You are on page 1of 10

No.

ID dan Nama Peserta : Edwin Halim


No. ID dan Nama Wahana : Rumah Sakit Krakatau Medika
Topik : Ketuban Pecah Dini
Tanggal (kasus) : 12 Juni 2018
Nama Pasien : Ny. H No RM : 00 08-65-xx
Tanggal presentasi : Juli 2018 Pendamping: dr. Devy Nugraha
Tempat presentasi : Kamjag IGD RSKM
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi :
Wanita, 40 tahun, G3P1A1 Usia Gestasi 39 minggu dengan ketuban darah keluar dari kemaluan +
2 jam SMRS tanpa disertai rasa kencang pada perut.
Tujuan :
Mendiagnosis dan memberi tatalaksana awal Ketuban Pecah Dini
Bahan Tinjauan Riset Kasus Audit
bahasan: pustaka
Cara Diskusi Presentasi dan E-mail Pos
membahas: diskusi
Data pasien : Nama : Ny. H Nomor registrasi : 00 08-65-xx
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis / Gambaran klinis :
Ketuban pecah dini. Pasien datang dengan keluarnya darah dan cairan ketuban
dari kemaluan + 2 jam SMRS. Stall cell (+), kontraksi minimal (<1 menit, muncul tiap
20-30 menit). Sesak bersifat hilang-timbul, tidak berhubungan dengan aktivitas dan tidak
progresif.
Pasien merasa kurang enak badan namun demam, riwayat jatuh, koitus, ataupun
sekret/gatal/nyeri dari kemaluan selama 1 minggu terakhir disangkal. Kontrol antenatal
terakhir pasien tanggal 11 Juni 2018 (1 hari SMRS), dengan hasil USG yang diperkirakan
bayi akan lahir tanggal 19 Juni 2018 (8 hari kemudian).
2. Riwayat pengobatan: Obat-obatan selama kehamilan disangkal; pasien hanya
mengkonsumsi vitamin dari dokter obgyn.
3. Riwayat kesehatan/penyakit: HT, DM, Jantung, Asma disangkal.
4. Riwayat keluarga: Ibu pasien pernah mengalami keguguran 2x.
5. Riwayat Obgyn: Saat ini kehamilan pasien berjalan 39 minggu, dengan tafsiran kelahiran
19 Juni. Pasien kontrol ANC di poli kebidanan RSKM setelah usia kehamilan 3 bulan.
Riwayat ANC terakhir 1 hari SMRS. Pasien mengaku tidak mengalami keluhan apapun
selama kehamilan; mual-muntah, demam, ataupun perdarahan/cairan yang keluar dari
kemaluan. Gerakan janin pertama kali dirasa pada bulan ke-5, dan sampai saat datang ke
UGD gerakan janin masih terasa.
Pasien menikah pada usia 35 tahun dan tidak menggunakan kontrasepsi. Riwayat
dyspareunia ataupun masalah kesehatan pada alat kelamin disangkal. Hubungan seksual 1
bulan terakhir disangkal. Pasien memiliki riwayat KPD pada kehamilan sebelumnya,
yang terjadi 1-2 mgg sebelum tafsiran kelahiran.
6. Riwayat pekerjaan & pendidikan: Pasien adalah ibu rumah tangga. Ekonomi menengah.
7. Pemeriksaan
Pemeriksaan Fisik
KU : Tampak sakit ringan
Kesadaran : E4V5M6, CM
Tanda Vital :
Nadi : 107x/mt
Tensi : 110/70 mmHg
Nafas : 22x/mt
Suhu : 36.20C
SpO2 : 97%
Akral : Hangat, CRT <2 dt
Berat badan saat ini : 55 kg
Berat badan sebelum hamil : 50 kg
Status Generalis
Kepala & Leher
Mata & Leher : KA -/-, JVD (-)
Toraks
Paru : Vs +/+ simetris, Rh -/-, Wh -/-
Jantung : S1S2 reg, Murmur (-), Gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Supel
Auskultasi : BU (+), normal
Palpasi : pada status obstetrik dibawah
Perkusi : Tidak dilakukan
Ekstremitas : Akral hangat, edem tungkai -/-
Status Obstetrik
 Tinggi Fundus Uteri : 35 cm
 Palpasi Leopold :
Leopold I : Teraba bagian besar dan lunak, kesan bokong. TFU 35 cm.
Leopold II : Teraba tahanan keras disisi kiri, kesan punggung. Teraba bagian kecil di
kanan, kesan ekstremitas.
Leopold III : Teraba bagian keras, melenting, kesan kepala.
Leopold IV : Kesan konvergen, bagian bawah janin belum masuk PAP. Kepala teraba 5/5
 Denyut Jantung Janin : 132x/menit
 His : Tidak teraba
 Vaginal Touche : (menurut bidan)
 1 jari, Effacement (-), Konsistensi servik kenyal, Ketuban tidak mengalir. Sekret
berbau (-), Keputihan (-).

