You are on page 1of 34

Laporan akhir praktikum Tanggal mulai : 10 April 2018

MK. Perencanaan Pangan dan Gizi (GIZ 347) Tanggal selesai: 21 Mei 2018

RENCANA STRATEGIS PEMBANGUNAN PANGAN DAN


GIZI WILAYAH DI KABUPATEN BANDUNG

Oleh:
Kelompok 1
San Fras I14130041
Siti Machfudhotin I14150009
Dhea Nurliza I14150035
Erwan Sunandar I14150048
Suci Augina Dewiyani I14150087
Dini Mardya Utami I14154023

Asisten Praktikum:
Teguh Jati Prasetyo, S Gz
Nathasa Khalida Dalimunthe

Penanggung Jawab Praktikum:


Dr Ir Yayuk Farida Baliwati, MS

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pangan dan gizi merupakan agenda penting dalam pembangunan nasional


karena terkait langsung dengan upaya pemenuhan kesejahteraan. UU Nomor 17
tahun 2007 tentang RPJMN menempatkan pembangunan pangan dan gizi menjadi
prioritas pembangunan nasional. Kedua hal tersebut membuktikan bahwa pangan
dan gizi mempengaruhi kualitas sumberdaya manusia (SDM), serta akan
mempengaruhi produktivitas SDM sekaligus dapat memperbaiki status sosial
ekonomi masyarakat. Berdasarkan Undang-undang Pangan Nomor 18 Tahun
2012, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai
dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik
jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta
tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk
dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Saat ketahanan
pangan tidak terpenuhi baik negara maupun perorangan maka kondisi yang akan
terjadi adalah kondisi kerawanan pangan.
Status gizi saat ini menunjukkan dua kondisi yang sangat ekstrim. Mulai
dari kelaparan, kondisi kurus dan pendek sampai kegemukan. Peran gizi dalam
mengatasi masalah ini sangat penting untuk mencapai status kesehatan yang
optimal (Bappenas 2011). Masalah double burden dihadapi di Indonesia.
Sebagian besar penduduk di Indonesia masih mengalami permasalahan gizi
kurang pada ibu, bayi dan anak. Selain itu, penduduk Indonesia juga mengalami
masalah kegemukan. Prevalensi anak yang pendek (stunting) di Indonesia masih
tergolong tinggi sebesar 37.2%. Prevalensi anak gizi kurang tergolong cukup
tinggi sebesar 19.6%. Sedangkan di Kabupaten Bandung prevalensi balita gizi
kurang sebesar 17.4% dan prevalensi balita stunting 40.7% (Kemenkes 2013).
Kerawanan pangan dapat diartikan adalah kondisi tidak tersedianya
pangan yang cukup bagi individu/perorangan untuk dapat hidup sehat, aktif, dan
produktif secara berkelanjutan. Kerawanan pangan dapat disebabkan beberapa
faktor yaitu tidak adanya akses ekonomi, tidak adanya akses fisik, tidak
tercukupinya pangan untuk hidup produktif, tidak terpenuhinya pangan yang
cukup dalam jumlah, mutu, keragaman, aman dan terjangkau harganya selain itu
ada faktor daya beli (BKP 2012). Angka konsumsi yang didapatkan dari data
SUSENAS. Berdasarkan BPS (2013), pada tahun 2011 masih terdapat 42.08 juta
penduduk dari seluruh penduduk di Indonesia yang mengalami kondisi sangat
rawan pangan. Penanganan masalah pangan dan gizi diperlukan upaya yang
komprehensif dan terkoordinasi dari hulu sampai hilir dalam sistem pangan dan
gizi yaitu dari proses produksi, distribusi hingga konsumsi yang cukup dan aman.
Sehingga, diperlukan kerjasama dari berbagai sektor seperti pertanian,
transportasi, industri, perdagangan, kesehatan agama, pendudukan dan juga
pendidikan (Bappenas 2012)
Oleh karena itu, dalam mewujudkan efektifitas kebijakan dan kegiatan
operasional pembangunan ketahanan pangan, maka diperlukan analisis secara
menyeluruh situasi dan perencanaan pangan dan gizi untuk membuat konsep,
kebijakan dan strategi, hingga kegiatan operasional, serta peran masing-masing
pihak untuk mewujudkan ketahanan pangan di Kabupaten Bandung.
Tujuan

Tujuan Umum
Menganalisis situasi dan kebutuhan serta merumuskan perencanaan
program bidang pangan dan gizi berbasis Pola Pangan Harapan sesuai dengan
potensi wilayah di Kabupaten Bandung tahun 2015/2019.

Tujuan Khusus
1. Menganalisis situasi pangan dan gizi khususnya pada susbsistem
ketersediaan, distribusi, dan konsumsi pangan serta status gizi masyarakat
di Kabupaten Bandung.
2. Menyusun target penyedian pangan wilayah berdasarkan PPH di Kabupaten
Bandung.
3. Menyusun strategi dan program pangan di gizi wilayah sesuai dengan
situasi dan kebutuhan masyarakat serta potensi wilayah di Kabupaten
Bandung.

METODE

Desain Studi

Desain yang digunakan pada praktikum ini adalah dengan cara


mengumpulkan informasi-informasi tentang keadaan pangan dan gizi di
Kabupaten Bandung yang didapatkan dari data sekunder tahun 2016 yang
didapatkan dari Kabupaten Bandung dalam angka tahun 2017. Setelah Commented [A1]: datanya tahun 2016 yang didapatkan dari
Kab. Bandung dalam angka tahun 2017
pengumpulan data-data, dilakukan analisis ketersediaan, stabilitas harga, dan
kebijakan mengenai pangan dan gizi di Kabupaten Bandung.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan adalah data sekunder pada tahun 2017. Sumber data
yang digunakan berasal dari Kabupaten Banudng dalam Angka 2017. Data
tersebut terdiri dari data keadaan umum wilayah, jumlah penduduk, laju
pertumbuhan, data produksi, dan konsumsi komoditas pangan dan data mengenai
kebijakan daerah. Data itulah yang akan diolah dan dianalisis untuk mendapatkan
skor PPH konsumsi maupun ketersediaan di Kabupaten Bandung. Rincian jenis
dan sumber data yang digunakan dalat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Jenis dan sumber data
No Data Jenis data Sumber data
1 Keadaan umum wilayah (meliputi Sekunder Daerah dalam Angka (BPS)
letak geografis, kontribusi
pertanian, keberhasilan
pembangunan, garis kemiskinan)

Tabel 1 Jenis dan sumber data (lanjutan)


No Data Jenis data Sumber data
2 Jumlah penduduk Sekunder Daerah dalam Angka (BPS)

3 Laju pertumbuhan penduduk Sekunder Daerah dalam Angka (BPS)


4 Data produksi pangan Sekunder Daerah dalam Angka (BPS)

5 Kebijakan dan program gizi Sekunder RPJP Kabupaten Bandung


6 Status gizi Sekunder Riskesdas (Kemenkes)
7 Data konsumsi pangan Sekunder Susenas

Analisis Data

Analisis data yang dilakukan dalam praktikum ini menggunakan Microsoft


Excel 2013 for Windows. Data konsumsi pangan dari SUSENAS dan data
ketersediaan pangan diolah menggunkan data yang diolah menggunakan
Microsoft Excel for Windows dengan instrumen NBM. Situasi pangan diukur
secara kualitatif dilihat dari skor Pola Pangan Harapan dan secara kuantitatif
dengan menggunakan tingkat kecukupan energi dan protein.

Definisi Operasional

Kebutuhan pangan adalah sejumlah pangan yang dibutuhkan penduduk


Kabupaten Bandung untuk mempertahankan hidup, cukup jumlah maupun
mutunya, aman, beragam, berizi, merata dan terjangkau serta tidak
bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat untuk dapat
hidup sehat, aktif dan produktif secara berkelanjutan.
Ketersedian pangan adalah kondisi tersedianya pangan untuk dikonsumsi di
wilayah Kabupaten Bandung per kapita, ketersediaan masing-masing bahan
makanan dibagi dengan jumlah penduduk pertengan tahun dan disajikan
dalam bentuk kuantum (volume) dan kandungan nilai gizinya dalam satuan
kkal energi dan gram protein.
Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang dimakan oleh seseorang
dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu.
NBM adalah penyajian data pangan dalam bentuk tabel yang dapat
menggambarkan situasi dan ketersedian pangan untuk dikonsumsi penduduk
di suatu wilayah (negara / provinsi / kabupaten-kota) pada waktu tertentu
(satu tahun).
Pangan adalah sembilan kelompok makanan yang disajikan menurut jenisnya
(padi-padian, umbi-umbian, pangan hewani, minyak dan lemak, buah/biji
berminyak, kacang-kacangan, gula, sayur dan buah serta lainnya)
berdasarkan data wilayah Kabupaten Bandung yang akurat dan kontinyu.
Penduduk adalah total semua orang yang berdomisili selama 6 bulan atau lebih
dan atau mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan
menetap di wilayah Kabupaten Bandung diukur dalam jiwa.
Penggunaan pangan adalah jumlah bahan pangan yang digunakan untuk pakan,
bibit, industri (makanan dan non – makanan), tercecer, serta ketersediaan
untuk bahan makanan yang dikonsumsi.
Perubahan stok adalah selisih antara stok (simpanan) pangan akhir tahun dengan
stok pangan awal tahun di wilayah Kabupaten Bandung.
Pola Pangan Harapan (PPH) adalah komposisi atau susunan pangan yang
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan gizi secara kuantittas dan kualitas
maupun keberagamannya dengan mempertimbangkan aspek sosial,
ekonomi, budaya, agama, dan citarasa.
Produksi pangan adalah sejumlah bahan pangan yang dihasilkan oleh Kabupaten
Bandung dari sektor pertanian, kelautan dan perikanan, peternakan,
perkebunan dan kehutanan, menurut jenis bahan pangannya yang baik yang
belum mengalami proses pengolahan maupun yang telah mengalami proses
pengolahan dengan satuan ton per tahun.
Skor PPH adalah angka yang menunjukkan mutu pangan secara kualitas dan
keragamannya yang dikonsumsi penduduk berdasarkan hasil survey
SUSENAS.
Status gizi adalah suatu ukuran keseimbangan antara kebutuhan dan masukan zat
gizi yang diindikasikan oleh variabel tertentu.

