You are on page 1of 18

ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI

DI INDONESIA DALAM MENGHADAPI PERDAGANGAN BEBAS ASEAN

Policy Analysis for Indonesia’s Rice, Maize and Soybean Development in Dealing
with ASEAN Free Trade

Saktyanu K. Dermoredjo

Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian


Jl. A. No. Yani No. 70, Bogor 16161
E-mail: saktyanuadi@yahoo.com

Naskah diterima: 2 Januari 2014 Direvisi: 27 Maret 2014 Disetujui terbit: 28 Mei 2014

ABSTRACT

Free trade affects all agricultural activities, especially agricultural development policy. To increase production of
rice, corn and soybeans, it requires special attention to free trade impacts. This paper aims to identify policies at the
local level to promote development of paddy, maize and soybeans. An AHP (Analytic Hierarchy Process) is carried
out to identify policy priority in developing the main food as a development strategy to deal with changes at farm
level. The results showed that the central government is the most significant actor in decision making of agricultural
development, except soybean enhancement outside Java determined by the Regency Governments. In addition,
most of the policy directives are focused on the welfare society, except for maize and soybean in Java related to
capital and income policy, while the next sequence is relatively diverse. Therefore it needs to synchronize the
upstream and downstream policies, and the emphasis on the distribution of authority and local government capacity
development.

Keywords: free, trade, Analytic Hierarchy Process (AHP), agriculture, development, policy, alternative

ABSTRAK

Perdagangan bebas mempengaruhi seluruh aspek kegiatan pertanian, khususnya terhadap kebijakan pembangunan
pertanian. Untuk meningkatkan produksi komoditas pangan utama seperti padi, jagung, dan kedelai diperlukan
perhatian khusus terhadap dampak perdagangan bebas. Makalah ini bertujuan untuk mengidentifikasi kebijakan
pengembangan padi, jagung, dan kedelai di tingkat lokal untuk medukung pengembangan produksi ketiga
komoditas tersebut. AHP (Analytic Hierarchy Process) adalah alat analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi
prioritas kebijakan dalam strategi pengembangan pangan utama dalam menghadapi kondisi yang terjadi pada petani.
Hasil analisis menunjukkan bahwa pemerintah pusat merupakan aktor yang paling berperan dalam penentuan
kebijakan pembangunan pertanian, kecuali aktor penentu kebijakan pengembangan kedelai di luar Jawa dipegang
oleh pemerintah kabupaten. Di samping itu, sebagian besar arahan kebijakan yang telah dilakukan tertuju pada
kesejahteraan masyarakat, kecuali untuk komoditas jagung di Jawa yaitu kebijakan produksi, pendapatan, dan
permintaan modal serta kebijakan pengembangan kedelai di Jawa yaitu produksi dan permintaan modal, selanjutnya
lainnya relatif beragam. Oleh karena itu, diperlukan sinkronisasi kebijakan yang dimulai dari hulu hingga hilir serta
adanya penekanan pembagian kewenangan dan peningkatan kapasitas pemerintah daerah.

Kata kunci: perdagangan, bebas, Analytic Hierarchy Process (AHP), pembangunan, pertanian, alternatif,
kebijakan

PENDAHULUAN untuk padi, jagung, dan kedelai. Ketiga


komoditas tersebut masih menjadi prioritas utama
untuk dikembangkan seiring dengan pertambahan
Keberadaan pemerintah serta para stakeholder
jumlah konsumen yang semakin meningkat.
seperti pedagang atau pengusaha baik di bidang
Dalam pengembangan komoditas padi, jagung,
produksi, pascapanen, dan pengolahan hasil serta
dan kedelai tersebut, guna mewujudkan
pemasaran memegang peranan penting dalam
kesejahteraan ekonomi petani yang lebih baik
pengembangan produksi pangan, khususnya

ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DI INDONESIA DALAM MENGHADAPI
PERDAGANGAN BEBAS ASEAN Saktyanu K. Dermoredjo
51
diperlukan kebijakan yang memerhatikan Peran pemerintah sangat strategis dalam
indikator kesejahteraan, pendapatan, produksi, pengembangan pangan, baik itu pemerintah pusat
ataupun penguatan sumberdaya petani. Boediono maupun pemerintah daerah. Informasi kebijakan
(2009) menyatakan bahwa saat ini Indonesia pengembangan komoditas padi, jagung, maupun
memerlukan dukungan kinerja ekonomi untuk kedelai yang telah dilakukan adalah sangat
mencapai tingkat keseimbangan antara teknokrasi penting karena komoditas ini memiliki peran
dan demokrasi yang tercermin dari keseimbangan penting dalam menjaga stabilitas kebutuhan
antara pencapaian kepentingan policy maker pangan nasional. Sesuai dengan masalah sejauh
(pemerintah) dengan pencapaian kepentingan mana para pengambilan keputusan terhadap
kesejahteraan petani/masyarakat. kebijakan pengembangan produksi padi, jagung,
dan kedelai, maka melalui tulisan ini akan
Ketersediaan pangan yang stabil
dilakukan identifikasi kebijakan di tingkat daerah
merupakan salah satu kebutuhan dalam
terhadap pengembangan komoditas padi, jagung,
kelangsungan sebuah negara untuk mencukupi
dan kedelai.
kebutuhan pangan nasional. Kebijakan pangan
nasional bertujuan untuk (Alimoeso, 2011): (1)
meningkatkan produksi dan pendapatan petani;
METODE PENELITIAN
(2) menjamin ketersediaan pangan setiap saat di
setiap tempat dengan harga yang terjangkau; dan
(3) meningkatkan status gizi masyarakat. Dalam Untuk melakukan identifikasi kebijakan
jangka pendek, selain diperlukan kebijakan pengembangan komoditas padi, jagung, dan
pengendalian impor pangan, khususnya beras, kedelai adalah dengan menggunakan Analytic
juga diperlukan kebijakan yang mendorong Hierarchy Process (AHP). AHP digunakan
peningkatan produksi padi, jagung, dan kedelai untuk mengetahui informasi tentang pengambilan
dalam negeri melalui peningkatan keputusan yang terkait dengan pengembangan
produktivitasnya terutama di daerah sentra ketiga komoditas tersebut. Data dan informasi
produksi (Prabowo, 2010). Hasil penelitian diperoleh mulai dari tingkat paling bawah yaitu
Darwanto dan Ratnaningtyas (2005) kelompok petani, dilanjutkan lembaga-lembaga
menunjukkan bahwa dalam jangka panjang seperti asosiasi pedagang, industri pengolahan
kebijakan pembatasan impor dapat dikurangi (penggilingan), lembaga pemerintah terkait serta
secara bertahap, namun kebijakan peningkatan asosiasi-asosiasi lembaga pendukung lainnya.
produksi domestik masih diperlukan yang disertai Proses ini dilakukan dengan wawancara secara
pula dengan upaya penganekaragaman konsumsi Focus Group Discussion (FGD) atau secara
pangan, untuk mengurangi tekanan pada perorangan, sehingga proses ini dapat
kebutuhan beras. mengorganisir informasi dan pendapat ahli
(judgment) dalam memilih alternatif yang paling
Dalam kondisi yang seperti di atas, yang
disukai (Marimin dan Maghfiroh, 2010). Adapun
menjadi masalah adalah bagaimana perlindungan
struktur hierarki kebijakan pembangunan
yang perlu ditempuh dalam menyikapi
pertanian seperti pada Gambar 1.
perkembangan kompetitif produksi dunia,
terlebih-lebih menghadapi perdagangan bebas Dalam analisis ini diambil data primer
ASEAN. Meningkatnya intensitas kerjasama secara purposive di dua kabupaten yaitu
regional antarnegara akan memberikan pengaruh Kabupaten Ngawi (Jawa Timur) dan Kabupaten
terhadap kemudahan arus perdagangan produk Bone (Sulawesi Selatan). Pertimbangan dalam
pertanian antar negara-negara tersebut. memilih kedua kabupaten/provinsi ini karena
Terjadinya penurunan harga akibat produksi merupakan salah satu daerah sentra ketiga
dunia yang melimpah akan mengakibatkan banjir komoditas padi, jagung, dan kedelai yang dapat
impor (import surge) yang akan mempengaruhi mewakili kondisi di Jawa dan Luar Jawa. Waktu
produksi dalam negeri. Selain itu, bila modalitas pelaksanaan penelitian ini antara Juni-Agustus
sudah ditetapkan, tidak ada kewenangan pihak 2011. Selain itu, dilakukan pengumpulan data
manapun yang dapat menghalangi kesepakatan sekunder dari sumber data World Bank (WITS/
yang telah ditetapkan bersama. Oleh karena itu, World Integrated Trade Solution) untuk melihat
padi, jagung, dan kedelai akan menjadi perhatian keragaan perdagangan komoditas padi, jagung,
penting untuk menjaga stabilitas pangan nasional. dan kedelai di Indonesia dan ASEAN.

Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 12 No. 1, Juni 2014: 51-68

52
Pemerintah Pemerintah Kelompok
Pemerintah Pusat Pengusaha [1]
Provinsi Kabupaten/Kota Tani/Petani

Pasca Panen/ [2]


Produksi Pengolahan Pemasaran Distribusi Konsumsi
Hasil

Pengembangan Lahan dan Kualitas Input (Raw Material


Standarisasi Mutu Produk Intervensi Pasar Input Penyediaan Stok
Irigasi Product)
Inovasi Teknologi dan Kecukupan dan
Teknologi Pengolahan Informasi Pasar Intervensi Pasar Output
Intensifikasi Usahatani Ketersediaan
Pembangunan
Penyediaan Sarana Produksi Kebutuhan Investasi/Modal Intervensi Sistem Distribusi Harga Pangan
Fisik/Infrastruktur Pasar
Pengembangan Manajemen
Pengembangan Jasa Pengembangan Jasa Kebijakan Harga dan
Pemberian Subsidi Pupuk Pembangunan (Pengaturan
Pengolahan Perdagangan Distribusi
Anggaran)
Pengembangan Manajemen
Pengembangan Usaha Jasa Pengembangan Kelembagaan
Kebutuhan Investasi /Modal Pembangunan (Pengaturan Mutu pangan
Alsintan Pemerintah
Pajak dan Retribusi)
[3]
Pengembangan Kelembagaan Pengembangan Kelembagaan Pengembangan Kelembagaan
Moneter (Suku Bunga) Diversifikasi Pangan
Pemerintah Pasca Panen/Pengolahan Pemerintah
Pengembangan Manajemen
Pengembangan Kelembagaan Pengembangan Kelembagaan
Pembangunan (Pengaturan Pengembangan Transportasi
Petani Pedagang
Anggaran)
Pengembangan Manajemen Pengembangan Manajemen
Kebutuhan Tenaga Kerja Pembangunan (Pengaturan Pembangunan (Pengaturan Subsidi Bahan Bakar
Pajak dan Retribusi) Anggaran)
Pengembangan Manajemen
Pengendalian Harga Moneter (Suku Bunga) Pembangunan (Pengaturan Pengendalian Harga
Pajak dan Retribusi))
Pengembangan Manajemen
Moneter (Suku Bunga/Nilai
Pembangunan (Pengaturan
Tukar)
Anggaran)
Pengembangan Manajemen
Pembangunan (Pengaturan Perlindungan Pasr (Tarif)
Pajak dan Retribusi))
Moneter (Suku Bunga)

