Professional Documents
Culture Documents
Modul Pelatihan Asman PDF
Modul Pelatihan Asman PDF
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
1|P a g e
pemanfaatan TOGA dan akupresur bagi fasilitator puskesmas. Fasilitator
puskesmas tersebut akan memfasilitasi kader dalam melakukan orientasi
asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur, yang selanjutnya kader
kesehatan akan berperan sebagai koordinator sekaligus pembina kelompok
keluarga binaan asuhan mandiri kesehatan tradisional di masyarakat. Melalui
orientasi asuhan mandiri dan pembinaan yang berkesinambungan, diharapkan
anggota kelompok keluarga binaan akan mempunyai pengetahuan dan
keterampilan dalam memanfaatkan TOGA dan Akupresur untuk asuhan mandiri
kesehatan tradisional di keluarganya.
Sebagai acuan dalam melaksanakan pelatihan asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan akupresur bagi fasilitator puskesmas, menggunakan
kurikulum modul yang disusun bersama dan diakreditasi oleh Pusat Pelatihan
SDM Kesehatan.
B. FILOSOFI PELATIHAN
Pelatihan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur bagi fasilitator
puskesmas ini diselenggarakan dengan memperhatikan :
2|P a g e
b. Melakukan pengulangan ataupun perbaikan yang dirasa perlu.
4. Berbasis keterampilan, yang memungkinkan peserta untuk :
a. Mengembangkan keterampilan peserta secara bertahap dalam
memperoleh kompetensi yang diharapkan dalam asuhan mandiri
kesehatan tradisional.
b. Memperoleh sertifikat setelah dinyatakan mencapai kompetensi yang
diharapkan pada akhir pelatihan dengan 1 (satu) angka kredit.
3|P a g e
BAB II
A. PERAN
Setelah mengikuti pelatihan peserta berperan sebagai fasilitator puskesmas
asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur.
B. FUNGSI
Dalam melaksanakan perannya, peserta memiliki fungsi:
1. Melakukan pemanfaatan TOGA
2. Melakukan pemanfaatan akupresur
3. Melakukan komunikasi, advokasi dan fasilitasi asuhan mandiri pemanfaatan
TOGA dan akupresur
4. Melakukan pemberdayaan masyarakat dan kemitraan dalam asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan akupresur
C. Kompetensi
Untuk menjalankan fungsinya peserta memiliki kompetensi dalam:
1. Melakukan pemanfaatan TOGA
2. Melakukan pemanfaatan akupresur
3. Melakukan komunikasi, advokasi dan fasilitasi asuhan mandiri pemanfaatan
TOGA dan akupresur
4. Melakukan pemberdayaan masyarakat dan kemitraan dalam asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan akupresur
4|P a g e
BAB III
TUJUAN PELATIHAN
A. TUJUAN UMUM
Setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu melakukan fasilitasi asuhan
mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur di puskesmas.
B. TUJUAN KHUSUS
Setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu:
1. Melakukan pemanfaatan TOGA
2. Melakukan pemanfaatan akupresur
3. Melakukan komunikasi, advokasi dan fasilitasi asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan akupresur
4. Melakukan pemberdayaan masyarakat dan kemitraan dalam asuhan
mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur
5|P a g e
BAB IV
STRUKTUR PROGRAM
MATERI DASAR
Sub Total 4 - - 4
MATERI INTI
1 Pemanfaatan TOGA 3 7 - 10
2 Pemanfaatan Akupresur 4 7 - 11
Sub Total 11 20 6 37
MATERI PENUNJANG
2 Anti Korupsi 3 - - 3
Sub Total 4 4 - 8
TOTAL 19 24 6 49
Keterangan:
1 Jp = 45 menit; T=Penyampaian teori; P Penugasan di kelas; PL =Praktik
lapangan
6|P a g e
BAB V
GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP)
Nomor: MD.1
Materi :Kebijakan Program Pelayanan KesehatanTradisional
Waktu : 2 JP (T=2; P=0; PL=0)
Tujuan Pembelajaran Umum (TPU): Setelah mengikuti materi ini peserta mampu memahami kebijakan program pelayanan kesehatan
tradisional
7|P a g e
2. Klasifikasi Jenis Pelayanan 2. Klasifikasi Jenis Pelayanan
Kesehatan Tradisional Kesehatan Tradisional sesuai PP
No.103 tahun 2014 :
a. Pelayanan kesehatan
tradisional empiris
b. Pelayanan kesehatan
tradisional komplementer
c. Pelayanan kesehatan
tradisional integrasi
8|P a g e
Nomor: MD.2
Materi : Kebijakan Teknis Tentang Asuhan Mandiri
Waktu : 2 JPL (T= 2 JPL; P=0JPL; PL=0 JPL)
Tujuan Pembelajaran Umum (TPU): Setelah mengikuti materi ini peserta mampu memahami kebijakan teknis tentang asuhan mandiri
9|P a g e
Nomor: MI.1
Materi : Pemanfaatan TOGA
Waktu : 10 Jp (T=3; P=7; PL=0)
Tujuan Pembelajaran Umum (TPU): Setelah mengikuti materi ini peserta mampu melakukan pemanfaatan TOGA
13 | P a g e
Nomor: MI.3
Materi : Komunikasi, Advokasi, dan Fasilitasi Asuhan Mandiri Pemanfaatan TOGA dan Akupresur
Waktu : 8 Jp (T=2; P=3; PL=3)
Tujuan Pembelajaran Umum (TPU): Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan komunikasi, advokasi dan fasilitasi
asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur
14 | P a g e
3. Melakukan fasilitasi asuhan 3. Fasilitasi asuhan mandiri Pemberdayaan
mandiri pemanfaatan TOGA pemanfaatan TOGA dan akupresur Masyarakat, Surakarta,
dan akupresur a. Peran, fungsi, dan kemampuan 2010
fasilitator
b. Fasilitasi di masyarakat
c. Teknik fasilitasi
15 | P a g e
Nomor: MI.4
Materi : Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan dalam Asuhan Mandiri Pemanfaatan TOGA dan Akupresur
Waktu : 8 Jp ( T= 2; P= 3; PL= 3)
Tujuan Pembelajaran Umum (TPU): Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan pemberdayaan masyarakat dan
kemitraan dalam asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur
17 | P a g e
Nomor: MP.1
Materi : Building Learning Commitment (BLC)
Waktu : 3 Jp (T = 0, P = 3, PL = 0)
Tujuan Pembelajaran Umum (TPU): Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu mengaplikasikan konsep Building Learning
Commitment (BLC) dalam proses pelatihan.
19 | P a g e
Nomor: MP. 2
Materi : Anti Korupsi
Waktu : 3 Jpl (T = 3, P = 0 PL = 0)
Tujuan Pembelajaran Umum (TPU): Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami Anti Korupsi.
20 | P a g e
4. Tata cara pelaporan dugaan 4. Tata cara pelaporan dugaan
pelanggaran tindak pidana korupsi pelanggaran Tindak Pidana
Korupsi (TPK)
a. Laporan
b. Penyelesaian hasil
penanganan pengaduan
masyarakat
c. Pengaduan
d. Tatacara penyampaian
pengaduan
e. Tim penanganan pengaduan
masyarakat terpadu di
lingkungan Kemenkes.
f. Pencatatan pengaduan
5. Gratifikasi 5. Gratifikasi
a. Pengertian gratifikasi
b. Aspek hukum
c. Gratifikasi dikatakan sebagai
Tindak Pidana Korupsi (TPK)
d. Contoh gratifikasi
e. Sanksi gratifikasi
21 | P a g e
Nomor: MP. 3
Materi : Rencana Tindak Lanjut (RTL) Fasilitasi Asuhan Mandiri
Waktu : 2 Jp (T = 1, P = 1, PL = 0)
Tujuan Pembelajaran Umum (TPU): Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menyusun Rencana Tindak Lanjut (RTL) fasilitasi
asuhan mandiri setelah mengikuti pelatihan
22 | P a g e
BAB VI
Pre Test
Pembukaan
E
V 1. Kebijakan Program 1. Pemanfaatan TOGA
Pelayanan Kesehatan 2. Pemanfaatan akupresur
A Tradisional
L 3. Komunikasi, advokasi dan fasilitasi asuhan
2. Kebijakan Teknis
mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur
U Tentang Asuhan Mandiri
3. Anti korupsi 4. Pemberdayaan masyarakat dan kemitraan
A dalam asuhan mandiri pemanfaatan TOGA
S dan akupresur
I Metode:
23 | P a g e
peserta terkait asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur bagi fasilitator
kesehatan
2. Pembukaan
Pembukaan dilakukan untuk mengawali kegiatan pelatihan secara resmi. Proses
pembukaan pelatihan meliputi beberapa kegiatan berikut:
a. Laporan ketua penyelenggara pelatihan.
b. Pengarahan dari pejabat yang berwenang tentang latar belakang perlunya
pelatihan.
24 | P a g e
Hasil yang didapatkan pada proses pembelajaran adalah:
a. Harapan yang ingin dicapai
b. Kekhawatiran
c. Norma kelas
d. Komitmen
e. Pembentukan tim (organisasi kelas)
4. Pemberian wawasan
Setelah BLC, kegiatan dilanjutkan dengan pemberian materi sebagai dasar
pengetahuan/wawasan yang sebaiknya diketahui peserta dalam pelatihan ini.
Materi tersebut adalah Kebijakan Program Pelayanan Kesehatan Tradisional dan
Kebijakan Teknis Tentang Asuhan Mandiri.
25 | P a g e
7. Evaluasi
Evaluasi yang dimaksudkan adalah evaluasi terhadap proses pembelajaran tiap
hari (refleksi) dan terhadap pelatih/fasilitator.
Evaluasi tiap hari (refleksi) dilakukan dengan cara mereview kegiatan proses
pembelajaran yang sudah berlangsung, sebagai umpan balik untuk
menyempurnakan proses pembelajaran selanjutnya.
Evaluasi terhadap fasilitator dilakukan oleh peserta pada saat pelatih/fasilitator
telah mengakhiri materi yang disampaikannya. Evaluasi dilakukan dengan
menggunakan form evaluasi terhadap pelatih/fasilitator.
9. Penutupan
Acara penutupan adalah sesi akhir dari semua rangkaian kegiatan, dilaksanakan
oleh pejabat yang berwenang dengan susunan acara sebagai berikut:
a. Laporan ketua penyelenggara pelatihan.
b. Pengumuman peringkat keberhasilan peserta.
c. Pembagian sertifikat.
d. Kesan dan pesan dari perwakilan peserta.
e. Pengarahan dan penutupan oleh pejabat yang berwenang.
f. Pembacaan doa.
26 | P a g e
BAB VII
A. Peserta
1. Kriteria Peserta
Peserta latih adalah tenaga kesehatan puskesmas, dengan kriteria:
a. Pegawai Negeri Sipil Aktif
b. Perawat, bidan, dan fisioterapis dengan pendidikan minimal D-III, atau
Dokter umum
c. Telah dilatih akupresur/akupunktur dan dibuktikan dengan sertifikat
2. Jumlah peserta
Jumlah peserta sebanyak-banyaknya 30 orang.
B. Pelatih/fasilitator
Kriteria pelatih/fasilitator :
1. Menguasai subtansi yang akan dilatih dengan melampirkan curriculum vitae
2. Pendidikan minimal S1/setara dengan pendidikan peserta
3. Telah mengikuti pelatihan pengembangan keterampilan dasar teknik
instruksional (pekerti)/ToT/TPPK/Widyaiswara dasar/pengalaman melatih
4. Memahami kurikulum pelatihan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
akupresur bagi fasilitator puskesmas, terutama GBPP materi yang akan
diajarkan.
27 | P a g e
BAB VIII
A. Penyelenggara
Pelatihan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan Akupresur bagi Fasilitator
Puskesmas diselenggarakan Balai Besar Pelatihan Kesehatan (BBPK) dan Balai
Pelatihan Kesehatan (Bapelkes) berkoordinasi dengan Direktorat Pelayanan
Kesehatan Tradisional atau Dinkes Provinsi dengan kriteria sebagai berikut:
B. Tempat Penyelenggaraan
Pelatihan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan Akupresur bagi Fasilitator
Puskesmas diselenggarakan di Balai Besar Pelatihan Kesehatan (BBPK), Balai
Pelatihan Kesehatan (Bapelkes), dan institusi lain yang memenuhi persyaratan
untuk pelatihan.
28 | P a g e
BAB IX
EVALUASI
B. Pelatih/Fasilitator
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui kemampuan pelatih dalam menyampaikan
materi pembelajaran sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan yang dapat
dipahami dan diserap oleh peserta, yaitu:
1. Penguasaan materi
2. Sistematika penyajian
3. Kemampuan menyajikan
4. Ketepatan waktu kehadiran dan menyajikan
5. Penggunaan metode dan sarana diklat
6. Sikap dan perilaku
7. Cara menjawab pertanyaan dari peserta
8. Penggunaan bahasa
9. Pemberian motivasi kepada peserta
10. Pencapaian tujuan pembelajaran
11. Kerapian berpakaian
12. Kerjasama antar tenaga pengajar
C. Penyelenggaraan
Evaluasi dilakukan oleh peserta terhadap pelaksanaan pelatihan sesuai form
terlampir yang meliputi:
1. Efektivitas penyelenggaraan
2. Ketersediaan bahan pelatihan
3. Kesiapan sarana pelatihan
4. Kesesuaian pelaksanaan program dengan rencana
5. Ketersediaan dan kelengkapan sarana dan prasarana pelatihan
6. Kebersihan :
Kelas
Asrama
Ruang makan
Kamar mandi
7. Ketersediaan fasilitas olah raga dan kesehatan
29 | P a g e
BAB X
SERTIFIKASI
Setiap peserta yang telah mengikuti pelatihan dengan ketentuan kehadiran minimal
95% dari keseluruhan jam pembelajaran akan mendapatkan sertifikat pelatihan yang
dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan RI dengan angka kredit 1 (satu). Sertifikat
ditandatangani oleh Kepala Pusat Pelatihan SDM Kesehatan atas nama Menteri
Kesehatan RI. Pada halaman belakang sertifikat ditandatangani oleh panitia
penyelenggara.
30 | P a g e
REFERENSI
31 | P a g e
MATERI DASAR 1
KEBIJAKAN PROGRAM PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL
I. DESKRIPSI SINGKAT
Pembangunan bidang kesehatan pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan
kesadaran, kemampuan dan kemauan hidup sehat bagi setiap orang agar
terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Untuk mencapai
tujuan tersebut perlu dilakukan berbagai upaya kesehatan yang
berkesinambungan.
Indonesia memiliki kekayaan alam hayati berupa tumbuh-tumbuhan yang
berjumlah lebih kurang 30.000 spesies tanaman. Dari jumlah spesies yang ada
tersebut diantaranya 7.000 spesies berkhasiat obat dan 940 jenis telah
teridentifikasi, serta 283 jenis sudah terdaftar. Potensi kekayaan alam berupa
tanaman obat telah dimanfaatkan sejak dahulu kala oleh para leluhur dan
penyehat tradisional (Hattra) untuk mengatasi gangguan kesehatan.
Perkembangan obat tradisional di Indonesia mengalami pasang surut sesuai
dengan perubahan zaman. Kita ketahui bersama bahwa jamu merupakan salah
satu ramuan tradisional yang sudah digunakan sejak abad ke-7 sebagaimana
terdapat pada relief Candi Borobudur. Relief tersebut menggambarkan jenis
tanaman obat yang biasa digunakan masyarakat kala itu. Selain itu informasi
mengenai obat tradisional juga terdapat pada Daun Lontar yang merupakan pola
pengobatan tradisional di Bali yang dikenal dengan nama Usada Bali (78 SM).
Kemudian juga terdapat dalam pengetahuan “Serat Centhini” di Jawa Tengah dan
Jawa Timur (1814) yang menyatakan bahwa sistem pengobatan tradisional sudah
ada sejak dahulu kala serta merupakan warisan turun temurun yang dapat
dijadikan dasar keilmuan dalam pengobatan tradisional Indonesia.
Pemerintah telah melakukan penataan dalam pengembangan pelayanan
kesehatan tradisional dengan menerbitkan beberapa kebijakan terkait pelayanan
kesehatan tradisional, antara lain penetapan Kebijakan Obat Tradisional
(Kotranas) oleh Menteri Kesehatan RI pada tahun 2007, diikuti pencanangan
jamu sebagai brand Indonesia oleh Presiden RI pada tahun 2008.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang didalamnya juga
telah mengatur tentang pelayanan kesehatan tradisional, dalam pencapaian
programnya pada Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kesehatan 2015-
2019 ditargetkan berdasarkan jumlah puskesmas yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan tradisional.
Saat ini pelayanan kesehatan tradisional semakin diminati masyarakat dan
menjadi salah satu pilihan dalam menyelesaikan masalah kesehatannya.
Berbagai jenis dan cara pengobatan tradisional telah berkembang dengan pesat,
32 | P a g e
baik yang berasal dari Indonesia maupun luar negeri meskipun belum mempunyai
cukup bukti ilmiah. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2010, persentase penduduk Indonesia yang pernah mengkonsumsi jamu/obat
tradisional pada semua kelompok umur laki-laki dan perempuan, baik di
pedesaan maupun perkotaan adalah sebanyak 59,12%. Persentase penggunaan
tanaman obat secara berturut-turut adalah 50,36% Jahe (Zingiber officinale),
48,77% Kencur (Kaempferia galanga), 39,65%Temulawak (Curcuma xanthorriza),
13,93% Meniran (Phyllanthus niruri) dan 11,17% Pace (Morinda citrifolia).
Kebijakan Kementerian Kesehatan RI dalam mengembangkan pelayanan
kesehatan tradisional adalah dengan mengintegrasikan ke pelayanan
konvensional yang selama ini digunakan oleh Indonesia. Dalam implementasinya
perlu berbagai upaya secara eksternal dan internal. Dukungan secara ekternal
dalam pelayanan kesehatan tradisional diperlukan terutama dalam penelitian
manfaat tanaman obat oleh lembaga penelitian dan penyediaan bahan baku yang
dibina oleh Kementerian Pertanian RI untuk menghasilkan obat herbal yang
terstandar atau fito farmaka. Pengembangan internal di pelayanan kesehatan
bukanlah terpisah dari pelayanan konvensional dan manajemen puskesmas atau
rumah sakit. Selain itu juga pengembangan pelayanan kesehatan tradisional yang
dilakukan oleh penyehat tradisional (hattra) dibina oleh Dinas Kesehatan dan
jajarannya untuk dapat memberikan pelayanan tradisional yang aman,
bermanfaat dan dapat dipertanggungjawabkan.
33 | P a g e
B. Klasifikasi Jenis Pelayanan Kesehatan Tradisional sesuai PP No.103 Tahun
2014 :
1. Pelayanan kesehatan tradisional empiris
2. Pelayanan kesehatan tradisional komplementer
3. Pelayanan kesehatan tradisional integrasi
V. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 2 jp @45 menit untuk
memudahkan proses pembelajaran, dilakukan langkah-langkah kegiatan
pembelajaran sebagai berikut.
A. Sesi 1 Pengkondisian
Langkah proses pembelajaran
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Fasilitator
memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat
bekerja, materi yang akan disampaikan dan waktu yang disediakan untuk
menyampaikan materi ini.
2. Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan
disampaikan dengan menggunakan bahan tayang.
3. Melakukan apersepsi tentang materi yang akan dibahas dengan metoda
curah pendapat atau meminta beberapa peserta untuk menjawab
34 | P a g e
mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi dalam proses
pembelajaran.
Fasilitator menjelaskan tentang kebijakan program pelayanan kesehatan
tradisional yang tertuang dalam Undang-Undang No 36 Tahun 2014
tentang Tenaga Kesehatan dengan metode ceramah, tanya jawab dan
mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi dalam proses
pembelajaran.
Fasilitator menjelaskan tentang kebijakan program pelayanan kesehatan
tradisional yang tertuang dalam PP No. 103 Tahun 2014 tentang
Pelayanan Kesehatan Tradisional dengan metode ceramah, tanya jawab
dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi dalam proses
pembelajaran.
Fasilitator menjelaskan tentang kebijakan program pelayanan kesehatan
tradisional yang tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA)
Kementerian Kesehatan RI Tahun 2015-2019 dengan metode ceramah,
tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi
dalam proses pembelajaran.
C. Sesi 3 Kesimpulan dan Penutup
Langkah Proses Pembelajaran sebagai berikut:
Fasilitator merangkum atau melakukan pembulatan tentang pembahasan
materi ini dengan mengajak seluruh peserta untuk melakukan
refleksi/umpan balik. Dilanjutkan dengan memberikan apresiasi atas
keterlibatan aktif seluruh peserta.
37 | P a g e
dan tahun 2019 tercapai 75% puskesmas telah menyelenggarakan
pelayanan kesehatan tradisional.
38 | P a g e
Kriteria meliputi:
a. mengikuti kaidah-kaidah ilmiah;
b. tidak membahayakan kesehatan pasien/klien;
c. tetap memperhatikan kepentingan terbaik pasien/klien;
d. memiliki potensi promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif,
e. meningkatkan kualitas hidup pasien/klien secara fisik, mental, dan
sosial;
f. dilakukan oleh tenaga kesehatan tradisional.
39 | P a g e
2. Tenaga Kesehatan Tradisional
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan
melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
Tenaga kesehatan memiliki peranan penting untuk meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan yang maksimal kepada masyarakat agar
masyarakat mampu untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat sehingga akan terwujud derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya
manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi serta sebagai salah
satu unsur kesejahteraan umum sebagaimana dimaksud dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
Dalam pasal 11 menyebutkan bahwa tenaga kesehatan masuk dalam
kelompok tenaga kesehatan, tentunya tenaga kesehatan yang memiliki
pendidikan terstruktur minimal D3.
Setiap tenaga kesehatan tradisional harus memiliki kompetensi yang
dibuktikan dengan sertifikat kompetensi.
Untuk memperoleh sertifikat kompetensi setiap tenaga kesehatan
tradisional harus mengikuti uji kompetensi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Setiap tenaga kesehatan tradisional yang menjalankan praktik wajib
memiliki STRTKT dan SIPTKT.
STRTKT diberikan oleh konsil setelah memenuhi persyaratan.
Persyaratan meliputi:
a. memiliki ijazah pendidikan di bidang kesehatan tradisional;
b. memiliki sertifikat kompetensi;
c. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;
d. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji profesi
40 | P a g e
SIPTKT diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota atas
rekomendasi pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota
tempat tenaga kesehatan tradisional melakukan praktik.
Untuk mendapatkan SIPTKT tenaga kesehatan tradisional harus memiliki:
a. STRTKT yang masih berlaku; dan
b. Surat pernyataan memiliki tempat praktik atau surat keterangan dari
pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tradisional.
VII. REFERENSI :
1. UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
2. UU No 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
3. PP No. 103 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisioal
4. Kepmenkes No. HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang Renstra Kementerian
Kesehatan Tahun 2015-2019
41 | P a g e
MATERI DASAR 2
KEBIJAKAN TEKNIS TENTANG ASUHAN MANDIRI
I. DESKRIPSI SINGKAT
Berdasarkan Pasal 70 PP No. 103 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan
Tradisional, pemerintah bertanggung jawab memberdayakan dan mendorong
peran aktif masyarakat dalam upaya pengembangan kesehatan tradisional,
pemberdayaan masyarakat tersebut diarahkan agar masyarakat dapat
melakukan perawatan kesehatan secara mandiri (asuhan mandiri) dan benar.
Asuhan mandiri tersebut dapat dilaksanakan dengan pemanfaatan taman obat
keluarga (TOGA) dan keterampilan (akupresur).
TOGA adalah sekumpulan tanaman berkhasiat obat untuk kesehatan keluarga
yang ditata menjadi sebuah taman dan memiliki nilai keindahan. Sedangkan,
akupresur adalah salah satu jenis/cara perawatan kesehatan tradisional
keterampilan yang dilakukan melalui teknik penekanan di permukaan tubuh
pada titik-titik akupunktur dengan menggunakan jari, bagian tubuh lain, atau alat
bantu yang berujung tumpul, untuk perawatan kesehatan. Asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan Akupresur merupakan salah satu wujud perubahan
paradigma sakit menjadi paradigma sehat, yang bermanfaat untuk efektivitas
dan efisiensi bagi keluarga dalam menjaga kesehatan diri sendiri dan keluarga,
sehingga dapat terwujud keluarga sehat secara mandiri.
43 | P a g e
C. Sesi 3 Pembahasan Pokok Bahasan 2: Penatalaksanaan Asuhan Mandiri
Penyampaian sub pokok bahasan tentang penatalaksanaan asuhan mandiri
di tingkat: pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, kelurahan/desa, dan
kelompok asuhan mandiri dengan menggunakan metode curah pendapat dan
ceramah tanya jawab.
Langkah proses pembelajaran sebagai berikut:
1. Fasilitator menjelaskan tentang penyelenggaraan asuhan mandiri di
tingkat pusat menggunakan bahan tayangan, dengan metode ceramah
tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi
dalam proses pembelajaran.
2. Fasilitator menjelaskan tentang penyelenggaraan asuhan mandiri di
tingkat provinsi menggunakan bahan tayangan, dengan metode ceramah
tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi
dalam proses pembelajaran.
3. Fasilitator menjelaskan tentang penyelenggaraan asuhan mandiri di
tingkat kabupaten/kota menggunakan bahan tayangan, dengan metode
ceramah tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta
berinteraksi dalam proses pembelajaran.
4. Fasilitator menjelaskan tentang penyelenggaraan asuhan mandiri di
tingkat kecamatan menggunakan bahan tayangan, dengan metode
ceramah tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta
berinteraksi dalam proses pembelajaran.
5. Fasilitator menjelaskan tentang penyelenggaraan asuhan mandiri di
tingkat kelurahan/desa menggunakan bahan tayangan, dengan metode
ceramah tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta
berinteraksi dalam proses pembelajaran.
6. Fasilitator menjelaskan tentang penyelenggaraan asuhan mandiri di
tingkat kelompok asuhan mandiri menggunakan bahan tayangan, dengan
metode ceramah tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi
serta berinteraksi dalam proses pembelajaran.
7. Fasilitator menjelaskan bentuk pembinaan Asuhan Mandiri
2. Ruang Lingkup
Asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan Akupresur dikembangkan
melalui:
a. Pembentukan dan pengembangan kelompok asuhan mandiri
b. Kegiatan kelompok asuhan mandiri secara benar dan
berkesinambungan
c. Pelaksanan pembinaan asuhan mandiri secara berjenjang.
3. Pengertian
Asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan keterampilan adalah upaya
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan
mengatasi gangguan kesehatan ringan secara mandiri oleh individu
dalam keluarga, kelompok atau masyarakat dengan memanfaatkan
TOGA dan keterampilan.
