Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat diperkirakan 20 juta
orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada pemeriksaan autopsy di Amerika, batu
kandung empedu ditemukan pada 20 % wanita dan 8 % pria.
Angka kejadian cholelithiasis dan saluran empedu umum ditemukan, bahkan dapat
membutuhkan tindakan pembedahan dan dapat mengancam jiwa. Penyakit ini berhubungan
dengan inflamasi kalkuli. Pada banyak kasus, penyakit saluran empedu dan kandung empedu
terjadi pada usia pertengahan. Usia antara 20-50 tahun , enam kali lipat tetapi insidensi antara
laki-laki dan perempuan sama di atas usia 50 tahun.
Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti, karena belum
ada penelitian. Banyak penderita batu kandung empedu tanpa gejala dan ditemukan secara
kebetulan pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG, atau saat operasi untuk tujuan
yang lain.
Dengan perkembangan peralatan dan teknik diagnosis yang baru USG, maka banyak
penderita batu kandung empedu yang ditemukan secara dini sehingga dapat dicegah
kemungkinan terjadinya komplikasi. Semakin canggihnya peralatan dan semakin kurang
invasifnya tindakan pengobatan sangat mengurangi morbiditas dan moralitas. Batu kandung
empedu biasanya baru menimbulkan gejala dan keluhan bila batu menyumbat duktus sistikus
atau duktus koledokus. Oleh karena itu gambaran klinis penderita batu kandung empedu
bervariasi dari yang berat atau jelas sampai yang ringan atau samar bahkan seringkali tanpa
gejala (silent stone).
B. TUJUAN
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui penyebab cholethiasis, tanda gejala, patofisiologi, penatalaksanaan serta
masalah keperawatan yang muncul pada kasus cholelithiasis
b. Tujuan Khusus
1. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi,
penatalaksanaan dan Asuhan keperawatan pada Kolelitiasis.
2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan asuhan keperawatan
BAB II
KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
Batu Empedu adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran
empedu.
Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu di
dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis.
Cholelithiasis adalah adanya batu di saluran kandung empedu atau empedu: ''kole-
''berarti "empedu",''Lithia''berarti "batu", dan-sis''''berarti "proses".sebuah ukuran batu
empedu bisa bervariasi dan dapat sekecil butiran pasir atau sebagai besar sebagai bola golf.
B. ETIOLOGI
1. Kecenderungan keturunan dalam keluarga ( kebiasaan mengkonsumsi kolesterol yang
berlebihan
2. Kegemukan ( mungkin disebabkan kelainan metabolisme lemak)
3. Kehamilan (obat estrogn), pil KB (perubahan hormone dan pelambatan kontraksi otot
kandung empedu. Menyebabkan penurunan kecepatan pengososngan kandung empedu)
angka kejadian meningkat pada wanita yang hamil berulang.
Batu di dalam kandung empedu. Sebagian besar batu tersusun dari pigmen-pigmen empedu
dan kolesterol, selain itu juga tersusun oleh bilirubin, kalsium dan protein. Macam-macam
batu yang terbentuk antara lain:
a. Batu empedu kolesterol, terjadi karena : kenaikan sekresi kolesterol dan penurunan produksi
empedu.
Faktor lain yang berperan dalam pembentukan batu:
Infeksi kandung empedu
Usia yang bertambah
Obesitas
Wanita
Kurang makan sayur
b. Batu pigmen empedu , ada dua macam;
Batu pigmen hitam : terbentuk di dalam kandung empedu dan disertai hemolisis
kronik/sirosis hati tanpa infeksi
Batu pigmen coklat : bentuk lebih besar , berlapis-lapis, ditemukan disepanjang saluran
empedu, disertai bendungan dan infeksi
C. FAKTOR RESIKO
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin
banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya
kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain:
1. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria.
Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol
oleh kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan
resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat
meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan
kandung empedu.
2. Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang
dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan
orang degan usia yang lebih muda.
3. Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi
gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat
menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
4. Riwayat keluarga
Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibandingkan
dengan tanpa riwayat keluarga.
5. Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini
mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.
6. Penyakit usus halus
Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn disease,
diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.
7. Nutrisi intravena jangka lama
Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk
berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko
untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.
