You are on page 1of 30

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN CHOLELITHIASIS

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat diperkirakan 20 juta
orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada pemeriksaan autopsy di Amerika, batu
kandung empedu ditemukan pada 20 % wanita dan 8 % pria.
Angka kejadian cholelithiasis dan saluran empedu umum ditemukan, bahkan dapat
membutuhkan tindakan pembedahan dan dapat mengancam jiwa. Penyakit ini berhubungan
dengan inflamasi kalkuli. Pada banyak kasus, penyakit saluran empedu dan kandung empedu
terjadi pada usia pertengahan. Usia antara 20-50 tahun , enam kali lipat tetapi insidensi antara
laki-laki dan perempuan sama di atas usia 50 tahun.
Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti, karena belum
ada penelitian. Banyak penderita batu kandung empedu tanpa gejala dan ditemukan secara
kebetulan pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG, atau saat operasi untuk tujuan
yang lain.
Dengan perkembangan peralatan dan teknik diagnosis yang baru USG, maka banyak
penderita batu kandung empedu yang ditemukan secara dini sehingga dapat dicegah
kemungkinan terjadinya komplikasi. Semakin canggihnya peralatan dan semakin kurang
invasifnya tindakan pengobatan sangat mengurangi morbiditas dan moralitas. Batu kandung
empedu biasanya baru menimbulkan gejala dan keluhan bila batu menyumbat duktus sistikus
atau duktus koledokus. Oleh karena itu gambaran klinis penderita batu kandung empedu
bervariasi dari yang berat atau jelas sampai yang ringan atau samar bahkan seringkali tanpa
gejala (silent stone).

B. TUJUAN
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui penyebab cholethiasis, tanda gejala, patofisiologi, penatalaksanaan serta
masalah keperawatan yang muncul pada kasus cholelithiasis
b. Tujuan Khusus
1. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi,
penatalaksanaan dan Asuhan keperawatan pada Kolelitiasis.
2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan asuhan keperawatan

BAB II
KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN
Batu Empedu adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran
empedu.
Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu di
dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis.
Cholelithiasis adalah adanya batu di saluran kandung empedu atau empedu: ''kole-
''berarti "empedu",''Lithia''berarti "batu", dan-sis''''berarti "proses".sebuah ukuran batu
empedu bisa bervariasi dan dapat sekecil butiran pasir atau sebagai besar sebagai bola golf.

B. ETIOLOGI
1. Kecenderungan keturunan dalam keluarga ( kebiasaan mengkonsumsi kolesterol yang
berlebihan
2. Kegemukan ( mungkin disebabkan kelainan metabolisme lemak)
3. Kehamilan (obat estrogn), pil KB (perubahan hormone dan pelambatan kontraksi otot
kandung empedu. Menyebabkan penurunan kecepatan pengososngan kandung empedu)
angka kejadian meningkat pada wanita yang hamil berulang.
Batu di dalam kandung empedu. Sebagian besar batu tersusun dari pigmen-pigmen empedu
dan kolesterol, selain itu juga tersusun oleh bilirubin, kalsium dan protein. Macam-macam
batu yang terbentuk antara lain:
a. Batu empedu kolesterol, terjadi karena : kenaikan sekresi kolesterol dan penurunan produksi
empedu.
Faktor lain yang berperan dalam pembentukan batu:
 Infeksi kandung empedu
 Usia yang bertambah
 Obesitas
 Wanita
 Kurang makan sayur
b. Batu pigmen empedu , ada dua macam;
Batu pigmen hitam : terbentuk di dalam kandung empedu dan disertai hemolisis
kronik/sirosis hati tanpa infeksi
Batu pigmen coklat : bentuk lebih besar , berlapis-lapis, ditemukan disepanjang saluran
empedu, disertai bendungan dan infeksi

C. FAKTOR RESIKO
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin
banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya
kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain:
1. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria.
Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol
oleh kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan
resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat
meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan
kandung empedu.
2. Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang
dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan
orang degan usia yang lebih muda.
3. Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi
gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat
menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
4. Riwayat keluarga
Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibandingkan
dengan tanpa riwayat keluarga.
5. Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini
mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.
6. Penyakit usus halus
Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn disease,
diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.
7. Nutrisi intravena jangka lama
Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk
berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko
untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.

D. PATOFISIOLOGI
Batu empedu terdapat di dalam kandung empedu atau dapat bergerak kearea lain dari
system empedu. Pada saat pengosongan kandung empedu atau pengisian kandung empedu
batu dapat pindah dan terjebak dalam leher kandung empedu. Selain leher cysticduct (saluran
cyste), atau saluran empedu menyebabkan bebuntuan. Ketika empedu tidak bias mengalir
dari kandung empedu. Terjadi bendungan dan iritasi lokal dari batu empedu menyebabkan
radang batu empedu (cholecystitis)
Faktor yang mendukung :
a. Kadar kolesterol yang tinggi pada empedu
b. Pengeluaran empedu yang berkurang
c. Kecepatan pengosongan kandung empedu yang menurun
d. Perubahan pada konsentrasi empedu atau bendungan empedu pada kandung empedu

E. MANIFESTASI KLINIS
1. Epigastrium kanan terasa nyeri dan spasme, menjalar ke pundak kanan atau punggung.
2. Kandung empedu membesar dan nyeri
3. Ikterus = Perubahan warna Kulit
4. Kadang terdapat nyeri di kwadran kanan atas
5. Mual dan muntah
6. Kembung
7. Febris (38,5C)
8. Beraknya warna pucat, kencing warna gelap sebagai
9. Blumberg Signs ( kekakuan dan nyeri lenting)
10. Berkurangnya absorbsi lemak dan vitamin yang larut di usus

