Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
merupakan system penggunaan lahan secara konservatif dan produktif, tidak hanya
terhadap tanah tetapi juga sumberdaya lainnya termasuk air, hutan dan daerah
dapat dimanfaatkan selama mungkin untuk kepentingan manusia secara lestari dan
berkelanjutan.
petani, (2) komoditi yang diusahakan sesuai dengan kondisi bio-fisik lahan dan dapat
diterima oleh pasar, (3) tidak mengakibatkan degradasi lahan karena laju erosi kecil,
dan (4) teknologi tersebut dapat diterapkan oleh masyarakat (Sinukaban, 1994). Ada
meliputi teknis agronomis seperti TOT, minimum tillage, countur farming, mulsa,
1
Sistem pertanian-kehutanan (agroforestry) merupakan salah satu metode yang
seperti penterasan, system tumpang gilir, dan lain-lain, sistem agroforestry sangat
umum diterapkan pada areal yang berkemiringan curam pada hamper semua tempat
di belahan bumi. Agroforestry juga telah dipercaya sebagai suatu jurus budidaya
keras dengan system pertanian biasa. Selain berfungsi sebagai tambahan pendapatan
tunai, tajuk yang lebat, serta kekokohan system perakaran yang dibangun oleh
tanaman keras juga berfungsi sebagai pengendali erosi permukaan, dan bahkan
serba guna karena hampir semua bagian tumbuhannya mempunyai manfaat dan
bernilai ekonomi yang cukup tinggi. Secara agronomis tanaman ini mampu hidup
pada dataran rendah sampai pada dataran dengan ketinggian 1500 meter di atas
permukaan laut (mdpl), dan tumbuh secara optimal pada ketinggian 500-800 mdpl
dengan curah hujan merata minimum 1200 mm setahun. Tanaman ini adalah salah
penanggulangan degradasi lahan dan reboisasi, karena dapat tumbuh baik pada
berbagai ekosistem, toleran pada pola pertanaman campuran, tumbuh relatif cepat,
memiliki perakaran dan tajuk yang lebat, dan tidak memerlukan pemeliharaan yang
intensif, sehingga cocok untuk digunakan pada lahan marginal, dan hasilnya dapat
pendapatannya terbatas.
2
Pada umumnya aren masih tumbuh liar di beberapa daerah termasuk Sulawesi
Utara dan meskipun telah diusahakan petani namun belum optimal karena sebagian
besar masih secara sambilan dan masih tergantung pada komoditi dominan.
Kenyataannya tanaman aren ini masih tumbuh secara liar di lereng-lereng ataupun
berlangsung lama, karena Indonesia adalah salah satu daerah asal aren, namun
karena sebagian besar populasi aren belum dibudidayakan. Budidaya tanaman aren
Timur, Jawa Barat dan Banten (Akuba, 2004). Areal tanaman aren di daerah-daerah
kaling, dan cuka atau alkohol. Akibatnya peranan tanaman aren ini dalam
Tanaman aren mulai mendapatkan perhatian yang serius dari berbagai pihak
dalam lima tahun terakhir untuk dikembangkan menjadi komoditi agribisnis. Aren
ternyata dapat menghasilkan sekitar 60 jenis produk bernilai ekonomi dan beberapa
berpotensi ekspor. Salah satu produk andalan tanaman aren yaitu gula aren baik
dalam bentuk gula cetak (gula merah), gula semut ataupun gula kristal. Aren juga
hidup (Smits, 2004). Dengan semakin berperannya tanaman aren sebagai komoditi
yang mampu memberikan hasil yang baik dari segi ekonomi, membuat intensitas
3
pegunungan. Data tahun 2008 yang ada di Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kota
Tomohon menyebutkan areal yang ditanami aren di kota Tomohon ada sekitar
981,27 ha dan di Kabupaten Minahasa Selatan seluas 1.613,2 ha. Jadi secara sadar
ataupun tidak perilaku petani dengan kesadaran awal untuk mengarah kepada
hutan dan konservasi tanah. Penerapan teknik konservasi tanah yang baik dan pilihan
akan digunakan di daerah berbukit, curam dan terjal seperti di wilayah hutan dan
komprehensif mengenai potensi terkini serta tantangan dan kondisi yang diharapkan
di masa depan. Tantangan dan apa yang diharapkan dari aren masih perlu
gambaran kondisi yang diharapkan sebagai komoditi harapan petani yang dapat
B. Perumusan Masalah
Secara alami tanaman aren berperan dalam konservasi untuk pengawetan tanah
dan air namun pengembangan aren sebagai tanaman konservasi belum banyak
dilakukan. Hal ini ditunjukkan oleh adanya kenyataan di lapang bahwa aren banyak
dijumpai tumbuh di lokasi-lokasi yang berbukit-bukit dan rawan bencana alam, tanah
longsor dan banjir. Oleh karena itu, tanaman ini sangat cocok untuk digunakan
4
komponen tanaman budidaya lorong terutama pada lahan yang mempunyai derajat
berlereng sangatlah kompleks. Potensi erosi lahan berlereng sangat tinggi sehingga
jika diusahakan untuk pertanian, khususnya pertanian tanaman pangan, jika tidak
menjadi kritis dan produktivitasnya menurun. Pada akhirnya hal ini akan
dipengaruhi oleh keadaan sumberdaya alam dan faktor sosial ekonomi petani,
baik teknik sipil maupun vegetatif, dan pola tanam dalam pola usahatani terpadu.
