You are on page 1of 16

MAKALAH KEPERAWATAN MENJELANG AJAL

“Pengkajian Fisik Dan Psikologis, Tinjauan Agama Tentang Perawatan Paliatif, Dan
Tinjauan Social Budaya Terhadap Perawatan Paliatif”

OLEH :
1. Bagas novan imandi (01.2.16.00525)
2. Diah ayu wilujeng (01.2.16.00531)
3. Endro Nopfantiyanto Akas (01.2.16.00537)
4. Ivana cindy iranda (01.2.16.00543
5. Mohammad arif saifulah (01.2.16.00549)
6. Rahmat aji wibowo (01.2.16.00555)
7. Weka ermakda sadiah (01.2.16.00562)
8. Yuliana Kristin (01.2.16.00568)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RS BAPTIS KEDIRI


PRODI KEPERAWATAN SRATA 1
TAHUN AKADEMIK 2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga makalah
“Makalah Keperawatan Menjelang Ajal Pengkajian Fisik Dan Psikologis, Tinjauan Agama
Tentang Perawatan Paliatif, Dan Tinjauan Social Budaya Terhadap Perawatan Paliatif ”
ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa juga kami mengucapkan terimakasih atas masukan
dan sumber dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan materi dengan baik.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi pembaca, karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.Kami mengucapkan
terima kasih pada dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingannya selama
kami mengikuti mata kuliah tersebut.
Sekian dan terima kasih.

Kediri,6 september 2018

Penyusun

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... I


DAFTAR ISI................................................................................................................................... II
BAB I .............................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 1
1.1. Latar belakang .................................................................................................................. 1
1.2. Tujuan............................................................................................................................... 1
1.3. Rumusan masalah ............................................................................................................. 1
BAB II............................................................................................................................................. 2
PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 2
2.1. Pengertian ......................................................................................................................... 2
2.2. Pengkajian fisik dan psikologis dalam perawatan paliatif ............................................... 2
1) Pemeriksaan Fisik ............................................................................................................ 2
2) Pengkajian Psikologis ...................................................................................................... 5
2.3. Tinjauan Agama Tentang Perawatan Paliatif ................................................................... 7
2.4. Tinjauan Social Budaya Terhadap Perawatan Paliatif ..................................................... 9
BAB III ......................................................................................................................................... 12
PENUTUP..................................................................................................................................... 12
3.1. kesimpulan ..................................................................................................................... 12
3.2. Saran ............................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 13

II
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Palliative Care adalah suatu perawatan kesehatan terpadu yang menyeluruh dengan
pendekatan multidisiplin yang terintegrasi. Tujuannya adalah untuk mengurangi penderitaan
pasien, memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas hidupnya, dan juga memberikan
support kepada keluarganya. Dari definisi tersebut didapatkan bahwasannya salah satu tujuan
dasar dari palliative care adalah mengurangi penderitaan pasien yang termasuk didalamnya
adalah menghilangkan nyeri yang diderita oleh pasien tersebut.
Terdapat banyak alasan mengapa pasien dengan penyakit stadium lanjut tidak mendapatkan
perawatan yang memadai, namun semua alasan itu pada akhirnya berakar pada konsep terapi
yang eksklusif dalam menyembuhkan penyakit daripada meningkatkan kualitas hidup dan
mengurangi penderitaan. Itulah mengapa, seringkali keputusan untuk mengambil tindakan
paliatif baru dilakukan setelah segala usaha penyembuhan penyakit ternyata tidak efektif.
Padahal seharusnya, palliative care dilakukan secara integral dengan perawatan kuratif dan
rehabilitasi baik pada fase dini maupun lanjut.
Seiring dengan berkembangnya bidang ilmu ini, ruang lingkup dari palliative care yang
dulunya hanya terfokus pada memberikan kenyamanan bagi penderita, sekarang telah meluas
menjadi perawatan holistik yang mencakup aspek fisik, sosial, psikologis, dan spiritual.
Perubahan perspektif ini dikarenakan semakin hari semakin banyak pasien yang menderita
penyakit kronis sehingga tuntutan untuk suatu perkembangan adalah mutlak adanya. Oleh karena
itu pada kesempatan ini penulis membuat makalah tentang Palliative Care untuk mengulas materi
tersebut lebih dalam.
1.2. Tujuan
a. Mengetahui pengkajian Fisik Dan Psikologis
b. Memahami Tinjauan Agama Tentang Perawatan Paliatif,
c. Memahami Tinjauan Social Budaya Terhadap Perawatan Paliatif
1.3. Rumusan masalah
a. Bagaimana pengkajian Fisik Dan Psikologis?
b. Bagaimana Tinjauan Agama Tentang Perawatan Paliatif, ?
c. Bagaimana Tinjauan Social Budaya Terhadap Perawatan Paliatif?