Pemeriksaan Penunjang
Lab :
20/5/18
Parameter Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 11.2 g/dL 12-16
Leukosit 9.1 rb/mm3 5-10
Hematokrit 33% 37-54
Trombosit 212 rb/mm3 150-400
GDS 93 mg/dL 70-110
Clotting Time 4 menit 2-6 menit
Bleeding Time 2 menit 1-3 menit
Golongan Darah B+

Daftar Pustaka:
1. Stuart EL, Evans GS, Lin YS, Powers HJ. Reduced collagen and ascorbic acid
concentrations and increased proteolytic susceptibility with prelabor fetal membrane
rupture in women. Biol Reprod 2005;72:230-5.
2. Asıcıoglu O, Gungorduk O, Yıldırım G, Besimoğlu B, Ark C, Gungorduk K. Does
Vitamin C and Vitamin E Supplementation Prolong the Latency Period before Delivery
following the Preterm Premature Rupture of Membranes? A Randomized Controlled
Study. Amer J Perinatol. 2013;31(03):195-202.
3. Sharma RMehta S. Ascorbic Acid Concentration and Preterm Premature Rupture of
Membranes. J Obstet Gynecol India. 2014;64(6):417-420.
4. Hauth J, Clifton R, Roberts J, Spong C, Myatt L, Leveno K et al. Vitamin C and E
Supplementation to Prevent Spontaneous Preterm Birth. Obstetrics & Gynecology.
2010;116(3):653-658.
5. Endale T. Maternal and fetal outcomes in term premature rupture of membrane. World J
Emerg Med. 2016;7(2):147.
6. Obstetric Outcomes In Premature Rupture Of The Membrane (Prom). The Internet
Journal of Gynecology and Obstetrics. 2012;16(1).
Hasil pembelajaran:
1. Definisi KPD
2. Patofisiologi KPD
3. Manifestasi klinis dan Diagnosis KPD
4. Penatalaksanaan KPD

Rangkuman hasil pembelajaran portofolio :


