Sejak berdirinya HMI, kontribusi besar perempuan sudah nampak.
Hal itu dapat
dilihat pada sosok dan peran aktif dua orang perempuan yaitu Maesaroh Hilal dan Siti Zaenal yang secara struktural terlibat dalam kepengurusan HMI (Maesaroh Hilal bendahara II). Kemudian menyusullah HMI-Wati lainnya seperti Tejaningsih, Siti Baroroh Bried, dan Tujimah. Mereka adalah inang–inang pengasuh HMI pada awal kelahiran KOHATI. Dari tahun ke tahun, fase ke fase berikutnya aktivitas dan peran HMI-Wati dalam rangkaian kegiatan organisatoris HMI dengan mengikuti dinamikanya mulai dari revolusi fisik, mempertahankan kedaulatan sampai dengan pemberontakan PKI. The sleeping giant mungkin julukan yang dapat dilekatkan pada HMI-Wati saat itu karena potensi yang sangat besar yang dimiliki, akan tetapi perempuan hanya menjadi objek pengkaderan saja di HMI. Masalah-masalah keperempuanan di HMI semula kurang mendapat porsi pengarapan yang wajar. Kegiatan-kegiatan HMI-Wati hanya ditampung dalam bentuk seksi atau departemen keputrian. Dalam kaderisasi informal, HMI-Wati ditempatkan pada bagian-bagian yang kurang strategis seperti seksi komsumsi, perlengkapan, paling tinggi sekretaris untuk menunjukkan peran dan potensi mereka yang sebenarnya, jarang sekali HMI-Wati diposisikan pada bagian yang layak disandang. Secara kualitas, kader- kader HMI-Wati memiliki potensi besar untuk itu, tapi budaya patriarki yang masih merambah dalam aktifitas HMI sehingga menyulitkan HMI-Wati untuk tumbuh dan berkembang. Belum lagi image tentang kiprah aktivis perempuan yang dibatasi oleh perspektif lingkungan sekitarnya membuat HMI-Wati semakin tertinggal dalam hal kaderisasi. Oleh karena itu, dalam rangka pencapaian tujuan HMI lebih maksimal, dilakukanlah pembagian tugas yang lebih efektif. HMI-Wati mulai sadar bahwa potensi mereka perlu ditingkatkan dari hanya sekedar objek menjadi subjek, sehingga mereka dapat mengembangkan diri secara khusus sehingga dibutuhkan sebuah wadah tersendiri bagi kaderisasi HMI-Wati dengan tidak menafikkan ruang yang sudah ada.
Manifestasi dari pembagian tugas tersebut dikembangkan menjadi lembaga-
lembaga khusus. Misalnya Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam, Lembaga Pers Mahasiswa Islam, Lembaga Ekonomi Mahasiswa Islam, Lembaga Kesehatan Mahasiswa Islam dan lain-lain sesuai dengan kebutuhan anggota KOHATI merupakan singkatan dari Korps HMI-Wati (PDK pasal 1) dan merupakan Wadah ini berkecimpung dalam pembinaan dunia keperempuanan dalam ranah HMI. KOHATI merupakan alat dan motor penggerak dalam memajukan mekanisme organisasi HMI. Salah satu tugas KOHATI yaitu bertanggung jawab dalam pembinaan HMI-Wati serta menjabarkan komitmen HMI dibidang pemberdayaan perempuan. Adapun aspek internal dan eksternal merupakan operasionalisasi dan fungsi dari KOHATI. KOHATI sebagai salah satu pilar dan badan khusus HMI memiliki fungsi, peran, serta bidang kerja yang sangat khusus dalam menjalankan misi organisasi, yakni keperempuanan. Sejak awal pembentukannya ada tiga hal yang secara konsisten dilakukan oleh Kohati yaitu upaya melakukan yakni eksistensi, aktualisasi serta akselerasi. Eksistensi yang dimaksud adalah adanya suatu semangat dan kesadaran dari kaum hawa untuk dapat menjadi subjek dalam pembangunan bangsa. Sedangkan, aktualisasi bermaksud untuk menyatakan dalam tindakan nyata untuk mengadakan pembaharuan dan perbaikan dalam menghadapi tantangan zaman yang senantiasa berubah. Serta, akselerasi adalah semangat dalam melakukan percepatan peran sosiologis dan politis, yang ditunjukkan sebagai lembaga. Pada dasarnya KOHATI merupakan bagian dari HMI itu sendiri yang di sebut ex officio dan sifatnya berupa semiotonom. Sifat tersebut sangat menggambarkan kedudukan KOHATI dalam structural lembaga HMI baik ditingkat internal maupun tingkat eksternal. Pada tingkat internal HMI, KOHATI berfungsi sebagai bidang pemberdayaan perempuan. Sedangkan pada tingkat eksternal HMI, KOHATI berfungsi sebagai organisasi keperempuanan. Sinergi dan relasi tersebut menjelaskan bahwa kader KOHATI tidak terpisah dari kader HMI. Satu kesatuan yang memiliki jalut koordinasi bagaikan analogi sebuah himpunan bagian dari bagian structural HMI itu Berbicara mengenai perempuan bukanlah hal yang terdengar asing di telinga kita, apalagi di kalangan aktivis dan mahasiswa. Pembicaraan mengenai perempuan itu tidak jauh dari seputar fisik perempuan, peran perempuan, tenaga kerja perempuan, kekerasan dalam rumah tangga, dan segala isu lain yang menyangkut perempuan. Memang terdengar menjadi begitu spesialnya makhluk yang bernama perempuan ini, sehingga banyak didiskusikan di berbagai kalangan di berbagai tempat. Bukan berarti menegaskan aspek gender, namun kekhususan gerakan KOHATI lebih tepat sebagai fasilitator pembelajaran atau pendidikan (educations), penguatan dan pemberdayaan (empowering), serta pendampingan atau pembelaan (advokasi) terhadap masyarakat khususnya kaum perempuan di tengah situasi yang arahnya semakin sulit diprediksikan. Faktor internal organisasi yang mengalami kemunduruan sehingga KOHATI dituntut untuk kembali merefleksikan, mengevaluasi dan memproyeksikan ulang tujuan, target serta metodologi dari setiap gagasan gerakannya dan HMI sebagai organisasi mahasiswa pertama di Indonesia juga harus berstrategi untuk mengembangkan misinya dalam bidang keperempuanan ini.