Teknik konservasi secara vegetative yaitu dengan cara melakukan pola pertanaman
secara tumpangsari atau tumpang gilir. Dengan metode ini permukaan lahan dapat
terjadinya erosi.
ditentukan oleh pendapatan petani, baik dari usahataninya maupun dari luar
usahataninya dan jumlah tenaga kerja keluarga. Besar kecilnya investasi tentu saja
5
pula pada besar kecilnya pendapatan yang diterima (Rusmadi dalam Juarini, 2003).
Begitu petani mengetahui komoditi yang diusahakannya sangat ekonomis dari segi
harga dan manfaatnya, kemudian secara sosial komoditi tersebut diterima luas dan
teknologi yang diperlukan tersedia maka dia akan mengusahakannya sebaik mungkin
dan akan mengambil resiko seberapapun buruknya dan tentu saja akan berusaha
berikut:
5. Apakah usahatani tanaman aren berkelanjutan atau tidak dan faktor-faktor apa
yang mempengaruhinya?
C. Tujuan Penelitian
sistem konservasi berbasis tanaman aren di Provinsi Sulawesi Utara. Secara khusus
mempengaruhinya
6
3. Mengetahui pengaruh penerapan teknologi konservasi dengan tanaman aren
yang mempengaruhi.
D. Kegunaan Penelitian
1. Bagi pihak lain atau peneliti lain, sebagai bahan informasi dan rujukan guna
E. Keaslian Penelitian
lahan, pendapatan dan efisiensi ekonomi usahatani telah banyak dilakukan oleh
peneliti sebelumnya namun terbatas pada usahatani tanaman pangan dan sayuran.
untuk tanaman pangan diantaranya dilakukan oleh Triastono (2006) yang meneliti
usahatani tanaman pangan di DAS Serang Hulu Kabupaten Boyolali dan Masbulan
et.al. (1992) tentang penerapan teknologi konservasi dapat menurunkan laju erosi
hingga mencapai di bawah ambang laju erosi serta dapat meningkatkan produktivitas
7
lahan dan pendapatan petani. Endrawati (2001) mengukur upaya konservasi tanah
yang dilakukan petani dengan Indek Kegiatan Konservasi (IKK) dengan jumlah item
sebanyak 9 jenis kegiatan konservasi tanah; dengan dua skala respon yaitu: 1 dan 0;
dan tidak dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas. Sidu (2002) mengukur upaya
konservasi tanah yang dilakukan oleh petani dengan cara mengukur perilaku petani
dengan melihat tindakan petani apakah sesuai dengan indikator konservasi tanah
dilakukan dari tinjauan teknik konservasi diantaranya dilakukan oleh Evizal (2004);
Evizal et al. (2005); Agus et al. (2002) dan Blackman et al. (2007). Tinjauan dari sisi
sosial ekonomi dilakukan oleh Budidarsono dan Wijaya (2004) yang meneliti tentang
kopi robusta dan keuntungan petani. Penelitian juga dilakukan oleh Mulyoutami dkk.
(2004) tentang pengetahuan lokal petani dan inovasi ekologi dalam konservasi dan
berupa tinjauan makro. Thamrin dkk. (2007) meneliti tentang analisis keberlanjutan
beberapa negara yaitu dengan indeks keberlanjutan ekonomi kesejahteraan The Index
Sustainable Net Benefit Index (SNBI). Jadi suatu masyarakat berkelanjutan jika ada
8
system usahatani padi semi organik di Sragen dan Suwandi dkk. (2005) tentang
analisis ekonomi pertanian berkelanjutan pola padi sawah-ternak sapi potong terpadu
der Vossen (2005) yang menyimpulkan bahwa kopi organik secara ekologi
keberlanjutan sistem usahatani beririgasi pada tingkat rumah tangga di bagian utara
kawasan pesisir Bali. Agar sistem usahatani pada level rumah-tangga dapat berlanjut,
petani seharusnya menggunakan air tanah kurang dari atau sama dengan 8,547 l/dt,
menambahkan pupuk organik dari pupuk kandang lebih banyak atau sama dengan 5
Khusus untuk komoditas aren, penelitian masih terbatas pada tinjauan umum
tentang prospek dan peluang aren sebagai tanaman serbaguna (Akuba, 1993;
Suwartapradja, 2003; Kindangen dkk. 1991; Mahmud dkk. 1991; Mamat dan Tarigan
1991; Malik dan Limbongan, 2004; Maskar dan Sarashutah, 2004; Akuba, 2004;
Rumokoi, 2004), kemudian aspek sumber benih dan penyediaan bibit (Novarianto
dkk. 1994; Maskar, dkk, 1996; Mashud dkk. 1989; Mahmud dan Novarianto, 2004),
aspek budidaya tanaman aren (Maliangkay dkk. 2004; Polakitan dan Akuba,1993)
2000; Rindengan dan Karouw, 2004; Purnomo dkk. 2004; Pontoh, 2004; Talumewo,
9
2004). Penelitian tentang system usahatani tanaman aren sejauh pengetahuan penulis
keaslian penelitian dan aspek kebaruan karena topik penelitian berbeda dengan topik-
10