45 | P a g e
PENTING: Makna MANDIRI dalam selfcare adalah masyarakat perlu
menggerakkan target sasaran (individu/ keluarga) untuk: Tahu, Mau,
dan Mampu “mengasuh/care” dalam menjaga kesehatan dirinya sendiri
dan keluarganya .
Pokok Bahasan 2
B. Penatalaksanaan Asuhan Mandiri
Asuhan mandiri dilaksanakan melalui tahapan-tahapan perencanaan,
penggerakan pelaksanaan, dan pembinaan secara berjenjang.
1. Tingkat Pusat
Kementerian Kesehatan dalam hal ini Direktorat Pelayanan Kesehatan
Tradisional sebagai sektor utama berkoordinasi dengan lintas program dan
lintas sektor terkait yang meliputi kegiatan berikut:
a. Menetapkan kebijakan dan (NSPK) Norma, Standar, Prosedur dan
Kriteria yang terkait dengan Asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
keterampilan sebagai pedoman dalam pelaksanaan Asuhan Mandiri
(UKM Kesehatan Tradisional) di jenjang pelayanan.
b. Menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga
(RKAK/L) pengembangan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
keterampilan.
46 | P a g e
c. Melakukan sosialisasi dan advokasi kepada pemangku kepentingan
dengan lintas program dan lintas sektor tingkat pusat untuk
mendapatkan dukungan dalam penyelenggaraan asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan akupresur secara nasional.
d. Melakukan sosialisasi Pedoman Asuhan Mandiri Pemanfaatan TOGA
dan Akupresur kepada lintas program, lintas sektor dan Organisasi
Masyarakat di tingkat pusat dan provinsi.
e. Meningkatkan kapasitas SDM level/tingkat provinsi melalui TOT asuhan
mandiri untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi provinsi dalam
pemanfaatan TOGA dan akupresur.
f. Melakukan pembinaan pelaksanaan kegiatan asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan akupresur di tingkat provinsi.
2. Tingkat Provinsi
Dinas Kesehatan Provinsi sebagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD)
dapat berkoordinasi dengan lintas program dan lintas sektor terkait dengan
kegiatan sebagai berikut:
a. Membuat kebijakan tingkat provinsi dalam mendukung kebijakan tingkat
pusat sebagai Pedoman Asuhan Mandiri Pemanfaatan TOGA dan
Keterampilan.
b. Menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat
Daerah (RKA-SKPD) kegiatan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
keterampilan.
c. Melakukan advokasi kepada lintas program dan lintas sektor tingkat
provinsi dalam mendukung pelaksanaan asuhan mandiri pemanfaatan
TOGA dan keterampilan.
d. Melakukan sosialisasi Pedoman Asuhan Mandiri Pemanfaatan TOGA
dan Keterampilan kepada lintas program, lintas sektor dan Organisasi
Masyarakat di tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota.
e. Meningkatkan kapasitas SDM level/tingkat kabupaten/kota melalui TOT
asuhan mandiri untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi
kabupaten/kota dalam pemanfaatan TOGA dan keterampilan.
f. Melakukan pembinaan pelaksanaan kegiatan asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan keterampilan di kabupaten/kota.
3. Tingkat Kabupaten/Kota
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai Organisasi Perangkat Daerah
(OPD) dapat berkoordinasi dengan lintas program dan lintas sektor terkait
meliputi kegiatan berikut:
a. Membuat kebijakan tingkat kabupaten/kota dalam rangka penerapan
kebijakan tingkat provinsi sebagai Pedoman Asuhan Mandiri
Pemanfatan TOGA dan Keterampilan.
47 | P a g e
b. Menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat
Daerah (RKA-SKPD) kegiatan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
keterampilan.
c. Melakukan advokasi kepada pemangku kepentingan antara lain lintas
program dan lintas sektor tingkat kabupaten/kota dalam mendukung
pelaksanaan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan keterampilan.
d. Melakukan sosialisasi Pedoman Asuhan Mandiri Pemanfaatan TOGA
dan Keterampilan kepada lintas program, lintas sektor dan Organisasi
Masyarakat di tingkat kabupaten/kota dan Puskesmas dalam
mendukung kegiatan asuhan mandiri pemanfatan TOGA dan
keterampilan.
e. Meningkatkan kapasitas SDM Puskesmas menjadi fasilitator melalui
pelatihan asuhan mandiri untuk mendukung pelaksanaan tugas dan
fungsi Puskesmas dalam pemanfaatan TOGA dan keterampilan di
wilayah kerjanya.
f. Melakukan pembinaan pelaksanaan kegiatan asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan keterampilan di wilayah kerja Puskesmas.
4. Tingkat Kecamatan
Asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan keterampilan dalam Upaya
Kesehatan Masyarakat (UKM) melalui kesehatan tradisional di puskemas
dilaksanakan sebagai wujud penerapan paradigma sehat dalam untuk
mencapai program Indonesia Sehat. Kegiatan tersebut meliputi:
a. Kepala Puskesmas bersama fasilitator terlatih melakukan sosialisasi
dan advokasi asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan keterampilan
kepada pemangku kepentingan serta masyarakat di wilayah kerjanya.
b. Melakukan identifikasi masalah kesehatan, kebutuhan dan harapan
serta potensi masyarakat sebagai dasar dalam menentukan
kebijakan/kegiatan yang berkaitan dengan asuhan mandiri pemanfaatan
TOGA dan keterampilan di wilayah kerjanya.
c. Kepala Puskesmas, pemangku kepentingan dan mitra bersama sama
mengajukan rencana anggaran secara terpadu untuk mendukung
kegiatan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan keterampilan melalui
sistem penganggaran yang berlaku. (Musrenbang tingkat kelurahan
maupun kecamatan).
d. Fasilitator Puskesmas yang sudah memiliki sertifikat pelatihan asuhan
mandiri, melakukan :
1) Orientasi kepada kader tentang asuhan mandiri pemanfaatan TOGA
dan keterampilan, sebagai dasar pengetahuan dalam melaksanakan
tugas untuk membina/melatih keluarga binaan yang akan menjadi
kelompok asuhan mandiri, berkoordinasi dengan pihak terkait.
2) Memfasilitasi kader dalam pembentukan dan atau pengembangan
kelompok asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan keterampilan,
48 | P a g e
berkoordinasi dengan pihak terkait, lintas sektor dan tokoh
masyarakat peduli kesehatan.
3) Pendampingan kader bersama TP-PKK, Pertanian dan lintas sektor
lainnya, dalam kegiatan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
keterampilan di wilayah kerjanya.
4) Pemantauan secara periodik atas pelaksanaan kegiatan asuhan
mandiri pemanfaatan TOGA dan keterampilan di wilayah kerjanya
agar kegiatan dapat berlangsung dengan baik sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan.
5) Fasilitator puskesmas menjemput catatan kader tentang pelaksanaan
kegiatan kelompok asuhan mandiri setiap bulannya dan melaporkan
ke Dinas Kesehatan setiap triwulan.
5. Tingkat Desa/Kelurahan
a. Kepala desa/lurah menerbitkan surat keputusan yang berkaitan dengan
pengorganisasian seperti antara lain Surat Keputusan penetapan kader,
SK pembentukan kelompok asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
keterampilan, SK penanggungjawab kelompok asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan keterampilan, dan lain-lain.
b. Petugas puskesmas pembantu/bidan desa, kader dan mitra tingkat
desa/kelurahan melakukan identifikasi masalah kesehatan, kebutuhan
dan harapan serta potensi masyarakat dalam kemampuan asuhan
mandiri pemanfaatan TOGA dan keterampilan melalui Survey Mawas
Diri (SMD) yang dilakukan di desa sebagai dasar menyusun rencana
kegiatan di wilayahnya.
c. Fasilitator puskesmas didampingi oleh penanggungjawab daerah binaan
puskesmas bersama mitra mengkoordinir pemberdayaan masyarakat
dalam pengembangan kegiatan asuhan mandiri pemanfatan TOGA dan
keterampilan.
d. Penanggungjawab daerah binaan puskesmas dan fasilitator puskesmas
mendampingi masyarakat untuk melakukan SMD dalam kebutuhan
pengembangan asuhan mandiri. Kegiatan SMD bertujuan untuk
mengidentifikasi masalah kesehatan, kebutuhan dan harapan serta
potensi sumber daya yang dimiliki untuk pengembangan asuhan
mandiri, salah satunya dilihat dengan catatan data warga dan catatan
kegiatan.
e. Penanggungjawab daerah binaan puskesmas dan fasilitator puskesmas
bersama kader, tokoh masyarakat, kepala desa dan lurah membahas
hasil SMD dalam forum Musyawarah Masyarakat Desa (MMD)
difasilitasi oleh kepala desa/lurah. Kegiatan MMD bertujuan untuk
menyamakan persepsi antara puskesmas dan masyarakat tentang
kebutuhan pengembangan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
keterampilan.
49 | P a g e
f. Forum MMD menyusun rencana kegiatan pengembangan asuhan
mandiri pemanfaatan TOGA dan keterampilan, dukungan sumber daya,
pembagian peran dan tugas dari masing-masing pihak dan masyarakat.
g. Kepala desa/lurah bersama dengan fasilitator puskesmas dan kader
menyusun kegiatan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
keterampilan diwilayahnya berdasarkan hasil MMD tersebut.
h. Kepala desa mengusulkan anggaran secara terpadu dan
mengintegrasikannya dalam Rencana Kerja Pembangunan (RKP) Desa
dalam Musrenbang kelurahan untuk mendukung pengembangan
kegiatan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan keterampilan sesuai
dengan rencana kegiatan yang telah disusun berdasarkan kebutuhan
dan harapan masyarakat yang bersumber dana swadaya masyarakat
maupun pemerintah melalui APBD maupun Alokasi Dana Desa (ADD).
i. Kader dan petugas puskemas pembantu/bidan desa/penanggungjawab
daerah binaan puskesmas bersama mitra melakukan penyuluhan dan
pembinaan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan keterampilan
kepada keluarga binaan dan masyarakat.
j. Kader yang sudah mendapatkan orientasi asuhan mandiri dari fasilitator
melakukan pembinaan kepada minimal 5–10 keluarga binaan dan
memotivasi agar setiap keluarga mempunyai minimal 5 (lima) jenis
tanaman obat di rumahnya yang ditata indah.
50 | P a g e
Pokok Bahasan 3
C. Pembinaan Asuhan Mandiri
1. Tingkat Pusat
a. Membuat kebijakan yang mendukung pelaksanaan Kegiatan Asuhan
Mandiri (Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria/NSPK).
b. Membentuk Tim Pelatih tingkat provinsi.
c. Melakukan evaluasi pelaksanaan pelatihan asuhan mandiri tingkat
provinsi.
d. Melakukan pengawasan terhadap pelatihan asuhan mandiri tingkat
provinsi.
2. Tingkat Provinsi
a. Membuat kebijakan daerah dalam pelaksanaan asuhan mandiri di
tingkat provinsi.
b. Membentuk Tim Pelatih tingkat kabupaten/kota.
c. Melakukan evaluasi pelaksanaan pelatihan asuhan mandiri tingkat
kabupaten/kota.
d. Melakukan pengawasan terhadap pelatihan asuhan mandiri tingkat
kabupaten/kota.
3. Tingkat kabupaten/kota
a. Membuat kebijakan daerah dalam pelaksanaan asuhan mandiri di
tingkat kabupaten/kota.
b. Melakukan pelatihan fasilitator asuhan mandiri bagi petugas puskesmas.
c. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan asuhan
mandiri.
d. Melakukan evaluasi sejauh mana pembentukan dan pelaksanaan
kegiatan asuhan mandiri.
4. Tingkat Puskesmas
a. Membuat kebijakan di puskesmas terkait pelaksanaan asuhan mandiri.
b. Melakukan orientasi kepada kader.
c. Pendampingan kepada kader yang melaksanakan penyuluhan kepada
kelompok-kelompok masyarakat.
d. Melakukan pembinaan, pengawasan kepada kader dan keluarga binaan
dalam melaksanakan kegiatan di kelompoknya.
e. Melakukan evaluasi pelaksanaan kegiatan asuhan mandiri.
51 | P a g e
VII. REFERENSI
A. PP No. 103 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional
B. Permenkes Nomor 9 Tahun tentang Upaya Pengembangan Kesehatan
Tradisional Melalui Asuhan Mandiri Pemanfaatan Taman Obat Keluarga dan
Keterampilan
C. Permenkes Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas
D. Kepmenkes Nomor HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019
E. Buku saku 1 Petunjuk Praktis TOGA dan Akupresur
52 | P a g e
MATERI INTI 1
PEMANFAATAN TOGA
I. DESKRIPSI SINGKAT
Indonesia merupakan negara kaya dengan keanekaragaman hayati (A Mega
Biodiversity Country) dimana terdapat lebih kurang 30.000 jenis tanaman yang
tersebar di seluruh tanah air, sekitar 9.600 spesies berkhasiat obat dan kurang
lebih 300 spesies digunakan sebagai bahan pengobatan tradisional oleh industri
obat tradisional. Oleh karena itu keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia
merupakan aset dan sumberdaya yang harus dipelihara dan dikelola untuk
dapat menjadi warisan leluhur dan bermanfaat bagi masyarakat untuk
pemeliharaan kesehatan.
TOGA adalah singkatan dari Taman Obat Keluarga berfungsi sebagai penyedia
obat sekaligus berupa taman berestetika yang memenuhi kriteria keindahan
pekarangan.TOGA dapat memenuhi upaya kesehatan preventif (pencegahan
penyakit), promotif (peningkatan derajat kesehatan), kuratif (penyembuhan
penyakit) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan). Selain itu TOGA juga
berfungsi untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga antara lain sebagai
sarana untuk (1) memperbaiki status gizi keluarga, (2) menambah penghasilan
keluarga, (3) meningkatkan kesehatan lingkungan pemukiman, (4) melestarikan
tanaman obat dan budaya bangsa. Disamping itu, kaberadaan TOGA juga
berfungsi sebagai upaya pelestarian tanaman obat dari proses pelangkaan.
TOGA pernah dikembangkan diberbagai daerah mulai dari pedesaan sampai di
perkotaan dengan membudidayakan berbagai jenis tanaman obat yang tumbuh
sesuai spesifikasi daerah masing-masing. Namun demikian keberadaan
TOGAdi daerah masih mempunyai permasalahan dan hambatan, diantaranya
pengelolaan danpemanfaatan TOGA belum berjalan secara optimal. Oleh
karena itu revitalisasi TOGA perlu dilakukan, agar TOGA dapat berkembang
secara optimal dan dimanfaatkan seluas-luasnya oleh masyarakat sebagai
bahan ramuan yang berkhasiat dalam upaya menjaga, meningkatkan dan
menanggulangi kesehatan.
53 | P a g e
3. Melakukan cara budidaya dan pengelolaan pasca panen primer
tanaman obat
4. Membuat ramuan untuk asuhan mandiri
5. Melakukan pemanfaatan TOGA dalam asuhan mandiri
A. Sesi 1 Pengkondisian
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum
pernah menyampaikan sesi di kelas, mulai dengan perkenalan.
Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat
bekerja, materi yang akan disampaikan.
2. Fasilitator menyampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok
bahasan yang akan disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan
bahan tayang.
3. Fasilitator melakukan apersepsi tentang materi yang akan dibahas
dengan metode curah pendapat atau meminta beberapa peserta untuk
menjawab.
56 | P a g e
baca modul, ceramah tanya jawab, pemutaran film dan mengajak peserta
untuk berpartisipasi serta berinteraksi dalam proses pembelajaran.
57 | P a g e
jawab dan latihan serta mengajak peserta untuk berpartisipasi serta
berinteraksi dalam proses pembelajaran.
2. Fungsi TOGA
Fungsi TOGA yaitu sebagai berikut:
a. Sebagai sarana mendekatkan tanaman obat kepada masyarakat untuk
upaya kesehatan mandiri.
b. Sebagai pendayagunaan tanaman obat yang dapat diarahkan untuk
upaya peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit
(preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan
(rehabilitatif).
c. Melestarikan budaya pengobatan tradisional sebagai warisan leluhur
dengan memanfaatkan tanaman yang berkhasiat.
58 | P a g e
3. Manfaat TOGA
Manfaat TOGA yaitu sebagai berikut:
a. TOGA mempunyai manfaat sebagai upaya kesehatan preventif
(pencegahan penyakit), promotif (peningkatan derajat kesehatan), kuratif
(penyembuhan penyakit) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan).
b. TOGA mempunyai manfaat sebagai mendukung menciptakan
kesehatan dan kesejahteraan keluarga antara lain sebagai sarana untuk
(1) memperbaiki status gizi keluarga, (2) menambah penghasilan
keluarga, (3) meningkatkan kesehatan lingkungan pemukiman, (4)
melestarikan tanaman obat dan budaya bangsa.
Pokok Bahasan 2
B. Pengenalan Tanaman Obat pada TOGA
1. Jenis-jenis Tanaman Obat
Jenis tanaman obat yang banyak ditanam di dalam TOGA secara umum
sudah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Penamaan jenis tanaman
obat dengan menyertakan nama ilmiah (latin) selain nama nasional dan
nama lokal dimaksudkan agar antara tanaman obat yang satu dengan
lainnya tidak tertukar. Nama contoh jenis tanaman obat yang dapat
ditanam di dalam TOGA dapat dilihat di Tabel Lampiran 1.
Buah dibedakan buah semu dan buah asli, berbuah buni dan batu. Biji
mempunyai bentuk yang bermacam-macam, misalnya menyudut, ginjal,
bulat, memanjang, bulat telur dan lain-lain. Tanaman obat berumah satu
dan berumah dua. Tanaman obat mempunyai biji monokotil dan dikotil,
tanaman obat berakar serabut dan tunggang. Tanaman obat penghasil
umbi, rimpang, akar (radix), daun, kulit batang, bunga, buah dan biji.
Pokok Bahasan 3
C. Budidaya dan Pengelolaan Pascapanen Primer Tanaman Obat
1. Lingkungan Tempat Tumbuh
Lingkungan tumbuh tanaman mempengaruhi terhadap bahan baku yang
dihasilkan baik dilihat dari kuantitas dan kualitas. Setiap jenis tanaman
mempunyai tingkat toleransi yang berbeda terhadap kondisi lingkungan
tumbuhnya. Faktor lingkungan tumbuh yang optimal pada setiap jenis
tanaman akan mempunyai dampak yang optimal terhadap tingkat
produktivitas, terutama kandungan bahan aktif dari tanaman tersebut dan
mutu yang dihasilkan. Tanaman obat yang akan ditanam dalam TOGA
harus disesuaikan dengan lingkungan tumbuhnya (tabel).
61 | P a g e
a. Ketinggian Tempat
Penyebaran tanaman obat di Indonesia dimulai dari daerah pantai
dengan kondisi tanah kering berpasir, berbatu, tanah regosol berpasir
hingga ketinggian 4.000 mdpl (Tabel Lampiran). Banyak ditemukan
jenis-jenis tanaman obat pada setiap lingkungan tumbuh tersebut.
Ketinggian tempat berkaitan erat dengan suhu udara & suhu tanah,
dan aktivitas fotosintesis. Setiap jenis tanaman mempunyai toleransi
yang berbeda terhadap kondisi tersebut. Kita tidak dapat memaksakan
suatu jenis tanaman ditanam pada bukan lingkungan tumbuhnya, kita
cukup memilih tanaman obat yang dikehendaki untuk membentuk
TOGA pada lokasi budidaya yang sesuai lingkungan tumbuhnya.
b. Curah Hujan
Jumlah curah hujan menggambarkan keberadaan air sebagai
penopang kehidupan tanaman. Tanaman tidak dapat tumbuh tanpa air,
terlihat bahwa jaringan tanaman sebagian besar adalah air, lebih
kurang 95% kandungan airnya. Sehingga tanaman yang kekurangan
air dapat menghambat pertumbuhan dan menurunkan produktivitas
tanaman.
c. Tingkat Naungan
Semua tanaman obat memerlukan sinar matahari untuk aktivitas
fotosintesisnya, walaupun setiap jenis tanaman mempunyai toleransi
yang berbeda. Berlaku hampir untuk semua tanaman, apabila jumlah
sinar yang diterima berkurang sampai pada tingkat tertentu maka
produktivitas dan mutunya menurun. Banyak jenis-jenis tanaman obat
yang dapat tumbuh di bawah tegakan kayu atau tanaman keras,
biasanya TO ini termasuk tanaman jenis perdu, herba dan sebagai
gulma.
64 | P a g e
pada lokasi tersebut. Lingkungan tumbuh tercantum pada Tabel
Lampiran.
e. Penataan TOGA
Dalam pengembangan TOGA perlu diperhatikan penataan dari
berbagai tanaman yang akan ditanam, sehingga terlihat serasi, indah
dan bernilai estetika sebagai taman. Penataan dalam penanaman
tanaman obat dapat didasarkan pada :
1) Fisik tanaman (tanaman yang tumbuh tinggi, sedang dan rendah);
2) Warna daun (hijau, ungu, kuning, merah);
3) Bentuk daun (besar, kecil, bulat dan panjang);
4) Khasiatnya (sebagai obat batuk, obat pilek, obat diare dan
sebagainya);
Kegunaan lainnya (sebagai bumbu masak, sayuran dan lalapan);
Penataan TOGA dapat dipadukan dengan tanaman buah-buahan,
sayuran, tanaman hias bahkan tanaman perkebunan yang mempunyai
fungsi sebagai obat.
b. Penyiapan Benih
Penyiapan benih adalah proses dimana tanaman induk disiapkan untuk
mendapatkan benih yang baik dan siap tanam. Selanjutnya dilakukan
pembibitan/persemaian benihuntuk menumbuhkan bahan tanaman
berupa biji, setek, rimpang, cangkokan, serpihan anakan, dan umbi
sebelum dipindahkan ke dalam pot atau lahan tempat tanaman ditanam
(di lapang). Benih tanaman dapat diperbanyak dengan cara vegetatif
maupun generatif, yaitu :
1) Biji, seperti saga.
66 | P a g e
2) Stek seperti kumis kucing, cabe jawa, sambung nyawa, keji beling,
sirih, beluntas.
3) Rimpang, seperti jahe, temu-temuan, kencur, kunyit, lengkuas.
4) Cangkok, seperti delima, mengkudu.
5) Anakan, seperti daun dewa, bidara upas.
Benih yang berasal dari biji, harus dibuat persemaian lebih dahulu, bisa
menggunakan pot plastik maupun polybag, ukuran disesuaikan. Benih
yang berkulit keras, misalnya biji saga sebelum disemai, direndam air
selama satu malam atau dirusak kulit bijinya terlebih dahulu agar dapat
cepat tumbuh.
c. Penanaman
Penanaman adalah proses meletakkan benih ke dalam lubang tanam
atau alur yang sudah disiapkan sesuai jarak tanam. Tujuannya adalah
agar benih dapat tumbuh dengan baik dan seragam.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat penanaman tanaman
obat di lahan luas/hamparan adalah:
1) Benih yang telah siap tanam, dapat langsung di tanam di lahan
yang telah disiapkan, sebelumnya maka media tanam disiram air
terlebih dahulu.
2) Melakukan penanaman pada awal musim penghujan;
3) Waktu penanaman sebaiknya dilakukan pada sore hari sehingga
dapat terhindar dari sengatan terik sinar matahari dan juga
mengurangi pengupan pada tanaman yang baru saja ditanam;
4) Sebelum penanaman dilakukan, media tanam dilembabkan terlebih
dahulu dengan cara disiram air;
67 | P a g e
5) Untuk penanaman di dalam pot, benih yang sudah tumbuh di
persemaian dapat ditanam langsung di dalam pot yang sudah berisi
media tanam;
6) Untuk penanaman di lahan/tanah pekarangan atau halaman
dilakukan dengan cara mengeluarkan bibit dari polibag ke dalam
lobang tanam yang telah disiapkan dengan jarak tanam yang sudah
ditentukan;
7) Untuk penanaman dengan menggunakan rimpang, maka benih
harus dalam posisi rebah dan tunas menghadap ke atas;
8) Memadatkan tanah di sekitar benih agar tanaman kokoh.
d. Pemupukan
Pemupukan adalah pemberian unsur hara berupa pupuk organik dan
anorganik ke tanaman dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
unsur hara yang diperlukan sehingga tanaman dapat tumbuh optimal
dan berproduksi maksimal. Pemupukan dapat dilakukan 1 bulan
setelah ditanam, dan dapat diulang setiap 2 bulan sekali. Waktu
pelaksanaan pemupukan, dikondisikan media tanam dalam keadaan
lembab, atau segera disiram setelah perlakuan pemupukan. Pupuk
yang diberikan adalah pupuk organik (pupuk kandang dari kotoran
sapi, kerbau, kambing) atau kompos yang bermutu baik dengan ciri
tidak berbau menyengat, remah, tidak membawa gulma dan hama
maupun penyakit. Pemberian pupuk organik pada setiap tanaman atau
pot dengan dosis sekitar 0,5-1 kg.
e. Pemeliharaan
Pemeliharaan adalah suatu rangkaian kegiatan yang mencakup
kegiatan penyulaman, penyiangan, penyiraman/pengairan,
penggemburan, pembumbunan, dan pengairan dengan tujuan agar
tanaman dapat tumbuh, berproduksi dan memiliki khasiat secara
maksimal. Kegiatan pemeliharaan tanaman meliputi:
1) Penyulaman pada umur satu bulan setelah tanam dengan
menggunakan benih/bibit yang telah disiapkan dengan umur yang
sama;
2) Penyiangan merupakan kegiatan membuang gulma (rumput) yang
tidak ada manfaatnya, karena dapat menjadi saingan dalam
penggunaan pupuk, air dan sinar matahari. Penyiangan dilakukan
sesuai dengan kondisi gulma. Usahakan pada umur 3-6 bulan
tanaman bebas dari gulma, setelah berumur 6 bulan dilakukan
sesuai dengan kebutuhan. Penyiangan dilakukan dengan
mekanis/manual, tidak boleh menggunakan herbisida. Untuk
tanaman yang berumur 4 bulan, penyiangan dilakukan dengan
68 | P a g e
hati-hati agar tidak merusak akar tanaman dan mencegah
masuknya penyakit;
3) Penyiraman dilakukan disesuaikan dengan kebutuhan dan
keadaan iklimnya;
4) Penggemburan tanah merupakan kegiatan menggemburkan tanah
agar akar tanaman dapat tumbuh lebih baik.
