You are on page 1of 6

Ghee merupakan produk olahan yang dibuat dari susu, krim dan mentega dari

beberapa jenis hewan. Di negara asalnya India ghee dibuat dari lemak susu sapi,
kerbau dan campuran menggunakan proses pengolahan suhu tinggi dengan tujuan
untuk mengurangi kadar air. Di Timur Tengah, ghee umumnya terbuat dari susu
kambing, domba atau unta dan dikenal sebagai maslee. Di Arab ghee dikenal
dengan sebutan samn dan di Iran dikenal dengan roghn (Urbach and Gordon,
1994). Struktur fisik ghee yang diinginkan yaitu berbentuk kristalin dan sedikit
lebut dan biasanya ghee tidak memiliki rasa. Karakteristik spesifik ghee yaitu
mengandung lemak susu minimal 96%, kelembapan maksimum 0,3%, asam
lemak bebas maksimum 0,3% dan nilai peroksida kurang dari 1,0 (Rajorhia,
1993).
Ghee berdasarkan bahan dasarnya terdiri dari dua jenis yaitu ghee dari lemak
hewani dan ghee dari lemak nabati. Ghee dari lemak hewani berasal dari susu
sapi, kerbau, domba, kambing, unta dan campuran. Ghee dari lemak hewani juga
memiliki nama yang berbeda-beda di setiap negara. Di Mesir ghee disebut samma
dengan bahan dasar mentega yang dipanaskan pada suhu 50-60oC dan
ditambahkan garam 2-4% yang bertujuan untuk mengurangi kadar air (El-Agamy,
1993). Di Assyirian ghee disebut meshho yang terbuat dari mentega asli (zebdo)
negara Assyirian (Abdalla, 1994). Di negara Sudan ghee disebut juga samin atau
dihn yang dibuat dari mentega furssa atau zibda. Samin dapat bertahan selama 6-8
bulan (Hamid, 1993). Di Uganda ghee disebut samuli yang dibuat dari mashita
yaitu mentega yang dibuat dari susu yang telah difermentasikan. Sedangkan ghee
dari lemak nabati disebut vanaspati yang berasal dari minyak kelapa sawit,
minyak kedelai, minyak kacang tanah dan minyak biji kapas.
Ghee dalam penggunaannya banyak dimanfaatkan dalam bidang kuliner,
misalnya sebagai saus untuk makanan, topping, menggoreng makanan, pembuatan
martabak dan nasi kebuli. Samin juga dapat dikonsumsi secara langsung atau
dicampur sebagai makanan pendamping untuk minum kopi atau teh dengan tujuan
terapi. Selain itu penambahan madu dengan samin sangat bergizi dan dan
memiliki efek afrodisiak (Hamid, 1993). Selain itu, samuli pada dasarnya
digunakan untuk memasak dan menggoreng berbagai makanan karena tahan
panas.
Proses pengolahan ghee terdiri dari empat metode berdasarkan bahan baku
dasarnya yaitu susu, krim dan mentega. Metode pengolahan ghee yaitu metode
milk-butter (MB), metode direct cream (DC), metode cream-butter (CB), dan
metode prestratifikasi (PS) seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1.
Secara umum proses pengolahan ghee yaitu bahan dasar berupa susu, krim
atau mentega di churning atau di kocok dan dipanaskan pada suhu 100-120oC
dengan tujuan untuk menguapkan air. Menurut (Warner, 1976) kenaikan suhu
dilakukan secara bertahap dan sambil diaduk dengan tujuan untuk mengontrol
buih. Over heating pada proses pengolahan ghee dapat membuat flavor menjadi
pahit dan warna ghee menjadi coklat. Di India pengolahan ghee menggunakan
metode batch, dimana mentega dipanaskan menggunakan steel uap dengan
kapasitas 500-1000 kg (Achaya,1997).
Pada metode MB (milk-butter) atau dikenal dengan desi method bahan dasar
yang digunakan yaitu susu yang telah di fermentasi yang kemudian dikonversi
atau diubah menjadi mentega lalu kemudian dipanaskan untuk menguapkan air
(Munro et al., 1992; Podmore, 1994). Metode DC (direct cream) juga
menggunakan bahan baku berupa susu yang dilakukan pemisahan untuk
mendapatkan krim segar. Kemudian krim difermentasi dan dipanaskan (Rajorhia,
1993). Pada metode CB (cream butter) persiapan bahan baku yang digunakan
sama seperti pada metode DC yaitu susu dipisahkan hingga diperoleh krim
kemudian krim dikonversi menjadi mentega lalu kemudian dipanaskan untuk
menguapkan air pada ghee (van den Berg, 1988). Metode terakhir yaitu metode
PS (prestratifikasi) atau clarified butter yang cocok digunakan untuk pengolahan
ghee skala besar yang menggunakan mentega dalam jumlah banyak (van den
Berg, 1988). Menurut (Rajorhia, 1993) pada metode PS mentega dipanaskan pada
suhu 80-85oC selama 30 menit untuk memisahkan ke dalam tiga lapisan yaitu
lapisan atas atau lapisan yang terapung berupa partikel protein yang terdenaturasi
dan kotoran, lapisan kedua atau lapisan tengah berupa lemak (fat phase) dan
lapisan ketiga atau lapisan bawah berupa buttermilk. Keuntungan metode PS yaitu
dapat menghemat konsumsi bahan bakar, waktu dan tenaga kerja. Selain itu, ghee
hasil metode PS memiliki tingkat asam lemak bebas, keasaman yang rendah dan
flavor yang ringan (Rajorhia, 1993). Ghee hasil metode PS memiliki kadar air
yang tinggi, namun masih relatif rendah untuk pertumbuhan mikroba (van den
Berg, 1988).
Pengaruh suhu dan lama waktu pemanasan terhadap kandungan asam lemak
bebas dan stabilitas oksidatif ghee. Perlakuan yang digunakan yaitu dengan
menggunakan suhu 100, 110 dan 120oC dengan lama waktu pemanasan 5,10 dan
15 menit. Suhu optimal pemanasan ghee yaitu pada suhu 120 oC selama 15 menit
yang dapat mempengaruhi kualitas ghee. Pemanasan akan menyebabkan oksidasi
, polimerisasi dan hidrolisis sehingga asam lemak bebas berubah. Selain itu, asam
lemak bebas meningkat karena produksi asam organik oleh bakteri asam laktat
dan meningkatnya senyawa volatil.
DAFTAR PUSTAKA

