You are on page 1of 21

UPAYA PENCEGAHAN DAN

PEMBERANTASAN PENYAKIT
MENULAR

Penyusun :
M. Syahfiq Ismail (030.08.)
Vida Rahmi Utami (030.08.250)
BAB I

PENDAHULUAN

Pembangunan kesehatan yang berkualitas merupakan bagian integral dari pembangunan


nasional, dimana masyarakat, bangsa dan negara dapat hidup dalam lingkungan dan perilaku
hidup yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu
secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Usaha
peningkatan derajat kesehatan diupayakan melalui upaya peningkatan kesehatan (promotif),
pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan (kuratif), serta upaya-upaya pemulihan
kesehatan (rehabilitatif). Usaha-usaha tersebut dilakukan secara menyeluruh, terpadu, dan
berkesinambungan serta peningkatan sistem pengamatan penyakit, pengkajian, cara
penanggulangan secara terpadu dan penyelidikan terhadap penularan penyakit.
Dalam mewujudkan pelaksanaan upaya-upaya di atas tentunya harus didukung oleh
sarana dan prasarana serta sumber daya manusia yang berkualitas yang mampu memenuhi
tuntutan dan kebutuhan pembangunan di bidang kesehatan, baik masa kini maupun masa datang.
Salah satu program yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan di
bidang kesehatan adalah pencegahan dan pemberantasan penyakit menular. Program tersebut
dilaksanakan untuk mencegah berjangkitnya penyakit atau mengurangi angka kematian dan
kesakitan, dan sedapat mungkin menghilangkan atau mengurangi akibat buruk dari penyakit
menular tersebut.

Penyakit menular yang juga dikenal sebagai penyakit infeksi dalam istilah medis adalah
sebuah penyakit yang disebabkan oleh sebuah agen biologi (seperti virus, bakteria atau parasit),
bukan disebabkan faktor fisik (seperti luka bakar dan trauma benturan) atau kimia (seperti
keracunan) yang mana bisa ditularkan atau menular kepada orang lain melalui media tertentu
seperti udara (TBC, Infulenza dll), tempat makan dan minum yang kurang bersih pencuciannya
(Hepatitis, Typhoid/Types dll), Jarum suntik dan transfusi darah (HIV-Aids,Hepatitisdll).
Beberapa penyakit menular yang menjadi masalah utama di Indonesia adalah diare, malaria,
demam berdarah dengue, influensa, tifus abdominalis, penyakit saluran cerna, dan penyakit
lainnya.
Adapun penyakit yang tidak menular adalah penyakit yang diderita pasien yang pada
umumnya disebakan bawaan/keturunan, kecacatan akibat kesalahan proses kelahiran, dampak
dari berbagai penggunaan obat atau konsumsi makanan serta minuman termasuk merokok,
kondisi stress yang mengakibatkan gangguan kejiwaan. Beberapa penyakit tidak menular yang
menunjukkan kecenderungan peningkatan adalah penyakit jantung koroner, hipertensi, kanker,
diabetes melitus, kecelakaan, dan sebagainya.

Untuk melakukan upaya pemberantasan penyakit menular, penanggulangan Kejadian


Luar biasa (KLB) penyakit dan keracunan, serta penanggulangan penyakit tidak menular
dierlukan suatu sistem surveilens penyakit yang mampu memberikan dukungan upaya program
dalam daerah kerja Kabupaten/Kota, propinsi, dan Nasional.

Pada tahun 1987 telah dikembangkan Sistem Surveilens Terpadu (SST) berbasis data,
Sistem Pencatatan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP), dan Sistem Pelaporan Rumah Sakit
(SPRS), yang telah mengalami beberapa kali perubahan dan perbaikan. Sistem tersebut
disesuaikan dengan ketetapan Undang –Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah
Daerah; Undang – Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Daerah; Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom; dan Keputusan
Menteri Kesehatan No. 1116/MENKES/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Surveilens Epidemiologi Kesehatan serta kebutuhan informasi epidemiologi untuk mendukung
upaya pemberantasan penyakit menular dan penyakit tidak menular.
BAB II

