Professional Documents
Culture Documents
Pemeriksaan Penunjang
Lab :
20/5/18
Parameter Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 11.2 g/dL 12-16
Leukosit 9.1 rb/mm3 5-10
Hematokrit 33% 37-54
Trombosit 212 rb/mm3 150-400
GDS 93 mg/dL 70-110
Clotting Time 4 menit 2-6 menit
Bleeding Time 2 menit 1-3 menit
Golongan Darah B+
Daftar Pustaka:
1. Stuart EL, Evans GS, Lin YS, Powers HJ. Reduced collagen and ascorbic acid
concentrations and increased proteolytic susceptibility with prelabor fetal membrane
rupture in women. Biol Reprod 2005;72:230-5.
2. Asıcıoglu O, Gungorduk O, Yıldırım G, Besimoğlu B, Ark C, Gungorduk K. Does
Vitamin C and Vitamin E Supplementation Prolong the Latency Period before Delivery
following the Preterm Premature Rupture of Membranes? A Randomized Controlled
Study. Amer J Perinatol. 2013;31(03):195-202.
3. Sharma RMehta S. Ascorbic Acid Concentration and Preterm Premature Rupture of
Membranes. J Obstet Gynecol India. 2014;64(6):417-420.
4. Hauth J, Clifton R, Roberts J, Spong C, Myatt L, Leveno K et al. Vitamin C and E
Supplementation to Prevent Spontaneous Preterm Birth. Obstetrics & Gynecology.
2010;116(3):653-658.
5. Endale T. Maternal and fetal outcomes in term premature rupture of membrane. World J
Emerg Med. 2016;7(2):147.
6. Obstetric Outcomes In Premature Rupture Of The Membrane (Prom). The Internet
Journal of Gynecology and Obstetrics. 2012;16(1).
Hasil pembelajaran:
1. Definisi KPD
2. Patofisiologi KPD
3. Manifestasi klinis dan Diagnosis KPD
4. Penatalaksanaan KPD
Landasan Teori
Definisi menurut American College of Obstetricians and Gynecologists pada tahun
2013 adalah rupturnya membran fetal secara spontan sebelum usia kehamilan 37 minggu dan
sebelum mulainya partus. Penyebab dari pecahnya ketuban ini dapat disebabkan oleh banyak
hal, namun infeksi intrauteri merupakan penyebab terbanyak.
Faktor resiko lainnya adalah status sosioekonomi yang rendah, IMT ≤ 19.8, kurang nutrisi,
dan merokok. Wanita dengan riwayat ketuban pecah dini (KPD) memiliki resiko lebih besar
untuk mengalami KPD pada kehamilan selanjutnya. Namun meskipun faktor-faktor resiko ini
telah diketahui, namun seringkali kasus ini tidak dapat diketahui penyebab pastinya.
Etiologi
Perubahan Molekuler
Ketuban pecah dini diduga memiliki hubungan dengan peningkatan daripada
apoptosis komponen membran seluler dan peningkatan dari protease spesifik pada membran
dan cairan ketuban. Kekuatan daripada membran ketuban merupakan peranan daripada
matriks ekstraseluler amnion dan kolagen interstisial amnion (terutama tipe I dan III) yang
dimana dibentuk oleh sel mesenkim. Atas dasar inilah hal-hal mengenai degradasi kolagen
menjadi fokus utama dari penelitian untuk kelainan ini. Kumpulan protease bernama matrix
metalloproteinase (MMP) memiliki peranan dalam degradasi kolagen. Jenis MMP-1, MMP-
2, MMP-3, dan MMP-9 diduga memiliki peranan dalam perjalanan KPD, karena sebuah
penelitian telah menemukan jenis protein-protein ini pada cairan ketuban pasien dengan
kehamilan yang mengalami KPD. Aktivitas MMP ini diregulasi oleh sebuah inhibitor yang
bernama tissue inhibitors of matrix metalloproteinases (TIMP). Beberapa dari inhibitor ini
ditemukan dalam konsentrasi yang rendah pada cairan ketuban wanita dengan ketuban yang
telah pecah. Penemuan ini mendukung dugaan bahwa aktivitas MMP memiliki peranan
terhadap pecahnya ketuban. Ada pula penelitian lain menyimpulkan bahwa konsentrasi dari
MMP dapat meningkat dengan IL-1, TNF-α, dan IL-6. Penelitian terakhir oleh Mogami
(2013) memberikan mekanisme kerja bagaimana endotoksin daripada bakteri atau TNF-α
menstimulasi sel epitel amnion untuk melepaskan fetal fibronectin (fFN). Dengan adanya fFN
yang mengikat kepada Toll-like receptor 4 pada sel mesenkim amnion, maka aktivasi dari
kaskade signal akan terjadi. Kaskade ini akan membuat peningkatan sintesis daripada
prostaglandin E (PGE2) dan peningkatan dari aktivitas MMP-1, MMP-2, dan MMP-9.
