Professional Documents
Culture Documents
Habitatnya di laut, bersifat fosforesensi (memancarkan cahaya), sehingga lautan akan terlihat
bercahaya pada malam hari jika terdapat organisme ini. Contoh ganggang api adalah
Gymnodinium breve, Noctiluca scintillans, dan Peridium. Noctiluca scintillans atau disebut
juga Sea Sparkle, merupakan jenis dinoflagelata yang memiliki bioluminescence
(kemampuan mengeluarkan cahaya secara alami). Bioluminescence ini diproduksi oleh
luciferin-luciferase system yang terletak di ribuan organel-organel berbentuk bola atau
“microsources”, lokasinya berada di sitoplasma pada protista bersel tunggal. Ukuran dari
organisme ini sekitar 200 hingga 2,000 µm.
Domain: Eukaryota
Kingdom: Chromalveolata
Phylum: Dinoflagellata
Class: Noctiluciphyceae
Order: Noctilucales
Family: Noctilucaceae
Genus: Noctiluca
Species: N. scintillans
Red Tides merupakan sebuah fenomena alam air laut yang berubah warna menjadi merah
yang disebabkan oleh fitoplankton. Fitoplankton adalah organisme renik (berukuran sangat
kecil), yang dikelompokan sebagai jenis tumbuhan. Hidupnya melayang-layang di dalam
kolom air dan pergerakannya sangat bergantung dari arus air. Fitoplankton penyebab Red tide
umumnya dari kelas dinoflagellata kelompok Pyrrophyta. Red Tides dapat menyebabkan
kematian massal biota laut, perubahan struktur komunitas ekosistem perairan, keracunan dan
juga bisa menyebabkan kematian pada manusia. Ini terjadi dikarenakan fitoplankton tersebut
mengeluarkan racun.
Faktor yang mempengaruhi fenomena Red Tides yaitu termasuk suhu permukaan laut yang
hangat, salinitas rendah, kandungan gizi yang tinggi, dan laut yang tenang. Selain itu,
fitoplankton tersebut dapat menyebar dengan jauh oleh angin, arus, dan badai.
Selain berdampak secara ekologi, fenomena red tide mengganggu kesehatan manusia seperti
sindrom keracunan akibat memakan ikan mati karena red tide atau makan kerang yang
diambil dari perairan yang mengalami red tide. Selain itu, bisa terjadi iritasi kulit dan mata
karena berenang atau mandi di perairan yang sedang mengalami red tide. Sudiarta
mengingatkan, keracunan akibat memakan kerang-kerangan paling berbahaya karena hewan
tersebut mampu mengakumulasi racun, sementara kerangnya sendiri tidak terpengaruh.
Secara ekonomi, jelas menimbulkan kerugian. Banyaknya ikan dan biota laut lain yang mati
menyebabkan hasil tangkapan nelayan menurun. Konsumen atau pembeli ikan mentah
maupun sea food juga bisa berkurang karena kuatir terkontaminasi racun. Dunia pariwisata
pun terimbas karena limbah ikan yang tersebar di pantai disertai bau busuk menyengat.
Wisatawan harus diperingatkan supaya tidak melakukan aktivitas di lokasi red tide agar
terhindar dari keracunan.
(http://firyalekaagustya.blogspot.com/2013/07/fenomena-laut-menjadi-merah-red-tides.html )
3. laut mati
asil penelitian ilmiah kontemporer menjelaskan, bencana itu dapat terjadi karena daerah
Lembah Siddim, yang di dalamnya terdapat kota Sodom dan Gomorah, merupakan daerah
patahan atau titik bertemunya dua lempengan kerak bumi yang bergerak berlawanan arah.
Patahan itu berawal dari tepi Gunung Taurus, memanjang ke pantai selatan Laut Mati dan
berlanjut melewati Gurun Arabia ke Teluk Aqaba dan terus melintasi Laut Merah, hingga
berakhir di Afrika. Biasanya, bila dua lempengan kerak bumi ini bergeser di daerah patahan
maka akan menimbulkan gempa bumi dahsyat yang diikuti dengan tsunami yang menyapu
kawasan pesisir pantai. Juga biasa diikuti dengan letusan lava/lahar panas dari perut bumi.