[4]
Permintaan Permintaan Permintaan Permintaan Faktor
Kesejahteraan Neraca
Pendapatan Faktor Produksi Faktor Produksi Faktor Produksi Produksi (SDA
Masyarakat Perdagangan
(Lahan) (Tenaga Kerja) (Modal) Lainnya)
Keterangan:
[1] Aktor penentu kebijakan
[2] Kebijakan pembangunan pertanian
[3] Alternatif kebijakan pembangunan pertanian
[4] Kebijakan dampak perdagangan bebas

Gambar 1. Hierarki AHP Kebijakan Pembangunan Pertanian

HASIL DAN PEMBAHASAN komposisi produk dan negara tujuan ekspor agar
dapat lebih memenangkan persaingan dengan
sesama negara ASEAN dan bahkan negara non-
Alternatif Strategi Pembangunan Pertanian
ASEAN (Hadi dan Mardianto, 2004).
dalam Kerangka Perdagangan Bebas
Seiring dengan kecenderungan semakin
Dalam kaitannya dengan keikutsertaan Indonesia
kuatnya keterkaitan antarnegara dalam
dalam program-program integrasi ekonomi
perdagangan bebas. Dengan adanya perdagangan
kawasan/regional, hal yang paling penting dan
bebas akan memberikan kesejahteraan yang lebih
mendesak, serta memerlukan dukungan adalah
baik dibandingkan dengan adanya intervensi
mantapnya infrastruktur termasuk jalan raya.
pemerintah, seperti yang disajikan oleh Chen et
Bila dapat diselesaikan dengan baik terkait
al. (2006) di mana volume perdagangan akan
dengan ASEAN Transport Action Plan (ATAP),
meningkat dan keuntungan yang diperoleh negara
tentunya akan mempermudah proses integrasi
pengimpor lebih banyak daripada negara
ekonomi yang lebih luas yang akan diwujudkan
pengekspor. Namun demikian, khusus untuk
di masa depan seperti kawasan di Asia Pasific
Indonesia masih perlu menjadi pertanyaan
dalam kerangka kerja APEC (Soetanto, 2009).
apakah memang demikian? Menurut Masyhuri
Hal ini yang menjadi pemikiran agar Indonesia
(1999), salah satu solusi untuk mengatasi
tidak semakin tertinggal dalam jejaring produksi
perekonomian secara keseluruhan, perlu ada
regional dan globalisasi proses produksi
perubahan orientasi dari industri high technology
(Tambunan, 2007). Dalam kaitannya dengan hal
ke industri pertanian dan dari broad base industry
tersebut, Indonesia hendaknya memerhatikan
ke domestic resources industry.

ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DI INDONESIA DALAM MENGHADAPI
PERDAGANGAN BEBAS ASEAN Saktyanu K. Dermoredjo
53
Sejarah perekonomian mencatat substitusi impor. Ilustrasi permasalahan tersebut
beragamnya strategi yang dianut oleh masing- dapat disimak dalam Gambar 2. Pada kondisi
masing negara. Ada yang berusaha memacu perekonomian tertutup titik ekuilibrium negara
perkembangan ekonomi melalui ekspansi atas harga dan kuantitas produk berada pada P1
perdagangan internasional dan sekaligus dan Q1, kemudian bila negara tersebut membuka
membuka pintu lebar-lebar terhadap investasi perekonomiannya (aktif dalam perdagangan
asing, bantuan luar negeri, dan imigrasi internasional), harga produk menjadi P2 di mana
(outward-looking atau melihat keluar). Di pihak harga lebih murah dibandingkan dengan harga
lain, tak sedikit negara yang membangun yang terjadi di pasar domestik. Permintaan dalam
perekonomiannya dengan menerapkan strategi negeri meningkat yakni menjadi Q3 sementara
industrialisasi substitusi impor dan menggunakan kuantitas produk dari produsen lokal menurun
perencanaan ekonomi ”perisai” untuk menangkis menjadi Q2. Selisih Q3-Q2 menjadi jumlah impor
pengaruh-pengaruh eksternal yang dianggap yang diminta.
mengganggu dan tidak dikehendaki (inward-
Walaupun terlihat dibeberapa negara
looking atau melihat ke dalam). Perkembangan
menunjukkan adanya keberhasilan, namun
yang terjadi dewasa ini menunjukkan semakin
demikian, secara umum dampak negatif yang
sulit menemukan contoh kasus negara yang
ditimbulkan oleh adanya substitusi impor adalah:
konsisten menerapkan kebijakan melihat keluar
(1) perusahaan-perusahaan yang berkecimpung
dan ke dalam secara murni (Kuncoro, 1997).
dalam sektor-sektor yang diproteksi (baik milik
Kedua belah pihak secara bergantian saling
pemerintah maupun swasta) ternyata
mengungguli selama empat puluh tahun terakhir.
menyalahgunakan segala perlindungan dan
Pada dasawarsa 1950-an dan 1960-an kelompok
kemudahan yang disediakan pemerintah. Sejak
yang mementingkan substitusi impor sempat
awal 1970-an hingga pertengahan dekade 1980-
berada di atas angin, sedangkan negara-negara
an pemerintah Indonesia mengembangkan
yang menonjolkan promosi ekspor mulai naik
strategi industri substitusi impor. Hal ini
daun sejak penghujung dekade 1970-an.
bertujuan untuk menghemat devisa dengan cara
Kedudukan keduanya semakin kuat selama
mengembangkan industri yang menghasilkan
dasawarsa 1980-an dan 1990-an (Todaro, 1998).
barang pengganti impor. Berdasarkan strategi
Strategi substitusi impor menjalankan tersebut, pemerintah membatasi masuknya
proses pembangunan dimulai dengan investor asing dengan berbagai ketentuan antara
penggantian berbagai macam produk kebutuhan lain pembatasan pemberian lisensi, penetapan
yang sebelumnya diimpor dengan produk buatan pangsa modal PMA (Penanaman Modal Asing)
dalam negeri. Langkah ini diawali dengan relatif terhadap modal domestik dan pelarangan
penggantian produk-produk konsumen yang PMA bergerak di sektor pertahanan keamanan,
sederhana sampai pada akhirnya ke produk- sektor strategis (telekomunikasi) dan sektor
produk manufaktur yang mengandung teknologi publik (listrik dan air minum). Namun,
tinggi. Pemerintah harus melindungi sektor- kenyataannya industri-industri tersebut ternyata
sektor domestiknya dengan pengenaan tarif menguras cadangan devisa akibat penekanan
dan/atau kuota untuk membendung masuknya produksi pada barang mewah yang berteknologi
produk impor yang berpotensi menyaingi produk- tinggi dan padat modal serta sangat bergantung
produk domestik. Dalam jangka panjang, dapat pada pasokan input negara-negara maju. Banyak
mengekspor produknya yang semula diproteksi di negara mengritik upaya-upaya seperti itu di mana
mana dalam kondisi skala ekonomis dan tingkat masih ada pemerintahnya melindungi indutri
upah buruh yang memadai, serta terkuasainya domestik yang tidak efisien di pasar internasional
keahlian dan teknologi produksi sehingga (Pratomo, 2007).
produsen domestik dapat menghasilkan ouput
Selanjutnya, (2) penerima manfaat utama
dengan harga bersaing dengan harga pasaran
dari proses substitusi impor tersebut ternyata
dunia.
adalah perusahaan-perusahaan asing yang sudah
Bagi kebanyakan negara berkembang, sejak lama beroperasi di negara berkembang, (3)
paling tidak secara teoritis, strategi industrialisasi sebagian besar upaya substitusi impor tersebut
substitusi impor tersebut dipandang sebagai hanya mungkin dilaksanakan dengan adanya
syarat utama yang harus dipenuhi sebelum mulai impor barang-barang modal dan barang-barang
melaksanakan promosi ekspor. Atas dasar inilah setengah jadi, yang biasanya berasal dari induk
negara dunia ketiga tertarik menerapkan

Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 12 No. 1, Juni 2014: 51-68

54
S

Harga domestik sebelum


adanya perdagangan
P1 internasional
Harga

a b
P2 Harga dunia

0 O2 O1 O3

P1
c d Pt=P2(1+t0)
Pt
Harga

P2 Harga dunia
e f
D

0 O2 O4 O5 O3
Kuantitas
Sumber: Todaro (1998)

Gambar 2. Substitusi Impor dan Teori Proteksi

perusahaannya atau dari anak perusahaan proteksi yang diyakininya akan menimbulkan
lainnya yang berada di negara-negara lain, (4) distorsi harga-harga dan biaya.
meningkatnya tekanan terhadap ekspor
Ada lima faktor yang menghambat
komoditas primer tradisional, dan (5) adanya
pengembangan secara cepat produk-produk
substitusi impor dapat mengganggu
primer, khususnya ekspor hasil pertanian ke
industrialisasi itu sendiri akibat meningkatnya
negara-negara maju sebagai pasar utama: (1)
biaya-biaya industri hilir yang potensial dan
elastisitas permintaan terhadap tingkat
adanya pembelian kebutuhan pembelian impor
pendapatan untuk bahan-bahan pangan hasil
yang seharusnya berasal dari dalam negeri.
pertanian dan bahan mentah yang relatif rendah,
Sementara itu, strategi promosi ekspor (2) rendahnya tingkat pertumbuhan penduduk di
menjalankan usaha ekspor produk-produknya negara-negara maju mengakibatkan sedikit saja
baik produk primer maupun manufaktur, di mana kenaikan permintaan bahan pangan, (3) elastisitas
memegang prinsip efisien dan keuntungan yang permintaan komoditas primer nonminyak
terkandung di dalam persaingan dan perdagangan terhadap perubahan harga yang juga relatif
bebas antarbangsa. Diharapkan dengan promosi rendah, (4) semakin cepatnya penemuan dan
ekspor ini dilakukan penurunan setiap bentuk pengembangan barang-barang substitusi sintetis,

ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DI INDONESIA DALAM MENGHADAPI
PERDAGANGAN BEBAS ASEAN Saktyanu K. Dermoredjo
55
dan (5) tingginya proteksi bagi impor komoditas Dalam perdagangan impor, komoditas
pertanian domestik di negara maju. Dengan beras juga memiliki peran dalam perdagangan di
demikian, untuk meningkatkan pertumbuhan dan mana untuk kebutuhan ASEAN mencapai 20
penciptaan lapangan kerja di dalam industri persen, sedangkan untuk jagung dan kedelai
produk ekspor, Indonesia tetap harus mencapai 4,1 dan 5,7 persen. Dari 20 persen
meningkatkan ekspornya. Menurut World Bank impor beras untuk ASEAN, 18 persen berasal
(2004), dalam jangka pendek fokus pemerintah dari intern negara ASEAN, sedangkan sisanya 2
adalah dapat mengurangi pembiayaan ekspor, persen berasal dari luar negara-negara ASEAN
menambah akses pemasaran ke luar negeri dan (non-ASEAN). Negara pengimpor utama untuk
merubah investasi di dalam industri produk komoditas beras adalah Indonesia, Malaysia dan
ekspor, sedangkan jangka menengah agar Filipina. Impor jagung, dari 4,1 persen, sumber
meneruskan strategi perdagangan secara utamanya berasal dari negara-negara non-
komprehensif yang secara bertahap dapat ASEAN yaitu sekitar 3,5 persen, sedangkan dari
meningkatkan nilai barang yang lebih tinggi. negara ASEAN sendiri hanya 0,6 persen. Negara
pengimpor utama untuk jagung adalah Indonesia,
Malaysia, dan Thailand. Demikian pula untuk
Perdagangan Padi (Beras), Jagung, dan
impor kedelai, dari 5,7 persen, sumber utamanya
Kedelai Lingkup ASEAN
juga berasal dari negara-negara non-ASEAN
Perdagangan lintas negara merupakan salah satu yaitu sekitar 5,6 persen dan dari intern ASEAN
cara untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri hanya 0,1 persen. Negara pengimpor utama untuk
apakah kondisi negara tersebut pada posisi kedelai adalah Indonesia dan Thailand.
surplus atau defisit untuk komoditas tertentu.
Seperti diuraikan di atas bahwa negara
Bisa saja negara yang melakukan impor juga
pengekspor beras utama berasal dari negara
melakukan ekspor dengan jenis komoditas yang
ASEAN sendiri, yaitu Thailand dan Vietnam.
sama namun berbeda kualitas. Hal tersebut
Namun demikian, dalam kerangka ASEAN+6,
bertujuan untuk mengendalikan kebutuhan dalam
hanya India dan Cina yang cukup memegang
negeri sebagai salah satu cara untuk melindungi
peranan dalam perdagangan beras di negara-
produsen dalam negeri.
negara ASEAN, sedangkan keempat negara
Data yang diperoleh tahun 1999-2009 lainnya memiliki porsi yang kecil, seperti yang
menunjukkan dinamika perdagangan beras, disajikan dalam Tabel 3.
jagung, dan kedelai lingkup ASEAN, non-
Dalam perdagangan jagung di negara
ASEAN dan Dunia (Tabel 1 dan 2). Diambilnya
ASEAN, sebagian besar sumber utama dari luar
rentang waktu tersebut karena di Indonesia
negara ASEAN, di mana dalam Tabel 4
terjadi dinamika dalam pemulihan ekonomi
ditunjukkan bahwa Cina dan India juga masih
setelah depresi ekonomi di tahun 1997 dan
memiliki peran yang cukup besar, khususnya
dihadapinya goncangan kembali pada tahun
untuk negara Indonesia dan Malaysia. Demikian
2008. Kalau diperhatikan dari kedua tabel
pula keempat negara lainnya masih memiliki
tersebut, hanya beras yang memiliki peran yang
porsi yang kecil.
cukup besar bagi ASEAN dibandingkan dengan
komoditas kedua lainnya, di mana pangsa ekspor Lain halnya dengan perdagangan
beras ASEAN ke dunia mencapai 42 persen, komoditas kedelai di negara pengimpor utama
sedangkan pangsa ekspor jagung dan kedelai kedelai ASEAN yaitu Indonesia dan Thailand,
hanya mencapai 0,6 dan 0,05 persen. Dari 42 dalam kerangka ASEAN+6, tidak banyak
persen ekspor beras dari ASEAN ke dunia, 10 dikuasai oleh keenam negara mitra ASEAN
persen untuk intern ASEAN dan 32 persen ke tersebut melainkan dikuasai oleh negara-negara
dunia. Pangsa ekspor tersebut dikuasai oleh Amerika Utara dan Selatan (Tabel 5). Secara
negara Thailand dan Vietnam. Kedua negara ini sepintas terlihat adanya potensi yang besar dalam
sangat penting terhadap ketersediaan beras di pengembangan kedelai di Indonesia, namun
ASEAN ini. seperti diketahui tidak mudah mengembangkan
kedelai di negara tropis seperti di Indonesia ini.

Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 12 No. 1, Juni 2014: 51-68

56
ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DI INDONESIA DALAM MENGHADAPI
PERDAGANGAN BEBAS ASEAN Saktyanu K. Dermoredjo
57
Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 12 No. 1, Juni 2014: 51-68

58
ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DI INDONESIA DALAM MENGHADAPI
PERDAGANGAN BEBAS ASEAN Saktyanu K. Dermoredjo
59
Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 12 No. 1, Juni 2014: 51-68

