You are on page 1of 37

MAKALAH TERATOLOGI

" RANGKUMAN MATERI”

OLEH :
YONI ARDIANI EDRA (1501056)
SI-VII B

DOSEN PENGAMPU :
Mira Febrina, M.Sc, Apt

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
YAYASAN UNIV RIAU
PEKANBARU
2018
I. TERATOGENISITAS

1.1 Defenisi :
- Teratogenik :
Terjadinya perkembangan tidak normal dari sel selama kehamilan yang
menyebabkan kerusakan pada embrio sehingga terjadi cacat lahir.
- Teratogenesis :
Proses yang menyebabkan terjadinya berbagai bentuk kelainan perkembangan
embrio selama periode embrional yang disebabkan oleh faktor-faktor khemo-
eksternal sehingga menyebabkan terjadinya cacat kelahiran.
- Teratogen :
Suatu obat atau zat atau senyawa lain yang menyebabkan pertumbuhan janin
yang abnormal.
- Teratologi :
Merupakan cabang dari ilmu embriologi yang khusus mempelajari tentang
akibat, mekanisme dan manifestasi embrionik yang cacat (abnormal).
1.2 Prinsip – Prinsip Teratogen :
- Kerentanan terhadap teratogenesis tergantung pada genotif konseptus dan cara
komposisi genetik ini berinteraksi dengan lingkungan.
- Masa yang paling sensitif untuk timbulnya cacat lahir adalah masa kehamilan
minggu ketiga hingga kedelapan, yaitu masa embriogenesis.
- Manifestasi perkembangan abnormal tergantung pada dosis atau lamanya
paparan terhadap suatu teratogen
- Teratogen bekerja dengan cara yang spesifik pada sel-sel dan jaringan yang
sedang berkembang untuk memulai embriogenesis (patogenesis) yang
abnormal
- Manifestasi perkembangan abnormal adalah kematian, malformasi,
keterlambatan pertumbuhan, dan gangguan fungsi
1.3 Faktor Penentu Efek Teratogen
1.3.1 Faktor Lingkungan
a. Agen-agen infektif
1. Rubella atau Campak Jerman

2
Menyebabkan malformasi pada mata (katarak dan mikroftalmia),
telinga bagian dalam (tuli kongential karena kerusakan alat korti),
jantung (duktus arteriosus persisten dan kebocoran sekat atrium dan
ventrikel), dan kadang-kadang gigi (lapisan email).

2. Sitomegalovirus
Menyebabkan malformasi dan infeksi janin kronis, yang terus
berlangsung sampai setelah lahir, contoh penyakitnya inklusi
sitomegali congenital
3. Virus Herpes Simpleks
Menyebabkan mikrosefali, mikroftalmus, displasia retina,
pembengkakan hati dan limpa, dan keterbelakangan jiwa
4. Varisela (cacar air)
Menyebabkan hipoplasia tungkai, keterbelakangan jiwa dan atrofi
otot
5. Virus Imunodefisiensi Manusia (HIV)
Menyebabkan mikrosefali, keterbelakangan jiwa dan wajah yang
abnormal
6. Infeksi Virus Lainnya dan Hipertermia
Malformasi yang terjadi setelah ibu mengalami infeksi campak,
parotitis, lihepatitis, poliomielitis
7. Toksoplasmosis
Menyebabkan kalsifikasi otak, hidrosefalus, atau keterbelakangan
jiwa, khorioretinitis, mikroftalmos, dan cacat mata
8. Sifilis
Menyebabkan tuli kongenital dan keterbelakangan jiiwa pada anak-
anak yang lahir dan pada beberapa organ seperti paru dan hati,
mengalami fibrosis difus
b. Radiasi
pengobatan wanita hamil dengan sinar-x atau radium dosis tinggi dapat
menyebabkan mikrosefali, cacat tengkorak, spina bifida, kebutaan, celah
palatum, dan cacat anggota badan.

3
c. Zat-zat Kimia
Contohnya talidomid yang menyebabkan tidak terbentuknya atau
kelainan yang nyata pada tulang panjang, atresia usus, dan kelainan-
kelainan jantung
d. Defisiensi nutrisi
kekurangan yodium pada ibu menyebabkan kretinisme endemik
1.3.2 Faktor Kromosom dan Genetik
a. Gen – Gen Mutan
Contoh :
fenilketonuria, homosistinuria dan galaktosemia, sering kali disertai
berbagai derajat keterbelakangan jiwa
b. Mutasi
Perubahan pada susunan DNA. Mutasi menimbulkan alel cacat.
Contoh cacat :
polydactyly, syndactyly, hemophilia, muscular dystrophy, albino
c. Aberasi
Perubahan susunan pada kromosom.
Contoh cacat : Sindrome Klinefelter, dan Edward.
d. Kelainan Struktural
Kelainan-kelainan structural kromosom biasa mengenai 1 atau beberapa
kromosom dan disebabkan karena pemecahan oleh kromosom
Contoh cacat :
sindrom cri-du-chat
e. Kelainan Jumlah
Aneuploid merujuk pada jumlah kromosom yang tidak euploid dan
biasanya dipakai kalau ada satu kromosom ekstra (trisomi) atau satu hilang
(monosomi). Sel somatik manusia normal mengandung 46 kromosom.
Contoh :
Trisomi 21 (Sindrom Down), Trisomi 18, Trisomi 13, Sindrom Turner
1.4 Macam – Macam Teratogenesis
a. Kembar Dempet
Kembar dempet yang ringan disebut kembar siam sedangkan kembar yang parah
disebut monster double atau duplex.

4
b. Teratoma
Tumor yang mengandung jaringan derivet 2 (tiga lapisan benih).
c. Cacat Fisik saat Lahir
Kurang jari-jari tangan dan kaki
1.5 Jenis Cacat, Frekuensi Terjadinya dan Organ yang Beresiko
a. Sirenomelus
b. Phocomelia
c. Polydactyly
d. Syndactyly
e. Jari buntung
f. Sirenomelus
g. Drawfisme
h. Gigantisme
i. Bibir Sumbing
j. Tak berjari kaki dan tangan
k. Adanya ekor

5
II. Mekanisme dan Faktor Terjadinya Teratogen
1.1 Defenisi teratogen
Kata teratogen berasal dari bahasa Yunani yaitu: ‘teratos’, yang berarti
monster dan ‘genesis’ yang berarti asal. Jadi, teratogenesis didefinisikan
sebagai asal terjadinya monster atau proses gangguan proses pertumbuhan
yang menghasilkan monster
Teratogenesis adalah pembentukan cacat bawaan oleh suatu obat atau
zat yang menyebabkan pertumbuhan janin yang abnormal.
1.2 Gangguan zat teratogen pada tahapan pembentukan janin

1. Embriologi Setelah pembuahan, sel telur mengalami proliferasi sel,


diferensiasi sel, migrasi sel, dan organogenesis. Embrio
kemudian melewati suatu metamorfosis dan periode
perkembangan janin sebelum dilahirkan.
2.Prediferensiasi Selama tahap ini, embrio tidak rentan terhadap zat teratogen.
Tahapan ini adalah tahapan resisten. Sel yang mengalami
kerusakan akan digantikan oleh sel lain yang masih hidup
membentuk embrio normal
3. Embrio Dalam periode ini sel secara intensif menjalani diferensiasi,
mobilisasi, dan organisasi. Selama periode inilah sebagian besar
organogenesis terjadi. Akibatnya, embrio sangat rentan
terhadap efek teratogen. Selain itu, tidak semua organ rentan
pada saat yang sama dalam suatu kehamilan.
4. Janin Tahap ini ditandai dengan perkembangan dan pematangan
fungsi. Dengan demikian, selama tahapan ini, teratogen tidak
mungkin menyebabkan cacat morfologik, tetapi dapat
mengakibatkan kelainan fungsi, seperti gangguan system saraf
pusat. Hal ini mungkin tidak dapat didiagnosis segera setelah
kelahiran.

