You are on page 1of 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perdarahan Post Partum


1. Definisi
Perdarahan post partum adalah perdarahan yang terjadi segera
setelah persalinan melebihi 500 cc.4
Menurut waktu terjadinya dibagi atas dua bagian :
a. Perdarahan post partum primer adalah perdarahan yang terjadi dalam
waktu 24 jam pertama setelah persalinan.
b. Perdarahan post partum sekunder adalah perdarahan yang terjadi setelah
24 jam pertama setelah persalinan.11,12
2.Penyebab Perdarahan Post Partum
a. Atonia Uteri
1) Definisi
Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana lemahnya
kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak dapat menghentikan
perdarahan yang terjadi dari tempat implantasi plasenta setelah bayi
dan plasenta lahir.
2) Faktor predisposisinya:
a) Regangan rahim berlebihan yang diakibatkan kehamilan gemeli,
polihidramnion, atau bayi terlalu besar.
b) Kehamilan grande multipara
c) Kelelahan persalinan lama
d) Ibu dengan anemis atau menderita penyakit menahun
e) Infeksi intra uterin
f) Mioma uteri
g) Ada riwayat atonia uteri

http://www.digilib.unimus.ac.id/
3) Diagnosis
Setelah bayi dan plasenta lahir, ternyata perdarahan masih
aktif dan banyak, bergumpal dan pada saat dipalpasi didapatkan
fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang
lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri terdiagnosis,
maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500-1000 cc yang
sudah keluar dari pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam
uterus dan harus diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah
pengganti. 12
4) Penatalaksanaaan
a) Pemijatan uterus
b) Oksitosin dapat diberikan
c) Antisipasi dini akan kebutuhan darah dan transfusi sesuai
kebutuhan, jika perdarahan terus berlangsung, memastikan
plasenta lahir lengkap, jika terdapat tanda-tanda sisa plasenta, sisa
plasenta tersebut dikeluarkan, uji pembekuan darah sederhana.
Kegagalan terbentuknya pembekuan darah setelah 7 menit atau
adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah
menunjukan adanya koagulopati.
d) Jika perdarahan terus berlangsung kompresi bimanual internal
atau kompresi aorta abdominalis.
e) Jika perdarahan masih berlangsung setelah dilakukan kompresi,
ligasi arteri uterina dan ovarika, histerektomi jika terjadi
perdarahan yang mengancam jiwa.13
b. Inversio uteri
1) Definisi
Inversio uteri merupakan suatu keadaan dimana lapisan
dalam uterus (endometrium) turun dan keluar lewat ostium uteri
eksternum, yang dapat bersifat inkomplit sampai komplit.12

http://www.digilib.unimus.ac.id/
2) Faktor Predisposisi
Faktor-faktor yang memungkinkan dapat terjadi adalah
adanya atonia uteri, serviks yang masih terbuka lebar, dan adanya
kekuatan yang menarik fundus ke bawah (misalnya disebabkan
karena plasenta akreta, inkreta, dan perkreta, yang tali pusatnya
ditarik keras dari bawah atau karena adanya tekanan pada fundus
uteri dari atas (manuever Crede) atau tekanan intraabdominal yang
keras dan tiba-tiba (misalnya batuk keras dan bersin).
Inversio uteri dapat dibagi :
a) Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri tetapi belum keluar
dari ruang tersebut.
b) Korpus uteri yang terbalik sudah masuk kedalam vagina.
c) Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar
terletak diluar vagina.12
3) Diagnosis
a) Dijumpai pada kala III atau postpartum dengan gejala nyeri yang
hebat, perdarahan banyak bisa juga terjadi syok, apalagi bila
plasenta masih melekat dan sebagian sudah ada yang telepas dan
dapat terjadi strangulasi dan nekrosis.
b) Pada pemeriksaan dalam
Bila masih dalam inkomplit, maka pada daerah simfisis
uterus teraba fundus uteri cekung ke dalam, bila komplit, di atas
simfisis uterus teraba kosong dan dalam vagina teraba tumor
lunak, kavum uteri sudah tidak ada (terbalik).12
4) Penatalaksanaan
a) Memanggil bantuan anestesi dan memasang infus untuk
cairan/darah pengganti dan pemberian obat.
b) Beberapa senter memberikan tokolitik/MgSO4 untuk melemaskan
uterus yang terbalik sebelum dilakukan reposisi manual yaitu
mendorong endometrium ke atas masuk ke dalam vagina dan
terus melewati serviks sampai tangan masuk ke dalam uterus pada

