Professional Documents
Culture Documents
IDENTITAS
Nama : Nn. E M
Umur : 26 tahun
Pekerjaan : Karyawati
No RM : 3883XX
ANAMNESA
Keluhan utama :
Hidung tersumbat
Anamnesa khusus :
Hidung tersumbat sejak 2 tahun SMRS. Setiap beberapa hari sekali gejala tersebut
muncul, paling lama hidung tersumbat 1 minggu, setelah itu membaik dalam waktu 1-2 hari lalu
kemudian terasa mampet lagi. Jika mampet, os bernapas melalui mulut dan sering keluar cairan
bening. Masih bisa mencium bau-bauan. Jika tidur miring ke kiri, maka lubang hidung kiri yang
tersumbat, begitu pula sebaliknya. Kalau udara dingin, rasa tersumbat semakin bertambah berat.
Kadang bersin, tetapi tidak gatal dan keluar air mata.
Telinga tidak terasa mengganjal,nyeri telinga (-), gatal (-). Tidak ada perasaan sulit
menelan, suara serak (-), batuk (-). Os belum menikah.
Tidak ada yang menderita gejala yang sama dalam keluarga. Riwayat alergi (-).
Riwayat pengobatan
Os sudah membeli obat sendiri dari warung tetapi tidak sembuh. Os belum pernah
berobat ke dokter.
1
Riwayat psikososial
Os tidak merokok.
PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS
Tanda-tanda Vital
RR : 18 x / menit
Nadi : 88 x / menit
Suhu : 36,0 O C
MATA
langsung + / + dan + / +
THORAX
PULMO
2
Inspeksi : simetris, tidak ada dada yang tertinggal saat bernafas.
COR
ABDOMEN
Perkusi : timpani
EKSTREMITAS
ATAS
BAWAH
3
Akral : Hangat, tidak ada edema
RA tenang
2. CN : Mukosa hiperemis
Septum lurus
Tonsil T1/T1
4. MF : Simetris
Penatalaksanaan
4
RHINITIS VASOMOTOR
PENDAHULUAN
Rinitis vasomotor mempunyai gejala yang mirip dengan rinitis alergi sehingga sulit untuk
dibedakan. Pada umumnya pasien mengeluhkan gejala hidung tersumbat, ingus yang banyak dan
encer serta bersin-bersin walaupun jarang. 1,6
Etiologi yang pasti belum diketahui, tetapi diduga sebagai akibat gangguan
keseimbangan fungsi vasomotor dimana sistem saraf parasimpatis relatif lebih dominan.
Keseimbangan vasomotor ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berlangsung temporer,
seperti emosi, posisi tubuh, kelembaban udara, perubahan suhu luar, latihan jasmani dan
sebagainya, yang pada keadaan normal faktor-faktor tadi tidak dirasakan sebagai gangguan oleh
individu tersebut. 1,3,4
Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis yang cermat, pemeriksaan THT serta
beberapa pemeriksaan yang dapat menyingkirkan kemungkinan jenis rinitis lainnya. 2,3
Penatalaksanaan rinitis vasomotor bergantung pada berat ringannya gejala dan dapat
dibagi atas tindakan konservatif dan operatif. 6,7
ANATOMI
A. Hidung Luar.
2. Dorsum nasi
4. Ala nasi
5
5. Kolumela
Hidung luar dibentuk oleh tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat
dan beberapa otot yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung.8
Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan
1. Kelompok dilator :
- m. proserus
2. Kelompok konstriktor :
- m. nasalis
- m. depresor septi
B. Hidung dalam
Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang,
dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya. Kavum nasi bagian anterior disebut nares
anterior dan bagian posterior disebut nares posterior ( koana ) yang menghubungkan kavum nasi
dengan nasofaring.8
6
a. Vestibulum
Terletak tepat dibelakang nares anterior, dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak
kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut vibrisae.8
b. Septum nasi
Septum dibentuk oleh tulang dan tulang rawan. Bagian tulang terdiri dari : 8,9
c. Kavum nasi
Dasar hidung
Dasar hidung dibentuk oleh prosesus palatina os maksila dan prosesus horisontal os
palatum.8,9
Atap hidung
Terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, os nasal, prosesus frontalis os
maksila, korpus os etmoid dan korpus os sfenoid. Sebagian besar atap hidung dibentuk oleh
lamina kribrosa yang dilalui filamen-filamen n. olfaktorius yang berasal dari permukaan bawah
bulbus olfaktorius berjalan menuju bagian teratas septum nasi dan permukaan kranial konka
superior. 8,9
Dinding lateral
Konka
Pada dinding lateral hidung terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknya paling
bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka media dan konka superior,
sedangkan yang terkecil disebut konka suprema. Konka suprema ini biasanya rudimenter. Konka
7
inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin etmoid,
sedangkan konka media, superior dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid.8
Meatus nasi
Diantara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut
meatus. Meatus inferior terletak diantara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral
rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat muara duktus nasolakrimalis. Meatus media
terletak diantara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Disini terdapat muara sinus
maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior. Pada meatus superior yang merupakan ruang
diantara konka superior dan konka media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus
sfenoid.8
Dinding medial
Pendarahan Hidung
1. a. etmoidalis anterior, yang mendarahi septum bagian superior anterior dan dinding lateral
hidung.
Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang a. maksilaris interna,
diantaranya ialah ujung a. palatina mayor dan a. sfenopalatina yang keluar dari foramen
sfenopalatina bersama n. sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior
konka media. Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang a. fasialis. 8
Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan
arterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke vena oftalmika superior yang
berhubungan dengan sinus kavernosus.8,9
Persarafan hidung
8
1. Saraf motorik oleh cabang n. fasialis yang mensarafi otot-otot hidung bagian luar. 3
2. Saraf sensoris.
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n. etmoidalis anterior,
merupakan cabang dari n. nasosiliaris, yang berasal dari n. oftalmika ( N.V-1 ). Rongga hidung
lainnya , sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari n. maksila melalui ganglion
sfenopalatina. 3
3. Saraf otonom.
Berasal dari ganglion genikulatum dan pusatnya adalah di nucleus salivatorius superior di
medula oblongata. Sebagai n. pterosus superfisialis mayor berjalan menuju ganglion
sfenopalatina dan mengadakan sinapsis didalam ganglion tersebut. Serabut-serabut post ganglion
menyebar menuju mukosa hidung. Peranan saraf parasimpatis ini terutama terhadap jaringan
kelenjar yang menyebabkan sekresi hidung yang encer dan vasodilatasi jaringan erektil.
Pemotongan n. vidianus akan menghilangkan impuls sekretomotorik / parasimpatis pada mukosa
hidung, sehingga rinore akan berkurang sedangkan sensasi hidung tidak akan terganggu.
4. Olfaktorius ( penciuman )
Nervus olfaktorius turun melalui lamina kribosa dari permukaan bawah bulbus
olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius
didaerah sepertiga atas hidung.8
Fisiologi hidung
Hidung berfungsi sebagai jalan nafas, alat pengatur kondisi udara ( air conditioning ),
penyaring udara, indra penghidu ( olfactory ), untuk resonansi suara , refleks nasal dan turut
membantu proses bicara. 3,8
9
EPIDEMIOLOGI
Mygind ( 1988 ), seperti yang dikutip oleh Sunaryo ( 1998 ), memperkirakan sebanyak 30
– 60 % dari kasus rinitis sepanjang tahun merupakan kasus rhinitis vasomotor dan lebih banyak
dijumpai pada usia dewasa terutama pada wanita.10 Walaupun demikian insidens pastinya tidak
diketahui.2,5 Biasanya timbul pada dekade ke 3 – 4.3 Secara umum prevalensi rinitis vasomotor
bervariasi antara 7 – 21%.5
Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Jessen dan Janzon ( 1989 ) dijumpai
sebanyak 21% menderita keluhan hidung non – alergi dan hanya 5% dengan keluhan hidung
yang berhubungan dengan alergi. Prevalensi tertinggi dari kelompok non – alergi dijumpai pada
dekade ke 3.5
Sibbald dan Rink ( 1991 ) di London menjumpai sebanyak 13% dari pasien, menderita
rinitis perenial dimana setengah diantaranya menderita rinitis vasomotor.5
Sunaryo, dkk ( 1998 ) pada penelitiannya terhadap 2383 kasus rinitis selama 1 tahun di
RS Sardjito Yogyakarta menjumpai kasus rinitis vasomotor sebanyak 33 kasus ( 1,38 % )
sedangkan pasien dengan diagnosis banding rinitis vasomotor sebanyak 240 kasus ( 10,07 % ). 10
ETIOLOGI
Etiologi pasti rinitis vasomotor belum diketahui dan diduga akibat gangguan
keseimbangan sistem saraf otonom yang dipicu oleh zat-zat tertentu.1,2,5,11 Beberapa faktor yang
mempengaruhi keseimbangan vasomotor : 1,3,12
1. obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis, seperti ergotamin,
chlorpromazin, obat anti hipertensi dan obat vasokonstriktor topikal.