5) Pembumbunan dilakukan setiap bulan, mulai umur 2 bulan dan
bisa dilakukan bersamaan dengan penyiangan;
6) Pengairan/penyiraman merupakan penyiraman air biasanya
dilakukan pada musim kemarau, sesuai kebutuhan atau apabila
tanaman terlihat daunnya mulai layu. Saluran pembuangan air
(parit) disekitar lahan diperbarui secara berkala agar air hujan
mudah mengalirnya ke saluran pembuangan. Penyiraman
dilakukan sore hari atau sesuai kebutuhan apabila terlihat tanaman
layu. Saluran pembuangan air disekitar lahan diperbaharui secara
berkala agar air hujan tidak menggenang atau mengalir dengan
lancer ke saluran pembuangan. Perlu diperhatikan pola saluran
pembuangan pada media tanam. Apabila menggunakan media
tanam dalam pot, perlu dilakukan penggantian media tanam setiap
6 (enam) bulan sekali agar kesuburan tanah tetap terjaga.
g. Panen
Pemanenan adalah kegiatan pengambilan hasil dengan cara
membongkar atau mencabut dengan menggunakan tangan, garpu dan
atau cangkul.
69 | P a g e
Tanaman obat harus dipanen pada saat yang tepat, agar kadar zat
berkhasiat dalam tanaman cukup tinggi, sehingga obat yang dihasilkan
lebih bermanfaat. Pada umumnya zat berkhasiat kadarnya optimal
apabila tanaman dipanen menjelang atau awal tanaman berbunga,
tidak dipanen pada waktu hujan, dan sebaiknya dipanen di waktu sore
hari atau pada saat yang tepat.
Cara panen yang terbaik adalah:
1) Panen buah, diambil buah yang sudah mencapai masak, ditandai
dengan perubahan warna dari hijau menjadi kekuningan,
kecoklatan, atau kemerahan.
2) Panen daun, diambil daun yang sudah tumbuh sempurna,
maksimal ukurannya, tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua,
biasanya daun urutan ke 2–3 dan seterusnya dari daun pucuk.
Daun diambil dari batang/cabang yang menerima sinar matahari
langsung.
3) Panen pucuk, diambil daun yang terletak pada ujung
cabang/ranting dan warnanya lebih muda dibandingkan dari warna
daun tua.
4) Panen rimpang, diambil dari tanaman yang sudah mengering
batang dan daunnya karena umurnya sudah cukup, biasanya
dilakukan pada musim kering/kemarau.
5) Panen kulit batang, diambil pada saat tanaman cukup umur dan
dilakukan pada awal/ permulaan musim kemarau.
6) Panen biji, diambil dari buah yang tua atau kering atau juga buah
yang pecah.
h. Pascapanen
Pascapanen adalah tindakan yang dilakukan setelah panen, mulai dari
seleksi, pencucian, penirisan, perajangan, pengeringan,
pengemasan/penyimpanan dan pelabelan. Tujuannya adalah untuk
menghasilkan produk, berkualitas dengan mempertahanan kandungan
bahan aktif yang memenuhi standar mutu secara konsisten. Kegiatan
pascapanen mencakup pengolahan bahan hasil panen menjadi bahan
baku obat atau pengolahan pascapanen primer. Selain diproses
langsung menjadi jamu atau keperluan lain, hasil panen dapat diolah
menjadi simplisia, sehingga dapat disimpan lebih lama. Tahapan
pengolahan pasca panen primer menjadi simplisia meliputi :
1) Menyeleksi hasil panen dari campuran benda lain dan jenis
tanaman lain dan rumput.
2) Mencuci menggunakan air bersih, membuang kotoran dan bagian
yang rusak (busuk).
3) Mentiriskan agar air bekas cucian hilang.
4) Merajang/mengiris rimpang dan buah, tebal irisan antara 2–5 mm.
70 | P a g e
5) Mengeringkan daun, pucuk, kulit batang dan biji di bawah sinar
matahari, sampai cukup kering. Untuk menghasilkan bahan baku
(simplisia) yang berkualitas tinggi, pada waktu pengeringan bahan
yang dikeringkan ditutupi menggunakan kain hitam, agar tidak
terkena sinar matahari secara langsung.
6) Setelah diiris bahan tersebut dikeringkan di bawah sinar matahari,
sampai kering. Tanda bahwa sudah cukup kering adalah apabila
bahan yang dikeringkan menunjukkan mudah dipatahkan. Untuk
menghasilkan bahan baku (simplisia) yang berkualitas tinggi, pada
waktu pengeringan bahan yang dikeringkan menggunakan tutup
kain hitam.
7) Pengemasan/penyimpanan simplisia yang sudah kering dapat
disimpan di dalam botol yang berwarna gelap, dalam jumlah besar
bisa menggunakan kantong plastik kedap udara atau box plastik
agar simplisia tidak lembab dan diberi label.
Pokok Bahasan 4
Cara pembuatan ramuan untuk asuhan mandiri
1. Hygiene sanitasi
Cara meramu adalah sebuah pekerjaan yang menggunakan tangan dan alat
ketika mencampurkan bahan-bahan yang berasal dari tanaman obat. Sehingga
diperlukan hygiene sanitasi terhadap bahan ramuan dan peralatan yang
digunakan serta peramunya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum membuat ramuan :
a. Bahan Ramuan
- Cuci bersih seluruh bahan ramuan dengan air bersih dan mengalir
- Tiriskan bahan ramuan dengan wadah yang bersih
- Rajang bahan ramuan sesuai kebutuhan
b. Peralatan
- Peralatan yang digunakan harus bersih dan kering
- Gunakan peralatan sesuai dengan fungsinya
- Cuci bersih dan keringkan peralatan setelah digunakan
- Simpan di dalam lemari perkakas
c. Peramu
- Kondisi fisik peramu harus dalam keadaan sehat
- Cuci tangan dengan cara yang benar sebelum meramu
- Gunakan masker, tutup kepala dan celemek
- Selalu cuci tangan setiap penggantian tahapan proses pembuatan ramuan
71 | P a g e
2. Penyiapan Bahan Baku (Simplisia) : Takaran dan Ukuran
Yang dimaksud bahan ramuan adalah bahan yang digunakan dalam bentuk
simplisia segar atau kering. Sebelum membuat ramuan harus dipastikan bahwa
tidak menggunakan tanaman yang salah, dapat memberikan efek yang tidak
diinginkan atau keracunan. Memilih bahan ramuan dari akar, rimpang, umbi, kulit
batang, batang kayu, daun, bunga, buah atau seluruh tanaman (herba) harus
perhatikan, yang dipilih adalah :
a. Berwarna cerah.
b. Yang telah tua/masak sempurna dan dalam keadaan segar, buah tidak
keriput. Kulit batang tidak retak.
c. Pilih yang masih utuh dan tidak rusak oleh serangan ulat atau hama dan
penyakit tanaman lainnya.
d. Tidak terserang hama dan yang tidak bercendawan atau berjamur atau akar
yang berlumut.
e. Tidak memilih buah, daun bunga, kulit umbi yang telah berubah warna atau
layu.
Ukuran dan takaran, menggunakan alat ukur dan takaran yang sudah dikenal
luas oleh masyarakat, seperti :
Ukuran dan takaran yang digunakan adalah yang biasa dikenal oleh
masyarakat, seperti :
Gelas Gelas belimbing, 1 gelas = 200 cc
Cangkir Cangkir teh, 1 cangkir = 100 cc
Sendok Sendok makan, 1 sendok = 15 cc
Genggam 1 genggam tangan penderita
Jari Tangan 1 Jari = ukuran panjang 1 telunjuk penderita.
Ibu Jari Sebesar ibu jari jempol penderita
Helai Lembar, satuan ukuran daun yang lebar seperti
daun pepaya, dadap serep
Pelepah 1 pelepah tanaman lidah buaya yang
panjangnya = 10 cm
Sebesar Telur Biasa disebut sebesar telur itik atau ayam
kampung atau sebesar telur burung merpati
Identik 150 – 200 gram
tapi bila tidak ada keterangan, maka yang
dimaksud sebesar telur ayam
Secukupnya Ukuran secukupnya digunakan pada penggunaan
bahan yang nilainya sedikit seperti garam, gula, air
dan lain-lain
Sejimpit digunakan biasanya untuk bahan herba yang
penggunaanya dalam jumlah sedikit karena
72 | P a g e
fungsinya yang keras seperti sambiloto
Seujung kuku biasanya digunakan pada bahan yang
penggunaanya sedikit seperti kapur sirih (enjet)
3. Penyiapan alat
Peralatan adalah alat/perkakas yang digunakan untuk membuat ramuan.
Jenis peralatan antara lain :
a. Periuk (kuali) dari tanah liat atau panci dari bahan gelas/kaca atau stainless
steel.
b. Pisau atau spatula/pengaduk yang terbuat dari bahan kayu
c. Saringan dari bahan plastik atau nilon.
4. Cara Pembuatan
a. Beberapa teknik membuat ramuan untuk dikonsumsi :
1) Rebusan/Godogan
Adalah proses penyarian dengan cara merebus bahan ramuan dengan
air sampai mendidih menggunakan api kecil.
2) Seduhan
Adalah proses mencampur bahan ramuan dengan air panas
3) Perasan
Adalah proses penyarian dengan teknik perasan
b. Beberapa teknik membuat ramuan untuk pemakaian luar :
1) Tapal
2) Balur
3) Oles
4) Mandi
c. Beberapa teknik membuat ramuan untuk penguapan :
1) Ratus
2) Sauna
Catatan Penting !
5. Cara Penyajian
a. Penyajian untuk dikonsumsi
1) Rebusan, disajikan dengan menyaring hasil rebusan kemudian cairan sari
diminum hangat-hangat
2) Seduhan, disajikan dengan mengendapkan bahan ramuan yang sudah
direndam air panas atau menyaringnya kemudian cairan sari diminum
hangat-hangat
3) Perasan, disajikan dengan meminum cairan sari dari bahan ramuan yang
diperas
b. Penyajian untuk penggunaan luar
1) Tapal, disajikan dengan menempelkan bahan ramuan yang ditumbuk
kebagian tubuh yang sakit
2) Balur, disajikan dengan menggosokkan atau membalurkan bahan ramuan
yang ditumbuk kebagian tubuh yang sakit
3) Oles, disajikan dengan mengoleskan bahan ramuan dalam bentuk cair
kebagian tubuh yang sakit
4) Mandi, dilakukan dengan menyiramkan atau merendam tubuh dengan
cairan rebusan bahan ramuan
c. Penyajian untuk penggunaan penguapan
1) Ratus, disajikan dengan membakar bahan ramuan kemudian uapnya
diarahkan kebagian tubuh tertentu
74 | P a g e
2) Sauna, disajikan dengan merebus bahan ramuan kemudian uapnya
diarahkan ke seluruh tubuh dalam ruangan tertutup
6. Cara Penyimpanan
a. Air rebusan herbal yang diminum untuk beberapa kali dapat disimpan di
dalam kulkas. Namun bila ingin diminum dalam kondisi hangat, rendamlah
botol atau wadahnya terlebih dahulu di dalam air panas
b. Simplisia (bahan mentah jamu) yang sudah kering bisa disimpan didalam
wadah berupa tong kayu, toples kaca, wadah terbuka dari kayu atau kantung
kertas. Simplisia tersebut perlu dijemur ulang selama penyimpanan agar tidak
lembab dan berbau apek
c. Untuk memastikan apakah ramuan yang disimpan masih layak atau tidak,
cium ramuan tersebut terlebih dulu. Bila berbau apek, sebaiknya tidak usah
dikonsumsi lagi
Pokok Bahasan 5
Pemanfaatan TOGA dalam Asuhan Mandiri
a. Meningkatkan Produksi ASI
Bahan:
- Temulawak 7 iris
- Meniran ½ genggam
- Pegagan ¼ genggam
- Air 3 gelas
Cara pembuatan :
Campurkan semua bahan kemudian direbus dalam air mendidih selama 10
sampai 15 menit dengan api kecil.
Cara Pemakaian:
Diminum 2 kali sehari, pagi dan menjelang tidur malam.
Keterangan :
Ramuan bisa juga digunakan pada anak-anak usia di atas 12 tahun dan
dewasa. Untuk dewasa, rimpang kencur sebanyak 3 jari.
75 | P a g e
c. Meningkatkan nafsu makan
Bahan:
- Ketumbar 1 sendok teh
- Madu secukupnya
- Air 1 cangkir
Cara pembuatan :
Ketumbar ditumbuk halus, seduh dengan air, setelah hangat tambahkan
madu, aduk rata.
Cara Pemakaian:
Minum 1 kali sehari, selama 1 minggu.
e. Nyeri Haid
Bahan:
- Rimpang temulawak 3 iris
- Biji kedawung 8 butir
- Daun sembung 1/3 genggam
- Asam jawa secukupnya
- Gula aren secukupnya
- Air 3 gelas
Cara pembuatan :
Didihkan air, masukkan biji kedawung yang sudah dimemarkan, setelah 5
menit masukkan rimpang temulawak, asam jawa, dan daun sembung. Rebus
selama 10 menit, masukkan gula aren menjelang rebusan akan diangkat.
Cara Pemakaian:
Diminum dalam keadaan hangat 2 kali sehari selama nyeri haid.
76 | P a g e
f. Susah tidur dan stres
Mengatasi susah tidur
Bahan:
- Biji pala 1/5 bagian
- Madu 1 sendok makan
- Air panas 1 cangkir
Cara pembuatan :
1/5 bagian biji pala ditumbuk halus. Seduh dengan 1 cangkir air hangat dan
madu 1 sendok makan.
Cara Pemakaian:
Diminum 1–2 kali sehari dalam keadaan hangat.
Mengatasi stres
Bahan:
- Pegagan 1 genggam
- Air 3 gelas
Cara pembuatan :
Bahan direbus dalam air mendidih selama 10 menit.
Cara Pemakaian:
Diminum 3 kali sehari ¾ gelas.
Perhatian :
Hindari pemakaian pada kulit yang peka
h. Sakit kepala/pusing
Bahan:
- Bawang putih 1 siung
- Pegagan 1 jumput
- Air 1 ½ gelas
Cara pembuatan :
Bawang putih dimemarkan, campurkan semua bahan kemudian direbus
dalam air mendidih selama 10–15 menit dengan api kecil.
77 | P a g e
Cara Pemakaian:
Diminum 3 kali sehari, masing-masing 1/3 gelas.
Perhatian :
Hindari takaran yang berlebih. Tidak diperkenankan bagi yang sedang
mengkonsumsi obat pengencer darah, ibu hamil, dan yang sensitif terhadap
bawang putih.
Perhatian :
Hindari takaran yang berlebih. Tidak diperkenankan bagi yang sedang
mengkonsumsi obat pengencer darah, ibu hamil, dan yang sensitif terhadap
bawang putih.
j. Sakit pinggang
Bahan:
- Jahe merah 1 ibu jari
- Sereh 2 batang
- Gula merah 1 sendok makan
- Garam seujung sendok teh
- Air 2 gelas
Cara pembuatan
Jahe dibakar dan dimemarkan, masukkan bersama sereh dalam air mendidih.
Tunggu 10 menit tambah kan gula merah serut dan garam, aduk-aduk dan
dinginkan.
Cara pemakaian
Minum 2 kali sehari.
78 | P a g e
k. Mual muntah
Bahan:
- Jahe 2 ibu jari
- Gula merah secukupnya
- Air 1 ½ gelas
Cara pembuatan
Didihkan air terlebih dahulu, setelah itu masukkan jahe yang telah dikupas
dan dimemarkan, tambahkan gula merah yang telah dipotong kemudian
diaduk. Tutup panci dan matikan kompor. Diminum dalam keadaan hangat-
hangat kuku.
Cara pemakaian
Minum ramuan jahe 2–3 kali sehari sampai rasa mual hilang.
l. Sesak nafas/mengi
Bahan:
- Patikan kebo 4 batang
- Gula secukupnya
- Air 3 gelas
Cara pembuatan
Masukkan patikan kebo ke dalam air mendidih, biarkan selama 10 menit,
masukkan gula secukupnya.
Cara pemakaian
Diminum 3 kali sehari.
m. Melancarkan BAB
Bahan:
- Buah mengkudu masak 2 buah
- Garam secukupnya
Cara pembuatan
Buah mengkudu diparut, diberi garam sedikit, diperas, disaring.
Cara pemakaian
Diminum 2 kali sehari.
n. Nyeri sendi
Bahan :
- Jahe 1 jari
- Sereh 2 batang
- Kencur 1 ruas jari
- Air 1 ½ gelas
- Gula merah secukupnya
Cara pembuatan :
- Diminum
79 | P a g e
Jahe dibakar dan memarkan, kencur diiris, sereh digeprek, semua bahan
direbus dengan air selama 10-15 menit.
- Diboreh
Jahe, sereh, kencur ditumbuk.
Cara pemakaian:
- Diminum
Minum hangat-hangat pagi dan sore selama 7 hari.
- Diboreh
Diborehkan pada bagian sendi yang sakit
VII. REFERENSI
1. Kemenkes 2011.Pedoman Pengelolaan & Pemanfataan TOGA
2. Januwati, N.M. dan M. Yusron. 2002. Mengenal jahe dan perkembangan
teknologibudidaya. Makalah disampaikan pada Seminar Sehari “Peluang
Ekspor Jahe Asal Indonesia Melalui Sistem Agribisnis Bagi Hasil Yang
Aman”Jakarta 20 Juli 2002, 23 h.
3. Mejaya, M. J. 2000. Respon of sorghom genotype for tolerance to drought.
Agravita, Jour. On Agri. Sci. 21(2):1-4.
4. Oldeman, L.R. 1975. An agro-climatic map of Java. Contributions, Central
Research Institutefor Agriculture, No.7, 22p.
5. Rahardjo, M dan E. R. Pribadi. 2010. JURNAL PENELITIAN TANAMAN
INDUSTRI (INDUSTRIAL CROPS RESEARCH JOURNAL), 14(4):125-162-
170, Badan Penelian dan Pengembangan Pertanian, PUSLITBANGBUN
80 | P a g e
6. Rahardjo, M dan I. Darwati. 2000b. Pengaruh cekaman air terhadap produksi
dan mutu simplisia tempuyung (Sonchus arvensis L.). Jurnal Peneltian
Tanaman Industri, 6(3):73-79.
7. Rahardjo, M., Rosita SMD dan Sudiarto. 2000a. Produktivitas dan kadar
flavonoid simplisia tempuyung (Sonchus arvensis L.) yang diperoleh pada
berbagai tingkat kondisi stres air. Warta Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Industri, 6 (2):13-15.
8. Rahardjo, M., Rosita SMD, R. Fatahan dan Sudiarto. 1999. Jurnal Peneltian
Tanaman Industri,56(3):92-97.
9. Simarmata, T. 2002. Rancang bangun teknologi budidaya tanaman jahe untuk
memenuhi pasar ekspor. Makalah disampaikan pada Seminar Sehari
“Peluang Ekspor Jahe Asal Indonesia Melalui Sistem Agribisnis Bagi Hasil
Yang Aman”Jakarta 20 Juli 2002, 19 h.
VIII. LAMPIRAN
1. Tabel Lampiran 1
2. Panduan demonstrasi
3. Panduan latihan
81 | P a g e
Tabel Lampiran 1. Jenis-jenis tanaman obat berdasarkan lingkungan tumbuh, kandungan kimia dan khasiat.
No Nama jenis Ketinggian Curah hujan Jenis tanah Bagian yang Kandungan kimia Khasiat
tempat (mm/th) digunakan
(m dpl)
1. Zingiber officinale Rosc. 300-900 2500-4000 latosol, andosol dan Rimpang m. atsiri obat batuk, reumatik, sakit
Jehe regosol oleoresin perut, obat gosok
2. Zingiber cassumunar 100-1500 2000-3500 latosol, andosol Rimpang m. atsiri, sineol, pinen, karminatif mengeluarkan gas
Roxb. sequisterpen dari saluran pencernaan,
Bangle kosmetika
3. Zingeber zerumbet (L.) 100-1200 2000-3500 latosol, andosol, Rimpang m. atsiri campor obat sakit perut, borok,
Smith. podzolok dan regosol disentri, cacingan, lemah
Lempuyang gajah usus dll.
4. Zingiber aromaticum Vahl. 100-1200 2000-3500 latosol, andosol, Rimpang m. atsiri, campor, α- obat pegal linu, masuk
Lempuyang wangi podzolik dan regosol caryophyllene, dan β- angin, influenza, radang
lonalool lambung dll.
5. Curcuma xanthorrhiza 100-1500 1500-4000 latosol, andosol, Rimpang m. atsiri, xanthorizin obat gangguan pencernaan
Roxb. podzolik dan regosol getah empedu, jerawat,
Temulawak hepatoprotektor
6. Kaempferia galanga L. 80-300 2100-4000 latosol, andosol da Rimpang m. atsiri, campor, sineol, obat batuk, sakit perut, obat
Kencur regosol borneol gosok, sakit kulit
7. Curcuma domestica Val. 240-1200 2000-4000 latosol, alluvial dan Rimpang m. atsiri, kurkumin, resin, reumatik, sakit perut, anti
Kunyit regosol oleoresin diare, peluruh empedu
(kholagoga), karminatif,
hepaprotektor
8. Curcuma heyneana 240-1000 1000-2000 latosol, alluvial dan Rimpang m. atsiri obat penenang, cacing, luka,
Temu giring regosol pelangsing, bau badan,
penyakit kulit
82 | P a g e
9. Curcuma aeruginosae 400-1000 1000-2000 latosol, andosol, Rimpang m. atsiri dan lamar obat cacing, karminatif,
Roxb. podzolik dan regosol reumatik, borok/kudis
Temu ireng
10. Curcuma mangga 200-1000 1000-2000 latosol, alluvial dan Rimpang saponin, dan flavonoid obat gangguan pencernaan,
Temu mangga regosol sakit perut, kanker payudara
11. Curcuma zedoaria (B.) 400-1000 900-1250 latosol, alluvial dan Rimpang m. atsiri sineol, a-campor, d- obat lemah syahwat,
Rosc. regosol borneol, sesquiterpen, pelancar peredaran darah
Temu putih sesquiterpenol, sesquiterpen dan pernafasan, penambah
alkohol nafsu makan, pelancar haid,
sakit perut, penawart racun.
12. Languas galanga (L.) dataran 1500-4000 latosol, andosol Rimpang m. atsiri, campor, sineol, & karminatif & anti fungi
Stuntz rendah – asam metil sinamat
Lengkuas 700
13. Amomum cardamomum 20-1000 2500-4000 tanah berkapur dan Biji m. atsiri, alfaborneol dan β- mengencerkan dahak,
Wild. lempung berpasir kamfer karminatif, menghangatkan
Kapulaga badan, menghilangkan rasa
sakit.
14. Foeniculum vulgare Mill. 1600-2400 2500 latosol Buah m. atsiri, flavonoid dan lemak karminatif, radang, batuk,
Adas sakit perut, demam dan
ambeien
15. Pimpinella pruatjan 1800-3000 255-3000 andosol umbi/ akar, daun & alkaloida, polifenol, obat kuat & peluruh air seni.
Purwoceng bunga flavonoida.
16. Arcangelisia flava Merr. 1-800 2500 latosol, andosol, akar, batang dan batang dan akar : obat gangguan pencernaan,
Akar kuning podzolik daun kolumbanin, jatrorhizin, cacing, penambah gaerah
palmatin, shobakunin, seks, reumatik, patah tulang.
limasin, homo-aromalin dll.
83 | P a g e
18. Pterocarpus indicus Wild. 500 1250 - 2500 latosol, andosol, kulit batang, batang - obat sariawan, sakit perut,
Angsana podzolik dan daun kulit, penyubur rambut,
kudis.
19. Abrus precatorius L. dataran 1500-4500 berbagai macam Daun glirisidin anti sariawan
Saga rendah – tanah
1000
20. Bruguiera sexangula 0- - hutan mangrove tanin dan astrigent. obat penyakit kulit (herpes),
Poiret. luka bakar, penyakit mata.
Bakau
21. Tamarindicus indica Linn. 1-1000 1250 - 2500 berbagai jenis tanah Buah saponin, flavonoid dan tanin obat batuk, sariawan,
Asam jawa jerawat, bisul, borok, eksim,
menambah nafsu makan,
melancarkan haid, sakit
perut, dan penawar racun.
22. Callophyllum innophylum - - seluruh kawasan getah pohon costatolide A menekan pertumbuhan HIV
Bintangur hutan kalimantan
23. Piper retrofractum Vahl. 1-600 1250 - 2500 andosol, grumusol, buah dan akar buah : piperin, dicnamida, Buah : obat demam, mulas,
Cabe jamu latosol, podsolik, quinensina. lemah syahwat.
regosol. akar : pipernonalina, Akar : obat sakit gigi.
pipersida, piridina, tanin,
gliserida.
24. Piper cubeba L.F. dat. rendah tipe C tanah berlempung Buah m. atsiri, asam kubebat, anti diare
Kemukus – 700 damar, kubebin, piperin, m.
Lemak
84 | P a g e
25. Piper bitle L. dat. rendah 1500-3500 tanah berhumus Daun m.atsiri, hidroksi kavikol, anti sariawan, anti batuk,
Sirih – 700 subur kavibetol, ektragol, eugenol, adstringen, antiseptik.
karvakrol, metil eugenol,
terpinen, seskuiterpen, fenil
propan, tanin
26. Quisqualis indica Linn. 1300 1250 - 2500 hutan dataran rendah minyak lemak dan resin. obat sakit kepala, mengatur
Ceguk kelahiran, obat kulit.
27. Aquilaria malaccenensis 0-500 hutan primer pada kayu dan kulit kayu obat sesak nafas, gosok,
Lamk. tanah berpasir dan perangsang, sakit jantung,
Gaharu tanah liat perut kembung, tonikum
28. Santalun album Linn. 50–2000 1100- 2000 padang kering, tanah kayu m. atsiri, harsa dan zat diuretik, karminatif dan
Cendana berasal dari vulkanis samak antipasmodik (pereda
muda, batuan tertier, kejang)
karang kapur
29. Psidium guajava Linn. 1-1200 1250 - 2500 andosol, grumusol, daun m. atsiri, tanin, saponin, obat diare, peluruh haid,
Jambu biji latosol, podsolik, flavonoid pencahar.
regosol.
30. Melaleuca leucadendra 1-300 daerah kering tanah berair pada daun sineol, melaleucin, m. atsiri, obat koreng, menghilangkan
Linn. daerah iklim kering. terpineol, cineole dam lignin. keriput kulit perut,
Kayu putih
31. Eucalyptus deglupta 1800 hutan hujan hutan hujan dataran kulit batang selulosa, lignin, pentosan tonikum & penangkal bisa.
Blume. dataran rendah, sepanjang
Leda rendah sungai, tanah
berlumpur & berpasir
lembab
85 | P a g e
32. Jatropha curcas Linn. 1-300 1250 – 2500 andosol, grumusol, Biji & daun Alph amirin, komprestol, Biji : obat borok dan
Jarak pagar latosol, podsolik, beta-7 alpha diol, penyubur rambut, daun ;
regosol. stigmasterol, beta-sitosterol, obat reumatik, dan eksim.
iso-viteksin, 7-betasterol dan
HCN.