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
Perawatan Paliatif adalah semua tindakan aktif guna meringankan beban pasien terutama
yang tidak dapat disembuhkan. Tindakan aktif yang dimaksud ialah antara lain menghilangkan
nyeri dan keluhan lain,serta perbaikan dalam bidang psikologis, sosial dan spiritual. Perawatan
ini tidak saja diberikan kepada pasien yang tidak dapat disembuhkan tetapi juga pasien yang
mempunyai harapan untuk sembuh bersama-sama dengan tindakan kuratif (Departemen
Kesehatan [Depkes] RI, 1997).
2.2. Pengkajian fisik dan psikologis dalam perawatan paliatif
Pemeriksaan fisik dilakukan mulai dari kepala sampai kaki dengan melihat segala kelainan
dan ketidaknormalan yang ada pada tubuh pasien adapun tehnik yang digunakan dalam
melakukan pemeriksaan adalah sebagai contoh berikut ini :
Pemeriksaan fisik dan psikologis pasien terminal. Contoh penyakit HIV
1) PEMERIKSAAN FISIK
A. Pengkajian
1. Identitas Klien : Nama, Umur, No Reg, Ruang, Agama, Pekerjaan, Alamat, Suku
Bangsa, Pendidikan, MRS, DX Medis
2. Keluhan Utama :
Saat MRS : Klien dibawa ke rumah sakit dengan keluhan
diare dan demam tinggi.
Saat pengkajian : Klien mengatakan badan terasa lemah, dan
tidak mampu melakukan aktifitas.
3. Riwayat Penyakit Sekarang: Apakah klien mengalami diare, nafsu makan menurun, dan
kesulitan menelan (disfagia), demam, kelelahan dan mengeluhkan badan terasa lemah.
4. Riwayat Penyakit Dahulu: apakah mengalami diare tak terkontrol tanpa merasakan sakit
perut, penyebabnya tidak diketahui, dengan faktor yang memperberat adalah bergerak
sehingga usaha yang dilakukan adalah diam, demam tinggi, diare disertai darah, apakah
pernah mengkonsumsi obat-obatan terlarang.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
6. Riwayat Psikososial
a. Persepsi Klien Terhadap Masalah
Apakah pasien mengatakan bahwa penyakitnya ini merupakan masalah yang
mengkhawatirkan, ekspresi wajah terlihat lemah dan badannya terlihat lemas.
7. Pola Kesehatan Sehari-hari Selama Di Rumah dan RS
a. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Di Rumah : makan 3x/hari. Minum air putih 8 gelas/hari

