You are on page 1of 9

TRACHOMA

Penguji:
dr. Wahid Heru, Sp.M

Disusun oleh:
Annisa Farah Fadhilah G4A014068

KEMENTERIAN RISET DAN PENDIDIKAN TINGGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
SMF ILMU KESEHATAN MATA
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO

2015

0
A. Definisi
Trakoma adalah suatu bentuk keratokonjungtivitis kronis yang
disebabkan oleh infeksi bakteri Chlamydia trachomatis (Solomon, 2010).
Trakoma merupakan salah satu penyakit mata yang dapat menular dan bisa
menyebabkan kebutaan.
B. Etiologi
Trakoma disebabkan oleh Chlamydia trachomatis serotipe A, B, Ba dan
C. Masing- masing serotipe ditemukan di tempat dan komunitas yang berbeda
beda. Chlamydia adalah gram negatif, yang berbiak intraseluler. Spesies C
trachomatis menyebabkan trakoma dan infeksi kelamin (serotipe D-K) dan
limfogranuloma venerum (serotipe L1-L3). Serotipe D-K biasanya
menyebabkan konjungtivitis folikular kronis yang secara klinis sulit
dibedakan dengan trakoma, termasuk konjungtivitis folikular dengan pannus,
dan konjungtiva scar. Namun, serotipe genital ini tidak memiliki siklus
transmisi yang stabil dalam komunitas. Karena itu, tidak terlibat dalam
penyebab kebutaan karena trakoma (Solomon et al, 2004). Adapun siklus
hidup dari bakteri Chlamydia trachomatis ini digambarkan pada gambar di
bawah ini.

Siklus Hidup Chlamydia Trachomatis

C. Patomekanisme

1
Infeksi menyebabkan inflamasi yang predominan limfositik dan
infiltrat monosit dengan plasma sel dan makrofag dalam folikel. Gambaran
tipe folikel dengan pusat germinal dangan pulau- pulau proliferasi sel B yang
dikelilingi sebukan sel T. Infeksi konjungtiva yang rekuren menyebabkan
konjungtival scarring. Scarring diasosiasikan dengan atropi epitel
konjungtiva, hilangnya sel goblet, dan pergantian jaringan normal, longgar
dan stroma vaskular subepitel dengan jaringan ikat kolagen tipe IV dan V
(Solomon et al , 2004).
Secara klinis, trakoma dapat dibagi menjadi fase akut dan fase kronis,
tetapi tanda akut dan kronis dapat muncul dalam waktu yang bersamaan
dalam satu individu. Derajat keparahan dari infeksi mata oleh Chlamydia
trachomatis dapat ringan sampai dengan berat. Banyak infeksinya bersifat
asimtomatis. Sesuai dengan masa inkubasi bakteri Chlamidia yaitu 5-10 hari,
infeksi konjungtiva menyebabkan iritasi, mata merah, dan discharge
mukopurulen. Keterlibatan kornea pada proses inflamasi akut dapat
menimbulkan nyeri dan fotofobia. Secara umum, gejala nampak lebih ringan
dari tampilan mata. Tanda awal infeksi yang kurang spesifik adalah
vasodilatasi dari pembuluh darah konjungtiva. Perubahan spesifik terjadi
beberapa minggu setelah infeksi, yaitu dengan munculnya folikel-folikel pada
konjungtiva forniks, konjungtiva tarsal, dan limbus. Folikel adalah adalah
limfoid germinal dan ditemukan dibawah lapisan epitel. Folikel terlihat
sebagai massa abu-abu atau creamy dengan diameter 0,2-3,0 mm. Tidaklah
normal bila ditemukan satu atau dua folikel pada mata yang sehat, tertama di
canthus lateral atau medial oleh karena lapisan superfisial dari stroma
konjungtiva memiliki sedikit jaringan limfoid sampai kurang lebih 3 bulan
setelah lahir, neonatus tidak mampu menahan respon folikular terhadap
infeksi mata oleh Chlamydia.
Papil juga dapat terlihat pada fase ini :pada kasus ringan terlihat titik-
titik merah kecil dengan mata telanjang. Dengan bantuan slit lamp, papil
terlihat sebagai pembengkakan kecil konjungtiva, dengan vaskularisasi di
tengahnya. Ketika inflamasi bertambah berat, reaksi papilar pada konjungtiva
tarsal diasosiasikan dengan penebalan konjungtiva, pertambahan vaskularisasi
pembuluh tarsal, dan kadang kadang edema palpebra. Bila kornea terlibat

