You are on page 1of 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan ditegaskan bahwa


setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber
daya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman,
bermutu, dan terjangkau. Usaha ke arah itu sesungguhnya telah dirintis
pemerintah dengan menyelenggarakan beberapa bentuk jaminan sosial di bidang
kesehatan, diantaranya adalah melalui PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek
(Persero) yang melayani antara lain pegawai negeri sipil, penerima pensiun,
veteran, dan pegawai swasta. Untuk masyarakat miskin dan tidak mampu,
pemerintah memberikan jaminan melalui skema Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Namun demikian,
skema-skema tersebut masih terfragmentasi, terbagi- bagi. Biaya kesehatan dan
mutu pelayanan menjadi sulit terkendali.1
Untuk mengatasi hal itu, pada 2004, dikeluarkan Undang-Undang No.40
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). UU 40/2004 ini
mengamanatkan bahwa jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk termasuk
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS). Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 juga menetapkan, Jaminan
Sosial Nasional akan diselenggarakan oleh BPJS, yang terdiri atas BPJS
Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Khusus untuk Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) akan diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang
implementasinya dimulai 1 Januari 2014. Secara operasional, pelaksanaan JKN
dituangkan dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden, antara lain:
Peraturan Pemerintah No.101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran
(PBI); Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan; dan
Peta Jalan JKN (Roadmap Jaminan Kesehatan Nasional).2
Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumberdaya kesehatan merupakan
langkah awal yang sangat penting untuk menigkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sebagai salah satu bentuk
perlindungan sosial, pada hakekatnya bertujuan untuk menjamin seluruh rakyat
agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.1
Penanganan Kematian ibu dalam persalinan telah dimulai semasa pemerintah
kolonial Belanda pada awal abad ke-19. Waktu itu diakui bahwa kematian ibu
merupakan masalah kesehetan yang mendesak dan mebutuhkan pelayanan yang
secepatnya dengan cara bertahap. Dukun sebagai penolong biomedik tidak
mempunyai pengetahuan dan bahkan membahayakan. Faktanya masih terdapat
kejadian persalinan di Indonesia khususnya Sulawesi Utara yang tidak di tolong
oleh tenaga kesehatan kompeten. Untuk menekan resiko dalam persalinan secara
bertahap seluruh persalinan akan ditolong oleh tenaga kesehatan kompeten dan
ditunjang fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai.3
Target Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia menurut sasaran
pembangunan kesehatan pada RPJMN 2015-2019 menurut Renstra adalah 306
kematian per 100.000 kelahiran hidup. Sementara itu berdasarkan Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, Angka Kematian Ibu
(AKI) (yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas) sebesar 359 per
100.000 kelahiran hidup. Sedangkan Angka Kematian Bayi (AKB) pada tahun
2013 menurut Resntra adalah 32 per 1.000 kelahiran hidup dan target tahun 2019
adalah 24 per 1.000 kelahiran hidup.4
Presentase penolong persalinan di Indonesia menurut data Riskesdas tahun
2013 yaitu dokter (18,5%), bidan (68,6%), perawat (0,3%), non tenaga medis
(11,8%), tidak ada penolong (0,3%).5 Berdasarkan data profil kesehatan
Indonesia tahun 2014, cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di
Indonesia sebesar 88,68%, sedangkan di Sulawesi Utara sebesar 83,04%.6
Menurut profil kesehatan Sulawesi Utara tahun 2012, cakupan pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan di Manado sebesar 88,60%. Pada tahun 2014
presentase tertinggi penolong kelahiran yang dilakukan oleh dokter di Manado
mencapai 69,56%.7 Dari data yang dipaparkan munujukkan belum tercapainya
target cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang telah
ditetapkan oleh pemerintah pada tahun 2014 yaitu sebesar 90%.6
Salah satu penyebab belum tercapainya target cakupan pertolongan persalinan
tenaga kesehatan adalah masih sering terjadi kesenjangan pelayanan kesehatan di
Indonesia. Saat ini masih banyak terjadi diskriminatif terhadap pasien rawat inap
di rumah sakit. Pelayanan kesehatan baik itu di rumah sakit maupun di Puskemas
dan tempat lainnya lainnya agar tidak ada perbedaan. Semua pasien harus
diperlakukan sama, tanpa terkecuali. Masyarakat Indonesia masih banyak yang
dikategorikan belum mampu, sehingga harus dilayani dengan baik tanpa ada
diskriminasi. Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang
kini semua jaminan kesehatan dari pemerintah dialihkan kepesertaannya. Karena
pelayanan kesehatan rumah sakit yang mendapatkan pasien JKN-BPJS kesehatan
sudah dibayar, jadi jangan sampai ada perbedaan. Hal yang membedakan pasien
menggunakan Program JKN-BPJS Kesehatan dan yang tidak hanyalah kelas dan
biaya untuk kamar di rumah sakit. Sedangkan pelayanan tidak ada perbedaan.
Karena setiap pasien berhak mendapatkan pelayanan yang sama.8 RSUP Prof.
Dr. R. D. Kandou Manado ialah salah satu rumah sakit rujukan di Manado yang
turut memberikan JKN-BPJS kepada setiap ibu hamil yang akan bersalin hanya
dengan surat rujukan, kartu BPJS, kartu keluarga, KTP, dan Buku Kesehatan Ibu
dan Anak (KIA).1
Namun demikian pelaksanaan JKN-BPJS ini masih menemui banyak
permasalahan di lapangan. Sementara di rumah sakit sebagai pusat pelayanan
kesehatan tingkat lanjutan (FKTL) memiliki tanggung jawab untuk menerima
pasien rujukan dari pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama. Dengan
tanggung jawab tersebut, maka rumah sakit akan menerima pasien yang
memiliki kondisi beragam. Hal ini terlihat dari hasil focus group discussion
(FGD) WRI di Jakarta, di mana bidan mengungkapkan bahwa jumlah pasien
yang melakukan pelayanan kebidanan di poli kebidanan rumah sakit meningkat
hingga 100%. Jumlah pasien sebelum adanya JKN-BPJS berkisar 40-50 per hari;
sedangkan setelah JKN berkisar antara 100-130 pasien per hari.9
Beberapa penelitian juga membahas tentang beberapa kendala pelaksanaan
program JKN-BPJS juga belum maksimal terkait dengan keterlambatan klaim
oleh rumah sakit kepada BPJS, perbedaan tarif layanan terhadap Paket INA-
CBGs, Teknologi Informasi JKN yang masih sering mengalami gangguan, masih
kurangnya SDM Pelaksana pada tatanan non-medis untuk hal administrasi dan
pemberkasan program JKN.10,11
Berdasarkan latar belakang tersebut,penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh
mengenai Profil Persalinan di era JKN-BPJS di RSUP.Prof.Dr. R. D. Kandou
Manado.