33. Sauropus androginus (L.) 200-1300 2000-3000 latosol dan aluvial daun asam amino obat bisul, borok, darah
Merr. kotor, pelancar ASI, zat
Katuk pewarna
34. Excoecaria 350 - tanah berwarna daun asam behemat, triterpenoid, obat disentri, menghentikan
cochinchinensis Laour. coklat tua dekat eksokarol, & silosterol. pendarahan waktu
Sambang darah dengan bebatuan melahirkan & haid.
pada hutan primer.
35. Phyllanthus nuriri L. dat. rendah 2500-3000 Tanah subur mengan herba lignan, flavonoid, triterpenoid obat kencing batu, demam,
Meniran – 1000 dung pasir sakit perut, batuk, sakit gigi,
kuning, gonorhoe
36. Guazuma ulmifolia Lamk. 1-800 1250 - 2500 andosol, grumusol, daun tanin, lendir, damar pelangsing tubuh, obat batuk
Jati belanda latosol, podsolik, rejan, perut nyeri, perut
regosol. kembung dan sesak nafas.
37. Usnea misaminensisi 800-3000 2000-4000 hidup nempel di semua bagian asam barbatolat, barbatat pelarut lemak, obat TBC,
(Vain) Not batang cemara tanaman dan likuin. sakit perut, bisul, borok,
Kayu angin disentri dan sariawan.
38. Parameria laevigata ≥ 1500 hutan primer & - herba tanin, kumarin dan asam obat luka, koreng, disentri,
(Juss.) Moldenke sekunder, protokatetik. nyeri rahim mengerutkan
Kayu rapet hutan jati di rahim setalah melahirkan.
Jawa
86 | P a g e
39. Alstonia scholaris (L.) 1-1000 hutan primer & - kulit kayu, akar, daun ethitanine, alstonidine, kulit kayu : obat kencing
R.Br. sekunder. & getah. alstonine, akuammicine, manis, malaria, limpa
Pulai akuammidine, tubotaiwine, membengkak, disentri, diare.
picrinine, ditamine, akar, daun getah : penangkal
echitenine penyakit kulit.
40. Alyxia reinwardtii Blume 800-1700 hutan kulit kayu. pulasariosida, alkaloida, m. obat demam, radang
Pulasari berpohon atsiri, kumaran, asam lambung, sariawan &
jarang, semak organik. keputihan.
daerah agak
terbuka
41. Rauvolfia serpentina Pule 500 tumbuh di - akar reserpin, ajmalin, chandrin, obat hipertensi, malaria,
pandak lokasi relatif fitosterol, & asam oleat. demam panas, disentri & anti
terbuka & di racun.
bawah
tegakaan
pohon.
42. Alstonia spectabilis (Linn) 1250 - - kulit kayu. ditharmin, echitamin, obat hipertensi, beri-beri,
Benth. Ex Kurz. Pule echikaotchin, echiretin, luka memar, demam, radang
echiserin, echitin & echitein. ginjal.
43. Cantharanthus roseus (L.) dat. rendah - - akar alkoloid, ajmalisin, vincein, obat kencing manis, peluruh
G Don – 1200 serpentina, yohimbin, tetra haid
Tapak dara hidro alstonin
44. Parlia roxburgii Don. ≥ 500 2000-4000 latosol biji dan kulit kayu glikosida, damar, tanin dan obat perut kembung, kolera,
Kadawung sistin. disentri, kejang.
45. Spondias pinnata Kurz. ≥ 600 - - akar, kulit kayu dan - pelancar haid, mencegah
Kedondong kayu. gonorrhoe, obat disentri.
87 | P a g e
46. Stelechocarpus burahol 150-300 - - buah - menghilangkan bau keringat,
Kepel, burahol melancarkan air seni,
mengurangi peradangan
ginjal, mencegah kehamilan.
47. Quassia amara Linn. - hutan hujan - herba glikosida & kuassin. obat lambung, demam, anti
Ki congcorang dataran gigitan ular, anti serangga.
rendah
48. Eurycoma longifolia Jack. ≥ 100 kawasan tanah miskin hara, seluruh bagian eurikomalakton, laurikolakton akar : obat kuat, penurun
Pasak bumi hutan dataran berpasir, pH rendah tanama A dan B, panas,.malaria, disentri.
rendah, dehidroeurikomalakton, Daun ; obat gatal.
primer, eurikomanol, benzoquinon, bunga dan buah : disentri.
sekunder, sterol, saponin. kulit/kayu : demam,
hutan pantai. sariawan, cacing, tonik,
sakit tulang dll.
49. Ccinchona officinalis Vahl. 800-2000 2500-3800 latosol, aluvial, kulit kayu alkaloid, quinine, quinidine, anti malaria, anti-arrhythmic
Kina podzolik. cinchonine, dan pada gangguan jantung,
cinchonidine. menambah nafsu makan,
menstimulir pencernaan.
50. Orthosiphon aristatus Bl. 100-1200 3000 latosol, aluvial, daun m. atsiri, sinesitin, glikosida obat ginjal, pelancar urine,
Miq. podzolik orthisiphonin, dan saponin encok, pengapuran
Kumis kucing pembuluh darah dan radang
kemih
51. Vitex trifolia Linn. 1-1000 tumbuh di tanah berpasir batang & daun m. atsiri, alkaloid vitrisin, daun : membersihkan rahim
Legundi hutan jati & glikoflavon, agunisid & setelah bersalin, obat luka,
sekunder akubin batuk rejan, TBC, kudis,
amandel, cacingan &
melancarkan haid.
88 | P a g e
52. Cryptocarva massoy 1000-1500 - hutan Irian kulit kayu m. atsiri, m. damar (sinamil obat asma, batuk arah,
Masyi aldehida, sinamil aetat, asam demam, keputihan, kejang
sinamat, eugenol), zat waktu hamil, mencret,
samak. reumatik, susah tidur, luka
luar.
53.. Morinda citrifolia Linn. 200 - 1500 1500-3000 latosol, aluvial, buah dan daun xeronin, prozeronin, obat hipertensi, sakit kuning,
Mengkudu andosol, podzolik dan proxeronase, serotanin, perut, influenza, batuk,
regosol damnacanthal (zat anti masuk angin,
kanker), scopoletin. menghilangkan sisik pada
kaki.
54. Areca catechu Linn. 1-1400 hutan hujan latosol, andosol biji arekolin, arekaidin, obat cacing (antelmintik) dan
Pinang dataran podzolik, gromusol. guvasin,guvakolin, memperkecil pupil mata.
rendah isoguvasin, resin dan gula.
55. Euchresta horsfieldii 1380-2000 - - biji cistizin, saponin, polifensil obat keracunan, muntah
Benn. dan flavonoid. darah, migraine, mual,
Pranajiwa kecing kurang lancar,
meningkatkan nafsu
syahwat.
56. Blumea balsamifera D.C. 2200 - - daun m. atsiri, sineol, borneol, obat reumatik, ekspektoran,
Sembung campor & tanin. masuk angin, anti diare,
antipiretik, perut kembung,
demam, bengkak.
57. Sonchus arvensis Linn. 50-1650 1500-3000 latosol, andosol, daun silika, kalium, flavonoid. litotriptik, diuretik, obat
Tempuyung tanah berkapur dan bengkak, obat luar.
berbatu
58. Ficus deltoides Jack. 45-2400 - - daun saponin & glikosida. aprodisiaka untuk wanita.
Tabat barito
89 | P a g e
59. Woodfordia fructicosa 30–1000 hutan musim - daun, akar, bung & tanin daun : obat koreng, ambien,
(Linn.) Kurz. biji pelancar air seni, biji : obat
Sidowayah encok, nyeri ginjal, kencing
darah, pengering tali pusar
bayi, akar : obat disenri,
bunga : pengkelat, obat
disentri koreng kencing
kurang lancar.
60. Toona sureni Merr. 0-3000 hutan primer & tanah berlempung kulit kayu tanin sebagai astringent,
Suren sekunder. dalam, subur, lembab pengkelat, tonic, anti diare &
dan drainse baik. anti biotik.
61. Shorea stenoptera Burch 700 - - biji lemak kosmetik, sabun, minyak
Tengkawang goreng subtitusi coklat &
margarine
62. Centella asiatica (L.) 200-2500 1500-2500 latosol dan andosol herba asam asiaticosid, asiatic dan obat awat muda, diuretic,
Urban. madecasic asma, luka, radang,
Pegagan bronkitis, disentri, lepra,
penambah nafsu makan
63. Androgaphis paniculata 200-700 1500-3000 latosol, aluvial, herba asam kersik, damar, logam obat diuretic (pelancar air
Ness. andosol, mediteran alkali. seni), anti piretik (demam),
Sambiloto radang, borok, radang tonsil,
kena racun, eksim, disentri,
masuk angin.
64. Sericocalyx crisus (L.) 500-1200 1500-4000 tanah liat padat- daun kalsium & silikat diuretika
Bremek gembur
Kejibeling
90 | P a g e
65. Graptophyllum pictum (L.) dat. rendah - - daun tanin, alkaloid, sitosterol, obat wasir, laksatif lemah,
Griff – 1250 glikosid diuretik ringan
Daun ungu, handeuleum
66. Aloe vera L. 100–1000 50-300 latosol, aluvial, daun pelepah asam amino, polisakarida, anti biotik, maag, tukak
Lidah buaya andosol, gromusol. sterol, enzim dan vitamin. lambug, reumatiuk, diabetes,
anti stress, kecanduan obat,
kanker dan hepatitis.
67. Strychnos ligustrina Bl. dat. rendah 1000-1500 aluvial & organosol kayu akaloid, brusina, striknina, tonik, diaforetik, obat eksim
Bidara laut – 500 tanin, steroid, triterpenoid
68. Talinum paniculatum dat. rendah 2000-4000 tanah liat berpasir, umbi Saponin tonikum, aprodisiak
Gaerth – 500 gembur (pembangkit gaerah & vitalis)
Som jawa
91 | P a g e
Panduan Demonstrasi
Pengenalan TOGA
92 | P a g e
Panduan Latihan
Pemanfaatan dan Teknik Membuat Ramuan untuk Asuhan Mandiri
93 | P a g e
MATERI INTI 2
PEMANFAATAN AKUPRESUR
I. DESKRIPSI SINGKAT
Akupresur mandiri merupakan teknik memijat sendiri pada titik tertentu
dipermukaan tubuh untuk mengatasi gangguan kesehatan ringan dan
meningkatkan kebugaran.
Pemijatan adalah bagian terpenting dalam melakukan tindakan akupresur.
Dengan melakukan pemijatan yang benar, maka tujuan dalam mengatasi
gangguan kesehatan ringan dapat tercapai. Penggunaan teknik akupresur
disesuaikan dengan keluhan agar tindakan akupresur dapat mencapai hasil
yang maksimal. Cara pemijatan yang baik dan benar juga dapat membantu
meningkatkan hasil pemijatan, Akupresur dapat menimbulkan efek yang tidak
diinginkan sehingga pada saat pelaksanaan akupresur, diperlukan perhatian
khusus terhadap keadaan-keadaan yang tidak boleh dilakukan akupresur.
Dalam modul ini diuraikan secara singkat teori dasar akupresur yang diambil dari
teori dasar akupunktur, sebagai pedoman bagi pelaksanaan terapi akupresur.
Tatalaksana gangguan kesehatan ringan dengan akupresur mandiri dalam
modul ini membahas tentang pemanfaatan akupresur untuk asuhan mandiri,
teknik akupresur untuk asuhan mandiri, tatalaksana gangguan kesehatan untuk
asuhan mandiri akupresur.
V. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
A. Langkah 1 Pengkondisian (10 menit)
1. Fasilitator memperkenalkan diri, kemudian menyampaikan tujuan
pembelajaran serta waktu yang tersedia untuk materi ini
2. Fasilitator menggali pendapat peserta mengapa modul/materi ini diperlukan
untuk Asuhan Mandiri Pemanfaatan TOGA dan Akupresur. Berikan juga
kesempatan kepada peserta untuk menyampaikan pendapat atau
pengetahuannya tentang tatalaksana pelayanan akupresur di Puskesmas.
Tuliskan pada kertas flipchart agar dapat dibaca semua orang.
3. Fasilitator memandu peserta untuk menanggapi sehingga terjadi interaksi
yang dinamis
B. Langkah 2 Membahas pokok bahasan (80 menit)
1. Fasilitator mulai dengan menggali pendapat/pemahaman peserta tentang
tatalaksana pelayanan akupresur di Puskesmas. Misalkan dengan
menanyakan kepada peserta “bagaimana alur pelayanan kesehatan di
Puskesmas?”. “Bagaimana tata hubungan pelayanan antar unit di
Puskesmas?”. Beri kesempatan peserta saling menanggapi apa yang
dikemukakan peserta lainnya sehingga kelas menjadi dinamis.
2. Fasilitator menyampaikan penjelasan materi tatalaksana penyelenggaraan
pelayanan akupresur di Puskesmas.
3. Berikan kesempatan peserta untuk tanya jawab dan klarifikasi
95 | P a g e
VI. URAIAN MATERI
A. Konsep Pemanfaatan Akupresur untuk Asuhan mandiri
1. Sejarah Perkembangan Akupresur
Pijat telah dikenal oleh bangsa Indonesia sejak jaman dahulu kala.
Demikian juga oleh bangsa-bangsa yang lain, karena pijat merupakan cara
pengobatan alami, yang secara naluri dilakukan oleh manusia jika merasa
badannya tidak enak.
Pijat dengan pendekatan ilmu akupunktur disebut akupresur dan istilah ini
digunakan sampai sekarang.
Perkembangan akupresur di Indonesia di mulai pada tahun 1963, di mana
presiden Soekarno menunjuk Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo sebagai
pilot project pengembangan pengobatan di bidang Akupunktur. Kemudian
terbentuk program pendidikan dokter spesialis akupunktur medik, yang
dalam kurikulum pendidikannya memasukkan akupresur sebagai salah
satu mata pelajaran pendidikan. Saat ini akupresur dikembangkan melalui
integrasi ke dalam sistem pelayanan kesehatan di Puskesmas.
2. Pengertian Akupresur untuk Asuhan Mandiri
Akupresur berasal dari kata accus dan pressure, yang berarti jarum dan
menekan. Istilah ini dipakai untuk cara penyembuhan yang menggunakan
teknik penekanan dengan jari pada titik-titik akupunktur sebagai pengganti
penusukan jarum pada sistem penyembuhan akupunktur. Tujuan
penekanan pada titik-titik akupresur adalah melancarkan berbagai sistem
pada seluruh bagian tubuh.
Akupresur mandiri dilakukan oleh masyarakat di lingkungan keluarga
sendiri untuk meningkatkan kebugaran maupun mengatasi gangguan
kesehatan ringan.
3. Manfaat Akupresur untuk Asuhan Mandiri
Tindakan akupresur dapat memberikan manfaat bagi tubuh, antara lain:
a. Meningkatkan kebugaran
b. Melancarkan peredaran darah
c. Mengurangi rasa nyeri
d. Mengurangi stres atau menenangkan pikiran
96 | P a g e
cairan-cairan tubuh, sistem saraf, sistem hormonal, sistem getah
bening, dll.
Ada tiga jenis titik akupresur :
1) Titik akupresur umum yaitu titik akupresur yang berada di saluran
meridian
2) Titik akupresur istimewa yaitu titik akupresur yang berada di luar
saluran meridian
3) Titik akupresur yes point/ashe point yaitu tempat yang kalau dipijat
terasa nyeri dan letaknya bukan di titik umum maupun titik istimewa.
b. Fungsi Titik Akupresur
1) Sebagai tempat perangsangan untuk mengatasi gangguan di
sepanjang alur meridian
2) Sebagai tempat pencerminan baik kondisi fisiologi maupun gangguan
fungsi organ dalam (organ zang dan organ fu)
c. Nomenklatur Titik Akupunktur (WHO)
Berdasarkan keputusan WHO tentang penamaan titik
akupunktur/akupresur yang berlaku Internasional, mengikuti pedoman
di bawah ini:
1) Titik Akupunktur Umum
Terdiri dari 2 huruf kapital yang merupakan singkatan organ, diikuti
angka arab sesuai dengan perjalanan meridian di tubuh.
2) Titik Akupunktur Istimewa
Terdiri dari awalan EX (Extra Point) diikuti regio tubuh yaitu:
a) HN (Head and Neck) : Kepala Leher
b) CA (Chest and Abdomen) : Dada Perut
c) B (Back) : Punggung
d) UE (Upper Extremities) : Lengan Atas
e) LE (Lower Extremities) : Lengan bawah
Penomoran diurut dari kepala sampai dengan kaki/atas ke bawah
contoh: EX-HN-1
EX menandakan titik istimewa (Extra Point)
HN menunjukkan lokasinya di kepala dan leher
Angka 1 menunjukkan letak paling di atas
d. Mekanisme Kerja
1) Titik akupresur berada di permukaan kulit yang sensitif terhadap
perangsangan biolistrik dan dapat menghantarkan rangsangan
2) Nyeri dapat menghambat aliran darah dan oksigen ke daerah yang
sakit, sehingga dengan mengurangi nyeri, aliran darah dan oksigen
menjadi lebih baik. Perangsangan di titik akupresur menyebabkan
dikeluarkannya endorfin, suatu neuro transmitter yang dapat
mengurangi rasa nyeri.
3) Akupresur menutup pintu sinyal nyeri ke medula spinalis dan otak
97 | P a g e
4) Akupresur dapat memelihara keseimbangan tubuh dengan
mengurangi ketegangan, stress dan meningkatkan kekebalan tubuh
terhadap perubahan lingkungan atau penyakit.
5) Perangsangan titik akupresur dapat meningkatkan aliran darah dan
oksigen pada daerah yang sakit sehingga pengeluaran toksin atau
racun menjadi lebih baik.
e. Titik akupresur yang sering digunakan
Beberapa titik akupresur berdasarkan anatomi tubuh yang sering
digunakan antara lain adalah:
1) Kepala dan wajah:
GV 20, GB 20, EX-HN5, EX-HN3, LI 20
EXHN5
98 | P a g e
2) Leher dan Bahu
GB21
3) Dada
CV 17, CV 12
99 | P a g e
4) Punggung
EX-B2, BL 23
EX-B2
5) Ekstremitas Superior
HT7, LI 4, PC 6, LI 11, SI 1
100 | P a g e
6) Ekstremitas inferior
101 | P a g e
102 | P a g e
2. Indikasi, Kontraindikasi dan Efek samping
Akupresur asuhan mandiri dapat dipergunakan untuk penyakit atau
gejala ringan yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Indikasi
akupresur asuhan mandiri antara lain:
a. Meningkatkan produksi ASI
b. Batuk pilek pada balita
c. Meningkatkan nafsu makan
d. Gatal pada biduran
e. Nyeri haid
f. Susah tidur dan stress
g. Kram otot tungkai bawah/kaki
h. Sakit kepala/pusing
i. Peningkatan daya tahan tubuh
j. Sakit pinggang
k. Mual, muntah dan nyeri ulu hati
l. Sesak nafas/mengi
103 | P a g e
m. Melancarkan Buang Air Besar (BAB)/konstipasi
n. Nyeri sendi lutut
o. Pemulihan setelah sakit
2) Kejang otot
Gejalanya : kram, otot menjadi kaku dan
tegang
Penyebabnya : pemijatan terlalu kuat atau pasien
dalam keadaan tegang
Cara mengatasinya : hentikan pemijatan pada daerah
tersebut, pijat kembali daerah lain
secara pelan pada titik-titik
meridian di sekitarnya, jangan
pada tempat yang kejang.
3) Bengkak / memar
Gejalanya : terjadi pembengkakan pada
tempat bekas yang dipijat,
mungkin muncul warna kebiruan
Penyebabnya : pemijatan terlalu kuat atau kulit
pasien sensitif
Cara mengatasinya : hentikan pemijatan pada daerah
tersebut, beri minyak khusus
untuk memar atau kompres
dingin.
SI 1
107 | P a g e
Lokasi yang terletak :
setinggi sela iga ke empat linea axillaris anterior (SP 18)
Setinggi sela iga ke dua linea midclavicullaris (ST 15)
Setinggi sela iga ke tiga linea midclavicullaris (ST 16)
Setinggi sela iga ke empat linea midsternalis (CV 17)
Setinggi sela iga ke lima linea midclavicullaris (ST 18)
Lokasi yang letaknya 4 jari di bawah lutut di tepi luar tulang kering (ST 36)
108 | P a g e
2. Batuk Pilek pada Balita
Akupresur untuk meredakan batuk pilek pada balita dapat dilakukan
pemijatan pada lokasi yang letaknya di samping cuping hidung kanan dan
kiri (LI 20)
Lokasi yang terdapat pada 2 jari ke arah lateral dari ruas tulang punggung
ketiga (BL13)
Lokasi yang letaknya 2 jari di atas pergelangan tangan, segaris ibu jari
tangan (LU 7)
LU 7
109 | P a g e
Lokasi yang terletak pada pertengahan antara tempurung lutut dan mata
kaki luar, 2 jari ke sisi luar dari tulang kering (ST 40)
ST 40
Lokasi yang terletak di punggung tangan pada tonjolan tertinggi ketika ibu
jari dan telunjuk dirapatkan (LI 4)
LI 4
Lokasi yang terletak pada 4 jari di bawah tempurung lutut di tepi luar tulang
kering (ST 36)
ST 36
110 | P a g e
3. Meningkatkan nafsu makan
Akupresur untuk meningkatkan nafsu makan dapat dilakukan pemijatan
pada lokasi yang letaknya lekukan belakang mata kaki bagian dalam (KI
3)
KI 3
Lokasi yang terletak 4 jari ke atas dari mata kaki bagian dalam (SP 6)
SP 6
PC 6
111 | P a g e
Lokasi yang terletak di punggung tangan pada tonjolan tertinggi ketika
ibu jari dan telunjuk dirapatkan (LI 4)
LI 4
Lokasi yang terletak 4 jari di bawah tempurung lutut di tepi luar tulang
kering (ST 36)
ST 36
LI 4
112 | P a g e
Lokasi yang terletak antara lipat siku sebelah luar dan tonjolan tulang siku
(LI 10)
LI 10
Lokasi yang terletak tiga jari di atas dan sisi dalam tempurung lutut (GB 34)
GB 34
Lokasi yang terletak pada empat jari di atas mata kaki bagian dalam (SP6)
SP6
5. Nyeri haid
Akupresur untuk mengurangi nyeri haid dapat dilakukan pemijatan pada
lokasi yang letaknya 4 jari di atas mata kaki bagian dalam (SP6)
SP 6
113 | P a g e
Lokasi yang terletak di punggung tangan pada tonjolan tertinggi ketika ibu
jari dan telunjuk dirapatkan (LI 4)
LI 4
Lokasi yang terletak 4 jari di bawah tempurung lutut di tepi luar tulang
kering (ST36)
ST 36
HT 7
114 | P a g e
Lokasi yang terletak pada pertengahan kedua alis (EX-HN3)
Lokasi yang terletak pada tiga jari di atas pertengahan pergelangan tangan
bagian dalam (PC 6)
PC 6
LI 4
115 | P a g e
Dan lokasi yang terletak di punggung kaki pada cekungan antara
pertemuan tulang telapak kaki ibu jari dan jari ke-2 (LR 3)
LR3
GB 31
Lokasi yang terletak di lekukan bagian bawah otot betis (BL 57)
BL 57
116 | P a g e
Lokasi yang terletak di bawah tonjolan tulang sisi bawah luar lutut (GB 34)
GB 34
LI 4
Untuk sakit kepala daerah depan, dapat dilakukan pemijatan pada lokasi
yang terletak di lekukan tulang pelipis, sejajar dengan sudut mata luar (EX-
HN5)
EX-HN5
117 | P a g e
Untuk sakit kepala daerah puncak kepala, dapat dilakukan pemijatan pada
lokasi yang terletak di puncak kepala (GV20)
GV 20
Untuk sakit kepala daerah tengkuk, dapat dilakukan pemijatan pada lokasi
yang terletak di belakang kepala, di bawah tonjolan tulang tengkorak (GB
20)
GB 20
Dan lokasi yang terletak di puncak bahu, pertengahan antara tengkuk dan
pangkal lengan (GB 21)
GB 21
LR 3
118 | P a g e
9. Peningkatan daya tahan tubuh
a. Peningkatan daya tahan tubuh
LI 4, ST 36, CV 12, SP 6, GB 39, BL 23, KI 1
Untuk meningkatkan daya tahan tubuh dapat dilakukan pemijatan pada
lokasi yang letaknya 4 jari di bawah lutut di tepi luar tulang kering (ST
36)
ST 36
Dan lokasi yang letaknya 4 jari di atas mata kaki bagian dalam. Pijatan
lokasi ini dilakukan dengan posisi kaki disilangkan ke atas paha (SP 6)
SP 6
LI 4
b. Peningkatan kebugaran
Untuk meningkatkan kebugaran LI4, ST36, CV12
119 | P a g e
Dilakukan pemijatan pada lokasi yang terletak di punggung tangan pada
tonjolan tertinggi ketika ibu jari dan telunjuk dirapatkan (LI 4)
LI 4
ST 36
CV 12
BL 23
120 | P a g e
Dan lokasi yang terletak di pertengahan lipat lutut (BL 40)
BL 40
PC 6
Untuk nyeri ulu hati dapat dilakukan pemijatan pada lokasi yang terletak di
garis tengah tubuh depan di pertengahan ujung bawah tulang dada
dengan pusar (CV 12)
CV 12
Dan lokasi yang terletak pada empat jari di bawah lutut di tepi luar tulang
kering (ST 36)
ST 36
121 | P a g e
12. Sesak nafas/mengi
Untuk sesak nafas dapat dilakukan pemijatan pada lokasi yang terletak di
bawah tengkuk, setengah jari ke arah luar (EX-B1)
EX-B1
Lokasi yang terletak di garis tengah tubuh bagian depan setinggi sela iga
ke-4 (sejajar dengan puting susu) (CV17)
CV 17
ST 40
122 | P a g e
Lokasi yang terletak 3 jari di samping kiri dan kanan pusar (ST 25)
Lokasi yang terletak 7 jari di bawah pangkal tulang kering, bawah luar
tempurung lutut (ST 37)
123 | P a g e
Dan lokasi yang terletak 4 jari di atas mata kaki bagian dalam (SP 6)
BL 40
124 | P a g e
Lokasi yang terletak pada
lekukan depan bawah kaput fibula (ST36)
4 jari di bawah titik pangkal tulang kering, bawah luar tempurung lutut
(GB 34)
125 | P a g e
Lokasi yang terletak pada:
lekukan kiri kanan di belakang kepala, 1,5 jari di atas batas rambut (GB
20)
daerah belakang leher di pertengahan antara cervical dan akromion
(GB21)
126 | P a g e
Lokasi yang terletak 3 jari pada ujung lipatan siku sebelah atas (LI 10)
LI 10
Lokasi yang terletak pada 4 jari ke atas dari mata kaki bagian dalam (SP 6)
127 | P a g e
Lokasi yang terletak pada
4 jari di atas tonjolan mata kaki luar (GB 39)
Lekukan bawah kaput fibula (GB 34)
4 jari di bawah titik tulang kering, bawah luar tempurung lutut (ST
36)
VII. Referensi
A. Kurikulum dan modul orientasi akupresur
B. Buku saku tetap sehat berhaji dengan akupresur mandiri
C. Standar Akupunktur WHO tahun 2008
D. Buku Ilmu Akupunktur, KSMF Akupunktur RSCM
E. Pedoman Praktis Akupresur, Depkes RI 1998
F. Pedoman Pembinaan Pengobat Tradisional Akupresur bagi Petugas
Kesehatan
G. www.all-about-acupuncture.com
128 | P a g e
Panduan Demonstrasi
129 | P a g e
Panduan Simulasi
130 | P a g e
MATERI INTI 3
KOMUNIKASI, ADVOKASI, DAN FASILITASI ASUHAN MANDIRI
PEMANFAATAN TOGA DAN AKUPRESUR
I. DESKRIPSI SINGKAT
Asuhan Mandiri Pemanfaatan TOGA dan Akupresur adalah kegiatan
individu/keluarga dalam kelompok yang bertujuan untuk memelihara,
mempertahankan, menjaga, dan meningkatkan status kesehatan, serta mencegah
dan mengatasi gangguan kesehatan ringan (Common diseases) secara mandiri;
dari, oleh, dan untuk Individu dan anggota keluarga di tingkat rumah tangga, dengan
penekanan pada upaya-upaya promotif dan preventif. Untuk diterimanya konsep
asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur di masyarakat dan
diterapkannya dalam kehidupan sehari-hari, diperlukan dukungan puskesmas,
melalui bimbingan, pendampingan, pembinaan berkesinambungan.