http://www.digilib.unimus.ac.id/
posisi normalnya. Hal itu dapat dilakukan sewaktu plasenta sudah
terlepas atau tidak.
c) Di dalam uterus plasenta dilepaskan secara manual dan bila
berhasil dikeluarkan dari rahim dan sambil memberikan
uterotonika lewat infus atau i.m tangan tetap dipertahankan agar
konfigurasi uterus kembali normal dan tanagan operator baru
dilepaskan.
d) Pemberian antibiotika dan transfusi darah sesuai dengan
kebutuhan.
Intervensi bedah dilakukan bila karena jepitan servika yang keras
menyebabkan manuver di atas tidak bisa dikerjakan, maka dilakukan
laparotomi untuk mereposisi, dan apabila terpaksa dilakukan
12
histerektomi jika uterus sudah mengalami infeksi dan nekrosis.
c. Retensio plasenta
Bila plasenta tetap tertinggal dalam uterus setengah jam setelah
anak lahir disebut sebagai retensio plasenta. Plasenta yang sukar
dilepaskan dengan pertolongan aktif kala tiga bisa disebabkan oleh
adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus. Disebut sebagai plasenta
akreta bila implantasi menembus desidua basalis dan Nitabuch layer,
disebut sebagai plasenta inkreta bila plasenta sampai menembus
miometrium dan disebut plasenta perkreta bila vili korialis sampai
menembus perimetrium.12
Terjadinya plasenta akreta adalah plasenta previa, bekas seksio
sesarea, pernah kuret berulang, dan multiparitas. Bila sebagian kecil dari
plasenta masih tertinggal di uterus disebut rest placenta dan dapat
menimbulkan perdarahan post partum primer dan (lebih sering) sekunder.
Proses kala III didahului dengan tahap pelepasan/separasi plasenta akan
ditandai oleh perdarahan pervaginam (cara pelepasan Duncan) atau
plasenta sudah sebagian lepas tetapi tidak keluar pervaginam (cara
pelepasan Schultze), sampai akhirnya tahap ekspulsi, plasenta lahir. Pada
retensio plasenta selama plasenta belum terlepas, maka tidak akan

http://www.digilib.unimus.ac.id/
menimbulkan perdarahan. Sebagian plasenta yang sudah lepas dapat
menimbulkan perdarahan yang cukup banyak (perdarahan kala III) dan
harus diantisipasi dengan segeran melakukan placenta manual, meskipun
kala uri belum lewat setengah jam.12
Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar,
atau setelah melakukan plasenta manual atau menemukan adanya
kotiledon yang tidak lengkap pada saat melakukan pemeriksaan plasenta
dan masih ada perdarahan dari ostium uteri eksternum pada saat ontraksi
rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terjahit. Untuk itu, harus
dilakukan eksplorasi ke dalam rahim dengan cara manual/digital atau
kuret dan pemberian uterotonika. Anaemia yang ditimbulkan setelah
perdarahan dapat diberi transfusi darah sesuai dengan keperluannya.12
d. Perdarahan akibat trauma jalan lahir
1) Ruptura uteri
Gejala klinik seperti ada terputus diikuti syok perdarahan intra
abdominal, janin atau plasenta terlempar ke kavum abdominalis,
terjadi asfiksi, segera diikuti dengan kematian. Terapinya adalah
mempersiapkan infus transfusi darah, antibiotika adekuat dan anti
peritika, laparotomi setelah keadaan umum optimal, tujuannya
histerektomi dan meneluarkan janin dan plasenta, histerorafi untuk
luka bersih atau baru dan masih ingin punya anak.4
2) Ruptura serviks
Gejala klinik kontraksi uterus baik, tetapi perdarahan terus –
menerus, darah segar dan merah, perlukaan dapat diraba dengan 2 jari
untuk menetukan letak rupturnya. Terapinya adalah ruptura serviks
ditarik keluar sehingga tampak jelas, ruptura serviks dijahit kembali
tanpa melibatkan endoserviks, untuk memastikan kesembuhan dan
menghentikan perdarahan dapat dipasang tampon vaginal selama 24
jam.4

