You are on page 1of 5

DIAGNOSIS BANDING

Adapun diagnosis banding yang diambil untuk menjadi perbandingan penyakit Diabetes
Melitus Tipe 2 adalah :

1. Diabetes Melitus Tipe 1


DM tipe 1 terjadi karena adanya defek sel-sel beta pancreas sehingga terjadi defisiensi
absolut dari insulin, yang mengakibatkan gangguan metabolisme glukosa dalam tubuh
dan terjadinya hiperglikemia. Prevalensi DM tipe 1 paling banyak terjadi pada laki-laki
daripada perempuan. DM tipe 1 biasanya dimulai pada anak-anak usia 4 tahun atau
lebih, dengan insiden puncak onset pada usia 11-13 tahun, bertepatan dengan awal masa
remaja dan pubertas. Kejadian yang relatif tinggi ada pada usia di akhir 30-an dan awal
40-an, dengan gejala hiperglikemia awal tanpa ketoasidosis dan bertahap terjadinya
ketosis. Gejala yang paling umum tipe 1 diabetes mellitus (DM) adalah poliuria,
polidipsia, dan polyphagia, bersama dengan kelesuan, mual, dan penglihatan kabur,
yang semuanya disebabkan oleh hiperglikemia itu sendiri. Pasien DM tipe 1 biasanya
terlihat kurus karena terjadi penurunan berat badan yang cepat.1,3

2. Diabetes Melitus Tipe Lain


Diabetes melitus tipe lain berdasarkan penyebabnya terbagi menjadi :2
a. Defek genetik fungsi sel beta
i. Kromosom 12, HNF-α (dahulu MODY 3)
ii. Kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 3)
iii. Kromosom 20, HNF-α (dahulu MODY 1)
iv. Kromosom 13, insulin promoter factor (IPF dahulu MODY 4)
v. Kromosom 17, HNF-1β (dahulu MODY 5)
vi. Kromosom 2, Neuro D1 (dahulu MODY 6) DNA Mitokondria
b. Defek genetik kerja insulin: resistensi insulin tipe a, I eprechaunism, sindrom
Rabson Mendenhall diabetes lipoatrofik, lainnya.
c. Penyakit eksokrin pankreas: pankreatitis, trauma/prankreatektomi, neoplasma,
fibrosis kistik, hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus, lainnya.
d. Endokrinopati: akromegali, sindrom cushing, feokromositoma, hipertiroidisme
somatostatinoma, aldosteronoma, lainnya.
e. Karena obat/zat kimia: vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid,
hormon tiroid, diazoxid, aldosteronoma, lainnya.
f. Infeksi: rubella congenital, CMV, lainnya.
g. Imunologi (jarang): sindrom “stiffman”, antibodi anti reseptor insulin, lainnya.
h. Sindroma genetik lain: sindrom Down, sindrom Klinefelter, sindrom Turner,
sindrom Wolfram’s, ataksia Friedreich’s, chorea Huntington, sindrom Laurence
Moon Biedl distrofi miotonik, porfiria, sindrom Prader Willi, lainnya.2

3. Diabetes Insipidus
Diabetes Insipidus adalah suatu kelainan dimana terdapat kekurangan hormon
antidiuretik yang menyebabkan rasa haus yang berlebihan (polidipsi) dan pengeluaran
sejumlah besar air kemih yang sangat encer (poliuri). Diabetes insipidus terjadi akibat
penurunan pembentukan hormon antidiuretik (vasopresin), yaitu hormon yang secara
alami mencegah pembentukan air kemih yang terlalu banyak. Hormon ini unik, karena
dibuat di hipotalamus lalu disimpan dan dilepaskan ke dalam aliran darah oleh hipofisa
posterior. Diabetes insipidus juga bisa terjadi jika kadar hormon antidiuretik normal
tetapi ginjal tidak memberikan respon yang normal terhadap hormon ini (keadaan ini
disebut diabetes insipidus nefrogenik). Diabetes indipidus dapat disebabkan oleh:3
a. Hipotalamus mengalami kelainan fungsi dan menghasilkan terlalu sedikit
hormon antidiuretic.
b. Kelenjar hipofisa gagal melepaskan hormon antidiuretik ke dalam aliran darah.
c. Kerusakan hipotalamus atau kelenjar hipofisa akibat pembedahan.
d. Cedera otak (terutama patah tulang di dasar tengkorak).
e. Tumor.
f. Sarkoidosis atau tuberculosis.
g. Aneurisma atau penyumbatan arteri yang menuju ke otak.
h. Beberapa bentuk ensefalitis atau meningitis.
Diabetes insipidus dapat timbul secara perlahan maupun secara tiba-tiba pada segala
usia. Seringkali satu-satunya gejala adalah rasa haus dan pengeluaran air kemih yang
berlebihan. Sebagai kompensasi hilangnya cairan melalui air kemih, penderita bisa
minum sejumlah besar cairan (3-8 L/hari). Jika kompensasi ini tidak terpenuhi, maka
dengan segera akan terjadi dehidrasi yang menyebabkan tekanan darah rendah
dan syok. Penderita terus berkemih dalam jumlah yang sangat banyak, terutama di
malam hari. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya. Untuk
menyingkirkan diabetes melitus (kencing manis) dilakukan pemeriksaan gula pada air
kemih. Pemeriksaan darah menunjukkan kadar berbagai elektrolit yang abnormal.
Diagnosis diabetes insipidus semakin kuat jika sebagai respon terhadap hormon
antidiuretik:3
a. pembuangan air kemih yang berlebihan berhenti
b. tekanan darah naik
c. denyut jantung kembali normal.