F. PENATALAKSANAAN
1. Diet
Rendah lemak dalam usaha mencegah nyeri lebih lanjut.
Bila batu menyebabkan pembuntuan dari aliran empedu dilakuakn penggantian vitamin yang
larut lemak (ADEK) dan pemberian garam empedu untuk membantu pencernaan dan
absorbst vitamin.
Infus cairan dan makanan bila ada masalah mual-mual dan muntah .
2. Terapi Obat
Analgesik/narkotik (meperidine hydrochloric/Demerol)
Antispasme dan anti Colinergik (prophantheline bromide / probanthine) untuk relaksasi otot
polos dan menurunkan tonus dan spasme saluran empedu.
Antimuntah lentik mengontrol mual dan muntah.
Terapi asam empedu untuk melarutkan batu empedu yang kecil (chenodiol)
Cholesteramine untuk menurunkan gatal yang sangat karena penumpukan berlebihan
empedu pada kulit.
3. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotherapy)
4. Colecystectomy: Bedah pengambilan batu empedu

G. KOMPLIKASI COLECYSTEKTOMY
Penghapusan kandung empedu ( kolesistektomi ) adalah prosedur yang relatif cepat dan
aman, tetapi , seperti semua operasi , ada risiko kecil komplikasi .
1. Infeksi
Infeksi dapat terjadi setelah jenis operasi perut dan terjadi pada sekitar 1 di 15
cholecystectomies . Kedua infeksi luka sederhana dan infeksi dalam perut Anda dapat diobati
dengan kursus singkat antibiotik .
2. Risiko dari anestesi umum
Ada beberapa komplikasi serius yang berhubungan dengan memiliki anestesi umum , tetapi
ini sangat jarang . Komplikasi termasuk reaksi alergi dan kematian . Menjadi bugar dan sehat
sebelum operasi Anda mengurangi risiko komplikasi yang terjadi
3. Pendarahan (Bleeding)
Perdarahan dapat terjadi setelah operasi Anda , meskipun hal ini jarang terjadi . Jika
perdarahan tidak terjadi, itu mungkin memerlukan operasi lebih lanjut melalui bekas luka
lubang kunci yang sama seperti operasi pertama Anda .

4. Kebocoran empedu (Bile Leakage)


Ketika kantong empedu dihapus , klip khusus digunakan untuk menutup tabung yang
menghubungkan kandung empedu ke saluran empedu utama , menguras hati . Namun ,cairan
empedu kadang-kadang bisa bocor keluar .Kadang-kadang cairan ini dapat dikeringkan .
Dalam kasus yang jarang terjadi , operasi diperlukan untuk mengalirkan empedu dan
membersihkan bagian dalam rongga perut. Kebocoran empedu terjadi pada sekitar 1-2 %
kasus .
5. Cedera pada saluran empedu
Komplikasi yang paling serius dari operasi kandung empedu adalah cedera pada saluran
empedu , yang terjadi pada sekitar 1 dari 500 kasus . Jika saluran empedu terluka selama
operasi , dimungkinkan untuk memperbaikinya langsung . Dalam beberapa kasus , operasi
korektif yang kompleks dan besar diperlukan setelah operasi asli Anda .
6. Cedera usus , usus dan pembuluh darah
Instrumen lubang kunci yang digunakan untuk menghapus kantong empedu dapat melukai
sekitar struktur , seperti usus , usus dan pembuluh darah . Risiko meningkat jika kandung
empedu meradang .
Jenis cedera jarang terjadi dan biasanya dapat diperbaiki pada saat operasi . Kadang-kadang
cedera adalah melihat setelah itu dan operasi lebih lanjut diperlukan .
7. Sindrom pasca - kolesistektomi
Sekitar satu dari tujuh orang akan mengalami gejala yang mirip dengan - meskipun
biasanya jauh lebih ringan - yang disebabkan oleh batu empedu setelah operasi ,
seperti :
a. sakit perut
b. gangguan pencernaan
c. diare
d. menguning mata dan kulit ( jaundice )
e. suhu tinggi ( demam ) dari 38 ° C ( 100,4 ° F ) atau di atas
Hal ini dikenal sebagai sindrom pasca - kolesistektomi ( PCS ) . PCS tetap kondisi
kurang dipahami, tetapi diduga disebabkan oleh gerakan empedu diubah melalui
tubuh . Misalnya , empedu dapat bocor ke dalam perut , menyebabkan iritasi .
Beberapa kasus PCS mungkin merupakan hasil dari batu masih terjebak dalam
saluran empedu
Dalam kebanyakan kasus gejalanya ringan dan singkat , tetapi sekitar satu dari tiga
kasus gejalanya menetap selama berbulan-bulan . Jika Anda memiliki gejala persisten
,Anda harus menghubungi dokter Anda untuk meminta nasihat. Salah satu pilihan
adalah untuk melaksanakan retrograde cholangiopancreatography endoskopi ( ERCP )
untuk memeriksa setiap batu empedu yang tersisa .
Ada juga obat-obatan , seperti antasida , inhibitor pompa proton dan loperamide ,
yang dapat digunakan untuk membantu meringankan gejala seperti sakit perut ,
gangguan pencernaan dan diare .

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tes laboratorium :
1. Leukosit : 12.000 - 15.000 /iu (N : 5000 - 10.000 iu).
2. Bilirubin : meningkat ringan, (N : < 0,4 mg/dl).
3. Amilase serum meningkat.( N: 17 - 115 unit/100ml).
4. Protrombin menurun, bila aliran dari empedu intestin menurun karena obstruksi sehingga
menyebabkan penurunan absorbsi vitamin K.(cara Kapilar : 2 - 6 mnt).
5. USG : menunjukkan adanya bendungan /hambatan , hal ini karena adanya batu empedu dan
distensi saluran empedu ( frekuensi sesuai dengan prosedur diagnostik)
6. Endoscopic Retrograde choledocho pancreaticography (ERCP), bertujuan untuk melihat
kandung empedu, tiga cabang saluran empedu melalui ductus duodenum.
7. PTC (perkutaneus transhepatik cholengiografi): Pemberian cairan kontras untuk menentukan
adanya batu dan cairan pankreas.
8. Cholecystogram (untuk Cholesistitis kronik) : menunjukkan adanya batu di sistim billiar.
9. CT Scan : menunjukkan gellbalder pada cysti, dilatasi pada saluran empedu,
obstruksi/obstruksi joundice.
10. Foto Abdomen :Gambaran radiopaque (perkapuran ) galstones, pengapuran pada saluran atau
pembesaran pada gallblader.