2
Di Rumah Sakit : saat pengkajian klien menunjukkan gejala anoreksia dan kesulitan
menelan atau tidak, terjadi perubahan nafsu makan Pola Eliminasi
1) Kebiasaan Devekasi Sehari-hari
Di Rumah : jumlah, warna, bau, disertai darah ataupun nanah
Di Rumah Sakit :
2) Kebiasaan Miksi
Di Rumah : warna, bau, adakah kesulitan BAK
Di Rumah Sakit : klien BAK dengan alat bantu atau tidak.
b. Pola Tidur dan Istirahat
Dirumah Klien : jumlah jam tidur, apakah mengalami gangguan tidur
Di Rumah Sakit : jumlah jam tidur, apakah mengalami gangguan tidur
c. Pola Aktivitas
Di rumah : klien beraktifitas secara mandiri tanpa bantuan orang lain apakah
memiliki kebiasaan olah raga
Di rumah sakit : apakah klien mendapatkan bantuan dari orang lein ketika akan
melakukan aktivitas
d. Pola Reproduksi dan Seksual
Usia, anak, riwayat penggunaan kontrasepsi
8. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : apakah klien lemah, terpasang infus atau tidak
Keadaan sakit : Klien sering mengeluh lemas, sakit, tidak nyaman, dll.
Tekanan darah : mengalami penurunan
Nadi : mengalami penurunan
Respirasi : 12-24 x/menit
Bising Usus : 6-12 x/menit
Suhu 37,5-38,5˚C
Tinggi badan :
Berat badan : menurun
b. Review of System (ROS)
(1) Kepala : Posisi kepala, bentuk kepala, warna rambut, distribusi rambut,
apakah terlihat bayangan pembuluh darah, apakah terdapat luka, tumor, edema,
ketombe, dan bau.
 Mata : tidak terdapat vesikel, tidak ada masa, nyeri tekan, dan penurunan
penglihatan, konjungtiva anemis.
 Hidung : apakah terdapat sekret, dan lesi
 Mulut : apakah terdapat lesi, gigi ada yang tanggal, membran mukosa
kering, apakah ada bercak-bercak keputihan pada lidah, dan halitosis.
 Telinga : apakah ada nyeri tekan, dan luka

3
(2) Leher : apakah trakea simetris, adakah pembesaran kelenjar tiroid dan
vena jugularis, nyeri tekan.
(3) Thoraks : dilihat bentuk, apakah terdapat masa, dan otot bantu napas
 Paru : bentuk dada simetris, tidak terdapat retraksi interkosta, ekspansi
kanan dan kiri sama, perkusi paru didapat suara sonor di seluruh lapang
paru, batas paru hepar dan jantung redup,
 Jantung : ictus cordis terlihat di mid-clavicula line sinistra ICS 5,
(4) Ketiak dan Payudara : apakah didapatkan pembesaran kelenjar limfe dan
benjolan, keadaan puting dan areola
(5) Abdomen : bentuk simetris atau tidak, adakah nyeri tekan, apakah ada
benjolan, tanda pembesaran hepar, tidak didapati asites, dan hasil perkusi didapat
suara timpani,
(6) Genetalia : Tn. T adalah klien laki-laki,
 Penis ; klien di sirkumsisi, gland penis terdapat bercak, pada batang penis
ada tanda jamur, tidak ada tanda herpes, ada lesi.
 Skrotum ; tidak ada lesi, tidak ada tanda jamur, tidak ada tanda herpes
 Uretra ; tidak terdapat kelainan, tidak ada lesi
(7) Anus dan Rektum : tidak ada abses, hemoroid, apakah pada rektum didapati
lendir, darah, atau nanah.
(8) Ekstremitas : kekuatan otot menurun, terdapat oedema, tampak tanda atropi
(9) Integumen : warna, tekstur kering, terdapat kemerahan pada area, turgor
buruk, terdapat tanda sianosis, akral dingin, capillary refill time >3 detik, ada
tanda inflamasi pada kuku
(10) Status Neurologis
a) Tingkat kesadaran : Kompos Mentis
b) Tanda–tanda perangsangan otak
1) Pusing
2) Suhu tubuh 37,8o C
c) Uji saraf kranial
NI : Klien tidak dapat membau dengan baik
N II : Klien dapat melihat dengan jelas
N III : Klien dapat menggerakkan bola mata
N IV : Klien dapat melihat gerakan tangan perawat baik ke samping kiri
ke kanan.
NV : Klien dapat menggerakan rahang
N VI : Klien dapat menggerakan mata kesamping
N VII : Klien dapat merasakan pahit, manis, asam, dan manis
N VIII : Klien dapat mendengarkan degan baik