B. Rumusa Masalah
Berdasaskan latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut: “Bagaimana profil persalinan di era JKN-BPJS di
RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado?”

C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui profil persalinan di era JKN-BPJS di RSUP. Prof. Dr. R.
D. Kandou Manado.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi instansi terkait: sebagai masukan dan informasi dari program kesehatan
dalam rangka memperluas pengetahuan tentang program JKN-BPJS dan
sebagai sumber informasi untuk penelitian lebih lanjut mengenai program
JKN-BPJS.
2. Bagi Ibu Hamil: Sbagai masukan dan informasi kepada ibu hamil tentang
program JKN-BPJS di rumah sakit.
3. Bagi peneliti: Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan memperluas
pengetahuan tentang program JKN-BPJS.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan upaya untuk mencapai
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi seluruh rakyat Indonesia melalui
pembiayaan kesehatan yang memberdayakan masyarakat (gotong royong) dan
membuka akses pelayanan kesehatan seluas-luasnya kepada masyarakat. BPJS
Kesehatan sebagai Badan Pelaksana merupakan badan hukum publik yang
dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi seluruh
rakyat Indonesia. Berbeda dengan program Jaminan Persalinan (Jampersal) yang
telah dilaksanakan pemerintah 1 Januari 2011 yang khusus bagi perempuan
hamil yang tidak memiliki jaminan pembiayaan persalinan. Program JKN
diwajibkan bagi seluruh perempuan di Indonesia tanpa melihat status sosial
ekonomi mereka. Didukung oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang dioperasikan oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, sejak 1 Januari 2014, JKN
secara resmi dilaksanakan. 1,2,9

Implementasi JKN dalam SJSN tahun 2014 adalah untuk menurunkan Angka
Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) karena target RPJMN
2015-2019 harus segera dapat dicapai sehingga identifikasi perlindungan akses
melalui jaminan pembiayaan persalinan dengan kepesertaan dalam JKN menjadi
penting. Sejalan dengan peningkatan cakupan SJSN maka peserta Jampersal
secara bertahap akan menjadi peserta JKN. Lingkup paket manfaat jampersal
menjadi bagian dari paket manfaat JKN yang komprehensif sesuai dengan
kebutuhan medis, kecuali ha-hal yang bersifat nonmedis seperti biaya
transportasi.4,12
Program JKN-BPJS memberikan jaminan pembiayaan pada pelayanan kebidanan dan
neonatal berdasarkan pembayaran non kapitasi. Peserta JKN mendapatkan pelayanan
kebidanan pada puskesmas-puskesmas, rumah sakit dan fasilitas pelayanan swasta
yang bekerjasama dengan BPJS. Bagi perempuan yang sedang hamil program JKN-
BPJS menjamin dan melindungi proses kehamilan, persalinan, pasca persalinan,
penanganan perdarahan pasca keguguran dan pelayanan KB pasca salin serta
komplikasi yang terkait dengan kehamilan, persalinan, nifas dan KB pasca salin.
Pelayanan persalinan dilakukan secara terstruktur dan berjenjang berdasarkan
rujukan.9,12

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk
memberikan perlindungan kesehatan dalam bentuk manfaat pemeliharaan
kesehatan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan
kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh
pemerintah.1 Termasuk di dalam itu adalah untuk membantu percepatan
penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di
Indonesia, melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Pemerintah Indonesia
memberikan jaminan pelayanan kesehatan kepada seluruh perempuan hamil,
melahirkan dan dalam masa nifas. Pelaksanaan JKN merupakan wujud dari
komitmen Pemerintah Indonesia dan negara-negara anggota World Health
Organization (WHO) terhadap kesehatan masyarakat sebagaimana yang tertuang
dalam resolusi World Health Assembly Nomor 59 tahun 2005 dan pertemuan 27
Kementerian Kesehatan tentang Universal Health Coverage pada tahun 2013.
Melalui JKN, pemerintah berharap bahwa masyarakat terutama perempuan dapat
mengakses dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang murah atau bahkan
tanpa mengeluarkan biaya bagi masyarakat miskin.9
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatnya cakupan pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan,
dan pelayanan nifas ibu oleh tenaga kesehatan yang kompeten
b. Meningkatnya cakupan pelayanan.
- Bayi baru lahir
- Keluarga Berencana Pasca Persalinan
- Penanganan komplikasi ibu hamil, bersalin, nifas, dan bayi baru lahir,
KB pasca persalinan oleh tenaga kesehatan yang kompeten
c. Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang efisien, efektif,
transparan, dan akuntabel.1,12,13

C. Sasaran
Sasaran yang di jamin oleh program JKN-BPJS pada pelayanan kebidanan dan
neonatal adalah:
 Ibu hamil (Atenatal Care)
 Ibu bersalin (Intra Natal Care)
 Ibu nifas ( Post Natal Care)
 Pelayanan Keluarga Berencana

a. Pelayanan Ibu hamil ( Atenatal Care)


Antenatal care adalah pemeriksaan kehamilan yang dilakukan untuk
memeriksa keadaan ibu dan janin secara berkala, yang diikuti dengan upaya
koreksi terhadap penyimpangan yang ditemukan.