PENGERTIAN

Penyakit adalah adalah suatu keadaan abnormal dari tubuh atau pikiran yang
menyebabkan ketidaknyamanan, disfungsi atau kesukaran terhadap orang yang dipengaruhinya.
Untuk menyembuhkan penyakit, orang-orang biasa berkonsultasi dengan seorang dokter.
Penyakit menular adalah penyakit yang dapat ditularkan (berpindah dari orang yang
satu ke orang yang lain) baik secara langsung maupun melalui perantara. Suatu penyakit dapat
berpindah dari satu orang ke orang yang lain karena adanya penyebab penyakit (agent), pejamu
(host) dan cara penularan (route of transmission). Agent penyakit menular dapat berupa virus,
riketsia, bakteri, protozoa, jamur dan cacing. Agar agent penyebab ini bias bertahan maka harus
terjadi perkembangbiakan, berpindah dari satu host ke host yang lain, mencapai host yang baru
dan menginfeksi host yang baru. Cara penularan yang dapat dilakukan dengan kontak, inhalasi
(air bone infection), kontaminasi (melalui makanan dan minuman), penetrasi pada kulit dan
infeksi melalui plasenta.

Beberapa jenis penyakit yang menular:

 Anthrax  Impetigo
 Beguk  Influenza
 Batuk rejan (pertusis)  Kolera
 Beri-beri  Lepra
 Cacingan  Malaria
 Cacar Air (varicella)  Penyakit Meningokokus
 Campak  Penyakit tangan, kaki dan mulut
 Chikungunya  Rabies
 Demam campak  Radang lambung dan usus
 Demam berdarah  Rubeola
 Demam kelenjar  Rubella
 Diare  Tetanus
 Disentri Amuba  Tuberkulosis
 Eritema infektiosum (Parvovirus  Kutu
B19)  Konjungtivitis
 Hepatitis A  Kurap
 Hepatitis B  Kudis
 Hepatitis C  Skarlatina
 Flu Burung

Macam penyakit menular:


 Penyakit karantina atau wabah (UU No.1 dan 2 tahun 1962): Kolera, Pes,
Demam kuning, Deman bolak-balik, Tifus Bercak Wabah, Poliomielitis dan
Difteri).
 Penyakit menular dengan potensi wabah tinggi: DBD, Diare, Campak, Pertusis dan
Rabies, Avian Influenza, HIV/AIDS.
 Penyakit menular dengan potensi wabah rendah: malaria, meningitis,
frambusia, keracunan, influenza, ensefalitis, antraks, tetanus neonatorum
dan tifus abdominalis.
 Penyakit menular yang tidak berpotensi wabah : kecacingan, lepra, TBC, Sifilis, Gonore
dan Filariasis.

Penyakit tidak menular adalah penyakit yang tidak disebabkan oleh kuman, tetapi
disebabkan karena adanya problem fisiologis atau metabolisme pada jaringan tubuh manusia.
Penyakit-penyakit tersebut contohnya ialah; batuk, seriawan, sakit perut, dan sebagainya.
Pengalaman menunjukkan bahwa penyakit menular yang terdapat di dalam wilayah kerja
Puskesmas di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi kelompok-kelompok penyakit menular
sesuai dengan sifat penyebarannya di dalam masyarakat wilayah tersebut, ialah:
1. Penyakit menular yang secara endemik berada diwilayah, yang pada waktu tertentu dapat
menimbulkan wabah, yang dapat dikelompokkan ke dalam penyakit-penyakit menular
potensial wabah.
2. Penyakit menular yang berada di wilayah dengan endemisitas yang cukup tinggi sehingga
jika tidak diawasi dapat menjadi anacaman bagi kesehatan masyarakat umum.
3. Penyakit- penyakit menular lain yang walaupun endemisitasnya tidak terlalu tinggi di
dalam masyarakat, tetapi oleh karena sifat penyebarannya dianggap sangat
membahayakan masyarakat, maka penyakit-penyakit ini perlu diawasi keberadaannya.
Dalam upaya pencegahan terjadinya wabah dan penularan penyakit dalam program
Puskesmas dilaksanakan program P4M (Pencegahan, Pemberantasan, Pembasmian, Penyakit
Menular) dengan tujuan eradikasi penyakit sampai ke akarnya. Kemudian diganti menjadi P3M
(Pencegahan, Pencegahan Penyakit menular) dan P2M & PLP (Pemberantasan Penyakit Menular
& Penyehatan Lingkungan Pemukiman).

