You are on page 1of 25

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA TN.A DENGAN POST OPERASI HIPERPLASIA PROSTAT


JINAK atau BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA

OLEH

SYARIF HIDAYAT

RUMAH SAKIT BHAKTI KARTINI

2011
BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI

Hiperplasia prostat jinak atau Benign prostatic hyperplasia (BPH) juga


dikenal sebagai hipertrofi prostat jinak (secara teknis keliru), pembesaran
prostat jinak (BEP), dan hiperplasia adenofibromyomatous, mengacu pada
peningkatan ukuran prostat. Ada beberapa referensi pengertian bph menurut
beberapa sumber bacaan diantaranya:

Benigne Prostat Hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat,


disebabkan oleh karena hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat
meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan
penyumbatan uretra pars prostatika (Lab/UPF Ilmu Bedah RSUD Dr
Soetomo, 1994 : 193).

Benigna Hipertropi Prostat adalah pembesaran atau hypertropi prostat.


Kelenjar prostat membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung
kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan
hydronefrosis dan hydroureter (Arifyanto D,2008).

Benign prostatic hyperplasia (BPH) merupakan pembesaran non-kanker


(noncancerous) dari kelenjar prostat (prostate gland) yang dapat membatasi
aliran urin (kencing) dari kandung kemih (bladder) (Adel,2008).

Prostat Hiperplasia adalah pembesaran glandula dan jaringan seluler


kelenjar prostat yang berhubungan dengan perubahan endokrin berkenaan
dengan proses penuaan. Kelenjar prostat mengitari leher kandung kemih
dan urethra, sehingga hipertropi prostat sering menghalangi pengosongan
kandung kemih (Doenges, 2002).
Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang
kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi
simpai bedah. (Jong, Wim de, 1998).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Benigna


Hipertropi Prostat (BPH) adalah pembesaran kelenjar prostat yang
menyumbat aliran keluar urine dan dapat menyebabkan hydronefrosis dan
hydroureter.

B. ETIOLOGI

Penyebab yang pasti dari terjadinya Benigne Prostat Hyperplasia sampai


sekarang belum diketahui secara pasti, tetapi hanya 2 faktor yang
mempengaruhi terjadinya Benigne Prostat Hyperplasia yaitu testis dan usia
lanjut.

Karena etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang
diduga timbulnya Benigne Prostat Hyperplasia antara lain :

1. Hipotesis Dihidrotestosteron (DHT)

Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen akan menyebabkan


epitel dan stroma dari kelenjar prostatmengalami hiperplasia.

2. Ketidak seimbangan estrogen – testoteron

Dengan meningkatnya usia pada pria terjadi peningkatan hormon Estrogen


dan penurunan testosteron sedangkan estradiol tetap. yang dapat
menyebabkan terjadinya hyperplasia stroma.

3. Interaksi stroma – epitel


Peningkatan epidermal gorwth faktor atau fibroblas gorwth faktor dan
penurunan transforming gorwth faktor beta menyebabkan hiperplasia
stroma dan epitel.

4. Penurunan sel yang mati

Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma


dan epitel dari kelenjar prostat.

5. Teori stem cell

Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit.

(Roger Kirby, 1994 : 38).

C. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Kelenjar prostat terletak di bawah kandung kemih dan mengelilingi /


mengitari uretra posterior dan disebelah proximalnya berhubungan dengan
buli-buli, sedangkan bagian distalnya kelenjar prostat ini menempel pada
diafragma urogenital yang sering disebut sebagai otot dasar panggul.
Kelenjar ini pada laki-laki dewasa kurang lebih sebesar buah kemiri atau
jeruk nipis. Ukuran, panjangnya sekitar 4 – 6 cm, lebar 3 – 4 cm, dan
tebalnya kurang lebih 2 – 3 cm. Beratnya sekitar 20 gram.

