Professional Documents
Culture Documents
i
KATA PENGANTAR
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
dada per menit, dengan kedalaman kompresi sekitar 5-5,5 cm. Dan, sangat
penting untuk tidak bersandar pada dada ketika melakukan kompresi dada pada
korban. Penolong tidak perlu takut dan ragu untuk melakukan kompresi dada yang
dalam karena risiko ketidakberhasilan justru terjadi ketika kompresi dada yang
dilakukan kurang dalam.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Mati Klinis
Tidak ditemukan adanya pernapasan dan denyut nadi, bersifat reversibel,
penderita punya kesempatan waktu 4-6 menit untuk dilakukan resusitasi tanpa
kerusakan otak.
2. Mati Biologis
Biasanya terjadi dalam waktu 8-10 menit dari henti jantung, dimulai dengan
kematian sel otak, bersifat irreversibel. (kecuali berada di suhu yang ekstrim
dingin, pernah dilaporkan melakukan resusitasi selama 1 jam/ lebih dan berhasil).
Catatan:
3
Pada korban yang sudah tidak ada refleks mata dan terjadi kerusakan batang otak
tidak perlu dilakukan RJP.
4
Korban harus dalam keadaan terlentang pada dasar yang keras (lantai, long
board). Bila dalam keadaan telungkup, korban dibalikkan. Bila dalam keadaan
trauma, pembalikan dilakukan dengan ”Log Roll”
4. Posisi Penolong
Korban di lantai, penolong berlutut di sisi kanan korban .
5. Pemeriksaan Pernafasan
Yang pertama harus selalu dipastikan adalah airway dalam keadaan baik.
1. Tidak terlihat gerakan otot napas
Dapat dilakukan dengan menggunakan teknik lihat, dengan dan rasa, bila korban
bernapas, korban tidak memerlukan RJP.
6. Pemeriksaan Sirkulasi
1. Pada orang dewasa tidak ada denyut nadi carotis
2. Pada bayi dan anak kecil tidak ada denyut nadi brachialis
3. Tidak ada tanda-tanda sirkulasi
4. Bila ada pulsasi dan korban pernapas, napas buatan dapat dihentikan. Tetapi bila
ada pulsasi dan korban tidak bernapas, napas buatan diteruskan. Dan bila tidak
ada pulsasi, dilakukan RJP.
D. Henti Napas
Pernapasan buatan diberikan dengan cara :
1. Mouth to Mouth Ventilation
Cara langsung sudah tidak dianjurkan karena bahaya infeksi (terutama hepatitis,
HIV) karena itu harus memakai ”barrier device” (alat perantara). Dengan cara ini
akan dicapai konsentrasi oksigen hanya 18 %.
1. Tangan kiri penolong menutup hidung korban dengan cara memijitnya dengan jari
telunjuk dan ibu jari, tangan kanan penolong menarik dagu korban ke atas.
2. Penolong menarik napas dalam-dalam, kemudian letakkan mulut penolong ke atas
mulut korban sampai menutupi seluruh mulut korban secara pelan-pelan sambil
memperhatikan adanya gerakan dada korban sebagai akibat dari tiupan napas
5
penolong. Gerakan ini menunjukkan bahwa udara yang ditiupkan oleh penolong
itu masuk ke dalam paru-paru korban.
3. Setelah itu angkat mulut penolong dan lepaskan jari penolong dari hidung korban.
Hal ini memberikan kesempatan pada dada korban kembali ke posisi semula.
2. Mouth to Stoma
Dapat dilakukan dengan membuat Krikotiroidektomi yang kemudian
dihembuskan udara melalui jalan yang telah dibuat melalui prosedur
Krikotiroidektomi tadi.
3. Mouth to Mask ventilation
Pada cara ini, udara ditiupkan ke dalam mulut penderita dengan bantuan face
mask.
4. Bag Valve Mask Ventilation ( Ambu Bag)
Dipakai alat yang ada bag dan mask dengan di antaranya ada katup. Untuk
mendapatkan penutupan masker yang baik, maka sebaiknya masker dipegang satu
petugas sedangkan petugas yang lain memompa.