ANALISIS SITUASI PANGAN DAN GIZI DI KABUPATEN


BANDUNG

Keadaan Umum Wilayah Kabupaten Bandung

Geografi dan Ekologi


Kabupaten Bandung merupakan salah satu kabupaten di Indonesia yang
terletak Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Bandung terdiri dari 31 kecamatan, 270
desa, dan 10 kelurahan. Kecamatan yang ada di Kabupaten Bandung yaitu
Ciwidey, Rancabali, Pasirjambu, Cimaung, Pangalengan, Kertasari, Pacet, Ibun,
Paseh, Cikacung, Cicalengka, Nagreg, Rancaekek, Majalaya, Solokanjereuk,
Ciparay, Baleendah, Arjasari, Banjaran, Cangkuang, Pameungpeuk, Katapang,
Soreang, Kutawaringin, Margaasij, Margahayu, Dayeuhkolot, Bojongsoang,
Cileunyi, Cilengkrang, dan Cimenyan. Kabupaten Bandung secara geografis
berada pada 6o41’ sampai dengan 7o19’ Lintang Selatan dan di antara 107o22’
sampai dengan 108o5’ Bujur Timur. Letak Kabupaten Bandung terletak di antara
Kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Cianjur, Kabupaten
Sumedang dan Kabupaten Garut (BPS Kabupaten Bandung 2016).
Kabupaten Bandung berbatasan langsung dengan Kabupaten Bandung,
Kota Bandung dan Kabupaten Sumedang di bagian utara, berbatasan langsung
dengan Kabupaten Sumedang di bagian timur, berbatasan dengan Kabupaten
Garut dan Kabupaten Cianjur di bagian selatan, berbatasan dengan Kabupaten
Cianjur dan Bandung Barat di bagian Barat dan berbatasan dengan Kota Bandung
dan Kota Cimahi di bagian tengah (BPS Kabupaten Bandung 2016). Sebagian
besar wilayah Kabupaten Bandung merupakan wilayah pegunungan dengan iklim
tropis dan curah hujan rata-rata pada tahun 2016 adalah 6.55 mm/hari. Kabupaten
Bandung termasuk wilayah dataran tinggi dengan kemiringan lereng antara 0 –
8%, 8 – 45%, hingga di atas 45%. Sebagian besar wilayah Kabupaten Bandung
berada diantara bukit-bukit dan gunung-gunung (RKPD Kabupaten Bandung
2016).
Kabupaten Bandung memiliki luas keseluruhan sebesar 1 762.39 km2.
Kabupaten Bandung memiliki luas pertanian sebesar 133 435.25 Ha yang terdiri
dari 35 807.23 Ha luas sawah dan 122 973.9 Ha luas non sawah. Luas tanam
Kabupaten Bandung sebesar 444 118 Ha, sedangkan luas panen sebesar 274 837
Ha (BPS Kabupaten Bandung 2016).

Demografi dan Sosial Ekonomi


Kabupaten Bandung memiliki jumlah penduduk pada tahun 2016
mencapai 3 596 623 jiwa dengan komposisi penduduk laki-laki berjumlah jiwa
dengan komposisi penduduk laki-laki berjumlah 1 823 708 jiwa dan perempuan 1
772 915 jiwa. Kecamatan Baleendah memiliki jumlah penduduk terbanyak
mencapai 261 360 jiwa dengan komposisi penduduk laki-laki 132 924 jiwa dan
perempuan 128 436 jiwa, sedangkan Kecamatan Rancabali memiliki jumlah
penduduk terendah dengan jumlah 51 407 jiwa dengan komposisi penduduk laki-
laki 25 746 jiwa dan penduduk perempuan 25 661 jiwa. Penduduk usia kerja
Kabupaten Bandung mencapai 2 379 411 jiwa, Kecamatan Baleendah memiliki
penduduk usia kerja terbanyak mencapai 178 221 jiwa (BPS Kabupaten Bandung
2016).
Angka partisipasi kasar (APK) sekolah dasar (SD) Kabupaten Bandung
lebih tinggi dibandingkan target, sedangkan sekolah menegah pertama (SMP) dan
sekolah menengah atas (SMA) pada Kabupaten Bandung lebih rendah
dibandingkan target. Angka partisipasi murni (APM) di Kabupaten Bandung SD,
SMP dan SMA lebih tinggi dibandingkan target. Terdapat 7.6% atau sebanyak
272 650 jiwa penduduk miskin di Kabupaten Bandung yang lebih tinggi dari
target yang ditentukan pada BKPP yaitu 7.38% (BPS Kabupaten Bandung 2016).
Laju inflasi di Kabupaten Bandung pada tahun 2014 secara umum
menunjukkan angka negatif. Deflasi yang terjadi menunjukkan cukup stabilnya
perekonomian di Kabupaten Bandung pada tahun 2013 – 2014. Sebanyak enam
sektor mengalami deflasi sementara tiga sektor lainnya mengalami inflasi, yaitu
sektor listrik, gas, dan air bersih, perdagangan, hotel, restoran, serta pengangkutan
dan komunikasi. Tahun 2014 IPM Kabupaten Bandung mencapai 75.69, lebih
tinggi 0.29 poin dari tahun 2013 yang mencapai 75.40. Capaian IPM tersebut
menunjukkan adanya peningkatan kemampuan daya beli di Kabupaten Bandung,
baik secara fisik yang ditunjukkan oleh kenaikan indeks daya beli, walaupun
indeks kesehatan mengalami penurunan (RKPD Kabupaten Bandung 2016).
Keragaan Ketahanan Pangan dan Gizi di Kabupaten Bandung

Ketersediaan Pangan
1. Produksi
Ketersediaan pangan adalah banyaknya pangan yang harus disediakan oleh
suatu wilayah untuk memenuhi kebutuhan konsumsi penduduk baik secara jumlah
yang cukup, aman, dan bergizi untuk dapat hidup aktif dan sehat (Isbandi dan
Rusdiana 2014). Ketersediaan pangan mencakup kualitas dan kuantitas bahan
pangan untuk memenuhi standar energi bagi individu agar mampu menjalankan
aktivitas sehari-hari (Dinkes Propsu 2006). Berikut merupakan analisis
ketersediaan pangan Kabupaten Bandung.
Tabel 2 Persentase AKE ketersediaan pangan Kabupaten Bandung
No Golongan pangan AKE (%)
1 Padi-padian 46
2 Umbi-umbian 5.5
3 Pangan hewani 1.8
4 Minyak dan lemak 0.5
5 Buah/biji bermiyak 0.0
6 Kacang-kacangan 0.6
7 Gula 0.0
8 Sayur dan buah 2.2
9 Lain-lain 0.0
Total 56.6
Tabel 2 menunjukkan persentase Angka Kecukupan Energi (AKE) aktual
Kabupaten Bandung pada tahun 2016 yaitu, sebesar 56.6%. Berdasarkan
persentase total AKE Kabupaten Bandung, AKE Kabupaten Bandung masih
tergolong defisit (AKE Ideal < 90%) (WNPG 2004). Seluruh kelompok pangan
Kabupaten Bandung masih tergolong defisit, sehingga kelompok pangan padi-
padian, umbi-umbian, pangan hewani, minyak dan lemak, buah/biji berminyak,
kacang-kacangan, gula, sayur dan buah serta bahan pangan lain perlu ditingkatkan
ketersediaannya. Data AKE di Kabupaten Bandung yang dianalisis dapat
digunakan sebagai dasar untuk menganalisis ketersediaan pangan Kabupten
Bandung secara kuantiatif. Analisis ketersediaan pangan wilayah seharusnya
dilakukan berdasarkan data pengadaan pangan wilayah (data produksi, ekpor,
impor dan stok), namun ketersediaan wilayah Kabupaten Bandung dianalisis
tanpa mempertimbangkan data ekspor dan impor pangan. Ketersediaan pangan
wilayah dapat ditopang oleh impor antar wilayah, sehingga dapat memenuhi
kebutuan energi dan zat gizi lain masyarakat Kabupaten Bandung.
Skor Pola Pangan Harapan (PPH) dapat digunakan untuk menganalisis
ketersediaan pangan wilayah secara kualitatif. Pola Pangan Harapan atau
Desirable Dietary Pattern adalah susunan beragam pangan yang didasarkan pada
sumbangan energi dari kelompok pangan utama (baik secara absolut maupun
relatif) dari suatu pola ketersediaan dan atau konsumsi pangan. FAO-RAPA
(1989) mendefinisikan PPH adalah komposisi kelompok pangan utama bila
dikonsumsi dapat memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi lainnya. Pola Pangan
Harapan (PPH) menjadi salah satu indikator dalam pencapaian ketahanan pangan.
Skor PPH mencerminkan mutu gizi konsumsi pangan dan tingkat keragaman
konsumsi pangan. Skor Pola Pangan Harapan (PPH) ketersediaan Kabupaten
Bandung dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Skor PPH ketersediaan pangan Kabupaten Bandung
No Golongan pangan Skor PPH
1 Padi-padian 23.0
2 Umbi-umbian 2.5
3 Pangan hewani 35.0
4 Minyak dan lemak 0.2
5 Buah/biji bermiyak 0.0
6 Kacang-kacangan 1.2
7 Gula 0.0
8 Sayur dan buah 11.1
9 Lain-lain 0.0
Total 41.5
Tabel 3 menunjukkan skor pola pangan harapan (PPH) Kabupaten
Bandung tahun 2016. Berdasarkan data pada Tabel 3, skor total PPH Kabupaten
Bandung adalah 41.5 dan masih tergolong rendah. Skor PPH ketersediaan pangan
tersebut bermakna bahwa pangan yang tersedia di Kabupaten Bandung belum
beragam, karena skor PPH Kabupaten Bandung kurang dari skor PPH ideal yaitu
100. Rata-rata kontributor skor PPH ketersediaan aktual dibandingkan dengan
ideal dari beberapa kelompok pangan yang sudah mencapai ideal hanya pada
kelompok pangan umbi-umbian, yaitu 2.5.
Besar kecilnya produksi dari berbagai komoditas pangan dapat
mempengaruhi ketersediaan pangan. Jika produksi dari komoditas pangan daerah
rendah, maka skor PPH ideal masih belum dapat tercapai. Faktor lain yang dapat
mempengaruhi skor PPH berkaitan dengan pola konsumsi dari masyarakat
tersebut adalah kondisi iklim yang selalu berubah tidak menentu, kondisi
geografis, kondisi sosial, kondisi ekonomi, budaya, pendidikan, dan gaya hidup
dari masyarakatnya sendiri (Prasetyarini et al. 2014).