A. Tujuan pemeriksaan kehamilan (Antenatal Care)


1. Mempromosikan dan menjaga kesehatan fisik dan mental ibu dan bayi
dengan memberikan pendidikan gizi, kebersihan diri dan proses
kelahiran bayi.
2. Mendeteksi dan penatalaksanaan komplikasi medis, bedah ataupun
obstetri selama kehamilan.
3. Mengembangkan persiapan persalinan serta rencana kesiagaan
menghadapi komplikasi.
4. Membantu menyiapkan ibu untuk menyusui dengan sukses,
menjalankan puerperium normal, dan merawat anak secara fisik,
psikologi dan sosial
5. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian
ASI Ekslusif.
6. Peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat
tumbuh kembang secara normal.

B. Dalam penerapan Pelayanan , dikenal standar minimal "14T" terdiri dari :


1 Timbang badan dan tinggi badan dengan alat ukur yang terstandar.
Penimbangan dilakukan setiap kali ibu hamil memeriksakan diri,
karena hubungannnya erat dengan pertambahan berat badan lahir bayi.
Berat badan ibu hamil yang sehat akan bertambah antara 10-12 Kg sejak
sebelum hamil. Tinggi badan hanya diukur pada kunjungan pertama. Ibu
dengan tinggi <145cm perlu diperhatikan kemungkinan panggul sempit
sehingga menyulitkan pada saat persalinan.
2 Mengukur Tekanan darah dengan prosedur yang benar.
Pengukuran tekanan darah harus dilakukan secara rutin dengan tujuan
untuk melakukan deteksi dini terhadap terjadinya tiga gejala preeklamsi.
3 Mengukur Tinggi fundus uteri dengan prosedur yang benar.
Pengukuran tinggi fundus uteri dilakukan secara rutin untuk
mendeteksi secara dini terhadap berat badan janin. Indikator pertumbuhan
janin intrauterin, tinggi fundus uteri juga dapat digunakan untuk
mendeteksi terhadap terjadinya molahidatidosa, janin ganda atau
hidramnion.
4 Pemberian Tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan.
Pemberian tablet tambah darah dimulai setelah rasa mual hilang satu
tablet setiap hari, minimal 90 tablet.
5 Pemberian imunisasi tetanus toksoid (TT) lengkap (sesuai
jadwal).Pemberian imunisasi TT untuk mencegah terjadinya penyakit
tetanus.
6 Pemeriksaan HB (Haemoglobin)
7 Pemeriksaan VDRL
8 Perawatan payudara
9 Senam hamil
10 Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan
11 Pemeriksaan protein urine atas indikasi
12 Pemeriksaan reduksi urine atas indikasi
13 Pemberian terapi kapsul Yodium untuk daerah endemis gondok
14 Pemberian terapi anti malaria untuk daerah endemis malaria
C. Tata laksana pelayanan
1. Frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4x selama kehamilan,
dengan ketentuan waktu minimal 1x pada trimester I, minimal 1x pada
trimester II dan minimal 2x pada trimester III (Depkes, 2006).
2. Pemeriksaan kehamilan (ANC) yang dibiayai oleh program ini
mengacu pada buku Pedoman KIA, dimana selama hamil, ibu hamil
diperiksa sebanyak 4 kali disertai konseling KB dengan frekuensi 1 kali
pada triwulan pertama, 1 kali pada triwulan kedua dan 2 kali pada triwulan
ketiga. Pemeriksaan kehamilan yang jumlahnya melebihi frekuensi diatas
pada tiap-tiap triwulan tidak dibayarkan lagi oleh JKN. Melainkan masuk
ke kapitasi bersama penyediaan obat-obatan, reagensia dan bahan habis
pakai yang diperuntukkan bagi pelayanan kehamilan, persalinan dan nifas,
dan KB pasca salin serta komplikasi yang mencakup seluruh sasaran ibu
hamil,bersalin, nifas dan bayi baru lahir.

b. Pelayanan Ibu bersalin ( Intra Natal Care)


A. Pelayanan yang diberikan Pada persalinan normal, terdapat 4 bagian
dengan pelayanan yang berbeda di tiap fase yang disebut dengan kala yang
lebih dikenal dengan “58 langkah dalam APN”
1. Kala 1 : Memberi dukungan dan mendengar keluhan ibu, mengatur
posisi yang nyaman bagi ibu dan menjaga privasi ibu mengisi partograf dan
persiapan rujukan
2. Kala 2, 3 dan 4 : mengenali tanda bahaya kala 2, menyiapkan
pertolongan persalinan, memastikan pembukaan lengkap dan keadaan janin
baik, menyiapkan ibu dan keluarga untuk membantu proses bimbingan
meneran, mempersiapkan pertolongan kelahiran bayi, membantu lahinya
kepala, bahu,badan dan tungkai, penanganan bayi baru lahir, manajemen
aktif kala 3, menilai perdarahan, melakukan asuhan paska salin(kala 4)

