Professional Documents
Culture Documents
NO. 1-75
ILMU PENYAKIT DALAM
B
1. Evaluasi Terapi DM
Pemeriksaan A1C
• Tes hemoglobin terglikosilasi, (A1C), menilai efek
perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya.
http://www.aafp.org/afp/1998/0515/p2365.html
http://radiopaedia.org/articles/chronic-obstructive-pulmonary-disease-1
http://www.healthline.com/health/copd/understanding-chronic-bronchitis#1
D
4. Berat Badan Ideal
• (1) Laki-laki ≥160 cm & perempuan ≥ 150 cm:
– Berat ideal: 90% x (TB dalam cm – 100) x 1 kg
• Mekanisme batuk:
– Inspirasi cepat & dalam, memasukkan hingga 2,5 L udara.
– Epiglotis & pita suara menutup.
– Otot ekspirasi & otot abdomen berkontraksi kuat, mendorong
diafragma tekanan di paru meningkat dengan cepat.
– Pita suara & epiglotis terbuka lebar dengan cepat sehingga
udara dalam tekanan tinggi keluar dengan cepat.
Guyton & Hall textbook of physiology
A
6. Virus Hepatitis
Poisoning & drug overdose by the faculty, staff and associates of the California Poison Control
System third edition
C
9. Grave’s Disease
Efek tiroid
http://www.healthline.com/health/acute-nephritic-syndrome#Overview1
Comprehensive clinical nephrology. 5th ed. 2015.
Pathophysiology of Disease: An Introduction to Clinical Medicine. 7th ed. 2014.
C
12. SLE
• Systemic lupus
erythematosus:
– an autoimmune
disease
– organs & cells
undergo damage
– initially mediated by
tissue-binding
autoantibodies &
immune complexes.
Sistitis:
Inflamasi pada kandung kemih
Disuria, frekuensi, urgensi, nyeri suprapubik, urin berbau,
Lab: pyuria, hematuria, leukosit esterase (+) nitrit +/-.
Urethritis:
Inflammation pada uretra
Disuria, frekuensi, pyuria, duh tubuh.
Lab: pyuria, hematuria, leukosit esterase (+), nitrit (-).
Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.
E
14. Infeksi Saluran Kemih
• Perempuan dengan:
– Gejala ISK (disuria, frekuensi, atau urgensi)
– Tanpa kondisi penyulit (jika hamil, ada kelainan berkemih,
kondisi komorbid -> complicated UTI)
– Tanpa nyeri punggung (jika ada -> pikirkan pielonefritis)
– Tanpa duh tubuh vagina (jika ada -> pikirkan STD)
– Maka kemungkinan sistitis akut > 90%
– Jika riwayat tidak jelas dipstick
• Positif: 80% sistitis (pertimbangkan terapi ISK)
• Negatif: 20% sistitis (dipstick tidak sangat spesifik, 1/5 kasus mungkin
benar ISK – pertimbangkan kultur, follow up, atau diagnosis lain)
Chest X-Ray - Heart Failure. Simone Cremers, Jennifer Bradshaw and Freek Herfkens. Radiology department of the Albert Schweitzer Hospital in
Dordrecht and the Medical Centre Alkmaar, the Netherlands, the Netherlands
B
16. Gagal Jantung
• AMS:
• insomnia, fatigue, dizziness, anorexia, and nausea.
• High altitude cerebral edema (HACE):
• impaired mental capacity, drowsiness, stupor, & ataxia
J Korean Med Assoc. 2007 Nov;50(11):1005-1015. Korean.
B
17. Acute Mountain Sickness
http://pharmaceuticalintelligence.com/tag/acute-high-altitude-sickness/
18. PPOK B
2011 ACCF/AHA Focused Update Incorporated Into the ACC/AHA 2007 Guidelines for the Management of Patients With Unstable Angina/Non–ST-Elevation
Myocardial Infarction A Report of the American College of Cardiology Foundation/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines
B
20. Pulmonologi
• Schwarte:
– keadaan penebalan pleura, diakibatkan efusi pleura
yang sudah mengalami resorbsi.
– Etiologi:
• infeksi pleura yang tidak sembuh sempurna (bisa pleuritis
tuberkulositas atau empiema).