D. PATOFISIOLOGI
Batu empedu terdapat di dalam kandung empedu atau dapat bergerak kearea lain dari
system empedu. Pada saat pengosongan kandung empedu atau pengisian kandung empedu
batu dapat pindah dan terjebak dalam leher kandung empedu. Selain leher cysticduct (saluran
cyste), atau saluran empedu menyebabkan bebuntuan. Ketika empedu tidak bias mengalir
dari kandung empedu. Terjadi bendungan dan iritasi lokal dari batu empedu menyebabkan
radang batu empedu (cholecystitis)
Faktor yang mendukung :
a. Kadar kolesterol yang tinggi pada empedu
b. Pengeluaran empedu yang berkurang
c. Kecepatan pengosongan kandung empedu yang menurun
d. Perubahan pada konsentrasi empedu atau bendungan empedu pada kandung empedu
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Epigastrium kanan terasa nyeri dan spasme, menjalar ke pundak kanan atau punggung.
2. Kandung empedu membesar dan nyeri
3. Ikterus = Perubahan warna Kulit
4. Kadang terdapat nyeri di kwadran kanan atas
5. Mual dan muntah
6. Kembung
7. Febris (38,5C)
8. Beraknya warna pucat, kencing warna gelap sebagai
9. Blumberg Signs ( kekakuan dan nyeri lenting)
10. Berkurangnya absorbsi lemak dan vitamin yang larut di usus
F. PENATALAKSANAAN
1. Diet
Rendah lemak dalam usaha mencegah nyeri lebih lanjut.
Bila batu menyebabkan pembuntuan dari aliran empedu dilakuakn penggantian vitamin yang
larut lemak (ADEK) dan pemberian garam empedu untuk membantu pencernaan dan
absorbst vitamin.
Infus cairan dan makanan bila ada masalah mual-mual dan muntah .
2. Terapi Obat
Analgesik/narkotik (meperidine hydrochloric/Demerol)
Antispasme dan anti Colinergik (prophantheline bromide / probanthine) untuk relaksasi otot
polos dan menurunkan tonus dan spasme saluran empedu.
Antimuntah lentik mengontrol mual dan muntah.
Terapi asam empedu untuk melarutkan batu empedu yang kecil (chenodiol)
Cholesteramine untuk menurunkan gatal yang sangat karena penumpukan berlebihan
empedu pada kulit.
3. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotherapy)
4. Colecystectomy: Bedah pengambilan batu empedu
G. KOMPLIKASI COLECYSTEKTOMY
Penghapusan kandung empedu ( kolesistektomi ) adalah prosedur yang relatif cepat dan
aman, tetapi , seperti semua operasi , ada risiko kecil komplikasi .
1. Infeksi
Infeksi dapat terjadi setelah jenis operasi perut dan terjadi pada sekitar 1 di 15
cholecystectomies . Kedua infeksi luka sederhana dan infeksi dalam perut Anda dapat diobati
dengan kursus singkat antibiotik .
2. Risiko dari anestesi umum
Ada beberapa komplikasi serius yang berhubungan dengan memiliki anestesi umum , tetapi
ini sangat jarang . Komplikasi termasuk reaksi alergi dan kematian . Menjadi bugar dan sehat
sebelum operasi Anda mengurangi risiko komplikasi yang terjadi
3. Pendarahan (Bleeding)
Perdarahan dapat terjadi setelah operasi Anda , meskipun hal ini jarang terjadi . Jika
perdarahan tidak terjadi, itu mungkin memerlukan operasi lebih lanjut melalui bekas luka
lubang kunci yang sama seperti operasi pertama Anda .
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tes laboratorium :
1. Leukosit : 12.000 - 15.000 /iu (N : 5000 - 10.000 iu).
2. Bilirubin : meningkat ringan, (N : < 0,4 mg/dl).
3. Amilase serum meningkat.( N: 17 - 115 unit/100ml).
4. Protrombin menurun, bila aliran dari empedu intestin menurun karena obstruksi sehingga
menyebabkan penurunan absorbsi vitamin K.(cara Kapilar : 2 - 6 mnt).
5. USG : menunjukkan adanya bendungan /hambatan , hal ini karena adanya batu empedu dan
distensi saluran empedu ( frekuensi sesuai dengan prosedur diagnostik)
6. Endoscopic Retrograde choledocho pancreaticography (ERCP), bertujuan untuk melihat
kandung empedu, tiga cabang saluran empedu melalui ductus duodenum.