B. Tatalaksana Pelayanan
1. Persalinan per vaginam yang meliputi persalinan per vaginam normal,
persalinan per vaginam melalui induksi, persalinan per vaginam dengan
tindakan, persalinan per vaginam dengan komplikasi dan persalinan per
vaginam dengan kondisi bayi kembar. Persalinan pervaginam dengan induksi,
dengan tindakan, dengan komplikasi serta pada bayi kembar dilakukan di
Puskesmas PONED dan/atau RS.
2. Penatalaksanaan Komplikasi Persalinan yaitu Perdarahan, Eklamsi, Retensio
plasenta, penyulit pada persalinan, infeksi, penyakit lain yang mengancam
keselamatan ibu bersalin
3. Lama hari inap minimal di fasilitas kesehatan yaitu persalinan normal
dirawat inap minimal 1 (satu) hari, persalinan per vaginam dengan tindakan
dirawat inap minimal 2(dua) hari. Pencatatan pelayanan pada ibu dan bayi baru
lahir tercatat pada registrasi ibu hamil dan pencatatan di Buku KIA, Kartu Ibu,
dan Kohort ibu (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
2562/MENKES/PER/XII/2011).
 Persalinan dan kelahiran dikatakan normal jika:
1. Usia kehamilan cukup bulan (37-42 minggu)

2. Persalinan terjadi spontan

3. Presentasi belakang kepala

4. Berlangsung tidak lebih dari 18 jam

5. Tidak ada komplikasi ibu dan janin

c. Pelayanan Ibu Nifas ( Post Natal Care)


Masa nifas adalah dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika
alat kandungan kembali seperti sebelum hamil berlangsung kira-kira 6
minggu.
A. Pelayanan yang di berikan bidan antara lain :
1. Melakukan kunjungan nifas setidaknya 4 kali yakni :
1. 6 jam – hari setelah persalinan
2. Hari ke 3-7 setelah persalinan
3. Hari ke 8-28 setelah persalinan
4. Hari ke 29-42 setelah persalinan
2. Memeriksa tekanan darah, perdarahan pervaginam, kontraksi uterus,
tinggi fundus uteri, fungsi pencernaan, penyembuhan luka dan lain-
lain.
3. Persiapan rujukan bila diperlukan.
4. Memberikan informasi mengenai kebersihan diri, istirahat, latihan,
gizi dan perawatan payudara serta KB

B. Tatalaksana pelayanan
Pelayanan nifas (PNC) sesuai standar yang dibiayai oleh program ini
ditujukan pada ibu dan bayi baru lahir yang meliputi pelayanan ibu
nifas, pelayanan bayi baru lahir, dan pelayanan KB pasca salin.
Pelayanan nifas diintegrasikan antara pelayanan ibu nifas, bayi baru
lahir dan pelayanan KB pasca salin. Tatalaksana asuhan PNC
merupakan pelayanan Ibu dan Bayi baru lahir sesuai dengan Buku
Pedoman KIA. Pelayanan bayi baru lahir dilakukan pada saat lahir dan
kunjungan neonatal. Pelayanan KB pasca persalinan dilakukan hingga
42 hari pascapersalinan.

d. Pelayanan Keluarga Berencana (KB)


A. Pelayanan yang diberikan Ibu dalam KB adalah
1. Menjalin komunikasi yang baik dengan ibu
2. Menilai kebutuhan dan kondisi ibu
3. Memberikan informasi mengenai pilihan metode kontrasepsi
yang dapat digunakan ibu
4. Membantu ibu menentukan pilihan
5. Menjelaskan secara lengkap mengenai metode yang dipilih ibu
6. Malakuka rujukan bila diperlukan

B. Tatalaksana Pelayanan KB
Tatalaksana pelayanan KB mengacu kepada Pedoman Pelayanan KB
dan KIA yang diarahkan pada Metode Kontrasepsi Jangka Panjang
(MKJP)atau Kontrasepsi Mantap (Kontap) sedangkan ketersediaan alat
dan obat kontrasepsi (alokon) KB ditempuh dengan prosedur sebagai
berikut :
1. Pelayanan KB di fasilitas kesehatan dasar dengan ketentuan
bahwa alokon disediakan oleh BKKBN terdiri dari IUD,
Implant,dan suntik. Puskesmas membuat rencana kebutuhan alat
dan obat kontrasepsi yang diperlukan untuk pelayanan KB di
Puskesmas maupun dokter/bidan praktik mandiri. Selanjutnya
daftar kebutuhan tersebut dikirimkan ke SKPD yang mengelola
program keluarga berencana di Kabupaten/Kota setempat.
Dokter dan bidan praktik mandiri membuat rencana kebutuhan
alokon untuk pelayanan keluarga berencana dan kemudian
diajukan permintaan ke Puskesmas yang ada diwilayahnya.
Puskesmas setelah mendapatkan alokon dari SKPD
Kabupaten/Kota yang mengelola program KB selanjutnya
mendistribusikan alokon ke dokter dan bidan praktik mandiri
yang menjadi jejaring. Besaran jasa pelayanan KB diklaimkan
pada BPJS.

D. Kebijakan Operasional
a. Implementasi Program JKN-BPJS
Berdasarkan Surat Edaran Direktur Pelayanan BPJS Kesehatan Nomor 143
Tahun 2014 tentang Implementasi Permenkes Nomor 59 tahun 2014
menjelaskan bahwa :

1) Pemeriksaan ANC dan PNC/neonatus dapat diberikan dan ditagihkan oleh


Fasilitas Kesehatan tingkat pertama (FKTP)

2) Penagihan biaya pelayanan oleh jejaring melalui faskes induk. Pemotongan


biaya pembinaan terhadap jejaring oleh faskes induk maksimal 10 % dari total
klaim (Permenkes nomor 28 tahun 2014)

3) Tarif pemeriksaan ANC merupakan tarif paket untuk pelayanan ANC paling
sedikit 4 (empat) kali pemeriksaan dalam masa kehamilannya yaitu 1 (satu) kali
pada trimester pertama, 1 (satu) kali pada trimester kedua, dan 2 (dua) kali pada
trimester ketiga kehamilan dan tidak dapat dipecah menjadi 4 (empat) misalnya
per kali pemeriksaan masing-masing Rp 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah)

4) Apabila pemeriksaan ANC dilakukan kurang dari jumlah minimal (< 4 kali)
pemeriksaan sesuai waktu yang ditentukan maka biaya pemeriksaan ANC tidak
dapat ditagihkan.
5) Penagihan biaya pemeriksaan ANC dapat ditagihkan apabila telah dilakukan
minimal 4 kali pemeriksaan ANC sesuai waktu yang ditetapkan (dapat
bersamaan dengan klaim persalinan yang diajukan atau terpisah jika persalinan
dilakukan di faskes lain) disertai dengan bukti pelayanan kepada peserta.