I. PATHWAYS
PRE OPERASI POST OPERASI
J. PENGKAJIAN
1. Aktivitas dan istirahat:
a. Subyektif : kelemahan
b. Obyektif : kelelahan
2. Sirkulasi :
a. Obyektif : Takikardia, Diaphoresis
3. Eliminasi :
a. Subektif : Perubahan pada warna urine dan feces
b. Obyektif : Distensi abdomen, teraba massa di abdomen atas/quadran kanan atas, urine pekat .
4. Makan / minum (cairan)
Subyektif :
 Anoreksia, Nausea/vomit.
 Tidak ada toleransi makanan lunak dan mengandung gas.
 Regurgitasi ulang, eruption, flatunasi.
 Rasa seperti terbakar pada epigastrik (heart burn).
 Ada peristaltik, kembung dan dyspepsia.
Obyektif :
 Kegemukan.
 Kehilangan berat badan (kurus).
5. Nyeri/ Kenyamanan :
Subyektif :
 Nyeri abdomen menjalar ke punggung sampai ke bahu.
 Nyeri apigastrium setelah makan.
 Nyeri tiba-tiba dan mencapai puncak setelah 30 menit.
Obyektif :
Cenderung teraba lembut pada klelitiasis, teraba otot meregang /kaku hal ini
dilakukan pada pemeriksaan RUQ dan menunjukan tanda marfin (+).
6. Respirasi :
Obyektif : Pernafasan panjang, pernafasan pendek, nafas dangkal, rasa tak nyaman.
7. Keamanan :
Obyektif : demam menggigil, Jundice, kulit kering dan pruritus , cenderung perdarahan
(defisiensi Vit K ).
8. Pemeriksaan Penunjang
a. SGOT, LDL (Low Density Lipoprotein) meningkat
b. Bilurubin direk dan indirek meningkat bila terjadi obstruksi (pembuntuan)
c. Lekosit meningkat sebagai tanda radang.
d. Bila ada keterlibatan pancreas, emylase darah dan amylase urin meningkat.
e. Amylase adalah : suatu enzim pencernaan yang diproduksi oleh pankreas.
f. Rontgen
g. Oral cholecystogram
h. MRI
i. CT Scan
j. USG : adalah yang paling sensitive atau spesifik dan invasive dan tidak mahal. Untuk
mendeteksi batu empedu.
k. ERCP membutuhkan pemeriksaan pada saluran empedu dalam prosedur ini sebuah alat
endoscopy dimasukkan melalui duodenum dan papilla vater, cairan kontras radiopague
dimassukkan pada saluran empedu memunculkan bayangan kontras pada X-Ray. Batu pada
empedu meuncul sebagai Filling defects (batunya) pada saluran yang putih (opak) sekarang
ERCP biasanya digunakan bersama-sama dengan ERS (endoscopic retrograde sphincteromy)
dan pengeluaran batu empedu.

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi / spasmeduktus, proses inflamasi, iskemia
jaringan / nekrisis
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan substansi kimia, bilirubin meningkat
3. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan pencernaan lemak, mual muntah, dispepsia, nyeri
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan keluarnya cairan empedu

L. INTERVENSI
1. Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi / spasmeduktus, proses inflamasi, iskemia
jaringan / nekrisis
Tujuan : Nyeri terkontrol, teradaptasi
Kriteria hasil :
- Penurunan respon terhadap nyeri (ekspresi)
- Laporan nyeri terkontrol
Rencana intervensi :
a. Observasi catat lokasi, tingkat dan karakter nyeri
b. Catat respon terhadap obat nyeri
c. Tingkatkan tirah baring (fowler) / posisi yang nyaman
d. Ajarkan teknik relaksasi (nafas dalam)
e. Ciptakan lingkungan yang nyaman (turunkan suhu ruangan)
f. Kompres hangat
g. Kolaborasi dengan TIM medis pemberian :
 Antibiotik
 Analgetik
 Sedatif
 Relaksasi otot halus

2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan substansi kimia, bilirubin meningkat


Kriteria hasil :
- Tidak ada luka/ lesi pada kulit
- Menunujukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit
Rencana intervensi :
a. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
b. Hindari kerutan pada tempat tidur
c. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
d. Monitor kulit adanya kemerahan
e. Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka, karakteristik, warna cairan, granulasi,
jaringan nekrotik

3. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


gangguan pencernaan lemak, mual muntah, dispepsia, nyeri
Tujuan : Menunjukkan kestabilan BB
Kriteria hasil : BB stabil, laporan tidak mual muntah
Rencana intervensi :
a. Kaji perkiraan kebutuhan kalori tubuh
b. Timbang BB sesuai indikasi
c. Diskusi menu yang disukai dan ditoleransi
d. Anjurkan gosok gigi sebelum atau sesudah makan
e. Konsultasi pada ahli gizi untuk menetapkan diit yang tepat
f. Anjurkan mengurangi makan na berlemak dan menghasilkan gas
g. Kaji distensi abdomen, berhati-hati, menolak gerak

4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan keluarnya cairan empedu


Kriteria hasil :
 Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
 Jumlah leukosit dalam batas normal
Rencana intervensi :
a. Kaji tanda dan gejala infeksi
b. Monitor pemeriksaan leukosit
c. Monitor suhu badan setiap 4 jam
d. Pertahankan teknik aseptif
e. Dorong masukan cairan
f. Kolaborasi pemberian antibiotik
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Nama Mahasiswa : Lukman Febrianto
Tanggal Pengkajian : 17 Desember 2014
Tanggal Masuk : 6 Desember 2014
No. RM : C510150

I. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Umur : 50 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Suku : Jawa
Bangsa : Indonesia
Alamat : Margamulya RT 3/ 1 Kec. Kedungbanteng, Kab. Tegal
Diagnosa medis : Cholelithiasis dengan bile leakage post colecystectomy

Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tn. K
Umur : 28 tahun
Alamat : Margamulya RT 3/ 1 Kec. Kedungbanteng, Kab. Tegal
Pekerjaan :-
Hub. dengan pasien : Anak pasien

II. Riwayat Kesehatan


1. Keluhan Utama
Pasien mengatakan nyeri pada perut bekas operasi
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan ± 2 minggu SMRS pasien mengeluh badan kuning, mata kuning, nyeri
perut, lalu pasien dibawa ke RSUD Soesilo Slawi dengan diagnosa batu empedu (berdasarkan
USG abdomen). Setelah itu dilakukan operasi pengangkatan kantung empedu (22/11/2014).
Setelah 2 minggu, selang drain keluar cairan berwarna kuning kehijauan. Pagi harinya pasien
dirujuk ke RSUP Dr Kariadi Semarang. Saat ini pasien mengeluh nyeri pada perut bekas
operasi. Nyeri diperberat bila bergerak dan berkurang bila istirahat. Nyeri dirasakan hilang
timbul. Skala Nyeri 2. Nyeri seperti cekot-cekot.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan sebelum sakit seperti sekarang, pasien sering mengkonsumsi makanan
berlemak seperti gorengan. Hal ini diperberat karena pasien juga jarang mengkonsumsi
sayuran. Pasien tidak mempunyai riwayat hipertensi dan diabetes melitus. Pasien juga baru
sudah 3 kali dirawat di RS dengan penyakit yang sama seperti yang dialami sekarang.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan keluarganya tidak ada yang mempunyai riwayat keturunan seperti
kencing manis dan hipertensi.

III. Pola Fungsi Kesehatan


1. Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Sebelum sakit : Pasien mengatakan dirinya jarang mengecek kesehatannya.
pasien baru mau mengontrol kesehatannya jika penyakitnya
sudah mulai parah
Selama sakit : Pasien akan lebih menjaga kesehatannya
2. Pola Nutrisi dan Metabolik
Sebelum sakit : Pasien mengatakan makan sehari 3 kali dengan menu nasi,
lauk dan jarang makan sayur. Makan habis1 porsi.
Minum 6-7 gelas/hari
Selama sakit : Pasien mengatakan makan sehari 3 kali dengan menu bubur,
lauk, sayur dan buah. Makan hanya habis ½ porsi.
Minum 5-6 gelashari.
3. Pola Eliminasi
Sebelum sakit : Pasien mengatakan BAK 3-4 kali/ hari dengan warna kuning,
bau khas, dan tidak ada keluhan saat BAK. BAB 2 kali/hari
dengan konsistensi lembek, bau khas, warna kuning.
Selama sakit : Pasien mengatakan BAK 4-5 kali/ hari dengan warna kuning
kuning, bau khas, pancaran lemah. Pasien sudah 1 hari ini
belum BAB.
4. PolaAktivitas
Sebelum sakit : Pasien mengatakan aktivitasnya dilakukan secara mandiri
Selama sakit : Pasien hanya bedrest dan jika ingin ke toilet dibantu oleh
keluarga
5. Pola Istirahat dan Tidur
belum sakit : Pasien mengatakan tidur malam ± 5-6 jam. Jarang tidur siang.
Tidak ada keluhan saat tidur
lama sakit : Pasien mengatakan tidur malam ± 3-4 jam. Tidur siang ± 1-2
jam setelah makan siang
6. Pola Sensori dan Kognitif
Sebelum sakit : Pasien tidak mengalami gangguan seperti penglihatan,
pendengaran,dll
Selama sakit : Pasien hanya mengeluh nyeri pada perut bekas operasi
7. Pola Hubungan dengan orang lain
Sebelum sakit : Pasien berkomunikasi dengan keluarga dan lingkungan sekitar
dengan baik
Selama sakit : Pasien hanya berkomunikasi dengan keluarga karena pasien
dirawat di RS
8. Pola Reproduksi dan Seksual
Sebelum sakit : Pasien tidak ada gangguan pada pola seksualnya
Selama sakit : Pasien tidak bisa memenuhi kewajiban sebagai seorang istri
karena terbaring lemah di RS
9. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Sebelum sakit : Status emosional, fungsional dan konsep diri baik
Selama sakit : - Pasien terbaring lemah
- Identitas diri : pasien biasa beraktivitas secara mandiri dan bekerja
- Peran : Pasien tidak bisa memenuhi kewajiban sebagai istri dan bekerja mencari nafkah
10. Pola Mekanisme Koping
Sebelum sakit : Pasien mengatakan sebelumnya belum pernah mengalami
penyakit yang parah. Jika ada keluhan yang dialami dirinya
pasien selalu membicarakan dengan keluarganya terutama
suaminya.
Selama sakit : Pasien baru pertama kali mengalami sakit yang parah seperti
sekarang ini. Pasien selalu mengeluh nyeri pada luka bekas
operasi dan pasien hanya bisa pasrah dan bersedia mengikuti
prosedur tindakan yang dilakukan perawat/dokter dalam upaya
untuk kesembuhan dirinya.
11. Pola Nilai Keyakinan
Sebelum sakit : Pasien solat 5 waktu dalam sehari
Selama sakit : Pasien hanya bisa berdoa agar penyakitnya bisa segera
sembuh

IV. Pemeriksaan Fisik


1. Tingkat kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)
Kesadaran umum : lemah
2. Vital Sign
TD : 140/90 mmHg Suhu : 38°C
RR : 18 kali/ menit Nadi : 86 kali/ menit
3. Antropometri
Tinggi badan : 164 cm IMT = BB =
50 = 18,65
BB sebelum sakit : 60 Kg (TB x TB) (1,64 x 1,64)
BB selama sakit : 50 Kg
Penurunan BB 10 Kg

Interpretasi : IMT Kategori


< 18,5 BB Kurang
18,5 – 22,9 BB normal (ideal)
≥ 23,0 Kelebihan BB
4. Pemeriksaan Kepala
Bentuk : Mesochepal
Rambut : Hitam lurus beruban
Mata : Kemampuan penglihatan baik, konjungtiva non anemis
Hidung : Bersih, tidak ada polip
Telinga : Kemampuan pendengaran baik, tidak ada serumen
Mulut : Selaput mukosa baik, bibir lembab