http://www.digilib.unimus.ac.id/
3) Hematoma
Terjadi hematoma pada retroperitoneal, menuju parametrium,
menuju ligamentum latum, sekitar vesika urinaria, vagina, vulva, dan
perineum. Diagnosisnya adalah nyeri yang semakin meningkat sekitar
segmen perut bagian bawah, keadaan umum makin memburuk atau
menurun, anemis, nadi meningkat, tensi turun, tetapi perdarahan
pervaginam tidak terlalu banyak. Terapinya adalah pada hematoma
kearah bagian dalam sekitar parametrium, retroperineal, perlu
dilakukan laparotomi, untuk mencari dan menghentikan sumber
perdarahan, hematoma sekitar vagina, vulva, dan perineum perlu
dilakukan evaluasi untuk mencari sumber dan menghentika
perdarahannya, hematoma kecil pada vulva mungkin dapat
4
diabsorbsi.
4) Perlukaan vagina, vulva dan perineum
Evaluasi sumber perdarahannya dilakukan dengan
pemeriksaan fisik dean inspekulo, dengan spekulum jelas tampak
sumber luka dan perdarahannya. Terapinya adalah sumber perlukaan
dijahit kembali sehingga dapat menghentika perdarahan, menghindari
infeksi, mengembalikan fungsinya sebagai alat reproduksi.4
5) Episiotomi
Perlukaan perineum yang sengaja dilakukan untuk memperluas
jalan lahir lunak, dapat terjadi perluasan luka yang lebih dalam,
menjadi sumber perdarahan dan infeksi. Terapinya adalah luka
episiotomi harus dijahit kembali untuk mengembalikan fungsi alat
reproduksi dan menghilangkan sumber perdarahannya, mengurangi
sebanyak mungkin infeksi.4
6) Trauma lain
Ruptura vesika urinaria, diagnosanya nyeri diatas simfisis,
urine berdarah, simfisiolisis diagnosanya nyeri pada persendian
simfisis pubis. Terapinya simfisolisis konservatif dengan jalan
mengikat bokong sekuatnya sehingga simfisis mendekat dan akan