Peningkatan dari kadar prostaglandin menyebabkan pematangan serviks dan kontraksi uterus,
dan peningkatan MMP mengakibatkan pemecahan kolagen pada membran ketuban sehingga
ketuban pecah secara prematur atau dini.
Menurut penelitian oleh Arechavaleta-Velasco, 2002 dan Fortunato, 2003, cairan
amnion pada kehamilan dengan KPD mengalami tingkat kematian sel yang lebih banyak dan
penanda apoptosis yang lebih tinggi dibandingkan dengan amnion pada kehamilan yang
aterm. Sebuah penelitian in vitro mengindikasikan bahwa apoptosis kemungkinan diregulasi
oleh endotoksin bakteri, IL-1, dan TNF-α. Ada juga protein yang berkaitan dengan sintesis
kolagen cross-linked matur atau matriks protein yang mengikat kolagen, yang pada akhirnya
meningkatkan kekuatan membran. Protein-protein ini juga terganggu pada membran ketuban
yang pecah dini. Kesimpulannya, hasil penelitian menunjukkan bahwa kasus-kasus KPD
merupakan hasil dari degradasi kolagen, gangguan pengumpulan kolagen, dan kematian sel,
yang membuat dinding amnion semakin lemah.
Infeksi
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat insiden KPD yang disebabkan oleh
infeksi. Kultur bakteri pada cairan ketuban mendukung bahwa infeksi memiliki proporsi yang
besar dari penyebab KPD. Sebuah ulasan dari 18 penelitian yang mencakup hampir 1500
wanita dengan KPD menemukan bahwa kira-kira pada sepertiga dari mereka memiliki
bakteria pada cairan ketubannya. Hal inilah yang mendasari adanya tatalaksana yang
memberikan terapi antibiotik untuk pencegahan KPD.
Secara garis besar, bukti-bukti telah menunjukkan bahwa infeksi merupakan penyebab
terbesar dari kejadian KPD. Respon inflamasi yang diduga dapat melemahkan dinding
amnion sedang dalam penelitian. Penelitian ini sedang difokuskan untuk melihat mediator
yang terjadi dari proses ini, untuk mengidentifikasi penanda yang dapat ditemukan sebelum
terjadinya KPD.
Diagnosis
Dalam periode antepartum, seorang ibu yang sedang hamil harus diberi arahan untuk
memperhatikan apabila terjadi keluarnya cairan dari vagina, dan segera melapor kejadian
tersebut ke dokter maupun bidan terdekat. Pecahnya ketuban adalah sebuah kejadian yang
penting, atas dasar tiga hal. Pertama, apabila bagian presentasi tidak terfiksir pada pelvis,
maka kemungkinan untuk terjadinya prolapse atau terjepitnya tali pusat meningkat secara
drastis. Kedua, proses melahirkan akan terjadi segera apabila kehamilan sudah atau
mendekati tafsiran lahir (aterm). Terakhir, apabila kelahiran ditunda setelah pecahnya
ketuban, maka infeksi intrauteri semakin meningkat seiring dengan berjalannya waktu.
