You are on page 1of 11

MAKALAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

“MANAJEMEN CIDERA KEPALA”

DISUSUN OLEH:

PAWITI LEJARING TYAS

P1337420714009

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

PRODI D IV KEPERAWATAN MAGELANG

2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cidera kepala merupakan salah satu penyebab kematian utama pada
kelompok umur produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas.
Tidak hanya berakibat pada tingginya angka kematian pada korban kecelakaan.
Justru, yang harus menjadi perhatian adalah banyaknya kasus kecacatan dari
korban kecelakaan. Khususnya, korban kecelakaan yang menderita cedera kepala.
Menurut paparan dr Andre Kusuma SpBS dari SMF Bedah Saraf RSD dr
Soebandi Jember, cedera kepala adalah proses patologis pada jaringan otak yang
bersifat non- degenerative, non-congenital, dilihat dari keselamatan mekanis dari
luar, yang mungkin menyebabkan gangguan fungsi kognitif, fisik, dan psikososial
yang sifatnya menetap maupun sementara dan disertai hilangnya atau berubahnya
tingkat kesadaran.
Dari definisi itu saja, kita sudah tahu bahwa cedera kepala sangat
berbahaya dan membutuhkan penanganan segera demi keselamatan penderita.
Sayangnya, kendati kasus terus meningkat, namun masih banyak pihak yang
belum sadar pentingnya kecepatan menolong penderita.
Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban
ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat
menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya ( Mansjoer, 2000 ).
Berdasarkan hal-hal dikemukakan di atas maka penulis tertarik untuk
membahas Asuhan Keperawatan Cedera Kepala agar kita bisa menambah
wawasan mengenai konsep dari cedera kepala.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah
dalam makalah ini adalah :
1. Bagaimana konsep triage pada Cedera Kepala ?
2. Bagaimana lingkup keperawatan gawat darurat Cedera Kepala ?
3. Apa definisi dari Cedera Kepala ?
4. Apa etiologi dari Cedera Kepala ?
5. Apa klasifikasi dari Cedera Kepala ?
6. Bagaimanakah manifestasi klinis dari Cedera Kepala ?
7. Bagaimanakah patofisiologi dari penyakit Cedera Kepala ?
8. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari Cedera Kepala ?
9. Bagaimana penanganan pada pasien dengan cidera kepala?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui konsep triage pada Cedera Kepala.
2. Untuk mengetahui lingkup keperawatan gawat darurat Cedera Kepala.
3. Untuk mengetahui pengertian dari Cedera Kepala.
4. Untuk mengetahui etiologi dari penyakit Cedera Kepala.
5. Untuk mengetahui klasifikasi dari Cedera Kepala.
6. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari penyakit Cedera Kepala.
7. Untuk mengetahui patofisiologi dari penyakit Cedera Kepala.
8. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dari penyakit Cedera Kepala.
9. Untuk mengetahui penangganan pada pasien dengan cidera kepala.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP MEDIS
1. Konsep Triage Cedera Kepala
Triage adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau
penyakit untuk menentukan jenis perawatan gawat darurat serta transportasi
selanjutnya. Tindakan ini merupakan proses yang berkesinambungan sepanjang
pengelolaan musibah terutama musibah yang melibatkan massa.

Triase memiliki beberapa kategori, antara lain:

a) Prioritas Pertama (Merah)


