxford Medical Education. Diunduh dari
http://www.oxfordmedicaleducation.com/endocrinology/dka. 15 November 2015.
4. Institute of Neurological Sciences NHS Greater Glasglow and Clyde. 2015. Diunduh
dari http://www.glasgowcomascale.org/downloads/GCS-Assessment-Aid-
Indonesian.pdf. 15 November 2015.
5. Sumantri S. Pendekatan diagnostik dan tatalaksana ketoasidosis diabetikum. Jakarta:
Internal medicine; 2009.
6. Priantoro D, Sulistianingsih DP. Kapita selekta kedokteran: ketoasidosis diabetikum.
Edisi 4. Jakarta: Media Aesculapicus; 2014.h.796-8.
7. Gotera W, Budiyas DW. Penatalaksanaan ketoasidosis diabetic. J Penyakit Dalam
2010; 11(2): 126-36.
8. Lilihata G, Syam AF. Kapita selekta kedokteran. Edisi 4. Jakarta: Media
Aesculapicus; 2014.h.604.
9. Nurman A. Buku ajar ilmu penyakit dalam: pankreatitis akut. Edisi 5. Jakarta: Interna
Publishing; 2009.h. 736.
10. Carroll R, Matfin G. Endocrine and metabolic emergencies: thyroid storm. Ther Adv
Endocrinol Metab 2010; 1(3): 139-45.
11. Bresler MJ, Sternbach GL. Manual kedokteran darurat. Edisi 6. Jakarta: EGC;
2012.h.364.

18

You might also like