Penyakit dapat dibedakan menjadi :

a. Penyakit menular
b. Penyakit infeksi
c. Penyakit Kontak
d. Penyakit karantina
e. Penyakit endemi
f. Penyakit epidemi (wabah)
g. Penyakit Pandemi

Penyakit menular adalah penyakit yang disebabkan agent / hasil toxin yang berasal dari
reservoir dan ditularkan ke host yang rentan. Mata rantai penularan terdiri dari :

a. Agent / hasil toksin


b. Reservoir (sumber penularan)
c. Transmisi (cara penularan)
d. Host / penjamu

Kejadian Luar Biasa (KLB) ialah kejadian kesakitan dan atau kematian yang menarik
perhatian umum dan mungkin menimbulkan ketakutan dikalangan mayarakat, atau yang
menurut pengamatan epidemiologik dianggap adanya peningkatan yang berarti dari kejadian
kesakitan/kematian tersebut pada kelompok penduduk dalam kurun waktu tertentu. Termasuk
dalam KLB ialah kejadian kesakitan atau kematian yang disebabkan oleh penyakit-penyakit
baik yang menullar maupun tidak menular dan kejadian bencana alam yang diserati wabah
penyakit.

Secara operasional suatu kejadian dapat disebut KLB bila memenuhi satu atau lebih
ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
1. Angka kesakitan/kematian suatu penyakit menular di suatu kecamatan menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih selama tiga minggu berturut-turut atau lebih.
2. Jumlah penderita baru dalam satu bulan dari suatu penyakit menular di suatu kecamatan
menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata
sebulan dalam setahun sebelumnya dari penyakit menular yang sama di kecamatan tersebut.
3. Angka rata-rata bulanan dalam satu tahun dari penderita-penderita baru dari suatu penyakit
menular disuatu kecamatan menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih bila dibandingkan
dengan angka rata-rata bulanan dalam tahun sebelumnya dari penyakit yang sama pula.
4. Case fatality rate dari suatu penyakit menular tertentu dalam suatu kurun waktu tertentu
(hari, minggu, bulan) di suatu kecamatan menujukkan kenaikan 50% atau lebih bila
dibandingkan dengan CFR penyakit yang sama dalam kurun waktu yang sama periode
sebelumnya di kecamatan tersebut.
5. Proportional rate penderita baru dari suatu penyakit menular dalam satu periode tertentu,
dibandingkan dengan proportional rate penderita baru dari suatu penyakit menular yang
sama daam tahun yang lalu dengan periode yang sama menunjukkkan kenaikan dua kali
atau lebih.
6. Khusus penyakit-penyakit kolera, pes, DBD/DSS :
a. Setiap peningkatan jumlah penderita-penderita tersebut diatas, di suatu daerah
endemik yang sesuai dengan ketentua-ketentuan di atas.
b. Terdapatnya satu atau lebih penderita kematian menular tersebut diatas, di suatu
Kecamatan yang telah bebas dari penyakit-penyakit tersebut, paling sedikit bebas
selama 4 minggu berturut-turut.
7. Apabila kesakitan atau kematian oleh keracunan yang timbul di suatu kelompok
masyarakat.
8. Apabila di daerah tersebut terdapat penyakit yang sebelumnya tidak ada. Khusus untuk
kasus AFP (Acute Flaccid Paralysis) dan Tetanus neonatorum ditetapkan sebagai KLB bila
ditemukan satu kasus atau lebih.
Wabah penyakit menular adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam
masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari keadaan yang lazim
pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka (UU No.4 Tahun 1984
tentang wabah penyakit menular)
Penanggulangan Kejadian Luar Biasa Penyakit Menular dilaksanakan dengan upaya-upaya :

1. Pengobatan, dengan memberikan pertolongan penderita, membangun pos-pos kesehatan di


tempat kejadian dengan dukungan tenaga dan sarana obat yang memadai termasuk rujukan.
2. Pemutusan rantai penularan atau upaya pencegahan misalnya, abatisasi pada KLB DBD,
kaporisasi pada sumur-sumur yang tercemar pada KLB diare, dsb.
3. Melakukan kegiatan pendukung yaitu penyuluhan pengamatan. Pemantauan dan logistik.
Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit (P2P) terdiri dari kegiatan pengamatan
penyakit, pencegahan termasuk imunisasi serta penanggulangan dan pemberantasan penyakit.
Berbagai cara pencegahan dapat diterapkan salah satunya dengan membangkitkan kekebalan
pada masyarakat melalui pelayanan yang dalam pelaksanaannya diintegrasikan ke dalam
program-program pelayanan perolrangan seperti KIA, UKS, dan kegiatan imunisasi di luar
gedung Puskesmas. Mengingat pentingnya pelayanan imunisasi ini, maka cakupan imunisasi di
dalam masyarakat perlu dimonitor dengan Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) imunisasi
Puskesmas menurut distribusi desa.