Pasien cedera berat yang memerlukan penilaian cepat serta tindakan medik
dan transport segera untuk tetap hidup. Prioritas tertinggi untuk penanganan atau
evakuasi.
b) Prioritas kedua (Kuning)
Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera yang kurang berat dan
dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat. Meliputi kasus
yang memerlukan tindakan segera terutama kasus bedah.
c) Prioritas ketiga (Hijau)
Pasien degan cedera minor yang tidak membutuhkan stabilisasi segera,
memerlukan bantuan pertama sederhana namun memerlukan penilaian ulang
berkala. Penanganan tidak terlalu mendesak dan dapat ditunda jika ada korban lain
yang lebih memerlukan penanganan atau evakuasi.
d) Prioritas nol (Hitam)
Diberikan kepada mereka yang meninggal atau mengalami cedera yang
mematikan.Pelaksanaan triage dilakukan dengan memberikan tanda sesuai dengan
warna prioritas.Tanda triage dapat bervariasi mulai dari suatu kartu khusus sampai
hanya suatu ikatandengan bahan yang warnanya sesuai dengan prioritasnya.
Jangan mengganti tanda triage yang sudah ditentukan. Bila keadaan penderita
berubah sebelum memperoleh perawatan maka label lama jangan dilepas tetapi
diberi tanda, waktu dan pasang yang baru.
Seleksi (triage) penderita dengan cidera kepala tergantung pada beratnya
cidera dan fasilitas yang tersedia. Walaupun demikian, penting untuk melakukan
persiapan persetujuan pengiriman dengan rumah sakit yang mempunyai fasilitas
yang lebih lengkap, dengan demikian penderita dengan cidera kepala sedang dan
berat dapat segera dikirim untuk mendapatkan perawatan yang memadai.
Konsultasi segera dengan ahli bedah saraf pada saat pengobatan dan perawatan
penderita sangat dianjurkan(1), khususnya pada penderita dengan koma dan atau
penderita dengan kecurigaan adanya lesi massa intrakranial. Keterlambatan dalam
perujukan dapat memperburuk keadaan penderita dan selanjutnya akan
menurunkan luaran cidera kepala.

2. Lingkup Keperawatan Gawat Darurat Cedera Kepala


Insiden cidera kepala meningkat dari tahun ketahun seiring dengan
meningkatnya mobilitas penduduk. Dibanding dengan trauma lainnya, cidera
kepala menduduki tingkat morbiditas dan mortalitas tertinggi, oleh karena itu
diperlukan pemahaman dan pengelolaan yang lebih baik terutama untuk petugas
kesehatan yang berada digaris depan, dimana sarana diagnostik dan sarana
penunjang untuk tindakan operasi tidak memadai.
Pada fasilitas-fasilitas kesehatan, dimana tidak dapat dilakukan tindakan
diagnostik ataupun operatif yang memadai, perlu diperhatikan hal-hal sebagai
berikut : Penanganan A,B,C,D, dan E, pencegahan cidera otak sekunder dan
merujuk penderita secepat mungkin bila keadaan memungkinkan.
Dari keseluruhan kasus cidera kepala, 10% adalah cidera kepala berat
dengan angka kematian kurang lebih sepertiganya. Sepertiga lainnya hidup
dengan kecacatan dan sepertiga sisanya sembuh (tidak tergantung pada orang
lain). Namun demikian mereka mungkin masih mengalami gangguan kepribadian
dan kesulitan dalam berkomunikasi dalam jangka waktu lama.

3. Definisi Cedera Kepala


Cedera kepala adalah serangkainan kejadian patofisiologik yang terjadi
setelah trauma kepala, yang dapat melibatkan kulit kepala, tulang dan jaringan
otak atau kombinasinya, (Standar Pelayanan Mendis ,RS DR Sardjito).
Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak, tanpa terputusnya kontinuitas
otak, (Paula Kristanty, dkk 2009).
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan
(acceleasi – decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh
perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serata
notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat
perputaran pada tingkat pencegahan, (Musliha, 2010).

4. Etiologi
a) Trauma oleh benda tajam
Menyebabkan cedera setempat dan menimbulkan cedera lokal. Kerusakan
lokal meliputi Contusio serebral, hematom serebral, kerusakan otak sekunder
yang disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran otak atau hernia.
b) Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh (difusi)
Kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk : cedera
akson, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil
multiple pada otak koma terjadi karena cedera menyebar pada hemisfer cerebral,
batang otak atau kedua-duanya.
c) Etiologi lainnya
Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.
Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.
Cedera akibat kekerasan.