6) Untuk menjaga kontinuitas pelayanan pemeriksaan ANC maka perlu adanya


informed consent bagi pasien untuk melakukan pemeriksaan ANC dan PNC di
satu tempat yang sama (baik oleh FKTP maupun jejaring bidan sesuai dengan
prosedur). Pemeriksaan ANC dan PNC pada tempat yang sama dimaksudkan
untuk : keteraturan pencatatan partograf, monitoring terhadap perkembangan
kehamilan, memudahkan dalam administrasi pengajuan klaim ke BPJS
Kesehatan.

7) Yang dimaksud dengan perkali kunjungan pemeriksaan PNC adalah paket


kunjungan ibu nifas dan neonatus (kedatangan keduanya dihitung untuk 1 kali
kunjungan)

8) Pemeriksaan ANC dan PNC di Fasilitas Kesehatan Rawat inap Tingkat


Lanjutan (FKRTL) dilakukan berdasarkan indikasi medis

9) Kartu ibu dan buku kesehatan ibu dan anak (Buku KIA) disediakan oleh
faskes sebagai pencatatan dan pemantauan status kesehatan peserta kebidanan.

10) Fasilitas kesehatan tingkat pertama yang dapat menagihkan tariff pelayanan
persalinan pervaginam dengan tindakan emergensi dasar sebesar Rp 750.000,00
(tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) dan pelayanan tindakan pasca persalinan
sebesar Rp 175.000,00 (seratus tujuh puluh lima ribu rupiah) hanyalah
Puskesmas yang ditetapkan sebagai Puskesmas PONED (Pelayanan Obstretrik
Neonatal Emergensi Dasar).

11) Apabila pelayanan persalinan pervaginam dengan tindakan emergensi dasar


ditagihkan oleh FKTP lain selain Puskesmas PONED, maka disetarakan sesuai
tarif persalinan pervaginam normal sebesar Rp 600.000,00 (enam ratus ribu
rupiah )

12) Pelayanan KB dapat diberikan dan ditagihkan oleh FKTP

13) Kantor cabang agar berkoordinasi dengan BKKBN di masing-masing daerah


terkait ketersediaan alat dan obat kontrasepsi (alkon)

14) Penagihan biaya pelayanan oleh jejaring melalui faskes induk, pemotongan
biaya pembinaan terhadap jejaring oleh faskes induk maksimal 10% dari total
klaim (Permenkes nomor 28 tahun 2014)

15) Khusus pelayanan KB MOP/vasektomi dapat diberikan pada FKTP yang


ditunjuk berdasarkan rekomendasi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan
mempertimbangkan kompetensi dan kelengkapan sarana dan prasarana faskes.

b. Peraturan Klaim Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut

sumber: Permenkes No 69 Tahun 2013


1. Rawat Jalan Tingkat Lanjutan
a. Biaya pelayanan kesehatan rawat jalan tingkat lanjutan dibayar dengan paket
INA CBGs tanpa pengenaan iur biaya kepada peserta.
b. Tarif paket INA CBG’s sesuai dengan ketetapan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia dalam Permenkes No 69 Tahun 2013 tentang Standar Tarif Pelayanan
Kesehatan Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Dan Fasilitas Kesehatan
Tingkat Lanjutan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan.
c. Tarif paket INA CBGs sudah mencakup biaya seluruh pelayanan yang
diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan, baik biaya administrasi, jasa
pelayanan, sarana, alat/bahan habis pakai, obat dan lain-lain.
d. Klaim diajukan secara kolektif oleh fasilitas kesehatan kepada BPJS
Kesehatan maksimal tanggal 10 bulan berikutnya menggunakan aplikasi INA
CBGs Kementerian Kesehatan yang berlaku.
e. Klaim diajukan kepada Kantor Cabang/ Kantor Operasional Kabupaten/Kota
BPJS Kesehatan secara kolektif setiap bulan dengan kelengkapan administrasi
umum sesuai poin A.5. dan kelengkapan lain sebagai berikut:
1) Rekapitulasi pelayanan
2) Berkas pendukung masing-masing pasien, yang terdiri dari:
a) Surat Eligibilitas Peserta (SEP)
b) Resume medis/laporan status pasien/ keterangan diagnosa dari dokter
yang merawat bila diperlukan
c) Bukti pelayanan lainnya, misal:
- Protokol terapi dan regimen (jadual pemberian obat) pemberian obat
khusus
- Perincian tagihan Rumah Sakit (manual atau automatic billing)
- Berkas pendukung lain yang diperlukan
2. Rawat Inap Tingkat Lanjutan
a. Biaya pelayanan kesehatan rawat inap tingkat lanjutan dibayar dengan paket
INA CBGs tanpa pengenaan iur biaya kepada peserta.
b. Tarif paket INA CBGs sesuai dengan ketetapan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia dalam Permenkes No 69 Tahun 2013 tentang Standar Tarif Pelayanan
Kesehatan Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Dan Fasilitas Kesehatan
Tingkat Lanjutan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan.
c. Tarif paket INA CBGs sudah mencakup biaya seluruh pelayanan yang diberikan
kepada peserta BPJS Kesehatan, baik biaya administrasi, jasa pelayanan, sarana,
alat/bahan habis pakai, obat, akomodasi dan lain-lain.
d. Klaim diajukan secara kolektif oleh fasilitas kesehatan kepada BPJS Kesehatan
maksimal tanggal 10 bulan berikutnya dalam bentuk softcopy (luaran aplikasi INA
CBGs Kementerian Kesehatan yang berlaku) dan hardcopy (berkas pendukung
klaim).
e. Tagihan klaim di fasilitas kesehatan lanjutan menjadi sah setelah mendapat
persetujuan dan ditandatangani Direktur/Kepala Fasilitas Kesehatan lanjutan dan
Petugas Verifikator BPJS Kesehatan.
f. Klaim diajukan kepada Kantor Cabang/ Kantor Operasional Kabupaten/Kota
BPJS Kesehatan secara kolektif setiap bulan dengan kelengkapan administrasi
umum sesuai poin A.5. dan kelengkapan lain sebagai berikut:
1) Rekapitulasi pelayanan
2) Berkas pendukung masing-masing pasien, yang terdiri dari:
a) Surat Eligibilitas Peserta (SEP)
b) Surat perintah rawat inap
c) Resume medis yang ditandatangani oleh DPJP
d) Bukti pelayanan lain yang ditandatangani oleh DPJP (bila diperlukan), misal:
- Laporan operasi
- Protokol terapi dan regimen (jadual pemberian obat) pemberian obat khusus
- Perincian tagihan Rumah Sakit (manual atau automatic billing)
- Berkas pendukung lain yang diperlukan