1. Subjektif
Perempuan, 40 tahun dengan G3P1A1 hamil 39 minggu datang dengan keluhan keluarnya
darah dan ketuban sejak ± 2 jam SMRS. Rasa mulas belum dirasakan, dan ketuban berwarna
jernih.
2. Objektif
Pemeriksaan obstetric menunjukkan janin dalam presentasi kepala, belum masuk PAP,
dengan TBJ 3410 gr dan DJJ 132/menit. Pemeriksaan lab menunjukkan nilai DL dan BT/CT
dalam batas normal serta golongan darah pasien B+.
3. Assesment
Pasien datang dengan keluhan keluarnya darah dan cairan ketuban dari vagina
pada usia kehamilan 39 minggu, + 2 jam SMRS. Secara sekilas, hal ini masih
mungkin merupakan permulaan dari partus normal, meskipun saat ini pasien 7 hari
lebih awal dari tafsiran masa kelahirannya. Namun, melalui anamnesa diketahui
bahwa pasien belum merasakan adanya His. Ditambah dengan adanya riwayat
ketuban pecah dini pada kehamilan pasien sebelumnya, maka pada pasien ini perlu
dipertimbangkan adanya ketuban pecah dini (KPD).
Idealnya, pada pasien ini tidak langsung dilakukan pemeriksaan dalam, karena
bila terdapat perdarahan diatas trimester pertama, kemungkinan adanya plasenta
previa harus disingkirkan via USG, sebelum dilakukan pemeriksaan dalam. Secara
teoritis, pada pasien ini seharusnya dilakukan pemeriksaan dengan inspekulo,
dimana tanda-tanda yang mendukung adanya KPD pada pemeriksaan tersebut antara
lain; pooling cairan ketuban pada liang vagina, cairan ketuban yang keluar dari
ostium serviks, perubahan warna pada uji kertas nitrazine, ataupun penampilan
pakis/ferning pada pemeriksaan mikroskop sediaan apusan sekret serviks. Pada
pasien ini, dilakukan pemeriksaan vaginal touche dan ditemukan bahwa terdapat
serviks dalam kondisi pembukaan 1 dengan konsistensi kenyal dan belum terdapat
pendataran. Pemeriksaan nitrazine dan apusan mikroskop tidak dilakukan. Secara
teoritis, pemeriksaan skrining untuk infeksi menular seksual (IMS) juga harus
dilakukan, terutama untuk Chlamydia dan Gonorrhea, karena adanya infeksi oleh
kedua patogen tersebut meningkatkan risiko KPD 7x lipat. Biakan apusan vagina
dan perianal untuk mendeteksi bakteri Streptokokus grup B juga sebaiknya
dilakukan, guna membantu pemilihan regimen antibiotik post-partum. Pada pasien
ini, pemeriksaan-pemeriksaan tersebut tidak dilakukan.
Dengan penemuan klinis demikian, maka saat ini pasien kemungkinan besar
benar mengalami KPD. Pasien datang dengan usia kehamilan 39 minggu, sehingga
pada kasus ini tidak terlalu dikhawatirkan komplikasi dari janin yang preterm
(semisal respiratory distress syndrome, intraventricular haemorrhage, atau
necrotizing enterocolitis). Namun, komplikasi KPD bagi ibu yang paling umum dan
perlu diwaspadai adalah infeksi (korioamnionitis, metritis, hingga sepsis), karena
selaput ketuban yang berfungsi sebagai barrier sudah pecah. Pada pasien ini,
sekalipun terdapat keluhan malese, gejala-gejala infeksi lain seperti demam, ataupun
nyeri pada palpasi uterus disangkal, serta pada pemeriksaan VT tidak ditemukan
tanda-tanda infeksi. Pemeriksaan penunjang juga tidak menunjukkan adanya
leukositosis, sehingga pada saat ini, belum ada infeksi yang bermakna secara klinis
pada pasien. Namun, pada pasien ini tetap diberikan antbiotik profilaksis terhadap
Streptokokus grup B; Eritromisin.
Adapun tatalaksana KPD pada usia kehamilan >37 minggu adalah melahirkan
janin. Secara teori, KPD bukan merupakan kontraindikasi partus pervaginam. Bila
dalam waktu 1 jam tidak terdapat tanda-tanda kemajuan proses partus, maka pasien
diinduksi dengan oksitosin (5 IU dalam 500 mL RL 8 tpm, dapat ditingkatkan 4 tpm
per 30 menit sampai tercapai his adekuat). Sectio Caesaria (SC) baru dilakukan
bilamana terjadi kegagalan induksi ataupun distress janin/ibu. Akan tetapi, pada
pasien ini langsung direncanakan untuk dilakukan SC sito.
Pasien menjalani operasi SC sito pada tanggal 12/06/18. Operasi SC dilakukan
secara sito, guna memperkecil kemungkinan risiko infeksi sebagai bagian dari
komplikasi KPD.