Prostat terdiri dari :

· Jaringan Kelenjar 50 – 70 %

Jaringan Stroma (penyangga) & Kapsul/Musculer 30 – 50 %

Kelenjar prostat menghasilkan cairan yang banyak mengandung enzym


yang berfungsi untuk pengenceran sperma setelah mengalami koagulasi
(penggumpalan) di dalam testis yang membawa sel-sel sperma. Pada waktu
orgasme otot-otot di sekitar prostat akan bekerja memeras cairan prostat
keluar melalui uretra. Sel – sel sperma yang dibuat di dalam testis akan ikut
keluar melalui uretra. Jumlah cairan yang dihasilkan meliputi 10 – 30 %
dari ejakulasi. Kelainan pada prostat yang dapat mengganggu proses
reproduksi adalah keradangan (prostatitis). Kelainan yang lain sepeti
pertumbuhan yang abnormal (tumor) baik jinak maupun ganas, tidak
memegang peranan penting pada proses reproduksi tetapi lebih berperanan
pada terjadinya gangguan aliran kencing. Kelainanyang disebut belakangan
ini manifestasinya biasanya pada laki-laki usia lanjut.

D. PATOFISIOLOGI

Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalami


hiperplasia, jika prostat membesar akan meluas ke atas (bladder), di dalam
mempersempit saluran uretra prostatica dan menyumbat aliran urine.
Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan intravesikal. Sebagai kompensasi
terhadap tahanan uretra prostatika, maka otot detrusor dan buli-buli
berkontraksi lebih kuat untuk dapat memompa urine keluar. Kontraksi yang
terus-menerus menyebabkan perubahan anatomi dari buli-buli berupa :
Hipertropi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sekula dan
difertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan klien
sebagai keluhan pada saluran kencing bagian bawah atau Lower Urinary
Tract Symptom/LUTS (Basuki, 2000 : 76).

Pada fase-fase awal dari Prostat Hyperplasia, kompensasi oleh muskulus


destrusor berhasil dengan sempurna. Artinya pola dan kualitas dari miksi
tidak banyak berubah. Pada fase ini disebut Sebagai Prostat Hyperplasia
Kompensata. Lama kelamaan kemampuan kompensasi menjadi berkurang
dan pola serta kualitas miksi berubah, kekuatan serta lamanya kontraksi
dari muskulus destrusor menjadi tidak adekuat sehingga tersisalah urine di
dalam buli-buli saat proses miksi berakhir seringkali Prostat Hyperplasia
menambah kompensasi ini dengan jalan meningkatkan tekanan intra
abdominal (mengejan) sehingga tidak jarang disertai timbulnya hernia dan
haemorhoid puncak dari kegagalan kompensasi adalah tidak berhasilnya
melakukan ekspulsi urine dan terjadinya retensi urine, keadaan ini disebut
sebagai Prostat Hyperplasia Dekompensata. Fase Dekompensasi yang
masih akut menimbulkan rasa nyeri dan dalam beberapa hari menjadi
kronis dan terjadilah inkontinensia urine secara berkala akan mengalir
sendiri tanpa dapat dikendalikan, sedangkan buli-buli tetap penuh. Ini
terjadi oleh karena buli-buli tidak sanggup menampung atau dilatasi lagi.
Puncak dari kegagalan kompensasi adalah ketidak mampuan otot detrusor
memompa urine dan menjadi retensi urine.Retensi urine yang kronis dapat
mengakibatkan kemunduran fungsi ginjal (Sunaryo, H. 1999 : 11)

E. MANIFESTASI KLINIS

Walaupun Benigna Prostat Hipertropi selalu terjadi pada orang tua, tetapi
tak selalu disertai gejala-gejala klinik, hal ini terjadi karena dua hal yaitu:

1. Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih

2. Retensi urin dalam kandung kemih menyebabkan dilatasi kandung


kemih, hipertrofi kandung kemih dan cystitis.

Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan Benigna Prostat
Hipertrofi: Retensi urin. Kurangnya atau lemahnya pancaran kencing.
Miksi yang tidak puas. Frekuensi kencing bertambah terutama malam hari
(nocturia). Pada malam hari miksi harus mengejan. Terasa panas, nyeri atau
sekitar waktu miksi (disuria). Massa pada abdomen bagian bawah.
Hematuria. Urgency (dorongan yang mendesak dan mendadak untuk
mengeluarkan urin). Kesulitan mengawali dan mengakhiri miksik. Kolik
renall. Berat badan turunm. Anemia.Kadang-kadang tanpa sebab yang
diketahui, pasien sama sekali tidak dapat berkemih sehingga harus
dikeluarkan dengan kateter. Karena urin selalu terisi dalam kandung kemih,
maka mudah sekali terjadi cystitis dan selaputnya merusak ginjal.

F. KLASIFIKASI BPH

Benigne Prostat Hyperplasia terbagi dalam 4 derajat sesuai dengan


gangguan klinisnya :

1. Derajat satu, keluhan prostatisme ditemukan penonjolan prostat 1 – 2


cm, sisa urine kurang 50 cc, pancaran lemah, necturia, berat + 20 gram.

2. Derajat dua, keluhan miksi terasa panas, sakit, disuria, nucturia


bertambah berat, panas badan tinggi (menggigil), nyeri daerah pinggang,
prostat lebih menonjol, batas atas masih teraba, sisa urine 50 – 100 cc dan
beratnya + 20 – 40 gram.

3. Derajat tiga, gangguan lebih berat dari derajat dua, batas sudah tak
teraba, sisa urine lebih 100 cc, penonjolan prostat 3 – 4 cm, dan beratnya 40
gram.

4. Derajat empat, inkontinensia, prostat lebih menonjol dari 4 cm, ada


penyulit keginjal seperti gagal ginjal, hydroneprosis.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pada pasien Benigna Prostat Hipertropi umumnya dilakukan pemeriksaan:

1. Laboratorium Meliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas


dan biakan urin

2. RadiologisIntravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct


Scanning, cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogras
dilakukan apabila fungsi ginjal buruk, ultrasonografi dapat dilakukan secara
trans abdominal atau trans rectal (TRUS = Trans Rectal Ultra Sonografi),
selain untuk mengetahui pembesaran prostat ultra sonografi dapat pula
menentukan volume buli-buli, mengukut sisa urine dan keadaan patologi
lain seperti difertikel, tumor dan batu (Syamsuhidayat dan Wim De Jong,
1997).

3. Prostatektomi Retro PubisPembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi


kandung kemih tidak dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous prostat
diangkat melalui insisi pada anterior kapsula prostat.

4. Prostatektomi ParinealYaitu pembedahan dengan kelenjar prostat


dibuang melalui perineum.

H. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi pada hipertropi prostat adalaha. Retensi


kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis,
gagal ginjal.b. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada
waktu miksic. Hernia / hemoroidd. Karena selalu terdapat sisa urin
sehingga menyebabkan terbentuknya batu. Hematuria. Sistitis dan
Pielonefritis

I. FOKUS PENGKAJIAN

Dari data yang telah dikumpulkan pada pasien dengan BPH : Post
Prostatektomi dapat penulis kelompokkan menjadi:

a) Data subyektif :

 Pasien mengeluh sakit pada luka insisi.


 Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual.

 Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan

 Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa.


b) Data Obyektif:

 Terdapat luka insisi


 Takikardi

 Gelisah

 Tekanan darah meningkat

 Ekspresi wajah ketakutan

 Terpasang kateter

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan rasa nyamam: nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter

2. Perubahan pola eliminasi : retensi urin berhubungan dengan obstruksi


sekunder

3. Disfungsi seksual berhubungan dengan hilangnya fungsi tubuh

4. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan masuknya


mikroorganisme melalui kateterisasi

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang


penyakit dan perawatannya.
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. A
Umur : 62 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : islam
Pekerjaan : pensiunan
Status martial : Kawin
Diagnosa masuk : post operasi BPH
Tanggal pengkajian : 1 Maret 2011
Tanggal masuk ruangan : 1 Maret 2011
Penanggung jawab : ny. S
Hubungan dengan kllien : isteri
Alamat : Bekasi

II. RIWAYAT KESEHATAN

1. Keluhan Utama
Klien mengeluh nyeri luka operasi
2. Riwayat penyakit sekarang
tiga hari sebelumnya klien di operasi den mendapatkan perawatan di
ruang Intensife care unit (ICU), kemudian di pindahkan ke ruang perawatan
bedah (Mawar) dengan keluhan nyeri luka operasi, kesadaran
Composmentis disertai lemah pada bagian ekstermitas bawah,suhu 37,20c
terpasang kateter urine tanpa selang drain,terpasang infus RL/ 8 jam,
tekanan darah 130/80 mmhg, respirasi rate 22 kali/ menit, nadi 78 kali
/menit.
3. Riwayat penyakit dahulu
Kilen sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit yang sama.
4. Riwayat penyakit keluarga
Menurut pengakuan klien, klien merupakan pengkonsumsi kopi dan rokok,
tidak ada anggota keluarga yang memiliki penyakit yang sama.

III. PEMERIKSAAN FISIK

a. Pengkajian tanda – tanda vital dan kesadaran klien

b. data subjektif dan objektif


a) Data subyektif :

 Pasien mengeluh sakit pada luka insisi.

 Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual.

 Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan

 Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa.

b) Data Obyektif:

 Terdapat luka insisi


 Takikardi

 Gelisah

 Tekanan darah meningkat

 Ekspresi wajah ketakutan


 Terpasang kateter

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Rongten BNO
 Hasil Lab Tanggal : 1 MARET 2011

1. HB :15,3

2. LE :3.700

3. Hematokrit :46,9

4. Trombosit :110.000

5. Ureum :

6. Kreatinin :

V. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

1. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan spasme otot


spincter

Tujuan :

Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu


mempertahankan derajat kenyamanan secara adekuat.

Kriteria hasil:
a. Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang

b. Pasien dapat beristirahat dengan tenang.

Intervensi:

a. Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus
serta penghilang nyeri.

b. Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut,


peningkatan tekanan darah dan denyut nadi)

c. Beri kompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah

d. Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok,


abdomen tegang)

e. Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasif.


Lakukan perawatan aseptik terapeutikg. Laporkan pada dokter jika nyeri
meningkat

2. Perubahan pola eliminasi urine: retensi urin berhubungan dengan


obstruksi sekunder.

Tujuan :

Setelah dilakukan perawatan selama 5-7 hari pasien tidak mengalami


retensi urin

Kriteria :

Pasien dapat buang air kecil teratur bebas dari distensi kandung kemih.

Intervensi :
a. Lakukan irigasi kateter secara berkala atau terus- menerus dengan teknik
steril

b. Atur posisi selang kateter dan urin bag sesuai gravitasi dalam keadaan
tertutup

c. Observasi adanya tanda-tanda shock/hemoragi (hematuria, dingin, kulit


lembab, takikardi, dispnea)

d. Mempertahankan kesterilan sistem drainage cuci tangan sebelum dan


sesudah menggunakan alat dan observasi aliran urin serta adanya bekuan
darah atau jaringan

e. Monitor urine setiap jam (hari pertama operasi) dan setiap 2 jam (mulai
hari kedua post operasi)

f. Ukur intake output cairang. Beri tindakan asupan/pemasukan oral 2000-


3000 ml/hari, jika tidak ada kontra indikasi. Berikan latihan perineal (kegel
training) 15-20x/jam selama 2-3 minggu, anjurkan dan motivasi pasien
untuk melakukannya.

3. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan sumbatan


saluran ejakulasi, hilangnya fungsi tubuh

Tujuan :

Setelah dilakukan perawatn selama 1-3 hari pasien mampu


mempertahankan fungsi seksualnya

Kriteria hasil :

Pasien menyadari keadaannya dan akan mulai lagi intaraksi seksual dan
aktivitas secara optimal.
Intervensi :

a. Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya yang berhubungan


dengan perubahannya

b. Jawablah setiap pertanyaan pasien dengan tepat

c. Beri kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan perasaannya tentang


efek prostatektomi dalam fungsi seksual

d. Libatkan kelurga/istri dalam perawatan pemecahan masalah fungsi


seksual

e. Beri penjelasan penting tentang:

1. Adanya kemungkinan fungsi seksual kembali normal

2. Adanya kemunduran ejakulasif. Anjurkan pasien untuk menghindari


hubungan seksual selama 1 bulan (3-4 minggu) setelah operasi.

4. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan masuknya


Mikroorganisme melalui kateterisasi

Tujuan :

Setelah dilakukan perawatan selama 1-3 hari pasien terbebas dari infeksi

Kriteria hasil:

a. Tanda-tanda vital dalam batas normal

b. Tidak ada bengkak, aritema, nyeri

c. Luka insisi semakin sembuh dengan baik

Intervensi:
a. Lakukan irigasi kandung kemih dengan larutan steril.

b. Observasi insisi (adanya indurasi drainage dan kateter), (adanya


sumbatan, kebocoran)

c. Lakukan perawatan luka insisi secara aseptik, jaga kulit sekitar kateter
dan drainage

d. Monitor balutan luka, gunakan pengikat bentuk T perineal untuk


menjamin dressing

e. Monitor tanda-tanda sepsis (nadi lemah, hipotensi, nafas meningkat,


dingin)

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi


tentang penyakit, perawatannya

Tujuan :

Setelah dilakukan perawatan selama 1-2 hari

Kriteria :

Secara verbal pasien mengerti dan mampu mengungkapkan dan


mendemonstrasikan perawatan

Intervensi :

a. Motivasi pasien/ keluarga untuk mengungkapkan pernyataannya tentang


penyakit kepada perawat

b. Berikan pendidikan pada pasien/keluarga tentang:

 Perawatan luka, pemberian nutrisi, cairan irigasi, kateter


 Perawatan di rumah.
BAB III

IMPLEMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN

Hari ke 1 tanggal 1 Maret 2011

No dx Jam Implementasi Evaluasi

10.00 Pengkajian
1. Monitor dan catat adanya S:
1 10.30
rasa nyeri, lokasi, durasi dan
Klien mengeluh nyeri
faktor pencetus serta luka operasi
penghilang nyeri.
O:

2. Observasi tanda-tanda non Keadaan umum lemah,


kesadara CM, terpasang
verbal nyeri (gelisah, kening
kateter dg urine
mengkerut, peningkatan produktif, warna kuning
bening. Skala nyeri 7
tekanan darah dan denyut
dari 0-10
nadi)
Mengobservasi tanda-tanda
11.00 A:
vital
Masalah belum teratasi
3. Beri kompres hangat pada
P:
abdomen terutama perut
bagian bawah Lanjutkan interfensi no
1,2,3,5 dan 6
4. Anjurkan pasien untuk
menghindari stimulan (kopi,
teh, merokok, abdomen
tegang)
5. Atur posisi pasien
12.00
senyaman mungkin, ajarkan
teknik relaksasi. Lakukan
perawatan aseptik terapeutik.