4. El Nino
El Nino atau ENSO (El Nino Southern Oscillation) adalah gejala anomali suhu
permukaan laut (SPL) Samudera Pasifik di pantai Barat Ekuador dan Peru yang lebih tinggi
dari pada rata-rata normalnya. Nama El Nino diambil dari bahasa spanyol yang artinya anak
laki-laki. Karena lautan dan atmosfer adalah dua sistem yang saling terhubung maka
penyimpangan kondisi laut ini menyebabkan penyimpangan pada kondisi atmosfer yang
pada akhirmya berakibat pada terjadinya penyimpangan iklim. Adapun perbedaan antara
kondisi normal SPL dan pada saat El Nino terlihat pada gambar berikut.
Gambar 1. Kondisi SPL normal (a) dan kondisi SPL saat kejadian El Nino
Pada saat kondisi normal, SPL di sekitar Samudera Pasifik ekuator bagian barat dekat
Indonesia umumnya hangat dan proses penguapan mudah terjadi sehingga pembentuka awan
serta hujan dapat terjadi. Namun ketika fenomena El Nino terjadi, SPL di Pasifik ekuator
bagian tengah dan timur menjadi hangat dan sebaliknya pasifik barat dekat Indonesia
mendingin, sehingga membuat wilayah di sekitarnya mengalami musim kemarau
berkepanjangan. Pada tahun 1997-1999 merupakan tahun yang paling intens yang pernah
tercatat di daerah tropis Pasifik Timur dan memiliki dampak terbesar pada cuaca global. Pada
saat peristiwa El Nino berlangsung, terjadi penurunan aktifitas upwelling yang hampir
mendekati kondisi downwelling di wilayah perairan Pasifik bagian timur disekitar perairan
Mexico (Gambar 2.) akibat melemahnya angin pasat timur yang bertiup sepanjang ekuator
Pasifik. Hal ini mengakibatkan kenaikan SPL di kawasan tersebut.
Pada dasarnya peristiwa El Nino ditandai dengan kuat tidaknya angin pasat Timur
yang bertiup sepanjang Pasifik ekuator dan pola suhu permukaan laut. Akibat adanya anomali
kondisi angin pasat timur dan SPL tersebut mempengaruhi pola upwelling dan downwelling
pada sebagian wilayah perairan Pasifik ekuator khususnya bagian timur Pasifik ekuator.
Fenomena upwelling merupakan proses naiknya massa air laut dari lapisan lautan
dalam ke lapisan permukaan yang menyebabkan suhu permukaan menjadi dingin, memiliki
salinitas tinggi dan kaya akan nutrient. Pada saat El Nino 1997-1998, terjadi penurunan
aktifitas upwelling di perairan ekuator pasifik timur yang menyebabkan SPL meningkat
namun kurang nutrient, hal ini dapat dilihat dengan adanya penurunan konsentrasi klorofil-a
selama terjadi El Nino (Gambar 5a). Sedangkan kelimpahan fitoplankton sebagai produsen
dasar pembentuk rantai makanan harus membutuhkan nutrient dan sinar matahari. Akibatnya
fitoplankton berkurang dan biota lainnya yang kedudukan di rantai makanan lebih tinggi
seperti ikan akan mati ataupun berpindah yang berada di perairan tersebut.
Keterlambatan mulainya musim hujan di tahun 2015 disebabkan oleh El Nino (El-
Niño Southern Oscillation). Diperkirakan 3 juta orang Indonesia hidup di bawah garis
kemiskinan di daerah-daerah yang terkena dampak kekeringan antara bulan Oktober dan
Desember 2016, 1,2 juta di antaranya bergantung pada curah hujan untuk produksi pangan
dan mata pencaharian.
Dampak yang ditimbulkan oleh El Nino adalah kekeringan panjang lebih dari pada
tahun normal. Kekeringan ini terjadi akibat uap air yang seharusnya bertiup ke arah Indonesia
berhenti di Pasifik bagian timur. Mendinginnya permukaan laut di sekitar perairan Indonesia
karena tertariknya seluruh masa air hangat ke bagian timur Pasifik. Penyebabnya adalah
perbedaan tekanan udara yang membawa uap air bertiup ke arah timur sehingga curah hujan
di Pasifik bagian barat menurun. Di wilayah indonesia mengalami anomali curah hujan yang
rendah, hal ini hampir tejadi di seluruh wilayah indonesia. Hal tersebut menyebabkan
perairan indonesia menjadi lebih hangat. Apabila fenomena ini terjadi dalam kurun waktu
yang panjang maka akan menyebabkan tingginya suhu permukan air laut. Sehinga
menyebabkan faktor –faktor oceanik terjadi seperti pemutihan terumbu karang (coral
bleaching), kekeringan dan sebagainya.
