Professional Documents
Culture Documents
Penguji:
dr. I Made Mardika, Sp.PD, MARS, FINASIM
Disusun oleh:
G. Ayu Amelinda Hanjani (1102009119)
Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi
1
Pada laporan kasus ini, penulis akan menjabarkan suatu kasus
mengenai diabetes mellitus dengan komplikasi ulkus diabetikum pada pasien
geriatrik yang merupakan satu dari berbagai komplikasi kronik disebabkan
oleh diabetes mellitus. Penulis berharap telah menjabarkan kasus ini dengan
baik, meskipun penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari
sempurna.
2
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1
3
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
B. ANAMNESIS
4
ke klinik dokter jaga didekat rumah pasien untuk dilakukan tindakan lebih
lanjut. Dokter jaga membersihkan luka dan membalutnya dengan obat merah
serta memberikan obat minum untuk penghilang rasa sakit dan antibiotik
selama 3 hari. Namun luka tersebut tidak kunjung kering dan mulai bernanah
dalam jumlah yang cukup banyak disertai darah dan luka berbau busuk juga
bertambah lebar. Pasien terus menggunakan Rivanol dengan harapan dapat
mempercepat proses penutupan luka pada kakinya.
Selama 2 minggu berlangsung pasien terus mengganti balutan luka dan
tidak melanjutkan mengkonsumsi antibiotik dikarenakan antibiotik yang
diberikan oleh dokter jaga telah habis. Hingga pada tanggal 15 Januari 2014
pasien merasa pusing dan lemas lalu dibawa ke IGD untuk dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut. Buang air besar diakui pasien tidak mengalami
masalah hanya saja pasien merasa lebih sering buang air kecil pada malam
hari dengan intensitas yang lebih sering yaitu 5 kali bahkan lebih dan
jumlahnya banyak. Pasien juga mengkonsumsi obat rutin yaitu Ferbetes 3 kali
sehari dan Glukopac 2 kali sehari namun pasien mengaku tidak rutin
meminumnya setiap hari.
Habitus :
Pasien tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol.
5
Riwayat aspek-aspek geriatri
• Dementia : Tidak ada, pasien masih mampu mengingat kronologis
penyakit yang dideritanya juga dapat menceritakan penyakit dan
lingkungan sosial keluarganya.
• Depression : Tidak ada. Pasien masih melakukan aktivitas seperti biasa
dirumah, komunikasi dan hubungan sosial pasin baik, pasien juga tinggal
bersama orangtua dan anaknya.
• Immobility : Ya. 2 minggu sejak pasien mengalami luka pada kaki kiri
yang sepat membengkak dan diakui pasien jika berjalan menjadi tidak
nyaman namun luka tidak nyeri.
• Falls & gait disorders : Tidak ada.
• Urinary incontinence : Tidak ada. Pasien mengakui BAK dalam jumah
yang banyak dan intensitasnya sering pada malam hari.
• Weight loss & malnutrition : Tidak ada. Berat badan pasien ideal dan gizi
cukup.
• Pressure ulcers : Riwayat mual dan muntah 1 hari sebelum masuk rumah
sakit.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Autoanamnesis dilakukan pada hari Senin, 20 Januari 2014, pukul 10.00 WIB
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan gizi : Baik
Tinggi badan 162 cm, berat badan 60 kg,
IMT = 22.9 kg/m2 (Normoweight)
Tanda vital : Tekanan darah = 100/80 mmHg
Nadi = 80 x/menit, equal, isi cukup, reguler
Suhu = 36.5 0C
Laju Pernafasan (RR) = 20 x/menit, tipe normal, jenis
thorakoabdominal
Kulit : Sawo matang, ikterik (-), lembab
Kepala : Normocephal, rambut hitam dan sedikit rambut putih,
distribusi merata, tidak mudah dicabut.
6
Wajah : Simetris, ekspresi baik.
Mata : Pupil bulat isokor +/+, edema palpebra -/-, conjungtiva
pucat -/-, sklera ikterik -/-, gerakan bola mata kesegala
arah.
Telinga : Normotia, normosepta, gangguan pendengaran (-/-)
bentuk telinga normal simetris kanan dan kiri, lubang
lapang, serumen +/+
Hidung : Bentuk normal, tidak ada septum deviasi, sekret -/-
purulen -/-
Mulut : Bibir lembab, faring tidak hiperemis, tonsil tidak
membesar (T1/T1).
Leher : Simetris, tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid, tidak
ada deviasi trakea, tidak teraba pembesaran KGB.