Landasan Teori
Definisi menurut American College of Obstetricians and Gynecologists pada tahun
2013 adalah rupturnya membran fetal secara spontan sebelum usia kehamilan 37 minggu dan
sebelum mulainya partus. Penyebab dari pecahnya ketuban ini dapat disebabkan oleh banyak
hal, namun infeksi intrauteri merupakan penyebab terbanyak.
Faktor resiko lainnya adalah status sosioekonomi yang rendah, IMT ≤ 19.8, kurang nutrisi,
dan merokok. Wanita dengan riwayat ketuban pecah dini (KPD) memiliki resiko lebih besar
untuk mengalami KPD pada kehamilan selanjutnya. Namun meskipun faktor-faktor resiko ini
telah diketahui, namun seringkali kasus ini tidak dapat diketahui penyebab pastinya.

Etiologi
Perubahan Molekuler
Ketuban pecah dini diduga memiliki hubungan dengan peningkatan daripada
apoptosis komponen membran seluler dan peningkatan dari protease spesifik pada membran
dan cairan ketuban. Kekuatan daripada membran ketuban merupakan peranan daripada
matriks ekstraseluler amnion dan kolagen interstisial amnion (terutama tipe I dan III) yang
dimana dibentuk oleh sel mesenkim. Atas dasar inilah hal-hal mengenai degradasi kolagen
menjadi fokus utama dari penelitian untuk kelainan ini. Kumpulan protease bernama matrix
metalloproteinase (MMP) memiliki peranan dalam degradasi kolagen. Jenis MMP-1, MMP-
2, MMP-3, dan MMP-9 diduga memiliki peranan dalam perjalanan KPD, karena sebuah
penelitian telah menemukan jenis protein-protein ini pada cairan ketuban pasien dengan
kehamilan yang mengalami KPD. Aktivitas MMP ini diregulasi oleh sebuah inhibitor yang
bernama tissue inhibitors of matrix metalloproteinases (TIMP). Beberapa dari inhibitor ini
ditemukan dalam konsentrasi yang rendah pada cairan ketuban wanita dengan ketuban yang
telah pecah. Penemuan ini mendukung dugaan bahwa aktivitas MMP memiliki peranan
terhadap pecahnya ketuban. Ada pula penelitian lain menyimpulkan bahwa konsentrasi dari
MMP dapat meningkat dengan IL-1, TNF-α, dan IL-6. Penelitian terakhir oleh Mogami
(2013) memberikan mekanisme kerja bagaimana endotoksin daripada bakteri atau TNF-α
menstimulasi sel epitel amnion untuk melepaskan fetal fibronectin (fFN). Dengan adanya fFN
yang mengikat kepada Toll-like receptor 4 pada sel mesenkim amnion, maka aktivasi dari
kaskade signal akan terjadi. Kaskade ini akan membuat peningkatan sintesis daripada
prostaglandin E (PGE2) dan peningkatan dari aktivitas MMP-1, MMP-2, dan MMP-9.
Peningkatan dari kadar prostaglandin menyebabkan pematangan serviks dan kontraksi uterus,
dan peningkatan MMP mengakibatkan pemecahan kolagen pada membran ketuban sehingga
ketuban pecah secara prematur atau dini.
Menurut penelitian oleh Arechavaleta-Velasco, 2002 dan Fortunato, 2003, cairan
amnion pada kehamilan dengan KPD mengalami tingkat kematian sel yang lebih banyak dan
penanda apoptosis yang lebih tinggi dibandingkan dengan amnion pada kehamilan yang
aterm. Sebuah penelitian in vitro mengindikasikan bahwa apoptosis kemungkinan diregulasi
oleh endotoksin bakteri, IL-1, dan TNF-α. Ada juga protein yang berkaitan dengan sintesis
kolagen cross-linked matur atau matriks protein yang mengikat kolagen, yang pada akhirnya
meningkatkan kekuatan membran. Protein-protein ini juga terganggu pada membran ketuban
yang pecah dini. Kesimpulannya, hasil penelitian menunjukkan bahwa kasus-kasus KPD
merupakan hasil dari degradasi kolagen, gangguan pengumpulan kolagen, dan kematian sel,
yang membuat dinding amnion semakin lemah.