4. Diabetes Melitus Gestasional


Diabetes melitus gestasional (DMG) adalah intoleransi glukosa yang pertama kali
diketahui saat kehamilan. DMG diklasifikasikan tersendiri, di samping DM tipe I. tipe
2, dan tipe lain. DMG kurang lebih mempengaruhi 4% kehamilan. lnsidens DMG
diperkirakan semakin meningkat seiring bertambahnya populasi obesitas.4

Insulin memegang peran penting dalam patofisiologi DMG. Pada trimester pertama.
terjadi peningkatan hormon estrogen dan progesteron yang menurunkan kadar glukosa
puasa sebanyak kurang lebih 15 mg/dL. Namun, pada trimester kedua, plasenta semakin
banyak mensekresikan hormon anti-insulin. Hal ini dikarenakan mulai terjadi transfer
glukosa dari ibu ke janin sehingga diperlukan glukosa darah lebih banyak. Kadar gula
darah janin adalah 80% dari kadar gula darah ibu. Dalam hal ini, hormon human
placental lactogen (hPL) merupakan hormon yang paling berperan mengakibatkan
resistensi insulin dan lipolisis. Hormon hPL menumpulkan afinitas insulin ke reseptor
insulin. Sekresi hPL meningkat stabil pada trimester pertama dan kedua, serta berada
pada fase plateau saat trimester ketiga. Efek yang ditimbulkan adalah meningkatnya
transfer glukosa ke janin dan menurunkan penggunaan glukosa oleh ibu. Selain hPL,
produksi hormon kortisol serta prolactin meningkat selama kehamilan. Kedua hormon
ini meningkatkan kadar glukosa dalam darah. Oleh karena tingginya kadar gula darah
janin, produksi insulin janin juga meningkat. Insulin berperan sebagai hormon anabolik
dan meningkatkan sintesis glikogen serta lipogenesis. Akibatnya. terjadilah bayi
makrosomia pada saat kelahiran. 4

Skrining risiko DMG dilakukan pada kunjungan antenatal pertama untuk seluruh
perempuan yang sebelumnya tidak memiliki diabetes. Faktor-faktor risiko DMG: 4
a. Obesitas (indeks masa tubuh saat tidak hamil ≥25 Kg/m2)
b. Riwayat DMG sebelumnya;
c. Glukosuria berat (> +2 pada pemeriksaan urin):
d. Riwayat abortus spontan;
e. Riwayat bayi sebelumnya dengan malaformasi anatomi:
f. Riwayat diabetes dalam keluarga (first degree relative).
Daftar Pustaka

1. Wong, Whaley. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi 4. EGC: Jakarta; 2002.
2. Ferri FF. Diabetes mellitus. In: Ferri's Clinical Advisor 2018. Philadelphia, Pa.:
Elsevier; 2018.
3. Cunningham FG. Diabetes mellitus. In: Williams Obstetrics. 24th Ed. New York: The
McGraw-Hill Companies; 2014.
4. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA. Kapita Selekta Kedokteran. Ed 4. Media
Aesculapius; Jakarta: 2014.

You might also like