6. Memberikan Diit siang dan


Therapi sesuai program

Cefotaxime 2x1g

Ranitidine 2x1amp
1. Melakukan irigasi kateter S:
2 13.00
secara berkala dengan teknik
Klien mengeluh ngilu
steril dengan NaCl 0,9 100ml. jika BAK

O:
2. Atur posisi selang kateter
dan urin bag sesuai gravitasi Setelah di spooling
masih terdapat
dalam keadaan tertutup
gumpalan darah sisa
operasi.
3. Observasi adanya tanda-
tanda shock/hemoragi
(hematuria, dingin, kulit A:
lembab, takikardi, dispnea)
Masalah belum teratasi
4. Mempertahankan kesterilan P:
sistem drainage cuci tangan
Lanjutkan interfensi no
sebelum dan sesudah 1,2,3,4 dan 5
menggunakan alat dan
observasi aliran urin serta
adanya bekuan darah atau
jaringan.

5.Ukur dan catatintake output


cairan
a. Mengevaluasi keadaan
14.00 Keadaan umum lemah,
umum klien
kesadara CM, terpasang
kateter dg urine
b. Operan dinas dengan sift produktif, warna kuning
bening. Skala nyeri 6
sore
dari 0-10. Tanda-tanda
vital: Nadi: 78x/ menit;
suhu: 360c respirasi
rate : 20x/ menit,
tekanan darah: 140/90
mmhg

Hari ke 2 tanggal 2 Maret 2011

No dx Jam Implementasi Evaluasi


Keadaan umum lemah,
07.00 Operan dinas dengan sift kesadara CM,
malam terpasang kateter dg
urine produktif, warna
kuning bening. Skala
nyeri 6 dari 0-10.
Tanda-tanda vital:
Nadi: 78x/ menit;
suhu: 36,20c respirasi
rate : 20x/ menit,
tekanan darah: 140/80
mmhg

Memonitor tetesan infus;


07.30
Tetesan lancar, tidak terjadi
flebitis
Kolaborasi dengan dr.Hidayat
08.00
-therapy lanjut

-bantu klien mobilisasi duduk

-jika urine masih ada bercak


darah spooling 2x sehari
Masalah penyakitnya S:
3 08.35
a. Motivasi pasien/ keluarga Klien mengatakan
sudah faham dan akan
untuk mengungkapkan
bertanya pada perawat
pernyataannya tentang jika ada sesuatu yang
tidak di mengerti.
penyakit kepada perawat.
O:
b. Berikan pendidikan pada
Klien terlihat senang
pasien/keluarga tentang:
di berikan penjelasan ,
tidak terlihat cemas.
 Perawatan luka,
A:
pemberian nutrisi, cairan
irigasi, kateter Masalah teratasi
 Perawatan di rumah.
P:

Intervensi selesai
1. Memonitor dan catat S:
1 09.00
adanya rasa nyeri, lokasi,
Klien mengeluh nyeri
durasi dan faktor pencetus luka operasi
berkurang, skala 5-6
serta penghilang nyeri.
dari 0-10

2. mengobservasi tanda-tanda O:
non verbal nyeri (gelisah,
Keadaan umum lemah,
kening mengkerut, kesadara CM,
terpasang kateter dg
peningkatan tekanan darah
urine produktif, warna
dan denyut nadi) kuning bening. Skala
nyeri 5-6 dari 0-10

10.00 Berkolaborasi dengan bagian A:


gizi pemberian snack pagi
Mengobservasi tanda-tanda Masalah teratasi
11.00 sebagian
vital
P:
3. Memberi kompres hangat
Lanjutkan interfensi
pada abdomen terutama perut no 1,2,5 dan 6
bagian bawah
5. Mengatur posisi pasien Lakukan kompres
12.00 hangat pada abdomen
senyaman mungkin, ajarkan bagian bawah jika
teknik relaksasi. Lakukan terasa sakit.
perawatan aseptik terapeutik.