http://www.digilib.unimus.ac.id/
sembuh sendiri. Profilaksis untuk kehamilan selanjutnya harus
operasi.4
e. Perdarahan karena gangguan pembekuan darah
Hal ini dicurigai apabila penyebab yang lain dapat disingkirkan
apalagi disertai ada riwayat pernah mengalami hal yang sama pada
persalinan sebelumnya. Akan ada tendensi mudah terjadi perdarahan
setiap dilakukan penjahitan dan perdarahan akan merembes atau timbul
hematoma pada bekas jahitan, suntikan, perdarahan dari gusi, rongga
hidung, dan lain-lain.
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan hasil pemeriksaan faal
hemostasis yang abnormal. Waktu perdarahan dan waktu pembekuan
memanjang, trombositopenia, terjadi hipofibrinogenemia, dan
terdeteksi adanya FDP (fibrin degradation product) serta perpanjangan
tes protrombin dan PPT (partial tromboplastin time). Predisposisi untuk
terjadinya hal ini adalah solusio plasenta, kematian janin dalam
kandungan, eklampsia, emboli cairan ketuban, dan sepsis. Terapi yang
dilakukan adalah dengan transfusi darah dan produknya seperti plasma
beku segar, trombosit, fibrinogen dan heparinisasi atau pemberian
EACA (epsilon amino caproic acid).12
3. Komplikasi
a. Syok hipovolemik
b. Mudah terjadi komplikasi infeksi terutama akibat perdarahan yang berasal
dari trauma jalan lahir.
c. Sindroma Sheehan:
1) Terjadi atropi dan nekrosis dari master of gland, kelenjar hipofisis
dengan berbagai tingkatannya.
2) Gambaran gejala penuh digambarkan pertama kali oleh Sheehan dan
Murdoch 1938, yaitu amenorea, gagal memberikan laktasi karena
payudara atropi, hilangnya bulu sebagai tanda seksual sekunder pada
pubis, ketiak, gangguan kelenjar lainnya seperti hipotiroidisme,
insufisiensi kelenjar adrenal.

http://www.digilib.unimus.ac.id/
3) Patogenesisnya tidak diketahui dengan pasti, tetapi terjadi gangguan
dalam sekresi hormon tropik pada kelenjar sehingga mengalami
gangguan.
4) Gangguan klinik sesuai dengan fungsi hormonalnya.
Sindroma Sheehan dapat terjadi pada perdarahan antepartum dan
postpartum, Whitehead (1963) menemukan terjadi atropi dan nekrosis sel
tertentu pada master of gland Hipophise sehingga pengeluaran hormon
tropik terganggu. Anemia berkepanjangan terjadi gangguan untuk dapat
pulih kembali, memerluka waktu yang panjang.4
4. Pencegahan
a. Persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki keadaan umum dan mengatasi
setiap penyakit kronis, anemia, dan lain-lain sehingga pada saat hamil dan
persalinan pasien tersebut ada dalam keadaan optimal.
b. Mengenal faktor predisposisi perdarahan post partum seperti multiparitas,
anak besar, hamil kembar, hidroamnion, bekas seksio, ada riwayat
perdarahan post partum sebelumnya dan kehamilan predisposisi tinggi
lainnya yang resikonya akan muncul saat persalinan.
c. Persalinan harus selesai dalam waktu 24 jam.
d. Kehamilan risiko tinggi agar melahirkan di fasilitas rumah sakit rujukan.
e. Kehamilan risiko rendah agar melahirkan di tenaga kesehatan terlatih dan
menghindari persalinan dukun.
f. Menguasai langkah-langkah pertolongan pertama menghadapi perdarahan
post partum dan mengadakan rujukan sebagaimana mestinya.12

B. Faktor Predisposisi Perdarahan Postpartum


Faktor yang mempengaruhi perdarahan post partum adalah :
1. Usia
Wanita yang melahirkan anak pada usia lebih dari 35 tahun
merupakan faktor predisposisi terjadinya perdarahan post partum yang
dapat mengakibatkan kematian maternal. Hal ini dikarenakan pada usia

http://www.digilib.unimus.ac.id/
diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami
penurunan dibandingkan fungsi reproduksi normal.4,16
2. Paritas
Salah satu penyebab perdarahan post partum adalah
multiparitas.12Paritas menunjukan jumlah kehamilan terdahulu yang telah
mencapai batas viabilitas dan telah dilahirkan.Primipara adalah seorang
yang telah pernah melahirkan satu kali satu janin atau lebih yang telah
mencapai batas viabilitas, oleh karena itu berakhirnya setiap kehamilan
melewati tahap abortus memberikan paritas pada ibu.Seorang multipara
adalah seorang wanita yang telah menyelesaikan dua atau lebih kehamilan
hingga viabilitas. Hal yang menentukan paritas adalah jumlah kehamilan
yang mencapai viabilitas, bukan jumlah janin yang dilahirkan. Paritas
tidak lebih besar jika wanita yang bersangkutan melahirkan satu janin,
janin kembar, atau janin kembar lima, juga tidak lebih rendah jika janinnya
lahir mati.Uterus yang telah melahirkan banyak anak, cenderung bekerja
tidak efisien dalam semua kala persalinan.14,15
3. Anemia
Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan
nilaihemoglobin di bawah nilai normal, dikatakan anemia jika kadar
hemoglobin kurang dari 11g/dL. Kekurangan hemoglobin dalam darah
dapat menyebabkan komplikasi lebih serius bagi ibu baik dalam
kehamilan, persalinan, dan nifas. Oksigen yang kurang pada uterus akan
menyebabkan otot-otot uterus tidak berkontraksi dengan adekuat sehingga
dapat timbul atonia uteri yang mengakibatkan perdarahan post partum.7

http://www.digilib.unimus.ac.id/
4. Riwayat persalinan
Riwayat persalinan di masa lampau sangat berhubungan dengan
hasil kehamilan dan persalinan berikutnya. Bila riwayat persalinan yang
lalu buruk petugas harus waspada terhadap terjadinya komplikasi dalam
persalinan yang akan berlangsung. Riwayat persalinan buruk ini dapat
berupa abortus, kematian janin, eklampsi dan preeklampsi, sectio caesarea,
persalinan sulit atau lama, janin besar, infeksi dan pernah mengalami
perdarahan ante partum dan post partum.16
5. Bayi makrosomia
Bayi besar adalah bayi lahir yang beratnya lebih dari 4000 gram.
Menurut kepustakaan bayi yang besar baru dapat menimbulkan dytosia
kalau beratnya melebihi 4500 gram. Kesukaran yang ditimbulkan dalam
persalinan adalah karena besarnya kepala atau besarnya bahu. Karena
regangan dinding rahim oleh anak yang sangat besar dapat menimbulkan
inertia dan kemungkinan perdarahan postpartum lebih besar.16
6. Kehamilan ganda
Kehamilan ganda dapat menyebabkan uterus terlalu meregang,
dengan overdistensi tersebut dapat menyebabkan uterus atonik atau
perdarahan yang berasal dari letak plasenta akibat ketidakmampuan uterus
berkontraksi dengan baik.16

http://www.digilib.unimus.ac.id/
C. Kerangka Teori

Etiologi :
- Atonia uteri
- Inversio uteri
- Retensio plasenta
- Perdarahan akibat trauma jalan lahir
- Perdarahan karena gangguan
pembekuan darah
Faktor Predisposisi
- Usia
- Paritas
- Anemia
- Riwayat Perdarahan post partum
persalinan
- Bayi
makrosomia
- Kehamilan
ganda

D. Kerangka Konsep
Kecil kemungkinan untuk mengetahui riwayat persalinan ibu secara rinci,
sedangkan bayi makrosomia dan kehamilan ganda dinilai sedikit jumlahnya,
disamping itu juga terdapat keterbatasan waktu penelitian, sehingga diperoleh
kerangka konsep sebagai berikut :
Faktor
Predisposisi
- Usia Perdarahan post partum
- Paritas
- Anemia

http://www.digilib.unimus.ac.id/
E. Hipotesis
1. Ibu dengan usia> 35 tahun kemungkinan terjadinya perdarahan post partum
lebih besar daripada ibu dengan usia ≤ 35 tahun.
2. Ibu dengan paritas ≥ 2 anak kemungkinan terjadinya perdarahan post partum
lebih besar daripada ibu dengan paritas 1 anak.
3. Ibu yang menderita anemia kemungkinan terjadinya perdarahan post partum
lebih besar daripada ibu yang tidak menderita anemia.

http://www.digilib.unimus.ac.id/

You might also like