Thoraks : Paru : I = Normochest, retraksi -/-, sela iga tidak
melebar
P = Fremitus taktil dan fremitus vokal sama
kanan dan kiri
P = Sonor pada kedua lapangan paru. Batas paru
hati pada linea midclvavicula dextra ICS VI
A = Suara nafas utama vesikuler, Ronkhi -/-
Whezzing -/-
7
A = Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, edema tungkai tidak ada, terdapat
ulkus pada kaki kiri sampai ke punggung kaki
serta melingkari pergelangan kaki, nyeri tidak ada.
Refleks fisiologi normal, refleks patologis tidak
ada.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM DARAH
Jenis Pemeriksaan 15/01/2014 20/01/2014 Nilai Rujukan
Hematologi
Hemoglobin 11.4 * 12.3 12 – 16g/dL
Hematokrit 34 * 32 * 37 – 47%
Eritrosit 4.4 4.1 * 4.3 – 6.0juta/uL
Leukosit 21100 * 11200* 4.800 – 10.800/uL
Trombosit 493000 * 586000 * 150.000 – 400.000/uL
MCV 79 * 80 * 80 – 96 fL
MCH 26 * 27 * 27 – 32 pg
MCHC 33 33 32 – 36 g/dL
Kimia Klinik
Ureum 29 20 – 50 mg/dL
Kreatinin 0.8 0.5 – 1.5 mg/dL
Glukosa Darah 315 * 127 < 140 mg/dL
Sewaktu (GDS)
Natrium (Na) 134 * 143 135 – 147 mmol/L
Kalium (K) 5.0 4.4 3.5 – 5.0 mmol/L
Klorida (Cl) 94 * 106 * 95 – 105 mmol/L
Analisis Gas Darah
pH 7.34 7,37-7,45
pCO2 35 33-44 mmHg
pO2 80 71 – 104 mmHg
Bikarbonat (HCO3-) 22 22-29 mmol/L
8
PEMERIKSAAN KULTUR
9
RADIOGRAFI THORAX ANTERO-POSTERIOR
10
RADIOGRAFI PEDIS SINISTRA ANTERO-POSTERIOR OBLIK
11
Gambar 1. Luka pada telapak kaki
12
E. RINGKASAN MASALAH
Pasien datang ke IGD RSPAD Gatot Soebroto pada hari Rabu, 15 Januari
2014 dengan keluhan lemas sejak 1 hari sebelm masuk rumah sakit yang dirasakan
memberat. Pasien juga mengeluh pusing, mual dan muntah berisi makanan sebanyak
3 kali serta nyeri epigastrium. Pasien merasa seluruh tubuhnya lemas dan tidak kuat
berjalan. Nafsu makan pasien baik, BAB normal, BAK normal dengan intensitas
sering dan jumlah yang banyak. Demam tidak ada.
Pasien memiliki riwayat Diabetes Melitus tipe II sejak tahun 2000 tidak rutin
minum obat dan tidak sering kontrol gula darah. 6 tahun terakhir pasien mulai
mengkonsumsi obat gula darah yaitu Forbetes dan Glukopac.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, keadaan umum
sakit sedang, Tekanan darah 100/70 mmHg, Nadi 80x/menit, Laju pernafasan
20x/menit, Suhu 36.5 derajat Celcius, Paru dan Jantung dalam batas normal, terdapat
luka berbau busuk dengan nanah dan darah pada telapak kaki kiri yang melebar
kepunggung kaki serta melingkar ke pergelangan kaki kiri sejak 2 minggu yang lalu,
luka dibalut Rivanol dan Betadine serta pasien mengkonsumsi obat penghilang nyeri
dan antibiotik.
Dilakukan pemeriksaan penunjang berupa radiografi thorak dengan hasil
gambaran paru dan jantung yang normal serta radiografi pedis kiri dengan hasil tidak
ditemukan adanya tanda-tanda osteomielitis dan terdapat penurunan densitas tulang.
F. DAFTAR MASALAH
1. Sindrom Dyspepsia
2. Diabetes Melitus Tipe II uncontrolled normoweight dengan Ulkus pedis sinistra
G. PENGKAJIAN
1. Sindrom Dyspepsia
Anamnesis
Mual, muntah berisi makanan sebanyak 3x dan nyeri pada perut serta lidah
terasa pahit
Pemeriksaan Fisik
Nyeri pada epigastrium,
13
Pemeriksaan penunjang
-
Maka dipikirkan Sindrom Dyspepsia
Rencana Diagnosis
USG abdomen
Rencara Terapi
Ondansentron 3 x 4 mg (iv)
Rantin 2 x 1 g (iv)
14
Rencana Terapi
Diet 2100 kkal
IVFD NaCl 0.9% per 24 jam; 20 tpm
Novorapid 3 x 17 unit (17-17-17)
Sliding scale
Cefoperazone 2 x 1 gr (iv)
Metronidazol 3 x 500 mg (p.o)
Ondansentron 3 x 4 gr (iv)
Rantin 2 x 1 amp (iv)
Aptor 1 x 100 mg (p.o)
H. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad sanastionam : Dubia
Quo ad functionam : Dubia ad malam
15
I. FOLLOW UP
16
TINJAUAN PUSTAKA
17
Gambar 1. Algoritma diagnosis Diabetes Mellitus.