7. PTC (perkutaneus transhepatik cholengiografi): Pemberian cairan kontras untuk menentukan
adanya batu dan cairan pankreas.
8. Cholecystogram (untuk Cholesistitis kronik) : menunjukkan adanya batu di sistim billiar.
9. CT Scan : menunjukkan gellbalder pada cysti, dilatasi pada saluran empedu,
obstruksi/obstruksi joundice.
10. Foto Abdomen :Gambaran radiopaque (perkapuran ) galstones, pengapuran pada saluran atau
pembesaran pada gallblader.
I. PATHWAYS
PRE OPERASI POST OPERASI
J. PENGKAJIAN
1. Aktivitas dan istirahat:
a. Subyektif : kelemahan
b. Obyektif : kelelahan
2. Sirkulasi :
a. Obyektif : Takikardia, Diaphoresis
3. Eliminasi :
a. Subektif : Perubahan pada warna urine dan feces
b. Obyektif : Distensi abdomen, teraba massa di abdomen atas/quadran kanan atas, urine pekat .
4. Makan / minum (cairan)
Subyektif :
Anoreksia, Nausea/vomit.
Tidak ada toleransi makanan lunak dan mengandung gas.
Regurgitasi ulang, eruption, flatunasi.
Rasa seperti terbakar pada epigastrik (heart burn).
Ada peristaltik, kembung dan dyspepsia.
Obyektif :
Kegemukan.
Kehilangan berat badan (kurus).
5. Nyeri/ Kenyamanan :
Subyektif :
Nyeri abdomen menjalar ke punggung sampai ke bahu.
Nyeri apigastrium setelah makan.
Nyeri tiba-tiba dan mencapai puncak setelah 30 menit.
Obyektif :
Cenderung teraba lembut pada klelitiasis, teraba otot meregang /kaku hal ini
dilakukan pada pemeriksaan RUQ dan menunjukan tanda marfin (+).
6. Respirasi :
Obyektif : Pernafasan panjang, pernafasan pendek, nafas dangkal, rasa tak nyaman.
7. Keamanan :
Obyektif : demam menggigil, Jundice, kulit kering dan pruritus , cenderung perdarahan
(defisiensi Vit K ).
8. Pemeriksaan Penunjang
a. SGOT, LDL (Low Density Lipoprotein) meningkat
b. Bilurubin direk dan indirek meningkat bila terjadi obstruksi (pembuntuan)
c. Lekosit meningkat sebagai tanda radang.
d. Bila ada keterlibatan pancreas, emylase darah dan amylase urin meningkat.
e. Amylase adalah : suatu enzim pencernaan yang diproduksi oleh pankreas.
f. Rontgen
g. Oral cholecystogram
h. MRI
i. CT Scan
j. USG : adalah yang paling sensitive atau spesifik dan invasive dan tidak mahal. Untuk
mendeteksi batu empedu.
k. ERCP membutuhkan pemeriksaan pada saluran empedu dalam prosedur ini sebuah alat
endoscopy dimasukkan melalui duodenum dan papilla vater, cairan kontras radiopague
dimassukkan pada saluran empedu memunculkan bayangan kontras pada X-Ray. Batu pada
empedu meuncul sebagai Filling defects (batunya) pada saluran yang putih (opak) sekarang
ERCP biasanya digunakan bersama-sama dengan ERS (endoscopic retrograde sphincteromy)
dan pengeluaran batu empedu.