Kemampuan dalam memberikan bimbingan, pendampingan dan pembinaan
untuk terselenggaranya kegiatan-kegiatan dimaksud, perlu dilandasi dengan
kemampuan penguasaan teknik komunikasi efektif, yang akan dimanfaatkan
pimpinan dan petugas-petugas puskesmas lainnya, mendukung upaya perubahan
perilaku masyarakat; dari kondisi ketidak-peduliannya/ketidak-mampuannya
memelihara, mempertahankan, menjaga, dan meningkatkan status kesehatan serta
ketergantungannya selalu kepada petugas kesehatan dalam mengatasi
masalah/gangguan kesehatan ringan, menuju satu kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehatnya secara mandiri, dalam hal ini salah satunya adalah
melalui asuhan mandiri kesehatan tradisional pemanfaatan TOGA dan akupresur.
Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk
mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait (stakeholders).
Fasilitasi adalah proses sadar untuk membantu sebuah kelompok sehingga dapat
berhasil melaksanakan tugas mereka sambil tetap berhasil menjaga eksistensi
kelompok tersebut.
Fasilitasi adalah proses sadar untuk membantu sebuah kelompok sehingga
dapat berhasil melaksanakan tugas mereka sambil tetap berhasil menjaga eksistensi
kelompok tersebut.
131 | P a g e
3. Melakukan fasilitasi asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur
132 | P a g e
C. Langkah 3 (70 menit); Penyampaian Materi
1. Pelatih menyampaikan materi dengan menggunakan bahan tayang, sesuai
dengan modul yang disusun untuk tujuan pembelajaran dimaksud
2. Dilanjutkan dengan tanya jawab, untuk penyamaan persepsi tentang materi
yang disampaikan pelatih kepada peserta latih
133 | P a g e
langkah-langkah memperluas cakupan pengembangannya, sehingga dengan
penjelasan dan pendampingan petugas puskesmas yang kompeten dan
menguasai dengan baik teknik komunikasi efektif, diharapkan pihak-pihak
relevan akan dapat terlibat aktif dalam proses pengembangan kegiatan asuhan
mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur, sesuai dengan peran dan
fungsinya.
Dengan kemampuannya tersebut, pihak-pihak relevan di dalam dan di luar
lingkungan puskesmas, mulai dari tingkat pengambil keputusan di dinas
kesehatan kabupaten/kota, kecamatan dan desa/kelurahan, serta mitra-mitra
lintas sektor dan pihak-pihak relevan/terkait lainnya, akan tahu, mau dan
mampu mendukung penerapan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
akupresur di masyarakat di seluruh wilayah kerja puskesmas.
Keluarga-keluarga binaan di masyarakat sebagai target sasaran akhir
diharapkan juga mendapat informasi yang jelas, tahu tentang tujuan dan
manfaat asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur dalam pemenuhan
kebutuhan hidup sehatnya secara mandiri, sehingga dapat menerima
ide/konsep asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur, tertarik dan
berminat untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, mampu
mempraktikkan dan memanfaatkannya untuk pemenuhan kehidupan sehatnya
sehari-hari di lingkungan keluarga. Dari pengalaman yang diperoleh dengan
benar, keluarga akan mendapatkan manfaat darinya, dan atas pengalaman
baiknya tersebut, diharapkan keluarga binaan mau
mengadvokasi/menyarankan keluarga-keluarga lain dari lingkungan
terdekatnya untuk mengikutinya, dengan cara melibatkannya kedalam kegiatan
kelompok-kelompok keluarga binaan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
akuresur di desa/kelurahan masing-masing.
Melalui pendekatan ini kegiatan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
akupresur diharapkan dapat dikembangkan semakin luas di seluruh wilayah
kerja puskesmas. Dengan keberhasilan puskesmas memandirikan
masyarakatnya dalam asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur,
diharapkan dapat menarik minat puskesmas-puskesmas lainnya untuk
mengikutinya dan akan mengembangkan di wilayah kerjanya. Selanjutnya
melalui fasilitasi dinas kesehatan kabupaten/kota, kegiatan asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan akupresur dapat direplikasikan ke puskesmas lainnya
di wilayah kabupaten/kota bersangkutan.
Perluasan cakupan kegiatan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
akupresur yang dikembangkan secara terencana, didukung dengan
kemampuan teknik komunikasi efektif yang dikuasai dengan baik,
memungkinkan pada tahun 2019 tingkat kabupaten/kota dapat mencapai target
cakupan kegiatan kesehatan tradisional, minimal 75% dari jumlah puskesmas
yang ada, sebagaimana disebutkan dalam Kepmenkes No.
HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian
Kesehatan, 2015-2019.
134 | P a g e
Tercapainya target kinerja asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur,
akan berkontribusi mendukung pencapaian target sasaran RPJP-K, 2005-2025,
yang berupaya untuk mengubah arah pembangunan kesehatan, dari arah
kuratif bergerak menuju arah promotif dan preventif sesuai kebutuhan
masyarakat setempat. Untuk tujuan tersebut, kemampuan penguasaan teknik
komunikasi efektif dari peserta latih perlu ditingkatkan, demikian pula untuk
semua petugas puskesmas lainnya dan kepala puskesmasnya. Untuk
mendapatkan pengalaman yang baik dalam pengusaan komunikasi efektif,
diperlukan praktek/latihan bersama dan berulang, setelah peserta latih kembali
ke tempat penugasannya.
1. Pengertian Komunikasi:
Banyak pengertin Komunikasi, dibawah ini akan dijelaskan tentang
komunikasi menurut beberapa para ahli, antara lain:
a. Menurut Rogers & O. Lawrence Kincaid:
“Komunikasi merupakan suatu interaksi dimana terdapat dua orang
atau lebih yang sedang membangun atau melakukan pertukaran
informasi, satu dengan yang lain, yang pada akhirnya akan tiba dimana
mereka saling memahami dan mengerti“.
b. Menurut Everett M. Rogers,
Komunikasi adalah suatu proses dimana suatu ide dialihkan dari
sumber kepada satu penerimaan atau lebih dengan maksud
mengubah tingkah laku mereka.
135 | P a g e
Lisan atau tulisan,
Langsung atau melalui media
MODEL KOMUNIKASI SATU LANGKAH
(SINGLE STEP COMMUNICATION MODEL)
Feedback: Untuk evaluasi kebenaran penerimaan pesan
FEEDBACK
NOISE
LINGKUNGAN
Cara Komunikasi:
• Lisan atau Tulisan
• Langsung atau melalui Media
1
Opinion
Leader
2 R
3 E
Opinion C
Former 4
SENDER/ E
MESSAGES
SOURCE DECODING 5 I
Opinion
Former V
ENCODING 6
E
Opinion
7 R
Leader
8 S
9
M E D I A
1) Memanfaatkan intermediaries/perantara/pemberi
pengaruh/influencer.
2) Intermediaries/perantara tersebut diharapkan dapat memberi
pengaruh pada target sasaran untuk menerima pesan yang
diberikan
136 | P a g e
3) Keluarga, teman dekat/sahabat, tokoh masyarakat dengan
kriteria sebagai inovator atau early adopters, lebih tepat untuk
dimanfaatkan sebagai perantara penyampaian pesan dari pada
memanfaatkan mass media.
c. Komunikasi Berantai
1) Proses komunikasi berjalan, dari sender pertama ke penerima
pertama Dari penerima pertama sebagai sender kedua diteruskan ke
penerima kedua; dari penerima kedua sebagai sender ke-3 diteruskan
ke penerima ke-3, dan seterusnya.
RECEIVER I/ RECEIVER 2/
SENDER I P SENDER 2 P SENDER 3
? RECEIVER6
??????
137 | P a g e
4. Syarat para pihak dalam membangun komunikasi:
a. Sesuai posisinya masing-masing, Sender dan Penerima (Receiver)
pesan, harus mempersiapkan/mengatur:
1) Bahasa Tubuh/“Gestur”, mimik muka/”Ekspresi”, tatap mata,
2) Penataan emosi,
3) Perhatikan kondisi psikologis partner bicara
4) Perhatikan privacy dari partner komunikasi, bilamana dipandang
perlu.
5) Perhatikan adat-istiadat, budaya, agama ,
6) “Jaga” Intonasi suara, tutur kata, bahasa,
7) Optimalkan fungsi ”panca indra” dalam berkomunikasi
b. Perlu persiapan pihak-pihak yang berkomunikasi:
1) Cara komunikasi:
Langsung lisan:
o Berhadapan tatap muka,
o Lewat media (Telepon,“video conference”, dan lainnya)
Tidak langsung, melalui:
o Tulisan: surat, dokumen, dan lainnya
R
o Media elektronik: sms, watch-up, e-mail, e-Rujukan dll
2) Semuanya harus ditata dengan baik, sehingga komunikasi menjadi
“efektif”:
Pesan yang disampaikan sender, dapat diartikan penerima
pesan, sama
Pengambilan keputusan menjadi mudah, cepat, tepat, dan
dilanjutkan dengan tindakan, sehingga tujuan berkomunikasi
tercapai/berhasil
Perubahan perilaku sebagai tujuan berkomunikasi, akan tercapai
138 | P a g e
akan “nyambung”. Karenanya, dudukkan partner bicara pada posisi
“setingkat”
9) Ada media pendukung penyampaian pesan: HO, peraga, catatan,
dan lain-lain.
10) Penerima pesan melibatkan selengkap mungkin panca indranya
untuk “menangkap” pesan, berupa:
Indra pendengaran,
Indra penglihatan,
Indra penciuman, Pesan akan lebih
Indra pengecap, mudah/lebih cepat
Indra peraba dimengerti
139 | P a g e
7. Pemanfaatan Kemampuan Komunikasi Efektif dalam implementasi
perubahan perilaku.
Untuk tercapainya tujuan sebagaimana diharapkan, mantan peserta latih
sebagai penanggung jawab asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
akupresur, harus menguasai teknik komunikasi efektif dan perubahan
perilaku dalam penugasannya. Untuk membangun kerjasama dengan para
penanggungjawab daerah binaan puskesmas, mitra-mitra kerja
puskesmas, kepala desa/lurah, masyarakat sasaran, lainnya,
dikoordinasikan dan dipimpin Kepala Puskesmas serta Tim Manajemen.
Untuk memberikan bimbingan, pendampingan dan pembinaan masyarakat
dalam proses perubahan perilaku kepada kelompok-kelompok keluarga
binaan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur di masyarakat,
untuk mampu melakukan praktik asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
akupresur, dan mampu mengadvokasi/menyarankan orang lain untuk
mengikutinya:
a. Komunikasi efektif di puskesmas
Untuk membangun kerjasama antar pihak dalam lingkungan internal di
puskesmas, yang terdiri atas:
1) Penanggung-jawab UKM dan para pelaksananya
2) Penanggung-jawab UKP dan para pelaksananya
3) Penanggung-jawab Administrasi Manajemen dan pelaksananya
b. Dalam upaya mengembangkan komunikasi efektif, penanggungjawab
kegiatan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur harus
mampu:,
1) Mengidentifikasi audiens yang dituju, dalam upaya pengembangan
asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur, dimana audiens
dapat diartikan sebagai perantara calon penerima pesan tentang
pengembangan kegiatan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA, yaitu:
a) Kepala puskesmas, sekaligus sebagai laporan hasil pelatihan
b) Penanggung-jawab UKM, UKP dan Adminstrasi Manajemen,
sebagai mitra kerja internal di puskesmas
c) Tim Pembina Daerah Binaan Puskesmas, termasuk jaringan
puskesmas (pustu, Bidan di Desa) sebagai mitra kerja internal di
puskesmas
d) Mitra LS tingkat Kecamatan, Ormas, Kades/Lurah, TOGAMA,
Perantara lain
e) Kelompok-kelompok keluarga binaan asuhan mandiri pemanfaatan
TOGA dan akupresur, sebagai target sasaran akhir kegiatan
asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur
140 | P a g e
Setelah target-target sasaran dengan karakteristiknya masing-masing di
identifikasi, komunikator harus memutuskan:
a. Rumusan materi pesan yang harus disusun, untuk disampaikan kepada
target-target audiens, sesuai dengan peran, tugas dan fungsinya dalam
organisasi yang berkaitan dengan puskesmas, keterkaitannya dengan
kegiatan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur,
b. Bentuk materi pesan dapat lisan dan atau tertulis
c. Menggunakan media yang tepat yang akan digunakan dalam
penyampaian pesan, untuk target-target sasaran/audiens
d. Metode penyampaian yang tepat untuk setiap target audiens yang dituju
serta pesan yang akan disampaikan
e. Memilih waktu dan suasana tepat saat menyampaikan pesan
141 | P a g e
3) Menerima, menyetujui, dan tertarik, berminat menerapkan konsep
asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur di lingkungan
keluarganya dalam kehidupan sehatnya secara mandiri
4) Dengan pemahaman yang jelas atas pesan yang diterima, kelompok
keluarga binaan diharapkan akan:
a) Menindak-lanjuti langkahnya dengan mempelajari cara
mempersiapkan obat dari tanaman obat yang didapat dari TOGA,
dan mempelajari teknik akupresur mandiri
b) Mempraktikkan pengalaman pembelajarannya dalam kehidupan
sehatnya sehari-hari di lingkungan keluarga dengan menerapkan
asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur untuk
kebutuhan hidup sehatnya.
5) Dengan pengalaman baiknya dalam praktik asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan akupresur, kelompok keluarga binaan
diharapkan akan:
a) Mengadvokasi/menganjurkan orang-orang disekitarnya, ikut
menjadi anggota kelompok keluarga binaan asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan akupresur
b) Penerima pesan berikutnya diharapkan mengadopsi pesan-pesan
dan pembelajaran yang diperolehnya, dan selanjutnya
melakukannya sesuai dengan peran, tugas dan fungsinya masing-
masing,
c) Dalam pelaksanaannya, target sasaran mempraktikkan, dan bila
mendapat kepuasan yang tinggi, target audiens yang bersangkutan
dapat dipastikan akan bercerita kepada orang lain, melalui cerita
dari mulut ke mulut (word of mouth)
d) Atas pengalaman baik dan kepuasan yang didapat, cerita baik dari
mulut ke mulut akan berkembang dari satu orang ke orang lain,
tetapi kondisi sebaliknya juga dapat terjadi bila mereka
dikecewakan.
Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk
mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait
(stakeholders). Berbeda dengan bina suasana, advokasi diarahkan untuk
menghasilkan dukungan yang berupa kebijakan (misalnya dalam bentuk
peraturan perundang-undangan), dana, sarana, dll. Stakeholders yang
dimaksud bisa tokoh masyarakat formal yang umumnya berperan sebagai
penentu kebijakan pemerintahan dan penyandang dana pemerintah. Juga
dapat berupa tokoh-tokoh masyarakat informal seperti tokoh agama, tokoh
adat, dan lain-lain yang umumnya dapat berperan sebagai penentu
“kebijakan” (tidak tertulis) di bidangnya. Yang juga tidak boleh dilupakan
adalah tokoh-tokoh dunia usaha, yang diharapkan dapat berperan sebagai
penyandang dana non-pemerintah.
2. Langkah-Langkah Advokasi
a. Mendefinisikan isu strategis
Untuk melakukan advokasi, langkah pertama yang harus dilakukan
adalah menetapkan atau mendefinisikan isu-isu strategis di suatu
wilayah. Penetapan isu ini sangat penting sebagai dasar untuk
melakukan kebijakan. Setelah diterapkan isu-isu strategis, kemudian
dilakukan inventarisasi pemangku kepentingan, dan kemudian
ditetapkan kegiatan-kegiatan advokasi yang perlu dilakukan.
144 | P a g e
Penetapan tujuan advokasi sebagai dasar untuk merancang pesan dan
media advokasi dalam merancang evaluasi. Jika tujuan advokasi yang
ditetapkan tidak jelas dan tidak operasional maka pelaksanaan advokasi
menjadi tidak fokus.
145 | P a g e
7) Call to Action
Pesan advokasi harus dapat mendorong penentu kebijakan untuk
bertindak atau berbuat sesuatu. Kebijakan Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat (STBM) yang dicanangkan oleh pemerintah, merupakan
suatu tindakan nyata untuk meningkatkan akses masyarakat
perdesaan terhadap jamban yang layak.
d. Pesan Advokasi
1) Merupakan pernyataan yang singkat, padat dan bersifat membujuk.
2) Berhubungan dengan tujuan Anda dan menyimpulkan apa yang ingin
Anda capai.
3) Bertujuan untuk menciptakan aksi yang Anda inginkan untuk
dilakukan oleh pendengar pesan Anda.
b. Strategi Advokasi
Adalah sebuah kombinasi dari pendekatan, teknik dan pesan-pesan
yang diinginkan oleh para perencana untuk mencapai maksud dan
tujuan advokasi.
Langkah-langkah kunci dalam merumuskan strategi advokasi:
- Mengidentifikasi dan menganalisa isu advokasi.
- Mengidentifikasi dan menganalisa pemangku kepentingan utama.
- Merumuskan tujuan yang terukur.
- Mengembangkan pesan-pesan utama advokasi.
- Mengembangkan strategi (pendekatan, teknik-teknik, pesan-pesan,
dll).
- Mengembangkan rencana aksi advokasi.
- Merencanakan pengawasan, pemantauan, dan penilaian
c. Pendekatan
Pendekatan merupakan kunci advokasi
- Melibatkan para pemimpin/pengambil keputusan,
- Menjalin kemitraan,
- Memobilisasi kelompok peduli.
146 | P a g e
d. Lobi Politik
Merupakan suatu teknik advokasi yang bertujuan untuk menyampaikan
kebijakan publik melalui pertemuan, telepon resmi, surat, intervensi
media, dll. Lobi politik seringkali diarahkan kepada sekelompok
pemimpin politik.
e. Petisi
- Merupakan pernyataan tertulis dan resmi untuk menyampaikan isu
masalah yang sedang hangat diperbincangkan.
- Mewakili suatu pandangan kolektif dan tidak hanya individu dan
kelompok tertentu.
- Merupakan pernyataan yang singkat dan jelas atas isu permasalahan
dan tindakan apa yang perlu dilakukan diikuti dengan nama dan alamat
dari sejumlah besar inividu yang mendukung petisi tersebut.
148 | P a g e
keberhasilan dalam asuhan mandiri akupresur dan pemanfaatan
TOGA.
2. Fasilitasi di Masyarakat
a. Proses Fasilitasi di Masyarakat
Terdapat beberapa langkah atau tahapan dalam memfasilitasi
masyarakat melakukan suatu program, yaitu:
1) Tahap Identifikasi
Merupakan proses awal dari fasilitasi yaitu mencoba menemu kenali
masyarakat termasuk kondisi dan potensi serta lingkungannya. Bagi
Fasilitator yang biasanya berasal dari luar lokasi penerima program,
tahap ini sangat penting dan membantu dalam kelancaran
menjalankan tugas-tugasnya. Identifikasi wilayah dapat dilakukan
melalui kunjungan ke desa-desa untuk mengamati (observasi) dan
wawancara dengan masyarakat guna mengetahui kondisi, potensi
serta kebiasaan yang berkembang di masyarakat tersebut. Dalam
tahapan ini sekaligus untuk memperkenalkan diri kepada masyarakat
mengenai keberadaan seorang fasilitator.
2) Penyebarluasan dan Pendampingan
Setelah melakukan tahap identifikasi dan keberadaan fasilitator
diterima oleh masyarakat, maka langkah berikutnya adalah
melakukan penyebarluasan dan pendampingan terhadap tahapan
pelaksanaan program yang dibawa, yaitu membantu masyarakat
untuk :
a) Menyadari keberadaan diri mereka sendiri
150 | P a g e
Untuk mengajak masyarakat melaksanakan suatu kegiatan yang
dapat menunjang kualitas hidupnya, perlu adanya penyadaran
kepada masyarakat mengenai keberadaan diri mereka sendiri.
Seringkali masyarakat hanya dapat merasakan tetapi tidak dapat
mengungkapkan keberadaan mereka sendiri. Dalam masyarakat,
di samping permasalahan-permasalahan yang sering dirasakan
sebenarnya ada juga daya dan potensi yang dimiliki untuk
mengatasinya. Seorang fasilitator harus bisa memandu masyarakat
untuk menemukan keberadaan mereka sendiri.
3) Fasilitasi dalam pertemuan masyarakat
Salah satu bentuk aktifitas masyarakat dalam kegiatan asuhan
mandiri kesehatan tradisional adalah mengikuti pertemuan-pertemuan
yang diselenggarakan oleh puskesmas dan difasilitasi oleh petugas
kesehatan yang sudah terlatih asuhan mandiri kesehatan tradisional.
3. Teknik Fasilitasi
a. Presentasi Interaktif
Presentasi interaktif merupakan penyajian timbal balik/bergantian antara
penyaji dan peseta saling merespon.
Peserta dapat merespon ditengah paparan penyaji, dan penyaji dapat
mengembangkan respon peserta sepanjang masih dalam koridor pokok
bahasan
Tujuan :
Memunculkan perhatian dan minat peserta terhadap materi yang
disajikan
Mengurangi kejenuhan/kebosanan
Menggali lebih banyak pendapat, sehingga pokok bahasan menjadi
lebih komprehensif
b. Metode Pembelajaran
Proses fasilitasi juga merupakan proses pembelajaran. Ada berbagai
macam metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam melakukan
fasilitasi, proses pembelajaran yang sering digunakan antara lain:
Kuliah (Ceramah Tanya Jawab/CTJ)
Demonstrasi
Studi Kasus
Simulasi
Roleplay
Diskusi Kelompok
151 | P a g e
mengandalkan pada kekuatan pelatih dalam menggunakan bahasa
verbal dan bahasa tubuh, sedangkan peserta hanya pasif menerimanya
dengan mengandalkan indera penglihatan dan pendengaran. `
KEGUNAAN :
Menyajikan pengetahuan dan pandangan
Lebih banyak menyentuh domain Kognitif
Sebagai pelengkap pada metoda pesertaan lain, yang berfungsi
sebagai penjelasan awal dan rangkuman akhir
152 | P a g e
Melatih kesadaran dan kepekaan sosial yang sangat dibutuhkan dlm
dunia kerja nyata, sehingga dapat memunculkan sikap positif yang
tentang fenomena sosial yang memang ada disekitarnya
VII. REFERENSI
1. Michael Fredrik Lange & Terry Smith; Marketing Communication, A Brand
Narative Approach; 2010
2. Philip Kotler and Eduardo L.Roberto; Social Marketing, Strategies for
Changing Public Behavior,1989
3. Kepmenkes No. 375/2009; Rencana Pembangunan Jangka Panjang-
Kesehatan, 2005-2025
4. Kepmenkes No. HK.02.02. MENKES/52/2015, tentang Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan, 2015-2019
5. Komunikasi Pemasaran Menyongsong Abad XXI, 2008
6. Kementerian Kesehatan RI, Second Decentralized Health Services Project,
Modul Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat Bagi Petugas Puskesmas,
Jakarta, 2010
7. Totok Mardikanto, Konsep-konsep Pemberdayaan Masyarakat, Surakarta,2010
8. Kementerian Kesehatan RI, Modul Pelatihan Bagi Pelatih Selfcare Ramuan
dan Pemanfaatan TOGA, Jakarta, 2012
153 | P a g e
9. Kementerian Kesehatan RI, Kurikulum dan Modul Pelatihan Fasilitator
Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan,Jakarta, 2013
10. Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Advokasi Kesehatan Bagi Petugas
Kesehatan Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota, Jakarta, 2013
11. Kementerian Kesehatan RI, Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 65 Tahun
2013 Tentang Pedoman Pelaksanaandan Pembinaan Pemberdayaan
Masyarakat Bidang Kesehatan
VIII. LAMPIRAN
LEMBAR KERJA
154 | P a g e
Lembar Kerja 1.
155 | P a g e
Lembar Kerja 2.
PANDUAN PENUGASAN
156 | P a g e
Lembar Kerja 3.
157 | P a g e
MATERI INTI 4
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN KEMITRAAN
DALAM ASUHAN MANDIRI PEMANFAATAN
TOGA DAN AKUPRESUR
I. DESKRIPSI SINGKAT
Pemberdayaan masyarakat adalah upaya membantu atau proses
memfasilitasi masyarakat dengan pemberian informasi secara terus-menerus
dan berkesinambungan sehingga memiliki pengetahuan (aspek knowledge),
mampu untuk mencegah dan mempunyai kemauan (aspek attitude), dan
mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice) sehingga
masyarakat berperan aktif dalam menyelesaikan masalah kesehatannya.