Ada beberapa cara penularan penyakit menular, yaitu :

1. Penularan secara kontak, baik kontak langsung maupun kontak tidak langsung.
2. Penularah memalui vehicle seperti melalui makanan dan minuman yang tercemar.
3. Penularan melalui vektor.
4. Penularan melalui suntikan, transfusi, tindik, tato.
5. Penularan melalui hubungan seksual.
Surveilans epidemiologi penyakit dapat diartikan sebagai kegiatan pengumpulan data
atau informasi melalui pengamatan terhadap kesakitan atau kematian dan penyebaran serta
faktor-faktor yang mepengaruhinya secara sistematik, terus-menerus dengan tujuan untuk
perencanaan suatu program, mengevaluasi hasil program, dan sistem kewaspadaan dini.

Untuk dapat memonitor atau mengamati distribusi penyakit menular di dalam masyarakat
wilayah kerja Puskesmas, dilakukan pencatatan peristiwa kesakitan dan kematian yang
diakibatkan oleh penyakit menular tersebut. Untuk pemantauan penyakit menular tertentu yang
menjadi masalah kesehatan di wilayah Puskesmas disajikan dalam PWS mingguan Penyakit
(contoh PWS [Formulir W2] penyakit campak, diare, DBD, dll). Dengan penggunaan PWS
penyakit sara mingguan ini dapat dikenali atau diketahui secara dini kenaikan atau distribusi
suatu penyakit menular tertentu menurut tempat dan waktu.
BAB III

TUJUAN

A. Tujuan Umum
Menurunnya angka kesakitan, kematian, dan angka kecacatan akibat penyakit.

B. Tujuan Khusus
1. Terlaksananya kegiatan pengamatan penyakit menular dan penyakit tidak menular.
2. Terlaksananya kegiatan pencegahan penyakit dan imunisasi.
3. Terlaksananya kegiatan pemberantasan penyakit menular langsung (TBC, Kusta, Diare
dan kecacingan, ISPA, serta Penyakit menular Seksual dan HIV AIDS).
4. Terlaksananya kegiatan pemberantasan penyakit bersumber vektor dan rodent. (DBD,
Malaria, Rabies, dan filaria).
BAB IV

KEGIATAN DAN SASARAN

A. Penyakit Menular

PROGRAM PENGAWASAN TERHADAP PENYAKIT MENULAR


Pokok Persoalan dan Tantangan:
Pemerintah Indonesia telah mengubah sistem pemerintahannya menjadi sistem
desentralisasi yang membahayakan sistem pengawasan Penyakit Menular.
Sasaran:
 Memperkuat pengawasan penyakit yang menular melalui hubungan seksual (STI).
 Memperkuat pengawasan HIV.

PROGRAM PENCEGAHAN, PEMBERANTASAN DAN PENGAWASAN TERHADAP


PENYAKIT MENULAR
Pokok Persoalan dan Tantangan:
Infeksi Filariasis dan penularannya selalu terdapat di banyak daerah tanpa kegiatan
pengawasan yang cukup. Proyek percobaan untuk ELF memperlihatkan hasil yang menjanjikan
yang perlu ditingkatkan ke tingkat propinsi, sesuai dengan komitmen untuk target penghapusan
global (Mekhong Plus).
Infeksi Dengue dan komplikasinya seperti demam berdarah terus meningkat di daerah
kota dan pinggir kota dengan meningkatnya angka kesakitan namun menurunnya angka
kematian yang menjanjikan. Partisipasi dan jaringan masyarakat diperlukan untuk memulai
pengawasan dari penularan dengue (terutama di perkotaan) dan filariasis (terutama di pedesaan).
Leptospirosis tetap menjadi hal yang serius meskipun tidak ada laporan yang mengancam.
Rabies dan Japanese Encephalitis adalah masalah utama yang memerlukan dukungan dari sistem
pemerintahan untuk memperkuat pengawasan dan vaksin pencegahan.
Frambesia dan kusta adalah penyakit menular yang dapat diobati, namun dengan
penularan utama yang terjadi di daerah yang miskin, terpencil, kurang pelayanannya, diperlukan
kesadaran yang ditingkatkan dan dukungan dari pemerintah setempat, dan juga tingkat daerah.
Helminthiasis yang sangat umum dan sangat endemis dengan pengaruh kesehatan yang kronik
yang dapat secara luas ditingkatkan melalui pemberantasan cacing yang berulang-ulang secara
masal, yang harus dikoordinasikan dengan perawatan ELF dimanapun memungkinkan.
Sasaran:
 Meningkatkan dan mempertahankan kualitas dari komponen-komponen terpilih dan
bidang-bidang yang termasuk dalam program nasional untuk mencegah, mengawasi, dan
menghapuskan penyakit-penyakit yang ditargetkan, termasuk ELF, partisipasi dan
jaringan masyarakat untuk pengawasan dengue dan arbovirus lainnya, anti-helminthiasis
deworming, leptospirosis, rabies, yaws dan kusta.