E. Ruang Lingkup

a. Pelayanan Kebidanan dan Neonatal oleh:


1) Puskesmas/Puskesmas PONED/Klinik/Dokter praktik perorangan
beserta jejaringnya (Pustu, Polindes/Poskesdes, Bidan desa/Bidan
praktik Mandiri)
2) Bidan Praktik Mandiri yang menjadi jejaring faskes tingkat pertama
yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dan Bidan Praktik
Mandiri pada daerah tidak ada faskes (Berdasarkan SK Kepala
Dinas Kesehatan Kab/Kota setempat)
3) Rumah Sakit/Klinik yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan
b. Pelayanan Pemeriksaan Kehamilan (ANC) dan Pemeriksaan Pasca
Melahirkan (PNC)
1) Pelayanan ANC dan PNC di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
(Puskesmas, RS Kelas D Pratama, klinik pratama, atau fasilitas
kesehatan yang setara):
I. Pelayanan ANC dan PNC oleh bidan di dalam gedung atau
menggunakan sarana Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama (Puskesmas, RS Kelas D Pratama, klinik
pratama, atau fasilitas kesehatan yang setara) maka
pembayarannya sudah termasuk dalam kapitasi.
II. Pelayanan ANC dan PNC oleh bidan jejaring di luar
gedung atau tidak menggunakan Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama (Puskesmas, RS Kelas D Pratama, klinik
pratama, atau fasilitas kesehatan yang setara) maka
pembayarannya ditagihkan per tindakan (fee for service)
dan penagihannya melalui faske stingkat pertamanya.
SERVICE
FEE FOR
Maksimal kunjungan ANC dan PNC yang bisa
ditagihkan secara fee for service adalah masing-masing
sebanyak 4 (empat) kali. Kunjungan lebih dari 4 (empat)
kali tidak bisa ditagihkan kepada BPJS Kesehatan secara
fee for service, tetapi termasuk dalam biaya kapitasi
2) Pelayanan ANC dan PNC di dokter praktek tingkat pertama
yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
I. Pelayanan ANC dan PNC oleh dokter praktek tingkat
pertama yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
maka pembayarannya sudah termasuk dalam kapitasi.
II. Pelayanan ANC dan PNC oleh bidan jejaring
dokter praktek tingkat pertama yang bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan maka pembayarannya adalah
fee for service dan penagihannya melalui faskes
tingkat pertamanya.

3) Pemeriksaan ANC dan PNC di fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan


I. Pada kondisi kehamilan normal ANC harus dilakukan di faskes
tingkat pertama. ANC di tingkat lanjutan hanya dapat dilakukan
sesuai indikasi medis berdasarkan rujukan dari faskes tingkat
pertama.

c. Pelayanan Persalinan dan Kebidanan Lainnya di Fasilitas Kesehatan yang


bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.
1) Pelayanan Persalinan dan Kebidanan Lainnya di Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan/
No Jenis Pelayanan Tarif (Rp)
1 Persalinan Pervaginam Normal 600.000

2 Penanganan perdarahan paska 750.000


keguguran, persalinan pervaginam
dengan tindakan emergensi dasar
3 Pelayanan tindakan paska persalinan 175.000
(mis. placenta manual)
4 Pelayanan pra rujukan pada komplikasi 125.000
kebidanan dan neonatal