18
Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum
pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.
Diperiksa kadar glukosa darah puasa.
Diberikan glukosa 75 gr (orang dewasa), atau 1,75 gr/kgBB (anak-
anak), dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit.
Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk
pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai.
Selama proses pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat dan
tidak merokok.
3) Penghambat glukoneogenesis.
b. Insulin
3) Ketoasidosis diabetik.
c. Terapi Kombinasi
glukosa darah.
19
E. Ulkus Diabetikum
Ulkus diabetikum merupakan salah satu komplikasi diabetes mellitus yang
berupa kematian jaringan akibat kekurangan aliran darah, biasanya terjadi
dibagian ujung kaki atau tempat tumpuan tubuh. Gambaran luka berupa adanya
ulkus diabetik pada telapak kaki kanan belum mencapai tendon atau tulang
sehingga kaki diabetik pada penderita ini mungkin dapat dimasukkan pada derajat
II klasifikasi kaki diabetik menurut Wagner. Namun untuk menegakkan derajat
kaki diabetik pada pasien ini diperlukan rontgen pada kaki pasien yang mengalami
ulkus untuk melihat kedalaman dan mengklasifikasikan derajat ulkus.
20
2. Patogenesis
a. Sistem Saraf
Neuropati diabetikum melibatkan baik saraf perifer maupun sistem saraf
pusat. Neuropati perifer pada pasien DM disebabkan karena abnormalitas
metabolisme intrinsik sel Schwan yang melibatkan lebih dari satu enzim.
Nilai ambang proteksi kaki ditentukan oleh normal tidaknya fungsi saraf
sensoris kaki. Pada keadaan normal, rangsang nyeri yang diterima kaki
cepat mendapat respon dengan cara merubah posisi kaki untuk mencegah
terjadinya kerusakan yang lebih besar.
Pada penderita DM, adanya neuropati diabetikum akan menyebabkan
seorang penderita DM kurang atau tidak merasakan adanya trauma, baik
mekanik, kemis, maupun termis, keadaan ini memudahkan terjadinya lesi
atau ulserasi yang kemudian masuknya mikroorganisme menyebabkan
infeksi terjadilah selulitis atau gangren. Perubahan yang terjadi yang mudah
ditunjukkan pada pemeriksaan rutin adalah penurunan sensasi (rasa raba,
panas, dingin, nyeri), nyeri radikuler, hilangnya refleks tendon, hilangnya
rasa vibrasi dan posisi, anhidrosis, pembentukan kalus pada daerah tekanan,
perubahan bentuk kaki karena atrofi otot, perubahan tulang dan sendi.
b. Sistem Vaskuler
Iskemia merupakan penyebab berkembangnya gangren pada pasien DM.
Dua kategori kelainan vaskuler,
1) Makroangiopati
Makroangiopati yang berupa oklusi pembuluh darah ukuran sedang
maupun besar menyebabkan iskemia dan gangren. Dengan adanya DM,
proses aterosklerosis berlangsung cepat dan lebih berat dengan
keterlibatan pembuluh darah multiple. Sembilan puluh persen pasien
mengalami tiga atau lebih oklusi pembuluh darah dengan oklusi yang
segmental serta lebih panjang dibanding non DM. Aterosklerosis
biasanya proksimal namun sering berhubungan dengan oklusi arteri distal
bawah lutut, terutama arteri tibialis anterior dan posterior, peronealis,
metatarsalis, serta arteri digitalis.
Faktor yang menerangkan terjadinya akselerasi aterogenesis meliputi
kelainan metabolisme lipoprotein, hipertensi, merokok, faktor genetik
dan ras, serta meningkatnya trombosit.