1|Teratologi Eksperimental
1.3 Faktor-Faktor Penyebab Teratogen
a) Faktor genetik : mutasi, aberasi
b) Faktor lingkungan : Infeksi, Obat, Radiasi, Defisiensi, Emosi
c) Agen kimia : Logam berat (Hg, Pb, Arsenik dll), Polutan (pestisida,
plastik, dll), Bahan obat
d) Agen fisik : radiasi
1.4 Mekanisme Yang Terlibat Dalam Efek Teratogen
a) Gangguan terhadap asam nukleat
Banyak zat kimia mempengaruhi replikasi dan transkripsi (suatu
tahapan pembentukan DNA) asam nukleat, atau translasi RNA,
misalnya zat pengalkil, antimetabolit dan intercelating agents.
Beberapa zat kimia ini memang sudah aktif, sedangkan yang lainnya,
misalnya aflatoksin dan talidomid membutuhkan bioaktivasi.
b) Kekurangan pasokan energi dan osmolaritas
Teratogen tertentu dapat mempengaruhi pasokan energi yang
dipakai untuk metabolisme dengan cara langsung mengurangi
persediaan substrat (misalnya defisiensi makanan) atau bertindak
sebagai analog atau antagonis vitamin, asam amino esensial, dan
lainnya. Selain itu hipoksia dan penyebab hipoksia (CO, CO2) dapat
bersifat teratogen dengan mengurangi oksigen dalam proses
metabolisme yang membutuhkan oksigen dan mungkin juga dengan
menyebabkan ketidak seimbangan osmolaritas. Hal ini dapat
menyebabkan edema atau hematoma, yang pada gilirannya dapat
menyebabkan kelainan bentuk dan iskemia jaringan.
c) Penghambatan enzim
Adanya penghambat enzim dapat menyebabkan cacat karena
mengganggu diferensiasi dan pertumbuhan sel melalui penghambatan
kerja suatu enzim. Akibatnya suatu organ mengalami
ketidaksempurnaan dalam penyusunannya, sehingga akan terlahir
dalam keadaan cacat.
d) Lainnya
Hipervitaminosis A dapat menyebabkan kerusakan ultrastruktural
pada membrane sel embrio hewan pengerat, suatu mekanisme yang
dapat menerangkan tertogenitas vitamin A. Faktor fisika yang dapat
menyebabkan cacat meliputi radiasi, hipotermia dan hipertermia, serta
trauma mekanik.
1.5 Mekanisme Kerja Teratogen Secara Umum
a) Pemecahan kromosom
Pemecahan kromosom dapat menyebabkan defisiensi atau penata
ulangan kromosom. Aberasi kromosom dapat disebabkan oleh virus,
radiasi atau senyawa kimia. Defisiensi kromosom biasanya bersifat
letal terhadap sel atau organisme dan kelebihan kromosom juga akan
merusak sel.
b) Mutasi
Informasi yang dikode pada DNA akan disalin dengan salah ke
RNA dan protein. Bila berefek pada sel somatik maka tidak akan
bersifat turunan. Mutasi sel somatik pada awal sel embrionik dapat
mempengaruhi sel yang sedang berkembang, menyebabkan cacat
struktur dan fungsi. Mutasi dapat disebabkan radiasi, zat kimia,
senyawa pengalkilasi dan faktor lain yang menyebabkan pemecahan
kromosom
c) Gangguan mitosis
Gangguan mitosis disebabkan senyawa sitotoksik yang
menghambat sintesa DNA sehingga memperlambat miosis. Benang
mitosis gagal terbentuk akibat senyawa kimia yang menggangu
polimerasi tubulin kedalam kumparan mikrotubula. Tanpa kumparan
tersebut, kromosom tidak dapat memisah pada fase anafase. Kondisi
ini dapat terjadi karena pengaruh radiasi dosis tinggi atau senyawa
radiometrik.
d) Fungsi enzimatis
Fungsi enzimatis ini penting untuk pertumbuhan dan diferensiasi.
Antagonis asam folat akan menghambat dehidrofolat reduktase dan
bersifat teratogenik. Asetazolamid menghambat karbonik anhidrase
dan akan mempengaruhi perkembangan fetus. Senyawa-senyawa
teratogenik ini menghambat enzim dan mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan fetus.
1.6 Mekanisme Kerja Teratogen Berdasarkan Organ Target
a) Dalam Tubuh Maternal
Kerentanan terhadap teratogenesis tergantung pada genotipe
konsepsi dan cara dimana berinteraksi dengan faktor lingkungan yang
merugikan. Agen teratogenik bertindak dengan cara tertentu pada
pengembangan sel dan jaringan untuk memulai urutan peristiwa
perkembangan abnormal.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan teratogen untuk
kontak konsepsi berkembang, seperti sifat dari agen itu sendiri, rute
dan tingkat eksposur ibu, laju perpindahan plasenta dan penyerapan
sistemik, dan komposisi genotipe ibu dan embrio / janin. Ada empat
manifestasi pengembangan menyimpang (Kematian, malformasi,
Retardasi Pertumbuhan dan Cacat Fungsional).

Proses teratogen :

1. Mengubah kecepatan proliferasi sel


2. Menghalangi sintesa enzim
3. Mengubah permukaan sel sehingga agregasi tak benar
4. Mengubah matriks, yang mengganggu perpindahan sel-sel
5. Merusak organizer atau gaya kompetensi sel berespons.
b) Pada Plasenta
Plasenta berperan baik sebagai membran permeabel dan sebagai
tempat metabolisme beberapa obat yang melaluinya. Obat masuk ke
sirkulasi janin melalui vena umbilikus, kira-kira 40-60% aliran darah
vena umbilikus masuk kedalam hati janin, sisanya tidak lewat hati dan
masuk dalam sirkulasi umum janin.
kapasitas metabolisme plasenta ini akan menyebabkan
terbentuknya atau meningkatnya jumlah metabolit yang toksik. Dalam
plasenta obat mengalami proses biotransformasi, sehingga dapat
menyebabkan teratogenik atau dismorfogenik
c) pada tubuh embrio
proses yang terjadi :
1 Gerakan Morfogenesis Terhalang
2 Hambatan Proliferasi Sel
3 Biosintesis Protein Berkurang
4 Kegagalan Interaksi Sel
5 Kematian Sel yang Berlebih
6 Gangguan Mekanis atau Fisik
1.7 Biotransformasi Zat-zat Kimia ke dalam Tubuh Embrio
a) Melalui oksidasi, cara ini dipengaruhi oleh ensim-ensim dari
endoplasmic reticulum hati (Cytochrome P-450).
b) Melalui reduksi, dan cara ini banyak dipengaruhi oleh ensim-ensim
flavin.
c) Dengan cara hydrolisis, melalui mekhanisme esterase.
d) Melalui conjugasi atau melalui transfer pasif melalui sistem
peredaran darah.

Cacat Prenatal yang Dipengaruhi Zat-zat Kimia Jenisnya meliputi :

 Kematian dini, aborsi spontan / keguguran dan kelahiran mati.


 Kelainan anatomik, penyimpangan morfologik, kelainan-kelainan
ringan dan cacat kelahiran lain.
 Pertumbuhan fetus yang lambat di dalam kandungan.
 Pertumbuhan post natal yang tidak normal.
1.8 Beberapa Teratogen dan Pengaruhnya terhadap Perkembangan
a) Thalidomide
Pengaruh : Anomali anggota-anggota badan (kaki dan tangan),
kecacatan daun telinga, kelainan jantung, kelainan sistem digesti
dan sistem urogenitalia. Pengaruh terhadap perkembangan mental
tidak begitu nyata.
b) Testosteron
Pengaruh : pada perkembangan embrio perempuan adalah terjadinya
female masculinization. Akibat seperti ini juga bisa terjadi dari
pemakaian Norethindrone, Stilbestrol dan Clomiphene, juga akan
berakibat sama bila pemakaian pada awal masa kehamilan.
c) Acetyl salicylic acid (Asam asetil salisilat)
Pada awal kehamilan juga akan menyebabkan terjadinya cacat
kelahiran, berupa tidak sempurnanya pembentukan rangka dan alat
dalam.
d) Phenillalanine dan Cyclohexylamine
menyebabkan kecacatan mental (retardasi mental) pada fetus yang
dikandung ibu yang bersangkutan.
e) Lainnya
III. Teratologi Eksperimental
1.1 Definisi eksperimental

Teratologi eksperimental adalah suatu metode penelitian atau


mempelajari mempelajari sifat teratogen suatu zat dengan menggunakan
hewan coba.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam teratologi eksperimental
adalah :
a. Zat yang akan diuji
b. Hewan coba
c. Penentuan waktu pemberian zat
d. Penentuan besarnya konsentrasi atau dosis
e. Penentuan jalur administrasi
f. Manajemen hewan coba pasca perlakuan
g. Pengamatan
1.2 Jenis Uji Teratologi
A. CHEST (Chick Embryotoxicity Screening Test)

CHEST (Chick Embryotoxicity Screening Test) adalah pendekatan


teratologi dengan menggunakan embrio ayam untuk mengetahui
pengaruh atau dampak teratogen terhadap perkembangan embrio
ayam.

B. FETAX (Frog Embryo Teratogenecity Xenopus)

FETAX (Frog Embryo Teratogenecity Xenopus) adalah pendekatan


teratologi dengan menggunakan embrio katak sebagai objek penelitian
teratologi.

C. Uji In Vitro
Meskipun belum rutin dilakukan, uji in vitro memberikan harapan
sebagai prosedur penyaring dalam menentukan organ sasaran, atau
dalam mempelajari cara kerja teratogen.

D. Biakan sel
Biakan sel dapat ditanam pada suspensi sebagai suatu lapisan
tunggal, atau pada berbagai bahan penyangga. efek teratogenik dapat
dinilai dari berbagai parameter.
E. Biakan Organ
Ginjal metanefron, gigi yang sedang berkembang, dan beberapa
organ lainnya dapat digunakan dalam biakan organ. Biakan organ
terlalu rumit untuk digunakan sebagai uji prapenyaringan. namun,
tampaknya berguna untuk mempelajari cara kerja dan tempat sasaran
zat kimia yang dicurigai.
F. Biakan Hidra
Johnson dan gebel (1992) menjelaskan prosedur yang
menggunakan biakan hidra attenuata dalam kondisi laboratorium.
1.3 Daur Estrus

Estrus atau birahi adalah periode atau waktu hewan betina siap
menerima pejantan untuk melakukan perkawinan.
Fase-fase Siklus Estrus
Menurut perubahan-perubahan yang kelihatan maupun yang tidak
kelihatan selama siklus estrus maka siklus estrus dibedakan menjadi empat
fase yaitu :
1. Proestrus
Proestrus merupakan periode persiapan yang ditandai dengan
pemacuan pertumbuhan folikel oleh Follicle Stimulating Hormone
(FSH). Folikel yang sedang tumbuh menghasilkan cairan folikel dan
estradiol yang lebih banyak.Proestrus merupakan fase yang berlangsung
selama 1 - 2 hari dan terjadi sebelum fase estrus berlangsung.
2. Estrus
Periode estrus adalah masa puncak keinginan untuk kawin ditandai
dengan manifestasi birahi secara fisik. Dalam serviks jumlah lendir
maupun jumlah sekresi lendir dalam tiap-tiap kelenjar lendir bertambah.
Pada fase estrus keseimbangan hormon hipofisa bergeser dari FSH ke
LH. Lama periode estrus pada ruminansia kecil selama 2 - 3 hari.
3. Metestrus/Postestrus
Metestrus merupakan periode segera setelah estrus, ditandai
dengan pertumbuhan cepat korpus luteum yang berasal dari sel-sel
granulosa yang telah pecah di bawah pengaruh LH. Kehadiran
progesteron akan menghambat sekresi FSH sehingga tidak terjadi
pematangan folikel dan estrus tidak terjadi. Metestrus terjadi setelah
fase estrus berakhir, fase metestrus berlangsung selama 2 - 3 hari.
4. Diestrus
Diestrus merupakan fase terakhir dan terlama dalam siklus estrus
ternak-ternak mamalia. Korpus luteum menjadi matang dan pengaruh
progesteron menjadi dominan.
1.4 Teknik Pengawinan Hewan
Pengawinan hewan percobaan dilakukan pada masa estrus dengan
perbandingan jantan dan betina 1:4. Mencit jantan dimasukkan ke kandang
mencit betina pada pukul empat sore dan dipisahkan lagi besok paginya.
Pada pagi harinya dilakukan pemeriksaan sumbat vagina. Sumbat vagina
menandakan mencit telah mengalami kopulasi dan berada hari kehamilan
ke-0. Mencit yang telah hamil dipisahkan dan yang belum kawin dicampur
kembali dengan mencit jantan.
1.5 Teknik Pemberian Senyawa

Pemberian sediaan uji dilakukan selama 10 hari berturut-turut mulai


hari ke enam sampai hari ke lima belas kehamilan secara oral, tanpa
mempuasakan hewan.

A. Waktu Pemberian zat


Ada dua jenis waktu pemberian yaitu:
1) Pemberian zat sebelum implantasi,
Pemberian sebelum implantasi bertujuan untuk melihat
pengaruh suatu zat terhadap perkembangan embrio preimplantasi.
2) Pemberian zat teratogenik setelah implantasi.
Pemberian zat setelah implantasi bertujuan untuk melihat
pengaruh zat pada perkembangan fetus, terutama pada masa
organogenesis.
B. Pemberian Zat Kimia
Dosis sekurang-kurangnya diberikan tiga tingkat dosis. Dosis
tertinggi harus menyebabkan gejala keracunan pada beberapa induk
(dan atau janin), seperti berkurangnya berat badan. Dosis terendah
harus tidak menampakkan efek buruk. Satu atau lebih dosis harus
berada di antara kedua ekstrim itu.
Selain itu, dibuat dua kelompok pembanding. Salah satu diberi
pelarut atau larutan garam fisiologis, sedangkan yang lain diberi zat
yang diketahui bersifat teratogen aktif. Kelompok ini akan memberikan
informasi tentang insidens cacat spontan dan kepekaan hewan dalam
kondisi percobaan. Selain pembanding ini, data dari studi yang lalu
(historical control) juga berguna.
penelitian teratologi rutin, zat kimia biasanya diberikan selama
periode organogenesis, suatu periode paling rentan untuk embrio.
C. Pengamatan
1) Hewan Bunting.

Hewan harus diperiksa setiap hari untuk melihat tanda-tanda


nyata keracunan. Betina yang menunjukan tanda-tanda akan
keguguran atau melahirkan prematur (seperti perdarahan vagina)
harus dibunuh dan diperiksa.

2) Janin.
Janin biasanya diambil melalui pembedahan kira-kira sehari
sebelum perkiraan hari kelahiran. Prosedur ini dimaksudkan untuk
menghindari kanibalisme dan memungkinkan penghitungan tempat
yang diresorpsi dan kematian janin. Kemudian dilakukan
pengamatan berikutnya dan hasilnya dicatat, seperi:
 Jumlah korpora lutea
 Jumlah implantasi
 Jumlah resorpsi
 Jumlah janin yang mati
 Jumlah janin yang hidup
 Jenis kelamin janin yang hidup
 Berat janin yang hidup
 Panjang (ujung kepala-telapak kaki) janin yang hidup
 Kelainan pada janin yang hidup

D. Pemeriksaan Rinci.
Hal ini dilakukan untuk menentukan berbagai jenis kelainan.
Setiap janin diperiksa cacat luarnya. Selain itu, sekitar dua pertiga
sampel janin diambil secara acak, diwarnai dengan merah alizarin, dan
diperiksa ada tidaknya kelainan rangka. Sisanya sepertiga diperiksa
cacat viseranya setelah difiksasi dalam cairan Bouin dan diiris dengan
silet. Pada hewan yang lebih besar, seperti anjing, babi, dan primata
bukan manusia, struktur rangka bisa diperiksa dengan sinar-X, bukan
dengan pewarnaan.

E. Pengaruh Tertunda.
Untuk toksikan yang diduga mempengaruhi sistem saraf pusat atau
sistem genitourinaria janin, cukup banyak betina hamil yang dibiarkan
melahirkan anaknya. Anak-anak ini dirawat oleh ibu biologiknya,
sehingga memungkinkannya terpajan toksikan melalui air susu, atau
oleh induk angkatnya. Pada kasus terakhir ini efek potensial pajanan
pasca pascalahir dihilangkan.

IV. TERATOLOGI EKSPERIMEN II


1.1 Teknik Laparotomi
Laparatomi adalah teknik mnegeluarkan fetus mencit dengan
melakukan penyayatan pada daerah abdomen mencit yang hamil. Ini
hanya berlaku unutk pengujian teratologi saja, harus dilakukan
pembedahan sebelum waktu mencit melahirkan secara spontan. Kelahiran
spontan akan dapat mengurangi jumlah data, karena adanya sifat
kanibalisme rodensia. Biasanya mencit atau tikus akan memakan anaknya
yang baru lahir jika cacat atau jumlahnya lebih dari jumlah mamae yang
dimiliki induknya. Mencit atau tikus memilik mamae 10.
Sebelum dilaparatomi, induk mencit dimatikan terlebih dahulu ada dua
cara mematikan yang dianjurkan:
a. Dengan eter. Induk mencit dimasukkan ke dalam botol yang berisi kapas
yang sudah dibasahi dengan eter. Dengan cara ini biasanya dalam 5
menit induk mencit sudah mati dan laparatomo dapat dilakukan.
b. Dengan cara dislokasi leher. Induk mencit dapat dimatikan dengan cara
ini yakni dengan menarik ekor mencit sekuatnya setelah tengkuknya
ditekan dengan benda yang tumpul. Dengan carai ini kematian induk
mencit dapat terjadi seketika.

Setelah induk mencit mati, kemudian dilakukan laparatomi. Bagian


abdomen disayat horizontal sedikit dan kmeudian lakukan sayatan kearah
vertikal sampai terlihat tanduk uterus. Tanduk uterus adalah rangkaian
uterus yang mengandung plasenta dan tersusun rapi pada dua sisi kiri dan
kanan abdomen induk mencit. Tanduk uterus ini akan keluar dari rongga
abdomen karena disebabkan oleh gaya gravitasi sehinga peneliti dapat
melihat dan menghitung jumlah uterus dimana mencit atau tikus
mempunyai 2 uterus yaitu uterus kiri dan uterus kanan

Adapun data yang diperoleh dari laparatomi adalah :

a. Jumlah fetus
b. Jumlah fetus pada tanduk uterus sebelah kiri
c. Jumlah fetus pada tanduk uterus kanan
d. Jumlah fetus yang lahir hidup
e. Jumlah fetus yang lahir mati
f. Jumlah tapak resorbsi
g. Komposisi kelamin fetus
h. Panjang fetus
i. Berat fetus
j. Ada tidaknya kecacatan pada fetus secara morfologis yang berupa
kelainan pada telinga, mata, kepala, ekor, jumlah jari kaki depan-
belakang, ada tidaknya kelainan pada jari kaki depan-belakang, kelainan
pada kepala secara umum, posisi kaki depan-belakang, posisi kepala dan
ekor.
Catatan: semua data ini dibandingkan dengan data yang diperoleh dari
kelompok kontrol yang tidak diberi senyawa aktif, kelompok kontrol
ada dua: 1 kelompok kontrol normal yaitu hewan uji tidak diberikan
apa-apa, yang kedua kelompok kontrol negatif yaitu hewan uji biasanya
diberikan aquadest, Nacl Fisiologis atau Na CMC.
1.2 Fiksasi fetus
Semua fetus yang telah dikeluarkan dari tanduk uterus setelah
dilakukan laparatomi sudah dapat diamati sesuai dengan paramater yang
disebutkan diatas. Namun ada dua aspek lagi yang belum dapat diamati
secara mrfologis yakni kelainan yang mungkin terjadi pada bagian dalam
tubuh (visceral) dan kelainan yang mungkin terjadi pada pertulangan
(skeletal).
Sebelum mengamati bagian visceral dan skeletal, fetus harus di fiksasi
terlebih dahulu. Fiksasi adalah tindakan perendaman fetus dalam larutan
fiksatif. Ada dua jenis larutan yang sering dipakai untuk fiksasi ini, yakni
larutab bouin untuk visceral dan alizarin untuk skeletal. Larutan bouin
terdiri dari formalin 40%, asam asetat glasial, dan asam pikrat jenuh.
Larutan alizarin mengandung KOH 1%, merah alizarin 6mg/ L.
Fetus yang sudah mati dan telah diamati sejumlah kemungkinan
kelainan yang ada, kemudian separuh dari jumlah tiap induk direndam
dalam masing-masing larutan fiksatif tadi. Misalnya saru satu induk
diperoleh 10 ekor fetus, maka lima ekor fetus direndam dalam larutan
bouin dan limanya lagi direnam dalam larutan alizarin. Perendaman dalam
larutan bouin berlangsung selama 14 hari sampai diperoleh fetus yang
kenyal seperti tahu, berwarna kuning (warna asam pikrat) dan mudah
disayat. Perendaman dalam alizarin hanya berlangsung 3 hari hasil
perendaman dalam alizarin akan menghasilkan fetus dengan jaringan yang
transparan sementara semua pertulangan berwarna merah. Dengan
demikian semua kelainan yang ada pada fetus dapat dilihat dengan
bantuan alat kaca pembesar.
Dari kedua larutan fiksatif diatas akan dapat diperoleh data kelainan
yang terjadi pada bagan visceral seperti kelainan pada langit-langit (cleft
palate) serta kelainan pada organ jantung, hati, ginjal, ureter dan lain
sebagainya. Data pertulangan akan sepenuhnya diperoleh dari hasil fiksasi
dari larutan alizarin
1.3 Visceral
Untuk mengamati bagian visceral seperti langit bercelah (clept palate,
dapat dilakukan penyayatan pada fetus yang sudah direndam dengan
larutan bouin. Pada bagian mulut dimasukkan pisau yang tajam dan sayat
arah ke belakang, sehingga kepala putus. Jika dijumpai langit-langit mulut
yang terbuka menunjukkan cacat clept palate, jika tertutup berarti normal.
Bentuk kelainan visceral lain dapat diamati dengan melakukan
penyayatan, seperti bagian otak, jantung, hati, ginjal dan lain sebagainya
1.4 Kelaianan skeletal
Kelainan skeletal ini kita melihat kelainan pertulangan pada fetus.
Pertulangan dimulai dari tengkorak kepala dapat diamati sampai
pertulangan di ekor atau caudal. Kelainan letak, jumlah dan bentuknya
yang berbeda dengan bentuk pada hewan kontrol dapat dianggap sebagai
bentuk cacat. Kelainan pada tulang yang banyak diamati adalah cervical,
thoracic, lumbar, sacral, caudal, manubrium, xiphoid, sternal centra,
carpals, metacarpals, phalanges dan sternum.
Pengamatan yang agak sussah dilakukan adalah terhadap skeletal, hal
ini disebabkan karena specimen dalam larutan alizarin sangat rentan sekali
terhadap benda keras ketika kita ambil atau pindahkan ketempat
pengamatan. Untuk itu sangat diperlukan ketelitian dan kehati-hatian
dalam menangani specimennya. Kerusakan pada saat memindahkan
specimen dapat menjadi kelihatan seperti cacat ketika kita bandingkan
dengan kondisi normal.
V. Penyakit Karena Teratogen
1.1 Defenisi
Teratogen merupakan suatu obat atau zat yang menyebabkan pertumbuhan
janin yang abnormal.
Yang termasuk teratogen adalah malnutrisi, penyakit infeksi, alkohol, dan
tembakau. Dan juga yang termasuk teratogen adalah tipe darah yang kurang
cocok, polusi lingkungan, stres ibu, dan usia ayah-ibu pada saat janin
dikandung.
1.2 Faktor-faktor teratogen yaitu :
Faktor yang menyebabkan cacat ada dua kelompok, yaitu faktor
genetis dan lingkungan. Faktor genetis terdiri dari :
1. Mutasi, yakni perubahan pada susunan nukleotida gen (ADN). Mutasi
menimbulkan alel cacat, yang mungkin dominan atau resesif.
2. Aberasi, yakni perubahan pada sususnan kromosom. Contoh cacat
karena ini adalah berbagai macam penyakit turunan sindroma.
Faktor lingkungan terdiri atas :
1. Infeksi, cacat dapat terjadi jika induk yang kena penyakit infeksi,
terutama oleh virus.
2. Obat, berbagai macam obat yang diminum ibu waktu hamil dapat
menimbulkan cacat pada janinnya.
3. Radiasi, ibu hamil yang diradiasi sinar-X , ada yang melahirkan bayi
cacat pada otak. Mineral radioaktif tanah sekeliling berhubungan erat
dengan lahir cacat bayi di daerah bersangkutan.
4. Defisiensi, ibu yang defisiensi vitamin atau hormon dapat
menimbulkan cacat pada janin yang sedang dikandung.
5. Emosi, sumbing atau langit-langit celah, kalau terjadi pada minggu
ke-7 sampai 10 kehamilan orang, dapat disebabkan emosi ibu.emosi
itu mungkin lewat sistem hormone

1.3 Penyakit yang disebabkan karena teratogen yaitu :


a. NEURAL TUBE DEFECTS (NTD)
Neural Tubes Defect (NTD) atau cacat tabung saraf adalah
malformasi pada sistem saraf pusat yang diakibatkan kegagalan
penutupan tabung saraf selama embriogenesis. Neural Tube Defects
yang mempengaruhi otak (anensefalus dan craniochischisis) lebih
beresiko menyebabkan kematian perinatal. Kerusakan saraf di bawah
lesi menyebabkan kurangnya sensasi, ketidakmampuan untuk berjalan
dan inkontinensia. Kondisi ini juga sering terkait dengan hidrosefalus,
deformitas tulang belakang dan gangguan pada sistem genitourinaria
maupun pencernaan.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya NTD yaitu
infeksi (toksoplasmosis, rickettsia); toksin; multiparitas; usia ibu,
kelainan metabolik seperti gangguan keseimbangan hormon, diabetes,
defisiensi mineral dan vitamin (terutama folat); obat-obatan (golongan
aminopterin, analgesik, klomifen, anti kejang, sulfonamid, asam
valproat); kelainan genetik; riwayat kehamilan sebelumnya dengan
defek tabung saraf; status gizi ibu overweight/obes ; demam tinggi
pada awal kehamilan (hipertermia).
NTD disebabkan oleh peningkatan tekanan intraventrikular karena
produksi cairan serebrospinal yang berlebihan yang mungkin
menimbulkan celah atau defek pada tabung saraf (teori hidro dinamik).
Neural Tube Defects dapat diklasifikasikan menjadi open NTD yang
berarti jaringan sarafnya terekspos/tidak tertutup jaringan lain dan
closed NTD yang berarti jaringan saraf tertutup oleh jaringan lain.
NTD diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu disrafia cranial dan
disrafia spinal.
1. Disrafia Kranial
Disrafia kranial dapat berupa anensefalus yaitu kegagalan
penutupan neuroporus kranial, serta dapat berupa ensefalokel, yaitu
defek pada tulang tengkorak dengan herniasi meninges dan otak.
Anensefalus akan memberikan manifestasi yaitu tidak didapatkan
otak dan cranium.
2. Disrafia Spinal
Disrafia spinal atau yang biasa disebut spina bifida, adalah
terbelahnya arkus vertebra dengan/tanpa keterlibatan jaringan saraf
dibawahnya. Spina bifida dapat diklasifikasikan menjadi lima yaitu
a. Spinal bifida okula
Spina bifida okulta merupakan suatu cacat pada lengkung
vertebrayang dibungkus oleh kulit dan biasanya tidak mengenai
jaringan saraf yang ada di bawahnya. Cacat ini umumnya terjadi
di daerah lumbosakral (L4-S1), dengan ciri khas plak rambut
yang menutupi daerah yang cacat. Hal ini disebabkan karena
tidak menyatunya lengkung-lengkung vertebra (defek terjadi
hanya pada kolumna vertebralis) dan terjadi pada sekitar 10%
kelahiran.
b.Spina bifida kistika
Spina bifida kistika adalah suatu defek neural tube berat
dengan penonjolan jaringan saraf dan atau meninges melewati
sebuah cacat lengkung vertebra dan kulit sehingga membentuk
sebuah kantong mirip kista. Umumnya terletak di regio
lumbosakral. Kelainan ini dapat mengakibatkan gangguan
neurologis, tetapi biasanya tidak disertai dengan retardasi mental.
c. Spina bifida dengan meningokel
Meningokel merupakan bentuk spina bifida dengan kantong
yang berisi cairan yang terlihat dari luar (daerah belakang), tetapi
kantong tersebut tidak berisi spinal kord atau saraf.
d.Spina bifida dengan meningomielokel
Meningomielokel merupakan bentuk spina bifida yang
ditandai dengan jaringan saraf yang ikut di dalam kantong
tersebut dan dapat disertai defek kulit atau permukaan yang
hanya dilapisi selaput tipis.
e. Spina bifida dengan mielokisis atau rakiskisis
Merupakan bentuk spina bifida berat yang ditandai dengan
lipatan-lipatan saraf gagal naik di sepanjang daerah torakal
bawah dan lumbosakral dan tetap sebagai masa jaringan saraf
yang pipih.

Penatalaksanaan NTD dapat dilakukan dengan tindakan operasi


dapat dilakukan sedini mungkin bila penderita layak menjalaninya.
Pada penderita dengan tanda-tanda infeksi (terutama pada open NTD)
maka perlu dilakukan perawatan lokal dan pemberian antibiotik
dosis tinggi.
b. FETUS ALCOHOL SYNDROME (FAS)
FETAL ALCOHOL SYNDROME (FAS) merupakan dampak
terburuk dari konsumsi alkohol berlebih. Peningkatan berbagai faktor-
faktor yang mungkin merusak dan mengganggu perkembangan otak,
baik pada masa prenatal ataupun postnatal saat ini menjadi salah satu
perhatian khusus, terutama menjadi warning bagi orang tua yang
bertugas dalam proses kelahiran anak.
Mekanisme terjadinya FAS yaitu jika ibu hamil mengkonsumsi
alkohol, maka alkohol tersebut akan melewati plasenta. untuk
mekanisme secara pasti nya belum diketahui, namun diperkirakan
bahwa alkohol yang melewati plasenta tersebut akan mengganggu
perkembangan otak janin. otak janin yang sedang berkembang sangat
sensitif terhadap alkohol, dimana alkohol ini akan menempati reseptor-
reseptor dari neurotransmiter sehingga jaringan saraf janin menjadi
rusak. teori yang kedua menyebutkan bahwa alkohol ini dapat
membuat plasenta menjadi vasokontriksi, sehingga berkuranglah
nutrisi yang didapatkan oleh janin yang mengakibatkan janin tersebut
cacat.
Manifestasi dari fetal alkohol syndrome ini adalah
keterbelakangan mental, kelainan bentuk kerangka dan system organ
besar (terutama jantung dan otak), gangguan pertumbuhan, masalah
sistem saraf pusat, miskin keterampilan motorik, kematian, masalah
belajar, memori, interaksi sosial, gangguan perhatian,gangguanbicara
dan atau gangguan peendengaran. Ada juga fitur wajah yang
merupakan ciri khas dari bayi dengan FAS. Fitur-fitur ini meliputi:
mata kecil, hidung pendek atau terbalik , pipi datar, dan bibir tipis.
Fitur-fitur ini memudar ketika anak tumbuh, tapi tetap mengalami
kesulitan seumur hidup.
Ada juga istilah akibat alkohol yang lain dari FAS yaitu Fetal
Alcohol Effects (FAE) yang dibagi menjadi 2 kategori yaitu Alcohol-
Related Neurodevelopmental Disorder (ARND) dan Alkohol-Related
Birth Defect (ARBD).
 ARND menggambarkan gangguan mental dan perilaku seperti
ketidakmampuan belajar, prestasi sekolah yang buruk, kesulitan
mengendalikan dorongan hati, dan masalah dengan ingatan,
perhatian dan / atau penilaian.
 ARBD menggambarkan kelainan bentuk dari sistem kerangka dan
sistem organ utama seperti cacat jantung, ginjal, tulang, dan / atau
sistem pendengaran.
Perbedaan antara FAS dengan FAE adalah FAS adalah hasil dari
dosis tinggi konsumsi alkohol selama kehamilan, seperti pesta minum
dan / atau minum secara teratur. Sedangkan FAE adalah hasil dari
minum alkohol secara moderat selama kehamilan.Namun demikian
tetap saja efek FAE bersifat ireversibel dan seumur hidup.
Diagnosis FAS yaitu Terdapat tiga kondisi dalam melakukan
diagnosis pada anak-anak yang mengalami FAS tersebut, meliputi :
1. Retardasi pertumbuhan pada masa prental atau postnatal;
2. munculnya bentuk wajah yang dapat jelas diketahui, serta
3. beberapa informasi yang bisa diperoleh dari sistem saraf pusatnya
(central nervous system).
Ketiga hal ini bisa dibedakan dalam aspek frekuensi dan jumlah
anomali yang terlihat.Baik menurut Pusat Kontrol Gangguan dan
Institusi Kedokteran di Amerika, bahwa data tentang jumlah penderita
di seluruh dunia didasarkan pada nilai persentil dari populasi yang ada.
Ini bisa diasumsikan dalam jenis kelamin, usia kehamilan, ataupun
variabel lainnya yang terkait.
Bahaya Alkohol bagi janin dari ibu yang mengkonsumsi alcohol
dapat mengakibatkan:

FAS
Gangguan fisik Keguguran
permanen
Prematur
Retardasi mental
Komplikasi pada
Kelainan organ bayi

Microceph BB bayi
ali rendah

VI. Agen Teratogen


1.1 Definisi Teratogen

Teratogen berasal dari bahasa Yunani teratos, yang berarti monster.


Yang berarti zat atau apapun (obat, zat kimia, polutan, virus, fisik) yang
dalam kehamilan dapat menyebabkan perubahan bentuk atau fungsi organ
dalam perkembangan janin. Teratogenik berarti terjadinya perkembangan
tidak normal dari sel selama kehamilan yang menyebabkan kerusakan
pada embrio sehingga pembentukan organ-organ berlangsung tidak
sempurna (terjadi cacat lahir). Efek teratogenik biasanya hanya muncul
pada saat fetus terpapar pada masa kritis perkembangan.

1.2 Agen teratogenik menurut FDA tahun 1979 :

 Kategori A

Studi terkontrol pada wanita tidak memperlihatkan adanya resiko


pada janin pada kehamilan trimester pertama (dan tidak ada bukti
mengenai resiko terhadap trimester berikutnya), dan sangat kecil
kemungkinan obat ini untuk membahayakan janin.Contoh :

 Ascorbic acid (vitamin C) *masuk kategori C jika dosisnya


melebihi US RDA*,
 Doxylamine, Ergocalciferol *masuk kategori D jika dosisnya
melebihi US RDA*,
 Folic acid *masuk kategori C jika dosisnya melebihi 0,8 mg per
hari*,
 Hydroxocobalamine *masuk kategori C jika dosisnya melebihi US
RDA*,
 Liothyronine, Nystatin vaginal sup *masuk kategori C jika
digunakan per oral dan topikal*,
 Pantothenic acid *masuk kategori C jika dosisnya melebihi US
RDA*,
 Potassium chloride, Potassium citrate, Potassium gluconate,
Pyridoxine (vitamin B6), Riboflavin *masuk kategori C jika
dosisnya melebihi US RDA*,
 Thiamine (vitamin B1) *masuk kategori C jika dosisnya melebihi
US RDA*,
 Thyroglobulin, Thyroid hormones, Vitamin D *masuk kategori D
jika dosisnya melebihi US RDA*,
 Vitamin E *masuk kategori C jika dosisnya melebihi US RDA*.
 Kategori B

Studi terhadap reproduksi binatang percobaan memperlihatkan


adanya efek samping (selain penurunan fertilitas) yang tidak didapati
pada studi terkontrol pada wanita hamil trimester pertama (dan
ditemukan bukti adanya pada kehamilan trimester berikutnya). Contoh:

 Acetylcysteine, Acyclovir, Amiloride *masuk kategori D jika


digunakan untuk hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan*
 Ammonium chloride, Ammonium lactate *topical*,
 Amoxicillin, Amphotericin B, Ampicillin, Atazanavir, Azatadine,
Azelaic acid, Benzylpenicillin, Bisacodyl, Budesonide *inhalasi,
nasal*,
 Buspiron, Caffeine, Carbenicillin, Camitine, Cefaclor, Cefadroxil,
Cefalexin, Cefalotin, Cefamandole, Cefapirin,
 Cefatrizine, Cefazolin, Cefdinir, Cefditoren, Cefepime, Cefixime,
Cefmetazole, efonicid, Cefoperazone,
 Ceforanide, Cefotaxime, Cefotetan disodium, Cefoxitin,
Cefpodoxime, Cefprozil, Cefradine, Ceftazidime,
 Ceftibuten, Ceftizoxime, Ceftriaxone, Cefuroxime, Cetirizine,
Chlorhexidine *mulut dan tenggorokan*,
 Chlorpenamine, Chlortalidone *masuk kategori D jika digunakan
untuk hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan*,
 Ciclacillin, Ciclipirox, Cimetidine, Clemastine, Clindamycin,
Clotrimazole, Cloxacillin, Clozapine, Colestyramine.
 Kategori C

Studi pada binatang percobaan memperlihatkan adanya efek


samping terhadap janin (teratogenik), dan studi terkontrol pada wanita
dan binatang percobaan tidak tersedia atau tidak dilakukan. Obat
yang masuk kategori ini hanya boleh diberikan jika besarnya manfaat
terapeutik melebihi besarnya resiko yang terjadi pada janin . Contoh :

 Acetazolamide, Acetylcholine chloride, Adenosine, Albendazole,


Albumin, Alclometasone, Allopurinol, Aluminium hydrochloride,
Aminophylline, Amitriptyline, Amlodipine, Antazoline,
Astemizole, Atropin, Bacitracin, Beclometasone, Belladonna,
Benzatropine mesilate, Benzocaine, Buclizine, Butoconazole,
Calcitonin, Calcium acetate, Calcium ascorbate, Calcium
carbonate, Calcium chloride, Calcium citrate, Calcium folinate,
Calcium glucoheptonade, Calcium gluconate, Calcium lactate,
Calcium phosphate, Calcium polystyrene sulfonate, Capreomycin,
Captopril, Carbachol, Carbidopa, Carbinoxamine, Chloral hydrate,
Chloramphenicol, Chloroquine, Chlorothiazide, Chlorpromazine,
Choline theophyllinate, Cidofovir, Cilastatin, Cinnarizine,
Cyprofloxacin, Cisapride, Clarithromycin, Clinidium bromide,
Clonidine, Co-trimoxazole, Codeine, Cyanocobalamin,
Deserpidine, Desonide, Desoximetasone, Dexamethasone,
Dextromethorphan, Digitoxin, Digoxin, Diltiazem, Dopamine,
Ephedrine, Epinephrine, Fluconazole, Fluocinolone, Fosinopril,
Furosemide, Gemfibrozil, Gentamicin, Glibenclamide,
Glimepiride, Glipizide, Griseofulvin, Hydralazine, Hydrocortisone,
Hyoscine, Hyoscyamine, Isoniazid, Isoprenaline.
 Kategori D

Terdapat bukti adanya resiko pada janin, tetapi manfaat terapeutik


yang diharapkan mungkin melebihi besarnya resiko (misalnya jika
obat perlu digunakan untuk mengatasi kondisi yang mengancam j/iwa
atau penyakit serius bilamana obat yang lebih aman tidak digunakan
atau tidak efektif. Contoh :

 Amikacin, Amobarbital, Atenolol, Carbamazepine, Carbimazole,


Chlordizepoxide, Cilazapril, Clonazepam, Diazepam, Doxycycline,
Imipramine, Kanamycin, Lorazepam, Lynestrenol, Meprobamate,
Methimazole, Minocycline, Oxazepam, Oxytetracycline,
Tamoxifen, Tetracycline, Uracil, Voriconazole.
 Kategori X

Studi pada manusia atau binatang percobaan memperlihatkan


adanya abnormalitas pada janin, atau terdapat bukti adanya resiko
pada janin. Obat yang masuk dalam kategori ini dikontraindikasikan
pada wanita yang sedang atau memiliki kemungkinan hamil. Contoh :

 Acitretin, Alprotadil *parenteral*, Atorvastatin, Bicalutamide,


Bosentan, Cerivastatin disodium, Cetrorelix, Chenodeoxycholic
acid, Chlorotrianisene, Chorionic gonadotrophin, Clomifen,
Coumarin, Danazol, Desogestrel, Dienestrol, Diethylstilbestrol,
Dihydro ergotamin, Dutasteride, Ergometrin, Ergotamin,
Estazolam, Etradiol, Estramustine, Estriol succinate, Estrone,
Estropipate, Ethinyl estradiol, Etretinate, Finasteride, Fluorescein
*parenteral*, Flurouracil, Fluoxymesterone, Flurazepam,
Fluvastatin, Floritropin, Ganirelix, Gestodene, Goserelin, Human
menopausal gonadotrophin, Iodinated glycerol, Isotretinoin,
Leflunomide, Leuprorelin, Levonorgestrel, Lovastatin,
Medrogestrone, Medroxyprogesterone, Menotrophin, Mestranol,
Methotrexate, Methyl testosterone, Mifeprestone, Miglustat,
Misoprostol, Nafarelin, nandrolone, Nicotine *po*, Norethisterone,
Noretynodrel, Norgestrel, Oxandrolone,Oxymetholone, Oxytocin,
Pravastatin, Quinine, Raloxifene, Ribavirin, Rosuvastatin,
Simvastatin, Stanozolol, Tazarotene, Temazepam, tetosterone,
Thalidomide, Triazolam, Triproretin, Urofolitropin, Warfarin.
1.3 Obat yang Menyebabkan Cacat Lahir

1. Alkohol,

Termasuk teratogenik kuat yang dapat menyebabkan bayi lahir mati.


Fetal Alcohol Syndrome (trias : kelainan pada wajah, kelainan
pertumbuhan janin atau setelah lahir, dan kelainan pada otak) dan
kelainan pada organ lain seperti kelainan jantung, ginjal, tulang rangka,
panca indra, dan lainnya.

2. Tembakau/rokok

Mengandung bermacam zat (nikotin, kotinin, sianida, tiosianat, karbon


monoksida, timbal, dll) yang dapat menurunkan kadar oksigen dalam
darah. Menyebabkan pertumbuhan janin terhambat sehingga berat badan
bayi lahir rendah sampai kematian janin dalam kandungan. Merokok dapat
menyebabkan aborsi spontan, kelahiran premature, dan kelainan plasenta /
tali pusat.

3. Narkotika dan zat psikostimulan

Metamfetamin menyebabkan berat badan bayi lahir rendah, kokain


menyebabkan : kelainan tengkorak, otak, kulit, jantung, abdomen,
gangguan kognitif dan psikomotor, hingga kematian janin. Pada
penggunaan heroin, berat badan bayi lahir akan rendah, keterlambatan
pertumbuhan dan perkembangan, serta gangguan kepribadian. Ganja
mengandung delta-9-tetrahydrocannabinol (THC) yang merupakan
teratogenik.

4. Obat Analgesik atau dikenal dengan anti nyeri terbagi atas kategori
antiinflamasi nonsteroid dan kategori opioid

Anti inflamasi nonsteroid (NSAIDs) Aspirin adalah golongan


NSAIDs yang bekerja dengan menghambat enzim untuk pembuatan
prostaglandin . The World Health Organization (WHO) memiliki
perhatian lebih untuk konsumsi aspirin pada wanita menyusui.Indometasin
dan ibuprofen merupakan NSAIDs yang sering digunakan. NSAIDs jenis
ini dapat mengakibatkan konstriksi (penyempitan) dari arteriosus duktus
fetalis (pembuluh darah janin) selama kehamilan sehingga tidak
direkomendasikan setelah usia kehamilan memasuki minggu ke – 32.

5. Obat antikonvulsan (obat kejang/obat epilepsi).

Obat-obatan untuk penyakit epilepsi ini banyak yang masuk di


kategori D sehingga wanita dengan epilepsi memiliki resiko kelainan
janin yang lebih besar 2-3 kali lipat. Kelainan janin yang dilaporkan pada
ibu hamil dengan epilepsi adalah :

bibir sumbing, kelainan jantung, defek pada selubung saraf, dan kelainan
saluran kencing. Ibu hamil yang diterapi dengan asam valproat memiliki
resiko yang lebih tinggi akan mengalami kelainan janin.

6. Obat hipoglikemik oral

Digunakan untuk menurunkan kadar gula darah pada penderita


diabetes, tetapi seringkali gagal mengatasi diabetes pada wanita hamil.
Menyebabkan bayi yang baru lahir memiliki kadar gula darah yang
sangat rendah (hipoglikemia). Karena itu untuk mengobati diabetes pada
wanita hamil lebih baik digunakan insulin.

7. Obat penyekat ACE dan penyekat reseptor angiotensin (obat hipertensi).

Obat golongan ini mengganggu sistem renin-angiotensin janin yang


dihasilkan oleh ginjal dan paru untuk mengatur tekanan darah) sehingga
pertumbuhan ginjal dan paru janin terganggu Selain itu dapat
menyebabkan cacat pada anggota gerak (tangan dan kaki), berat badan
lahir rendah, dan gangguan pertumbuhan tulang tengkorak. Pada ibu
hamil yang menderita penyakit darah tinggi, penggunaan obat darah
tinggi golongan penyekat ACE dan penyekat reseptor angiotensin harus
dihindarkan
8. Obat anti peradangan non-steroid (obat radang/obat nyeri).

Obat golongan ini sebenarnya tidak termasuk kategori obat yang


teratogenik, namun mereka dapat menyebabkan efek samping pada janin
apabila digunakan pada trimester ketiga. Obat seperti Indometasin apabila
dikonsumsi pada trimester ketiga dan selama lebih dari 3 hari, dapat
menyebabkan tekanan darah tinggi pada paru-paru janin, mengurangi
cairan ketuban, perdarahan di otak janin, dan gangguan pada sistem
pencernaan.

9. Obat anti mual

Thalidomide dan meclizin digunakan untuk mengatasi mabok


perjalanan, mual dan muntah, bisa menyebabkan cacat bawaan pada
hewan percobaan. Tetapi efek seperti ini belum ditemukan pada manusia.

10. Obat anti kanker.

Jaringan janin tumbuh dengan kecepatan tinggi, karena itu sel-selnya


yang membelah dengan cepat sangat rentan terhadap obat anti-kanker.
Banyak obat anti-kanker yang bersifat teratogen menyebabkan cacat
bawaan seperti methotrexate dan aminopetrin .

11. Obat kulit, accutane, tretinoin dan Isotretinoin

mengobati jerawat yang berat, psoriasis dan kelainan kulit lainnya bisa
menyebabkan cacat bawaan . Yang paling sering terjadi adalah kelainan
jantung, telinga yang kecil dan hidrosefalus (kepala yang besar). Resiko
terjadinya cacat bawan adalah sebesar 25%. Etretinat juga bisa
menyebabkan cacat bawaan. Obat ini disimpan di dalam lemak dibawah
kulit dan dilepaskan secara perlahan, sehingga efeknya masih bertahan
sampai 6 bulan atau lebih setelah pemakaian obat dihentikan.
12. Hormon androgenik

Mengobati berbagai kelainan darah dan progestin sintetis yang


diminum pada 12 minggu pertama setelah pembuahan, bisa menyebabkan
terjadinya maskulinisasi pada kelamin janin perempuan . Klitoris bisa
membesar dan labia minora menutup. Efek tersebut tidak ditemukan pada
pemakaian pil KB karena kandungan progestinnya hanya sedikit.
Dietilstilbestrol (DES,suatu estrogen sintetis) menyebabkan kanker pada
anak perempuan yang ibunya memakai obat ini selama hamil.

13. Antibiotik golongan aminoglikosida, klorampenikol, sulfa, dan tetrasiklin.

Antibiotik golongan aminoglikosida (gentamisin, streptomisin) dapat


menyebabkan tuli dan kerusakan ginjal. Golongan klorampenikol dapat
menyebabkan gray baby syndrome (sindrom bayi abu-abu) yaitu bayi
tampak pucat dan kebiruan, pembuluh darah kolaps, yang berujung
kematian. Obat golongan tetrasiklin, obat ini apabila dikonsumsi pada
kehamilan dapat menyebabkan gigi bayi yang tumbuh akan berwarna
kuning kecoklatan sedangkan pada obat golongan sulfa dapat
menyebabkan bayi lahir kuning.

14. Obat anti peradangan kortikosteroid.

Obat golongan kortikosteroid (deksametason, hidrokortison,


prednison) sering digunakan utk penyakit kronik/serius seperti asma dan
penyakit autoimun. Penelitian pada binatang precobaan menunjukan
hubungan terjadinya bibir sumbing. Pada ibu hamil penelitian
menunjukan resiko 3 dari 1000 dapat melahirkan dengan bibir sumbing.
Maka dari itu penggunaan kortikosteroid sistemik pada kehamilan
trimester awal termasuk kategori D dan tidak dianjurkan.

15. Antikoagulan

Janin sangat rentan terhadap antikoagulan (obat anti pembekuan)


warfarin. Cacat bawaan terjadi pada 25% bayi yang terpapar oleh obah ini
selama trimester pertama. Selain itu, bisa terjadi perdarahan abnormal
pada ibu maupun janin.Jika seorang wanita hamil memiliki resiko
membentuk bekuan darah, lebih baik diberikan heparin. Tetapi pemakaian
jangka panjang selama kehamilan bisa menyebabkan penurunan jumlah
trombosit atau pengeroposan tulang (osteoporosis) pada ibu.

16.Obat anti-kejang seperti phenytoin, valproic, trimethadione,


paramethadione, carbamazepine, phenobarbital

Penderita epilepsi yang sedang hamil menyebabkan terjadinya celah


langit-langit mulut, kelainan jantung, wajah, tengkorak, tangan dan organ
perut pada bayinya. Bayi yang dilahirkan juga bias mengalami
keterbelakangan mental. Obat anti-kejang yang bisa menyebabkan cacat
bawaan adalah trimetadion (resiko sebesar 70%) dan asam valproate
(resikosebesar 1%).Carbamazepine diduga menyebabkan sejumlah cacat
bawaan yang sifatnya ringan. Bayi baru lahir yang selama dalam
kandungan terpapar oleh phenitoin dan phenobarbital, bisa mudah
mengalami perdarahan

17. Vaksin yang terbuat dari virus yang hidup

Tidak diberikan kepada wanita hamil, kecuali jika sangat mendesak.


Vaksin rubella (suatu vaksin dengan virus hidup) bisa menyebabkan
infeksi pada plasenta dan janin . Vaksin virus hidup (misalnya campak,
gondongan, polio, cacar air dan demam kuning) . Vaksin lainnya
(misalnya kolera, hepatitis A dan B, influensa, plag, rabies, tetanus, difteri
dan tifoid) diberikan kepada wanita hamil hanya jika dia memiliki resiko
tinggi terinfeksi oleh salah satu mikro organismenya.

18. Yodium radioaktif

Diberikan kepada wanita hamil untuk mengobati hipertiroidisme


(kelenjar tiroid yang terlalu aktif) bisa melewati plasenta dan
menghancurkan kelenjar tiroid janin atau menyebabkan hipotiroidisme
(kelenjar tiroid yang kurang aktif) yang berat. Propiltiourasil dan
metimazol, yang juga digunakan untuk mengatasi hipertiroidisme bisa
melewati plasenta dan menyebabkan kelenjar tiroid janin sangat
membesar.

19. Vitamin A dan retinoid (turunan dari vitamin A).

Turunan vitamin A seperti bexarotene (digunakan untuk limfoma) dan


isotretinoin (untuk obat jerawat) termasuk teratogen yang poten karena
dapat menyebabkan kelainan pada mata, telinga, bibir sumbing, dan
gangguan pada tulang . Penggunaan pada awal kehamilan dapat berakibat
gangguan pada jantung, sistem saraf pusat janin, dan telinga janin hingga
yang paling fatal yaitu kematian janin. ss

1.4 Agen Teratogenik

Dibagi menjadi 3 kelas berdasarkan golongan nya yakni bahan


teratogenik :

• Bahan teratogenik fisik

Bahan yang bersifat teratogen dari unsur-unsur fisik misalnya


Radiasi nuklir, sinar gamma dan sinar X (sinar rontgen). Foto
rontgen yang terlalu sering dan berulang pada kehamilan kurang dari
12 minggu dapat memberikan gangguan berupa kecacatan lahir pada
janin.

• Bahan teratogenik kimia

Bahan yang berupa senyawa senyawa kimia yang bila masuk


dalam tubuh ibu pada saat-saat kritis pembentukan organ tubuh janin
dapat menyebabkan gangguan pada proses tersebut Konsumsi
alkohol pada ibu hamil selama kehamilannya terutama di trisemester
pertama, dapat menimbulkan kecacatan fisik pada anak dan dapat
masuk kedalam plasenta dan mempengaruhi janin sehingga
pertumbuhan otak terganggu sehingga terjadi penurunan
kecerdasan/retardasi mental.
• Agen teratogenik biologis

Istilah TORCH atau toksoplasma,rubella, cytomegalo virus dan


herpes merupakan agen teratogenik biologis yang umum dihadapi
oleh ibu hamil dalam masyarakat. Infeksi TORCH dapat
menimbulkan berbagai kecacatan lahir dan bahkan abortus sampai
kematian janin.

You might also like