I. Besaran tarif persalinan merupakan tarif paket termasuk


akomodasi ibu/bayi dan perawatan bayi. Pasien tidak boleh
ditarik iur biaya.
II. Besaran tarif paket termasuk akomodasi ibu/ bayi dan/atau
perawatan bayi sebagaimana point 1 adalah:
a) Persalinan per vaginam normal
b) Persalinan per vaginam dengan tindakan emergensi dasar.
III. Pengajuan klaim persalinan di Faskes tingkat pertama dapat
dilakukan oleh Faskes tingkat pertama yang memberikan
pelayanan (Puskesmas/Puskesmas PONED/Klinik/Dokter praktek
perorangan dengan jejaring).
IV. Jejaring Faskes tingkat pertama berupa Polindes/Poskesdes dan
bidan desa/praktik mandiri mengajukan tagihan melalui Faskes
induknya.
V. Kecuali pada daerah tidak ada Faskes tingkat pertama (ditetapkan
melalui SK Kepala Dinas Kesehatan setempat), maka bidan
desa/bidan praktik mandiri dapat menjadi faskes tingkat pertama
yang bekerjasama langsung dengan BPJS Kesehatan dan
mengajukan klaim langsung ke BPJS Kesehatan
2) Pelayanan Persalinan dan Kebidanan Lainnya di Fasilitas Kesehatan
Tingkat Lanjutan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan
I. Persalinan normal diutamakan dilakukan di faskes tingkat
pertama
II. Penjaminan persalinan normal di faskes rujukan tingkat lanjutan
hanya dapat dilakukan dalam kondisi gawat darurat
III. Yang dimaksud kondisi gawat darurat di atas adalah
perdarahan, kejang pada kehamilan, ketuban pecah dini, gawat
janin dan kondisi lain yang mengancam jiwa ibu dan bayinya
IV. Biaya pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan kebidanan
dan persalinan sesuai dengan tarif INA-CBGs yang ditentukan
oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
V. Pada kasus persalinan normal pervaginam dengan berat badan
lahir bayi normal/sehat (tidak ada masalah medis), maka:
a. Untuk pelayanan perawatan bayinya sudah termasuk ke dalam
paket persalinan ibu sehingga tidak perlu dibuatkan Surat
Eligibilitas Peserta (SEP) tersendiri.
b. Bagi peserta Pekerja Penerima Upah pada persalinan anak 1
sampai dengan 3, setelah kelahiran anaknya, orang tua harus
segera melapor ke Kantor Cabang/Kantor Operasional
Kabupaten BPJS Kesehatan untuk mengurus kartu peserta BPJS
Kesehatan dengan membawa Surat Keterangan Lahir atau
Surat Akte Kelahiran.
c. Proses pendaftaran bayi menjadi peserta BPJS Kesehatan
mengikuti ketentuan penambahan anggota keluarga yang
berlaku.
VI. Pada kasus persalinan pervaginam normal atau dengan penyulit,
ataupun persalinan operasi pembedahan caesaria, bayi dengan
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan/atau bayi tidak sehat
(mempunyai masalah medis), maka untuk perawatan bayinya
dibuatkan SEP tersendiri.
a. Bayi peserta BPJS Kesehatan Pekerja Penerima Upah anak ke-1
sampai ke-3.
i. Perawatan bayinya dapat langsung dijamin oleh BPJS
Kesehatan dan diterbitkan SEP tersendiri.
ii. Segera setelah bayi lahir, orang tua melapor ke Kantor
Cabang atau Kantor Operasional Kabupaten BPJS Kesehatan
untuk dapat diberikanidentitas nomor kartu peserta (kartu
peserta tidak dicetak) dengan melampirkan Surat Keterangan
Kelahiran. Nama yang digunakan untuk entry dalam
masterfile kepesertaan adalah Bayi Ny...... (nama ibunya).
iii. Identitas nomor kartu peserta ini berlaku maksimal 3 (tiga)
bulan.
iv. Orang tua bayi harus kembali ke Kantor Cabang BPJS
Kesehatan untuk mengurus kartu kepesertaan bayinya dengan
melampirkan salinan Akte Kelahiran atau Surat Keterangan
Lahir atau Kartu Keluarga dalam waktu maksimal 3 bulan
(sesuai dengan ketentuan penambahan anggota keluarga yang
berlaku).
v. Apabila setelah 3 bulan kartu BPJS Kesehatan bayi belum
diurus maka penjaminan untuk bayinya akan dihentikan
sementara sampai dilakukan pengurusan kartu.

b. Bayi peserta BPJS Kesehatan Pekerja Penerima Upah anak ke-4


dan seterusnya, Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja
(diluar Penerima Pensiun PNS, Perintis Kemerdekaan dan
Veteran), untuk semua persalinan dengan kondisi bayi mempunyai
masalah medis, maka:
i. Orang tua bayi diminta segera mendaftarkan bayi tersebut
sebagai peserta BPJS Kesehatan termasuk pembayaran iuran
dan selanjutnya melapor ke petugas BPJS Center untuk
diterbitkan SEP. Proses tersebut harus dilakukan dalam waktu
maksimal 7 (tujuh) hari kalender sejak kelahirannya atau
sebelum pulang apabila bayi dirawat kurang dari 7 hari.
ii. Apabila pengurusan kepesertaan dan penerbitan SEP
dilakukan pada hari ke-8 dan seterusnya atau setelah pulang,
maka biaya pelayanan kesehatan bayi tidak dijamin BPJS
Kesehatan.

F. Manfaat

Manfaat program JKN-BPJS dengan penerapan kebijakan program Casemix INA-


CBGs secara umum berupa manfaat medis dan manfaat ekonomi. Dari segi medis,
para klinisi dapatmengembangkan perawatan pasien secara komprehensif, tetapi
langsung kepada penanganan penyakit yang diderita oleh pasien. Secara ekonomi,
dalam hal ini keuangan (costing) kita jadi lebih efisien dan efektif dalam
penganggaran biaya kesehatan.Sarana pelayanan kesehatan akan mengitung dengan
cermat dan teliti dalam penganggaranya.