PROGRAM PEMBERANTASAN MALARIA


Pokok Persoalan dan Tantangan:
Malaria tetap menjadi salah satu penyakit menular yang utama di sebagian besar daerah
di Indonesia. Ancaman yang muncul kembali telah terjadi di daerah-daerah pengawasan efektif
sebelumnya. Angka kesakitan dan kematian Malaria secara bermakna mempengaruhi bagian-
bagian yang lebih miskin di negara. Sebuah rencana pembangunan telah dikembangkan, bersama
dengan meningkatnya pendanaan yang baru-baru ini disetujui melalui Global Fund untuk AIDS,
TB dan Malaria, namun pelaksanaanya belum dimulai. Kini desentralisasi sedang berjalan yang
memerintahkan pelaksanaan tanggung jawab di tingkat daerah dan propinsi. Unit Malaria di
DepKes meneruskan kebutuhan untuk memperkuat fungsinya sebagai koordinator dari "Gebrak
Malaria" dan GFATM. Kebijakan perawatan obat-obatan perlu terus diawasi dengan timbulnya
kembali pola resistansi.
Sasaran:
Meningkatkan dan memelihara kualitas dari komponen-komponen terpilih dan daerah-daerah
yang terjangkau oleh rencana kerjasama "Gebrak Malaria" untuk dilaksanakan dibawah GFATM
dan sumber donatur lainnya.

PROGRAM PEMBERANTASAN TUBERCULOSIS


Pokok Persoalan dan Tantangan:
Indonesia telah mengembangkan dan memulai penerapan rencana pembangunan lima
tahun untuk pemberantasan TB (2002-2006). Telah ada peningkatan marginal dalam kasus
tingkat deteksi selama dua tahun terakhir hanya karena Pusat Kesehatan telah melaksanakan
DOTS. Untuk memperbaiki hal ini, Badan Swasta dan Tempat Kesehatan Masyarakat lainnya
harus terlibat dalam pelaksanaan DOTS. Kualitas pelaksanaan DOTS, terutama sistem
pencatatan dan pelaporan, pada saat ini mengalami beberapa kekurangan yang perlu diatasi
dengan memperkuat dan meluruskan kegiatan DOTS di tingkat pusat, propinsi dan daerah. Agar
dapat menyediakan dukungan teknis yang berkesinambungan untuk mengatasi hal ini, maka
penting untuk memperkuat dukungan teknis dalam negeri dengan menambah staf di tingkat
nasional dan lapangan.
Sasaran:
 Memperbaiki pelaksanaan pelayanan DOTS di seluruh negeri dengan membentuk
kemitraan yang efektif dengan provider kesehatan di sektor lain (publik-gabungan publik
& publik - gabungan swasta), dan penyediaan dukungan teknis yang berkesinambungan.