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi / spasmeduktus, proses inflamasi, iskemia
jaringan / nekrisis
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan substansi kimia, bilirubin meningkat
3. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan pencernaan lemak, mual muntah, dispepsia, nyeri
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan keluarnya cairan empedu
L. INTERVENSI
1. Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi / spasmeduktus, proses inflamasi, iskemia
jaringan / nekrisis
Tujuan : Nyeri terkontrol, teradaptasi
Kriteria hasil :
- Penurunan respon terhadap nyeri (ekspresi)
- Laporan nyeri terkontrol
Rencana intervensi :
a. Observasi catat lokasi, tingkat dan karakter nyeri
b. Catat respon terhadap obat nyeri
c. Tingkatkan tirah baring (fowler) / posisi yang nyaman
d. Ajarkan teknik relaksasi (nafas dalam)
e. Ciptakan lingkungan yang nyaman (turunkan suhu ruangan)
f. Kompres hangat
g. Kolaborasi dengan TIM medis pemberian :
Antibiotik
Analgetik
Sedatif
Relaksasi otot halus
A. PENGKAJIAN
Nama Mahasiswa : Lukman Febrianto
Tanggal Pengkajian : 17 Desember 2014
Tanggal Masuk : 6 Desember 2014
No. RM : C510150
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Umur : 50 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Suku : Jawa
Bangsa : Indonesia
Alamat : Margamulya RT 3/ 1 Kec. Kedungbanteng, Kab. Tegal
Diagnosa medis : Cholelithiasis dengan bile leakage post colecystectomy
5. Pemeriksaan Paru
Inspeksi : Simetris, tidak menggunakan otot bantu pernafasan
Palpasi : Taktil fremitus sama kanan-kiri
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler
6. Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : Simetris, ictus cordis tak tampak
Palpasi : Ictus cordis tak teraba, tidak ada pembesaran jantung
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Suara murni batas jantung I-II
7. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Simetris, terdapat luka post operasi
Auskultasi : Bising usus 14 kali/ menit
Palpasi : Terdapat nyeri tekan pada kuadran 1
Perkusi : Tympani
8. Ekstremitas
Atas : Terpasang selang infus D5+1/2 NS 20 tpm, skala kekuatan
otot 5, kebersihan kuku terjaga
Bawah : Skala kekuatan otot 5, kebersihan kuku terjaga
V. Therapi
1. Infus D5+1/2 NS 20 tpm
2. Cefadroxil 2 x 500 mg
3. Paracetamol 3 x 500 mg
4. Asam Traneksamat 3 x 500 mg
INTERVENSI
Hari/tgl/jam Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi TTD
Keperawatan Hasil
Rabu, 17 Nyeri Setelah dilakukan 1. Kaji nyeri secara komprehensif
Desember berhubungan tindakan 2. Kaji koping terhadap nyeri Lukman
2014 dengan luka post keperawatan selama 3. Observasi reaksi non verbal dari
operasi 3x24 jam diharapkan ketidaknyamanan
masalah teratasi 4. Ajarkan teknik non farmakologi :
dengan KH : a. Relaksasi distraksi
- Mampu mengontrol b. Nafas dalam
nyeri c. Kompres hangat/dingin
- Menyatakan rasa 5. Tingkatkan istirahat
nyaman setelah nyeri6. Monitor vital sign
berkurang 7. Kolaborasi dengan dokter
- TTV dalam rentang pemberian analgetik
normal
Rabu, 17 Resiko tinggi Setelah dilakukan 1. Kaji tanda gejala infeksi
Desember infeksi tindakan 2. Kaji suhu badan klien tiap 4 jam Lukman
2014 berhubungan keperawatan selama 3. Observasi pemeriksaan leukosit
dengan port de 3x24 jam diharapkan4. Observasi keadaan luka
entry masalah teratasi 5. Lakukan perawatan luka
dengan KH : 6. Dorong masukan cairan
- Klien bebas dari 7. Kolaborasi dengan dokter
tanda dan gejala pemberian antibiotik
infeksi
- Jumlah leukosit
dalam batas normal
Rabu, 17 Resiko Setelah dilakukan 1. Kaji adanya alergi makanan
Desember ketidakseimbangan tindakan 2. Monitor adanya penurunan BB Lukman
2014 nutrisi kurang dari keperawatan selama 3. Monitor intake nutrisi
kebutuhan tubuh 3x24 jam diharapkan4. Monitor tugor kulit
berhubungan masalah teratasi 5. Monitor mual muntah
dengan intake dengan KH : 6. Anjurkan banyak minum
makan tidak - Nafsu makan 7. Kolaborasi dengan dokter
adekuat meningkat pemberian antiemetik (bila mual
- Makan habis 1 porsi muntah)
- BB ideal
IMPLEMENTASI
Hari/tgl/jam No. Implementasi Respon Klien TTD
Dx
Rabu, 17 1 1. Mengkaji nyeri secara Ds : - Pasien mengatakan nyeri pada perut
Desember komprehensif post operasi. Nyeri diperberat bila
2014 bergerak dan berkurang bila istirahat.