4
N IX : Klien dapat berbicara
NX : Klien dapat mengangkat bahu
N XI : Klien dapat berbicara dengan baik
N XII : Klien dapat menggerakan lidah dan dapat berbicara dengan baik
d) Funsi Motorik
Tidak ada gerakan yang tidak disadari klien, klien mampu bergerak tanpa
perintah.
e) Fungsi Sensorik
Klien tidak merasakan usapan kapas pada area maksilaris, dapat merasakan
benda tajam, tidak dapat merasakan hangat, panas, dan dingin.
f) Refleks Pantologis
Reflek babinsky negatif, reflek cadlok negatif, reflek Gordon negatif.
9. Pemeriksaan Penunjang
a) Hasil Test Enzime Linked Sorbent Assay (ELISA) : dari hasil test ELISA yang
dilakukan, menunjukkan hasil bahwa Tn. T Positif dibuktikan dengan antibodi dalam
serum mengikat antigen virus murni di dalam enzyme-linked antihuman globulin.
b) Hasil Test Western Blot : Positif
c) P24 Antigen Test : Positif
d) Kultur HIV : Positif, dengan kadar antigen P24
Meningkat
2) Pengkajian Psikologis
Reaksi Proses psikologis Hal-hal yang biasa di jumpai
Hal-hal yang biasa
Reaksi Proses Psikologis
dijumpai
Shock (kaget, goncangan Merasa bersalah, marah, Rasa takut, hilang akal,
batin) tidak berdaya frustasi, rasa sedih,
susahm acting out.
Mengucilkan diri Merasa cacat dan tidak Khawatir menginfeksi
berguna, menutup diri orang lain, murung
Membuka status secara Ingin tahu reaksi orang Penolakan, stress,
terbatas lain, pengalihan stress, konfrontasi
ingin dicintai
Mencari orang lain Berbagi rasa, pengenalan, Ketergantungan, campur
yang HIV positif kepercayaan, penguatan, tangan, tidak percaya
dukungan social pada pemegang rahasia
dirinya.
Status khusus Perubahan keterasingan Ketergantungan,
menjadi manfaat khusus, dikotomi kita dan mereka

5
perbedaan menjadi hal (semua orang dilihat
yang istimewa, sebagai terinfeksi HIV
dibutuhkan oleh yang dan direspon seperti itu),
lainnya. over identification.
Perilaku mementingkan Komitmen dan kesatuan Pemadaman, reaksi dan
orang lain kelompok, kepuasan kompensasi yang
memberi dan berbagi berlebihan
perasaan sebagai
kelompok
Penerimaan Integrasi status positive Apatis, sulit berubah
HIV dengan identitas
diri, keseimbangan antara
kepentingan orang lain
dengan diri sendiri, bisa
menyebutkan kondisi
seseorang