Infeksi
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat insiden KPD yang disebabkan oleh
infeksi. Kultur bakteri pada cairan ketuban mendukung bahwa infeksi memiliki proporsi yang
besar dari penyebab KPD. Sebuah ulasan dari 18 penelitian yang mencakup hampir 1500
wanita dengan KPD menemukan bahwa kira-kira pada sepertiga dari mereka memiliki
bakteria pada cairan ketubannya. Hal inilah yang mendasari adanya tatalaksana yang
memberikan terapi antibiotik untuk pencegahan KPD.
Secara garis besar, bukti-bukti telah menunjukkan bahwa infeksi merupakan penyebab
terbesar dari kejadian KPD. Respon inflamasi yang diduga dapat melemahkan dinding
amnion sedang dalam penelitian. Penelitian ini sedang difokuskan untuk melihat mediator
yang terjadi dari proses ini, untuk mengidentifikasi penanda yang dapat ditemukan sebelum
terjadinya KPD.
Diagnosis
Dalam periode antepartum, seorang ibu yang sedang hamil harus diberi arahan untuk
memperhatikan apabila terjadi keluarnya cairan dari vagina, dan segera melapor kejadian
tersebut ke dokter maupun bidan terdekat. Pecahnya ketuban adalah sebuah kejadian yang
penting, atas dasar tiga hal. Pertama, apabila bagian presentasi tidak terfiksir pada pelvis,
maka kemungkinan untuk terjadinya prolapse atau terjepitnya tali pusat meningkat secara
drastis. Kedua, proses melahirkan akan terjadi segera apabila kehamilan sudah atau
mendekati tafsiran lahir (aterm). Terakhir, apabila kelahiran ditunda setelah pecahnya
ketuban, maka infeksi intrauteri semakin meningkat seiring dengan berjalannya waktu.
Dengan melakukan pemeriksaan inspekulo, pecahnya ketuban dapat ditegakkan
apabila cairan ketuban mengumpul pada bagian forniks posterior atau adanya cairan bening
yang mengalir dari kanalis servikalis. Meskipun beberapa uji diagnostik untuk mendeteksi
pecahnya ketuban sudah disarankan, namun tidak ada yang dapat diandalkan sepenuhnya.
Apabila diagnosis masih belum begitu jelas, maka cara lainnya adalah dengan menentukan
kadar pH dari cairan vagina. Kadar pH dari cairan yang disekresi vagina pada umumnya
memiliki rentang antara 4.5 – 5.5, dimana cairan ketuban berkisar antara 7.0 – 7.5.
Penggunaan nitrazine sebagai indikator untuk menentukan pecahnya ketuban adalah cara
yang simpel dan cukup dapat dipercaya. Alat yang digunakan adalah kertas litmus yang
digunakan dengan menempelkan cairan vagina ke kertas tersebut dan melihat perubahan
warnanya sesuai dengan tabel yang disediakan oleh pembuatnya. Hasil pH diatas 6.5
menunjukan bahwa cairan tersebut adalah cairan ketuban. Hasil false-positive dapat terjadi
apabila cairan tersebut bercampur dengan darah, semen, atau bakterial vaginosis, dimana
hasil false-negative dapat terjadi apabila cairan ketuban kurang banyak didapatkan oleh kertas
litmus tersebut.
Uji lainnya adalah dengan melihat cairan atau mukus pada vagina, apabila terjadi
arborization atau terlihat adanya banyak percabangan ketika didiamkan setelah sekian lama
dibawah mikroskop, maka hasil tersebut lebih menunjukkan cairan amnion. Hal ini didasari
oleh adanya komponen natrium klorida, protein dan karbohidrat. Deteksi daripada alfa-
fetoprotein pada bagian proksimal vagina dapat digunakan untuk mengidentifikasi cairan
amnion.

