Professional Documents
Culture Documents
1. Pendahuluan
Untuk dapat memahami sejarah arsitektur Romanesque, baiknya pembaca mengetahui
rentang waktu dan pengaruh-pengaruh gaya arsitektural (klasik) pada tiap era. Dimana di
dalamnya terdapat sub-bagian yang menjadi ciri gaya arsitektur tersendiri pada tiap era-nya.
Dalam hal ini khususnya gaya arsitektur romawi yang mempengaruhi gaya arsitektur pada era
setelahnya dari gaya arsitektur Romanesque hingga arsitektur Ghotic.
Sejarah perkembangan gaya arsitektur romawi tidak terlepas dari aktivitas sejarah
kemanusiaan pada masa itu. Romawi pada saat itu dengan imperium besarnya hancur, terpecah
menjadi Romawi Timur dan Romawi Barat (Byzantium). Romawi Timur terpecah lagi menjadi
beberapa kerajaan kecil (vasal) yang sama-sama berdaulat. Munculnya kerajaan vasal ini
merupakan pertanda dimulainya era feodalisme dimana bangsawan berebut menjadi raja, saling
mempertahankan wilayah kekuasaan, dan melupakan kesejahteraan rakyat dan di sisi lain
dimulai pula era monastic, dimana pendeta Kristen pada saat itu berlomba menjadi orang suci,
menerapkan agama secara buta tanpa rasio (baca: rasionalitas), dan melupakan keimanan umat.
Era ini dikenal dengan nama dark age (zaman kegelapan).
Romawi kecil terbagi menjadi beberapa wilayah di Prancis, Jerman, dll. Setiap kerajaan vasal
berlomba untuk mensejahterakan pemimpinnya dan golongan bangsawan. Ketika rakyat tinggal
digubuk-gubuk, penguasa serta pendeta banyak membangun kastil dan gereja megah adaptasi
arsitektur klasik yang difeodalisasi demi penguasa dan menjadi barang mewah
Gambar: Bangunan klasik Maison Carrée (kiri), bangunan romanesque Santa Maria del Naranco (kanan) Terlihat kesamaan dan
perbedaan dalam tipologi struktur kolom dari kedua bangunan.
1
BAB II
2. Arsitektur Romanesque
Kata Romanesque berasal dari kata “roman” yang berarti romawi, dalam hal ini
Romanesque diartikan menjadi kelanjutan dari arsitektur romawi (roman architecture). Gaya
arsitektur Romanesque tidak memiliki perbedaan yang terlalu jauh dengan gaya arsitektur
romawi (klasik) atau bahkan dengan gaya-gaya arsitektural lain yang mendominasi bangunan
klasik di eropa. Kata Romanesque sebenarnya dalam sejarah arsitektur lebih kepada
menggambarkan tahap perkembangan teknologi dalam pembangunan.
Gaya arsitektur Romanesque berkembang pada tahun 800-1200 M, dimana di awal tahun
800-an perkembangan dan kemajuan dari gaya bangunan sebelumnya didorong pada masa
pemerintahan Karel Agung, Kaisar Romawi Suci yang pertama. Pengaruh lokalitas membuat
bangunan-bangunan dengan gaya arsitektur ini tidak semua terlihat sama. Meskipun begitu
bangunan-bangunan dengan gaya Romanesque memiliki karakteristik yang sama dalam
bangunannya, yaitu: memiliki busur-busur yang melingkar untuk menopang konstruksi dan
dekorasi, pengembangan bentuk kubah (misalnya: kubah barel), pintu-pintu besar disisipi
dalam busur melalui dinding-dinding besar, menara-menara mulai perlahan menggantikan
kubah, serta jendela-jendela kecil. Ciri ini yang menjadi karakteristik bangunan Romanesque
yang jika disadari di dalamnya terdapat gaya arsitektural Byzantium dan gaya arsitektural
Ghotic.
2
2.1 Karakteristik Bangunan Romanesque
2.1.1 Fasad
Pada awal periode Romanesque, bangunan berkesan berat dan masif (minim bukaan) tanpa
ornamen pada dinding luarnya, berkesan seperti benteng. Arsitektur Romanesque memiliki
karakteristik yang khas pada bukaan, kolom, maupun menara. Bentuk bukaan pada arsitektur
romanesque didominasi oleh arch (lengkungan), ada arch pada fasad, arch yang menjadi curtain
wall (dinding bagian depan), arch menempel pada massa bangunan tambahan, arch berupa
susunan kolom, dan arch hiasan pada bukaan persegi.
Gambar 2.2 Bangunan dengan arch pada fasad, Nivelles Collegiate Church dan Notre Dame du puy
Dinding tebal untuk mengkokohkan bangunan, lalu dengan jumlah jendela sedikit dan kecil
agar tidak memperlemah struktur. Hal itu menyebabkan ruang yang gelap sebagai ruang meditasi
(dalam hal ini gereja). Hal penting lainya yang menjadi karakteristik dari bangunan Romanesque
adalah Portal sebagai focus pada fasadnya. Pada tiap daerah dengan bangunan Romanesque
memiliki detail yang berbeda dengan daerah lainya. Perancis misalnya, portal khas bangunan
(gereja) diisi dengan detail timpanium pada bagian dalam portal, sedang di Jerman portal diisi
dengan Rose Window. Walau memiliki focus pada fasad, pada dasarnya bangunan Romanesque
lebih sederhana dibandingkan dengan bangunan klasik, karena pada dinding fasad ornamen atau
ukiran lebih minim, bangunan lebih terlihat seperti benteng.
3
2.1.2 Struktur dan Interior
.Struktur yang digunakan pada bangunan Romanesque juga menggunakan sistem pondasi
pier, dimana pondasi untuk meneruskan beban berat structural dibuat dengan cara
melakukan penggalian dalam, kemudian struktur pondasi pier dipasangkan ke dalam galian
tersebut,
Gambar 2.3 : Drum Coloumn MalmeeesBurry Abbey dan Salvaged Coloumn Mainz Catherdral
4
Gambar 2.4 : pondasi Pier dan Vaulting pada bangunan
Romansque.
Sistem Vaulting pada bangunan Romansque yang ada pada interior sekaligus menjadi
bagian dari struktur dibagi menjadi 3 jenis, yaitu
a. Barrel Vault
b. Groin Vault
c. Ribbed Vault
5
Pada shaft bangunan menggunakan bentuk capital . Pada prinsipnya shaft bulatdengan
bagian atas persegi dan figure capital ukiran dedaunan. Bentuk Capital berkembang dengan
bentukfigur gambar kisah Al-kitab, atau figure monster atau binatang, atau figure orang suci.
(Shaft adalah lubang menerus antara satu lantai dengan lantai lainnya, untuk meletakkan saluran pipa utilitas secara
vertical)
2.1.3 Denah
Denah pada arsitektur Romanesque masih seperti pada arsitektur klasik yang persegi dan
lingkaran, namun diberi massa tambahan sehingga untuk bangunan monastik (gereja) banyak
denah yang berbentuk salib.
Bangunan Romanesque juga memiliki karakteristik yang khas pada bagian menara
bangunan, khususnya gereja-gereja di eropa. Menara memiliki berbagai macam fungsi dan
desain yang berbeda, menara dengan denah persegi. menara denah persegi dengan ornamen,
6
menara dengan denah poligon dan penutup prisma, menara masif, dan menara dengan denah
lingkaran dan terpisah dari massa bangunan
7
BAB III
3. Kesimpulan
Arsitektur Romanesque yang populer dan menjadi arsitektur yang khas pada abad
pertengahan di Eropa memberi banyak pengaruh pada tipologi bangunan lain yang non-
religi (gereja) seperti rumah, balai kota, benteng, bahkan kastil (dengan triforium yang
didatarkan dan disembunyikan) hingga ke era Perang Salib di Timur Tengah.
Pada akhirnya kita dapat memahami bahwa perubahan –perubahan yang terjadi pada
gaya arsitektural bukan hanya soal desain dari bangunan tersebut, tetapi juga peradaban
pada era kesejarahanya. Era klasik yang dikuasai romawi memiliki gaya arsitektur sendiri
dan hingga bergeraknya gaya arsitektur itu menjadi Romanesque memiliki gaya dan
karakteristik yang berbeda lagi, walau masih pada prinsip desain yang sejalan. Pengaruh
peradaban manusia yang ada pada era itu merubah pula cara manusia mendesain. Bangunan-
bangunan yang masih ada menjadi bukti dari peradaban dan mampu menjelaskan
kondisinya pada generasi di era selanjutnya. Apa yang terjadi, baik desakan dan kondisi
pada tiap era, memacu manusia untuk terus berkembang dan bertahan pada massanya. Yang
bisa kita lihat pada era Romanesque, manusia mulai berpikir membuat struktur bangunan
yang lebih kuat, walau mungkin dengan tujuan yang lain (melindungi bangsawan dan
otoritas gereja dari demonstran) namun apa yang mereka lakukan berguna bagi kita di masa
sekarang.
8
Daftar Pustaka:
Mark Wilson Jones, "Designing the Roman Corinthian order", Journal of Roman
Archaeology 2:35-69 (1989)
http://architecture.about.com/cs/historicperiods/a/timeline.htm
http://www.maisoncarree.eu/en/monument-2/architecture/main-facade/
http://www.arteguias.com/iglesia/santamariadelnaranco.htm