Professional Documents
Culture Documents
Farmakokinetika Klinik 2
Farmakokinetika Klinik 2
AMINOGLIKOSIDA
Disusun oleh :
Kelas : 6 Farmasi 1
LABORATORIUM FARMASI
UNIVERSITAS DHARMA ANDALAS
PADANG
2018
FARMAKOKINETIKA KLINIK
AMINOGLIKOSIDA.
1. Ambang terapetik dan ambang konsentrasi toksik (MEC dan MTC) pada
aminoglikosida
Dosis lazim :
gentamisin dan tobramisin : 50-120mg (1-2 mg/kgBB) diberikan selama 30-60 menit
dengan iterfal dosis tiap 8 jam
amikasin 200-500 mg (5-7,5 mg/kgBB) tiap 8-20 jam
cl,vd,t1/2 : sama, model farmakokinetika yang sama dapat digunakan untuk semua
aminoglikosida
Semua golongan aminoglikosida mempunyai sifat farmakokinetik yang hampir sama. 15-
30 menit pasca pemberian intravena mengalami distribusi ke ruang ekstraseluler dan
konsentrasi puncak dalam plasma dialami setelah 30-60 menit pasca pemberian. Waktu
paruh aminoglikosida rerata antara 1,5-3,5 jam pada fungsi ginjal yang normal, waktu paruh
ini akan memendek pada keadaan demam dan akan memanjang pada penurunan fungsi
ginjal. Volume distribusi aminoglikosida adalah 0.2-0.3 L/k. Volume ini setara dengan cairan
ekstraseluler sehingga tidak akan mudah tercapai konsentrasi terapeutik dalam darah,
tulang, cairan sinovia, peritonium, mempunyai konsentrasi distribusi pada paru dan otak.
Faktor klinik.
1. Status pasien.
- Umur, berat badan.
Regiment dosis harus dilakukan terutama pada anank-anak dan orang tua karena
pada anak-anak fungsi ginjal organnya masih belum berfungsi dengan maksimal
sedangkan pada orang tua fungsi organnya sudah menurun. Perubahan dan
belum maksimalnya fungsi organ inilah yang menyebabkan adanya perbedaan
pada profil farmakokinetik sehingga respon terapi juga berbeda.
- Pengaruh adanya penyakit lain.
Perlu dipertimbangkan adanya regimen dosis, misalnya untuk pasien dengan
gangguan fungsi ginjal, hati dll. Misalnya salah satu kasusnya jika obat yang akan
digunakan merupakan prodrug atau metabolitnya yang aktif dan proses
metabolisme ini terjadi di hati sedangkan pasien tersebut menderita gangguan
fungsi hati , maka perlu dipertimbangkan untuk pemilihan pemberian obat lain.
2. Terapi.
- Pemberian macam obat dan frekuensi penggunaan yang terlalu banyak, akan
berpengaruh pada ketaatan pasien untuk mengkonsumsi obat. Selain itu, bentuk
sediaan yang tidak sesuai akan berpengaruh pada kenyamanan penggunaan
obat, tentunya akan berpengaruh pada efektivitas dari obat karena kadar obat
dalam plasma tidak terpenuhi.
Faktor-faktor lain.
1. Rute pemberian.
Kecepatan absorbsi obat dipengaruhi oleh rute pemberian. Obat yang tidak stabil
pada saluran pencernaan atau obat yang mengalami first pass metabolism tidak
tepat untuk digunakan secara peroral. Pemberian secara intravena merupakan rute
pemberianyang paling cepat untuk mengantarkan obat kedalam system sirkulasi dan
juga lebih cepat tereliminasi sehingga pemberian harus diberikan secara intensif.
Jika obat cepat terdistribusi maka konsentrasi pada plasma lebih cepat tercapai juga
sehingga efek yang ditimbulkan lebih cepat. Dan dapat dipastikan bahwa respon
terapi juga cepat tercapai.
2. Bentuk sediaan obat
Bentuk sediaan obat lebih terkait dengan proses absorbsi, dimana jika suatu obat
lebih cepat terabsorbsi maka efek yang ditimbulkan lebih cepat. Misalnya obat yang
diberikan secara i.v akan lebih cepat berefek daripda diberikan secara oral.
3. Pharmacogenetics
Perbedaan genetik antara orany yang satu dengan orang yang lain menyebabkan
adanya perbedaan fungsi fisiologis tiap orang. Secara tidak langsung hal itu akan
berpengaruh pada respon terapi dan toksisitas. Dengan adanya perbedaan genetik
pada masing-masing ras menyebabkan perbedaan fungsi fisiologis dari tubuh.
Misalnya orang-orang indonesia lambungnya lebih tahan asam daripada orang-orang
jepang, sehingga obat-obat yang bersifat asam lebih mudah terabsorbsi pada orang
jepang dari pada orang indonesia.
4. Interaksi obat.
Jika diberikan lebih dari satu obat maka ada kemungkinan atau menurunkan
efektifitas dari obat yang lain. Misalnya pemberian warfarin dengan fenobarbital
secara bersamaan, dimana metabolit dari warfarin bersifat kurang aktif dan proses
metabolisme ini terjadi pada sitokrom P-450. Sedangkan fenobarbital merupakan
induktor enzim metabolisme pada sitokrom P-450. Hal ini akan menyebabkan
metabolit yang kurang aktif dari warfarin akan lebih cepat terbentuk sehingga
menjadi kurang efektif.
5. Biaya.
Faktor biaya juga harus dipertimbangkan dalam pemilihn obat untuk pasien. Jangan
sampai pasien menjadi sangat terbebani oleh biaya obat saja, karena harus
dipikirkan selain obat pasien juga masih harus mengeluarkan biaya dokter, terapi
non-obat dll.
DAFTAR PUSTAKA