5. La Nina
FENOMENA LA NINA
Terjadinya penyimpangan iklim yang memicu terjadinya cuaca ekstrim di musim kemarau
tidak lepas dari beberapa faktor pengendali curah hujan seperti memanasnya suhu muka laut
di perairan Indonesia. Meningkatnya suhu muka laut di perairan Indonesia menyebabkan
semakin intensifnya proses penguapan dan pembentukan awan yang menyebabkan terjadinya
banyak hujan. Selain suhu permukaan laut, kondisi cuaca ekstrim di sebagian besar wilayah
Indonesia akhir-akhir ini terjadi akibat adanya fenomena faktor global La Nina. La Nina
menyebabkan penumpukan massa udara yang banyak mengandung uap air di atmosfir
Indonesia, sehingga potensi terbentuknya awan hujan menjadi semakin tinggi. Akibatnya
pada bulan-bulan di pertengahan tahun 2010 yang seharusnya berlangsung musim kemarau
kini justru turun hujan deras di berbagai daerah.
La Nina merupakan fenomena alam global yang ditandai dengan kondisi suhu muka laut di
perairan Samudra Pasifik ekuator berada di bawah nilai normalnya (dingin), sementara
kondisi suhu muka laut di perairan Benua Maritim Indonesia berada di atas nilai normalnya
(hangat). Fenomena La Nina dapat diketahui dari nilai anomali suhu muka laut di perairan
Samudra Pasifik. La Nina merupakan kebalikan dari El Nino yang merupakan fenomena
meningkatnya suhu muka laut di perairan Samudera Pasifik yang berdampak kepada
terjadinya musim kemarau yang kering dan panjang di Indonesia.
Sebagai kebalikan fenomena alam El Nino, maka saat berlangsungnya La Nina suhu muka
laut di perairan Samudera Pasifik akan berubah menjadi dingin. Mendinginnya suhu muka
laut ini akan menimbulkan tekanan udara yang tinggi. Wilayah Indonesia yang terletak di
sebelah barat Pasifik akan mengalami tekanan udara rendah akibat menghangatnya suhu
muka laut di sekitarnya. Kondisi ini menyebabkan massa udara dari Pasifik akan mengalir ke
wilayah Indonesia sehingga terjadi konvergensi massa udara yang kaya uap air, maka
peluang terjadinya hujan di wilayah Indonesia menjadi semakin besar. Kecenderungan
munculnya fenomena ini sebenarnya sudah teramati sejak awal kemarau 2010.
Hasil prediksi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan sejumlah lembaga
pemantau cuaca dunia seperti NOAA (USA), BOM (Australia), Jamstec (Jepang)
menunjukkan adanya anomali suhu muka laut negatif. Pada bulan Agustus hingga September
2010 diprediksi terjadi fenomena La Nina moderat, sedangkan pada Oktober 2010 hingga
Januari 2011 akan terjadi fenomena La Nina kuat.
Fenomana La Nina telah mempengaruhi kondisi cuaca di atmosfir Indonesia sejak awal
Agustus 2010. Ketika saat itu sebagian besar wilayah Indonesia memasuki musim kemarau,
namun faktanya hujan masih saja tetap turun secara sporadis di berbagai daerah. Kejadian
kemarau yang banyak terjadi hujan ini menjadikan periode kemarau 2010 dinamakan sebagai
kemarau basah. Berdasarkan data curah hujan hasil pemantauan BMKG di berbagai daerah
menunjukkan bahwa curah hujan sepanjang Juli hingga Agustus 2010 di atas 50 mm per hari.
Ini berarti hampir sebagian besar wilayah Indonesia mengalami curah hujan dengan frekuensi
yang terus meningkat.