Respon Psikologis (penerimaan diri) terhadap Penyakit ada lima tahap reaksi emosi
seseorang terhadap penyakit, yaitu :
1. Pengingkaran (denial) Pada tahap pertama pasien menunjukkan karakteristik perilaku
pengingkaran, mereka gagal memahami dan mengalami makna rasional dan dampak
emosional dari diagnosa. Pengingkaran ini dapat disebabkan karena ketidaktahuan
pasien terhadap sakitnya atau sudah mengetahuinya dan mengancam dirinya.
Pengingkaran dapat dinilai dari ucapan pasien “saya di sini istirahat.” Pengingkaran
dapat berlalu sesuai dengan kemungkinan memproyeksikan pada apa yang diterima
sebagai alat yang berfungsi sakit, kesalahan laporan laboratorium, atau lebih mungkin
perkiraan dokter dan perawat yang tidak kompeten. Pengingkaran diri yang mencolok
tampak menimbulkan kecemasan, pengingkaran ini merupakan buffer untuk menerima
kenyataan yang sebenarnya. Pengingkaran biasanya bersifat sementara dan segera
berubah menjadi fase lain dalam menghadapi kenyataan (Achir Yani, 1999).
2. Kemarahan (anger) Apabila pengingkaran tidak dapat dipertahankan lagi, maka fase
pertama berubah menjadi kemarahan. Perilaku pasien secara karakteristik dihubungkan
dengan marah dan rasa bersalah. Pasien akan mengalihkan kemarahan pada segala
sesuatu yang ada disekitarnya. Biasanya kemarahan diarahkan pada dirinya sendiri dan
timbul penyesalan. Yang menjadi sasaran utama atas kemarahan adalah perawat, semua
tindakan perawat serba salah, pasien banyak menuntut, cerewet, cemberut, tidak
bersahabat, kasar, menantang, tidak mau bekerja sama, sangat marah, mudah
tersinggung, minta banyak perhatian dan iri hati. Jika keluarga mengunjungi maka

6
menunjukkan sikap menolak, yang mengakibatkan keluarga segan untuk datang, hal ini
akan menyebabkan bentuk keagresipan (Hudak & Gallo, 1996).
3. Sikap tawar menawar (bargaining) Setelah marah-marah berlalu, pasien akan berfikir
dan merasakan bahwa protesnya tidak ada artinya. Mulai timbul rasa bersalahnya dan
mulai membina hubungan dengan Tuhan, meminta dan berjanji merupakan ciri yang
jelas yaitu pasien menyanggupi akan menjadi lebih baik bila terjadi sesuatu yang
menimpanya atau berjanji lain jika dia dapat sembuh (Achir Yani, 1999).
4. Depresi Selama fase ini pasien sedih/ berkabung mengesampingkan marah dan
pertahanannya serta mulai mengatasi kehilangan secara konstruktif. Pasien mencoba
perilaku baru yang konsisten dengan keterbatasan baru. Tingkat emosional adalah
kesedihan, tidak berdaya, tidak ada harapan, bersalah, penyesalan yang dalam, kesepian
dan waktu untuk menangis berguna pada saat ini. Perilaku fase ini termasuk mengatakan
ketakutan akan masa depan, bertanya peran baru dalam keluarga intensitas depresi
tergantung pada makna dan beratnya penyakit (Netty, 1999). e) Penerimaan dan
partisipasi Sesuai dengan berlalunya waktu dan pasien beradapatasi, kepedihan dari
kesabatan yang menyakitkan berkurang dan bergerak menuju identifikasi sebagai
seseorang yang keterbatasan karena penyakitnya dan sebagai seorang cacat. Pasien
mampu bergantung pada orang lain jika perlu dan tidak membutuhkan dorongan
melebihi daya tahannya atau terlalu memaksakan keterbatasan atau ketidakadekuatan
(Hudak & Gallo, 1996). Proses ingatan jangka panjang yang terjadi pada keadaan stres
yang kronis akan menimbulkan perubahan adaptasi dari jaringan atau sel. Adaptasi dari
jaringan atau sel imun yang memiliki hormon kortisol dapat terbentuk bila dalam waktu
lain menderita stres, dalam teori adaptasi dari Roy dikenal dengan mekanisme regulator.
2.3. Tinjauan Agama Tentang Perawatan Paliatif
Agama merupakan hubungan antara manusia dengan tuhan. Terapi religious sangat penting
dalam memberikan palliative care. Kurangnya pemenuhan kehidupan beragama,
menimbulkan masalah pada saat terapi. Pengetahuan dasar dari masing-masing agama
sangat membantu dalam mengembangkan palliative care.
Terkadang palliative care spiritual sering disamakan dengan terapi paliatif religious.
Palliative care spiritual bisa ditujukan kepada pasien yang banyak meyakini akan adanya
Tuhan tanpa mengalami ritual suatu agama dan bisa juga sebagai terapinreligius dimana
selain meyakini ritual agama memiliki tata cara beribadah dalam suatu agama.
Beberapa pandangan tentang kematian menurut beberapa agama
1. Agama Kristen
Dalam ajaran Kristen ada 2 agama utama
a. Katolik
Dalam agama katolik mati itu hanya suatu perpisahan untuk waktu sementara.
Setelah kematian akan muncul kehidupan yang abadai dan tuhan.