5. Flow restricted Oxygen Powered Ventilation (FROP)
Pada ambulans dikenal sebagai “ OXY – Viva “. Alat ini secara otomatis akan
memberikan oksigen sesuai ukuran aliran (flow) yang diinginkan.
Bantuan jalan napas dilakukan dengan sebelumnya mengevaluasi jalan napas
korban apakah terdapat sumbatan atau tidak. Jika terdapat sumbatan maka
hendaknya dibebaskan terlebih dahulu.
E. Henti Jantung
RJP dapat dilakukan oleh satu orang penolong atau dua orang penolong.
Lokasi titik tumpu kompresi.
1. 1/3 distal sternum atau 2 jari proksimal Proc. Xiphoideus
2. Jari tengah tangan kanan diletakkan di Proc. Xiphoideus, sedangkan jari telunjuk
mengikuti
3. Tempatkan tumit tangan di atas jari telunjuk tersebut
4. Tumit tangan satunya diletakkan di atas tangan yang sudah berada tepat di titik
pijat jantung
6
5. Jari-jari tangan dapat dirangkum, namun tidak boleh menyinggung dada korban
b. Tidak menyentak
1.H e n t i n a p a s .
2.H e n t i j a n t u n g , ya n g d a p a t t e r j a d i k a r e n a :
7
a.K o l a p s k a r d i o v a s k u l a r
Hal yang harus diperhatikan jika RJP pada bayi dan anak:
2. Pernapasan (Breathing = B)
Pada bayi yang tidak bernapas, jangan meneoba menjepit hidungnya. Tutupi
mulut dan hidungnya dengan mulut Anda lalu hembuskan dengan perlahan (1
hingga 1,5 detik/napas) dengan menggunakan volume yang eukup untuk membuat
dadanya mengembang. Pada anak kecil, jepit hidungnya, tutupi mulutnya, dan
berikan hembusan seperti pada bayi.
Pemeriksaan Denyut:
Pada bayi, untuk menentukan ada atau tidaknya denyut nadi adalah dengan
meraba bagian dalam dari lengan atas pad a bagian tengah antara siku dan bahu.
Pemeriksaan denyut pada anak keeiL sarna dengan orang dewasa.
8
c. Kompresi ritmik 5 pijatan / 3 detik atau kurang lebih 100 kali per menit
d. Rasio pijat : napas 15 : 2
e. Setelah tiga siklus pijat napas, evaluasi sirkulasi
2. Resusitasi Jantung paru pada anak-anak ( 1-8 tahun)
Bila tindakan ini tidak menolong, maka rahang bawah ditarik ke depan.
Caranya ialah,
Breathing (Pernafasan)
9
Dalam melakukan pernafasa mulut ke mulut penolong menggunakan satu tangan
di belakang leher korban sebagai ganjalan agar kepala tetap tertarik ke belakang,
tangan yang lain menutup hidung korban (dengan ibu jari dan telunjuk) sambil
turut menekan dahi korban ke belakang. Penolong menghirup nafas dalam
kemudian meniupkan udara ke dalam mulut korban dengan kuat. Ekspirasi korban
adalah secara pasif, sambil diperhatikan gerakan dada waktu mengecil. Siklus ini
diulang satu kali tiap lima detik selama pernafasan masih belum adekuat.
Pernafasan yang adekuat dinilai tiap kali tiupan oleh penolong, yaitu perhatikan :
10
Henti jantung diketahui dari :
Pada henti jantung yang tidak diketahui, penolong pertama-tama membuka jalan
nafas dengan menarik kepala ke belakang. Bila korban tidak bernafas, segera tiup
paru korban 3-5 kali lalu raba denyut a. carotis. Perabaan a. carotis lebih
dianjurkan karena : (5)
11
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan ABC RJP tersebut adalah,
ABC RJP dilakukan pada korban yang mengalami henti jantung dapat memberi
kemungkinan beberapa hasil,
12
2. Korban dinyatakan mati, ini dapat disebabkan karena pertolongan RJP
yang terlambat diberikan atau pertolongan tak terlambat tetapi tidak betul
pelaksanaannya.