2. Kemandirian Pangan
Kemandirian pangan sesuai UU No. 18 tahun 2012 adalah kemampuan
negara dan bangsa dalam memproduksi pangan yang beraneka ragam dari dalam
negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup sampai
tingkat perorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia,
sosial, ekonomi dan kearifan lokal. Kemandirian pangan merupakan ukuran
ketahan pangan yang dapat dilihat dari ketergantungan ketersediaan pangan pada
kemampuan produksi pangan (Simatupang 2001; IFPRI 2010). Kebutuhan dan
produksi pangan strategis Kabupaten Bandung dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Kemandirian pangan di Kabupaten Bandung
AKE AKE Rasio
No Golongan pangan Keterangan
aktual ideal kemandirian
(%) (%) kangan
1 Padi-padian 46 25 56.5 Defisit
2 Umbi-umbian 5.5 2.5 56.7 Defisit
3 Pangan hewani 1.8 24 58.1 Defisit
Tabel 4 Kemandirian pangan di Kabupaten Bandung (lanjutan)
AKE AKE Rasio
No Golongan pangan aktual ideal kemandirian Keterangan
(%) (%) kangan
4 Minyak dan lemak 0.5 5 55.6 Defisit
5 Buah/biji bermiyak 0.0 1 0.0 Defisit
6 Kacang-kacangan 0.6 10 60.0 Defisit
7 Gula 0.0 2.5 0.0 Defisit
8 Sayur dan buah 2.2 30 56.4 Defisit
9 Lain-lain 0.0 0 0.0 Defisit
Total 56.6 100 Defisit
Tabel 4 menunjukkan data kemandirian pangan di Kabupaten Bandung.
Kabupaten Bandung termasuk dalam kategori defisit. Hal ini ditunjukkan oleh
angka rasio kemandirian pangan kurang dari 90%. Kemandirian pangan
ditunjukkan oleh kapasitas produksi pangan atau kelompok pangan atau
komoditas tertentu sebesar 90% dari kebutuhan konsumsi pangan, yang
merupakan batas minimal terpenuhi kecukupan pangan untuk hidup sehat, aktif
dan produkstif. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa Kabupaten Bandung belum
mencapai mandiri pangan, sehingga untuk memenuhi kebutuhan Kabupaten
Bandung tidak hanya bergantung pada produksi tetapi juga terhadap impor. Impor
digunakan sebagai substitusi jika terdapat penurunan produksi pangan, sehingga
kemandirian pangan ditandai oleh impor pangan utama di bawah 10% dari
kebutuhan pangan (Balitbang Pertanian 2005).

Keragaan Ketahanan Pangan dan Gizi di Kabupaten Bandung

Distribusi Pangan
Salah satu hal penting dalam mewujudkan ketahanan pangan adalah akses
dan distribusi. Walaupun ketersediaan dan produksi melimpah, ketahanan pangan
tidak akan tercapai apabila pangan tersebut tidak dapat diakses secara fisik oleh
individu maupun keluarga. Oleh karena itu, masalah akses dan distribusi ini
menjadi hal penting dalam mewujudkan ketahanan pangan. Distribusi yang lancar
dan merata dibutuhkan sehingga pangan dapat terjangkau dari produsen hingga ke
pasar konsumen. Tiga hal yang harus diperhatikan dalam masalah distribusi
pangan adalah sarana dan prasarana distribusi pangan, kelembagaan pemasaran
yang terkait dengan mata rantai pemasaran produk pangan berdasarkan tingkatan
wilayah maupun pelaku pasar, serta stabilitas harga pangan yang diukur dengan
harga rata-rata dan koefisien variasi pada berbagai tingkat pelaku pasar.

1. Sarana Prasarana dan Kelembagaan Distribusi Pangan


Kabupaten Bandung terdiri dari 31 Kecamatan, 270 desa dan 10 Kelurahan
dengan luas wilayah sebesar Luas wilayah keseluruhan sebesar 1 762.39 km2.
Jalan merupakan prasarana untuk mempermudah mobilitas penduduk dan
perdagangan antar daerah oleh karena itu jalan mempunyai peran penting dalam
menunjang kelancaran kegiatan ekonomi dan kegiatan lain secara umum.
Sebanyak 1 155 345 km total ruas jalan Kabupaten Bandung, 51 persen jalan
berada dalam kondisi baik, 21 persen berada dalam kondisi sedang dan sisanya 28
persen dalam kondisi rusak dan rusak berat. Jenis permukaan jalan di Kabupaten
Bandung yang sudah di aspal 723 579 km, kondisi jalan dari kerikil 43 139 km
dan dalam kondisi tanah 4 310 km (BPS 2017).
Tahun 2016 jumlah perusahaan di Kabupaten Bandung mencapai 2 293
perusahaan yang terdiri dari perusahaan industri besar sebanyak 462 perusahaan
sedangkan industri sedang sebanyak 1 851 perusahaan, dengan jumlah tenaga
kerja mencapai 317 558. Sebagian besar kebutuhan listrik baik industri maupun
untuk rumah tangga di Kabupaten Bandung dilayani oleh Perusahaan Umum
Listrik Negara (PLN) dengan daya listrik terjual tahun 2015 sebesar 2 396 474
088 KWH dengan nilai penjualan Rp 2 377 083 741 159,-. Selain kebutuhan
energi listrik, kebutuhan akan air bersih juga semakin meningkat, terutama oleh
masyarakat perkotaan. Tercatat produksi air minum atau air bersih tahun 2016
sebesar 17 885 659 m3, kelompok tarif yang terbesar adalah kelompok rumah
tangga sebesar 14 589 401 m3.

2. Daya Beli Masyarakat terhadap Pangan.


Jumlah keluarga miskin di Kabupaten Bandung adalah sebesar 272 650
keluarga. Rata – rata pengeluaran per kapita per bulan menurut kelompok
makanan di Kabupaten Bandung mencapai 402 788 rupiah. Rata – rata
pengeluaran per kapita per bulan menurut kelompok makanan tersebut mengalami
kenaikan sebesar 54 324 rupiah,bila dibandingkan dengan Tahun 2014 yang
mencapai 348 464 rupiah. Rata – rata konsumsi energy di daerah perkotaan
kabupaten Bandung mencapai 2047.98 kkal. Jumlah tersebut mengalami kenaikan
sebesar 161.95 kkal. (BPS 2017).
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator
penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode
tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDRB
menurut harga berlaku digunakan untuk mengetahui kemampuan sumber daya
ekonomi, distribus , dan struktur ekonomi suatu daerah. Sementara PDRB konstan
digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi yang tidak dipengaruhi oleh
faktor harga PDRB Kabupaten Bandung tahun 2015 atas dasar harga berlaku
mencapai 85 793 090.4 juta rupiah, sementara itu di sisi konstan yang tidak
dipengaruhi oleh faktor inflasi mencapai 64 696 966.1 juta rupiah. Laju
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bandung pada tahun 2015 sedikit menurun jika
dibandingkan dengan tahun 2014. Berdasarkan perhitungan PDRB atas dasar
harga konstan 2010, laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bandung tahun 2015
mencapai 5.89 persen, sedikit melambat jika dibandingkan dengan pencapaian
tahun sebelumnya sebesar 5.91 persen.
Konsumsi Pangan

1. Kuantitas Konsumsi Pangan


Perencanaan pangan dan gizi sangat dibutuhkan untuk menyusun kebijakan
terkait gizi. Sebelum merencanakan, hal dasar yang dilakukan adalah
mengidentifikasi situasi pangan dan gizi yang ada di suatu daerah. Identifikasi
masalah gizi dapat dilihat dari ketersediaan pangan, skor PPH, serta tingkat
konsumsinya. Banyak faktor yang mempengaruhi hal tersebut seperti aspek sosio-
ekonomi, pengetahuan, maupun demografi wilayah (Suhardjo 2008).
Tingkat keberagaman dan keberimbangan konsumsi pangan suatu daerah
pada prinsipnya dapat dilihat dari skor Pola Pangan Harapan (PPH) yang
mendekati nilai 100. Semakin skor PPH mendekati 100 maka konsumsi pangan
daerah tersebut semakin beragam dan berimbang. Konsumsi pangan kabupaten
Bandung berdasarkan SUSENAS akan dibandingkan dengan konsumsi ideal
nasional dari masing-masing kelompok pangan. Perbandingan konsumsi pangan
dengan konsumsi ideal nasional tersebut bertujuan untuk mengetahui sejauh mana
daerah tersebut sudah mendekati tingkat keberagaman pangan (diversifikasi
pangan) dalam mencapai ketahanan pangan daerah maupun kemandirian pangan
daerah tersebut.
Tabel 5 Persentase AKE konsumsi pangan Kabupaten Bandung
No Kelompok pangan Energi aktual (kkal/kap/hr) %AKE
1 Padi-padian 1 459.3 67.9
2 Umbi-umbian 38.4 1.8
3 Pangan hewani 210.5 9.8
4 Minyak dan lemak 301.4 14
5 Buah/biji berminyak 13.6 0.6
6 Kacang-kacangan 64.8 3
7 Gula 74.4 3.5
8 Sayur dan buah 103.2 4.8
9 Lain-lain 46.6 2.2
Total 2 312.1 107.5
Berdasarkan Tabel 5, persentase angka kecukupan energi konsumsi
pangan Kabupaten Bandung sebesar 107.5%. Hal ini bahwa angka kecukupan
energi Kabupaten Bandung tergolong normal. Menurut Departemen Kesehatan RI
(1996), jika tingkat kecukupan zat gizi makro antara 90 – 119% tergolong ke
dalam kategori normal. Sehingga dapat dikatakan bahwa konsumsi energi dan zat
gizi masyarakat di Kabupaten Bandung sudah memenuhi kecukupan gizi untuk
hidup sehat.

2. Kualitas Konsumsi Pangan


Konsumsi pangan yang suatu wilayah dapat dianalisis secara kualitatif.
Analisis kualitatif dapat melalui Skor Pola Pangan Harapan (PPH). Analisis
kualitas konsumsi pangan Kabupaten Bandung dapat dilihat pada Tabel 6 berikut
ini.
Tabel 6 Skor PPH konsumsi pangan berdasarkan kelompok bahan pangan
Kabupaten Bandung
No Kelompok pangan Skor PPH
1 Padi-padian 25
2 Umbi-umbian 0.9
3 Pangan hewani 19.6
4 Minyak dan lemak 5
5 Buah/biji berminyak 0.3

Tabel 6 Skor PPH konsumsi pangan berdasarkan kelompok bahan pangan


Kabupaten Bandung (lanjutan)
No Kelompok pangan Skor PPH
6 Kacang-kacangan 6
7 Gula 1.7
8 Sayur dan buah 24
9 Lain-lain 0
Total 82.5
Berdasarkan Tabel 6, skor PPH untuk konsumsi pangan di Kabupaten
Bandung adalah 82.5. Skor PPH tersebut menunjukkan bahwa konsumsi pangan
di Kabupaten Bandung belum beragam. Suatu wilayah dikatakan memiliki
konsumsi pangan yang beragam apabila memiliki skor PPH ≥ 90.