7
Tuhan itu baik hati dan mengampuni semua dosa dan kesalahan. Seorang katolik
yang baik hati tidak usah kawatir menghadapai kematian sebab setelah kematian aka
nada kehidupan yang lebih baik.
Yang penting untuik seorang katolik adalah bahwa ia memperoleh kesempatan
untuk sakramen orang sakit, yang juga dinamakan pembalseman orang sakit.
b. Dalam ajaran protestan
Sebagaimana halnya dengan pandagan katolik, kisten juga memiliki pandangan
bahwa
- Penyakit dan kemaitan adalah swebagai akibat dosa dari adam . seseorang dengan
sadar harus memlilih tuhan dan mengetahui bahwa ia dapat masuk ke kerajaan
allah setelah meninggal.
- Penyakit adaalah suatu penguasaan iblis atas diri kita dan melalui doa diusahakan
agar iblis keluar.
- Penyakit adaalah suatu hukuman yang dijalanimanusia karena kesalahaannya.
c. Agama islam
Kematian bagi agama islam adalah suatu gangguan keseimbangan sebagaimana
yang dimaksud oleh allah.
Sebab dari gangguan ini dapat dicari baik dalam kekuatan yang menguasai alam
semesta maupun yang berasal dari kuasa-kuasa manusia. Kematian bagi orang islam
berarti suatu pemindahan dari kehidupan karena situasi menunggu samapi akhir
jaman. Dan pada saat itu akan tiba masanya pengadilan bagi setiap orang. Orang
islam juga mempercayai bahwa di dalam kuburan akan dating dua malaikat yang
akan menyanyakan masalah kepercayaannya.
d. Agama hindu
Bagi orang orang yang beragama hindu dikatakanbahwa penyakit adalah akibat dari
dewa dewa yang marah atau kuasa kuasa yang lain.
Penyakit harus dihandari dan dilawan dngan cara membawa persembahan-
persembahan atau melalui pembacaan mantra.
Setelah kematian makan manusia akan kembali muncul ke bumi baik dalam
bentuk manusia atau binatang ( reinkarnasi), sampai rohnya menjadi sempurna.
Bagi banyak orang katolik dan protestan agama memainkan peranan yang makin
lama makin berkurang dalam kehidupan mereka. Baginya , seperti orang islam, dan
hindu.
Jading sangat perlu agar perawat juga menggeluti aspek aspek rohani dari
kegiatan perawatan yang diberikan. Sebab bagaimanapun seorang mempunyai
pengalaman hidup tertentu. Ia akan tetap mengharapkan suatu hubungan baik melalui
perawatan perawtan yang diberikan.

8
e. Agama Budha
Ajaran agama Buddha sangat menekankan kepada makna dari kehidupan dimana
penghindaran untuk melakukan pembunuhan makhluk hidup adalah merupakan salah
satu moral dalam ajaran Budha. Berdasarkan pada hal tersebut di atas maka nampak
jelas bahwa euthanasia adalah sesuatu perbuatan yang tidak dapat dibenarkan dalam
ajaran agama Budha. Selain daripada hal tersebut, ajaran Budha sangat menekankan
pada "welas asih" ("karuna") Mempercepat kematian seseorang secara tidak alamiah
adalah merupakan pelanggaran terhadap perintah utama ajaran Budha yang dengan
demikian dapat menjadi "karma" negatif kepada siapapun yang terlibat dalam
pengambilan keputusan guna memusnahkan kehidupan seseorang tersebut.