PALING EKSTRIM
Berdasarkan catatan kemarau basah di Indonesia, cuaca 2010 merupakan kondisi yang paling
ekstrem selama 12 tahun terakhir. Data pemantauan suhu muka laut perairan Indonesia
menunjukkan bahwa La Nina 2010 menyebabkan suhu perairan Indonesia menjadi paling
hangat sepanjang 12 tahun terakhir. La Nina telah menimbulkan dampak berupa
penyimpangan iklim yang cukup signifikan.
Fenomena memanasnya suhu muka laut yang hampir merata di seluruh wilayah Indonesia ini
mirip dengan kondisi iklim di tahun 1998. Namun jika dilihat intensitasnya, tampak suhu
muka laut perairan Indonesia jauh lebih tinggi. Penyimpangan iklim saat ini bisa dikatakan
unik karena disamping penyimpangannya yang sangat ekstrem, memanasnya suhu muka laut
di perairan Indonesia berlangsung secara merata.
Terkait dengan aktivitas La Nina, maka prediksi BMKG menunjukkan bahwa cuaca ekstrem
masih akan berlangsung dan melanda sebagain besar wilayah Indonesia hingga akhir tahun
ini. Hal ini didasarkan kepada data prediksi suhu muka laut perairan Indonesia yang akan
terus hangat hingga bulan Desember 2010. Sementara itu fenomena La Nina diprediksi akan
terus dominan hingga Maret 2011 hingga selanjutnya menuju kondisi netral pada bulan April
2011.
Beberapa prediksi yang didasarkan kepada data dan fakta ilmiah di atas, seluruhnya makin
mengokohkan sebuah kesimpulan mengenai kehadiran La Nina di tahun ini, sehingga segala
upaya dalam menghadapai kehadiran cuaca ekstrem dampak La Nina perlu dipersiapkan
sedini mungkin. Masyarakat dihimbau untuk meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi
bencana alam dampak cuaca ekstrim yang mungkin dapat terjadi terjadi di daerahnya.
6. SEGITIGA BERMUDA
Segitiga Bermuda (bahasa Inggris: Bermuda Triangle), kadang-kadang disebut juga Segitiga
Setan adalah sebuah wilayah lautan di Samudra Atlantik seluas 1,5 juta mil2 atau 4 juta km2 yang
membentuk garis segitiga antara Bermuda, wilayah teritorial Britania Raya sebagai titik di
sebelah utara, Puerto Riko, teritorial Amerika Serikat sebagai titik di sebelah selatan dan Miami,
negara bagian Florida, Amerika Serikat sebagai titik di sebelah barat.
Segitiga bermuda sangat misterius. Sering ada isu paranormal di daerah tersebut yang
menyatakan alasan dari peristiwa hilangnya kapal yang melintas. Ada pula yang mengatakan
bahwa sudah menjadi gejala alam bahwa tidak boleh melintasi wilayah tersebut. Bahkan ada pula
yang mengatakan bahwa itu semua akibat ulah makhluk luar angkasa
Sejarah awal
Pada masa pelayaran Christopher Colombus, ketika melintasi area segitiga Bermuda, salah satu
awak kapalnya mengatakan melihat “cahaya aneh berkemilau di cakrawala”. Beberapa orang
mengatakan telah mengamati sesuatu seperti meteor. Dalam catatannya ia menulis bahwa
peralatan navigasi tidak berfungsi dengan baik selama berada di area tersebut.
Berbagai peristiwa kehilangan di area tersebut pertama kali didokumentasikan pada tahun 1951
oleh E.V.W. Jones dari majalah Associated Press. Jones menulis artikel mengenai peristiwa
kehilangan misterius yang menimpa kapal terbang dan laut di area tersebut dan menyebutnya
‘Segitiga Setan’. Hal tersebut diungkit kembali pada tahun berikutnya oleh Fate Magazine dengan
artikel yang dibuat George X. Tahun 1964, Vincent Geddis menyebut area tersebut sebagai
‘Segitiga Bermuda yang mematikan’, setelah istilah ‘Segitiga Bermuda’ menjadi istilah yang
biasa disebut. Segitiga bermuda merupakan suatu tempat dimana di dasar laut tersebut terdapat
sebuah piramid besar mungkin lebih besar dari piramid yang ada di Kairo Mesir. Piramid tersebut
mempunyai jarak antara ujung piramid dan permukaan laut sekitar 500 m, di ujung piramid
trsebut terdapat dua rongga lubang lebih besar.