2
pada proses inflamasi, keratitis punctata superficialis dapat dideteksi dengan
tesflouresensi. Infiltrat superficial atau pannus (infiltrasi subepitel dari
jaringan fibrovaskular ke perifer kornea) mengindikasikan inflamasi kornea.
Folikel, papil dan tanda kornea lain adalah tanda dari fase aktif,
namun pannus dapat bertahan setelah fase aktif. Resolusi dari folikel ditandai
dengan terjadinya scarring pada sub epitel konjungtiva. Deposisi dari skar
biasanya di konjungtiva tarsal atas walaupun konjungtiva forniks,
konjungtiva bulbi dan daerah atas kornea dapat terkena. Di daerah endemis
trakoma, sikatrik pada daerah tarsal karena episode infeksi berulang menjadi
dapat terlihat secara makroskopis dengan mengeversi palpebra atas, nampak
seperti plester putih dengan latar konjungtiva yang eritematous. Di limbus,
pergantian folikel menjadi scar mengahasilkan formasi depresi translusen
pada corneoscleral junction yang disebut Herbert’s pits.
Bila scar pada konjungtiva tarsal cukup banyak berkumpul,
menyebabkan kelopak mata atas menekuk ke dalam dan menyebabkan bulu
mata mengenai bola mata hal ini disebut trikiasis. Ketika semua bagian
kelopak mengarah ke dalam disebut entropion. Trikiasis sangat mengiritasi.
Penderita kadang mencabut sendiri bulu mata atau memplester kelopak mata
agar mengahadap ke luar. Selain nyeri, trikiasis juga mencederai kornea,
sebagai efek abrasi kornea dapat terjadi infeksi sekunder oleh jamur atau
bakteri. Karena sikatrik bersifat opak maka penglihatan dapat terganggu bila
mengenai daerah sentral kornea (Solomon et al, 2004)

D. Penegakkan Diagnosis
Penegakkan diagnosis trachoma didapatkan dari hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

a. Anamnesis
Trachoma banyak terjadi pada anak-anak dan menimbulkan sedikit
keluhan kecuali sudah terjadi trikiasis. Beberapa gejala yang biasa
dikeluhkan oleh pasien pada kasus trachoma ini diantaranya adalah :
1) Mata merah
2) Kotoran mata yang banyak
3) Sensasi mengganjal pada kelopak mata
4) Nyeri seperti tertusuk-tusuk

3
5) Silau
6) Gatal
7) Penurunan pengelihatan
Gejala yang ditimbulkan sesuai dengan perjalan penyakit yang
dialami. Oleh karena penyakit ini menular, perlu ditanyakan adakah orang-
di lingkungan pasien yang memiliki keluhan serupa. Penyakit ini sering
timbul pada daerah yang memiliki sanitasi ang kurang baik dengan
keberadaan air bersih yang masih jarang.
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan beberapa tanda sebagai
berikut3 :
1) Konjugtiva
a) Folikel putih keabuan dengan dikelilingi pembuluh darah di
konjungtiva palpebrae superior, forniks superior, jarang
ditemukan pada palpebrae superior ataupun bulbi.
b) Injeksi konjungtiva
c) Epifora
d) Sekret mukopurulen
e) Papil hiperplasia berbentuk mozaik
f) Sikatrik konjungtiva palpebrae
2) Kornea
a) Folikel pada limbus (Herbet’s Follicles) dengan dikellingi
pembuluh darah (Herbet’s rossetes)
b) Pannus
c) Progresif : infilrasi lebih luas dari pada vaskularisasi
d) Regressive : vaskularis lebih luas dari infiltrasi
c. Pemeriksaan Laboratorium
Beberapa pemeriksaan laboratorium yang bisa dilakukan untuk
menegakkan diagnosis trachoma adalah sebagai berikut :
1) Deteksi bakteri Chlamidia dari apusan
a) Pewarnaan iodine
b) Pewarnaan giems
c) Pewarnaan immunoflourecent
d) Sitologi
2) Isolasi Chlamidia
a) Yolk sac kulture
b) Kultur jaringan yang diradiasi sel McCoy tipe II
3) Serologi
a) Complement fixation test
b) Immunodiffusion Assay
c) Radioisotope Assay
d) Microimmunoflourescence
e) ELISA
f) Serial Radial Hemolysis