a. Manfaat Bagi Pasien

i. Adanya kepastian dalam pelayanan dengan prioritas pengobatan berdasarkan


derajat keparahan
ii. Dengan adanya batasan pada lama rawat (length of stay) pasien mendapatkan
perhatian lebih dalam tindakan medis dari para petugas rumah sakit, karena
berapapun lama rawat yang dilakukan biayanya sudah ditentukan.
iii. Pasien menerima kualitas pelayanan kesehatan yang lebih baik.
iv. Mengurangi pemeriksaan dan penggunaan alat medis yang berlebihan oleh
tenaga medis sehingga mengurangi resiko yang dihadapi pasien.
b. Manfaat Bagi Rumah Sakit
i. Rumah Sakit mendapat pembiayaan berdasarkan kepada beban kerja
sebenarnya.
ii. Dapat meningkatkan mutu & efisiensi pelayanan Rumah Sakit.
iii. Bagi dokter atau klinisi dapat memberikan pengobatan yang tepat untuk
kualitas pelayanan lebih baik berdasarkan derajat keparahan,
meningkatkan komunikasi antar spesialisasi atau multidisiplin ilmu agar
perawatan dapat secara komprehensif serta dapat memonitor QA dengann
cara yang lebih objektif.
iv. Perencanaan budget anggaran pembiayaan dan belanja yang lebih akurat.
v. Dapat untuk mengevaluasi kualitas pelayanan yang diberikan oleh
masing-masing klinisi.
vi. Keadilan (equity) yang lebih baik dalam pengalokasian budget anggaran.
vii. Mendukung sistem perawatan pasien dengan menerapkan Clinical
Pathway.

c. Bagi Penyandang Dana Pemerintah


i. Dapat meningkatkan efisiensi dalam pengalokasian anggaran pembiayaan
kesehatan.
ii. Dengan anggaran pembiayaan yang efisien, equitas terhadap masyarakat
luas akan akan terjangkau.
iii. Secara kualitas pelayanan yang diberikan akan lebih baik sehingga
meningkatkan kepuasan pasien dan provider/Pemerintah.
iv. Penghitungan tarif pelayanan lebih objektif dan berdasarkan kepada biaya
yang sebenarnya.
G. Kerangka Konsep

Program JKN-BPJS
(Pelayanan Kebidanan dan Neonatal)

Pelayanan KB Pelayanan
Pemeriksaan Pertolongan Pelayanan
pasca Bayi Baru
Kehamilan Persalinan Nifas
Persalinan Lahir

Paritas

Usia Ibu

Cara Masuk Rumah Sakit

Jumlah Hari Rawat

Jenis Persalinan

Luaran Bayi

Keterangan

yang diteliti :

yang tidak diteliti :


BAB III

METODDLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian
Penelitian yang dilakukan bersifat Retrospektif Deskriptif.
2. Subyek penelitian
a. Populasi Penelitian adalah seluruh ibu hamil yang menjalani persalinan di
bagian Obstetri Ginekologi RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
periode 1 Januari 2016 – 30 Juni 2016.
b. Sampel penelitian adalah seluruhibu hamil yang menjalani persalinan
Ginekologi di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode 1 Januari
2016 – 30 Juni 2016.
c. Kriteria restriksi
i. Kriteria inklusi
1. Ibu hamil yang menjalani persalinan dengan program JKN-BPJS di
bagian Obstetri Ginekologi RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado.
2. Ibu hamil pervaginam yang menjalani persalinan, baik itu
persalinan pervaginam, ataupun persalinan perabdominam yang
menggunakan program JKN-BPJS.
3. Ibu hamil yang menjalani persalinan dan tercatat dalam buku partus
dan buku register di bagian Obstetri Ginekologi RSUP Prof. Dr. R.
D. Kandou Manado.
3. Rencana pengolahan dan analisa data
Data penelitian yang didapatkan dikumpulkan secara retrospektif dari buku
partus dan buku register di bagian Obstetri Ginekologi, serta buku di sub
bagian perinatologi RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Kemudian
seluruh data yang dikumpulkan diolah dengan analisa presentase dan
disajikan dalam bentuk table.

B. Waktu Penelitian
Waktu diadakannya penelitian ini selama periode
C. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di bagian Obstetri Ginekologi RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Mando.
D. Variabel
Variable yang diteliti adalah persalinan dengan menggunakan program JKN-BPJS
yang dilihat berdasarkan :
1. Paritas
2. Usia ibu
3. Cara masuk rumah sakit
4. Jumlah hari rawat
5. Jenis persalinan
6. Luaran bayi
E. Definisi Operasional
1. Program JKN-BPJS adalah program jaminan kesehatan yang diikuti ibu hamil
di bagian Obstetri Ginekologi RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
2. Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang telah cukup bulan,
melalui jalan lahir atau melalu jalan lain, yang dibantu oleh tenaga kesehatan
di bagian Obstetri dan Ginekologi RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
3. Paritas adalah jumlah kehamilan terdahulu dan telah dilahirkan.
4. Usia ibu adalah usia saat ibu hamil berdasarkan data buku partus.
5. Cara masuk ruymah sakit adalah cara ibu hamil masuk ke RSUP Prof. Dr. R.
D. Kandou Manado, baik itu dengan rujukan dari rumah sakit lain, rujukan
dari dokter, rujukan dari puskesmas, ataupun dengan dating sendiri.
6. Jumlah hari rawat adalah lamanya perawatan untuk setiap persalinan di RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, yang dinyatakan dalam hari.
7. Jenis persalinan adalah jenis penatalaksanaan dari ibu hamil, baik itu
pervaginam ataupun perabdominam.
8. Luaran bayi adalah keadaan bayi hasil persalinan ibu yang menggunakan
program JKN-BPJS, baik itu dalam keadaan hidup ataupun dalam keadaan
meninggal yang terbagi menjadi lahir mati dan kematian neonatal dini.
9. Lahir mati adalah kelahiran bayi hasil persalinan dengan program JKN-BPJS
dalam keadaan mati.
10. Kematian neonatal dini adalah kematian bayi lahir hidup dalam 7 hari pertama
setelah kelahiran, selama masa perawatan di sub bagian perinatologi bagian
IKA RSUP Manado.

You might also like