– Gejala klinis:
• Sesak nafas
• Thoraks asimetris,
• Suara nafas melemah,
• Fleura friction rub (+)
A/E
21. Tuberkulosis
• Komplikasi
– Batuk darah
– Pneumotoraks
– Luluh paru
– Gagal napas
– Gagal jantung
– Efusi pleura
A
22. Tuberkulosis
• Tanda:
– Murmur ejeksi sistolik
• CXR:
– Biasanya normal karena hipertrofi konsentrik. Pada tahap lanjut
hipertrofi ventrikel kiri (apeks tertanam)
A
25. Diabetes Melitus
• Terdapat gejala klinis
sering berkemih pada
malam hari.
Birefringence (-)
Kuning bila paralel
dengan kompensator
& biru bila tegak lurus
dengan kompensator.
B
34. Pola Demam
• Demam kontinyu:
– Demam terus menerus dan menetap
• Demam remitten:
– Demam dengan penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai
normal.
• Demam intermiten:
– Demam dengan suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada pagi
hari, dan puncaknya pada siang hari.
• Demam siklik:
– Demam beberapa hari, lalu turun sampai normal.
• Demam bifasik:
– Demam dengan periode normal di antara dua demam
• Demam rekuren:
– Demam yang timbul kembali dengan interval irregular pada satu
penyakit yang melibatkan organ yang sama.
C
35. Decompression
Sickness (DCS)
• DCS disebabkan oleh
pembentukan gelembung
dari gas inert (biasanya
nitrogen) selama atau
setelah naik dari tempat
dengan tekanan tinggi.
• Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpuan Dokter Paru Indonesia. 2006
37. Diabetes B
meglitinide
TZD
Glucose undergoes oxidative metabolism in the β cell to yield ATP. ATP inhibits an
inward rectifying K+ channel receptor on the β-cell surface. Inhibition of this receptor
leads to membrane depolarization, influx of Ca [2]+ ions, and release of stored insulin
from β cells. The sulfonylurea class of oral hypoglycemic agents bind to the SUR1
receptor protein.
B
37. Diabetes
38. Asma
D
39. Asma
C
C
40. Edema
Robbins & Cotran pathologic basis of disease. 8th ed. Saunders; 2010.
C
40. Edema
B
41. Asma
B
41. Asma
C
42. Tuberkulosis
• Pemeriksaan mikroskopik:
– Mikroskopik biasa : pewarnaan
Ziehl-Nielsen, pewarnaan
Kinyoun Gabbett
– Mikroskopik fluoresens:
pewarnaan auramin-rhodamin
B
43. Hemostasis
• Aspirin menghambat COX-1 yang menurunkan
PGG2 sehingga menghambat aktivasi
trombosit hambatan agregasi trombosit
• Sign:
– Systolic murmur at the left second intercostal space
preceded by a systolic click
– Split S2 with a soft P2
C
50. Penyakit Hepatobilier
C
50. Penyakit Hepatobilier
• Koledokolitiasis
– Batu empedu di duktus biliaris komunis
• Manifestasi klinis
– Kolik bilier, kolangitis asending, ikterus obstruktif, pankreatitis
akut.
• Radiologi
– USG, sensitivitas 13-55%, temuan: visualisasi batu (hiperekoik),
dilatasi duktus bilier
– CT dengan kontras: 65-88%
• Terapi
– ERCP dengan sfingterotomi
http://radiopaedia.org/articles/choledocholithiasis
ILMU PENYAKIT MATA
E
51. TRAUMA MEKANIK BOLA MATA
• Cedera langsung berupa ruda • Pemeriksaan Rutin :
paksa yang mengenai jaringan Visus : dgn kartu Snellen/chart
mata. projector + pinhole
• Beratnya kerusakan jaringan TIO : dgn tonometer
bergantung dari jenis trauma aplanasi/schiotz/palpasi
serta jaringan yang terkena Slit lamp : utk melihat segmen
anterior
• Gejala : penurunan tajam USG : utk melihat segmen
penglihatan; tanda-tanda posterior (jika memungkinkan)
trauma pada bola mata Ro orbita : jika curiga fraktur
• Komplikasi : dinding orbita/benda asing
Endoftalmitis • Tatalaksana :
Uveitis Bergantung pada berat trauma,
Perdarahan vitreous mulai dari hanya pemberian
Hifema antibiotik sistemik dan atau
topikal, perban tekan, hingga
Retinal detachment operasi repair
Glaukoma
Oftalmia simpatetik
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia:
McGraw-Hill, 2007.