2. faktor fisik, seperti iritasi oleh asap rokok, udara dingin, kelembaban udara yang tinggi dan
bau yang merangsang.
3. faktor endokrin, sepeti keadaan kehamilan, pubertas, pemakaian pil anti hamil dan
hipotiroidisme.
PATOFISIOLOGI
Sistem saraf otonom mengontrol aliran darah ke mukosa hidung dan sekres dari kelenjar.
Diameter resistensi pembuluh darah di hidung diatur oleh sistem saraf simpatis sedangkan
parasimpatis mengontrol sekresi kelenjar. Pada rinitis vasomotor terjadi disfungsi sistem saraf
10
otonom yang menimbulkan peningkatan kerja parasimpatis yang disertai penurunan kerja saraf
simpatis. Baik sistem simpatis yang hipoaktif maupun sistem parasimpatis yang hiperaktif,
keduanya dapat menimbulkan dilatasi arteriola dan kapiler disertai peningkatan permeabilitas
kapiler, yang akhirnya akan menyebabkan transudasi cairan, edema dan kongesti.5,6,13,14
Teori lain mengatakan bahwa terjadi peningkatan peptide vasoaktif dari selsel seperti sel
mast. Termasuk diantara peptide ini adalah histamin, leukotrin, prostaglandin, polipeptide
intestinal vasoaktif dan kinin. Elemen-elemen ini tidak hanya mengontrol diameter pembuluh
darah yang menyebabkan kongesti, tetapi juga meningkatkan efek asetilkolin dari sistem saraf
parasimpatis terhadap sekresi hidung, yang menyebabkan rinore. Pelepasan peptide-peptide ini
tidak diperantarai oleh Ig-E (non-Ig E mediated) seperti pada rinitis alergi.14
Adanya reseptor zat iritan yang berlebihan juga berperan pada rhinitis vasomotor. Banyak
kasus yang dihubungkan dengan zat-zat atau kondisi yang spesifik. Beberapa diantaranya adalah
perubahan temperatur atau tekanan udara, perfume, asap rokok, polusi udara dan stress (
emosional atau fisikal ).14
PATOGENESIS
- adanya paparan terhadap suatu iritan memicu ketidakseimbangan system saraf otonom
dalam mengontrol pembuluh darah dan kelenjar pada mukosa hidung vasodilatasi dan edema
pembuluh darah mukosa hidung hidung tersumbat dan rinore.
11
- merupakan respon non – spesifik terhadap perubahan – perubahan lingkungannya, berbeda
dengan rinitis alergi yang mana merupakan respon terhadap protein spesifik pada zat allergen
nya.
- tidak berhubungan dengan reaksi inflamasi yang diperantarai oleh IgE ( IgE-mediated
hypersensitivity )
alkohol
perubahan temperatur / kelembapan
makanan yang panas dan pedas
bau – bauan yang menyengat ( strong odor )
asap rokok atau polusi udara lainnya
faktor – faktor psikis seperti : stress, ansietas
penyakit – penyakit endokrin
obat-obatan seperti anti hipertensi, kontrasepsi oral
GEJALA KLINIS
Gejala yang dijumpai pada rinitis vasomotor kadang-kadang sulit dibedakan dengan
rinitis alergi seperti hidung tersumbat dan rinore. Rinore yang hebat dan bersifat mukus atau
serous sering dijumpai. Gejala hidung tersumbat sangat bervariasi yang dapat bergantian dari
satu sisi ke sisi yang lain, terutama sewaktu perubahan posisi.1,2,6,7,11 Keluhan bersin-bersin tidak
begitu nyata bila dibandingkan dengan rinitis alergi dan tidak terdapat rasa gatal di hidung dan
mata.1,2,6,7 Gejala dapat memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur oleh karena adanya
perubahan suhu yang ekstrim, udara lembab, dan juga oleh karena asap rokok dan sebagainya. 1
Selain itu juga dapat dijumpai keluhan adanya ingus yang jatuh ke tenggorok ( post nasal drip ).