Pemerintah bertanggung jawab memberdayakan dan mendorong peran aktif
masyarakat dalam segala bentuk upaya kesehatan termasuk didalamnya
upaya kesehatan tradisional untuk mendorong masyarakat agar berperan aktif
dalam asuhan mandiri memanfaatkan Taman Obat Keluarga dan Keterampilan.
Tujuan asuhan mandiri dimaksud adalah agar terselenggaranya asuhan
mandiri pemanfaatan taman obat keluarga dan keterampilan, melalui: a.
pembentukan dan pengembangan kelompok asuhan mandiri; b.kegiatan
kelompok asuhan mandiri secara benar dan berkesinambungan; dan
c.pelaksanan pembinaan asuhan mandiri secara berjenjang.
Untuk itu perlu dijalin kemitraan dengan pemangku kepentingan yang
berlandaskan prinsip dasar, yaitu kesamaan kepentingan, kejelasan tujuan,
kesetaraan kedudukan dan keterbukaan/transparansi. Wadah pemberdayaan
dan kemitraan dapat menggunakan forum-forum yang sudah ada di
masyarakat seperti Forum yang ada di desa, maupun di kecamatan. Wadah ini
dapat dioptimalkan agar terlaksana koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan
sinergisme antar mitra sehingga dapat mengembangkan asuhan mandiri
pemanfaatan Taman Obat keluarga dan Akupresur.
Oleh karena itu peserta pelatihan asuhan mandiri pemanfaatan Taman Obat
Keluarga dan akupresur perlu mendapatkan kemampuan melakukan
pemberdayaan masyarakat dan kemitraan, sehingga mampu melakukan
pemberdayaan masyarakat dean menggalang kemitraan dalam
pengembangan asuhan mandiri pemanfaatan Taman Obat keluarga dan
Akupresur sehingga masyarakat berperan aktif meningkatkan kesehatannya.
158 | P a g e
II. TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan pemberdayaan
masyarakat dan kemitraan dalam Asuhan Mandiri Pemanfaatan Taman Obat
Keluarga dan Akupresur.
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu:
1. Menjelaskan konsep dasar pemberdayaan masyarakat dalam asuhan
mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur
2. Melakukan Pemberdayaan Masyarakat dalam pelayanan kesehatan
tradisional asuhan mandiri Pemanfaatan Taman Obat Keluarga dan
Akupresur di wilayah Puskesmas.
3. Melakukan kemitraan dalam asuhan mandiri Pemanfaatan Taman Obat
Keluarga dan Akupresur di Puskesmas.
159 | P a g e
IV. BAHAN BELAJAR
Modul, bahan tayang, panduan diskusi kelompok, skenario bermain peran, dan
panduan praktik lapangan.
V. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 8 jp (2 jp teori, 3 jp
praktik, 3 jp praktik lapangan) @45 menit untuk memudahkan proses
pembelajaran, dilakukan langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai
berikut.
1. Sesi 1 Pengkondisian
Langkah proses pembelajaran
Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Fasilitator
memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat
bekerja, materi yang akan disampaikan dan waktu yang disediakan untuk
menyampaikan materi ini.
Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan
disampaikan dengan menggunakan bahan tayang.
Melakukan penyamaan persepsi tentang materi yang akan dibahas dengan
metoda curah pendapat atau meminta beberapa peserta untuk menjawab.
160 | P a g e
3. Sesi 3 Pembahasan Pokok Bahasan 2: Langkah-langkah Pemberdayaan
Masyarakat dalam Pelayanan Kesehatan Tradisional di Puskesmas (90
menit)
Penyampaian sub pokok bahasan tentang pembentukan kelompok asuhan
mandiri dan Pembinaan Kelestarian Pengelolaan dan Pengembangan Asuhan
Mandiri Pemanfaatan Taman Obat Keluarga dan Akupresur.
Langkah Proses Pembelajaran sebagai berikut:
Fasilitator menjelaskan tentang pembentukan kelompok asuhan mandiri
dengan metode ceramah, tanya jawab dan mengajak peserta untuk
berpartisipasi serta berinteraksi dalam proses pembelajaran (10 menit).
Fasilitator membagi peserta dalam kelas menjadi 3 kelompok. Tiap
kelompok terdiri dari 7–10 orang. Masing-masing kelompok melakukan
diskusi dengan bahan lembar kasus. Tugas masing-masing kelompok
sebagai berikut:
- Kelompok 1 : Mengidentifikasi kelompok yang sudah ada di masyarakat
contohnya dasa wisma, kelompok tani, kelompok pekerja garment,
kelompok majelis taklim, kelompok arisan dan kelompok lainnya.
Gunakan lembar kerja Panduan Diskusi Kelompok 2.
- Kelompok 2 : Menyusun rencana sosialisasi asuhan mandiri pemanfaatan
TOGA dan akupresur kepada kelompok masyarakat. Gunakan Lembar
Kerja Panduan Diskusi Kelompok 2.
- Kelompok 3 : Menyusun skenario Pembentukan Kelompok Asuhan
Mandiri pada kelompok masyarakat. Perhatikan langkah-langkah forming,
storming, norming, dan performing. Gunakan Lembar Kerja Panduan
Diskusi Kelompok 3.
Waktu diskusi kelompok 20 menit.
Bermain peran Pembentukan Kelompok Asuhan Mandiri pada kelompok
masyarakat dengan menggunakan skenario yang disusun oleh kelompok 3.
Kelompok 1 dan kelompok 2 sebagai kelompok masyarakat. Gunakan
Lembar Kerja Permainan Peran. Waktu bermain peran 40 menit.
Fasilitator meminta wakil kelompok 3 untuk mengungkapkan perasaannya
dalam bermain peran tersebut, kemudian wakil kelompok 1 dan 2
menanggapi permainan peran kelompok 1. Selanjutnya fasilitator
merangkum hasil diskusi kelompok dan permainan peran dengan
menegaskan hal-hal penting dalam pembentukan kelompok asuhan mandiri
dan pembinaan kelestarian pengelolaan dan pengembangan asuhan mandiri
pemanfaatan Taman Obat Keluarga dan Keterampilan.
161 | P a g e
4. Sesi 4 Pembahasan Pokok Bahasan 3: Langkah-langkah Kemitraan
dalam Asuhan Mandiri Pemanfaatan TOGA dan Akupresur (100 menit)
Penyampaian sub pokok bahasan tentang : pengertian, tujuan, prinsip dasar,
identifikasi dan peran mitra, perencanaan (kemitraan) bersama, pelaksanaan
kemitraan, dan penilaian hasil.
Langkah Proses Pembelajaran sebagai berikut:
Fasilitator menjelaskan tentang pengertian Kemitraan dalam Asuhan
Mandiri Pemanfaatan TOGA dan Akupresur dengan metode ceramah,
tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi
dalam proses pembelajaran.
Fasilitator menjelaskan tentang tujuan Kemitraan dalam Asuhan Mandiri
Pemanfaatan TOGA dan Akupresur dengan metode ceramah, tanya jawab
dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi dalam proses
pembelajaran.
Fasilitator menjelaskan tentang prinsip dasar Kemitraan dalam Asuhan
Mandiri Pemanfaatan TOGA dan Akupresur dengan metode ceramah,
tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi
dalam proses pembelajaran.
Fasilitator menjelaskan tentang identifikasi dan peran mitra dalam Asuhan
Mandiri Pemanfaatan TOGA dan Akupresur dengan metode ceramah,
tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi
dalam proses pembelajaran dengan menuliskan pada flipchart mitra-mitra
potensial dalam pelayanan kesehatan tradisional asuhan mandiri
Berdasarkan daftar mitra potensial yang telah dituliskan pada flipchart,
fasilitator membagikan papan nama (dapat berupa meta plan yang diberi
tali raffia dan dikalungkan atau diberi double tape untuk ditempelkan di
dadanya) dan menuliskan mitra-mitra potensial tersebut.
Setelah menuliskan mitra potensial pada papan nama, fasilitator meminta
seluruh peserta membentuk lingkaran dengan mengalungkan papan nama
mitra tersebut sambil bernyanyi lagu-lagu gembira,sehingga suasana
kondusif untuk menggalang kemitraan.
Fasilitator memberi instruksi pada peserta (sebagai fasilitator) untuk
melemparkan gulungan (bola) tali raffia kepada peserta lain sambil
menyebutkan dukungan apa yang diharapkan dari mitra tersebut, dengan
salah satu ujung tali tetap dipegang. Peserta yang mendapat lemparan
bola tali raffia melakukan hal yang sama kepada peserta lain. (Perlu diingat
posisi lemparan harus diatas lemparan sebelumnya). Fasilitator mencatat
dukungan oleh masing-masing mitra pada kertas flipchart.
Setelah semua peserta mendapat kesempatan dan terbentuk jaring,
fasilitator meminta peserta untuk mundur selangkah dan menanyakan apa
perasaan mereka, lalu fasilitator meminta peserta untuk maju dua langkah
dan kembali menanyakan perasaan mereka apakah kemitraan seperti ini
162 | P a g e
yang mereka harapkan. Hal ini menggambarkan bagaimana yang
dirasakan dalam menggalang mitra.
Fasilitator menjelaskan tentang perencanaan (kemitraan) bersama dalam
Asuhan Mandiri Pemanfaatan TOGA dan Akupresur dengan metode
ceramah, tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta
berinteraksi dalam proses pembelajaran.
Fasilitator menjelaskan tentang pelaksanaan Kemitraan dalam Asuhan
Mandiri Pemanfaatan TOGA dan Akupresur dengan metode ceramah,
tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi
dalam proses pembelajaran.
Fasilitator menjelaskan tentang pemantauan penilaian hasil Kemitraan
dalam Asuhan Mandiri Pemanfaatan TOGA dan Akupresur dengan metode
ceramah, tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta
berinteraksi dalam proses pembelajaran.
Fasilitator mengakhiri penyampaian materi kemitraan dengan penegasan
pentingnya menggalang kemitraan untuk asuhan mandiri pemanfaatan
TOGA dan Akupresur.
Praktik Lapangan (PL) pemberdayaan dan kemitraan terintegrasi dengan
praktik lapangan komunikasi, advokasi, dan fasilitasi asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan Akupresur (lihan Panduan PL Pelatihan Asuhan
Mandiri Pemanfaatan TOGA dan Akupresur).
163 | P a g e
untuk menyampaikan pendapat dan atau kebutuhannya, pilihan-pilihannya,
berpartisipasi, bernegosiasi, mempengaruhi dan mengelola kelembagaan
masyarakatnya secara bertanggung-gugat (accountable) demi perbaikan
kehidupannya.
Dalam pengertian tersebut, pemberdayaan mengandung arti perbaikan
mutu hidup atau kesejahteraan setiap individu dan masyarakat baik dalam
arti :
a. Perbaikan ekonomi, terutama kecukupan pangan
b. Perbaikan kesejahteraan sosial (pendidikan dan kesehatan)
c. Kemerdekaan dari segala bentuk penindasan
d. Terjaminnya hak asasi manusia yang bebas dari rasa takut dan
kekhawatiran, dan lain-lain
Dalam promosi kesehatan, pemberdayaan (empowerment) merupakan
proses di mana masyarakat “diposisikan” mempunyai peran yang besar
dalam pengambilan keputusan dan menetapan kegiatan/tindakan yang
mempengaruhi kesehatan mereka. (Health Promotion Glossary, WHO,
1998). Pemberdayaan didefinisikan pula sebagai : a) To give power or
authority (memberikan kekuasaan, mengalihkan kekuatan, atau
mendelegasikan otoritas ke pihak lain); b) To give ability to or enable
(upaya untuk memberikan kemampuan atau keberdayaan). Pemberdayaan
(empowerment) adalah proses pemberian informasi secara terus-menerus
dan berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran, serta proses
membantu sasaran, agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi
tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek
attitude), dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang
diperkenalkan (aspek practice).
Pemberdayaan adalah sebuah proses agar setiap orang menjadi cukup
kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas, dan
mempengaruhi, kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang
mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi
perhatiannya. Pemberdayaan masyarakat memiliki keterkaitan erat dengan
sustainable development dimana pemberdayaan masyarakat merupakan
suatu prasyarat utama yang akan membawa masyarakat menuju
keberlanjutan secara ekonomi, sosial dan ekologi yang dinamis.
164 | P a g e
Proses dan Keterkaitan Pemberdayaan Masyarakat dan Sustainable
Development.
Pemberdayaan
Masyarakat
Self-organizing
Self-reliance
Mekanisme Mekanisme
Produksi Pasar/
Ekonomi
Mekanisme Mekanisme
Sosial Ekologi
Sustainable
Development
165 | P a g e
knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude), dan dari mau
menjadi mampu memelihara kesehatannya dengan asuhan mandiri
pemanfaatan Taman Obat Keluarga (TOGA) dan keterampilan.
166 | P a g e
c. Kegiatan hidup sehat dengan memanfaatkan asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan keterampilan sebagai upaya pemeliharaan
kesehatan secara mandiri meningkatkan kesehatan masyarakat,
membentuk kebisaan dan pola hidup, tumbuh dan berkembang, serta
melembaga dan membudaya dalam kehidupan bermasyarakat.
b. Persyaratan
Syarat bagi terbentuknya kelompok asuhan mandiri yaitu:
saling mempercayai
saling terbuka
mengakui kelebihan dan kelemahan anggota lain
menerima umpan balik
saling belajar
167 | P a g e
memupuk rasa kebersamaan
c. Pembentukan Kelompok
Dengan dipahaminya prinsip dan dipenuhinya persyaratan asuhan
mandiri, pembentukan kelompok asuhan mandiri pemanfaatan TOGA
dan akupresur dapat dilaksanakan sesuai tahapan berikut:
1) Penyiapan SDM
Tahap pertama dalam pembentukan keiompok asuhan mandiri adalah
menyiapkan SDM melalui :
Pembentukan tim pelatih tingkat provinsi melalui Pelatihan Bagi
Pelatih (TOT) asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur
oleh Kementerian Kesehatan. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
menetapkan tim pelatih tingkat provinsi melalui Surat Keputusan
(SK).
Pembentukan tim pelatih tingkat kabupaten/kota melalui Pelatihan
Bagi asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur bagi
fasilitator puskesmas oleh Dinas Kesehatan Provinsi. Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota menetapkan tim pelatih tingkat
kabupaten/kota melalui Surat Keputusan (SK).
Pembentukan fasilitator melalui Pelatihan Asuhan Mandiri
pemanfaatan TOGA dan akupresur bagi fasilitator puskesmas oleh
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kepala Puskesmas
menetapkan fasilitator tingkat puskesmas melalui Surat Keputusan
(SK).
168 | P a g e
3) Pembentukan kelompok asuhan mandiri di tingkat masyarakat
Fasilitator bersama mitra melakukan fasilitasi pembentukan kelompok
asuhan mandiri dengan memanfaatkan dana dari berbagai sumber,
dengan cara:
Mengidentifikasi kelompok yang sudah ada di masyarakat
contohnya dasa wisma, kelompok tani, kelompok nelayan, arisan
dan kelompok lainnya.
Mensosialisasikan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
keterampilan kepada kelompok masyarakat.
Kader membentuk kelompok asuhan mandiri dengan kriteria 1
kelompok terdiri atas 5 sampai 10 Kepala Keluarga (KK), melalui
langkah-langkah:
Forming
Kader memfasilitasi keluarga binaan dalam kelompok untuk
saling mengenal lebih dekat satu sama yang lainnya, misalnya
untuk saling menceritakan tentang pengalamannya dalam
memanfaatkan TOGA ataupun saling memberikan informasi
tentang TOGA yang mereka miliki di rumah masing-masing.
Storming
Kader memfasilitasi kepada anggota kelompok untuk bersama-
sama membicarakan rencana kegiatan kelompok dan semua
anggota kelompok diberikan kesempatan untuk berbicara dan
memberikan ide.
Norming
Setelah semua saling mengenal, kader mengajak para anggota
kelompok untuk bersama-sama membuat struktur organisasi
misalnya ketua, wakil ketua, sekretaris, bendahara dan tugas
masing-masing serta membuat tata tertib yang harus dipatuhi
bersama.
Performing
Pada tahap selanjutnya adalah performing, dimana kelompok
asuhan mandiri sudah terbentuk dengan stuktur organisasi
dimana setiap yang duduk dalam struktur organisasi telah
mempunyai peran dan tugas masing-masing, sehingga setiap
orang merasa saling tergantung dan membutuhkan satu sama
lainnya.
Pembentukan kelompok asuhan mandiri diharapkan dapat
terbentuk dalam kurun waktu paling lama 3-6 bulan sejak
dilakukannya orientasi kader.
4) Pembentukan kelompok
Setelah terbentuk kelompok asuhan mandiri, kader didampingi
fasilitator dan mitra melakukan pendekatan kepada kelompok,
169 | P a g e
bertujuan untuk menghapus rasa cemas, menempatkan kelompok
pada posisi yang tepat, menciptakan suasana yang kondusif,
menumbuhkan rasa percaya diri, memberi kesempatan bagi setiap
anggota kelompok untuk berkembang dan mengadakan evaluasi
terhadap perbedaan pendapat.
Kader melakukan pembinaan kelompok asuhan mandiri pemanfaatan
TOGA dan keterampilan melalui pembekalan pengetahuan dan
keterampilan yang dilakukan secara rutin satu bulan sekali dan
berkesinambungan disesuaikan dengan jadwal kegiatan yang telah
dibuat bersama, didampingi oleh fasilitator dan mitra.
Pembentukan kelompok asuhan mandiri merupakan salah satu
bentuk dari upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat yang
bersifat swadaya. Namun demikian, kegiatan peningkatan kapasitas,
baik tenaga, sumber daya maupun kelembagaan terkait dengan tahap
pembentukan kelompok asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
keterampilan bisa mendapatkan bantuan fasilitasi dari pemerintah
pusat, pemerintah daerah maupun sumber lain yang tidak mengikat.
171 | P a g e
dapat dibuat rencana intervensi dan pembinaan oleh Petugas
Puskesmas/Penanggung Jawab Program Yankestrad Puskesmas.
Pembinaan dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain :
a. Supervisi
Banyak hasil penilaian mengungkapkan bahwa supervisi petugas sangat
menentukan tingkat keberhasilan program. Oleh karena itu, supervisi
secara berkala perlu dilakukan. Bila memungkinkan, pada saat
melakukan supervisi, petugas sebaiknya melakukan sistem pemantauan
dan penilaian yang utuh.
b. Forum komunikasi
Forum komunikasi antara petugas lintas program dan sektor di tingkat
kecamatan merupakan wahana pemantauan yang baik. Pada forum ini
dapat dibahas rencana supervisi terpadu, hasil supervisi dari petugas
yang turun ke lapangan, sekaligus dapat membahas upaya untuk
memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ditemui di lapangan. Di
lapangan atau desa, forum komunikasi ini juga perlu dibentuk sebagai
wadah berkumpulnya pelaksana pembangunan desa dengan tokoh
masyarakat baik formal maupun non formal. Dalam forum ini pelaksana
pembangunan desa dapat menyampaikan rencana kegiatan yang telah
disusun, hambatan-hambatan serta keberhasilan yang telah dicapai.
Forum ini sekaligus sebagai wadah untuk pemecahan masalah,
menyempurnakan rencana yang disusun dan lain-lain sehingga dapat
berfungsi untuk pemantauan dan penilaian oleh masyarakat sendiri.
c. Menunjukkan film-film tentang pemberdayaan masyarakat di bidang
pelayanan kesehatan tradisional
Film tersebut bisa diangkat dari dokumentasi kegiatan masyarakat desa
yang telah melakukan upaya pemberdayaan masyarakat di bidang
pelayanan kesehatan tradisional di wilayahnya.
Dengan menunjukkan film tersebut diharapkan dapat meningkatkan
memotivasi dan semangat pelaksana pembangunan desa dan
masyarakat dalam melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat di
bidang pelayanan kesehatan tradisional di waktu mendatang.
d. Kunjungan tamu dari luar
Kegiatan ini dapat merangsang masyarakat untuk membenahi desanya
karena akan kedatangan tamu, namun harus dijaga jangan sampai
terlalu sering, bisa membosankan dan mengganggu kegiatan
masyarakat.
172 | P a g e
e. Wisata karya ke tempat lain yang lebih maju
Kegiatan ini dapat memperluas wawasan, dan memotivasi masyarakat
untuk lebih maju.
f. Perlombaan-perlombaan TOGA tingkat Puskesmas,
Kelurahan/Kecamatan
g. Penerbitan majalah dinding buatan sendiri yang memuat antara lain:
Kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat di bidang pelayanan
kesehatan tradisional yang telah dilakukan di puskesmas, desa
bersangkutan, termasuk pembangunan desa, pimpinan/tokoh
masyarakat dalam mewujudkan penyelenggaraan pelayanan kesehatan
tradisional dan pengembangan TOGA.
Indikator keberhasilan pemberdayaan masyarakat dalam pelayanan
kesehatan tradisional:
Di Tingkat Kecamatan:
1) Terkoordinasinya dan terintegrasinya pelaksanaan pelayanan
kesehatan tradisional dengan kegiatan pemberdayaan masyarakat
lainnya.
2) Terkoordinasinya penerapan kebijakan pelayanan kesehatan
tradisional dengan pengembangan desa dan kelurahan siaga.
3) Terintegrasinya pelayanan kesehatan tradisional dalam program
kerja forum kecamatan.
4) Adanya pembinaan pelayanan kesehatan tradisional di tingkat desa
dan kelurahan secara berjenjang.
Di Tingkat Desa dan Kelurahan:
1) Adanya kader pengelola TOGA
2) Kemudahan akses masyarakat untuk mendapatkan informasi terkait
pemanfaatan TOGA.
3) Adanya pendanaan untuk pengembangan dan pengelolaan TOGA.
4) Peraturan di desa atau kelurahan tentang pengelolaan dan
pemanfaatan TOGA.
5) Adanya pembinaan TOGA di rumah tangga
2. Tujuan
Percepatan pencapaian sasaran asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
akupresur dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi setingginya.
3. Prinsip Dasar
a. Kesamaan kepentingan
Ikatan yang kuat antara satu pihak dengan pihak lainnya adalah berupa
kesamaan kepentingan (common interest) yaitu suatu visi atau misi yang
dapat menyatukan seperti atau setidak-tidaknya merangkai visi atau misi
dari masing-masing pihak. Perumusan visi dan misi bersama merupakan
sesuatu yang sangat penting karena dengan inilah masing-masing pihak
menjadi terikat untuk bersatu dan bahu-membahu. Kesamaan
kepentingan juga akan menciptakan rasa memiliki dan komitmen yang
kuat terkait kesehatan tradisisional pemanfaatan taman obat keluarga
dan keterampilan.
Tujuan bersama harus dirumuskan dengan jelas dan terukur sehingga
semua pihak yang bekerjasama dapat memantau kemajuan dari upaya-
upaya kerjasama dalam kesehatan tradisisional asuhan mandiri
pemanfaatan taman obat keluarga dan keterampilan. Tujuan bersama
dapat dinyatakan dalam tujuan umum yaitu terselenggaranya asuhan
mandiri pemanfaatan taman obat keluarga dan keterampilan, melalui:
pembentukan dan pengembangan kelompok asuhan mandiri; kegiatan
kelompok asuhan mandiri secara benar dan berkesinambungan; dan
pelaksanan pembinaan asuhan mandiri secara berjenjang. dan
kemudian dirinci dalam tujuan khusus. Dengan kejelasan tujuan dapat
diciptakan kerjasama yang saling menguntungkan dan kejelasan
peran/fungsi masing-masing pihak dalam bermitra.
b. Kesetaraan kedudukan
Azas demokrasi harus benar-benar dipegang dalam menyelenggarakan
kemitraan. Pengambilan keputusan dilakukan secara demokratis,
174 | P a g e
musyawarah dan mufakat tanpa ada satu pihak pun yang memaksakan
kehendak. Masing-masing pihak saling menghargai dan menghormati.
Kesetaraan kedudukan akan memperkuat rasa kebersamaan, sehingga
tercipta perasaan sama-sama bertanggungjawab dan sama-sama
menanggung risiko serta menghadapi tantangan yang muncul dalam
kesehatan tradisisional asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
akupresur.
c. Transparansi
Tidak ada hal-hal yang disembunyikan dalam kerjasama apabila
dikehendaki berlangsungnya kemitraan yang lestari. Informasi tentang
apapun (termasuk tentang hambatan, kelemahan atau kegagalan) harus
dibagi (shared) diantara pihak-pihak yang bekerjasama agar dapat
diambil keputusan bersama secara cepat. Hal ini berarti perlu
dikembang sistem pencatatan dan pelaporan yang terkoordinasi serta
forum pemantauan dan evaluasi bersama dalam kesehatan tradisional
asuhan mandiri pemanfaatan taman obat keluarga dan keterampilan.
175 | P a g e
9) Mengetahui cara-cara bermitra, lebih baik lagi jika memiliki
pengalaman bermitra dalam kesehatan tradisional asuhan mandiri
akupresur pemanfaatan taman obat keluarga dan keterampilan.
10) Bersedia dan dapat memberikan kontribusi untuk gagasan atau
“proyek kemitraaan” sesuai dengan kesepakatan.
11) Memiliki atau bersedia membangun kedekatan (setidaknya secara
sosial psikologis) dan kesiapan akses.
12) Dalam tim yang kompak, satu konsep dan satu bahasa.
13) Kontribusinya berkelanjutan dan taat kepada kesepakatan yang
telah dirumuskan bersama dalam kemitraan kesehatan tradisional
asuhan mandiri pemanfaatan taman obat keluarga dan
keterampilan.
b. Peran Mitra
Setelah dirumuskan tujuan kemitraan maka ditetapkan peran mitra yang
sesuai kewenangan, tupoksi masing-masing mitra, antara lain sebagai
berikut :
Pengagas kemitraan (dari program/sektor kesehatan) berperan
sebagai inisiator, pemasok input teknis seperti pengembangan NSPK,
pedoman, penyedia sarana prasarana.
Camat, Kepala Desa/Lurah berperan sebagai pembuat kebijakan,
dinamisator/penggerak kemitraan.
Dinas Pertanian, Guru/Kepala Sekolah, Dinas Pendidikan, sebagai
fasilitator
Kelompok/Organisasi Profesi berperan dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi, standar serta kode etik profesi terkait
dengan pelayanan kesehatan tradisional.
Tim Penggerak PKK, Kader, Tokoh Masyarakat/Forum Peduli
Kesehatan Kecamatan (apabila telah terbentuk), Organisasi
Kemasyarakatan/LSM sebagai penggerak masyarakat, memberikan
penyuluhan, pemberdayaan masyarakat.
Asosiasi (Aspetri, AP3I) berperan sebagai pembina anggotanya,
memberikan sanksi kepada anggota bila melakukan pelanggaran,
menjaga citra profesi dan mutu pelayanan, meningkatkan
176 | P a g e
pengetahuan/keterampilan/kompetensi anggotanya, mediator antara
anggota asosiasi, menggali dan mengkaji pengobatan tradisional asli
Indonesia.