5. Klasifikasi
Menurut berat ringannya berdasarkan GCS (Glosgow Coma Scale)
a) Cedera Kepala ringan (kelompok risiko rendah)
GCS 13-15 (sadar penuh, atentif, orientatif)
Kehilangan kesadaran /amnesia tetapi kurang 30 mnt
Tak ada fraktur tengkorak
Tak ada contusio serebral (hematom)
Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
b) Cedera kepala sedang
GCS 9-14 (konfusi, letargi, atau stupor)
Kehilangan kesadaran lebih dari 30 mnt / kurang dari 24 jam (konkusi)
Dapat mengalami fraktur tengkorak
Muntah
Kejang
c) Cedera kepala berat
GCS 3-8 (koma)
Kehilangan kasadaran lebih dari 24 jam (penurunan kesadaran progresif)
Diikuti contusio serebri, laserasi, hematoma intracranial
Tanda neurologist fokal
Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur kranium

6. Manifestasi Klinis
Adapun manifestasi klinis dari cedera kepala adalah sebagai berikut :
a) Gangguan kesadaran
b) Konfusi
c) Abnormalitas pupil
d) Piwitan tiba-tiba defisit neurologis
e) Gangguan pergerakan
f) Gangguan penglihatan dan pendengaran
g) Disfungsi sensori
h) Kejang otot
i) Sakit kepala
j) Vertigo
k) Kejang
l) Pucat
m) Mual dan muntah
n) Pusing kepala
o) Terdapat hematoma
p) Sukar untuk dibangunkan
q) Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

7. Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa
dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya
melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi
kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan
fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar
metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan
koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh,
sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala
permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan
oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi
penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan
asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml /
menit / 100 gr. Jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output. Trauma
kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-
myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada
fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi
atrium dan vebtrikel, takikardia.
8. Pemeriksaan Diagnostik
a) CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) :
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan
perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya infark / iskemia
jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
b) MRI
Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
c) Cerebral Angiography
Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti perubahan jaringan otak
sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
d) Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
e) X-Ray
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
9. Penanganan pasien dengan cidera kepala
a. Lakukan penilaian dini
Gangguan pernapasan merupakan keadaan yang paling sering dijumpai
pada cidera kepala. Penurunan respon juga akan mempengaruhi jalan
napas.
b. Baringkan dan istirahatkan pasien.
c. Imobilisasi kepala dan leher
Anggap penderita juga mengalami cidera spinal. Pasang bidai leher bila
ada.
d. Hentikan perdarahan bila ada. Jangan melakukan tekanan langsung apabila
daerah cidera menunjukkan adanya patahan tulang atau bagian yang lekuk
ke dalam.
e. Berikan oksigen bila ada sesuai protokol
f. Tutup dan balut luka
g. Periksa tanda vital secara berkala
h. Rujuk ke fasilitas kesehatan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Cedera kepala adalah serangkainan kejadian patofisiologik yang terjadi
setelah trauma kepala, yang dapat melibatkan kulit kepala, tulang dan jaringan
otak atau kombinasinya, (Standar Pelayanan Mendis ,RS DR Sardjito).
Seleksi (triage) penderita dengan cidera kepala tergantung pada beratnya
cidera dan fasilitas yang tersedia. Walaupun demikian, penting untuk melakukan
persiapan persetujuan pengiriman dengan rumah sakit yang mempunyai fasilitas
yang lebih lengkap, dengan demikian penderita dengan cidera kepala sedang dan
berat dapat segera dikirim untuk mendapatkan perawatan yang memadai.
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa
dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya
melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi
kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan
fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar
metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan
koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh,
sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala
permulaan disfungsi cerebral.
DAFTAR PUSTAKA

1. M. Nurjanto, Manajemen Cedera Kepala, dalam Kedaruratan Neurologi,


Kumpulan Makalah Utama Temu Regional Neurologi XI Jateng dan DIY,
Yogyakarta, 1994, hal. 1-11.

2. R. Sjamsuhidayat, Wim de Jong, Cedera Kepala, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi
Revisi, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta, 1997.

3. R. Cambell Connoly, Cedera Kapitis

4. Mahar Mardjono, Priguna Sidharta, Cedera Kapitis dalam Buku Ajar Neurologi
Klinis Dasar, Penerbit Dian Rakyat, Jakarta, 1978.

5. Sabiston, Penatalaksanaan Orang Cedera Akut Cedera Kapitis dan Medula


Spinalis, Buku Ajar Bedah, Bagian pertama, Penerbit Buku Kedokteran, EGC,
Jakarta, 1995.

6. R.M. Padmo Santojo, Daryo Sumitro, Tindakan Bedah Saraf Cedera Kepala,
Bagian Bedah Saraf FKUI, Penerbit FKUI, Jakarta, 1999.

You might also like