5. Pemeriksaan Paru
Inspeksi : Simetris, tidak menggunakan otot bantu pernafasan
Palpasi : Taktil fremitus sama kanan-kiri
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler
6. Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : Simetris, ictus cordis tak tampak
Palpasi : Ictus cordis tak teraba, tidak ada pembesaran jantung
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Suara murni batas jantung I-II
7. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Simetris, terdapat luka post operasi
Auskultasi : Bising usus 14 kali/ menit
Palpasi : Terdapat nyeri tekan pada kuadran 1
Perkusi : Tympani
8. Ekstremitas
Atas : Terpasang selang infus D5+1/2 NS 20 tpm, skala kekuatan
otot 5, kebersihan kuku terjaga
Bawah : Skala kekuatan otot 5, kebersihan kuku terjaga

V. Therapi
1. Infus D5+1/2 NS 20 tpm
2. Cefadroxil 2 x 500 mg
3. Paracetamol 3 x 500 mg
4. Asam Traneksamat 3 x 500 mg

VI. Pemeriksaan Laboratorium


1. Hematologi Paket ( 11/12/2014)
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan keterangan
a. Hemoglobin 10,3 g/dl 12,00 – 15,00 L
b. Hematokrit 29,9 % 35 – 47 L
c. Eritrosit 3,5 10ˆ6/uL 4,4 – 5,9 L
d. MCH 29,5 pg 27,00 – 32,00
e. MCV 85, 7 fL 76 – 96
f. MCHC 34,4 g/dl 29,00 – 36,00
g. Leukosit 15,9 10ˆ3/uL 3,6 – 11 H
h. Trombosit 588 10ˆ3/uL 150 – 400 H
i. RDW 15,7 % 11,60 – 14,80 H
j. MPV 8,9 fL 4,00 – 11,00

2. Kimia Klinik (16/12/2014)


Albumin 3,7 g/dl 3,4 – 5,0

VII. Pemeriksaan Radiologi


1. X foto thoraks AP (Asimetris) / 11 Desember 2014
Klinis : Post Cholecystectomy
COR : Bentuk dan corakan normal
Pulmo : - Corakan vesikuler meningkat
- Tak tampak bercak pada kedua lapangan paru
- Tampak opasitas bentuk linier pada lapangan paru kanan
Kesan : - COR tampak membesar
- Pulmo tak tampak infiltrat
- Opasitas bentuk linier pada lapangan bawah paru kanan curiga plate like atelektasis
- Efusi pleura kanan
- Diafragma kanan letak tinggi
ANALISA DATA
No Data Fokus Masalah Etiologi
1. Ds : - Pasien mengatakan nyeri pada perut post operasi. Nyeri Luka post
Nyeri diperberat bila bergerak dan berkurang bila operasi
istirahat. Nyeri dirasakan hilang timbul
- Pasien mengatakan nyeri seperti cekot-cekot. skala nyeri 2
Do : - Pasien tampak menahan sakit
- Terdapat luka bekas operasi
- TD = 140/90 mmHg Suhu = 38°C
Nadi = 86 kali/m RR = 18 kali/menit
2. Ds : - Pasien mengatakan badannya terasa panas Resiko tinggi Port de entry
- Pasien mengatakan merasakan nyeri pada luka post operasi infeksi
Do : - Suhu badan 38°C
- Leukosit 15,9 10ˆ3/uL
- Terjadi bile lekage post colecystectomy
3. Ds : - Pasien mengatakan makan hanya habis ½ porsi Resiko Intake makan
- Pasien mengatakan tidak nafsu makan kekurangan tidak adekuat
Do : - BB sebelumnya 60 kg Tinggi badan : 164 cm nutrisi kurang
BB sekarang 50 kg dari kebutuhan
- IMT = 18,65 tubuh
- Albumin 3,7 g/dl, Hemoglobin 10,3 g/dl (L) , hematokrit
29,9 % (L)
- Diit yang diperoleh adalah diit biasa (Nasi, lauk, sayur dan
buah)

PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Nyeri berhubungan dengan luka post operasi
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan port de entry
3. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
makan tidak adekuat

INTERVENSI
Hari/tgl/jam Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi TTD
Keperawatan Hasil
Rabu, 17 Nyeri Setelah dilakukan 1. Kaji nyeri secara komprehensif
Desember berhubungan tindakan 2. Kaji koping terhadap nyeri Lukman
2014 dengan luka post keperawatan selama 3. Observasi reaksi non verbal dari
operasi 3x24 jam diharapkan ketidaknyamanan
masalah teratasi 4. Ajarkan teknik non farmakologi :
dengan KH : a. Relaksasi distraksi
- Mampu mengontrol b. Nafas dalam
nyeri c. Kompres hangat/dingin
- Menyatakan rasa 5. Tingkatkan istirahat
nyaman setelah nyeri6. Monitor vital sign
berkurang 7. Kolaborasi dengan dokter
- TTV dalam rentang pemberian analgetik
normal
Rabu, 17 Resiko tinggi Setelah dilakukan 1. Kaji tanda gejala infeksi
Desember infeksi tindakan 2. Kaji suhu badan klien tiap 4 jam Lukman
2014 berhubungan keperawatan selama 3. Observasi pemeriksaan leukosit
dengan port de 3x24 jam diharapkan4. Observasi keadaan luka
entry masalah teratasi 5. Lakukan perawatan luka
dengan KH : 6. Dorong masukan cairan
- Klien bebas dari 7. Kolaborasi dengan dokter
tanda dan gejala pemberian antibiotik
infeksi
- Jumlah leukosit
dalam batas normal
Rabu, 17 Resiko Setelah dilakukan 1. Kaji adanya alergi makanan
Desember ketidakseimbangan tindakan 2. Monitor adanya penurunan BB Lukman
2014 nutrisi kurang dari keperawatan selama 3. Monitor intake nutrisi
kebutuhan tubuh 3x24 jam diharapkan4. Monitor tugor kulit
berhubungan masalah teratasi 5. Monitor mual muntah
dengan intake dengan KH : 6. Anjurkan banyak minum
makan tidak - Nafsu makan 7. Kolaborasi dengan dokter
adekuat meningkat pemberian antiemetik (bila mual
- Makan habis 1 porsi muntah)
- BB ideal