60
ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DI INDONESIA DALAM MENGHADAPI
PERDAGANGAN BEBAS ASEAN Saktyanu K. Dermoredjo
61
Analisis Kebijakan Pegembangan Alternatif kebijakan pengembangan
Komoditas Padi, Jagung, dan Kedelai untuk komoditas kedelai (Lampiran 3(c))
untuk di Jawa membutuhkan kebijakan
Hasil analisis AHP dapat dilihat dalam
utama yaitu kebijakan pengembangan lahan
Lampiran 1, 2, dan 3. Dari ketiga lampiran
dan irigasi, sedangkan untuk di luar Jawa
tersebut ditunjukkan bahwa pemerintah pusat
adalah terkait dengan kebijakan penyediaan
merupakan aktor yang paling berperan dalam
sarana produksi, pemberian subsidi, inovasi
penentuan kebijakan pengembangan
teknologi dan intensifikasi usahatani, dan
komoditas padi, jagung, dan kedelai jagung.
pengembangan lahan dan irigasi. Oleh
Namun demikian, terdapat hasil analisis lain
karena itu, diperlukan konsistensi program
yang menunjukkan bahwa penentu kebijakan
dan kesungguhan aparat (Atman, 2009;
pengembangan kedelai dipegang oleh
Zakiah, 2011; Jamal et al., 2007).
pemerintah kabupaten yaitu Kabupaten Bone
seperti dalam Lampiran 3(a). Oleh karena Alternatif kebijakan utama pada pasca
itu, diperlukan strategi peningkatan produksi panen/pengolahan hasil pada komoditas padi
kedelai lokal dan pengembangan industri di Jawa (Lampiran 1(d)) membutuhkan
pengolahan berbasis kedelai lokal (Rante, kebijakan utama yaitu kebijakan teknologi
2013). pengolahan, sedangkan di luar Jawa adalah
kebutuhan modal. Kondisi tersebut akan
Kebijakan produksi (Lampiran 1(b),
terjadi kondusif bila petani memiliki
2(b) dan 3(b)) merupakan kebijakan utama
motivasi bertani padi dan adanya konsistensi
dalam pengembangan produksi pangan.
program pengembangan (Damita dan
Selanjutnya, keempat kebijakan yang lain
Sujianto, 2013).
memberikan hasil yang berbeda
antarkomoditas, baik itu di Jawa maupun di Kebijakan pasca panen/pengolahan
luar Jawa. Secara spesifik, dalam melakukan hasil komoditas jagung (Lampiran 2(d))
alternatif kebijakan utama pada kebijakan untuk di Jawa memiliki kecenderungan
produksi berbeda antarkomoditas baik itu di relatif sama, kecuali yang agak sedikit
Jawa maupun di luar Jawa (Lampiran 1(c), unggul adalah kebijakan kualitas input.
2(c) dan 3(c). Lebih dari itu, kebijakan tersebut adalah
yang paling dibutuhkan dalam alternatif
Pada komoditas padi, dalam
kebijakan pasca panen/pengolahan hasil di
pengembangannya, kebijakan yang
luar Jawa. Oleh karena itu, program terkait
diutamakan di Jawa (Lampiran 1(c)) adalah
dengan pascapanen dan pengolahan ini harus
pemberian subsidi pupuk serta
dilakukan secara komplemen dan sinergis
pengembangan lahan dan irigasi, sedangkan
dengan program pengembangan pemasaran
di luar Jawa adalah kebijakan pengembangan
(Rusastra et al., 2006).
lahan dan irigasi dan pemberian subsidi
pupuk. Urutan yang berbeda antarkedua Kebijakan pasca panen/pengolahan
wilayah ini menunjukkan bahwa luar Jawa hasil komoditas kedelai (Lampiran 3(d)) di
cenderung melakukan perbaikan/ Jawa yang dominan adalah kebijakan
pengembangan lahan dan di Jawa melakukan teknologi pengolahan, sedangkan di luar
perbaikan input produksi. Kebijakan Jawa masih membutuhkan empat kebijakan
tersebut merupakan salah satu kebijakan yaitu kebijakan kualitas input, teknologi
penting dan strategis dalam pengembangan pengolahan, kebutuhan modal dan
produksi padi (Sudaryanto dan Rusastra, pengembangan jasa pengolahan. Potensi dan
2006; Hanani, 2012). peluang pengembangan aneka olahan
berbahan baku kedelai masih terbuka luas
Selain itu, untuk komoditas jagung
sejalan dengan bertambahnya jumlah
(Lampiran 2(c)) memiliki urutan alternatif
penduduk. Di samping itu, pada hari-hari
kebijakan utama yang sama baik itu di Jawa
besar keagamaan permintaan dan konsumsi
dan luar Jawa yaitu pemberian subsidi
produk olahan kedelai ini cenderung
pupuk, penyediaan sarana produksi, inovasi
meningkat karena digunakan sebagai
teknologi dan intensifikasi usahatani, dan
pelengkap makanan yang disajikan (Sutopo,
pengembangan lahan dan irigasi.
2011).

Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 12 No. 1, Juni 2014: 51-68

62
Alternatif kebijakan pemasaran untuk kebijakan penyediaan stok (Lampiran 3(g)).
komoditas padi di Jawa dan di luar Jawa Dalam konteks kedua variabel tersebut,
(Lampiran 1(e)) adalah yang utama terlihat bahwa penyediaan stok dan harga
kebijakan standarisasi mutu. Standarisasi saling mempengaruhi. Bila kekurangan stok,
mutu dapat dilakukan melalui manajemen maka harga pangan relatif kurang stabil,
modern agar terjamin produk beras yang begitu pula bila harga pangan meningkat
berkualitas. Kelembagaan pemasaran perlu drastis maka untuk memenuhi kebutuhan
ditingkatkan agar produk yang diterima stok juga akan terganggu. Oleh karena itu,
konsumen memiliki harga yang kompetitif impor kedelai tidak dapat dihindari karena
(Kusnandar et al., 2013). Hal ini juga penurunan kedelai impor tidak dapat
dialami oleh alternatif kebijakan pemasaran disubstitusikan secara sempurna (Oktaviani,
jagung di Jawa dan luar Jawa (Lampiran 2002). Berdasarkan hal tersebut program
2(e)) dan kebijakan pemasaran kedelai di swasembada kedelai yang tidak mempunyai
luar Jawa (Lampiran 3(e)), sedangkan keunggulan komparatif di suatu wilayah
kebijakan pemasaran kedelai di Jawa sudah tertentu tidak perlu dipaksakan untuk
mengarah pada kebijakan kebutuhan dikembangkan.
investasi/modal dan informasi pasar
Dalam kaitannya dengan dampak
(Lampiran 3(e)). Pada akhirnya diperlukan
perdagangan bebas, sebagian besar arahan
biaya pemasaran tidak terlalu tinggi dengan
kebijakan yang telah dilakukan tertuju pada
pengurangan hambatan-hambatan pemasaran
kesejahteraan masyarakat, kecuali untuk
yaitu petani belum melakukan pola
komoditas jagung di Jawa yaitu kebijakan
pascapanen yang baik sehingga
produksi, pendapatan dan permintaan modal
mengakibatkan harganya rendah serta
(Lampiran 2(h)) serta kebijakan
hubungan kepercayaan antara petani dan
pengembangan kedelai di Jawa yaitu
pedagang besar yang sudah terbiasa
produksi dan permintaan modal, selanjutnya
bekerjasama sehingga petani tidak terlalu
lainnya relatif beragam (Lampiran 3(h)).
memperdulikan harga yang diterimanya
Oleh karena itu, terlihat dalam persaingan
(Widiastuti dan Harisudin, 2013).
global, peran pemerintah memegang peranan
Pada aspek kebijakan distribusi, penting dalam mencukupi kebutuhan pangan
alternatif utama untuk komoditas padi adalah nasional.
kebijakan pengaturan anggaran baik itu di
Jawa dan luar Jawa (Lampiran 1(f)). Wilayah
Jawa memberikan respon yang cukup KESIMPULAN DAN SARAN
signifikan dibandingkan dengan kebijakan
lainnya. Kondisi ini dialami juga oleh
Kesimpulan
kebijakan distribusi jagung di Jawa,
sedangkan di Luar Jawa masih melalui Hasil analisis menunjukkan bahwa
kebijakan pasar input (Lampiran 2(f)). pemerintah pusat memiliki peranan penting
dalam pengembangan komoditas padi,
Dalam alternatif kebijakan konsumsi jagung, dan kedelai, khususnya dalam
antardaerah cukup berbeda di mana alternatif kebijakan produksi yang terkait dengan
kebijakan konsumsi beras/padi di Jawa yang kebijakan subsidi pupuk dan pengembangan
utama adalah kebijakan kecukupan dan lahan dan irigasi serta inovasi teknologi. Hal
ketersediaan, sedangkan di luar Jawa adalah tersebut akan menghasilkan produk dengan
kebijakan penyediaan stok (Lampiran 1(g)). standar mutu yang diinginkan oleh pelaku
Dengan demikian, terlihat perlunya pengolahan hasil, pemasaran/distributor, dan
sinergitas antardaerah dalam memelihara konsumen. Kebijakan lain yang tidak kalah
kecukupan pangan. Selain itu, untuk penting adalah kebutuhan investasi/modal
komoditas jagung di Jawa adalah kebijakan dan terbangunnya informasi pasar bagi
mutu pangan sedangkan di luar Jawa adalah pelaku pengolahan hasil dan pemasaran.
kebijakan harga pangan (Lampiran 2(g)). Khusus menghadapi konsumen, pemerintah
Alternatif kebijakan konsumsi untuk diperhadapkan pada kebutuhan kebijakan
komoditas kedelai di Jawa adalah kebijakan kecukupan dan ketersediaan di Jawa sebagai
harga pangan dan di luar Jawa adalah konsumen pangan terbesar dan kebutuhan

ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DI INDONESIA DALAM MENGHADAPI
PERDAGANGAN BEBAS ASEAN Saktyanu K. Dermoredjo
63
kebijakan penyediaan stok di luar Jawa Atman. 2009. Strategi Peningkatan Produksi
sebagai wilayah potensi pengembangan Kedelai Di Indonesia. Jurnal Ilmiah
produk pangan. Tambua VIII(1): 39-45.
Boediono. 2009. Ekonomi Indonesia, Mau ke
Mana? Kumpulan Esai Ekonomi. PT
Saran
Gramedia. Jakarta
Dari analisis di atas memberikan informasi Chen, C., B.A. McCarl and C. Chang. 2006.
bahwa kebijakan yang diperlukan adalah Estimating the Impacts of Government
melakukan penyesuaian kebijakan pola Interventions in the International Rice
pengembangan padi, jagung, dan kedelai Market. Canadian Journal of Agricultural
yang cukup beragam antara Jawa dan luar Economics 54(1): 81-100.
Jawa di mana kebijakan tersebut adalah Damita, L. dan Sujianto. 2013. Evaluasi
kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan Kebijakan Penanganan Pasca Panen
masa depan, khususnya dalam menghadapi Tanaman Padi. Jurnal Administrasi
era perdagangan bebas ASEAN. Pembangunan 1(3): 219-323
Kecenderungan untuk mencapai sasaran
Darwanto, D.H. dan P.Y. Ratnaningtyas. 2005
kesejahteraan masyarakat menjadi tujuan
Kesejahteraan Petani dan Peningkatan
utama, namun tidak diperlengkapi dengan Ketersediaan Pangan: Sebuah Dilema?
pendapatan yang memadai. Oleh karena itu, Agro-Ekonomika (edisi khusus), tahun
kebijakan yang dimulai dari hulu hingga hilir XXXV, Oktober 2005. Perhimpunan
perlu adanya sinkronisasi sehingga Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI).
pengembangan produk pangan tersebut dapat
Hadi, U.P. dan S. Mardianto. 2004. Analisis
sejalan dengan apa yang terjadi di hulu atau Komparasi Dayasaing Produk Ekspor
di hilir. Pertanian antar Negara ASEAN dalam Era
Tata kelola kebijakan yang kondusif Perdagangan Bebas AFTA. Jurnal Agro
bagi pengembangan pangan ini tidak lepas Ekonomi 22(1): 46-73.
dari penekanan pembagian kewenangan ke Hanani, N. 2012. Strategi Pencapaian Ketahanan
pemerintah daerah yang disertai dengan Pangan Keluarga. E-Journal Ekonomi
peningkatan kapasitas mereka. Namun Pertanian. Volume 1 No.1. Januari 2012.
demikian, tetap dalam alur kebijakan pusat Jamal, E., E. Ariningsih, Hendiarto, K.M.
dan daerah mengacu pada perundang- Noekman, dan A. Askin. 2007. Beras dan
undangan yang terkait dengan Jebakan Kepentingan Jangka Pendek.
pengembangan mutu bahan baku produk Analisis Kebijakan Pertanian. 5(3): 224-
olahan seperti UU No. 12/1992 tentang 238.
Sistem Budidaya Tanaman, UU No. 8/1999 Kuncoro, M. 1997. Ekonomi Pembangunan:
tentang Perlindungan Konsumen, dan UU Teori, Masalah dan Kebijakan. Unit
No. 18/2012 tentang Pangan. Sebagai Penerbitan dan Percetakan Akademi
pengejawantahan, pemerintah pusat Manajemen Perusahaan YKPN. Yogyakarta
mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian Kusnandar, D. Padmaningrum, W. Rahayu, dan A.
No. 35/Permentan/OT.140/7/2008 tentang Wibowo. 2013. Rancang Bangun Model
Persyaratan dan Penerapan Cara Pengolahan Kelembagaan Agribisnis Padi Organik
Hasil Pertanian Asal Tumbuhan yang Baik Dalam Mendukung Ketahanan Pangan.
(Good Manufacturing Practices). Jurnal Ekonomi Pembangunan 14(1): 92-
101.