Dengan melakukan pemeriksaan inspekulo, pecahnya ketuban dapat ditegakkan
apabila cairan ketuban mengumpul pada bagian forniks posterior atau adanya cairan bening
yang mengalir dari kanalis servikalis. Meskipun beberapa uji diagnostik untuk mendeteksi
pecahnya ketuban sudah disarankan, namun tidak ada yang dapat diandalkan sepenuhnya.
Apabila diagnosis masih belum begitu jelas, maka cara lainnya adalah dengan menentukan
kadar pH dari cairan vagina. Kadar pH dari cairan yang disekresi vagina pada umumnya
memiliki rentang antara 4.5 – 5.5, dimana cairan ketuban berkisar antara 7.0 – 7.5.
Penggunaan nitrazine sebagai indikator untuk menentukan pecahnya ketuban adalah cara
yang simpel dan cukup dapat dipercaya. Alat yang digunakan adalah kertas litmus yang
digunakan dengan menempelkan cairan vagina ke kertas tersebut dan melihat perubahan
warnanya sesuai dengan tabel yang disediakan oleh pembuatnya. Hasil pH diatas 6.5
menunjukan bahwa cairan tersebut adalah cairan ketuban. Hasil false-positive dapat terjadi
apabila cairan tersebut bercampur dengan darah, semen, atau bakterial vaginosis, dimana
hasil false-negative dapat terjadi apabila cairan ketuban kurang banyak didapatkan oleh kertas
litmus tersebut.
Uji lainnya adalah dengan melihat cairan atau mukus pada vagina, apabila terjadi
arborization atau terlihat adanya banyak percabangan ketika didiamkan setelah sekian lama
dibawah mikroskop, maka hasil tersebut lebih menunjukkan cairan amnion. Hal ini didasari
oleh adanya komponen natrium klorida, protein dan karbohidrat. Deteksi daripada alfa-
fetoprotein pada bagian proksimal vagina dapat digunakan untuk mengidentifikasi cairan
amnion.
Penanganan
1. Konservatif
Diberikan antibiotik (Ampicillin 4 x 500 mg, atau Eritromisin dan Metronidazole 2 x 500
mg selama 7 hari). Jika umur kehamilan < 32 – 24 minggu, dirawat selama air ketuban masih
keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu belum
inpartu, tidak ada infeksi, beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan
janin. Terminasi pada usia kehamilan 37 minggu. Jika usia 32 – 37 minggu sudah inpartu,
tidak ada infeksi, berikan tokolitik, dexamethasone dan induksi sesudah 24 jam. Jika usia
kehamilan 32 – 37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi, nilai tanda-tanda
infeksi. Pada usia kehamilan 32 – 37 minggu berikan steroid untuk memacu kematangan paru
janin, dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin setiap minggu. Dosis
betametasone 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam
sebanyak 4 kali.
2. Aktif
Kehamilan lebih dari 37 minggu, induksi dengan oxytocin. Bila gagal, lakukan sectio cesarea.
Dapat pula diberikan misoprostol 25-30 μg intravaginal setiap 6 jam, maksimal 4x. Bila ada
tanda-tanda infeksi beri antibiotik dosis tinggi dan terminasi kehamilan.
Bila skor bishop-pelvik < 5, lakukan pematangan serviks kemudian diinduksi. Jika tidak
berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesarea
Bila skor bishop-pelvik > 5, induksi persalinan
4. Plan
Diagnosis : Ketuban Pecah Dini
Pengobatan :
Pada pasien ini terapi yang diberikan di UGD adalah :
1. Tirah baring; posisi miring kiri
2. Eritromisin 4x250 mg p.o.
3. Ceftriaxone 2x1000 mg IV
4. IVFD RL 20 tpm
5. Jadwalkan SC sito
Edukasi :
Menjelaskan pada pasien dan keluarga pentingnya kontrol rutin kehamilan, guna mendeteksi
kasus-kasus seperti demikian.
Konsultasi : -
Kontrol :
Pasien dijadwalklan kontrol dengan dr. Leliana, Sp. OG dan anaknya ke dr. Gingin, Sp. A