IMPLEMENTASI
Hari/tgl/jam No. Implementasi Respon Klien TTD
Dx
Rabu, 17 1 1. Mengkaji nyeri secara Ds : - Pasien mengatakan nyeri pada perut
Desember komprehensif post operasi. Nyeri diperberat bila
2014 bergerak dan berkurang bila istirahat.
Lukman
Nyeri dirasakan hilang timbul
Pukul 11.00
- Pasien mengatakan nyeri seperti cekot-cekot.
skala nyeri 2
Do : Pasien tampak menahan sakit

2. Mengkaji koping Ds : Pasien mengatakan ingin nyerinya segera


Pukul 11.15 terhadap nyeri sembuh
Do : Pasien bersedia mengikuti prosedur
tindakan yang dilakukan terutama
managemen nyeri dengan non
farmakologi untuk mngurangi rasa
nyerinya
Pukul 11.20 3. Memonitor vital sign Ds : -
Do : TD = 140/90 mmHg RR = 18 kali/m
Nadi = 86 kali/m Suhu = 38°C
2 1. Mengkaji tanda gejala Ds : Pasien mengatakan nyeri pada luka
Pukul 11.30 infeksi bekas operasi
Do : Terdapat luka post colecystectomy
Pukul 12.00 2. Mengkaji suhu badan Ds : -
klien Do : Suhu badan 38 ° C
Pukul 12.15 3. Mengobservasi Ds :
pemeriksaan leukosit Do : Leukosit 15,9 10ˆ3/uL (Pemeriksaan lab
tgl 11/12/2014)
Pukul 13.00 4. Berkolaborasi dengan Ds : -
dokter pemberian obat Do: Pasien diberi obat paracetamol (PO)
antipiretik
3 1. Memonitor adanya Ds : Pasien mengatakan BB sebelum sakit 60
Pukul 13.10 penurunan BB Kg dan Tinggi badan 164 cm
Do : BB sekarang 50 kg
2. Memonitor intake nutrisi Ds : Pasien mengatakan makan hanya habis ½
Pukul 13.15 Porsi
Do : Nafsu makan pasien tampak berkurang

Kamis, 18 1 1. Mengkaji nyeri secara Ds : Pasien mengatakan masih merasakan


Desember komprehensif nyeri dibagian perutnya. skala nyeri 2
2014 Do : pasien tampak menahan sakit Lukman
Pukul 10.00 2. Memonitor vital sign Ds : -
Do : TD = 130/90 mmHg Suhu = 37,5 °C
Pukul 10.30 Nadi = 90 kali/menit RR = 20 kali/menit
2 1. Mengkaji tanda gejala Ds : Pasien mengatakan nyeri pada luka
Pukul 10.45 infeksi bekas operasi
Do : Terdapat luka post colecystectomy
Pukul 10.50 2. Melakukan perawatan Ds : -
luka Do : Luka pasien sudah terlihat kering, tidak
terlihat kemerahan dan bengkak.
Pukul 11.00 3 1. Memonitor intake nutrisi Ds : Pasien mengatakan puasa sejak pagi hari
Do : Pasien rencana operasi rekonstruksi
bilier pukul 12.00 WIB
Jumat, 19 1 1. Mengkaji nyeri secara Ds : Pasien mengatakan nyeri pada luka post
Desember komprehensif operasi (rekonstruksi bilier). Nyeri
2014 dirasakan secara terus menerus. Nyeri Lukman
seperti ditusuk-tusuk. Skala nyeri 5
Pukul 17.00 Do : Pasien tampak merintih kesakitan
2. Mengajarkan teknik Ds : Pasien mengatakan dahulu pernah
relaksasi nafas dalam diajarkan teknik nafas dalam
Pukul 17.25 Do : Gerakan pasien saat nafas dalam salah
dan pasien diajarkan cara teknik nafas
dalam yang benar
Pukul 18.30 3. Memonitor vital sign Ds : -
Do : TD = 120/70 mmHg Suhu = 38,5 °C
Nadi = 90 kali/menit RR = 24 kali/menit

2 1. Mengkaji tanda gejala Ds : Pasien mengatakan nyeri pada luka


Pukul 18.45 infeksi bekas operasi
Do : Terdapat luka bekas operasi laparatomi
rekonstruksi bilier
Pukul 18.55 2. Mengkaji suhu badan Ds : Pasien mengatakan badannya terasa
setiap 4 jam menggigil
Do : Suhu badan 38,5 °C
Pukul 19.10 3. Berkolaborasi dengan Ds : -
dokter pemberian Do : Pasien mendapat paracetamol infus 1000
antibiotik atau antipiretik mg
3 1. Memonitor intake nutrisi Ds : Pasien mengatakan hanya minum air
manis saja
Pukul 20.00 Do : Sementara pasien hanya mendapat diit
air gula