21
2) Mikroangiopati
Mikroangiopati berupa penebalan membrana basalis arteri kecil,
arteriola, kapiler dan venula. Kondisi ini merupakan akibat hiperglikemia
menyebabkan reaksi enzimatik dan nonenzimatik glukosa kedalam
membrana basalis. Penebalan membrana basalis menyebabkan
penyempitan lumen pembuluh darah.
c. Sistem Imun
Status hiperglikemi dapat mengganggu berbagai fungsi netrofil dan
monosit (makrofag) meliputi proses kemotaksis, perlekatan (adherence),
fagositosis dan proses-bunuh mikroorganisme intraseluler (intracelluler
killing). Semua proses ini terutama penting untuk membatasi invasi bakteri
piogenik dan bakteri lainnya. Empat tahapan tersebut diawali dengan
kemotaksis,kemudian fagositosis, dan mulailah proses intra seluler untuk
membunuh kuman tersebut oleh radikal bebas oksigen (RBO=O2) dan
hidrogen peroksida. Dalam keadaan normal kedua bahan dihasilkan dari
glukosa melalui proses hexose monophosphate shunt yang memerlukan
NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide phosphate). Pada keadaan
hiperglikemia, glukosa tersebut oleh aldose reduktase (AR) diubah menjadi
sorbitol, dan proses ini membutuhkan NADPH. Akibat dari proses ini sel
akan kekurangan NADPH untuk membentuk O2 dan H2O2 karena NADPH
digunakan dalam reaksi. Gangguan ini akan lebih parah apabila regulasi
DM memburuk.
d. Proses Pembentukan Ulkus
Ulkus diabetikum merupakan suatu kaskade yang dicetuskan oleh
adanya hiperglikemi. Tak satupun faktor yang bisa berdiri sendiri
menyebabkan terjadinya ulkus. Kondisi ini merupakan akumulasi efek
hiperglikemia dengan akibatnya terhadap saraf, vaskuler,
imunologis, protein jaringan, trauma serta mikroorganisma saling
berinteraksi menimbulkan ulserasi dan infeksi kaki.
Ulkus diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar
dibanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya
proses pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang
berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan
adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang
22
mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan
terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan
dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan
akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya
iskemia dan penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi.
Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase
yang inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai
konsekuensi sistem imun yang abnormal , bakteria sulit dibersihkan dan
infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya.8
3. Pengelolaan
Berdasarkan patogenesisnya, maka langkah pertama yang harus dilakukan
pada pasien diabetes mellitus adalah pengendalian glukosa darah. Tiga studi
epidemiologi besar, Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) dan
United Kingdom Prospective Study (UKPDS) membuktikan bahwa dengan
mengendalikan glukosa darah, komplikasi kronik diabetes dapat dikurangi6.
Pengendalian kadar glukosa darah dapat dilakukan antara lain dengan cara
mengatur pola makan, latihan fisik teratur, serat dengan obat-obatan
antihiperglikemi. Salah satu obat antihiperglikemi yang diberikan pada pasien
ini adalah insulin. Pemberian secara regular insulin yaitu actrapid pada pasien
ini dikarenakan pasien ini menderita DM yang disertai infeksi pada kaki
kanannya.
Menurut Tjokroprawiro (1992), indikasi penggunaan insulin antara lain : 9
1. DM tipe I
2. DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
3. DM dengan kehamilan
4. Nefropati diabetic tipe B3(stadium III) dan Bc (stadium IV)
5. DM dengan gangguan faal hati yang berat
6. DM dan TB paru yang berat
7. DM dengan infeksi akut (sellulitis, gangren)
8. Ketoasidosis diabetik dan koma lain pada DM
9. DM dan operasi
10. DM dengan patah tulang
11. DM dengan underweight
12. DM dan penyakit gravid
23
Perawatan luka infeksi dilakukan dengan dressing menggunakan NaCl
untuk membersihkan dan membilas lalu menggunakan semprotan
gentamycine atau metronidazole sebagai antibiotika topikal. Penanganan
infeksi secara sistemik diberikan antibiotika broad spectrum dan narrow
spectrum yang diberi secara kombinasi antara oral maupun secara injeksi
seperti ceftriaxone, dan clindamycin. Menurut adam (1998) pada keadaan
infeksi berat, penggunaan antibiotika harus dilakukan semaksimal mungkin,
dengan pemikiran bahwa infeksi berat umumnya disebabkan oleh lebih dari
satu jenis kuman, disamping itu juga sering disertai kuman anaerob 6
Selain pemberian antibiotika , dapat juga diberikan aspilet dan interhistin.