6. Memberikan Diit siang dan


Therapi sesuai program

Cefotaxime 2x1g

Ranitidine 2x1amp
1. Melakukan irigasi kateter S:
2 13.00
secara berkala dengan teknik
steril dengan NaCl 0,9 100ml.
Klien mengeluh ngilu
jika BAK
2. Atur posisi selang kateter
dan urin bag sesuai gravitasi O:
dalam keadaan tertutup
Setelah di spooling
masih terdapat
3. Observasi adanya tanda- gumpalan darah sisa
operasi dengan masa
tanda shock/hemoragi
yang sedikit.
(hematuria, dingin, kulit
lembab, takikardi, dispnea)
A:
4. Mempertahankan kesterilan
Masalah teratasi
sistem drainage cuci tangan
sebagian.
sebelum dan sesudah
P:
menggunakan alat dan
observasi aliran urin serta Lanjutkan interfensi
adanya bekuan darah atau no 1,2,3,4 dan 5
jaringan.

5.Ukur dan catat intake output


cairan
a. Mengevaluasi keadaan
14.00 Keadaan umum
umum klien
sedang, kesadara CM,
terpasang kateter dg
b. Operan dinas dengan sift urine produktif, warna
kuning bening. Skala
sore
nyeri 6 dari 0-10.
Tanda-tanda vital:
Nadi: 78x/ menit;
suhu: 36,50c respirasi
rate : 20x/ menit,
tekanan darah: 140/80
mmhg

Hari ke 4 tanggal 4 Maret 2011


No dx Jam Implementasi Evaluasi

07.00 Operan dinas dengan


sift Keadaan umum
malam sedang. kesadara
CM, terpasang
kateter dg urine
produktif,sedang
berjalan blader
training. warna
kuning bening. Skala
nyeri post operasi
berkurang skala 4
dari 0-10. Tanda-
tanda vital: Nadi:
78x/ menit; suhu:
360c respirasi rate :
22x/ menit, tekanan
darah: 140/80 mmhg
Kolaborasi dengan dr.Hidayat
08.15 Sp.B.

-Klien Boleh Pulang

-therapi oral

09.00 Memberikan snack pagi


1. Monitor dan catat adanya S:
1 10.00
rasa nyeri, lokasi, durasi dan
Klien mengeluh
faktor pencetus serta nyeri luka operasi
penghilang nyeri.
O:

2. Observasi tanda-tanda non Keadaan umum


sedang, kesadara
verbal nyeri (gelisah, kening
CM, terpasang
mengkerut, peningkatan kateter dg urine
produktif, warna
tekanan darah dan denyut
nadi)
Mengobservasi tanda-tanda
11.00 kuning bening. Skala
vital
nyeri 4 dari 0-10

3. Memberi kompres hangat A:


pada abdomen terutama perut
Masalah teratasi
bagian bawah
5. Mengatur posisi pasien P:
12.00
senyaman mungkin, ajarkan
Intervensi selesai
teknik relaksasi. Lakukan
perawatan aseptik terapeutik.

6. Memberikan Diit siang dan


Therapi sesuai program

13.00 Memberikan pendidikan Klien pulang dengan


perbaikan di alihkan
perawatan luka di rumah
menjadi rawat jalan,
kondisi umum
sedang, tekanan
darah 130/80 mmhg,
nadi 82x/menit, suhu
36,60c, respirasi rate
20x/ menit

DAFTAR PUSTAKA
Arief, Mansjoer et all. (2006) Kapita Selekta Kedokteran. Media
Aeusculapius. Jakarta

Carpenito, Linda Jual. (2003). Rencana Asuhan & Dokumentasi


Keperawatan (terjemahan). PT EGC. Jakarta.

Doenges, et all. (2006). Rencana Asuhan Keperawatan (terjemahan). PT


EGC. Jakarta.

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal


Bedah. Volume I (terjemahan). PT EGC. Jakarta.

Hardjowidjoto S. (1999).Benigna Prostat Hiperplasia. Airlangga


University Press. Surabaya

Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I.


(terjemahan).Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran.
Bandung.

Smeltzer, Suzan,et all. (2000) Keperawatan Medikal Bedah. Volume II


(terjemahan).EGC. Jakarta.

You might also like