DAFTAR PUSTAKA Masyhuri. 1999. Kebijakan Pembangunan


Pertanian. Agro Ekonomi VI(2): 71-77.

Alimoeso, S., 2011. Ketahanan Pangan Nasional Oktaviani, R. 2002. Impor Kedelai: Dampaknya
dan Perum Bulog. Makalah disampaikan terhadap Stabilitas Harga dan Permintaan
pada series of lecture dalam rangka Kedelai dalam Negeri. Makalah
Lustrum XIII Fakultas Pertanian disampaikan pada Dialog Kebijakan
Universitas Gadjah Mada pada tanggal 14 Perkedelaian Nasional: Prospek dan
Mei 2011. Universitas Gadjah Mada. Tantangannya yang diselenggarakan oleh
Yogyakarta HKTO, INKOPI, dan Direktorat Kacang-

Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 12 No. 1, Juni 2014: 51-68

64
kacangan dan Umbi-umbian. Jakarta disampaikan pada Seminar Trans Asia
Design Center, 23 Januari 2002. dalam konteks Asia dan ASEAN
Highway: Peluang dan Tantangan
Prabowo, R. 2010. Kebijakan Pemerintah dalam
menghadapi Tatanan Global, 1 Juli 2009.
Mewujudkan Ketahanan Pangan di
Jakarta.
Indonesia. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian
MEDIAGRO 6(2): 62–73. Sudaryanto, T. dan IW. Rusastra. 2006.
Kebijakan Strategis Usaha Pertanian
Pratomo, W. 2007. Teori Kerja Sama Perdagangan
dalam Rangka Peningkatan Produksi dan
Internasional. Dalam S. Arifin, D.E. Rae,
Pengentasan Kemiskinan. Jurnal Litbang
dan C.P.R. Joseph (Eds.). Kerja Sama
Pertanian 25(4): 115-122.
Perdagangan Internasional: Peluang dan
Tantangan bagi Indonesia. Bank Indonesia. Sutopo, J.K. 2011. Pengembangan Media
Jakarta Promosi Potensi dan Peluang Investasi di
Kabupaten Grobogan. Journal of Rural
Rante, Y. 2013. Strategi Pengembangan Tanaman
and Development II(2): 82-99.
Kedelai untuk Pemberdayaan Ekonomi
Rakyat di Kabupaten Keerom Provinsi Tambunan, T. 2007. Pengkajian Kebijakan
Papua. Jurnal Manajemen dan Investasi Riil di Indonesia. http://kadin-
Kewirausahaan 15(1): 75-88. indonesia.or.id. (1 September 2010).
Rusastra, IW., T.A. Napitupulu, M.O.A. Todaro, M. 1998. Pembangunan Ekonomi di
Manikmas, dan F. Kasim. 2006. Kinerja Dunia Ketiga. Jilid 2. Penerbit Erlangga.
dan Prospek Agribisnis Palawija: Jakarta
Pemantapan Ketahanan Pangan dan
Widiastuti, N. dan M. Harisudin. 2013. Saluran
Pengentasan Kemiskinan. hal. 9-22. Dalam
dan Marjin Pemasaran Jagung di Kabupaten
I W. Rusastra, T.A. Napitupulu, M.O.A.
Grobogan. SEPA 9(2): 231–240.
Manikmas, dan F. Kasryno (Eds.).
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan World Bank. 2004. Making Indonesia
Agribisnis Berbasis Palawija di Indonesia: Competitive: Promoting Exports, Managing
Perannya dalam Peningkatan Ketahanan Trade. Report No. 30535.
Pangan dan Pengentasan Kemiskinan.
Bogor, 13 Juli 2006. CAPSA Monograph Zakiah. 2011. Simulasi Dampak Kebijakan
No. 49. Produksi terhadap Ketahanan Pangan
Kedelai. Sains Riset Volume 1 No. 2.
Soetanto, H. 2009. Kebijakan Perdagangan http://ejournal.unigha.ac.id/data/Journal%20
Indonesia dan Keikutsetaan dalam %20SAINS%20Riset%20vol%201%20no
Kerjasama Ekonomi di Kawasan Asia %202%209.pdf. (2 Oktober 2012).
Tenggara dan Asia Pasifik. Makalah

ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DI INDONESIA DALAM MENGHADAPI
PERDAGANGAN BEBAS ASEAN Saktyanu K. Dermoredjo
65
Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 12 No. 1, Juni 2014: 51-68

66
ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DI INDONESIA DALAM MENGHADAPI
PERDAGANGAN BEBAS ASEAN Saktyanu K. Dermoredjo
67
Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 12 No. 1, Juni 2014: 51-68

68

You might also like