Status Gizi
1. Status gizi anak balita berdasarkan indikator BB/U
Prevalensi gizi kurang pada balita di Kabupaten Bandung dapat dilihat pada
grafik berikut :

Gambar 1 Prevalensi status gizi balita berdasarkan berat badan menurut umur (BB/U) di
kabupaten/kota di Jawa Barat tahun 2013
Berdasarkan Gambar 1 menunjukkan prevalensi status gizi kurang balita di
Kabupaten Bandung sebesar 11.4%. Angka status gizi kurang lebih tinggi 0.01
dibandingkan dengan prevalensi status gizi kurang yang terjadi di provinsi Jawa
Barat sebesar 11.3%.

2. Status gizi stunting pada balita (TB/U)


Prevalensi stunting pada balita di Kabupaten Bandung dapat dilihat pada
grafik berikut :

Gambar 2 Prevalensi status gizi balita berdasarkan tinggi badan menurut umur (TB/U) di
kabupaten/kota di Jawa Barat tahun 2013
Berdasarkan Gambar 2, menunjukkan prevalensi status gizi pendek (stunting)
pada balita di Kabupaten Bandung sebesar 40.7%. Angka status gizi pendek lebih
tinggi dibandingkan dengan prevalensi status gizi pendek yang terjadi di provinsi
Jawa Barat sebesar 35.3%.

3. Status gizi kurus pada balita (BB/TB)


Prevalensi balita kurus di Kabupaten Bandung dapat dilihat pada grafik
berikut ini:

Gambar 3 Prevalensi status gizi balita berdasarkan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) di
kabupaten/kota di Jawa Barat tahun 2013
Berdasarkan Gambar 3, menunjukkan prevalensi status gizi sangat kurus
pada balita di Kabupaten Bandung sebesar 5.8%. Angka status gizi kurus lebih
tinggi dibandingkan dengan prevalensi status gizi kurus yang terjadi di provinsi
Jawa Barat sebesar 5%. Serta prevalensi status gizi gemuk pada balita di
kabupaten Bandung sebesar 13.4% lebih tinggi dibandingkan dengan prevalensi di
Jawa Barat sebesar 11.8%.
Prioritas Masalah Pangan dan Gizi

Prioritas masalah memperhatikan tiga aspek yaitu pentingnya masalah,


kelayakan teknologi, dan sumberdaya yang tersedia. Menurut teknik kimia
matriks, nilai prioritas masalah (P) dapat dihitung dengan cara mengalikan antara
pentingnya masalah (I), kelayakan teknologi (T), dan sumberdaya yang tersedia
(R). Skor prioritas masalah tergantung pada nilai setiap aspek yang
dipengaruhinya. Misalnya untuk aspek pentingnya masalah (I) ditentukan nilai 5
untuk kategori sangat penting, nilai 3 untuk kategori penting, dan nilai 1 untuk
kategori kurang penting. Contoh pemberian nilai untuk kelayakan teknologi (T)
yaitu nilai 5 untuk sangat sulit, nilai 3 untuk sulit, dan nilai 1 untuk mudah.
Sedangkan untuk sumber daya dinyatakan dalam 2 untuk tidak tersedia dan 1
untuk tersedia. Analisis prioritas masalah Kabupaten Bandung dapat dilihat pada
Tabel 7 berikut ini.
Tabel 7 Analisis prioritas masalah Kabupaten Bandung
Masalah I T R P Keterangan
prioritas
Masalah Status Gizi
Stunting (40.7%) 5 3 2 30 1
Gizi gemuk (13.4%) 3 1 2 10 3
Masalah Konsumsi Pangan
Kualitas konsumsi pangan (Skor PPH 82.5) 3 3 2 18 2
Masalah Ketersediaan Pangan
Kualitas ketersediaan pangan (Skor PPH 41.5) 3 3 2 18 2
Kurangnya padi-padian (90.3%) 3 3 2 18 2
Kurangnya umbi-umbian (74.2%) 3 3 2 18 2
Kurangnya pangan pewani (74.2%) 3 3 2 18 2
Kurangnya kacang-kacangan (100%) 3 3 2 18 2
Kurangnya minyak dan lemak (100%) 3 3 2 18 2
Kurangnya sayur dan buah (80.6%) 3 3 2 18 2
Masalah Distribusi Pangan
Penduduk dengan pendapatan rendah (18.02%) 5 3 1 15 3
Jalan rusak berat (28%) 5 3 1 15 3
Tingkat kemiskinan (7.6%) 3 3 1 9 4
Angka Partisipasi Murni (78.79%) 3 1 1 3 5
Permasalahan pangan dan gizi yang terjadi di Kabupaten Bandung antara
lain stunting dan gizi gemuk. Prevalensi gizi gemuk di Kabupaten Bandung
sebesar 13.4%. Menurut WHO (2010) dalam Kemenkes (2013) masalah
kesehatan masyarakat dianggap serius bila prevalensi status gizi baik lebih
maupun kurang antara 20 – 29% dan dianggap prevalensi sangat tinggi bila lebih
besar 30%. Berdasarkan Kemenkes (2013) prevalensi stunting pada balita di
Kabupaten Bandung merupakan masalah kesehatan masyarakat yang dianggap
berat dan serius yaitu dengan prevalensi sebesar 40.7%. Masalah kesehatan
masyarakat dianggap berat apabila prevalensi stunting (pendek) 30 – 39 % dan
serius apabila prevalensi stunting (pendek) lebih besar 40% (Kemenkes 2013).
Berdasarkan hal tersebut, masalah gizi gemuk balita di Kabupaten Bandung
bukanlah masalah berat dan serius sehingga masalah gizi gemuk tidak mendapat
prioritas masalah yang diutamakan. Selain itu masalah stunting pada balita di
kabupaten Bandung dianggap serius karena prevalensi stunting lebih besar 40%.
Permasalahan pangan dan gizi di Kabupaten Bandung juga dapat dilihat
dari aspek konsumsi, yaitu kualitas konsumsi pangan yang rendah. Kualitas
konsumsi pangan yang rendah tersebut dilihat dari skor PPH konsumsi pangan
Kabupaten Bandung yang masih kurang dari 90, yaitu sebesar 82.5 yang
bermakna bahwa konsumsi pangan di Kabupaten Bandung masih kurang beragam
dikarenakan golongan pangan umbi-umbian, pangan hewani, minyak dan lemak,
kacang-kacangan, buah, dan sayur dikonsumsi dalam jumlah sedikit sedangkan
golongan pangan padi-padian (makanan pokok) dikonsumsi melebihi skor AKE
ideal untuk padi-padian, yaitu 67.9 (lebih 4.8 dari skor AKE ideal konsumsi
golongan pangan padi-padian).
Permasalahan dalam bidang konsumsi merupakan satu-satunya masalah
yang mengakibatkan terjadinya masalah gizi di Kabupaten Bandung. Apabila
kualitas konsumsi pangan rendah maka seseorang akan lebih rentan atau memiliki
risiko yang lebih tinggi terhadap masalah gizi. Selain itu, apabila terjadi masalah
gizi di suatu wilayah maka dapat diperbaiki atau diatasi melalui program
peningkatan kualitas konsumsi pangan. Semakin baik atau semakin tinggi kualitas
konsumsi pangan suatu wilayah maka semakin rendah risiko seseorang terhadap
masalah gizi. Hal tersebut menyebabkan kualitas konsumsi pangan tergolong
permasalahan dengan prioritas yang penting untuk ditangani.
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Kabupaten Bandung juga
masih rendah yaitu 32.3% yang belum melakukan PHBS. Hal ini menunjukkan
rendahnya kesadaran masyarakat untuk melakukan PHBS. Rendahnya kesadaran
untuk melakukan PHBS dapat menjadi penyebab tidak langsung terjadinya
masalah gizi terkait dengan sanitasi sehingga mempengaruhi kesehatan atau
kondisi infeksi seseorang.
Pemenuhan kebutuhan pangan di Kabupaten Bandung dilakukan melalui
kegiatan impor karena produksi yang dihasilkan masih kurang oleh karena itu
saluran distribusi menjadi perhatian yang penting. Permasalahan distribusi di
Kabupaten Bandung yaitu kondisi jalan yang kurang memadai. Sekitar 28%
kondisi jalan di Kabupaten Bandung mengalami rusak berat sehingga dapat
mengganggu proses pendistribusian pangan di Kabupaten Bandung yang sangat
bergantung dari sektor perdagangan.
Pendapatan yang rendah atau kemiskinan merupakan masalah yang
penyelesaiannya diprioritaskan dari segi distribusi pangan Kabupaten Bandung.
Sebanyak 18.02% masyarakat di Kabupaten Bandung memiliki pendapatan
rendah dan kemiskinan sebesar 7.6%. Hal ini menyebabkan daya beli penduduk
terhadap bahan pangan menjadi rendah terutama bahan pangan yang harganya
cenderung mahal seperti bahan pangan hewani. Daya beli yang rendah akan
menyebabkan kurang beragamnya konsumsi masyarakat sehingga dapat
menimbulkan terjadinya masalah gizi di Kabupaten Bandung.

Determinan Utama Ketahanan Pangan dan Gizi Wilayah di Kabupaten


Bandung
Determinan utama ketahanan pangan dan gizi pada suatu wilayah dapat
dilakukan dengan penentuan skala prioritas yang selanjutnya menjadi determinan
utama masalah ketahanan pangan dan gizi. Masalah pangan dan gizi merupakan
masalah yang kompleks sehingga penanganannya membutuhkan penyelesaian
dari berbagai faktor. Determinan masalah pangan dan gizi pada Kabupaten
Bandung digambarkan dengan kerangka UNICEF (1990) yang menyatakan bahwa
fokus permasalahan utama adalah pada keadaan stunting. Faktor penyebab terdiri
dari faktor langsung dan faktor tidak langsung. Faktor langsung terdiri dari pola
konsumsi makan yang tidak seimbang dan adanya penyakit infeksi, sedangkan
untuk faktor tidak langsung meliputi ketersediaan dan pola konsumsi rumah
tangga, pola asuh anak yang kurang memadai, dan pelayanan kesehatan yang
masih rendah. Kedua faktor tersebut merupakan dampak dari masalah pokok yang
terjadi diantaranya daya beli yang rendah, akses pangan yang masih sulit, akses
informasi yang terbatas, akses pelayanan yang kurang memadai, kemiskinan,
ketahanan pangan dan gizi, dan pendidikan yang rendah. Semua permasalahan
tersebut berawal dari krisis ekonomi, politik, dan sosial.
Masalah gizi seperti stunting, kurangnya konsumsi pangan hewani, buah,
dan sayur, serta jalan yang rusak berat merupakan masalah yang utama di
Kabupaten Bandung karena masalah tersebut dinilai sangat penting. Teknologi
yang tersedia untuk menyelesaikan masalah tersebut tergolong sulit dan belum
cukup tersedia di wilayah tersebut.Walaupun kondisi sumber daya di daerah
tersebut mendukung, namun masalah tersebut tergolong penting untuk
diperhatikan karena teknologi tidak mendukung diselesaikannya masalah tersebut.
Diagram causal model permasalahan gizi di Kabupaten Bandung dengan mengacu
pada bagan UNICEF (1990) dapat dilihat pada Gambar 4.
Gizi kurang
11.4%

