You are on page 1of 55

Arsitektur, Material dan Keberlanjutan Lingkungan

Achmad D. Tardiyana
Program Studi Arsitektur ITB
Program Studi Rancang Kota ITB
PT Urbane Indonesia, Bandung
Dasar Pemilihan
sebuah material

Penampilan visual

Harga

Performance

Ketersediaan

Dampak pada lingkungan?


Building and construction activities
worldwide consume 3 billion tons of
raw materials each year or 40 percent
of total global use (Roodman and
Lenssen, 1995).

The production and transportation of


construction materials are estimated to
use 6% of UK energy
An estimated 72.5 million tons of
construction waste was disposed of in
1999. It has been estimated that 13
million tons of this waste was disposed
of due to poor design and planning
(www.wrap.org.uk)
Renewable energy

Sustainable materials Ecological value

Health and wellness


Passive strategies

Sustainable transport
Whole life cost
Kriteria pemilihan material hijau

Efisiensi sumber daya


• Kandungan daur ulang
• Bahan yang terbaharui
• Proses manufaktur yang efisien
• Tersedia secara lokal
• Mudah didaur ulang
dipegunakan kembali
• Awet
Kualitas ruang dalam
• Tidak mengandung beracun
• Emisi kimia minimal
• Tahan kelembaban
• Memerlukan
Efisiensi energi
• Memerlukan energi yang rendah
Water conservation
• Produk yang membantu untuk mengurangi konsumsi air
Keterjangkauan harga

Tiga langkah dasar pemilihan bahan

• Riset, mengumpulkan seluruh informasi teknis yang diperlukan


• Evaluasi
• Pemilihan
GREEN MATERIALS

Avoid ozone-depleting chemicals in mechanical equipment and insulation. HCFCs also


damage the ozone layer and should be avoided where possible. Avoid foam insulation made with
HCFCs. Consider cellulose.

Use locally produced building materials. Transportation is costly in both energy use and
pollution generation. Look for locally produced materials such as stone. Local hardwoods, for
example, are preferable to tropical woods.

Use salvaged building products or products made from recycled material such as cellulose
insulation, Homosote, Thermo-ply, floor tile made from ground glass, and recycled plastic lumber &
carpet.

Seek responsible wood supplies. Use lumber from independently certified well-managed
forests. Avoid lumber products produced from old-growth timber unless they are certified.
Engineered wood can be substituted for old-growth Douglas fir. Don't buy tropical hardwoods
unless the seller can document that the wood comes from well-managed forests.

Avoid materials that will off gas pollutants: Solvent-based finishes, adhesives, carpeting,
particleboard, and many other building products release formaldehyde and volatile organic
compounds (VOCs) into the air. Minimize use of pressure-treated lumber: use detailing that will
prevent soil contact.
Pemilihan Material dan energi yang
terkandung (Embodied Energy)

Menjelaskan kaitan antara material bangunan,


proses konstruksi dan dampaknya pada
lingkungan

Energi terkandung (embodied energy) adalah


seluruh energi yang digunakan dalam produksi
dan distribusi.

Saat ini energi terkandung dalam material


menyumbangkan 15-20 % energi yang
digunakan oleh bangunan dalam 50 tahun umur
bangunan.

Prinsipnya semakin rendah energi terkandung


dalam material makin baik secara ingkungan
Pemilihan Material dan energi yang
terkandung (Embodied Energy)

Energi yang terkandung (Embodied


Energy)

Menjelaskan kaitan antara material bangunan, proses


konstruksi dan dampaknya pada lingkungan

Terdapat 2 bentuk energi yang terkandung:

· Energi terkandung awal (Initial embodied energy)


· Energi terkandung berulang (Recurring embodied
energy)

Energi terkandung awal dalam bangunan


merepresentasikan energi yang tak terbarukan yang
digunakan dalam proses pengambilan bahan
mentah, pemrosesan, pengolahan, pengangkutan dan
konstruksinya.

Energi terkandung awal ini memiliki 2 komponen:


Energi langsung yang digunakan untuk mengangkut
dan mengkonstruksi

Energi tak langsung adalah energi yang digunakan


untuk memperoleh, memproses dan mengolah
material bangunan termasuk pengangkutan yang
berkaitan dengan proses diatas.
Energi terkandung berulang dalam bangunan
merepresentasikan energi yang tidak terbarukan
yang digunakan untuk merawat, memperbaiki,
menyimpan, menggantikan material, komponen
dan sistem selama bangunan berdiri.

Bila bangunan semakin efisien secara energi,


perbandingan energi yang terkandung terhadap
konsumsi sepanjang hidup bangunan menjadi
meningkat. Jadi untuk bangunan yang mengklaim
“zero-energy”, energi yang digunakan dalam
konstruksi menjadi sangat signifikan.

canadianarchitect.org.cn

Penambangan, Energi
pengangkutan, operasional
pemrosesan, minimal 50 tahun
pengolahan, distribusi, umur bangunan
konstruksi
Material berteknologi tinggi
Herzog & de Meuron,
Allianz Arena,
Munich
ETFE
Suhei Endo,
Rooftecture
Herzog de Meuron,
deYoung Museum,
San Francisco
Herzog de Meuron,
Caixa Forum
Madrid
Green wall
Renzo Piano,
Times Headquarter,
New York
Material daur ulang
Material lokal
The use of local versus non-local materials will be a factor in the construction of our green
building. Local resources are considered to be materials that are produced or recovered within 500
miles of a project site (LEED-NC Reference Guide). LEED standards require a building to utilize
50% of materials that are extracted or recovered locally and 20% that are manufactured locally
(figure 10). By using mostly local materials for construction, the impacts on the environment due
to fossil fuel emissions will be decreased (“Sustainable Building Materials”).
John Hardy’s Workshop,
Bali
Anna Heiringer & Eike Rostwig,
School at Rudrapur,
Bangladesh
Palmyra House
StudioMumbai
Mumbai
Rammed earth
Canada
Sigheru Ban
Sigheru Ban
Exhibition
Singapore
The Netherland Embassy
Addis Abeba
BIP Temporary Office
Chile
Persoalan penerapan green design
dan green material di Indonesia

• Keengganan pemberi tugas untuk


menerapkan karena persepsi bahwa green
design
tidak ada korelasinya dengan revenue dan
hanya menjadi beban komponen initial cost
yang tinggi
• Kurangnya motivasi arsitek untuk
menerapkan karena dihadapkan
pada kendala waktu, biaya dan sikap
• Kurang lengkapnya informasi yang memadai
tentang green design dari pihak yang
berwenang
termasuk dari produsen
• Tidak adanya lembaga yang bertanggung
jawab dalam perumusan kebijakan, peraturan
dan
penyusunan indikator-indikator keberhasilan
sebuah green design

You might also like