B. Penyakit Tidak Menular

PROGRAM PENGAWASAN, PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERHADAP


PENYAKIT TIDAK MENULAR
Pokok Persoalan dan Tantangan :
Kini suatu upaya yang terpadu sedang berjalan untuk mengembangkan Pengamatan
Risiko Terhadap Penyakit Tidak Menular (NCD Control), dengan mengadaptasi Rencana Global
dan Regional. Tiga komponen utama diadopsi, yaitu: pengamatan faktor-faktor risiko, upaya
peningkatan kesehatan yang terpadu dan penghantaran perawatan kesehatan yang direformasi.
Dokumen ini diharapkan akan selesai sebelum akhir tahun 2003.
Pendekatan STEPwise dari WHO untuk Pengamatan Faktor Risiko telah diterjemahkan
ke dalam Bahasa Indonesia selama tahun 2002-03. STEP 1 juga telah dimasukkan ke dalam
Survei Sosial Ekonomi Nasional - Modul Kesehatan sebagai bagian dari SURKESNAS. Selain
itu, dengan pendanaan gabungan dari SEARO dan Kantor Negara, pendekatan Stepwise telah
digunakan di bidang demonstrasi mengarah pada pengembangan pendekatan yang berbasis
komunitas dalam pengawasan penyakit tidak menular. Disamping itu, instrumen- instrumen ini
telah diperkenalkan oleh pemerintah setempat dan juga universitas guna meningkatkan
pengadopsian dari instrumen-instrumen ini untuk penerapan yang lebih lanjut. Namun, rencana
pembangunan nasional tentang pengamatan terhadap penyakit yang tidak menular yang utama
masih perlu dikembangkan untuk mencapai sebuah konsensus dalam pengamatan terhadap
penyakit yang tidak menular. Perbedaan dalam pendekatan dari dasar penyakit dan fakto risiko
berdasarkan pengamatan harus saling melengkapi dan mendapatkan kepentingan yang seimbang.
Projek uji coba sedang berjalan di Depok dengan gabungan dana dari SEARO dan Kantor
Negara untuk mengembangkan pendekatan yang berbasis komunitas dalam pencegahan dan
pengawasan penyakit yang tidak menular yang utama. Ini adalah projek yang berlangsung lama,
terutama jika kita ingin melihat perubahan perilaku. Maka, upaya yang konsisten harus ada
supaya kita dapat mencapai suatu kesimpulan.
Dalam waktu 2002-3, pertemuan-pertemuan persiapan telah dilakukan untuk membentuk
suatu jaringan nasional untuk pencegahan dan pengawasan dari penyakit yang tidak menular
yang utama. Meskipun sektor publik/ DepKes tetap menjadi agen utama bagi pergerakan ini, ada
potensi yang besar dalam sektor swasta seperti LSM yang sangat aktif dalam pencegahan dan
pengawasan faktor risiko dari penyakit yang tidak menular. Maka dari itu, jaringan ini perlu
didukung lebih jauh lagi.
Tantangannya kini adalah untuk melanjutkan upaya-upaya dan untuk menyokong para
pemegang kepentingan yang utama untuk memungkinkan negara untuk mengantisipasi wabah
penyakit yang tidak menular yang akan datang.
Sasaran :
 Menerapkan Program Pembangunan Nasional untuk pencegahan dan pengawasan
penyakit yang tidak menular.

PROGRAM PENGAWASAN, PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERHADAP


PENYAKIT TIDAK MENULAR 2
Pokok Persoalan dan Tantangan :
Indonesia masih ketinggalan dalam upaya untuk memerangi kebutaan yang diakibatkan
oleh katarak. Dalam kurun waktu 2002-3 beberapa petugas pemerintah telah mendapatkan
pelatihan dalam Program Pengelolaan Perawatan Mata di Madurai dan di beberapa tempat.
Rencana Pembangunan Nasional untuk penanggulangan kebutaan baru saja dikeluarkan, maka
ini harus benar-benar didukung, dan terutama bahwa Penglihatan 2020 bukan program prioritas
teratas di negeri ini.
Sasaran :
 Penerapan dukungan teknis dalam rencana pembangunan untuk pencegahan dan
penanggulangan kebutaan.

PROGRAM PENGAWASAN TEMBAKAU


Pokok Persoalan dan Tantangan :
Indonesia telah mengalami salah satu peningkatan terbesar dalam konsumsi tembakau di
dunia - 47% selama tahun 1990an. Perokok meningkat dengan pesat di Indonesia. Sekitar 69,1%
pria Indonesia berusia 20 tahun atau lebih merokok secara reguler, dengan angka yang lebih
tinggi di daerah pedesaan (74,0%). Di antara anak laki-laki yang disurvei di sekolah menengah di
Jakarta, 69,3% telah mencoba merokok. Perokok reguler di antara anak laki-laki berusia 15
sampai 19 tahun meningkat dari 36,8% (1997) menjadi 42,6% (2000).
Sesuai dengan WHA52.18 Indonesia aktif terlibat dalam Framework Convention on
Tobacco Control (FCTC) bersama dengan negara anggota PBB lainnya. Di tahun 2003,
tujuannya adalah untuk meratifikasi perjanjian internasional pengawasan tembakau.
WHO akan mendukung struktur lembaga untuk membawa ke depan kunci legislatif dan elemen-
elemen kebijakan dari rencana pembangunan, bekerja sama dengan berbagai departemen
pemerintah, LSM dan MPR.
Sasaran :
 Mengadopsi dan menerapkan rencana pengendalian tembakau nasional yang lengkap