11
Berdasarkan gejala yang menonjol, rinitis vasomotor dibedakan dalam 2 golongan, yaitu
golongan obstruksi ( blockers ) dan golongan rinore ( runners / sneezers ). Prognosis pengobatan
golongan obstruksi lebih baik daripada golongan rinore. Oleh karena golongan rinore sangat
mirip dengan rinitis alergi, perlu anamnesis dan pemeriksaan yang teliti untuk memastikan
diagnosisnya.1
DIAGNOSIS
12
dalam keluarganya dan keluhan dimulai pada usia dewasa.1,6,11 Beberapa pasien hanya
mengeluhkan gejala sebagai respon terhadap paparan zat iritan tertentu tetapi tidak mempunyai
keluhan apabila tidak terpapar.3
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak gambaran klasik berupa edema mukosa
hidung, konka hipertrofi dan berwarna merah gelap atau merah tua ( karakteristik ), tetapi dapat
juga dijumpai berwarna pucat. Permukaan konka dapat licin atau berbenjol ( tidak rata ). Pada
rongga hidung terdapat sekret mukoid, biasanya sedikit. Akan tetapi pada golongan rinore, sekret
yang ditemukan bersifat serosa dengan jumlah yang banyak.1,7,11,12 Pada rinoskopi posterior
dapat dijumpai post nasal drip. 11
Pemeriksaan radiologik sinus memperlihatkan mukosa yang edema dan mungkin tampak
gambaran cairan dalam sinus apabila sinus telah terlibat.1
13
DIAGNOSIS BANDING11
1. Rinitis alergi
2. Rinitis infeksi
PENATALAKSANAAN
Pengobatan rinitis vasomotor bervariasi, tergantung kepada faktor penyebab dan gejala
yang menonjol. Secara garis besar, pengobatan dibagi dalam : 1-3,5,6,11-17
14
- Anti kolinergik juga efektif pada pasien dengan rinore sebagai keluhan utamanya.
Contoh : Ipratropium bromide ( nasal spray )
Kauterisasi konka yang hipertrofi dengan larutan AgNO3 25% atau triklorasetat
pekat ( chemical cautery ) maupun secara elektrik ( electrical cautery ).
Diatermi submukosa konka inferior ( submucosal diathermy of the inferior
turbinate )
Bedah beku konka inferior ( cryosurgery )
Reseksi konka parsial atau total (partial or total turbinate resection)
Turbinektomi dengan laser ( laser turbinectomy )
Neurektomi n. vidianus ( vidian neurectomy ), yaitu dengan melakukan
pemotongan pada n. vidianus, bila dengan cara diatas tidak memberikan hasil.
Operasi sebaiknya dilakukan pada pasien dengan keluhan rinore yang hebat.
Terapi ini sulit dilakukan, dengan angka kekambuhan yang cukup tinggi dan
dapat menimbulkan berbagai komplikasi
KOMPLIKASI 11
1. Sinusitis
3. Pembengkakan wajah
15
PROGNOSIS
KESIMPULAN
1. Rinitis vasomotor merupakan suatu gangguan fisiologik neurovascular mukosa hidung dengan
gejala hidung tersumbat, rinore yang hebat dan kadang – kadang dijumpai adanya bersin –
bersin.
2. Penyebab pastinya tidak diketahui. Diduga akibat gangguan keseimbangan sistem saraf
otonom yang dipicu oleh faktor-faktor tertentu. 3. Biasanya dijumpai setelah dewasa ( dekade ke
– 3 dan 4 ).
4. Rinitis vasomotor sering tidak terdiagnosis karena gejala klinisnya yang mirip dengan rinitis
alergi, oleh sebab itu sangat diperlukan pemeriksaan - pemeriksaan yang teliti untuk
menyingkirkan kemungkinan rinitis lainnya terutama rinitis alergi dan mencari faktor pencetus
yang memicu terjadinya gangguan vasomotor.
5. Penatalaksanaan dapat dilakukan secara konservatif dan apabila gagal dapat dilakukan
tindakan operatif.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Elise Kasakeyan. Rinitis Vasomotor. Dalam : Soepardi EA, Nurbaiti Iskandar, Ed. Buku Ajar
Ilmu Penyakit THT. Edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 1997. h. 107 – 8.
3. Kopke RD, Jackson RL. Rhinitis. Dalam : Byron J, Bailey JB,Ed. Otolaryngology Head and
Neck Surgery. Philadelphia: Lippincott Comp, 1993.p. 269 – 87.
5. Jones AS. Intrinsic rhinitis. Dalam : Mackay IS, Bull TR, Ed. Rhinology. Scott- Brown’s
Otolaryngology. 6th ed. London : Butterworth-Heinemann, 1997. p. 4/9/1 – 17.