B
53. KELAINAN REFRAKSI -MIOPIA
• MIOPIA : bayangan difokuskan di depan retina, ketika mata tidak
dalam kondisi berakomodasi (dalam kondisi cahaya atau benda yang
jauh)
• Terjadi karena bola mata yang terlalu panjang atau karena
kelengkungan kornea yang terlalu besar sehingga cahaya yang
masuk tidak difokuskan secara baik dan objek jauh tampak buram
• Dapat ditolong dengan menggunakan kacamata negatif (cekung)
• Pada miopia, pemilihan kekuatan lensa untuk koreksi prinsipnya
adalah dengan dioptri yang terkecil dengan visual acuity terbaik.
• Pemberian lensa dgn kekuatan yg lebih besar akan memecah berkas
cahaya terlalu kuat sehingga bayangan jatuh di belakang retina,
akibatnya lensa mata harus berakomodasi agar bayangan jatuh di
retina.
Myopic Astigmatism
• Simple myopic astigmatism – first focal line is
in front of the retina, while the second is on
the retina
• Compound myopic astigmatism – both focal
lines are located in front of the retina
Cylindrical lenses and Cylindrical
correction
• Spherical lenses have a single power in all meridians of the
lens
• A cylindrical lens has refractive power in one direction, like
a bar reading magnifier. The rotational orientation of that
power is indicated in a prescription with an axis notation
• The axis in a prescription describes orientation of the axis
of the cylindrical lens. The direction of the axis is in degrees
measured anti-clockwise from the horizontal line through
the centers of the pupils when viewed from front side of
the glasses
• The total power of a cylindrical lens varies from zero in the
axis meridian to its maximal value in the power meridian,
90° away.
• Eyeglasses prescription for the correction of myopic
astigmatism Example: -2.50 -1.00 x 90.
– The first number (-2.50) is the sphere power (in diopters) for the
correction of myopia in the flatter (less nearsighted) principal
meridian of the eye.
– The second number (-1.00) is the cylinder power for the
additional myopia correction required for the more curved
principal meridian. In this case, the total correction required for
this meridian is -3.50 D (-2.50 + -1.00 = -3.50 D).
– The third number (90) is called the axis of astigmatism. This is
the location (in degrees) of the flatter principal meridian, on a
180-degree rotary scale where 90 degrees designates the
vertical meridian of the eye, and 180 degrees designates the
horizontal meridian.
C
54. Trikiasis
• Trichiasis is defined as the misdirection of eyelashes
toward the globe. The misdirected lashes may be diffuse
across the entire lid or in a small segmental distribution
• With or without entropion
• Primary causes of trichiasis are involutional changes,
posterior lamellae scarring (superior or inferior),
epiblepharon (congenital disorder that occurs when the
pretarsal orbicularis and the skin override the lid margin),
and distichiasis
• Other causes : Infection, Inflamatory, Trauma, Auto-
immune, chemical
• Severe cases may cause scarring of the cornea and lead to
vision loss if untreated
Entropion
• Merupakan pelipatan palpebra ke arah dalam, namun bulu
mata tumbuh secara normal
• Penyebab: infeksi (ditandai dengan adanya jaringan parut),
faktor usia, kongenital
• Enteropion involusional
– yang paling sering dan terjadi akibat proses penuaan
– Mengenai palpebra inferior, karena kelemahan otot palpebra
• Enteropion sikatrikal
– Mengenai palpebral inferior/ superior
– Akibat jaringan parut tarsal
– Biasanya akibat peradangan kronik seperti trakoma
• Pada enteropion bisa disertai dengan trikiasis
C
http://samoke2012.files.wordpress.com/2012/10/trauma-kimia-pada-mata.pdf
Trauma Kimia
Tatalaksana Emergensi : Tatalaksana Medikamentosa :
Irigasi : utk meminimalkan Steroid : mengurangi
durasi kontak mata dengan inflamasi dan infiltrasi
bahan kimia dan neutrofil
menormalkan pH mata; dgn Siklopegik : mengistirahatkan
larutan normal saline (atau iris, mencegah iritis (atropine
setara) atau scopolamin) dilatasi
Double eversi kelopak mata : pupil
utk memindahkan material Antibiotik : mencegah infeksi
Debridemen : pada epitel oleh kuman oportunis
kornea yang nekrotik
C
57.KATARAK-SENILIS
• Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun
• Epidemiologi : 90% dari semua jenis katarak
• Etiologi :belum diketahui secara pastimultifaktorial:
Faktor biologi, yaitu karena usia tua dan pengaruh genetik
Faktor fungsional, yaitu akibat akomodasi yang sangat kuat mempunyai efek buruk terhadap serabu-serabut lensa.