Stunting Status Gizi Gemuk 13.4%


40.7%

Kualitas konsumsi rendah Kejadian infeksi tinggi


PPH Konsumsi ISPA 14.6%
82.5 Diare 8.6%
Pnemonia 2.4%

Ketersediaan pangan Sanitasi lingkungan


rendah

PPH ketersediaan 41.5 PHBS RT


AKE 56.6% 32.3%
Umbi-umbian 5.5%
Pangan Hewani 1.8%
Minyak 0.5%
Sayur dan buah 2.2%

Kemiskinan tinggi Akses jalan terganggu Pendidikan rendah

Tingkat kemiskinan Rusak berat APM 78.79%


7.6% 28%

Pembangunan tidak merata


Sumber: Modifikasi UNICEF 1990
Gambar 4 Determinan Masalah Kabupaten Bandung
Masalah pangan dan gizi merupakan masalah multidimensi. Determinan
masalah pangan dan gizi di suatu wilayah dapat dianalisa dengan melihat masalah
yang terjadi yang kemudian dapat dikaitkan dengan berbagai faktor yang
mempengaruhinya. Permasalahan gizi di suatu wilayah dapat dipengaruhi oleh
penyebab langsung, penyebab tak langsung, masalah utama dan akar masalah
yang dapat digambarkan dengan kerangka UNICEF. Penyebab langsung gizi
kurang adalah makan tidak seimbang, baik jumlah dan mutu asupan gizinya, di
samping itu asupan zat gizi tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh secara optimal
karena adanya gangguan penyerapan akibat adanya penyakit infeksi. Penyebab
tidak langsung adalah tidak cukup tersedianya pangan di rumah tangga, kurang
baiknya pola pengasuhan anak terutama dalam pola pemberian makan pada balita,
kurang memadainya sanitasi dan kesehatan lingkungan serta kurang baiknya
pelayanan kesehatan. Semua keadaan ini berkaitan erat dengan rendahnya tingkat
pendidikan, tingkat pendapatan dan kemiskinan. Akar masalah gizi adalah
terjadinya krisis ekonomi, politik dan sosial (Siragih 2010).
Indeks Pembangunan Manusia atau IPM di Kabupaten Bandung ditahun
adalah 76.82 (indeks ideal 100), dengan angka kemiskinan yang tinggi sebesar
7.62% dan angka partisipasi murni sebesar 78.79%. Selain itu jalan yang rusak
berat sebanyak 28% dari jumlah panjang jalan berisiko untuk menyebabkan akses
jalan untuk distribusi pangan terganggu. Masalah ketersediaan pangan yang
rendah terlihat dari angka PPH ketersediaan hanya sebesar 41.5.
Sanitasi lingkungan di Kabupaten Bandung tergolong rendah, yaitu hanya
32.3% dari batasan minimal yang ditetapkan oleh Kemenkes RI yaitu 85%.
Permasalahan tersebut membuat kualitas konsumsi masyarakat Kabupaten
Bandung tidak memenuhi ketentuan, karena PPH kosumsi hanya sebesar 82.5%
serta kejadian infeksi tergolong tinggi. Permasalahan tersebut adalah akar dari
masalah gizi yang terjadi, yaitu kejadian stunting 40.7%, gizi kurang 11.4%, dan
gizi gemuk 13.4%. Objective tree permasalahan gizi di Kabupaten Bandung
digunakan untuk menunjukkan akar masalah terciptanya permasalahan gizi oleh
beberapa objek atau kondisi dalam lingkungan tersebut. Akar masalah di
Kabupaten Bandung adalah pembangunan yang tidak merata. Commented [A2]: Jangan di sceenshoot ya

Perbaikan status gizi

Peningkatan kualitas Penurunan angka kejadian infeksi


konsumsi

Peningkatan Peningkatan sanitasi


ketersediaan pangan lingkungan

Penurunan angka
kemiskinan Perbaikan akses jalan Perbaikan pendidikan

Pemerataan pembangunan
Gambar 5 Objective tree permasalahan pangan dan gizi di Kabupaten Bandung
Diagram objective tree pada Gambar 5 menunjukkan bahwa pemerataan
pembangunan dapat berdampak positif terhadap perbaikan infrastruktur
khususnya perbaikan akses jalan. Selain itu, pemerataan pembangunan juga dapat
menurunkan angka kemiskinan penduduk dan perbaikan pendidikan. Perbaikan
keadaan tersebut dapat memberikan dampak positif pula pada hal lain.
Infrastruktur jalan yang lebih baik akan menghasilkan sanitasi lingkungan yang
lebih baik, seperti tidak ada lagi genangan air saat hujan. Perbaikan infrastruktur
jalan juga dapat memperbaiki ketersediaan pangan di Kabupaten Bandung
sehingga distribusi kelompok bahan pangan dapat meningkat, khususnya pada
kelompok bahan pangan hewani, minyak serta sayur dan buah. Tersedianya
kelompok bahan pangan yang beragam diikuti dengan penurunan angka
kemiskinan akan meningkatkan kualitas konsumsi pangan karena menguatnya
daya beli masyarakat, yang juga didukung dengan kestabilan harga. Penurunan
angka kemiskinan dapat berpengaruh positif pada sanitasi lingkungan karena akan
tersedia dana untuk memelihara dan memfasilitasi lingkungan.
Perbaikan pendidikan akan berdampak positif pada kesehatan lingkungan,
hal ini berkaitan dengan pengetahuan masyarakat mengenai pengelolaan limbah,
termasuk sampah, yang menjadi lebih baik. Selain itu dengan pendidikan yang
lebih baik masyarakat akan mampu untuk menjaga kebersihan lingkungan. Semua
perbaikan yang terjadi pad tingkat ini akan berdampak positif juga kepada kualitas
konsumsi dan penurunan angka kejadian infeksi. Akhirnya dengan meningkatnya
kualitas konsumsi pangan dan menurunnya angka kejadian infeksi, akan tercapai
status gizi masyarakat yang lebih baik. Perbaikan status gizi masyarakat dapat
tercermin dari penurunan prevalensi masalah gizi, terutama pada balita yang
berperan sebagai generasi selanjutnya. Clustering dari permasalahan gizi yang
terdapat di Kota Bogor dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Clustering objective tree pangan dan gizi Kabupaten Bandung
Clustering dari objective tree diatas yaitu kejadian stunting, gizi gemuk,
dan gizi kurang disebabkan secara langsung oleh kualitas konsumsi pangan yang
kurang baik yang ditandai oleh skor PPH konsumsi sebesar 82.5. Kualitas
konsumsi yang belum mencapai SPM ini juga dapat disebabkan secara tidak
langsung oleh ketersediaan beberapa bahan pangan yang masih kurang dari skor
minimal yang ada di PPH. Beberapa jenis pangan tersebut diantaranya umbi-
umbian, pangan hewani, minyak dan lemak, sayur, serta buah. Selain itu, kejadian
stunting, gizi lebih, dan gizi kurang secara langsung dapat disebabkan oleh status
infeksi ditandai oleh adanya infeksi saluran pernaapasan atas sebesar 14.6%,
Diare 8.6%, pneumonia 2.4%. Akan tetapi, permasalahan yang akan menjadi
fokus pada penyelesaian masalah gizi di Kabupaten Bandung ini akan berfokus
pada segi konsumsi yang dipengaruhi oleh ketersediaan beberapa bahan pangan
seperti umbi-umbian, pangan hewani, minyak, sayur dan buah. Kualitas konsumsi
pangan yang belum mencapai SPM juga dapat disebabkan oleh masalah pada saat
pendistribusian bahan pangan, misalnya akibat jalan rusak dan juga akses pangan
baik daya beli masyarakat maupun ketersediaan bahan pangan yang berkelanjutan.
Penerapan PHBS yang masih kurang dapat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan
masyarakat mengenai hal tersebut yang tercermin dari angka partisipasi murni
sebesar 78.79%. Masalah yang mendasari memicu terjadinya masalah terkait gizi
yang terjadi di Kabupaten Bandung yaitu masalah ekonomi dan politik. Hal ini
tercermin dari nilai Ideks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 76.82.

ANALISIS KEBUTUHAN DAN TARGET PENYEDIAAN


PANGAN WILAYAH DI KABUPATEN BANDUNG

Analisis Kebutuhan Pangan Aktual

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk
pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik
yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau
minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku
Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan,
dan/atau pembuatan makanan atau minuman (UU No. 18 Tahun 2012). Setiap
wilayah harus memenuhi kebutuhan pangan masyarakatnya dikarenakan pangan
merupakan salah satu kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh setiap individu.
Penentuan kebutuhan pangan Kabupaten Bandung dapat dilakukan dengan cara
menganalisis kebutuhan pangan wilayah. Kebutuhan pangan aktual Kabupaten
Bandung didasarkan pada konsumsi pangan strategis yang diperoleh dari
SUSENAS 2014. Proyeksi konsumsi pangan strategis Kabupaten Bandung dapat
dilihat pada Tabel 8 berikut ini.
Tabel 8 Proyeksi konsumsi pangan Kabupaten Bandung (gram/kapita/hari) Commented [A3]: Tabelnya disesuaikan dengan margin 4333
ya, kalau gamuat fontnya 11 aja
Rata-rata konsumsi pangan (gram/kapita/hari)
Tahun
Kelompok/Jenis pangan Tahun proyeksi
dasar
2016 2017 2018 2019 2020 2021
1. Padi-Padian
Beras 275.2 264.7 259.4 254.1 248.9 243.6