Abdalla, M. 1994. Milk in the rural culture of contemprary Assyrians in the


Middle-East. In Milk and Milk Products from Medieval to Modern Times,
ed. P. Lysaght. Canongate Press, Edinburgh, pp. 27–39.

Achaya, K. T. 1997. Ghee, vanaspati and special fats in India. In Lipid


Technologies and Applications, eds F. D. Gun- stone and F. B. Padley.
Marcel Dekker Inc., New York, pp. 369–390.

Hamid, A. D. 1993. The Indigenous Fermented Foods of the Sudan: A Study in


African Food and Nutrition. CAB Interna-tional, Wallinford, UK.

Munro, D. S., Cant, P. A. E, Mac Gibbon, A. K. H., Illingworth, D., Kennett, A.


and Main, A. J. (1992) Concentrated milkfat products. In The Technology
of Dairy products, ed. R. Early. Blackie and Sons Ltd, Glasgow, pp. 117–
145

Podmore, J. (1994) Fats in bakery and kitchen products. In Fats in Food Products,
eds D. P. J. Moran and K. K. Rajah. Blackie Academic and Professional,
London, pp. 213–253.

Rajorhia, G. S. 1993. Ghee. In Encyclopaedia of Food Science, Food Technology


and Nutrition, Vol. 4, eds R. Macrae, R. K. Robinson and M. J. Sadler.
Academic Press Ltd, London, pp. 2186–2192.

Urbach, G. and Gordon, M. H. (1994) Flavours derived from fats. In Fats in Food
Products, eds D. P. J. Moran and K. K. Rajah. Blackie Academic and
Professional, London, pp. 347–405.

Van den Berg, J. C. T. 1988. Dairy Technology in the Tropics. Pudoc,


Wageningen, Netherlands.

Warner, J. N. 1976. Principles of Dairy processing. Wiley Eastern Ltd., Delhi,


India.

You might also like