2.4. Tinjauan Social Budaya Terhadap Perawatan Paliatif


Sosial budaya merupakan segala hal yang diciptakan oleh manusia dengan pikiran dan
budinya dalam kehidupan bermasyarakat. Menurut Andreas Eppink, sosial budaya atau
kebudayaan adalah segala sesuatu atau tata nilai yang berlaku dalam sebuah masyarakat yang
menjadi ciri khas dari masyarakat tersebut. Sedangkan menurut Burnett, kebudayaan adalah
keseluruhan berupa kesenian, moral, adat istiadat, hukum, pengetahuan, kepercayaan, dan
kemampuan olah pikir dalam bentuk lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat
dan keseluruhan bersifat kompleks. Dari kedua pengertian tersebut bisa disimpulkan bahwa
social budaya memang mengacu pada kehidupan bermasyarakat yang menekankan pada aspek
adat istiadat dan kebiasaan masyarakat itu sendiri.
1. Kajian Sosial Budaya Tentang Perawatan Paliatif
Salah satu faktor yang menentukan kondisi kesehatan masyarakat adalah perilaku
kesehatan masyarakat itu sendiri. Dimana proses terbentuknya perilaku ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Salah satunya adalah faktor sosial budaya, bila faktor tersebut telah
tertanam dan terinternalisasi dalam kehidupan dan kegiatan masyarakat ada kecenderungan
untuk merubah perilaku yang telah terbentuk tersebut sulit untuk dilakukan. Untuk itu, untuk
mengatasi dan memahami suatu masalah kesehatan diperlukan pengetahuan yang memadai
mengenai budaya dasar dan budaya suatu daerah. Sehingga dalam kajian sosial budaya
tentang perawatan paliatif bertujuan untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya, meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga dalam menghadapi masalah
yanh berhubungan dengan penyakit yang mengancam kehidupan.
Pembahasan
Pengertian sosial menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah segala sesuatu yang
mengenai masyarakat atau kemasyarakatan. Kebudayaan atau kultur dapat membentuk
kebiasaan dan respons terhadap kesehatan dan penyakit dalam segala masyarakat tanpa
memandang tingkatannya. Karena itulah penting bagi tenaga kesehatan untuk tidak hanya
mempromosikan kesehatan, tapi juga membuat mereka mengerti tentang proses terjadinya