Penyebab adanya segitiga bermuda
Muatan berlebihan
Peta tempat-tempat yang mengandung gas methana
Perusahaan asuransi laut Lloyd’s of London menyatakan bahwa segitiga bermuda bukanlah
lautan yang berbahaya dan sama seperti lautan biasa di seluruh dunia, asalkan tidak membawa
angkutan melebihi ketentuan ketika melalui wilayah tersebut. Penjaga pantai mengkonfirmasi
keputusan tersebut. Penjelasan tersebut dianggap masuk akal, ditambah dengan sejumlah
pengamatan dan penyelidikan kasus.
Gas Methana dan pusaran air
Penjelasan lain dari beberapa peristiwa lenyapnya pesawat terbang dan kapal laut secara misterius
adalah adanya gas metana di wilayah perairan tersebut. Teori ini dipublikasikan untuk pertama
kali tahun 1981 oleh Badan Penyelidikan Geologi Amerika Serikat. Teori ini berhasil diuji coba
di laboratorium dan hasilnya memuaskan beberapa orang tentang penjelasan yang masuk akal
seputar misteri lenyapnya pesawat-pesawat dan kapal laut yang melintas di wilayah tersebut.
Menurut Bill Dillon dari U.S Geological Survey, air bercahaya putih itulah penyebabnya.
Didaerah segitiga maut Bermuda, tapi juga di beberapa daerah lain sepanjang tepi pesisir benua,
terdapat “tambang metana”. tambang ini terbentuk kalau gas metana menumpuk di bawah dasar
laut yg tak dapat ditembusnya. Gas ini dapat lolos tiba2 kalau dasar laut retak. Lolosnya tdk
kepalang tangung. Dengan kekuatan yg luar biasa, tumpukan gas itu menyembur ke permukaan
sambil merebus air, membentuk senyawaan metanahidrat.
Air yang dilalui gas ini mendidih sampai terlihat sebagai “air bercahaya putih”. Blow out serupa
yg pernah terjadi dilaut Kaspia sudah banyak menelan anjungan pengeboran minyak sebagai
korban. Regu penyelamat yang dikerahkan tidak menemukan sisa sama sekali. Mungkin karena
alat dan manusia yang menjadi korban tersedot pusaran air, dan jatuh kedalam lubang bekas
retakan dasar laut, lalu tanah dan air yg semula naik ke atas tapi kemudian mengendap lagi
didasar laut, menimbun mereka semua.
Gempa laut dan gelombang besar
Teori ini mengatakan gesekan dan goncangan di tanah di dasar Lautan Atlantik menghasilkan
gelombang dahsyat dan seketika kapal-kapal menjadi hilang kendali dan langsung menuju dasar
laut dengan kuat hanya dalam beberapa detik. Adapun hubungannya dengan pesawat, maka
goncangan dan gelombang kuat tersebut menyebabkan hilangnya keseimbangan pesawat serta
tidak adanya kemampuan bagi pilot untuk menguasai pesawat.
Gravitasi
Gravitasi (medan graviti terbalik, anomali magnetik graviti) dan hubungannya dengan apa yang
terjadi di Segitiga Bermuda; sesungguhnya kompas dan alat navigasi elektronik lainnya di dalam
pesawat pada saat terbang di atas Segitiga Bermuda akan goncang dan bergerak tidak normal,
begitu juga dengan kompas pada kapal, yang menunjukkan kuatnya daya magnet dan anehnya
gravitasi yang terbalik.
Pangkalan U.F.O.
Pemerintah dan Akademis Independen A.S. mengatakan Segitiga Bermuda disebabkan karena
tempat tersebut merupakan Pangkalan UFO sekelompok mahkluk luar angkasa/alien yang tidak
mau diusik oleh manusia, sehingga kendaraan apapun yang melewati teritorial tersebut akan
terhisap dan diculik. Ada yang mengatakan bahwa penyebabnya dikarenakan oleh adanya sumber
magnet terbesar di bumi yang tertanam di bawah Segitiga Bermuda, sehingga logam berton-
tonpun dapat tertarik ke dalam.