EVALUASI

Hari/tgl/jam No. Evaluasi TTD


Dx
Rabu, 17 1 S : - Pasien mengatakan nyeri pada perut post operasi. Nyeri diperberat
Desember bila bergerak dan berkurang bila istirahat.Nyeri dirasakan hilang
2014 timbul Lukman
- Pasien mengatakan nyeri seperti cekot-cekot. skala nyeri 2
- Pasien mengatakan ingin nyerinya segera
sembuh
O : - Pasien tampak menahan sakit
- Pasien bersedia mengikuti prosedur tindakan yang dilakukan
terutama managemen nyeri dengan non farmakologi untuk
mengurangi rasa nyerinya
- TD = 140/90 mmHg RR = 18 kali/m
Nadi = 86 kali/m Suhu = 38°C
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi : Kaji nyeri, monitor vital sign
2 S : Pasien mengatakan nyeri pada luka bekas operasi
O : - Terdapat luka post colecystectomy
- Suhu badan 38 ° C
- Leukosit 15,9 10ˆ3/uL (Pemeriksaan lab tgl 11/12/2014)
- Pasien diberi obat paracetamol (PO)
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi : Kaji tanda gejala infeksi, lakukan perawatan
luka
3 S : - Pasien mengatakan BB sebelum sakit 60kg & Tinggi badan 164 cm
- Pasien mengatakan makan hanya habis ½ porsi
O : - BB sekarang 50 kg
- Nafsu makan pasien tampak berkurang
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi : monitor intake nutrisi
Kamis, 18 1 S : Pasien mengatakan masih merasakan nyeri dibagian perutnya. skala
Desember nyeri 2
2014 O : - Pasien tampak menahan sakit
- TD = 130/90 mmHg Suhu = 37,5 °C Lukman
Nadi = 90 kali/menit RR = 20 kali/menit
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi : Lakukan managemen nyeri
2 S : Pasien mengatakan nyeri pada luka bekas operasi
O : - Terdapat luka post colecystectomy
- Luka pasien sudah terlihat kering, tidak terlihat kemerahan dan
bengkak.
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi : Kaji tanda gejala infeksi, monitor suhu badan,
observasi leukosit
3 S : Pasien mengatakan puasa sejak pagi hari
O : Pasien rencana operasi rekonstruksi bilier pukul 12.00 WIB
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi : Monitor intake nutrisi
Jumat, 19 1 S : - Pasien mengatakan nyeri pada luka post operasi (rekonstruksi
Desember bilier). Nyeri dirasakan secara terus menerus. Nyeri seperti
2014 ditusuk- Lukman
tusuk. Skala nyeri 5
- Pasien mengatakan dahulu pernah diajarkan teknik nafas dalam
O : - Pasien tampak merintih kesakitan
- Gerakan pasien saat nafas dalam salah dan pasien diajarkan cara
teknik nafas dalam yang benar
- TD = 120/70 mmHg Suhu = 38,5 °C
Nadi = 90 kali/menit RR = 24 kali/menit
A : Masalah teratasi sebagian
P : Motivasi klien untuk selalu melakukan nafas dalam jika nyerinya
kembali kambuh
2 S : - Pasien mengatakan nyeri pada luka bekas operasi
- Pasien mengatakan badannya terasa menggigil
O : - Terdapat luka bekas operasi laparatomi rekonstruksi bilier
- Suhu badan 38,5 °C
- Pasien mendapat paracetamol infus 1000 mg
A : Masalah belum teratasi
P : Lakukan monitoring suhu badan,leukosit serta tanda gejala infeksi
3 S : Pasien mengatakan hanya minum air manis saja
O : Sementara pasien hanya mendapat diit air gula
A : Masalah belum teratasi
P : Monitoring KU dan intake makan

BAB IV
TELAAH JURNAL EVIDENCE BASED

“ PENGARUH TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP PENURUNAN NYERI


PADA PASIEN PASCA OPERASI DIRUMAH SAKIT DR. M.YUNUS BENGKULU “

A. Identitas Klien
Nama : Ny. S
Umur : 50 tahun
Tanggal masuk : 6 Desember 2014
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Alamat : Margamulya RT 3/ 1 Kec. Kedungbanteng, Kab. Tegal
Diagnosa Medis : Cholelithiasis dengan bile leakage post colecystectomy

B. Data Fokus
Ny. S dirawat di ruang Rajawali 2A RSUP Dr Kariadi Semarang dengan diagnosa medis
cholelithiasis dengan bile leakage post colecystectomy. Pasien mengatakan nyeri pada perut
bekas operasi ke 2 (Rekontruksi bilier). Nyeri dirasakan seperti ditusuk benda tajam. Nyeri
dirasakan terus menerus. Skala nyeri 5. Nyeri diperberat bila pasien bergerak.

C. Diagnosa Keperawatan
Nyeri berhubungan dengan luka post operasi

D. Analisa sintesa justifikasi/ alasan penerapan evidence based nursing practice

Batu empedu (Cholelithiasis)

Dilakukan operasi pengambilan batu empedu

(Colecystectomy)

Terjadi kebocoran empedu (Bile Leak)

Dilakukan operasi ke 2 (Rekonstruksi Bilier)