Aspilet yang diberikan bertujuan untuk memperbaiki sirkulasi perifer, oleh
karena pada penderita kaki diabetes sering disertai dengan penyakit pembuluh
darah perifer yang akan memperburuk iskemik kaki 6. Sedangkan interhistin
bertujuan sebagai antihistamin untuk mengurangi reaksi alergi. Terapi
simptomatik pada pasien dengan ulkus pedis diabetik meliputi semua tindakan
medis yang bertujuan menghilangkan atau mengurangi gejala sekunder akibat
peningkatan glukosa darah.Pada pasien diabetes melitus dengan ulkus pedis,
seringkali ditemukan penyebaran infeksi melalui ulkus, demam, nyeri dan
gangguan pencernaan.6
Eradikasi total diabetik foot jarang terjadi. Meskipun dapat mengering,
resiko timbulnya ulkus berulang tetap tinggi jika glukosa darah tidak
terkendali. Oleh karena itu, edukasi pasien untuk beradaptasi dengan situasi
tersebut menjadi sangat penting dalam pengelolaan diabetes mellitus dengan
ulkus. Ward et al meneliti bahwa kepuasan pasien paska perawatan ulkus
pedis diabetikum lebih tinggi pada mereka yang sebelumnya diberikan edukasi
dan psikoterapi. Perlu penjelasan terhadap pasien tentang bahaya kurang atau
hilangnya sensasi rasa di kaki, perlunya pemeriksaan kaki pada setiap
pertemuan dengan dokter, dan perlunya evakuasi secara teratur terhadap
kemungkinan timbulnya kembali ulkus pedis paska perawatan sebelumnya.
24
4. Tindakan Bedah
Berdasarkan klasifikasi Wagner, dapat ditentukan tindakan yang tepat
sesuai dengan derajat ulkus yang ada. Tindakan tersebut yaitu 7
- Derajat 0 : tidak ada perawatan lokal secara khusus
- Derajat I-IV : pengelolaan medik dan tindakan bedah minor
- Derajat V : tindakan bedah minor, bila gagal dilanjutkan dengan bedah
mayor misalnya amputasi
Debridemen yang adekuat merupakan langkah awal tindakan bedah.
Debridemen harus meliputi seluruh jaringan nekrotik dan kalus yang
mengelilinginya sampai tampak tepi luka yang sehat dengan ditandai adanya
perdarahan. Pasien bahkan dokter kadang ragu terhadap tindakan ini, namun
akan terkejut saat melihat munculnya jaringan baru yang tumbuh.
Secara teknis amputasi kaki atau mutilasi jari dapat dilakukan menurut
tingkatan sebagai berikut:
jari nekrotik: disartikulasi (tanpa pembiusan)
mutilasi jari terbuka (pembiusan setempat)
osteomioplasti: memotong bagian tulang diluar sendi
amputasi miodesis (dengan otot jari/kaki)
amputasi transmetatarsal
amputasi syme
Bila daerah gangren menyebar lebih kranial, maka dilakukan amputasi
bawah lutut atau bahkan amputasi atas lutut. Tujuan amputasi atau mutilasi
adalah :
membuang jaringan nekrotik
menghilangkan nyeri
drainase nanah dan penyembuhan luka sekunder
merangsang vaskularisasi baru.
rehabilitasi yang terbaik 8
5. Pencegahan
Pemakaian sepatu harus pas dengan lebar serta kedalaman yang cukup
untuk jari-jari. Sepatu kulit lebih dianjurkan karena mudah beradaptasi
dengan bentuk kaki serta sirkulasi udara yang didapatkan lebih baik. Kaos
25
kaki juga harus pas, tidak boleh melipat. Hindari pemakaian sandal atau alas
kaki dengan jari terbuka. Jangan sekali kali berjalan tanpa alas kaki.
Trauma minor dan infeksi kaki seperti terpotong, lecet-lecet, lepuh,
dan tinea pedis bila diobati sendiri oleh pasien dengan obat bebas dapat
menghambat penyembuhan luka. Membersihkan dengan hati-hati trauma
minor serta aplikasi antibiotika topikal bisa mencegah infeksi lebih lanjut
serta memelihara kelembaban kulit untuk mencegah pembentukan ulkus.
Perawatan kaki yang dianjurkan antara lain:
Inspeksi kaki tiap hari terhadap adanya lesi, perdarahan diantara jari-
jari. Gunakan cermin untuk melihat telapak kaki dan tumit.
Cuci kaki tiap hari dengan air sabun dan keringkan, terutama diantara jari.
Gunakan cream atau lotion pelembab
Jangan gunakan larutan kimia/asam untuk membuang kalus.
Potong kuku dengan hati-hati, jangan memotong melengkung jauh ke
proksimal.
Jangan merokok
Hindari suhu ekstrem 8
26
DAFTAR PUSTAKA
27