Swasta/Dunia Usaha, penyedia sumber daya peran pelayanan
kesehatan swasta dibutuhkan untuk pengembangan integrasi
pelayanan kesehatan tradisional pemanfaatan taman obat keluarga
dan akupresur di fasilitas kesehatan, pelayanan kesehatan swasta
Media Massa berperan dalam penyebarluasan informasi tentang
pelayanan kesehatan tradisional asuhan mandiri pemanfaatan taman
obat keluarga dan akupresur.
177 | P a g e
Selain keempat hal tersebut diatas juga perlu ditetapkan dalam
merumuskan rencana adalah forum dan mekanisme kerjasama.
Forum kerjasama akan berfungsi dengan baik, apabila unsur organisasi,
sistem informasi dan media komunikasi dapat dipenuhi.
Mekanisme kerjasama
Mekanisme kerjasama yang terpenting adalah mekanisme dalam
pemantauan dan penilaian terhadap pelaksanaan kegiatan-kegiatan,
baik yang dilaksanakan oleh masing-masing mitra maupun yang
dilaksanakan secara bersama.
6. Pelaksanaan Kemitraan
Sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan pada rencana kerjasama
dalam pelayanan kesehatan tradisional asuhan mandiri pemanfaatan
TOGA dan akupresur maka kegiatan-kegiatan dilaksanakan. Kerap kali
sebagai tanda dimulainya kegiatan-kegiatan kemitraan dilakukan
peresmian atau pencanangan. Acara ini tidak sekedar bersifat seremonial,
tetapi yang penting adalah sebagai pengingat kembali atas kesepakatan-
kesepakatan yang telah dicapai dan peneguhan tekad untuk memulai
kerjasama (kemitraan) dalam pelayanan kesehatan tradisional asuhan
mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur.
VIII. LAMPIRAN
1. Lembar Kasus di Puskesmas Stevia Kecamatan Makuta Dewa Kota
Brotowali
2. Lembar Kerja Panduan Diskusi Kelompok 1,2,3
3. Lembar Kerja Skenario Bermain Peran
4. Panduan Praktik Lapangan
179 | P a g e
Lembar Kasus
Kota
Brotowali
Kel.Daun
Dewa Kel.Daun
Sendok
Kec.Makuta Dewa
Puskesmas
Stevia
Kel.Daun Ungu
180 | P a g e
Puskesmas Stevia
NO DATA JUMLAH
1 Jumlah Penduduk 25.763
2 Jumlah Penduduk Perempuan 12.780
3 Jumlah Wanita Usia Subur (WUS) 5.486
181 | P a g e
5 Jumlah Bumil dengan Anemi 20
9 K1 525
10 K2 492
19 KN 1 369
20 KN Lengkap 368
Jumlah Kematian Ibu Maternal (Hamil, Bersalin,
21 1
Nifas)
22 Jumlah Bayi Lahir Hidup 365
23 Jumlah Bayi Lahir Mati 6
24 Jumlah Kematian Bayi 4
BALITA
NO DATA BAYI (<1 th)
(1-4 Th)
1 Jumlah 280 1.432
182 | P a g e
5 Jumlah Gizi Kurang Ditangani - 9
14 Jumlah Posyandu 42 42
183 | P a g e
Lembar Kerja
184 | P a g e
Lembar Kerja
185 | P a g e
Lembar Kerja
Forming
Kader memfasilitasi keluarga binaan dalam kelompok untuk saling mengenal lebih
dekat satu sama yang lainnya, misalnya untuk saling menceritakan tentang
pengalamannya dalam memanfaatkan TOGA ataupun saling memberikan
informasi tentang TOGA yang mereka miliki di rumah masing-masing.
Storming
Kader memfasilitasi kepada anggota kelompok untuk bersama-sama
membicarakan rencana kegiatan kelompok dan semua anggota kelompok
diberikan kesempatan untuk berbicara dan memberikan ide.
Norming
Setelah semua saling mengenal, kader mengajak para anggota kelompok untuk
bersama-sama membuat struktur organisasi misalnya ketua, wakil ketua,
sekretaris, bendahara dan tugas masing-masing serta membuat tata tertib yang
harus dipatuhi bersama.
Performing
Pada tahap selanjutnya adalah performing, dimana kelompok asuhan mandiri
sudah terbentuk dengan stuktur organisasi dimana setiap yang duduk dalam
struktur organisasi telah mempunyai peran dan tugas masing-masing, sehingga
setiap orang merasa saling tergantung dan membutuhkan satu sama lainnya.
186 | P a g e
Lembar Kerja
BERMAIN PERAN :
PEMBENTUKAN KELOMPOK
ASUHAN MANDIRI PEMANFAATAN TOGA DAN AKUPRESUR
DI MASYARAKAT
187 | P a g e
Lembar Kerja
2. Tujuan Khusus:
Dalam mengikuti kegiatan PL ini, peserta mampu:
a) Mempersiapkan PL komunikasi efektif, advokasi, dan fasilitasi serta
pemberdayaan masyarakat dan kemitraan dalam asuhan mandiri
pemanfataan TOGA dan Akupresur
b) Melaksanakan PL komunikasi efektif, advokasi, dan fasilitasi serta
pemberdayaan masyarakat dan kemitraan dalam asuhan mandiri
pemanfataan TOGA dan Akupresur
c) Membuat laporan PL komunikasi efektif, advokasi, dan fasilitasi serta
pemberdayaan masyarakat dan kemitraan dalam asuhan mandiri
pemanfataan TOGA dan Akupresur
188 | P a g e
IV. Pengorganisasian PL
1. Peserta
Peserta dalam satu kelas dibagi dalam 4 (empat) kelompok. Masing-masing
kelompok mempunyai tugas mempersiapkan PL sesuai tugas kelompok masing-
masing.
1) Kelompok 1, mempersiapkan bahan laporan tertulis untuk disampaikan
kepada Kepala Puskesmas dan persiapan untuk penjelasan lisannya dengan
bahan tayang bila diperlukan.
2) Kelompok 2, mempersiapkan bahan untuk disajikan dalam forum lokakarya
mini di Puskesmas dalam rangka pengembangan program asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan akupresur
3) Kelompok 3, mempersiapkan bahan untuk pertemuan pembentukan
kelompok asuhan mandiri di masyarakat dalam bentuk susunan acara
(rundown) dan pembagian tugas antar anggota kelompok 3.
4) Kelompok 4, mempersiapkan bahan untuk pertemuan kemitraan dalam
bentuk susunan acara (rundown) dan pembagian tugas antar anggota
kelompok 4.
3. Sasaran PL
Sasaran PKL untuk Kelompok 1-4 adalah:
Kelompok 1: Kepala Puskesmas
Kelompok 2: kepala Puskesmas, Lintas Program dalam puskesmas
Kelompok 3 : Kepala Desa/Lurah, Perangkat Desa/Kelurahan, LPM, PKK,
Dasa Wisma, Kader, Kelompok Pengajian, Kelompok Tani, kelompok PKK,
Kelompok Arisan, dll.
Kelompok 4: Camat, Dinas Pertanian,Guru/Kepala Sekolah, Dinas
Pendidikan, TP PKK, Kepala Desa/Lurah, Kader, Tokoh Masyarakat/Forum
Peduli Kesehatan Kecamatan (kalau ada) Organisasi Profesi, Organisasi
Kemasyarakatan/LSM/Asosiasi (Aspetri, AP3I), Swasta/Dunia Usaha, Media
Massa.
189 | P a g e
Waktu untuk penulisan laporan dan pemberian umpan balik pelaksanaan
PL : 1 Jpl
Penulisan laporan pelaksanaan PL, dilakukan di Kelas secara bersamaan dan
paralel, selanjutnya peserta diberikan kesempatan untuk menyampaikan
pengalaman pelaksanaan PL termasuk hasil dan permasalahan yang
dihadapi. Kemudian Fasilitator/ Tim Pendamping memberikan umpan balik
atau tanggapan.
BAB I : PENDAHULUAN
Yang memuat : Latar belakang, tujuan, sasaran, waktu dan tempat
190 | P a g e
MATERI PENUNJANG 1
BUILDING LEARNING COMMITMENT (BLC)
I. DESKRIPSI SINGKAT
Pada pelatihan yang diselenggarakan unit utama, antara satu peserta latih
dengan peserta latihnya dan antara peserta latih dengan panitia biasanya belum
saling mengenal, karena mereka berasal dari tempat yang berbeda, dengan
latar belakang sosial budaya, pendidikan, pengetahuan, pengalaman, serta
sikap dan perilaku yang berbeda.
Oleh karena itu, panitia penyelenggara perlu merancang suasana rileks, saling
percaya, terbuka dikalangan peserta latih, tetapi saling menghargai, kemudian
dibutuhkan suasana santai, tetapi tetap konsenterasi menerima pelajaran serta
menjaga nilai dan etika dalam berkomunikasi serta senantiasa menyenangi
kegiatan pelatihan.
191 | P a g e
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Peserta mampu:
1. Mengenal sesama peserta, pelatih, dan penyelenggara.
2. Membuat kesepakatan nilai, norma dan kontrol kolektif.
3. Mengidentifikasi harapan, kekhawatiran, dan komitmen terhadap proses
pelatihan.
4. Membuat kesepakatan organisasi dalam kelas.
192 | P a g e
2. Kegiatan Peserta
Mempersiapkan diri dan alat tulis bila diperlukan
Mengemukakan pendapat atas pertanyaan fasilitator
Memperkenalkan diri dan asal institusinya.
194 | P a g e
kejenuhan yang akan dihadapi. Untuk mengantisipasi semua itu, perlu
dilakukan suatu proses pencairan (unfreezing).
Proses BLC adalah proses melalui tahapan dari mulai saling mengenal antar
pribadi, mengidentifikasi dan merumuskan harpaan dari pelatihan ini, sampai
terbentuknya norma kelas yang disepakati bersama serta kontrol kolektifnya.
Pada proses BLC setiap peserta harus berpartisipasi aktif dan dinamis.
Keberhasilan atau ketidakberhasilan proses BLC akan berpengaruh pada
proses pembelajaran selanjutnya.
Pokok Bahasan 2
b. Pencairan
Fasilitator menyiapkan kursi sejumlah peserta dan disusun melingkar.
Fasilitator meminta semua peserta duduk di kursi dan salah satu di antaranya
duduk di tengah lingkaran. Peserta yang duduk di tengah lingkaran diminta
memberi aba-aba, agar peserta yang disebut identitasnya pindah duduk,
misalnya dengan menyeru: ”Semua peserta berbaju merah pindah” Pada
keadaan tersebut akan terjadi pertukaran tempat duduk dan saling berebut
antar peserta. Hal tersebut menggambarkan suasana “storming”, atau seperti
“badai” yang merupakan tahap awal dari suatu pembentukan kelompok.
Ulangi lagi, setiap peserta yang duduk di tengah lingkaran untuk menyerukan
identitas yang berbeda, misalnya peserta yang berkaca mata atau yang
berbaju batik dan lain-lain. Lakukan permainan tersebut selama 10 – 15
menit, tergantung situasi dan kondisi. Fasilitator memandu peserta untuk
merefleksikan perasaannya dalam permainan tersebut serta pengalaman
belajar apa yang diperolehnya. Fasilitator membuat rangkuman bersamasama
peserta, agar terjadi proses yang dinamis.
195 | P a g e
Pokok Bahasan 3
c. Harapan-harapan dalam proses pembelajaran dan hasil yang ingin dicapai
Fasilitator membagi peserta dalam kelompok kecil @ 5 – 6 orang, kemudian
menjelaskan tugas kelompok tersebut. Masing-masing kelompok akan
menentukan harapan terhadap pelatihan ini serta kekhawatiran dalam
mencapai harapan tersebut. Juga didiskusikan bagaimana solusi (pemecahan
masalah) untuk mencapai harapan tersebut serta menghilangkan
kekhawatiran yang akan terjadi selama pelatihan. Mula-mula secara individu,
kemudian hasil setiap individu dibahas dan dilakukan kesepakatan sehingga
menjadi harapan kelompok.
Pokok Bahasan 4
d. Norma Kelas dalam Pembelajaran
Dalam sesi BLC, lebih banyak menggunakan metode games/permainan,
penugasan individu dan diskusi kelompok, yang pada intinya adalah untuk
mendapatkan komitmen belajar, harapan, norma kelas dan kontrol kolektif.
Proses BLC sendiri adalah proses melalui tahapan dari mulai saling mengenal
antar pribadi, mengidentifikasi dan merumuskan harapan dari pelatihan ini,
sampai terbentuknya norma kelas yang disepakati bersama serta kontrol
kolektifnya. Pada proses BLC setiap peserta harus berpartisipasi aktif dan
dinamis. Keberhasilan atau ketidak berhasilan proses BLC akan berpengaruh
pada proses pembelajaran selanjutnya.
Norma kelas merupakan nilai yang diyakini oleh suatu kelompok atau
masyarakat, kemudian menjadi kebiasaan serta dipatuhi sebagai patokan
dalam perilaku kehidupan sehari hari kelompok/masyarakat tersebut. Norma
adalah gagasan, kepercayaan tentang kegiatan, instruksi, perilaku yang
seharusnya dipatuhi oleh suatu kelompok. Norma dalam suatu
pelatihan,adalah gagasan, kepercayaan tentang kegiatan, instruksi, perilaku
yang diterima oleh kelompok pelatihan, untuk dipatuhi oleh semua anggota
kelompok (peserta, pelatih/ fasilitator dan panitia).
Pokok Bahasan 5
e. Kontrol Efektif dalam Pelaksanaan Norma Kelas
Ketua kelas dan sekretaris beserta fasilitator memandu brainstorming tentang
sanksi apa yang harus diberlakukan bagi orang yang tidak mematuhi atau
melanggar norma yang telah disepakati agar komitmen yang dibangun
menjadi lebih kuat. Tuliskan hasil brainstorming di papan flipchart agar bisa
dibaca oleh semua peserta. Peserta difasilitasi sedemikian rupa sehingga
aktif dalam melakukan brainstorming, sehingga dapat dirumuskan sanksi
yang disepakati kelas. Kontrol kolektif merupakan kesepakatan bersama
tentang memelihara agar kesepakatan terhadap norma kelas ditaati. Biasanya
ditentukan dalam bentuk sanksi apa yang harus diberlakukan apabila norma
tidak ditaati atau dilanggar.
197 | P a g e
Pokok Bahasan 6
f. Organisasi Kelas
Dengan terbangunnya BLC, juga akan mendukung terwujudnya saling
percaya, saling kerja sama, saling membantu, saling memberi dan menerima,
sehingga tercipta suasana/lingkungan pembelajaran yang kondusif.
VII. REFERENSI
A. Depkes RI, Pusdiklat Kesehatan, Kumpulan Games dan Energizer, Jakarta,
2004.
B. Munir, Baderel, Dinamika Kelompok, Penerapannya Dalam Laboratorium Ilmu
Perilaku, Jakarta, 2001.
C. LAN dan Pusdiklat Aparatur Kemenkes RI, Buku Panduan Dinamika
Kelompok, Jakarta:2010
198 | P a g e
VIII. LAMPIRAN
Deskripsi singkat :
Perkenalan merupakan proses yang sangat penting dalam suasana pelatihan untuk
menciptakan suasana akrab dan dinamika positif. Fasilitator harus menyiapkan
suasana agar para peserta, termasuk fasilitator, dapat saling mengenal satu sama
lain. Proses perkenalan yang dinamis dapat mencairkan suasana, mencipatkan
kondisi belajar yang mendukung di mana para peserta dapat dengan leluasa
mengungkapkan gagasan, ide dan pengalamannya, serta berbagi untuk memahami
masalah-masalah yang berkaitan dengan perilaku hidup bersih dan sehat dan
masalah kesehatans ecara umum. Proses belajar akan lebih kaya dengan
pembuktian yang ada di masyarakat.
199 | P a g e
c. Kertas metaplan
d. Bola plastik/bola yang terbuat dari kertas koran
Langkah-langkah :
Acara perkenalan bisa dilakukan dengan beberapa cara, berikut ini 2 alternatif yang
bisa digunakan :
Alternatif 1 :
Bagilah seluruh partisipan (peserta, fasilitator, dan panitia) menjadi beberapa
kelompok (5-6 kelompok).
Pada setiap kelompok, setiap individu memperkenalkan dirinya kepada anggota
kelompok lainnya (nama lengkap, nama panggilan, dan lembaga asalnya serta
bisa ditambahkan hal-hal lain seperti : tanggal lahir, status perkawinan, jumlah
anak, hobi, dll)
Perkenalan bisa dilanjutkan ke tingkat pleno, misalnya dengan cara meminta
kesediaan perwakilan kelompok untuk memperkenalkan seluruh anggota
kelompokknya.
Jika seluruh anggota kelompok telah diperkenalkan, cobalah bersama dengan
seluruh partisipan untuk menghafal bersama nama seluruh partisipan pelatihan.
Puncak acara perkenalan dapat dilakukan dengan menanyakan : siapa yang
paling banyak hafal nama partisipan? Untuk itu, mintalah kepada partisipan yang
mengatakan paling banyak hafal nama partisipan untuk membuktikan
kemampuannya menghafal nama partisipan dengan cara menyebut nama dan
menunjuk orangnya satu per satu.
Alternatif 2 :
Mintalah partisipan berpasang-pasangan. Disaranka untuk berpasangan dengan
partsipan lain yang belum/kurang dikenal dan saling memperkenalkan diri.
Setelah setiap pasangan selesai saling memperkenalkan diri, mintalah mereka
untuk memperkenalkan ke tingkat pleno dengan cara setiap orang
memperkenalkan secara rinci tentang pasangannya.
Jika seluruh pasangan telah diperkenalkan, cobalah bersama dengan seluruh
partisipan untuk menghafal bersama nama seluruh partisipan pelatihan.
200 | P a g e
Puncak acara perkenalan dapat dilakukan dengan menanyakan : siapa yang
paling banyak hafal nama partisipan? Untuk itu, mintalah kepada partisipan yang
mengatakan paling banyak hafal nama partisipan untuk membuktikan
kemampuannya menghafal nama partisipan dengan cara menyebut nama dan
menunjuk orangnya satu per satu.
201 | P a g e
MATERI PENUNJANG 2
ANTI KORUPSI
I. DESKRIPSI SINGKAT
Korupsi yang terjadi di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan dan
berdampak buruk luar biasa pada hampir seluruh sendi kehidupan. Korupsi telah
menghancurkan sistem perekonomian, sistem demokrasi, sistem politik, sistem
hukum, sistem pemerintahan, dan tatanan sosial kemasyarakatan di negeri ini.
Upaya pemberantasan korupsi yang telah dilakukan selama ini belum
menunjukkan hasil yang optimal. Korupsi dalam berbagai tingkatan tetap saja
banyak terjadi seolah-olah telah menjadi bagian dari kehidupan kita yang
bahkan sudah dianggap sebagai hal yang biasa. Jika kondisi ini tetap kita
biarkan berlangsung maka cepat atau lambat korupsi akan menghancurkan
negeri ini.
Korupsi harus dipandang sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime)
yang oleh karena itu memerlukan upaya luar biasa pula untuk memberantasnya.
Upaya pemberantasan korupsi– yang terdiri dari dua bagian besar, yaitu (1)
penindakan, dan (2) pencegahan–tidak akan pernah berhasil optimal jika hanya
dilakukan oleh pemerintah saja tanpa melibatkan peran serta masyarakat.
Dalam rangka mempercepat pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun
2013 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi perlu disusun
Strategi Komunikasi Pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan korupsi di
Kementerian Kesehatan sebagai salah satu kegiatan reformasi birokrasi yang
dilaksanakan Kementerian Kesehatan agar para Pegawai Negeri Sipil di
lingkungan Kementerian Kesehatan terhindar dari perbuatan korupsi.
Salah satu upaya yang dilakukan dalam pencegahan dan pemberantasan
korupsi adalah dengan memberikan pengertian dan kesadaran melalui
pemahaman terhadap konsep serta penanaman nilai-nilai anti korupsi yang
selanjutnya dapat menjadi budaya dalam bekerja. Agar muatan tentang anti
korupsi dapat tersampaikan secara standar pada setiap pelatihan bagi para PNS
di lingkungan Kementerian Kesehatan maka perlu disusun modul anti korupsi
sebagai pegangan fasilitator dalam menyampaikan materi.
203 | P a g e
V. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
Berikut merupakan langkah-langkah kegiatan pembelajaran:
Langkah 1
Pengkondisian Peserta
Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri
dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja, materi yang
akan disampaikan.
2. Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan
disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.
Langkah 2
Penyampaian Materi
Langkah pembelajaran:
Fasilitator menyampaikan paparan seluruh materi sesuai urutan pokok bahasan
dan sub pokok bahasan dengan menggunakan bahan tayang. Fasilitator
menyampaikan materi dengan metode ceramah tanya jawab, kemudian curah
pendapat.
Langkah 3
Latihan Kasus
Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator menyampaikan paparan kasus korupsi yang sering terjadi
2. Fasilitator membagi peserta menjadi beberapa kelompok tiap kelompok terdiri
dari 5 atau 6 orang peserta, untuk kasus yang sama dikerjakan oleh 2 atau 3
kelompok
3. Peserta berdiskusi didalam tiap kelompok
4. Fasilitator meminta wakil dari setiap kelompok untuk menyampaikan hasil
diskusi kelompoknya (hanya satu kelompok untuk satu kasus) dan kelompok
lainnya dengan kasus yang sama dapat memberikan komentar atau sebagai
penyanggah.
5. Fasilitator mengulas hasil diskusi yang terjadi di dalam tiap penyajian hasil
untuk tiap jenis kasus
Langkah 4
Rangkuman dan Kesimpulan
Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator melakukan evaluasi untuk mengetahui penyerapan peserta
terhadap materi yang disampaikan dan pencapaian tujuan pembelajaran.
2. Fasilitator merangkum poin-poin penting dari materi yang disampaikan.
3. Fasilitator membuat kesimpulan.
204 | P a g e
VI. URAIAN MATERI
Pokok Bahasan 1
A. Konsep Korupsi
Korupsi sesungguhnya sudah lama ada terutama sejak manusia pertama kali
mengenal tata kelola administrasi. Pada kebanyakan kasus korupsi yang
dipublikasikan media, seringkali perbuatan korupsi tidak lepas dari
kekuasaan, birokrasi, ataupun pemerintahan. Korupsi juga sering dikaitkan
pemaknaannya dengan politik.
Dasar atau landasan untuk memberantas dan menanggulangi korupsi adalah
memahami pengertian korupsi itu sendiri. Pada bagian ini dibahas mengenai
pengertian korupsi berdasarkan definisi umum dan pendapat para pakar.
1. Definisi Korupsi
Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruptio” (Fockema Andrea:
1951) atau “corruptus” (Webster Student Dictionary: 1960). Selanjutnya
dikatakan bahwa “corruptio” berasal dari kata “corrumpere”, suatu bahasa
Latin yang lebih tua. Dari bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah
“corruption, corrupt” (Inggris), “corruption” (Perancis) dan
“corruptie/korruptie” (Belanda). Arti kata korupsi secara harfiah adalah
kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak
bermoral, penyimpangan dari kesucian.
Dengan demikian arti kata korupsi adalah sesuatu yang busuk, jahat dan
merusak, berdasarkan kenyataan tersebut perbuatan korupsi menyangkut:
sesuatu yang bersifat amoral, sifat dan keadaan yang busuk, menyangkut
jabatan instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan
dalam jabatan karena pemberian, menyangkut faktor ekonomi dan politik
dan penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di bawah
kekuasaan jabatan.
205 | P a g e
2. Ciri-Ciri Korupsi
Ada 6 ciri korupsi adalah sebagai berikut:
a. dilakukan oleh lebih dari satu orang;
b. merahasiakan motif; ada keuntungan yang ingin diraih;
c. berhubungan dengan kekuasaan/kewenangan tertentu;
d. berlindung di balik pembenaran hukum;
e. melanggar kaidah kejujuran dan norma hukum
f. mengkhianati kepercayaan
3. Jenis/Bentuk Korupsi
Berikut ini adalah berbagai bentuk korupsi yang diambil dari Buku Saku
yang dikeluarkan oleh KPK atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK:
2006).
No. Bentuk Korupsi Perbuatan Korupsi
1. Kerugian Keuangan Negara
Secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau korporasi;
Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada
2. Suap Menyuap
Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Pegawai Negeri atau
penyelenggara negara .... dengan maksud supaya berbuat sesuatu atau
tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya;
Memberi sesuatu kepada Pegawai Negeri atau penyelenggara negara ....
karena atau berhubungan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak
dilakukan dalam jabatannya;
Memberi hadiah atau janji kepada Pegawai Negeri dengan mengingat
kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya
atau oleh pemberi hadiah/janji dianggap melekat pada jabatan atau kedu-
dukan tersebut;
3. Penggelapan Dalam Jabatan
Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk
sementara waktu, dengan disimpan karena jabatannya, atau uang/surat
berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain atau membantu
dalam melakukan perbuatan tersebut;
Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk
sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar
yang khusus untuk pemeriksaan adminstrasi;
Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk
sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan, merusakkan atau
membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat atau daftar yang digu-
nakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang
berwenang, yang dikuasai karena jabatannya;
206 | P a g e
4. Pemerasan
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau
dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang
memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan
potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
5. Perbuatan Curang
Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau
penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan,
melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang
atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang;
Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau menyerahkan
bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang;
4. Tingkatan Korupsi
Ada 3 (tiga) tingkatan korupsi seperti uraian di bawah ini:
a. Materi Benefit
Penyimpangan kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan material
baik bagi dirinya sendiri maupun orang kain. Korupsi pada level ini
merupakan tingkat paling membahayakan karena melibatkan kekuasaan
dan keuntungan material. Ini merupakan bentuk korupsi yang paling
banyak terjadi di Indonesia
b. Penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power)
Abuse of power merupakan korupsi tingkat menengah dan merupakan
segala bentuk penyimpangan yang dilakukan melalui struktur
kekuasaan, baik pada tingkat negara maupun lembaga-lembaga
struktural lainnya termasuk lembaga pendidikan tanpa mendapatkan
keuntungan materi.
c. Pengkhianatan terhadap kepercayaan (betrayal of trust)
Pengkhianatan merupakan korupsi paling sederhana
207 | P a g e
Orang yang berkhianat atau mengkhianati kepercayaan atau amanat
yang diterimanya adalah koruptor.
Amanat dapat berupa apapun, baik materi maupun non materi
Anggota DPR yang tidak menyampaikan aspirasi rakyat atau
memanfaatkan jabatan untuk kepentingan pribadi merupakan bentuk
korupsi.