Lukman
Nyeri dirasakan hilang timbul
Pukul 11.00
- Pasien mengatakan nyeri seperti cekot-cekot.
skala nyeri 2
Do : Pasien tampak menahan sakit
EVALUASI
BAB IV
TELAAH JURNAL EVIDENCE BASED
A. Identitas Klien
Nama : Ny. S
Umur : 50 tahun
Tanggal masuk : 6 Desember 2014
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Alamat : Margamulya RT 3/ 1 Kec. Kedungbanteng, Kab. Tegal
Diagnosa Medis : Cholelithiasis dengan bile leakage post colecystectomy
B. Data Fokus
Ny. S dirawat di ruang Rajawali 2A RSUP Dr Kariadi Semarang dengan diagnosa medis
cholelithiasis dengan bile leakage post colecystectomy. Pasien mengatakan nyeri pada perut
bekas operasi ke 2 (Rekontruksi bilier). Nyeri dirasakan seperti ditusuk benda tajam. Nyeri
dirasakan terus menerus. Skala nyeri 5. Nyeri diperberat bila pasien bergerak.
C. Diagnosa Keperawatan
Nyeri berhubungan dengan luka post operasi
(Colecystectomy)
Nyeri
Menurut The International Association for the study of pain (IASP), nyeri didefinisikan
sebagai pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan
dengan kerusakan jaringan atau potensial akan menyebabkan kerusakan jaringan. Nyeri
adalah alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan. Nyeri terjadi
bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik
atau pengobatan.
Banyak faktor fisiologis (motivasi, afektif, kognitif dan emosional) mempengaruhi
pengalaman nyeri total pasien. Temuan riset telah mengarah pada pemahaman yang lebih
baik tentang bagaimana faktor-faktor persepsi, pembelajaran, kepribadian, etnik, budaya dan
lingkungan dapat mempengaruhi ansietas, depresi dan nyeri. Tingkat dan keparahan nyeri
pasca operasi tergantung pada anggapan fisiologi dan psikologi individu, toleransi yang
ditimbulkan untuk nyeri, letak insisi, sifat prosedur, kedalaman trauma bedah dan jenis agen
anestesia dan bagaimana agen tersebut diberikan. Persiapanpraoperatif yang diterima oleh
pasien (termasuk informasi tentang apa yang diperkirakan juga dukungan penenangan dan
psikologis) adalah faktor yang signifikan dalam menurunkan ansietas dan bahkan nyeri yang
dialami dalam periode pasca operasi (Smaltzer dan Bare, 2002).
Menurunkan nyeri sampai tingkat yang lebih ditoleransi pernah dianggap sebagai
tujuan dari penatalaksanaan nyeri. Namun begitu, pasien yang menggambarkan nyerinya
telah hilang sekalipun, sering melaporkan gangguan tidur dan jelas tertekan karena nyeri
yang dialaminya. Dengan membayangkan efek yang membahayakan dari nyeri dan
penatalaksanaan nyeri yang tidak adekuat, tujuan yang hanya membuat nyeri dapat
ditoleransi telah digantikan oleh tujuan menghilangkan nyeri. Strategi penatalaksanaan nyeri
mencakup baik pendekatan farmakologi maupun non-farmakologi. Pendekatan ini diseleksi
berdasarkan pada kebutuhan dan tujuan pasien secara individu. Semua intervensi akan
berhasil bila dilakukan sebelum nyeri menjadi lebih parah dan keberhasilan terbesar sering
dicapai jika beberapa intervensi diterapkan secara simultan (Smaltzer dan Bare, 2002).
Ketidaknyamanan atau nyeri bagaimanapun keadaanya harus diatasi, karena
kenyamanan merupakan kebutuhan dasar manusia, sebagaimana dalam Hirarki Maslow.
Seseorang yang mengalami nyeri akan berdampak pada aktivitas sehari-hari dan istirahat
serta tidurnya (Petter dan Perry, 2006). Jika nyeri tidak ditangani secara adekuat, selain
menimbulkan ketidaknyamanan juga dapat mempengaruhi sistem pulmonari, kardiovaskuler,
gastrointestinal, endokrin, imunologik dan stres serta dapat menyebabkan depresi dan
ketidakmampuan. Ketidakmampuan ini mulai dari membatasi keikutsertaan dalam aktivitas
sampai tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pribadi seperti makan dan berpakaian
(Smeltzer dan Bare, 2002).