Tabel 8 Proyeksi konsumsi pangan Kabupaten Bandung (gram/kapita/hari) Commented [A4]: Tabelnya disesuaikan dengan margin 4333
ya, kalau gamuat fontnya 11 aja
(lanjutan)
Rata-rata konsumsi pangan (gram/kapita/hari)
Tahun
Kelompok/Jenis pangan Tahun proyeksi
dasar
2016 2017 2018 2019 2020 2021
Jagung 2.4 2.3 2.3 2.3 2.2 2.2
Terigu 56.4 54.2 53.1 52.0 51.0 49.9
Subtotal padi-padian 334.0 321.2 314.8 308.4 302.0 295.6
2. Umbi-umbian
Singkong 17.7 26.9 31.5 36.1 40.7 45.3
Ubi jalar 3.3 5.0 5.9 6.7 7.6 8.4
Sagu 16.4 24.9 29.1 33.4 37.6 41.9
Kentang 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Umbi lainnya 0.5 0.7 0.8 0.9 1.0 1.2
Subtotal umbi-umbian 37.9 57.5 67.3 77.1 86.9 96.8
3. Pangan Hewani
Daging ruminansia 4.7 5.8 6.3 6.9 7.4 7.9
Daging unggas 28.3 34.7 37.9 41.1 44.3 47.5
Telur 22.5 27.6 30.1 32.7 35.2 37.8
Susu 6.2 7.6 8.3 9.0 9.7 10.4
Ikan 27.9 34.2 37.4 40.5 43.7 46.9
Subtotal pangan hewani 89.5 109.9 120.0 130.2 140.3 150.5
4. Minyak dan Lemak
Minyak Kelapa 2.3 2.2 2.2 2.1 2.1 2.1
Minyak Lainnya 27.7 26.7 26.2 25.8 25.3 24.8
Margarin 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Subtotal minyak & lemak 29.9 28.9 28.4 27.9 27.4 26.9
5. Buah/Biji Berminyak
Kelapa 0.9 2.5 3.4 4.2 5.1 5.9
Kemiri 0.7 2.1 2.8 3.5 4.2 4.8
Subtotal buah/biji berminyak 1.6 4.6 6.2 7.7 9.2 10.8
6. Kacang-kacangan
Kacang Kedelai 24.0 28.2 30.2 32.3 34.4 36.5
Kacang Tanah 0.8 0.9 1.0 1.0 1.1 1.2
Kacang Hijau 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Kacang lain 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Subtotal kacang-kacangan 24.8 29.1 31.2 33.3 35.5 37.6
7. Gula
Gula Pasir 8.6 11.9 13.6 15.3 16.9 18.6
Gula Merah 6.3 8.7 10.0 11.2 12.4 13.6
Subtotal gula 14.9 20.7 23.6 26.5 29.4 32.3
8. Sayur dan Buah
Sayur 242.4 227.7 220.3 213.0 205.6 198.3
Buah 59.8 56.2 54.4 52.6 50.8 49.0
Subtotal sayur dan buah 302.2 283.9 274.7 265.6 256.4 247.3
9. Lain-lain
Minuman 97.5 70.1 56.4 42.6 28.9 15.2
Bumbu 6.0 4.3 3.5 2.6 1.8 0.9
Subtotal lain-lain 103.5 74.4 59.8 45.3 30.7 16.1
Berdasarkan Tabel 8, konsumsi padi-padian yang berasal dari beras,
jagung, dan terigu sebagai makanan pokok sebesar 334 gram/kapita/hari pada
tahun 2016. Proyeksi konsumsi padi-padian menurun menjadi 295.6
gram/kapita/hari pada tahun 2021. Penurunan konsumsi padi-padian menjadi cara
untuk mencapai skor PPH yang lebih baik yaitu mendekati 100. Konsumsi umbi-
umbian (singkong, ubi jalar, sagu, kentang, dan umbi lainnya) dan pangan hewai
(daging ruminansia, daging unggas, telur, susu dan ikan) yaitu sebesar 37.9
gram/kapita/hari dan 89.5 gram/kapita/hari. Proyeksi konsumsi umbi-umbian dan
panga hewani pada tahun 2021 masing-masing ditingkatkan menjadi 96.8
gram/kapita/hari dan 150.5 gram/kapita/hari.
Konsumsi buah/biji berminyak, kacang-kacangan, gula dinaikan hingga
tahun 2021. Sementara itu, proyeksi konsumsi minyak dan lemak, sayur dan buah,
serta lain-lain (minuman dan bumbu) diturunkan pada tahun 2021. Konsumsi
sayur dan buah diturunkan karena konsumsi buah dan sayur penduduk Kabupaten
Bandung pada tahun dasar 2016 sudah tergolong baik yaitu 302.2
gram/kapita/hari. Peningkatan atau penurunan proyeksi konsumsi pangan sebagai
strategi untuk mencapai keanekaragam konsumsi pangan atau skor PPH konsumsi
yang lebih baik sehingga dapat mendekati nilai 100.

A. Proyeksi Kebutuhan Pangan Berdasarkan PPH


Proyeksi kebutuhan pangan berfungsi sebagai estimasi kebutuhan pangan
aktual masyarakat di wilayah tertentu. Hal ini dapat membantu pemerintah yang
terkait dalam pemenuhan kebutuhan pangan pada tahun mendatang, mencegah
terjadinya kekurangan pangan, proyeksi kebutuhan pangan dapat dilihat
berdasarkan skor PPH. Tahun dasar yang digunakan dalam memproyeksikan
kebutuhan pangan penduduk Kabupaten Bandung yaitu tahun 2016 sedangkan
tahun ideal yang digunakan adalah tahun 2021. Proyeksi kebutuhan pangan
berdasarkan PPH dapat diperoleh dengan cara olah data di aplikasi NBM dengan
membutuhkan data laju pertumbuhan yang terdapat di baseline dan data susenas
konsumsi yang telah diinput. Berikut hasil proyeksi kebutuhan pangan di
Kabupaten Bandung pada tahun 2016-2021.
Tabel 9 Proyeksi kebutuhan pangan (ton/tahun) Commented [A5]: margin 4 3 3 3

Proyeksi Kebutuhan Pangan (Ton/Tahun)


Kelompok/Jenis Tahun
Tahun Proyeksi
Pangan Dasar
2016 2017 2018 2019 2020 2021
1. Padi-Padian
Beras 397456 382217 374598 366979 359360 351741
Jagung 3520 3385 3318 3250 3183 3115
Terigu 81403 78282 76721 75161 73600 72040
Subtotal Padi-padian 482378 463884 454637 445390 436143 426896
2. Umbi-umbian
Singkong 25597 38868 45503 52138 58773 65409
Ubi Jalar 4774 7249 8486 9724 10961 12199
Sagu 23653 35915 42047 48178 54309 60440
Kentang 0 0 0 0 0 0
Umbi Lainnya 651 988 1157 1326 1495 1663
Subtotal Umbi-umbian 54676 83021 97193 111366 125539 139711
Tabel 9 Proyeksi kebutuhan pangan (ton/tahun) (lanjutan) Commented [A6]: margin 4 3 3 3

Proyeksi Kebutuhan Pangan (Ton/Tahun)


Kelompok/Jenis Tahun
Tahun Proyeksi
Pangan Dasar
2016 2017 2018 2019 2020 2021
3. Pangan Hewani
Daging Ruminansia 6812 8359 9132 9905 10679 11452
Daging Unggas 40843 50115 54751 59387 64024 68660
Telur 32464 39834 43519 47205 50890 54575
Susu 8892 10910 11920 12929 13938 14948
Ikan 40269 49411 53982 58553 63124 67695
Subtotal Pangan
Hewani 129281 158630 173305 187979 202654 217329
4. Minyak dan Lemak
Minyak Kelapa 3301 3188 3132 3075 3019 2962
Minyak Lainnya 39938 38574 37892 37210 36528 35846
Margarin 0 0 0 0 0 0
Subtotal Minyak dan
Lemak 43239 41762 41024 40285 39547 38809
5. Buah/Biji
Berminyak
Kelapa 1238 3668 4883 6098 7313 8528
Kemiri 1015 3009 4006 5002 5999 6996
Subtotal Buah/Biji
Berminyak 2253 6677 8888 11100 13312 15523
6. Kacang-kacangan
Kacang Kedelai 34687 40681 43678 46675 49672 52669
Kacang Tanah 1095 1284 1379 1474 1568 1663
Kacang Hijau 0 0 0 0 0 0
Kacang lain 0 0 0 0 0 0
Subtotal Kacang-
kacangan 35782 41965 45057 48149 51240 54332
7. Gula
Gula Pasir 12419 17239 19649 22059 24469 26880
Gula Merah 9097 12629 14394 16160 17925 19691
Subtotal Gula 21516 29868 34043 38219 42395 46570
8. Sayur dan Buah
Sayur 349970 328763 318159 307555 296951 286348
Buah 86399 81163 78546 75928 73310 70692
Subtotal Sayur dan
Buah 436369 409926 396705 383483 370261 357040
9. Lain-lain
Minuman 140840 101205 81387 61570 41752 21935
Bumbu 8672 6231 5011 3791 2571 1351
Subtotal Lain-lain 149512 107436 86398 65361 44323 23285

Berdasarkan Tabel 9, kebutuhan pangan (ton/tahun) di Kabupaten


Bandung mengikuti atau menyesuaikan proyeksi konsumsi pangan pada Tabel 9,
sehingga untuk memenuhi konsumsi pangan penduduk diperlukan proyeksi
kebutuhan pangan yang tepat dan memadai. Pemerintah Kabupaten Bandung
harus dapat menganalis dan mengondisikan wilayah agar proyeksi kebutuhan
tersebut dapat tercapai, sehingga Kabupaten Bandung dapat memiliki skor PPH
yang baik pada tahun 2021 yang menandakan keberagaman pangan yang
dikonsumsi sudah sangat baik. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan
mengurangi atau meningkatkan kebutuhan kelompok pangan guna menunjang
keragaman pangan yang dikonsumsi oleh penduduk Kabupaten Bandung.
Kelompok pangan yang kebutuhannya harus ditingkatkan hingga tahun 2021
adalah umbi-umbian, pangan hewani, buah/biji berminyak, kacang-kacangan, gula
dan lain-lain. sedangkan kelompok pangan yang kebutuhannya harus dikurangi
adalah padi-padian, minyak dan lemak, dan sayur serta buah.