Faktor imunologik
Gangguan yang bersifat lokal pada lensa, seperti gangguan nutrisi, gangguan permeabilitas kapsul lensa, efek radiasi cahaya
matahari.
Gangguan metabolisme umum
• 4 stadium: insipien, imatur, matur, hipermatur
• Gejala : distorsi penglihatan, penglihatan kabur/seperti berkabut/berasap, mata tenang
• Penyulit : Glaukoma, uveitis
• Tatalaksana : operasi (ICCE/ECCE)
Katarak Hipermatur
• Katarak yang telah mengalami proses degenerasi
lanjut, dapat menjadi lembek dan mencair pada bagian
korteks.
• Massa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul
lensa, sehingga lensa menjadi kecil, berwarna kuning
dan kering.
• Bila proses katarak berlanjut disertai dengan penebalan
kapsul, korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat
keluar, maka korteks akan memperlihatkan bentuk
sebagai kantog disertai dengan nukleus yang terbenam
didalam korteks lensa karena lebih berat, keadaan
tersebut dinamakan katarak morgagni
58. HIPERMETROPIA B
• Rabun dekat merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan
mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik
fokusnya terletak di belakang retina (di belakang makula lutea)
• Etiologi : sumbu mata pendek (aksial), kelengkungan kornea atau
lensa kurang (kurvatur), indeks bias kurang pada sistem optik mata
(refraktif)
• Gejala : penglihatan jauh dan dekat kabur, sakit kepala, silau, rasa
juling atau diplopia
• Pengobatan : koreksi dimana tanpa siklopegia didapatkan ukuran
lensa positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan
normal (6/6), hal ini untuk memberikan istirahat pada mata.
• Contoh bila pasien dengan +3.0 atau dengan +3.25 memberikan
tajam penglihatan 6/6, maka diberikan kacamata +3.25
Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury
Patogenesis & Gejala
Abnormalitas anatomi trabeluar • Tanda dini: fotofobia,
meshwork penumpukan cairan
aqueous humor peninggian epifora, dan blefarospasme
tekanan intraokuler bisa • Terjadi pengeruhan kornea
terkompensasi krn jaringan mata
anak masih lembek sehingga • Penambahan diameter
seluruh mata membesar kornea (megalokornea;
(panjang bisa 32 mm, kornea bisa
16 mm buftalmos & diameter ≥ 13 mm)
megalokornea) kornea menipis • Penambahan diameter bola
sehingga kurvatura kornea
berkurang mata (buphtalmos/ ox eye)
• Peningkatan tekanan
Ketika mata tidak dapat lagi intraokuler
meregang bisa terjadi
penggaungan dan atrofi papil
saraf optik
Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury
Diagnosis, Tatalaksana
• Diagnosis glaukoma • Medikamentosa hingga TIO
kongenital tahap lanjut normal
– Acetazolamide
dengan mendapati: – Pilokarpin
– Megalokornea • Operasi:
– Robekan membran – Goniotomi (memotong
jaringan yg menutup
descement trabekula atau memotong iris
– Pengeruhan difus kornea yg berinsersi pada trabekula
– Goniopuncture: membuat
fistula antara bilik depan dan
jaringan subkonjungtiva
(dilakukan bila goniotomi
tidak berhasil)
Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury
Glaukoma kongenital, perhatikan
Megalocornea adanya pengeruhan kornea dan
buftalmos
http://www.pediatricsconsultant360.com/content/buphthalmos
http://emedicine.medscape.com/article/1196299-overview
61. E
62. D
62-63. KONJUNGTIVITIS NEONATAL
• Bacterial conjunctivitis contracted by newborns during delivery
• Cause:
– Neisseria gonorrhoeae ( inkubasi 2-7 hari)
– Chlamydia trachomatis (inkubasi 5-14 hari)
– S. Aureus (inkubasi nongonokokal dan nonklamidial 5-14 hari)
• Mucopurulent discharge
• Chlamydial less inflamed eyelid swelling, chemosis, and
pseudomembrane formation
• Complication in chlamydia infection pneumonia (10-20% kasus)
• Blindness in chlamydia rare and much slower to manifes than
gonococcal caused by eyelid scarring and pannus
• Terapi konj. Klamidial oral erythromycin (50 mg/kg/d divided qid)
for 14 days (because of the significant risk for life-threatening
pneumonia)
http://emedicine.medscape.com/article
KONJUNGTIVITIS NEONATAL
Neisseria gonorrhoeae Chlamydia trachomatis
• manifests in the first five days of life • 5 to 12 days after birth
• marked bilateral purulent • Mucopurulent discharge
• discharge • less inflamed eyelid swelling,
• local inflammation palpebral chemosis, and
• edema • pseudomembrane formation
• Complication diffuse epithelial
• Complication pneumonitis
edema and ulceration, perforation of
the cornea and endophthalmitis (range 2 weeks – 19 weeks after
• Gram-negative intracellular diplococci
delivery)
on Gram stain • Blindness rare and much
• Culture Thayer-Martin agar slower to menifest caused by
eyelid scarring and pannus
Non-Infectious • Nasolacrimal duct obstruction may cause ‘sticky’ eyes.