PROGRAM KECELAKAAN/DISABILITAS
Pokok Persoalan dan Tantangan :
Kecelakaan dan kekerasan telah menjadi masalah kesehatan publik. Data dari Susenas
memperlihatkan bahwa insiden kecelakaan sendiri adalah 0,5% dari satu juta orang. Selain itu,
kecelakaan dan kekerasan yang berhubungan dengan ketidakstabilan politik dianggap tinggi di
area-area yang terkena. Pada saat kini, tidak ada titik pusat yang diidentifikasikan di dalam
DepKes. Sangat baik dimengerti bahwa menanggapi isu-isu kecelakaan dan kekerasan
membutuhkan pendekatan multi-sektor. Namun demikian, kesehatan menduduki posisi yang
paling strategis di bidang ini. WHO SEARO telah mengembangkan beberapa dokumen yang
berhubungan dengan ini, yang dapat digunakan sebagai referensi untuk membentuk kebijakan
dan kapasitas dalam menangani isu-isu ini. WHO telah menonjolkan isu ini dengan
mengeluarkan Laporan Dunia tentang Kekerasan dan Kesehatan di tahun 2002.
Sasaran :
 Membentuk kebijakan nasional untuk pencegahan kecelakaan dan kekerasan.

PROGRAM KESEHATAN MENTAL DAN PENYALAHGUNAAN OBAT DAN BAHAN


BERBAHAYA
Pokok Persoalan dan Tantangan :
Masalah kesehatan mental menjadi masalah yang lebih menonjol belakangan ini di
negara, sebagian karena dikeluarkannya Laporan Kesehatan Dunia 2001 tentang Kesehatan
Mental. Ini menjadi ganda dengan adanya perubahan baru-baru ini di dalam DepKes - Direktorat
Kesehatan Mental dari pendekatan berbasis rumah sakit menjadi berbasis komunitas.
Maka dari itu, di dalam kurun waktu tahun 2002-03, WHO telah mendukung
pengembangan Kebijakan Kesehatan Mental Nasional dan rencana pembangunannya. Meskipun
adanya upaya ini, program kesehatan mental masih belum mendapatkan anggaran belanja yang
mencukupi. Selain itu, desentralisasi yang mulai diterapkan di tahun 2001 mempersulit masalah
ini. Kebingungan juga meningkat karena tidak adanya pola di negara mengenai program
kesehatan mental daerah yang dapat digunakan sebagai contoh. WHO-HQ baru-baru ini
mengembangkan alat-alat pengelola untuk memperkuat program kesehatan mental daerah
melalui Projek Kebijakan Kesehatan Mental.
Kini telah ada upaya untuk mengartikan dan mengadaptasikan dua seri modul, yaitu
Perencanaan dan Penganggaran Belanja Program Kesehatan Mental dan Pengaturan Jasa-Jasa
Kesehatan Mental. Adaptasi ini diharapkan untuk selesai di tahun 2003. Di tahun 2003, sebuah
lokakarya pelatihan telah berhasil diselenggarakan dengan mengikutsertakan peserta dari pusat
dan dari propinsi-propinsi di Jawa dan Bali untuk memperkenalkan modul dan menggunakan
modul untuk mengembangkan program kesehatan mental. Di tahun 2004-05, beberapa modul
lain juga akan menjalani pendekatan yang sama. Disamping itu, beberapa modul pelatihan untuk
pencegahan dan pemberi perawatan utama dalam bidang kesehatan mental dan penyalahgunaan
obat dan bahan berbahaya telah dikembangkan dan dilatih di beberapa propinsi. Namun tidak ada
tanggapan dan pengawasan dari pelaksanaanya.
Penyalahgunaan obat dan bahan berbahaya menjadi lebih menonjol dalam beberapa tahun
terakhir. Pemerintah telah melakukan upaya namun masih belum terlalu efektif. Kantor WHO di
negara bekerja sebagian dalam isu ini, sejumlah panduan telah dikembangkan untuk para
pecandu narkotika, namun ada pengertian yang berkembang bahwa narkotika sangat
berhubungan dengan penyalahgunaan bahan lainnya seperti alkoholisme. Kini tantangannya
adalah untuk meningkatkan kesadaran dan mengembangkan panduan nasional dalam
menghadapi alkoholisme dan penyalahgunaan bahan berbahaya lainnya seperti metamphetamine,
dll.
Sasaran :
 Memperkuat program kesehatan mental daerah.
 Memperbaharui dan mencoba di lapangan panduan nasional dan alat-alat pengelolaan
penyakit mental dan neurologis dan penyalahgunaan bahan berbahaya
BAB V