9
suatu penyakit dan bagaimana meluruskan keyakinan atau budaya yang dianut
hubungannya dengan kesehatan. Pengaruh kebudayaan, tanpa disadari kebudayaan telah
menanamkan garis pengaruh sikap terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai
sikap anggota masyarakat, karena kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individu
individu masyarakat. Green dalam Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa perilaku
manusia dari tingkat kesehatan dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yaitu faktor perilaku
(behaviour cause) dan faktor di luar perilaku (non-behaviour cause). Perilaku itu sendiri
terbentuk dari tiga factor, yaitu :
1. Faktor Predisposisi ( predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap,
kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya
2. Faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia
atau tidak tersedianya fasilitasfasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya
puskesmas, obat-obatan, air bersih dan sebagainya
3. Faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku
petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari
perilaku masyarakat.
Contoh lain, sosial budaya mempengaruhi kesehatan adalah pandangan suatu
masyarakat terhadap tindakan yang mereka lakukan ketika mereka mengalami sakit, ini akan
sangat dipengaruhi oleh budaya, tradisi, dan kepercayaan yang ada dan tumbuh dalam
masyarakat tersebut. Misalnya masyarakat yang sangat mempercayai dukun yang memiliki
kekuatan gaib sebagai penyembuh ketika mereka sakit, dan bayi yang menderita demam
atau diare berarti pertanda bahwa bayi tersebut akan pintar berjalan. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa social budaya sangat mempengaruhi kesehatan baik itu individu maupun kelompok.
Kebudayaan perilaku kesehatan yang terdapat dimasyarakat beragam dan sudah
melekat dalam kehidupan bermasyarakat. Kebudayaan tersebut seringkali berupa
kepercayaan gaib. Sehingga usaha yang harus dilakukan untuk mengubah kebudayaan
tersebut adalah dengan mempelajari kebudayaan mereka dan menciptakan kebudayaan yang
inovatif sesuai dengan norma, berpola, dan benda hasil karya manusia.
2. Budaya Masyarakat Tentang Pengobatan Pada Penyakit Paliatif
Kanker payudara merupakan penyakit yang mematikan. Jumlah penderitanya pun tak
sedikit. Sayang, banyak penderita justru memilih ke dukun alias pengobatan alternatif.
Ujung-ujungnya, malah bertambah parah. Banyak penderita yang baru berobat ke dokter
setelah menderita kanker payudara stadium tinggi.
Selain itu, fenomena dukun Ponari sempat menyita perhatian masyarakat Indonesia
beberapa tahun yang lalu, cerita kemunculan dukun Ponari dengan batu saktinya sebagai
media penyembuhan dengan cara di celupkan ke air.
Kabar tentang kehebatan ponari ini terus meluas hingga menyebabkan jumlah pasien
yang berobat kerumah Ponari dari hari kehari semakin meningkat. Tindakan masyarakat

10
yang datang ke Dukun Ponari itu tidak terlepas dari peran budaya yang ada di masyarakat
kita terhadap hal-hal yang bersifat mistis. Percaya terhadap kesaktian batu yang dimiliki
Ponari itu merupakan sebuah budaya yang mengakar dan bertahan dimasyarakat sebagai
bagian dari kearifan lokal.
Pemahaman masyarakat terhadap hal-hal yang dipercayai secara turun-temurun
merupakan bagian dari kearifan lokal yang sulit untuk dilepaskan. Hingga pemahaman
magis yang irasional terhadap pengobatan melalui dukun seperti diatas sangat dipercayai
oleh masyarakat. Peranan budaya dan kepercayaan yang ada dimasyarakat itu diperkuat
oleh rendahnya tingkat pendidikan dan tingkat ekonomi.

11
BAB III
PENUTUP
3.1. kesimpulan
Perawatan Paliatif adalah semua tindakan aktif guna meringankan beban pasien
terutama yang tidak dapat disembuhkan. Tujuannya adalah untuk mengurangi penderitaan
pasien, memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas hidupnya, dan juga memberikan
support kepada keluarganya. Dari definisi tersebut didapatkan bahwasannya salah satu
tujuan dasar dari palliative care adalah mengurangi penderitaan pasien yang termasuk
didalamnya adalah menghilangkan nyeri yang diderita oleh pasien tersebut.
3.2. Saran
Seorang perawat haruslah bisa mengekspresikan perasaan yang sebenarnya secara
spontan. Disamping itu perawat juga harus mampu menghargai klien dengan menerima klien
apa adanya. Menghargai dapat dikomunikasikan melalui duduk bersama klien yang
menangis, minta maaf atas segala hal yang tidak disukai klien, dan menerima permintaan
klien untuk tidak menanyakan pengalaman tertentu. Memberikan alternative ide untuk
pemecahan masalah.

12
DAFTAR PUSTAKA

Stevan, P.J.M, dkk. 1999. Ilmu Keperawatan Jilid 2 Edisi 2. Jakarta: EGC

https://www.scribd.com/document/243947940/PENGKAJIAN-PASIEN-HIV-AIDS-docx

https://www.scribd.com/document/376910020/Pengkajian-Pada-Pasien-Hiv

13

You might also like