6. Cody DTR, Kern EB, Pearson BW. Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan, EGC,
Jakarta, 1986, h. 183 – 8.
7. Bernstein JM. Peran Hipersensitivitas Dengan Perantaraan Ig E Pada Otitis Media dan Rinitis.
Dalam : Ballenger JJ, Ed.Penyakit THT Kepala & Leher, Jilid 1, Edisi ke –13. Jakarta : Binarupa
Aksara, 1994 . h. 176 – 9.
9. Ballenger JJ. Aplikasi Kilinis Anatomi dan Fisiologi Hidung dan Sinus Paranasal. Dalam :
Ballenger JJ, Ed.Penyakit THT Kepala & Leher, Jilid 1, Edisi ke –13. Jakarta : Binarupa Aksara,
1994 . h. 1 – 25.
10. Sunaryo, Soepomo S, Hanggoro S. Pola Kasus Rinitis di Poliklinik THT RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta Tahun 1998. Disampaikan pada Kongres Nasional Perhati XII, Semarang, 28 - 30
Oktober, 1999.
11. Becker W, Naumann H H, Pfaltz C R. Ear, Nose, and Throat Diseases A Pocket Reference.
2nd ed. New York : Thieme Medical Publishers Inc, 1994. p. 210-3.
13. Sutji Rahardjo, Burhanuddin, FG Kuhuwael. Efektifitas Kauterisasi Konka Pada Penderita
Rinitis Vasomotor. Disampaikan pada Kongres Nasional Perhati XI, Yogyakarta, 4-7 Oktober,
1995.
17
14. Wainwright M, Gombako LA. Vasomotor Rhinitis :
http://www.medschool.lsuhsc.edu/otor/Vasorhi.htm
16. Groves J, Gray RF. A Synopsis of Otolaryngology. 4th ed. Great Britain : John Wright &
Sons Ltd, 1985. p. 130-1.
18
Farmakologik
Antihistamin mempunyai respon yang beragam. Membantu pada pasien dengan gejala utama
rinorea. Selain antihistamin, pemakaian antikolinergik juga efektif pada pasien dengan gejala
utama rinorea. Obat ini adalah antagonis muskarinik. Obat yang disarankan seperti Ipratropium
Bromida, juga terdapat formula topikal dan atrovent, yang mempunyai efek sistemik lebih
sedikit. Penggunaan obat ini harus dihindari pada pasien dengan takikardi dan glaukom sudut
sempit.
Steroid topikal membantu pada pasien dengan gejala utama kongesti, rinorea dan bersin. Obat ini
menekan respon inflamasi lokal yang disebabkan oleh vasoaktif mediator yang dapat
menghambat Phospolipase A2, mengurangi aktivitas reseptor asetilkolin, menurunkan basofil,
sel mast dan eosinofil. Efek dari kortikostreroid tidak bisa segera, tapi dengan penggunaan
jangka panjang, minimal sampai 2 gr sebelum hasil yang diinginkan tercapai. Steroid topikal
yang dianjurkan seperti Beclomethason, Flunisolide dan Fluticasone. Efek samping dengan
steroid ; udem mukosa,eritema ringan.
Dekongestan atau simpatomimetik agen digunakan pada gejala utama hidung tersumbat. Untuk
gejala yang multiple, penggunan dekongestan yang diformulasikan dengan antihistamin dapat
digunakan. Obat yang disarankan seperti Pseudoefedrin, Phenilprophanolamin dan Phenilephrin
serta Oxymetazoline (semprot hidung). Obat ini merupakan agonis reseptor α dan baik untuk
meringankan serangan akut. Pada penggunaan topikal yang terlalu lama (> 5 hari) dapat terjadi
rinitis medikamentosa yaitu rebound kongesti yang terjadi setelah penggunaan obat topikal > 5
hari. Kontraindikasi pemakaian dekongestan adalah penderita dengan hipertensi yang berat serta
tekanan darah yang labil.
Pemberian preparat Kalsium seperti Dumocalsin atau preparat Kalk dapat juga digunakan.Pada
rhinitis vasomotor terjadi peningkatan acetilkholin sebagai akibat dari dominasi parasimpatis
,untuk menurunkan kadar asetil cholin maka diperlukan adanya enzyme asetilcholin
esterase.Dengan pemberian prerat Kalk dapat meningkatkan kerja enzyme asetil cholin esterase
sehingga dapat memecah asetilkolin yang menumpuk tersebut.
19