3. Korban belum dinyatakan mati dan belum timbul denyut jantung spontan.
Dalam hal ini perlu diberi pertolongan lebih lanjut yaitu bantuan hidup
lanjut (BHL). (4)
Drugs
Setelah penilaian terhadap hasil bantuan hidup dasar, dapat diteruskan dengan
bantuan hidup lanjut (korban dinyatakan belum mati dan belum timbul denyut
jantung spontan), maka bantuan hidup lanjut dapat diberikan berupa obat-obatan.
Obat-obatan tersebut dibagi dalam 2 golongan yaitu,
1. Penting, yaitu :
Adrenalin
Natrium bikarbonat
Sulfat Atropin
Lidokain
2. Berguna, yaitu :
Isoproterenol
Propanolol
Kortikosteroid. (5)
Natrium bikarbonat
13
takhiaritmia dan hiperosmolalitas. Bila belum ada sirkulasi yang efektif maka
ulangi lagi pemberian dengan dosis yang sama.
Adrenalin
Mekanisme kerja merangsang reseptor alfa dan beta, dosis yang diberikan 0,5 – 1
mg iv diulang setelh 5 menit sesuai kebutuhan dan yang perlu diperhatikan dapat
meningkatkan pemakaian O2 myocard, takiaritmi, fibrilasi ventrikel.
Lidokain
Sulfat Artopin
Isoproterenol
14
mg/menit (1-10 ml larutan dari 1 mg dalam 500 ml dectrose 5 %), dan diatur
untuk meninggikan denyut jantung sampai kira-kira 60 kali/menit. Juga berguna
untuk sinus bradikardi berat yang tidak berhasil diatasi dengan Atropine.
Propranolol
Suatu beta adrenergic blocker yang efek anti aritmianya terbukti berguna untuk
kasus-kasus takhikardi ventrikel yang berulang atau fibrilasi ventrikel berulang
dimana ritme jantung tidak dapat diatasi dengan Lidocaine. Dosis umumnya
adalah 1 mg iv, dapat diulang sampai total 3 mg, dengan pengawasan yang ketat.
Kortikosteroid
15
EKG
Fibrillation Treatment
16
Keputusan untuk mengakhiri resusitasi
Keputusan untuk memulai dan mengakhiri usaha resusitasi adalah masalah medis,
tergantung pada pertimbangan penafsiran status serebral dan kardiovaskuler
penderita. Kriteria terbaik adanya sirkulasi serebral dan adekuat adalah reaksi
pupil, tingkat kesadaran, gerakan dan pernafasan spontan dan refleks. Keadaan
tidak sadar yang dalam tanpa pernafasan spontan dan pupil tetap dilatasi 15-30
menit, biasanya menandakan kematian serebral dan usaha-usaha resusitasi
selanjutnya biasanya sia-sia. Kematian jantung sangat memungkinkan terjadi bila
tidak ada aktivitas elektrokardiografi ventrikuler secara berturut-turut selama 10
menit atau lebih sesudah RJP yang tepat termasuk terapi obat. (5)
17
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Penanganan dan tindakan cepat pada resusitasi jantung paru khususnya pada
kegawatan kardiovaskuler amat penting untuk menyelematkan hidup, untuk itu
perlu pengetahuan RJP yang tepat dan benar dalam pelaksanaannya.
18
DAFTAR PUSTAKA
Alkatri J, dkk, Resusitasi Jantung Paru, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Editor Soeparman, Jilid I, ed. Ke-2, Balai Penerbit FKUI, Jakarta,
hal : 281, 1987.
19
Sjamsuhidajat R, Jong Wd, Resusitasi, dalam Buku Ajar Ilmu Bedah,
Edisi Revisi, EGC, Jakarta, hal : 124-119, 1997.
20