B. Target Penyediaan Pangan Wilayah


Target penyediaan wilayah merupakan cara untuk dapat melihat
sseberapa banyak pangan yang dapat tersedia berdasarkan proyeksi konsumsi
pangan yang telah dihitung. Target penyediaan pangan dapat diperoleh dengan
mengalikan data proyeksi kebutuhan pangan (ton/tahun) dengan 110%. Target
penyediaan dihitung secara bertahap mulai dari gram/kapita/hari menjadi
kg/kapita/tahun. Taget penyediaan pangan wilayah perlu menggunakan data laju
pertumbuhan setiap tahunnya karena tahun yang dihitung adalah tahun 2016-
2021. Berikut tabel penyediaan pangan Kabupaten Bandung tahun 2016-2012.
Tabel 10 Target penyediaan pangan Kabupaten Bandung tahun 2016-2021
Rata-rata Kebutuhan Pangan (Ton/Tahun)
Tahun
Kelompok/Jenis Pangan Tahun proyeksi
dasar
2016 2017 2018 2019 2020 2021
1. Padi-Padian
Beras 437201 420439 412058 403677 395296 386915
Jagung 3872 3724 3649 3575 3501 3427
Terigu 89543 86110 84393 82677 80960 79244
Subtotal Padi-padian 530616 510273 500101 489929 479757 469585
2. Umbi-umbian
Singkong 28157 42755 50053 57352 64651 71949
Ubi Jalar 5251 7974 9335 10696 12058 13419
Sagu 26018 39507 46251 52996 59740 66484
Kentang
Umbi Lainnya 716 1087 1273 1459 1644 1830
Subtotal Umbi-umbian 60143 91323 106913 122503 138093 153682
3. Pangan Hewani
Daging Ruminansia 7494 9195 10045 10896 11747 12597
Daging Unggas 44927 55127 60227 65326 70426 75526
Telur 35711 43818 47871 51925 55979 60032
Susu 9781 12001 13112 14222 15332 16442
Ikan 44296 54352 59380 64408 69436 74464
Subtotal Pangan hewani 142209 174493 190635 206777 222919 239062
4. Minyak dan Lemak
Minyak Kelapa 3631 3507 3445 3383 3321 3259
Minyak Lainnya 43932 42432 41681 40931 40181 39431
Margarin 0 0 0 0 0 0

Tabel 10 Target penyediaan pangan Kabupaten Bandung tahun 2016-2021


(lanjutan)
Rata-rata Kebutuhan Pangan (Ton/Tahun)
Tahun
Kelompok/Jenis Pangan Tahun proyeksi
dasar
2016 2017 2018 2019 2020 2021
Subtotal Minyak dan
Lemak 47563 45938 45126 44314 43502 42690
5. Buah/Biji Berminyak
Kelapa 1362 4035 5371 6708 8044 9381
Kemiri 1117 3310 4406 5502 6599 7695
Subtotal Buah/Biji
Berminyak 2478 7344 9777 12210 14643 17076
6. Kacang-kacangan
Kacang Kedelai 38155 44749 48046 51343 54639 57936
Kacang Tanah 1205 1413 1517 1621 1725 1829
Kacang Hijau 0 0 0 0 0 0
Kacang lain 0 0 0 0 0 0
Subtotal Kacang-
kacangan 39360 46162 49563 52964 56364 59765
7. Gula
Gula Pasir 13661 18963 21614 24265 26916 29568
Gula Merah 10007 13891 15834 17776 19718 21660
Subtotal Gula 23668 32854 37448 42041 46634 51227
8. Sayur dan Buah
Sayur 384967 361639 349975 338311 326647 314982
Buah 95039 89280 86400 83521 80641 77761
Subtotal Sayur dan Buah 480006 450919 436375 421831 407288 392744
9. Lain-lain
Minuman 154924 111325 89526 67727 45927 24128
Bumbu 9539 6855 5512 4170 2828 1486
Subtotal Lain-lain 164463 118180 95038 71897 48755 25614
Tabel 10 menunjukkan penyediaan jenis bahan pangan yang harus tersedia
dalam satuan ton setiap tahunnya, apabila dilihat dari proyeksi konsumsi pangan.
Target penyediaan tersebut dapat terpenuhi apabila terdapat stakeholder dan
potensi Kabupaten Bandung yang mendukung, sehingga dapat mencegah
terjadinya rawan pangan. Pemerintah Kabupaten Bandung perlu menyiapkan atau
menyediakan pangan strategis sesuai dengan jumlah penduduk sehingga dapat
mencukupi kebutuhan pangan penduduk Kabupaten Bandung. Jumlah tersebut
diasumsikan laju pertambahan penduduk Kabupaten Bandung mengalami
peningkatan 1.75% per tahun, dimulai dari tahun 2016 hingga tahun 2021.
Penyediaan pangan strategis yang paling menonjol yang harus dilakukan oleh
pemerintah Kabupaten Bandung adalah penyediaan pangan hewani, dimana
peningkatan kebutuhan sejak tahun 2016 hingga tahun 2021 sebesar 96 853
ton/tahun, sedangkan penyediaan bahan pangan strategis lain-lain (minuman dan
bumbu) harus dikurangi, sebesar 138 849 ton/tahun. Penyediaan pangan yang
memadai dapat menjamin ketersediaan pangan untuk dikonsumsi penduduk
Kabupaten Bandung.

RENCANA STRATEGI PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN


DAN GIZI DI KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2015-2019

Visi

Visi Kabupaten Bandung selama lima tahun mendatang, dimulai dari tahun
2015 hingga 2019 adalah terwujudnya ketahanan pangan hingga ke tingkat rumah Commented [A7]: Isi visi dan misi tidak usah di bold
tangga Kabupaten Bandung yang mandiri dan berkelanjutan berbasis sumberdaya
dan kearifan lokal.

Misi

Upaya untuk mewujudkan visi yang telah ditetapkan, misi pemerintah


Kabupaten Bandung adalah sebagai berikut.
1. Meningkatkan ketahanan pangan berbasis pada karakteristik wilayah dan
keragaman sumber pangan menuju kemandirian pangan
2. Meningkatkan kemandirian masyarakat untuk pemantapan ketahanan
pangan tingkat rumah tangga melalui pembentukkan Kawasan Rumah
Pangan Lestari (KRPL)
3. Memperbaiki kualitas konsumsi pangan masyarakat melalui kegiatan
promosi dan penyuluhan yang dilakukan oleh Kantor Ketahanan Pangan
Kabupaten Bandung
4. Memperbaiki infrastruktur jalan dalam rangka optimalisasi akses pangan
dan kegiatan distribusi pangan strategis
5. Meningkatkan ketahanan pangan pada keluarga miskin melalui program
bantuan pangan bagi keluarga miskin

Program

Adapun program yang disusun menyesuaikan dengan visi dan misi yang
ingin dicapai di Kabupaten Bandung terkait bidang pangan dan gizi dapat dilihat
pada Tabel 14.
Tabel 14 Program Kabupaten Bandung tahun 2014-2019
Indikator
Program Tujuan Sasaran Kegiatan SKPD
Keberhasilan
Program Meningkatkan 1. Masyar 1. Pengembangan Jumlah 1. KKP
Pemberda- produksi akat industri kecil produk produksi 2. Dispe-
yaan pangan olahan 2. Usaha pangan pangan olahan rindag
Masyarakat lokal Kecil 2. Pengembangan UKM lokal
dan Usaha Menen produk pangan
Kecil gah dengan peningkatan
Menengah kualitas produk
Produk pangan
Pangan 3. Pembinaan kelompok
masyarakat untuk
olahan pangan lokal

Tabel 14 Program Kabupaten Bandung tahun 2014-2019 (lanjutan)


Indikator
Program Tujuan Sasaran Kegiatan SKPD
Keberhasilan
KRPL 1. Meningkat- Ibu-ibu 1. Optimalisasi Jumlah rumah KKP
(Kawasan kan produk- PKK pemanfaatan lahan pangan lestari
Rumah si pangan pekarangan rumah
Pangan rumah tangga
Lestari) tangga 2. Pengembangan
2. Meningkat- Kebun Sekolah
kan peman- 3. Pengembangan
faatan lahan Pangan Pokok Lokal
pekarangan
Percepatan Meningkat- 1. Masyar 1. Promosi makan ikan, Skor PPH KKP
Pengane- kan skor PPH akat telur, buah, dan sayur Konsumsi
karagaman konsumsi 2. Ibu-ibu 2. Peningkatan
Konsumsi masyarakat PKK pengetahuan wanita
Pangan Kabupaten tentang konsumsi
Bandung ane-ka ragam pangan
Program Meningkat- Jalan dan 1. Perbaikan jalan Persentase 1. Dis-
perbaikan kan akses jembatan menuju pusat jalan rusak hub
jalan dan distribusi yang distribusi pa-ngan, 2. KKP
jembatan pangan rusak misal : jalan menuju
sebagai pasar, swalayan
akses 2. Perbaikan jem-batan
distribusi peng-hubung di
pangan dalam wilayah
Kabupaten Bandung
dan antar wilayah
Kabupaten Bandung
dengan wi-layah
peng-hasil pangan
bagi Kabupaten
Bandung
Program Meningkat- Warga 1. Program beras miskin Jumlah 1. Din-sos
peningka- kan ketahan- miskin 2. Program pem-berian penduduk 2. Bu-log
tan ketaha- an pangan Kabu- biskuit bagi anak dari miskin 3. KKP
nan pang- keluarga paten keluarga miskin
an keluar- miskin Bandung
ga miskin

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Skor PPH ketersdiaan pangan di Kabupaten Bandung adalah 41.5,
menunjukkan belum adanya keberagaman konsumsi pangan di Kabupaten
Bandung. Secara umum, Kabupaten Bandung belum mencapai kemandirian
pangan. Berdasarkan kuantitas dan kualitas pangan, Kabupaten Bandung termasuk
ke dalam kategori defisit sedang, yaitu mencapai 56.6% AKE. Sedangkan kualitas
menurut skor PPH, hampir keseluruhan bahan pangan tidak mencukupi batas skor
PPH, hanya padi-padian dan pangan hewani yang mendekati skor PPH. Secara
keseluruhan, proyeksi ketersediaan pangan Kabupaten Bandung tersebut dapat
meningkat, sehingga perlunya upaya pemerintah untuk lebih memperhatikan
Kabupaten Bandung, baik dari pemenuhannya maupun keragamannya.