Tatalaksana Ketuban Pecah Dini


 Pastikan diagnosis
 Tentukan umur kehamilan
 Evaluasi ada tidaknya infeksi maternal ataupun infeksi janin
 Apakah dalam keadaan inpartu, terdapat kegawatan janin
Riwayat keluarnya air ketuban berupa cairan jernih keluar dari vagina yang kadang-
kadang disertai tanda-tanda lain dari persalinan.
Diagnosis Ketuban Pecah Dini prematur dengan inspekulo dilihat adanya cairan
ketuban keluar dari kavum uteri. Pemeriksaan pH vagina perempuan hamil sekitar 4,5; bila
ada cairan ketuban pHnya sekitar 7,1-7,3. Antiseptik yang alkalin akan menaikkan pH vagina.
Dengan pemeriksaan ultrasound adanya Ketuban Pecah Dini dapat dikonfirmasikan
dengan adanya oligohidroamnion. Bila air ketuban normal agaknya ketuban pecah dapat
diragukan serviks.
Penderita dengan kemungkinan Ketuban Pecah Dini harus masuk rumah sakit untuk
diperiksa lebih lanjut. Jika pada perawatan air ketuban berhenti keluar, pasien dapat pulang
untuk rawat jalan. Bila terdapat persalinan dalam kala aktif, korioamnionitis, gawat janin,
persalinan diterminasi. Bila Ketupan Pecah Dini pada kehamilan prematur, diperlukan
penatalaksanaan yang komprehensif. Secara umum penatalaksanaan pasien Ketuban Pecah
Dini yang tidak dalam persalinan serta tidak ada infeksi dan gawat janin, penatalaksanaannya
bergantung pada usia kehamilan.

Penanganan
1. Konservatif
Diberikan antibiotik (Ampicillin 4 x 500 mg, atau Eritromisin dan Metronidazole 2 x 500
mg selama 7 hari). Jika umur kehamilan < 32 – 24 minggu, dirawat selama air ketuban masih
keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu belum
inpartu, tidak ada infeksi, beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan
janin. Terminasi pada usia kehamilan 37 minggu. Jika usia 32 – 37 minggu sudah inpartu,
tidak ada infeksi, berikan tokolitik, dexamethasone dan induksi sesudah 24 jam. Jika usia
kehamilan 32 – 37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi, nilai tanda-tanda
infeksi. Pada usia kehamilan 32 – 37 minggu berikan steroid untuk memacu kematangan paru
janin, dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin setiap minggu. Dosis
betametasone 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam
sebanyak 4 kali.
2. Aktif
Kehamilan lebih dari 37 minggu, induksi dengan oxytocin. Bila gagal, lakukan sectio cesarea.
Dapat pula diberikan misoprostol 25-30 μg intravaginal setiap 6 jam, maksimal 4x. Bila ada
tanda-tanda infeksi beri antibiotik dosis tinggi dan terminasi kehamilan.
 Bila skor bishop-pelvik < 5, lakukan pematangan serviks kemudian diinduksi. Jika tidak
berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesarea
 Bila skor bishop-pelvik > 5, induksi persalinan
4. Plan
Diagnosis : Ketuban Pecah Dini
Pengobatan :
Pada pasien ini terapi yang diberikan di UGD adalah :
1. Tirah baring; posisi miring kiri
2. Eritromisin 4x250 mg p.o.
3. Ceftriaxone 2x1000 mg IV
4. IVFD RL 20 tpm
5. Jadwalkan SC sito
Edukasi :
Menjelaskan pada pasien dan keluarga pentingnya kontrol rutin kehamilan, guna mendeteksi
kasus-kasus seperti demikian.
Konsultasi : -
Kontrol :
Pasien dijadwalklan kontrol dengan dr. Leliana, Sp. OG dan anaknya ke dr. Gingin, Sp. A

You might also like