Pelaksanaan manejemen nyeri non-farmakologi di lapangan belum sepenuhnya
dilakukan oleh perawat dalam mengatasi nyeri. Kebanyakan perawat melaksanakan program
terapi hasil dari kolaborasi dengan dokter, diantaranya adalah pemberian analgesik yang
memang mudah dan cepat dalam pelaksanaanya dibandingkan dengan penggunaan intervensi
manajemen nyeri non-farmakologi. Jika dengan manajemen nyeri non-farmakologi belum
juga berkurang atau hilang maka barulah diberikan analgesik. Pemberian analgesik pun harus
sesuai dengan yang diresepkan dokter, karena pemberian analgesik dalam jangka panjang
dapat menyebabkan pasien mengalami ketergantungan.
Pengkombinasian antara teknik non-farmakologi dan teknik farmakologi adalah cara
yang paling efektif untuk menghilangkan nyeri terutama untuk nyeri yang sangat hebat yang
berlangsung selama berjam-jam atau bahkan berhari-hari (Smaltzer dan Bare, 2002).
Penanganan nyeri dengan teknik non-farmakologi merupakan modal utama untuk menuju
kenyamanan. Dipandang dari segi biaya dan manfaat, penggunaan manajemen non-
farmakologi lebih ekonomis dan tidak ada efek sampingnya jika dibandingkan dengan
penggunaan manajemen nyeri farmakologi. Selain itu juga mengurangi ketergantungan
pasien terhadap obat-obatan.
Oleh karena itu, salah satu manajemen non-farmakologi adalah teknik relaksasi nafas
dalam, dimana teknik relaksasi ini bermanfaat mengurangi ketegangan otot yang akan
mengurangi intensitas nyeri.
BAB VI
PENUTUP
A. SIMPULAN
Cholelithiasis merupakan adanya atau pembentukan batu empedu; batu ini mungkin
terdapat dalam kandung empedu (cholecystolithiasis) atau dalam ductus choledochus
(choledocholithiasis).
Kolesistitis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana
terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesica fellea) yang memiliki
ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada
individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor
resiko,yaitu: obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik.
Salah satu keluhan yang paling banyak dialami oleh pasien cholelithiasis pasca
pembedahan (Colecystectomy) adalah nyeri. Oleh karena itu, salah satu manajemen nyeri
non-farmakologi adalah teknik relaksasi nafas dalam, dimana teknik relaksasi ini bermanfaat
mengurangi ketegangan otot yang akan mengurangi intensitas nyeri.
B. SARAN
Peran perawat dalam penanganan kolelitiasis mencegah terjadinyakolelitiasis adalah dengan
memberikan asuhan keperawatan yang tepat. Asuhan keperawatan yang tepat untuk
klien kolelitiasis harus dilakukan untuk meminimalisir terjadinya komplikasi serius yang
dapat terjadi seiring dengan kejadian kolelitiasis
DAFTAR PUSTAKA
Agus, D dan Triyanto, 2004, Manajemen Nyeri Dalam Suatu Tatanan Tim Medis
Multidisiplin Majalah Kedokteran Atma Jaya, Januari, Vol 3, No 1
Bailey RW, Zucker KA, Flowers JL, et al. Laparoscopic cholecystectomy experience with
375 patients. Ann Surg. 1991;234:531–41
Cushieri A, Dubois F, Mouiel J, et al. The European experience with laparoscopic
cholecystectomy. Am J Surg. 1991;161:385–7.
Carpenito, L.J. 2000, Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktik Klinis, Edisi 6, EGC,
Jakarta.
Corwin, Elizabeth J. 2001, Patofisiologi, EGC, Jakarta.
Engram, Barbara, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah, Vol 3, EGC, Jakarta.
Gaffar, La Ode Jumadi, 1999, Pengantar Keperawatan Profesional, EGC, Jakarta.
Guyton and Hall, 2008, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11, EGC, Jakarta.
Hidayat, A.A.A. 2005, Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta
Indrawati, Emei, 2007, “Pengaruh Pemberian Teknik Distraksi Terhadap Tingkat Nyeri Pada
Anak Di RSUD dr. R. Koesma Tuban, Skripsi, Program Sarjana Keperawatan,
STiKES Surya Global : tidak diterbitkan
Woods MS, Traverso LW, Kozarek RA, et al. Characteristics of biliary tract complications
during laparoscopic cholecys tectomy: a multi-institutional study. Am J Surg.
1994;167:27–33.