Distensi abdomen

Nyeri

Teknik relaksasi nafas dalam


BAB V
PEMBAHASAN

Menurut The International Association for the study of pain (IASP), nyeri didefinisikan
sebagai pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan
dengan kerusakan jaringan atau potensial akan menyebabkan kerusakan jaringan. Nyeri
adalah alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan. Nyeri terjadi
bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik
atau pengobatan.
Banyak faktor fisiologis (motivasi, afektif, kognitif dan emosional) mempengaruhi
pengalaman nyeri total pasien. Temuan riset telah mengarah pada pemahaman yang lebih
baik tentang bagaimana faktor-faktor persepsi, pembelajaran, kepribadian, etnik, budaya dan
lingkungan dapat mempengaruhi ansietas, depresi dan nyeri. Tingkat dan keparahan nyeri
pasca operasi tergantung pada anggapan fisiologi dan psikologi individu, toleransi yang
ditimbulkan untuk nyeri, letak insisi, sifat prosedur, kedalaman trauma bedah dan jenis agen
anestesia dan bagaimana agen tersebut diberikan. Persiapanpraoperatif yang diterima oleh
pasien (termasuk informasi tentang apa yang diperkirakan juga dukungan penenangan dan
psikologis) adalah faktor yang signifikan dalam menurunkan ansietas dan bahkan nyeri yang
dialami dalam periode pasca operasi (Smaltzer dan Bare, 2002).
Menurunkan nyeri sampai tingkat yang lebih ditoleransi pernah dianggap sebagai
tujuan dari penatalaksanaan nyeri. Namun begitu, pasien yang menggambarkan nyerinya
telah hilang sekalipun, sering melaporkan gangguan tidur dan jelas tertekan karena nyeri
yang dialaminya. Dengan membayangkan efek yang membahayakan dari nyeri dan
penatalaksanaan nyeri yang tidak adekuat, tujuan yang hanya membuat nyeri dapat
ditoleransi telah digantikan oleh tujuan menghilangkan nyeri. Strategi penatalaksanaan nyeri
mencakup baik pendekatan farmakologi maupun non-farmakologi. Pendekatan ini diseleksi
berdasarkan pada kebutuhan dan tujuan pasien secara individu. Semua intervensi akan
berhasil bila dilakukan sebelum nyeri menjadi lebih parah dan keberhasilan terbesar sering
dicapai jika beberapa intervensi diterapkan secara simultan (Smaltzer dan Bare, 2002).
Ketidaknyamanan atau nyeri bagaimanapun keadaanya harus diatasi, karena
kenyamanan merupakan kebutuhan dasar manusia, sebagaimana dalam Hirarki Maslow.
Seseorang yang mengalami nyeri akan berdampak pada aktivitas sehari-hari dan istirahat
serta tidurnya (Petter dan Perry, 2006). Jika nyeri tidak ditangani secara adekuat, selain
menimbulkan ketidaknyamanan juga dapat mempengaruhi sistem pulmonari, kardiovaskuler,
gastrointestinal, endokrin, imunologik dan stres serta dapat menyebabkan depresi dan
ketidakmampuan. Ketidakmampuan ini mulai dari membatasi keikutsertaan dalam aktivitas
sampai tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pribadi seperti makan dan berpakaian
(Smeltzer dan Bare, 2002).
Pelaksanaan manejemen nyeri non-farmakologi di lapangan belum sepenuhnya
dilakukan oleh perawat dalam mengatasi nyeri. Kebanyakan perawat melaksanakan program
terapi hasil dari kolaborasi dengan dokter, diantaranya adalah pemberian analgesik yang
memang mudah dan cepat dalam pelaksanaanya dibandingkan dengan penggunaan intervensi
manajemen nyeri non-farmakologi. Jika dengan manajemen nyeri non-farmakologi belum
juga berkurang atau hilang maka barulah diberikan analgesik. Pemberian analgesik pun harus
sesuai dengan yang diresepkan dokter, karena pemberian analgesik dalam jangka panjang
dapat menyebabkan pasien mengalami ketergantungan.
Pengkombinasian antara teknik non-farmakologi dan teknik farmakologi adalah cara
yang paling efektif untuk menghilangkan nyeri terutama untuk nyeri yang sangat hebat yang
berlangsung selama berjam-jam atau bahkan berhari-hari (Smaltzer dan Bare, 2002).
Penanganan nyeri dengan teknik non-farmakologi merupakan modal utama untuk menuju
kenyamanan. Dipandang dari segi biaya dan manfaat, penggunaan manajemen non-
farmakologi lebih ekonomis dan tidak ada efek sampingnya jika dibandingkan dengan
penggunaan manajemen nyeri farmakologi. Selain itu juga mengurangi ketergantungan
pasien terhadap obat-obatan.
Oleh karena itu, salah satu manajemen non-farmakologi adalah teknik relaksasi nafas
dalam, dimana teknik relaksasi ini bermanfaat mengurangi ketegangan otot yang akan
mengurangi intensitas nyeri.
BAB VI
PENUTUP

A. SIMPULAN
Cholelithiasis merupakan adanya atau pembentukan batu empedu; batu ini mungkin
terdapat dalam kandung empedu (cholecystolithiasis) atau dalam ductus choledochus
(choledocholithiasis).
Kolesistitis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana
terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesica fellea) yang memiliki
ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada
individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor
resiko,yaitu: obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik.
Salah satu keluhan yang paling banyak dialami oleh pasien cholelithiasis pasca
pembedahan (Colecystectomy) adalah nyeri. Oleh karena itu, salah satu manajemen nyeri
non-farmakologi adalah teknik relaksasi nafas dalam, dimana teknik relaksasi ini bermanfaat
mengurangi ketegangan otot yang akan mengurangi intensitas nyeri.

B. SARAN
Peran perawat dalam penanganan kolelitiasis mencegah terjadinyakolelitiasis adalah dengan
memberikan asuhan keperawatan yang tepat. Asuhan keperawatan yang tepat untuk
klien kolelitiasis harus dilakukan untuk meminimalisir terjadinya komplikasi serius yang
dapat terjadi seiring dengan kejadian kolelitiasis
DAFTAR PUSTAKA

Agus, D dan Triyanto, 2004, Manajemen Nyeri Dalam Suatu Tatanan Tim Medis
Multidisiplin Majalah Kedokteran Atma Jaya, Januari, Vol 3, No 1
Bailey RW, Zucker KA, Flowers JL, et al. Laparoscopic cholecystectomy experience with
375 patients. Ann Surg. 1991;234:531–41
Cushieri A, Dubois F, Mouiel J, et al. The European experience with laparoscopic
cholecystectomy. Am J Surg. 1991;161:385–7.
Carpenito, L.J. 2000, Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktik Klinis, Edisi 6, EGC,
Jakarta.
Corwin, Elizabeth J. 2001, Patofisiologi, EGC, Jakarta.
Engram, Barbara, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah, Vol 3, EGC, Jakarta.
Gaffar, La Ode Jumadi, 1999, Pengantar Keperawatan Profesional, EGC, Jakarta.
Guyton and Hall, 2008, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11, EGC, Jakarta.
Hidayat, A.A.A. 2005, Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta
Indrawati, Emei, 2007, “Pengaruh Pemberian Teknik Distraksi Terhadap Tingkat Nyeri Pada
Anak Di RSUD dr. R. Koesma Tuban, Skripsi, Program Sarjana Keperawatan,
STiKES Surya Global : tidak diterbitkan
Woods MS, Traverso LW, Kozarek RA, et al. Characteristics of biliary tract complications
during laparoscopic cholecys tectomy: a multi-institutional study. Am J Surg.
1994;167:27–33.

You might also like