You are on page 1of 2

Tooth Gene

Kristal kalsium fosfat hydroxyapatite yang membentuk lapisan enamel dikendalikan oleh
interaksi dari sejumlah molekul matriks organic yaitu diantaranya amelogenin, enamelin,
amelolastin, tuftelin dan dentine sialophosphoprotein. Gen Amelogenin (AMELX) berada pada
lengan p dari kromosom X dan lokusnya yaitu Xp22.31-p22.1. Gen ini akan membentuk scaffold
untuk kristalisasi enamel dan mengontrol perkembangannya. Gen Ameloblastin (AMBN)
berlokasi di kromosom 4; sebagai penentu dalam adhesi molekul bagi pembentukkan enamel
dan memgang peran penting dalam mengikat dan menjaga diferensiasi fenotip dari seksresi
ameloblast. Gen Dentin sialophosphoprotein melakukan pengkodean dua protein penting
matriks ekstraseluler dentin dari gigi; preprotein yang disekresi oleh odontoblas dan kemudian
dipecah menjadi dentin sialoprotein dan dentin phosphoprotein. Dentin phosphoprotein
diketahui terlibat dalam proses biomineralisasi dentin. Gen Tuftelin berperan dalam fase inisial
dari mineralisasi dan kelebihan ekspresinya akan menyebabkan cacat pada prisma enamel dan
struktur Kristal enamel. Fungsi utama dari matriks metalloproteinase 20 dan kalikrien 4 dalam
pembentukkan lapisan enamel adalah memfasilitasi replacement matriks organik dengan
mineral, menghasilkan lapisan enamel yang lebih keras, sedikit porous dan tanpa stain oleh
adanya protein enamel.

Defek pada gen-gen tersebut akan berhubungan dengan banyak kelainan dan penyakit.
Mutasi dari dentin sialophosphoprotein menyebabkan dentinogenesis imperfekta tipe II. Rajpar
dkk melakukan observasi dan menemukan bahwa gabungan mutasi pada pengkodean gen
spesifik dari enamel yakni protein enamelin telah menyebabkan adanya autosomal dominant
amelogenesis imperfecta. Kim dkk yang melakukan penelitian pada keluarga-keluarga dengan
mutasi dentin sialophosphoprotein, malformasi dentin menjadi lebih lunak selalu berhubungan
dengan peningkatan resiko penyakit di rongga mulut. Oleh karena itu, mutasi pada gen tersebut
akan berpengaruh pada produksi dari protein abnormal atau berkurangnya jumlah protein
dalam perkembangan gigi geligi, sehingga akan menghasilkan defek pada mineralisasi yang
akan mempengaruhi pelekatan bakteri atau daya tahan enamel terhadap ph asam yang sangat
memungkinkanpermukaan enamel mengalami karies gigi.

Selain defek pada proses mineralisasi, variasi genotip juga membuat enamel menjadi
lebih rentan. Shimuzu dkk melaporkan tentang variasi gen pembentuk enamel mempengaruhi
interaksi dinamis antara permukaan enamel dan rongga mulut. Frekuensi allele T dari AMELS
rs946252 dan Allele C dari AMBN rs4694075 secara signifikan lebih tinggi pada kelompok yang
mengalami karies yang tinggi. Mereka juga meneliti interaksi gen Tuftelin proten 11 yang
memiliki hubungan dengan kemampuan permukaan enamel dalam menyerap fluoride dengan
konsentrasi yang rendah, hai ini menyebabkan menurunnya kemungkinan individu mengalami
demineralisaisi pada tingkat subklinis. Penemuan serupa juga terjadi pada penelitan Kang dkk,
pada penelitian dengan subyek masyarakat Korea yang hidup di daerah fluoridasi selama masa
kanak-kanaknya ditemukan adanya single nucleotide polymorphisms (SNPS) pada AMELX dari
rs5933871 dan rs5934997 yang secara signifikan berpengaruh pada kerentanan mengalami
karies gigi. Hubungan yang signifikan dari Tuftelin, Amelogenin dengan meningkatnya
kerentanan akan karies gigi dilaporkan oleh Partir dkk, Slayton dkk dan Deeley dkk. Sedangkan
Tannure dkk meneliti tentang polymorphism pada MMP13 (rs2252070) yang menggambarkan
secara signifikan mengurangi resiko terjadinya karies.

Faktor-faktor genetic yang berbeda-beda pada permukaan enamel dari gig-gigi sulung
dan permanen maupun bentuk pit dan fissure dan permukaan yang lunak pada gigi juga
menjadi faktor predisposisi berkembangnya lesi karies. Shaffer dkk meneliti mengenai
heritabilitas karies pada pit dan fissure dan pada permukaan yang lembut dari gigi pada gigi
sulung yang lebih besar dibandingkan dengan gigi-gigi permanen. Dalam hal ini penting untuk
diperhatikan mengenai gen-gen yang biasanya terkait dengan resiko karies pada kedua
permukaan tersebut. Namun faktor genetic memiliki perbedaan pengaruh pada resiko karies di
daerah pit fissure dibandingkan dengan permukaan yang lembut pada gigi sulung. Wang dkk
melaporkan adanya substansial heritabilitas dari karies yang disebabkan oleh dukungan dari
faktor genetik biasa pada gigi sulung (54-70%) dibandingkan dengan gigi permanen (35-55%).
Gagasan mengenai perbedaan pengaruh kariogenesis di seluruh permukaan gigi juga di dukung
oleh Zeng dkk yang mengidentifikasi beberapa gen potensial diantarannya gen BCOR pada
daerah pit dan fissure dan gen BCORL1 pada karies daerah gigi yang lunak. Salah satu dari
beberepa penelitian tentang kandidat gen yang khususnya mengamati tentang single
nucleotide polymorphism di tiga gen yakni dentin sialophosphoprotein, Kallikrein 4 dan
Aquaporin 5 menunjukan adanya hubungan konsiten dengan proteksi dalam melawan karies
daerah pit dan fissure dan daerah permukaan yang lunak dari 333 orang tua dan anak ras
kaukasia. Selain itu diketahui bahwa minor allere (G) dari gen Kallikrein 4 memiliki hubungan
dengan meningkatnya resiko karies pada permukaan yang lunak.

Penelitian-penelitian ini menyatakan adanya peran gen spesifik dalam meningkatkan


kerentanan terhadap karies gigi maupun adanya perbedaan pengaruh dari gen terhadap
perkembangan gigi serta bentuk permukaan gigi. Keadaan yang komplek ini secara umum
dipengaruhi fenotip genetic dimana termanifestasi dalam pengaruh yang berbeda-beda sesuai
populasi/ras/perkembangan gigi geligi/permukaan yang diteliti. Diharapkan adanya penelitian
lebih lanjut yang tidak hanya pada populasi yang sama tetapi juga dapat menentukan dan
mengidentifikasi gen baru pada ras-ras lainnya, yang dapat meningkatkan pemahaman akan
genetika dari penyakit ini.

You might also like