PELAKSANAAN KEGIATAN

PELAKSANAAN KEGIATAN DI PUSKESMAS KECAMATAN TEBET

Pelaksanaan upaya pokok pencegahan pemberantasan penyakit menular dan tidak menular di
puskesmas tingkat kecamatan :

Kegiatan Sasaran Tempat Waktu Pelaksana

Penyuluhan

ISPA Balita, dewasa Poli anak dan 1 tahun 1x tiap Dokter


umum, Aula kunjungan Poli puskesmas
dan tenaga
kesehatan

Diare Bayi dan anak Poli anak, Aula 1 tahun 1x tiap Dokter
kunjungan poli puskesmas
dan tenaga
kesehatan

TBC Individu, Poli paru, Aula 1 tahun 2x tiap Dokter


kelompok dan Puskesmas kunjungan poli puskesmas
Kelurahan dan tenaga
kesehatan

Kusta Dewasa Aula 1 tahun 1x Dokter


puskesmas
dan tenaga
kesehatan

HIV Pasien poli dan Poli konsultasi 1 tahun 1x tiap Dokter


siswa remaja dan kunjungan poli puskesmas
dan tenaga
sekolah kesehatan

Imunisasi

Imunisasi wajib Bayi (0-11 Poli imunisasi


bulan)
Tiap Selasa dan Tenaga
Kamis kesehatan
Imunisasi Sekolah
sekolah Siswa SD (kelas
I,II,III)
Tiap kunjungan Bidan
Poli KIA
Ibu hamil sebanyak 2x
TT

Pemeriksaan
klinis

Sputum Anak dan dewasa Poli umum, poli Tiap kunjungan Dokter
tersangka TB paru dan poli poli puskesmas
anak

PSN Masyarakat Kelurahan 1x tiap minggu Dokter


(hari Jumat) puskesmas,
tenaga
kesehatan dan
Jumantik
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Penyakit Menular adalah penyakit yang disebabkan agent / hasil toxin yang berasal
dari reservoir dan ditularkan ke host yang rentan. Mata rantai penularan terdiri dari :

a. Agent / hasil toksin.


b. Reservoir (sumber penularan).
c. Transmisi (cara penularan) .
d. Host / penjamu
Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit (P2P) terdiri dari kegiatan pengamatan
penyakit, pencegahan termasuk imunisasi serta penanggulangan dan pemberantasan penyakit.

B. Saran
Untuk lebih meningkatkan upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular
dan tidak menular sebaiknya dilakukan sosialisasi kepada masyarakat secara rutin serta
penambahan SDM yang ada patut dipertimbangkan, agar program yang ada dapat berjalan
dan terlaksana dengan baik dan maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen kesehatan Republik Indonesia. Pedoman kerja Puskesmas jlid 2, 1999.


2. Pemerintah daerah Khusus ibukota Jakarta. Standarisasi pelayanan Kesehatan Puskesmas di
DKI Jakarta,1999.
3. Dinas kesehatan propinsi DKI Jakarta, standar manajemen pengendalian vektor penyakit,
volume 13 edidi I, 2002.
4. http://penyakit-pengobatan.blogspot.com/2007/12/penyakit-menular-dan-tidak-menular.html
5. Program Pengawasan, Pencegahan dan Penanggulangan Terhadap Penyakit Menular dan
Tidak Menular, available at www.who.com accessed on 17th July 2011.
6. Penyakit, available at www.wikipedia.com accessed on 18th July 2011.

You might also like