• Corneal abrasion following trauma at delivery.
• Glaucoma (watch for corneal clouding or proptosis, is associated with portwine stains in the ophthalmic
region).
• Foreign body.
Derajat I Derajat II
• Prognosis baik. • Prognosa baik
• Terdapat erosi epitel kornea • Pada kornea terdapat
• Tidak ada iskemia dan nekrosis kekeruhan yang ringan.
kornea. ataupun konjungtiva • Iskemia < 1/3 limbus
Klasifikasi Hughes pada Trauma Kimia
Keratitis fungi bersifat indolen, dengan infiltrat kelabu, sering dengan hipopion,
peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi-lesi satelit (umumnya
infiltrat di tempat-tempat yang jauh dari daerah utama ulserasi).
Keratitis varicella
• Bentuk infeksi primer pada mata dari virus Varicella
• Ciri khas: lesi pseudodendritik disertai lesi pada stroma kornea
dan uveitis
Keratitis marginal
• Keratitis non infeksius, sekunder setelah konjungtivitis bakteri, terutama Staphylococcus
• Keratitis ini merupakan hasil dari sensitisasi tubuh terhadap produk bakteri. Antibodi dari
pembuluh darah di limbus bereaksi dgn antigen yang terdifusi ke dalam epitel kornea
Keratitis bakteri
• Biasanya unilateral, terjadi pd org dengan penyakit mata sebelumnya atau mata
org yang menggunakan kontak lens
• Infiltrat stroma berwarna putih, edema stroma, pembentukan hipopion
C
73. Tatalaksana Konjungtivitis Alergi
• Self-limiting • Jangka panjang & prevensi
• Akut: sekunder:
• Antihistamin topikal
• Steroid topikal (+sistemik • Stabilisator sel mast Sodium
kromolin 4%: sebagai
bila perlu), jangka pengganti steroid bila gejala
pendek mengurangi sudah dapat dikontrol
gatal (waspada efek • Tidur di ruangan yang sejuk
dengan AC
samping: glaukoma, • Siklosporin 2% topikal (kasus
katarak, dll.) berat & tidak responsif)
http://www.mastereyeassociates.com/Portals/60407/images//astig
Astigmatism, Walter Huang, OD. Yuanpei University: Department of Optometry matism-Cross_Section_of_Astigmatic_Eye.jpg
BASED ON FOCAL POINTS
RELATIVE TO THE RETINA
• SIMPLE ASTIGMATISM
– When one of the principal meridians is focused on the retina and the
other is not focused on the retina (with accommodation relaxed)
– Terdiri dari
• astigmatisme miopikus simpleks : satu titik emetrop, satu titik lainnya miop
• astigmatisme hipermetrop simpleks: satu titik emetrop, satu titik lainnya
hipermetrop
• COMPOUND ASTIGMATISM
– When both principal meridians are focused either in front or behind the
retina (with accommodation relaxed)
– Terdiri dari
• Astigmatisme miopikus kompositus: kedua titik jatuh di depan retina
• Astigmatisme hipermetrop kompositus: kedua titik jatuh di belakang retina
• MIXED ASTIGMATISM
– Satu titik jatuh di depan retina, sedangkan titik lainnya jatuh di belakang
retina
http://www.improveeyesighthq.com/Corrective-Lens-Astigmatism.html
TIPS & TRIK
• Gampang untuk menentukan jenis jenis astigmatisme berdasarkan
kedudukannya di retina kalau disoal diberikan rumus astigmatnya
sbb: