You are on page 1of 22

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan
makalah ini dengan tepat pada waktunya. Banyak rintangan dan hambatan yang
kami hadapi dalam penyusunan makalah ini.

Namun berkat bantuan dan dukungan dari teman-teman serta bimbingan


dari dosen pembimbing ( Afrizal, S.Kep, Ns. ) sehingga kami bisa menyelesaikan
makalah ini.

Dengan adanya makalah ini di harapkan dapat membantu dalam proses


pembelajaran dan dapat menambah pengetahuan para pembaca. Penulis juga tidak
lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan, dorongan dan doa. Tidak lupa pula kami mengharap kritik
dan saran untuk memperbaiki makalah kami, di karenakan banyak kekurangan
dalam mengerjakan makalah ini.

Makassar, April 2016

Penulis

2
DAFTAR ISI

Sampul ............................................................................................................. 1
Kata pengantar .................................................................................................. 2
Daftar isi ........................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang .......................................................................................... 4
B. Rumusan masalah ...................................................................................... 4
C. Tujuan ........................................................................................................ 5
BAB II KONSEP MEDIS
A. Pengertian ............................................................................................... 6
B. Etiologi ..................................................................................................... 6
C. Patofisiologi ............................................................................................. 7
D. Manifestasi klinis .................................................................................... 8
E. Komplikasi .............................................................................................. 8
F. Pemeriksaan diagnostic ........................................................................... 9
G. Pengobatan .............................................................................................. 10
H. Pencegahan .............................................................................................. 12
BAB III KONSEP KEPERAWATAN ............................................................ 14
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................ 22
B. Saran ....................................................................................................... 22

Daftar pustaka .................................................................................................. 23

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis spinal terhitung kurang lebih 3
juta kematian terjadi setiap tahun. Di waktu yang lampau, spondilitis
tuberkulosa merupakan istilah yang dipergunakan untuk penyakit pada masa
anak-anak, terutama yang berusia 3-5 tahun. Saat ini dengan adanya
perbaikan pelayanan kesehatan, maka insidensi usia ini mengalami
perubahan sehingga golongan umur dewasa menjadi lebih sering terkena
dibandingkan anak-anak.
Insidensi spondilitis tuberkulosa bervariasi diseluruh dunia dan biasanya
berhubungan dengan kualitas fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat yang
tersedia serta kondisi sosial di negara tersebut. Saat ini spondilitis
tuberkulosa merupakan sumber morniditas dan mortalitas utama pada
negara yang belum dan sedang berkembang, terutama di Asia, dimana
malnutrisi dan kepadatan penduduk masih menjadi masalah utama.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu Spondilitis tuberkulosa ?
2. Apa penyebab Spondilitis tuberkulosa ?
3. Bagaimana perjalanan penyakit atau patofisiologi Spondilitis
tuberkulosa ?
4. Bagaimana manifestasi klinis Spondilitis tuberkulosa ?
5. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi dari Spondilitis tuberkulosa ?
6. Apa saja pemeriksaan diagnostic/penunjang pada Spondilitis
tuberkulosa ?
7. Bagaimana cara pengobatan Spondilitis tuberkulosa ?
8. Bagaimana cara pencegahan Spondilitis tuberkulosa ?
9. Bagaimana asuhan keperawatan Spondilitis tuberkulosa

4
5

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui tentang Spondilitis tuberkulosa
2. Untuk mengetahui tentang penyebab Spondilitis tuberkulosa
3. Untuk mengetahui patofisiologi tentang Spondilitis tuberkulosa
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis tentang Spondilitis tuberkulosa
5. Untuk mengetahui komplikasi yang dapat terjadi dari Spondilitis
tuberkulosa
6. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic/penunjang pada Spondilitis
tuberkulosa
7. Untuk mengetahui cara pengobatan pada Spondilitis tuberkulosa
8. Untuk mengetahui cara pencegahan pada Spondilitis tuberkulosa
9. Untuk mengetahui tentang asuhan keperawatan pada Spondilitis
tuberkulosa
BAB II

KONSEP MEDIS

A. DEFINISI
1. Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan spondilitis
tuberkulosa merupakan peradangan granulomatosa yang bersifat kronik
destruktif oleh Mycobacterium tuberculosa.
2. Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi
granulomatosis di sebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycobacterium
tuberculosa yang mengenai tulang vertebra. Tuberkulosis tulang belakang
selalu merupakan infeksi sekunder dari fokus di tempat lain dalam tubuh.
Percivall Pott (1973) yang pertama kali menulis tentang penyakit ini dan
menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penyakit ini dengan
deformitas tulang belakang yang terjadi, sehingga penyakit ini disebut juga
sebagai penyakit Pott (Rasjad, 2007).
3. Spondilitis tuberkulosa adalah infeksi tuberkulosis ekstra pulmonal yang
bersifat kronis berupa infeksi granulomatosis disebabkan oleh kuman
spesifik yaitu Mycobacterium tuberculosa yang mengenai tulang vertebra
sehingga dapat menyebabkan destruksi tulang, deformitas dan paraplegia
(Tandiyo, 2010).

B. ETIOLOGI
Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari
tuberkulosis di tempat lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh mikobakterium
tuberkulosis tipik (2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5-10% oleh
mikobakterium tuberkulosa atipik. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai
sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu
disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TB cepat mati dengan
sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat
yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman,
tertidur lama selama beberapa tahun. (Rasjad. 1998).

6
7

C. PATOFISIOLOGI
Patogenesis penyakit ini sangat tergantung dari kemampuan bakteri
menahan cernaan enzim lisosomal dan kemampuan host untuk memobilisasi
imunitas seluler. Jika bakteri tidak dapat diinaktivasi, maka bakteri akan
bermultiplikasi dalam sel dan membunuh sel itu. Komponen lipid, protein
serta polisakarida sel basil tuberkulosa bersifat immunogenik, sehingga akan
merangsang pembentukan granuloma dan mengaktivasi makrofag. Beberapa
antigen yang dihasilkannya dapat juga bersifat immunosupresif (Mansjoer,
2000).
Infeksi mycobacterium tuuberculosis pada tulang selalu merupakan infeksi
sekunder. Berkembnagnya kuman dalam tubuh tergantung pada keganasan
kuman dan ketahanan tubuh klien. Lima stadium perjalanan penyakit
spondilitis tuberkulosa, antara lain: (Rasjad, 2007)
1. Stadium I (implantasi)
Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh
klien menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang
berlangsung selama 6-8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada
daerah torakolumbal.
2. Stadium destruksi awal
Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus
vertebra serta penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini
berlangsung selama 3-6 minggu.
3. Stadium destruksi lanjut
Pada stadium ini terjadi destruksi yang masif, kolaps vertebra dan
terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses
dingin), yang terjadi 23 bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya
dapat terbentuk sekuestrum serta kerusakan diskus intervertebralis. Pada
saat ini terbentuk tulang baji terutama di sebelah depan (wedging anterior)
akibat kerusakan korpus vertebra, yang menyebabkan terjadinya kifosis
atau gibus.
4. Stadium gangguan neurologis
8

Tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi, tetapi


terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. Gangguan ini
ditemukan 10% dari seluruh komplikasi spondilitis tuberkulosa. Vertebra
torakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih kecil sehingga gangguan
neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini.
5. Stadium deformitas residual
Stadium ini terjadi kurang lebih 35 tahun setelah timbulnya
stadium implantasi. Kifosis atau gibus bersifat permanen oleh karena
kerusakan vertebra yang masif di sebelah depan.

D. MANIFESTASI KLINIS
Secara klinik gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan gejala
tuberkulosis pada umumnya, yaitu: (Mansjoer, 2000).
1. Badan lemah/ lesu
2. Penurunan berat badan
3. Nafsu makan berkurang
4. Demam subfebris
5. Nyeri vertebra/lokal pada lokasi infeksi sering dijumpai dan menghilang
bila istirahat.
6. Deformitas tulang belakang
7. Adanya spasme otot paravertebralis
8. Nyeri ketok tulang vertebra
9. Gangguan motorik
10. Adanya gibus/kifosis

E. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh spondilitis tuberkulosa yaitu:
1. Pott’s paraplegia
a. Muncul pada stadium awal disebabkan tekanan ekstradural oleh pus
maupun sequester atau invasi jaringan granulasi pada medula spinalis.
9

Paraplegia ini membutuhkan tindakan operatif dengan cara dekompresi


medula spinalis dan saraf.
b. Muncul pada stadium lanjut disebabkan oleh terbentuknya fibrosis dari
jaringan granulasi atau perlekatan tulang (ankilosing) di atas kanalis
spinalis.
2. Ruptur abses paravertebra
a. Pada vertebra torakal maka nanah akan turun ke dalam pleura sehingga
menyebabkan empiema tuberkulosis.
b. Pada vertebra lumbal maka nanah akan turun ke otot iliopsoas
membentuk psoas abses yang merupakan cold absces (Lindsay, 2008).
3. Cedera corda spinalis (spinal cord injury).
Dapat terjadi karena adanya tekanan ekstradural sekunder karena pus
tuberkulosa, sekuestra tulang, sekuester dari diskus intervertebralis (contoh :
Pott’s paraplegia – prognosa baik) atau dapat juga langsung karena
keterlibatan korda spinalis oleh jaringan granulasi tuberkulosa (contoh :
menigomyelitis – prognosa buruk). Jika cepat diterapi sering berespon baik
(berbeda dengan kondisi paralisis pada tumor). MRI dan mielografi dapat
membantu membedakan paraplegi karena tekanan atau karena invasi dura
dan corda spinalis.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penyakit
spondilitis tuberkulosa antara lain: (Rasjad, 2007)
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Peningkatan laju endap darah dan mungkin disertai leukositosis
b. Uji Mantoux : positif tb
c. Pada pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan Mycobacterium
d. Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional
e. Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel
2. Pemeriksaan radiologis
a. Pemeriksaan foto toraks untuk melihat adanya tuberkulosis paru
10

b. Foto polos vertebra, ditemukan osteoporosis, osteolitik, dan destruksi


korpus vertebra, disertai penyempitan diskus intervertebralis yang
berada diantara korpus tersebut dan mungkin dapat ditemukan adanya
massa abses paravertebral
c. Pada stadium lanjut terjadi destruksi vertebra yang hebat sehingga
timbul kifosis
d. Pemeriksaan mielografi dilakukan bila terdapat gejala-gejala
penekanan sumsum tulang
e. Pemeriksaan CT scan memberi gambaran tulang secara lebih detail
dari lesi irreguler, skelerosis, kolaps diskus, dan gangguan
sirkumferensi tulang.
f. Pemeriksaan MRI mengevaluasi infeksi diskus intervertebralis dan
osteomielitis tulang belakang serta menunjukkan adanya penekanan
saraf

G. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksaan Medis
a. Terapi konservatif
Medikamentosa : Rifampisin 10-20 mg/kgBB maksimum 600
mg/hari, Etambutol 15 mg/kgBB maksimum 1200 mg/hari, Piridoksin
25 mg/kgBB, INH 5-10 mg/kgBB maksimum 300 mg/hari. Etambutol
diberikan dalam 3 bulan, sedangkan yang lain diberikan dalam 1
tahun. Semua obat diberikan sekali dalam sehari.
b. Operasi
1) Indikasi operasi apabila terdeteksi adanya abses paravertebra,
deformitas yang progresif, gejala penekanan pada sumsum tulang
belakang, gangguan fungsi paru yang progresif, kegagalan terapi
konservatif dalam 3 bulan, terjadi paraplegia dan spastisitas hebat
yang tidak dapat dikontrol. Kontra-indikasi operasi apabila
terdapat kegagalan pernapasan dengan kelainan jantung yang
membahayakan operasi.
11

2) Secara garis besar tindakan operatif dibagi menjadi :


a) Debridement : Dilakukan evaluasi pus, bahan kaseous dan
sekuestra tanpa melakukan tindakan apapun pada tulangnya.
b) Operasi radikal: Eksisi dilakukan dari atas sampai ke bawah
meliputi seluruh tulang belakang yang rusak, hingga mencapai
daerah yang sehat dan posterior mencapai duramater.
Dilanjutkan dengan grafting yang diambil dari kosta atau tibia.
Pada umumnya meliputi anterior radical focal debridement
dan stabilisasi dengan instrumentasi.
2. Penatalaksanaan Fisioterapi
Prinsip utama dari penanganan fisioterapi pada kasus ini adalah
memperkuat otot melalui reedukasi dan mereduksi spastisitas atau
rigiditas. Latihan yang direkomendasikan untuk rehabilitasi penyakit
spondilitis TB meliputi stretching, balance training, gait training dan
latihan untuk kelompok otot menggunakan teknik proprioceptive
neuromuscular facilitation (PNF).
a. Isometric exercise
Penyakit spondylitis TB biasanya menyebabkan gejala neurologis
yang dapat diperburuk dengan latihan tanpa pengawasan. Oleh karena
itu penting untuk meningkatkan latihan dengan hati-hati. Fisioterapi
biasanya memulai dengan latihan isometrik. Tujuan dari latihan ini
adalah untuk mengembangkan kekuatan otot melalui kontraksi tanpa
gerakan. Dengan cara ini, kekuatan otot secara bertahap terbentuk
dengan meminimalkan resiko kerusakan lebih lanjut. Setelah
memperoleh cukup kekuatan dan ketangkasan dengan latihan non-
gerakan, maka dilanjutkan untuk tahap berikutnya.
b. Stretching exercise
Teknik ini harus diaplikasikan dengan sangat hati-hati pada pasien
spondylitis TB. Sebagai aturan umum, hanya latihan gentle stretching
yang diperbolehkan. Bahkan sebelum menerapkan tahap latihan ini
pasien harus dibantu dengan latihan passive movement terebih dahulu.
12

Juga penting untuk menjaga stabilitas tulang belakang ketika


melakukan gentle stretching exercise tersebut.
c. PNF techniques
Teknik ini pada awalnya dikembangkan untuk rehabilitasi pasien
post-paralysis. Keuntungan yang diperoleh dari PNF adalah
menstimulasi otot melalui aktifitas kelompok otot, penguluran, dan
pemberian tahanan dengan cara melibatkan serangkaian gerakan
berulang.

H. PENCEGAHAN
Pencegahan komplikasi imobilisasi lama : turning tiap 2 jam untuk
menghindari ulkus dekubitus, latihan luas gerak sendi untuk mencegah
kontraktur, latihan pernapasan untuk memperkuat otot-otot pernapasan dan
mencegah terjadinya orthostatik pneumonia, latihan penguatan otot bladder
training dan bowel training bila ada gangguan, mobilisasi bertahap sesuai
dengan perkembangan penyakit
13

PENYIMPANGAN KDM
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status
perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, alamat, tanggal/jam MRS
dan diagnosa medis.
2. Riwayat penyakit sekarang.
Keluhan utama pada klien Spodilitis tuberkulosa terdapat nyeri pada
punggung bagian bawah, sehingga mendorong klien berobat kerumah sakit.
Pada awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau
perut. Nyeri dirasakan meningkat pada malam hari dan bertambah berat
terutama pada saat pergerakan tulang belakang. Selain adanya keluhan
utama tersebut klien bisa mengeluh, nafsu makan menurun, badan terasa
lemah, sumer-sumer (Jawa) , keringat dingin dan penurunan berat badan.
3. Riwayat penyakit dahulu
Tentang terjadinya penyakit Spondilitis tuberkulosa biasany pada klien di
dahului dengan adanya riwayat pernah menderita penyakit tuberkulosis
paru. ( R. Sjamsu hidajat, 1997 : 20).
4. Riwayat kesehatan keluarga.
Pada klien dengan penyakit Spondilitis tuberkulosa salah satu penyebab
timbulnya adalah klien pernah atau masih kontak dengan penderita lain
yang menderita penyakit tuberkulosis atau pada lingkungan keluarga ada
yang menderita penyakit menular tersebut.
5. Riwayat psikososial
Klien akan merasa cemas terhadap penyakit yang di derita, sehingga kan
kelihatan sedih, dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit,
pengobatan dan perawatan terhadapnya maka penderita akan merasa takut
dan bertambah cemas sehingga emosinya akan tidak stabil dan
mempengaruhi sosialisai penderita.

14
15

6. Pola - pola fungsi kesehatan


a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.
Adanya tindakan medis serta perawatan di rumah sakit akan
mempengaruhi persepsi klien tentang kebiasaan merawat diri , yang
dikarenakan tidak semua klien mengerti benar perjalanan
penyakitnya.Sehingga menimbulkan salah persepsi dalam pemeliharaan
kesehatan. Dan juga kemungkinan terdapatnya riwayat tentang keadaan
perumahan, gizi dan tingkat ekonomi klien yang mempengaruhi
keadaan kesehatan klien.
b. Pola nutrisi dan metabolisme.
Akibat dari proses penyakitnya klien merasakan tubuhnya menjadi
lemah dan amnesia. Sedangkan kebutuhan metabolisme tubuh semakin
meningkat, sehingga klien akan mengalami gangguan pada status
nutrisinya. ( Abdurahman, et al 1994 : 144)
c. Pola eliminasi.
Klien akan mengalami perubahan dalam cara eliminasi yang
semula bisa ke kamar mandi, karena lemah dan nyeri pada punggung
serta dengan adanya penata laksanaan perawatan imobilisasi, sehingga
kalau mau BAB dan BAK harus ditempat tidur dengan suatu alat.
Dengan adanya perubahan tersebut klien tidak terbiasa sehingga akan
mengganggu proses aliminasi.
d. Pola aktivitas.
Sehubungan dengan adanya kelemahan fisik dan nyeri pada
punggung serta penatalaksanaan perawatan imobilisasi akan
menyebabkan klien membatasi aktivitas fisik dan berkurangnya
kemampuan dalam melaksanakan aktivitas fisik tersebut.
e. Pola tidur dan istirahat.
Adanya nyeri pada punggung dan perubahan lingkungan atau
dampak hospitalisasi akan menyebabkan masalah dalam pemenuhan
kebutuhan tidur dan istirahat.
f. Pola hubungan dan peran.
16

Sejak sakit dan masuk rumah sakit klien mengalami perubahan


peran atau tidak mampu menjalani peran sebagai mana mestinya, baik
itu peran dalam keluarga ataupun masyarakat. Hal tersebut berdampak
terganggunya hubungan interpersonal.
g. Pola persepsi dan konsep diri.
Klien dengan Spondilitis tuberkulosa seringkali merasa malu
terhadap bentuk tubuhnya dan kadang - kadang mengisolasi diri.
h. Pola sensori dan kognitif.
Fungsi panca indera klien tidak mengalami gangguan terkecuali
bila terjadi komplikasi paraplegi.
i. Pola reproduksi seksual.
Kebutuhan seksual klien dalam hal melakukan hubungan badan
akan terganggu untuk sementara waktu, karena di rumah sakit. Tetapi
dalam hal curahan kasih sayang dan perhatian dari pasangan hidupnya
melalui cara merawat sehari - hari tidak terganggu atau dapat
dilaksanakan.
j. Pola penaggulangan stres.
Dalam penanggulangan stres bagi klien yang belum mengerti
penyakitnya , akan mengalami stres. Untuk mengatasi rasa cemas yang
menimbulkan rasa stres, klien akan bertanya - tanya tentang
penyakitnya untuk mengurangi stres.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan.
Pada klien yang dalam kehidupan sehari - hari selalu taat
menjalankan ibadah, maka semasa dia sakit ia akan menjalankan ibadah
pula sesuai dengan kemampuannya. Dalam hal ini ibadah bagi mereka
di jalankan pula sebagai penaggulangan stres dengan percaya pada
tuhannya.
7. Pemeriksaan fisik.
a. Inspeksi.
Pada klien dengan Spondilitis tuberkulosa kelihatan lemah, pucat,
dan pada tulang belakang terlihat bentuk kiposis.
17

b. Palpasi.
Sesuai dengan yang terlihat pada inspeksi keadaan tulang belakang
terdapat adanya gibus pada area tulang yang mengalami infeksi.
c. Perkusi.
Pada tulang belakang yang mengalami infeksi terdapat nyeri ketok.
d. Auskultasi.
Pada pemeriksaan auskultasi keadaan paru tidak di temukan
kelainan.(Abdurahman, et al 1994 : 145 ).
8. Hasil pemeriksaan medik dan laboratorium.
a. Radiologi
1) Terlihat gambaran distruksi vertebra terutama bagian anterior,
sangat jarang menyerang area posterior.
2) Terdapat penyempitan diskus.
3) Gambaran abses para vertebral ( fusi form ).
b. Laboratorium
1) Laju endap darah meningkat
2) Tes tuberkulin.
3) Reaksi tuberkulin biasanya positif.

B. ANALISA DATA
Setelah data di kumpulkan kemudian dikelompokkan menurut data
subjektif yaitu data yang didapat dari pasien sendiri dalm hal komukasi atau
data verbal dan objektiv yaitu data yang didapat dari pengamatan, observasi,
pengukuran dan hasil pemeriksaan radiologi maupun laboratorium. Dari hasil
analisa data dapat disimpulkan masalah yang di alami oleh klien. ( Mi Ja
Kim,et al 1994 ).

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien Spondilitis tuberkulosa
adalah :
1. Gangguan mobilitas fisik
18

2. Gangguan rasa nyaman ; nyeri sendi dan otot.


3. Perubahan konsep diri : Body image.

D. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan mobilitas fisik sehubungan dengan kerusakan muskuloskeletal
dan nyeri.
Tujuan : Klien dapat melakukan mobilisasi secara optimal.
Kriteria hasil :
a. Klien dapat ikut serta dalam program latihan
b. Mencari bantuan sesuai kebutuhan
c. Mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat optimal.
Rencana tindakan :
a. Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan
kerusakan.
R : Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.
b. Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi.
R : Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuan.
c. Memelihara bentuk spinal yaitu dengan cara :
1) Mattress
2) Bed Board ( tempat tidur dengan alas kayu, atau kasur busa yang
keras yang tidak menimbulkan lekukan saat klien tidur.
R : Mempertahankan posisi tulang belakang tetap rata dan di lakukan
untuk menegakkan postur dan menguatkan otot – otot paraspinal.
d. Mempertahankan postur tubuh yang baik dan latihan pernapasan
R : Untuk mendeteksi perubahan pada klien.
2. Gangguan rasa nyaman : nyeri sendi dan otot sehubungan dengan adanya
peradangan sendi.
Tujuan :
a. Rasa nyaman terpenuhi
b. Nyeri berkurang / hilang
19

Kriteria hasil :
a. Klien melaporkan penurunan nyeri
b. Menunjukkan perilaku yang lebih relaks
c. Memperagakan keterampilan reduksi nyeri yang dipelajari dengan
peningkatan keberhasilan.
Rencana tindakan :
a. Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri; observasi terhadap kemajuan
nyeri ke daerah yang baru.
R : Nyeri adalah pengalaman subjek yang hanya dapat di gambarkan
oleh klien sendiri.
b. Berikan analgesik sesuai terapi dokter dan kaji efektivitasnya
terhadap nyeri.
R : Analgesik adalah obat untuk mengurangi rasa nyeri dan
bagaimana reaksinya terhadap nyeri klien.
c. Gunakan brace punggung atau korset bila di rencanakan demikian.
R : Korset untuk mempertahankan posisi punggung.
d. Berikan dorongan untuk mengubah posisi ringan dan sering untuk
meningkatkan rasa nyaman.
R : Dengan ganti – ganti posisi agar otot – otot tidak terus spasme
dan tegang sehingga otot menjadi lemas dan nyeri berkurang.
e. Ajarkan dan bantu dalam teknik alternatif penatalaksanaan nyeri.
R : Metode alternatif seperti relaksasi kadang lebih cepat
menghilangkan nyeri atau dengan mengalihkan perhatian klien
sehingga nyeri berkurang.
3. Gangguan citra tubuh sehubungan dengan gangguan struktur tubuh.
Tujuan :
Klien dapat mengekspresikan perasaannya dan dapat menggunakan
koping yang adaptif.
Kriteria hasil :
Klien dapat mengungkapkan perasaan / perhatian dan menggunakan
keterampilan koping yang positif dalam mengatasi perubahan citra.
20

Rencana tindakan :
a. Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan.
Perawat harus mendengarkan dengan penuh perhatian.
R : meningkatkan harga diri klien dan membina hubungan saling
percaya dan dengan ungkapan perasaan dapat membantu penerimaan
diri.
b. Bersama – sama klien mencari alternatif koping yang positif.
R : Dukungan perawat pada klien dapat meningkatkan rasa percaya
diri klien.
c. Kembangkan komunikasi dan bina hubungan antara klien keluarga
dan teman serta berikan aktivitas rekreasi dan permainan guna
mengatasi perubahan body image.
R : Memberikan semangat bagi klien agar dapat memandang dirinya
secara positif dan tidak merasa rendah diri.

E. IMPLEMENTASI
Yaitu perawat melaksanakan rencana asuhan keperawatan. Instruksi
keperawatan di implementasikan untuk membantu klien memenuhi kriteria
hasil. Komponen tahap Implementasi :
1. Tindakan keperawatan mandiri
2. Tindakan keperawatan kolaboratif
3. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan
keperawatan.

F. EVALUASI
Evaluasi adalah perbandingan hasil – hasil yang di amati dengan kriteria
hasil yang dibuat pada tahap perencanaan komponen tahap evaluasi.
1. Pencapaian kriteria hasil
2. Keefektipan tahap – tahap proses keperawatan
3. Revisi atau terminasi rencana asuhan keperawatan.
21

Adapun kriteria hasil yang di harapkan pada klien Spondilitis tuberkulosa


adalah :
1. Adanya peningkatan kegiatan sehari –hari ( ADL) tanpa menimbulkan
gangguan rasa nyaman .
2. Tidak terjadinya deformitas spinal lebih lanjut.
3. Nyeri dapat teratasi
4. Tidak terjadi komplikasi.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Spondilitis tulang adalah peradangan granulomatosa yang bersifat kronik
destruktif yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa. Penyakit ini
merupakan infeksi sekunder dari fokus di tempat lain. Gejalanya mirip
tuberkulosis paru, ditambah dengan adanya gibbus/kifosis, nyeri pada
punggung, dan gangguan pergerakan tulang belakang. Pemeriksaan kadar LED
diperlukan untuk melihat adanya infeksi. Sedangkan pada pemeriksaan
radiologis ditemukan penyempitan diskus intervertebralis. Pengobatannya
dapat diberikan terapi konservatif dan operatif.

B. SARAN
Semoga makalah ini dapat diterima bagi semua pembaca dan dapat
memberikan kritik untuk perbaikan makalah selanjutnya.

22
DAFTAR PUSTAKA

Jovian.2012.Asuhan Keperawatan dan Laporan Pendahuluan Spondilitis


Tuberkulosa. 24 April 2016. http://jovian.yours.tv/t1288-asuhan-keperawatan-
dan-laporan-pendahuluan-spondilitis-tuberkulosa

Husnul, Qori. 2015. Makalah Spondilitis. 24 April 2016.


http://qorihusnul.blogspot.co.id/2015/10/makalah-spondilitis.html

Yunistisia, Desi . 2011. Spondilitis Tuberkulosa. 24 April 2016.


https://desiyunistia.wordpress.com/2011/12/04/spondilitis-tuberkulosa/

Nopriaprila. 2013. Askep Spondilitis Tuberkulosa. 24 April 2016


http://nopriafrilaa.blogspot.co.id/2013/04/askep-spondilitis-tuberculosa.html

23

You might also like