4
E. Klasifikasi
Klasifikasi Trachoma berdasarkan WHO adalah sebagai berikut :
1. Trakoma Folikular (TF)
Trakoma dengan adanya 5 atau lebih folikel dengan diameter 0,5 mm
didaerah sentral konjungtiva tarsal superior. Bentuk ini umumnya
ditemukan pada anak-anak, dengan prevalensi puncak pada 3-5 tahun

2. Trakoma Inflamasi berat (TI)


Ditandai konjungtiva tarsal superior yang menebal dan
pertumbuhanvaskular tarsal. Papil terlihat dengan pemeriksaan slit lamp

3. Sikatrik Trakoma (TS)

5
Ditandai dengan adanya sikatrik yang mudah terlihat pada
konjungtivatarsal. Memiliki resiko trikiasis ke depannya, semakin banyak
sikatrik semakin besar resiko terjadinya trikiasis.

4. Trikiasis (TT)
Ditandai dengan adanya bulu mata yang mengarah ke bola mata. Potensial
untuk menyebabkan opasitas kornea.

5. Opasitas Kornea (CO)


Ditandai dengan kekeruhan kornea yang terlihat di atas pupil. Kekeruhan
kornea menandakan prevalensi gangguan visus atau kebutaanakibat
trakoma (Salomon et al, 2010)

6
F. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Beberapa pilihan obat yang bisa digunakan untuk mengatasi penyakit ini
adalah sebagai berikut :
a. Topical
1) Oint. Tetracycline 1 % 2-4 kali/hari selama 6 minggu
2) Oint. Erythromycin 1 % 2-4 kali/hari selama 6 minggu
3) G. Sulphacetamide 20 % 4 kali/hari selama 6 minggu
b. Systemic
1) Tetracycline 250 mg 4 kali/hari selama 3 – 4 minggu
2) Erythromycin 250 mg 4 kali/hari selama 3 – 4 minggu
3) Doxycycline 250 mg 2 kali/hari selama 3 – 4 minggu
4) Azithromycin 20 mg / kgBB single dose
2. Non medikamentosa
a. Tindakan Bedah
Pembedahan kelopak mata untuk memperbaiki trikiasis sangat
penting pada penderita dengan trikiasis, yang memiliki resiko tinggi
terhadap gangguan visus dan penglihatan.
Rotasi kelopak mata membatasi perlukaan kornea. Pada
beberapa kasus,dapat memperbaiki visus, karena merestorasi
permukaan visual dan pengurangan sekresi okular dan blefarospasme
b. Kebersihan wajah
Studi epidemiologi menunjukkan bahwa kebersihan wajah pada
anak-anak menurunkan resiko dan juga keparahan dari trakoma aktif.
Untuk mensukseskannya, pendidikan dan penyuluhan kesehatan harus
berbasis komunitas dan berkesinambungan.
c. Peningkatan sanitasi lingkungan
Penyuluhan peningkatan sanitasi rumah dan sumber air, dan
pembuangan feses manusia yang baik. Lalat yang bisa
mentransmisikan trakoma bertelur di feses manusia yangada di
permukaan tanah. Mengontrol populasi lalat dengan insektisida cukup
sulit.
DAFTAR PUSTAKA

7
Ilyas, Sidarta. 2007.Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke-4. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Salomon, Anthony dan Hugh R Taylor. 2010. Trachoma: Treatment and
Medication.
Salomon et al . 2004. Diagnosis and Assesment of Trachoma. Clinical
Microbiology Review. 17: 982-1011

You might also like