Saran

Ketersediaan data di Kabupaten Bandung sebaiknya disajikan lebih


lengkap oleh dinas terkait agar dapat mudah diakses sehingga data-data yang
digunakan untuk analisis tersedia dan hasil analisis lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKA

[BKP] Badan Ketahanan Pangan. 2013. Pola Konsumsi Pangan B2SA. Jakarta
(ID): Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian.
[BAPPEDA] Badan Perencaan Pembangunan Daerah. 2015. Rencana Kerja
Pembangunan Daerah Kabupaten Bandung Tahun 2016. Bandung (ID):
BAPPEDA.
[BAPPENAS] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2011. Rencana Aksi
Nasional Pangan dan Gizi 2011- 2015.Jakarta (ID): Bappenas.
________________________________________________. 2012. Laporan
Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di Indonesia 2011.Jakarta
(ID): Bappenas.
[Balitbang Pertanian RI] Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian
Republik Indonesia. 2005. Revitalisasi Pertanian, Perikanan, Perkebunan
dan Kehutanan 2005-2015. Jakarta (ID): BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistika. 2012. Perhitungan dan analisis kemiskinan Makro
Indonesia Tahun 2012. Jakarta (ID): BPS.
FAO-RAPA. 1989. Desirable Dietary Pattern. Di dalam Setiawan Budi. 1990.
Penyusunan Model Sistem Perencanaan Penyediaan Pangan Berdasarkan
Pola Konsumsi. Bogor (ID): IPB.
[IFPRI] International Food Poucy Research Institute. 2010. Food security and
food selfsufficiency in Bhutan. Swiss.
Isbandi, Rusdiana S. (2014). Strategi tercapainya ketahanan pangan dalam
ketersediaan pangan di tingkat regional. Jurnal Agriekonomika. 3(2): 121-
136.
Kementerian Kesehatan RI: 2013. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013.
Jakarta (ID): Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI
LIPI. 2004. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta (ID): LIPI.
Prasetyarini FD, Mustadjab MM, Hanani N. 2014. Analisis Penyediaan Pangan
Untuk Meningkatkan Ketahanan Pangan di Kabupaten Sidoarjo.
AGRIESE. 24(3): 205-217.
Simatupang P. 2001. Food Security, Basic Concepts and Measurement ini Food
Securitu in Southwest Pacific Island Countries. CGPRT Center Works
Toward Enhanching Sustainable Agriculture and Reducing Poverty in
Asia and The Pacific.
[WNPG] Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. 2004. Ketahanan Pangan dan
Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta (ID): Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia.
LAMPIRAN

Tabel 15 Jumlah penduduk di Kabupaten Bandung tahun 2016


Kabupaten Jumlah penduduk Laju pertumbuhan penduduk (%)
Bandung 3 596 623 0.37%

Tabel 16 Persentase penduduk miskin di Kabupaten Bandung tahun 2016


Kabupaten Jumlah penduduk miskin Persentase penduduk miskin (%)
Bandung 272 650 7.6

Tabel 17 Tingkat pendidikan masyarakat Kabupaten Bandung


Kecamatan SD SMP/sederajat SMA/sederajat Perguruan tinggi
Arjasari 33 678 19 488 13 044 2 235
Ciparay 38 012 37 445 22 470 5 573
Cimenyan 36 506 17 846 20 520 13 660
Cilengkrang 13 566 7 396 8 599 3 814
Cileunyi 56 962 48 682 25 953 31 933
Katapang 34 212 26 133 24 912 5 110
Pameungpeuk 17 993 18 219 15 447 2 540
Baleendah 62 660 52 837 54 393 11 733
Majalaya 50 882 31 713 30 958 4 021
Rancaekek 48 818 49 178 54 182 9 197
Cikacung 31 355 15 570 9 113 1 290
Ciwidey 33 312 12 942 6 446 819
Rancasari 4 810 8 060 14 528 13 474
Cimaung 25 925 14 190 10 907
Pangalengan 58 390 30 105 14 891 2 864
Kertasari 25 911 9 902 6 890 647
Paseh 51 883 20 883 14 627 1 995
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung (2017)

Tabel 18 Luas lahan pertanian di Kabupaten Bandung


Luas lahan pertanian (Ha) Luas lahan
Kabupaten bukan
Sawah Bukan sawah Jumlah
pertanian (Ha)
Bandung 35 807.23 122 973.9 133 435.25
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung (2017)

Tabel 19 Luas lahan panen (Ha) di Kabupaten Bandung


Kabupaten Bandung Luas panen (Ha)
Padi sawah 92 242
Tabel 19 Luas lahan panen (Ha) di Kabupaten Bandung (lanjutan)
Kabupaten Bandung Luas panen (Ha)
Padi lading 3 007
Jagung 11 078
Kedelai 801
Kacang tanah 692
Ubi kayu 3 893
Ubi jalar 1 354
Bawang Daun 4 994
Bawang merah 3 636
Kentang 5 074
Kubis 4 766
Petsai sawi 3 218
Kacang panjang 103
Wortel 2 437
Bayam 318
Ketimun 773
Buncis 451
Cabe besar 548
Tomat 865
Terung 128
Labu siam 89
Kangkung 318
Bawang putih 117
Kacang merah 103

Tabel 20 Hasil produksi Kabupaten Bandung

Jenis pangan Jumlah produksi

Padi (ton) 594 535


Padi sawah (ton) 594 533
Padi ladang (ton) 11 629
Jagung (ton) 77 935
Kedelai (ton) 1 122
Kacang tanah (ton) 1 036
Ubi kayu (ton) 82 286
Ubi jalar (ton) 18 347
Bawang daun (ton) 84 683.1
Bawang merah (ton) 44 359.5
Kentang (ton) 102 500
Kubis (ton) 107 421.9
Petsai sawi (ton) 65 973
Kacang panjang (ton) 1 297

Tabel 20 Hasil produksi Kabupaten Bandung (lanjutan)


Jenis pangan Jumlah produksi
Wortel (ton) 53 538.3
Bayam (ton) 4 953.2
Ketimun (ton) 17 167.4
Buncis (ton) 5 589.8
Cabe besar (ton) 4 933
Tomat (ton) 17 612.9
Terung (ton) 1 601.1
Labu siam (ton) 1 749.2
Kangkung (ton) 4 953.2
Bawang putih (ton) 1 324
Kacang merah (ton) 3 515.2
Alpukat (kw) 61 743
Jeruk (kw) 1 652
Durian (kw) 10 784
Mangga (kw) 12 212
Pepaya (kw) 2 432
Pisang (kw) 42 106
Rambutan (kw) 5 170
Salak (kw) 90
Sawo (kw) 7 498
Sirsak (kw) 2 609
Belimbing (kw) 1 583
Nangka (kw) 27 722
Sukun (kw) 18 847
Manggis (kw) 1 396
Nanas (kw) 156
Daging sapi (ton) 26 135.5
Daging kerbau (ton) 405.16
Daging kambing (ton) 174.63
Daging domba (ton) 1 737.89
Daging ayam buras (ton) 764.07
Daging ayam ras (ton) 1 584.45
Daging itik (ton) 197
Telur (kg) 8 819
Susu (kg) 71 602
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung (2017)
Tabel 21 Jumlah penduduk menurut kecamatan dan kelompok umur tahun 2016
di Kabupaten Bandung
Kelompok umur
No Kecamatan Jumlah total
0 – 14 15 – 64 65+
[1] [2] [3] [4] [5] [6]
1 Ciwidey 23 577 50 601 4 676 78 854
2 Rancabali 15 895 32 926 2 586 51 407
3 Pasirjambu 27 077 55 036 4 536 86 649
4 Cimaung 25 121 50 384 4 475 79 980
5 Pangalengan 46 892 95 613 8 044 150 549
6 Kertasari 22 550 44 927 3 311 70 788
7 Pacet 35 712 69 932 5 024 110 668
8 Ibun 26 690 52 251 4 189 83 130
9 Paseh 41 332 84 588 6 111 132 031
10 Cikancung 30 632 58 151 3 738 92 521
11 Cicalengka 38 044 78 202 4 049 120 295
12 Nagreg 16 990 33 846 2 354 53 190
13 Rancaekek 51 305 125 773 7 328 184 406
14 Majalaya 51 931 106 676 7 014 165 621
15 Solokanjeruk 25 333 55 683 3 767 84 783
16 Ciparay 52 285 106 486 7 399 166 170
17 Baleendah 73 737 178 221 9 402 261 360
18 Arjasari 32 003 63 085 4 976 100 064
19 Banjaran 39 331 81 680 5 489 126 500
20 Cangkuang 22 801 49 232 3 359 75 392
21 Pameungpeuk 23 664 50 713 3 116 77 493
22 Katapang 36 461 86 327 4 872 127 660
23 Soreang 35 412 76 610 4 999 117 021
24 Kutawaringin 29 899 65 881 4 624 100 405
25 Margaasih 41 508 106 798 5 526 153 832
26 Margarahayu 36 012 89 774 4 961 130 747
27 Dayeuhkolot 34 299 83 209 4 059 121 567
28 Bojongsoang 31 790 87 867 4 037 123 694
29 Cileunyi 51 613 140 697 6 991 199 301
30 Cilengkrang 14 355 36 642 2 226 53 223
31 Cimenyan 30 575 81 599 5 148 117 322
2016 1 064 826 2 379 411 152 386 3 596 623
Jumlah
2015 1 046 391 2 338 427 149 292 3 534 110
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung (2017)

Tabel 22 Jumlah penduduk Kabupaten Bandung menurut kecamatan dan jenis


kelamin tahun 2016
No Kecamatan Penduduk Rasio
Laki-laki Perempuan Jumlah jenis kelamin
[1] [2] [3] [4] [5] [6]
1 Ciwidey 39 982 38 962 78 854 102.39
2 Rancabali 25 746 25 661 51 407 100.33
3 Pasirjambu 44 216 42 433 86 649 104.20
Tabel 22 Jumlah penduduk Kabupaten Bandung menurut kecamatan dan
jenis kelamin tahun 2016 (lanjutan)
Penduduk Rasio
No Kecamatan
Laki-laki Perempuan Jumlah jenis kelamin
[1] [2]
[3] [4] [5] [6]
4 Cimaung 40 501 39 479 79 980 102.59
5 Pangalengan 75 559 74 990 150 549 100.76
6 Kertasari 35 628 35 160 70 788 101.33
7 Pacet 56 550 54 118 110 668 104.49
8 Ibun 42 154 40 976 83 130 102.87
9 Paseh 67 269 64 762 132 031 103.87
10 Cikancung 47 073 45 448 92 521 103.58
11 Cicalengka 60 795 59 500 120 295 102.18
12 Nagreg 27 126 26 064 53 190 104.07
13 Rancaekek 91 912 92 494 184 406 99.37
14 Majalaya 84 613 81 008 165 621 104.45
15 Solokanjeruk 42 722 42 061 84 783 101.57
16 Ciparay 84 395 81 775 166 170 103.20
17 Baleendah 132 924 128 436 261 360 103.49
18 Arjasari 50 492 49 572 100 064 101.86
19 Banjaran 64 462 62 038 126 500 103.91
20 Cangkuang 38 358 37 034 75 392 103.58
21 Pameungpeuk 39 489 38 004 77 493 103.91
22 Katapang 64 633 63 027 127 660 102.55
23 Soreang 59 773 57 248 117 021 104.41
24 Kutawaringin 51 376 49 029 100 405 104.79
25 Margaasih 78 098 75 734 153 832 103.12
26 Margarahayu 65 737 65 010 130 747 101.12
27 Dayeuhkolot 61 889 59 678 121 567 103.70
28 Bojongsoang 63 132 60 562 123 694 104.24
29 Cileunyi 100 586 98 715 199 301 101.90
30 Cilengkrang 26 951 26 272 53 223 102.58
31 Cimenyan 59 657 57 665 117 322 103.45
2016 1 823 708 1 772 915 3 596 623 102.86
Jumlah
2015 1 792 864 1 741 247 3 534 111 102.96
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung (2017)

You might also like