208 | P a g e
a. Aspek Individu Pelaku Korupsi
Korupsi yang disebabkan oleh individu, yaitu sifat tamak, moral kurang
kuat menghadapi godaan, penghasilan kurang mencukupi untuk
kebutuhan yang wajar, kebutuhan yang mendesak, gaya hidup
konsumtif, malas atau tidak mau bekerja keras, serta ajaran-ajaran
agama kurang diterapkan secara benar.
Aspek-aspek individu tersebut perlu mendapatkan perhatian bersama.
Sangatlah ironis, bangsa kita yang mengakui dan memberikan ruang
yang leluasa untuk menjalankan ibadat menurut agamanya masing-
masing, ternyata tidak banyak membawa implikasi positif terhadap
upaya pemberantasan korupsi.
Demikian pula dengan hidup konsumtif dan sikap malas. Perilaku
konsumtif tidak saja mendorong untuk melakukan tindakan kurupsi,
tetapi menggambarkan rendahnya sikap solidaritas sosial, karena
terdapat pemandangan yang kontradiktif antara gaya hidup mewah di
satu sisi dan kondisi kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pokok bagi
masyarakat miskin pada sisi lainnya.
b. Aspek Organisasi
Pada aspek organisasi, korupsi terjadi karena kurang adanya
keteladanan dari pimpinan, tidak adanya kultur organisasi yang benar,
sistem akuntabilitas di pemerintah kurang memadai, kelemahan sistem
pengendalian manajemen, serta manajemen yang lebih mengutamakan
hirarki kekuasaan dan jabatan cenderung akan menutupi korupsi yang
terjadi di dalam organisasi.
Hal tersebut ditandai dengan adanya resistensi atau penolakan secara
kelembagaan terhadap setiap upaya pemberantasan korupsi.
Manajemen yang demikian, menutup rapat bagi siapa pun untuk
membuka praktik korupsi kepada publik.
209 | P a g e
d. Korupsi yang Disebabkan oleh Sistem yang Buruk
Sebab-sebab terjadinya korupsi menggambarkan bahwa perbuatan
korupsi tidak saja ditentukan oleh perilaku dan sebab-sebab yang
sifatnya individu atau perilaku pribadi yang koruptif, tetapi disebabkan
pula oleh sistem yang koruptif, yang kondusif bagi setiap individu untuk
melakukan tindakan korupsi. Sedangkan perilaku korupsi, sebagaimana
yang umum telah diketahui adalah korupsi banyak dilakukan oleh
pegawai negeri dalam bentuk penyalahgunaan kewenangan,
kesempatan, sarana jabatan, atau kedudukan. Tetapi korupsi dalam
artian memberi suap, juga banyak dilakukan oleh pengusaha dan kaum
profesional bahkan termasuk advokat.
Lemahnya tata kelola birokrasi di Indonesia dan maraknya tindak
korupsi baik ilegal maupun yang ”dilegalkan” dengan aturan-aturan yang
dibuat oleh penyelenggara negara, merupakan tantangan besar yang
masih harus dihadapi negara ini. Kualitas tata kelola yang buruk ini tidak
saja telah menurunkan kualitas kehidupan bangsa dan bernegara, tetapi
juga telah banyak memakan korban jiwa dan bahkan ancaman akan
terjadinya lost generation bagi Indonesia.
Dalam kaitannya dengan korupsi oleh lembaga birokrasi pemerintah,
beberapa faktor yang perlu mendapatkan perhatian adalah menyangkut
manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) dan penggajian pegawai
yang ditandai dengan kurangnya penghasilan, sistem penilaian prestasi
kerja yang tidak dievaluasi, serta tidak terkaitnya antara prestasi kerja
dengan penghasilan.
Korupsi yang disebabkan oleh sistem yang koruptif inilah yang pada
akhirnya akan menghambat tercapainya clean and good governance.
Jika kita ingin mencapai pada tujuan clean and good governance, maka
perlu dilakukan reformasi birokrasi yang terkait dengan pembenahan
sistem birokrasi tersebut.
Jika awalnya kepentingan bertahan hidup menjadi motif seseorang atau
sejumlah orang melakukan tindak pidana korupsi, pada tahap berikutnya
korupsi dimotivasi oleh bangunan sistem, yang hanya bisa terjadi karena
dukungan kerjasama antar sejumlah pelaku korupsi, pada berbagai
birokrasi sebagai bentuk korupsi berjamaah.
210 | P a g e
c. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor XI/ MPR/ 1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih
dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme;
d. UU no. 28 Th. 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas
dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3851);
e. UU no. 31 Th. 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3874); sebagaimana telah
diubah dengan UU no. 20 Th. 2001.
Pokok Bahasan 2
B. Konsep Anti Korupsi
1. Definisi Anti korupsi
Anti korupsi merupakan kebijakan untuk mencegah dan menghilangkan
peluang bagi berkembangnya korupsi.
Anti korupsi adalah pencegahan. Pencegahan yang dimaksud adalah
bagaimana meningkatkan kesadaran individu untuk tidak melakukan korupsi
dan bagaimana menyelamatkan uang dan aset negara.
Peluang bagi berkembangnya korupsi dapat dihilangkan dengan melakukan
perbaikan sistem (sistem hukum, sistem kelembagaan) dan perbaikan
manusianya (moral dan kesejahteraan).
2. Nilai- nilai Anti Korupsi
Nilai-nilai anti korupsi yang akan dibahas meliputi kejujuran, kepedulian,
kemandirian, kedisiplinan, pertanggungjawaban, kerja keras, kesederhanaan,
keberanian, dan keadilan. Nilai-nilai inilah yang akan mendukung prinsip-
prinsip anti korupsi untuk dapat dijalankan dengan baik. Berikut ini adalah
uraian secara rinci untuk tiap nilai anti korupsi
a. Kejujuran
Menurut Sugono kata jujur dapat didefinisikan sebagai lurus hati, tidak
berbohong, dan tidak curang. Jujur adalah salah satu sifat yang sangat
penting bagi kehidupan pegawai, tanpa sifat jujur pegawai tidak akan
dipercaya dalam kehidupan sosialnya (Sugono: 2008).
Nilai kejujuran dalam kehidupan dunia kerja yang diwarnai dengan budaya
kerja sangat-lah diperlukan. Nilai kejujuran ibaratnya seperti mata uang
yang berlaku dimana-mana termasuk dalam kehidupan di dunia kerja. Jika
pegawai terbukti melakukan tindakan yang tidak jujur, baik pada lingkup
kerja maupun sosial, maka selamanya orang lain akan selalu merasa ragu
untuk mempercayai pegawai tersebut.
Sebagai akibatnya pegawai akan selalu mengalami kesulitan dalam
menjalin hubungan dengan orang lain. Hal ini juga akan menyebabkan
211 | P a g e
ketidaknyamanan bagi orang lain karena selalu merasa curiga terhadap
pegawai tersebut yang terlihat selalu berbuat curang atau tidak jujur. Selain
itu jika seorang pegawai pernah melakukan kecurangan ataupun
kebohongan, akan sulit untuk dapat memperoleh kembali kepercayaan dari
pegawai lainnya. Sebaliknya jika terbukti bahwa pegawai tersebut tidak
pernah melakukan tindakan kecurangan maupun kebohongan maka
pegawai ter-sebut tidak akan mengalami kesulitan yang disebabkan
tindakan tercela tersebut. Prinsip kejujuran harus dapat dipegang teguh
oleh setiap pegawai sejak masa-masa ini untuk memupuk dan membentuk
karakter mulia di dalam setiap pribadi pegawai.
b. Kepedulian
Menurut Sugono definisi kata peduli adalah mengindahkan, memperhatikan
dan menghiraukan (Sugono: 2008). Nilai kepedulian sangat penting bagi
seorang pegawai dalam kehidupan di dunia kerja dan di masyarakat.
Sebagai calon pemimpin masa depan, seorang pegawai perlu memiliki
rasa kepedulian terhadap lingkungannya, baik lingkungan di dalam dunia
kerja maupun lingkungan di luar dunia kerja.
Rasa kepedulian seorang pegawai harus mulai ditumbuhkan sejak berada
di dunia kerja. Oleh karena itu upaya untuk mengembangkan sikap peduli
di kalangan pegawai sebagai subjek kerja sangat penting. Seorang
pegawai dituntut untuk peduli terhadap proses belajar mengajar di dunia
kerja, terhadap pengelolalaan sumber daya di dunia kerja secara efektif
dan efisien, serta terhadap berbagai hal yang berkembang di dalam dunia
kerja. pegawai juga dituntut untuk peduli terhadap lingkungan di luar dunia
kerja.
Beberapa upaya yang bisa dilakukan sebagai wujud kepedulian di
antaranya adalah dengan menciptakan sikap tidak berbuat curang atau
tidak jujur. Selain itu jika seorang pegawai pernah melakukan kecurangan
ataupun kebohongan, akan sulit untuk dapat memperoleh kembali
kepercayaan dari pegawai lainnya. Sebaliknya jika terbukti bahwa pegawai
tersebut tidak pernah melakukan tindakan kecurangan maupun
kebohongan maka pegawai tersebut tidak akan mengalami kesulitan yang
disebabkan tindakan tercela tersebut.
c. Kemandirian
Kondisi mandiri bagi pegawai dapat diartikan sebagai proses
mendewasakan diri yaitu dengan tidak bergantung pada orang lain untuk
mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya. Hal ini penting untuk masa
depannya dimana pegawai tersebut harus mengatur kehidupannya dan
orang-orang yang berada di bawah tanggung jawabnya sebab tidak
mungkin orang yang tidak dapat mandiri (mengatur dirinya sendiri) akan
mampu mengatur hidup orang lain. Dengan karakter kemandirian tersebut
212 | P a g e
pegawai dituntut untuk mengerjakan semua tanggung jawab dengan
usahanya sendiri dan bukan orang lain (Supardi: 2004).
d. Kedisiplinan
Menurut Sugono definisi kata disiplin adalah ketaatan (kepatuhan) kepada
peraturan (Sugono,2008). Dalam mengatur kehidupan dunia kerja baik
kerja maupun sosial pegawai perlu hidup disiplin. Hidup disiplin tidak berarti
harus hidup seperti pola militer di barak militier namun hidup disiplin bagi
pegawai adalah dapat mengatur dan mengelola waktu yang ada untuk
dipergunakan dengan sebaik-baiknya untuk menyelesaikan tugas baik
dalam lingkup kerja maupun sosial dunia kerja.
Manfaat dari hidup yang disiplin adalah pegawai dapat mencapai tujuan
hidupnya dengan waktu yang lebih efisien. Disiplin juga membuat orang
lain percaya dalam mengelola suatu kepercayaan. Nilai kedisiplinan dapat
diwujudkan antara lain dalam bentuk kemampuan mengatur waktu dengan
baik, kepatuhan pada seluruh peraturan dan ketentuan yang berlaku di
dunia kerja, mengerjakan segala sesuatunya tepat waktu, dan fokus pada
pekerjaan.
e. Tanggung Jawab
Menurut Sugono definisi kata tanggung jawab adalah keadaan wajib
menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut,
dipersalahkan dan diperkarakan) (Sugono, 2008).
Pegawai adalah sebuah status yang ada pada diri seseorang yang telah
lulus dari penkerjaan terakhirnya yang melanjutkan pekerjaan dalam
sebuah lembaga yang bernama organisasi. Pegawai yang memiliki rasa
tanggung jawab akan memiliki kecenderungan menyelesaikan tugas lebih
baik dibanding pegawai yang tidak memiliki rasa tanggung jawab. pegawai
yang memiliki rasa tanggung jawab akan mengerjakan tugas dengan
sepenuh hati karena berpikir bahwa jika suatu tugas tidak dapat
diselesaikan dengan baik dapat merusak citra namanya di depan orang
lain. pegawai yang dapat diberikan tanggung jawab yang kecil dan berhasil
melaksanakannya dengan baik berhak untuk mendapatkan tanggung
jawab yang lebih besar lagi sebagai hasil dari kepercayaan orang lain
terhadap pegawai tersebut. pegawai yang memiliki rasa tanggung jawab
yang tinggi mudah untuk dipercaya orang lain dalam masyarakat misalkan
dalam memimpin suatu kepanitiaan yang diadakan di dunia kerja.
Tanggung jawab adalah menerima segala sesuatu dari sebuah perbuatan
yang salah, baik itu disengaja maupun tidak disengaja. Tanggung jawab
tersebut berupa perwujudan kesadaran akan kewajiban menerina dan
menyelesaikan semua masalah yang telah di lakukan. Tanggung jawab
juga merupakan suatu pengabdian dan pengorbanan.
213 | P a g e
f. Kerja Keras
Bekerja keras didasari dengan adanya kemauan. Kata ”kemauan”
menimbulkan asosiasi dengan ketekadan, ketekunan, daya tahan, tujuan
jelas, daya kerja, pendirian, pengendalian diri, keberanian, ketabahan,
keteguhan, tenaga, kekuatan, kelaki-lakian dan pantang mundur. Adalah
penting sekali bahwa kemauan pegawai harus berkembang ke taraf yang
lebih tinggi karena harus menguasai diri sepenuhnya lebih dulu untuk bisa
menguasai orang lain. Setiap kali seseorang penuh dengan harapan dan
percaya, maka akan menjadi lebih kuat dalam melaksanakan
pekerjaannya. Jika interaksi antara individu pegawai dapat dicapai
bersama dengan usaha kerja keras maka hasil yang akan dicapai akan
semakin optimum.
Bekerja keras merupakan hal yang penting guna tercapainya hasil yang
sesuai dengan target. Akan tetapi bekerja keras akan menjadi tidak
berguna jika tanpa adanya pengetahuan. Di dalam dunia kerja, para
pegawai diperlengkapi dengan berbagai ilmu pengetahuan.
g. Sederhana
Gaya hidup pegawai merupakan hal yang penting dalam interaksi dengan
masyarakat disekitarnya. Gaya hidup sederhana sebaiknya perlu
dikembangkan sejak pegawai mengenyam masa pekerjaannya. Dengan
gaya hidup sederhana, setiap pegawai dibiasakan untuk tidak hidup boros,
hidup sesuai dengan kemampuannya dan dapat memenuhi semua
kebutuhannya. Kerap kali kebutuhan diidentikkan dengan keinginan
semata, padahal tidak selalu kebutuhan sesuai dengan keinginan dan
sebaliknya.
Dengan menerapkan prinsip hidup sederhana, pegawai dibina untuk
memprioritaskan kebutuhan di atas keinginannya. Prinsip hidup sederhana
ini merupakan parameter penting dalam menjalin hubungan antara sesama
pegawai karena prinsip ini akan mengatasi permasalahan kesenjangan
sosial, iri, dengki, tamak, egois, dan yang sikap-sikap negatif lainnya
lainnya. Prinsip hidup sederhana juga menghindari seseorang dari
keinginan yang berlebihan.
h. Keberanian
Jika kita temui di dalam dunia kerja, ada banyak pegawai yang sedang
mengalami kesulitan dan kekecewaan. Meskipun demikian, untuk
menumbuhkan sikap keberanian demi mempertahankan pendirian dan
keyakinan pegawai, terutama sekali pegawai harus mempertimbangkan
berbagai masalah dengan sebaik-baiknya. Nilai keberanian dapat
dikembangkan oleh pegawai dalam kehidupan di dunia kerja dan di luar
dunia kerja. Antara lain dapat diwujudkan dalam bentuk berani mengatakan
dan membela kebenaran, berani mengakui kesalahan, berani bertanggung
214 | P a g e
jawab, dan lain sebagainya Prinsip akuntabilitas dapat mulai diterapkan
oleh pegawai dalam kehidupan sehari-hari sebagai pegawai Misalnya
program-program kegiatan arus dibuat dengan mengindahkan aturan yang
berlaku di dunia kerja dan dijalankan sesuai dengan aturan.
i. Keadilan
Berdasarkan arti katanya, adil adalah sama berat, tidak berat sebelah, tidak
memihak. Bagi pegawai karakter adil ini perlu sekali dibina agar pegawai
dapat belajar mempertimbangkan dan mengambil keputusan secara adil
dan benar.
d. Kebijakan
Prinsip anti korupsi yang keempat adalah prinsip kebijakan. Pembahasan
mengenai prinsip ini ditujukan agar pegawai dapat mengetahui dan
memahami kebijakan anti korupsi. Kebijakan ini berperan untuk mengatur
tata interaksi agar tidak terjadi penyimpangan yang dapat merugikan
negara dan masyarakat. Kebijakan anti korupsi ini tidak selalu identik
dengan undang-undang anti-korupsi, namun bisa berupa undang-undang
kebebasan mengakses informasi, undang-undang desentralisasi, undang-
undang anti-monopoli, maupun lainnya yang dapat memudahkan
masyarakat mengetahui sekaligus mengontrol terhadap kinerja dan
penggunaan anggaran negara oleh para pejabat negara.
Aspek-aspek kebijakan terdiri dari isi kebijakan, pembuat kebijakan,
pelaksana kebijakan, kultur kebijakan. Kebijakan anti-korupsi akan efektif
apabila didalamnya terkandung unsur-unsur yang terkait dengan persoalan
korupsi dan kualitas dari isi kebijakan tergantung pada kualitas dan
integritas pembuatnya.
Kebijakan yang telah dibuat dapat berfungsi apabila didukung oleh aktor-
aktor penegak kebijakan yaitu kementerian, kejaksaan, pengadilan,
pengacara, dan lembaga pemasyarakatan.
Eksistensi sebuah kebijakan tersebut terkait dengan nilai-nilai,
pemahaman, sikap, persepsi, dan kesadaran masyarakat terhadap hukum
atau undang-undang anti korupsi. Lebih jauh lagi, kultur kebijakan ini akan
217 | P a g e
menentukan tingkat partisipasi masyarakat dalam pemberantasan korupsi.
e. Kontrol Kebijakan
Prinsip terakhir anti korupsi adalah kontrol kebijakan. Kontrol kebijakan
merupakan upaya agar kebijakan yang dibuat betul-betul efektif dan
mengeliminasi semua bentuk korupsi. Pada prinsip ini, akan dibahas
mengenai lembaga-lembaga pengawasan di Indonesia, self-evaluating
organization, reformasi sistem pengawasan di Indonesia, problematika
pengawasan di Indonesia.
Bentuk kontrol kebijakan berupa partisipasi, evolusi dan reformasi. Kontrol
kebijakan berupa partisipasi yaitu melakukan kontrol terhadap kebijakan
dengan ikut serta dalam penyusunan dan pelaksanaannya dan kontrol
kebijakan berupa oposisi.
Pokok Bahasan 3
C. Upaya Pencegahan Korupsi dan Pemberantasan Korupsi
Korupsi masih terjadi secara masif dan sistematis. Praktiknya bisa berlangsung
dimanapun, di lembaga negara, lembaga privat, hingga di kehidupan sehari-hari.
Melihat kondisi seperti itu, maka pencegahan menjadi layak didudukkan sebagai
strategi perdananya. Pada bab sebelumnya telah dijelaskan pengertian korupsi,
faktor-faktor penyebab korupsi, nilai-nilai yang perlu dikembangkan untuk
mencegah seseorang melakukan korupsi atau perbuatan-perbuatan koruptif. dan
prinsip-prinsip upaya pemberantasan korupsi. Ada yang mengatakan bahwa
upaya yang paling tepat untuk memberantas korupsi adalah menghukum seberat-
beratnya pelaku korupsi. Dengan demikian, bidang hukum khususnya hukum
pidana akan dianggap sebagai jawaban yang paling tepat untuk memberantas
korupsi.
Merupakan sebuah realita bahwa kita sudah memiliki berbagai perangkat hukum
untuk memberantas korupsi yaitu peraturan perundang-undangan. Kita memiliki
lembaga serta aparat hukum yang mengabdi untuk menjalankan peraturan
tersebut baik keKemenkesan, kejaksaan, dan pengadilan. Kita bahkan memiliki
sebuah lembaga independen yang bernama Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) yang kesemuanya dibentuk salah satunya untuk memberantas korupsi.
Namun korupsi tetap tumbuh subur dan berkembang dengan pesat. Sedihnya
lagi, dalam realita ternyata lembaga dan aparat yang telah ditunjuk tersebut dalam
beberapa kasus justru ikut menumbuh suburkan korupsi yang terjadi di Indonesia.
Ada pula pendapat yang mengatakan bahwa bekal penkerjaan (termasuk
Pekerjaan Agama) memegang peranan yang sangat penting untuk mencegah
korupsi. Yang cukup mengejutkan, negara-negara yang tingkat korupsinya
cenderung tinggi, justru adalah negara-negara yang masyarakatnya dapat
dikatakan cukup taat beragama.
218 | P a g e
Ada yang mengatakan bahwa untuk memberantas korupsi, sistem dan lembaga
pemerintahan serta lembaga-lembaga negara harus direformasi. Reformasi ini
meliputi reformasi terhadap:
sistem
kelembagaan maupun pejabat publiknya
ruang untuk korupi harus diperkecil
transparansi dan akuntabilitas serta
akses untuk mempertanyakan apa yang dilakukan pejabat publik harus
ditingkatkan
Pada bagian atau bab ini, akan dipaparkan berbagai upaya pencegahan dan
pemberantasan korupsi yang dapat dan telah dipraktikkan di berbagai negara.
Ada beberapa bahan menarik yang dapat didiskusikan dan digali bersama untuk
melihat upaya yang dapat kita lakukan untuk memberantas korupsi.
1. Upaya Pencegahan Korupsi
Berikut akan dipaparkan berbagai upaya atau strategi yang dilakukan untuk
memberantas korupsi yang dikembangkan oleh United Nations yang
dinamakan the Global Program Against Corruption dan dibuat dalam bentuk
United Nations Anti-Corruption Toolkit (UNODC : 2004).
a) Pembentukan Lembaga Anti-Korupsi
Salah satu cara untuk memberantas korupsi adalah dengan membentuk
lembaga yang independen yang khusus menangani korupsi. Sebagai contoh
di beberapa negara didirikan lembaga yang dinamakan Ombudsman. Peran
lembaga ombudsman yang kemudian berkembang pula di negara lain
antara lain menyediakan sarana bagi masyarakat yang hendak
mengkomplain apa yang dilakukan oleh Lembaga Pemerintah dan
pegawainya. Selain itu lembaga ini juga memberikan edukasi pada
pemerintah dan masyarakat serta mengembangkan standar perilaku serta
code of conduct bagi lembaga pemerintah maupun lembaga hukum yang
membutuhkan. Salah satu peran dari ombudsman adalah mengembangkan
kepedulian serta pengetahuan masyarakat mengenai hak mereka untuk
mendapat perlakuan yang baik, jujur dan efisien dari pegawai pemerintah
(UNODC: 2004).
Reformasi birokrasi dan reformasi pelayanan publik adalah salah satu cara
untuk mencegah korupsi. Semakin banyak meja yang harus dilewati untuk
mengurus suatu hal, semakin banyak pula kemungkinan untuk terjadinya
korupsi. Salah satu cara untuk menghindari praktik suap menyuap dalam
rangka pelayanan publik adalah dengan mengumumkan secara resmi biaya
yang harus dikeluarkan oleh seseorang untuk mengurus suatu hal seperti
mengurus paspor, mengurus SIM, mengurus ijin usaha atau Ijin Mendirikan
Bangunan (IMB) dsb. Salah satu hal yang juga cukup krusial untuk
mengurangi risiko korupsi adalah dengan memperbaiki dan memantau
kinerja Pemerintah Daerah. Sebelum Otonomi Daerah diberlakukan,
umumnya semua kebijakan diambil oleh Pemerintah Pusat. Dengan
demikian korupsi besar-besaran umumnya terjadi di Ibukota negara atau di
Jakarta. Dengan otonomi yang diberikan kepada Pemerintah Daerah,
kantong korupsi tidak terpusat hanya di ibukota negara saja tetapi
berkembang di berbagai daerah. Untuk itu kinerja dari aparat pemerintahan
di daerah juga perlu diperbaiki dan dipantau atau diawasi terbukti melakukan
korupsi
Spanduk dan poster yang berisi ajakan untuk menolak segala bentuk
korupsi ‘harus’ dipasang di kantor-kantor pemerintahan sebagai media
kampanye tentang bahaya korupsi bahkan memasukkan materi budaya anti
korupsi menajdi bagian dari pembelajaran pada pelatihan bagi aparatur sipil
negara. Salah satu cara untuk ikut memberdayakan masyarakat dalam
mencegah dan memberantas korupsi adalah dengan menyediakan sarana
bagi masyarakat untuk melaporkan kasus korupsi.
221 | P a g e
Sebuah mekanisme harus dikembangkan dimana masyarakat dapat dengan
mudah dan bertanggungjawab melaporkan kasus korupsi yang diketahuinya.
Mekanisme tersebut harus dipermudah atau disederhanakan misalnya via
telepon, surat atau telex. Di beberapa Negara, pasal mengenai ‘fitnah’ dan
“pencemaran nama baik” tidak dapat diberlakukan untuk mereka yang
melaporkan kasus korupsi dengan pemikiran bahwa bahaya korupsi
dianggap lebih besar dari pada kepentingan individu. Pers yang bebas
adalah salah satu pilar dari demokrasi. Semakin banyak informasi yang
diterima oleh masyarakat, semakin paham mereka akan bahaya korupsi.
Media memiliki fungsi yang efektif untuk melakukan pengawasan atas
perilaku pejabat publik.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau NGOs baik tingat lokal atau
internasional juga memiliki peranan penting untuk mencegah dan
memberantas korupsi. Mereka adalah bagian dari masyarakat sipil (civil
society) yang keberadaannya tidak dapat diremehkan begitu saja. Sejak era
reformasi, LSM baru yang bergerak di bidang Anti-Korupsi banyak
bermunculan. Sama seperti pers yang bebas, LSM memiliki fungsi untuk
melakukan pengawasan atas perilaku pejabat publik.
Nilai-nilai anti korupsi itu perlu diterapkan oleh setiap individu untuk dapat
mengatasi faktor eksternal agar korupsi tidak terjadi. Untuk mencegah
terjadinya faktor eksternal, selain memiliki nilai-nilai anti korupsi, setiap
individu perlu memahami dengan mendalam prinsip-prinsip anti korupsi yaitu
akuntabilitas, transparansi, kewajaran, kebijakan, dan kontrol kebijakan
dalam suatu organisasi/ institusi/ masyarakat. Oleh karena itu hubungan
antara prinsip-prinsip dan nilai-nilai anti korupsi merupakan satu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan.
222 | P a g e
2. Upaya Pemberantasan Korupsi
Tidak ada jawaban yang tunggal dan sederhana untuk menjawab mengapa
korupsi timbul dan berkembang demikian masif di suatu negara. Ada yang
menyatakan bahwa korupsi ibarat penyakit ‘kanker ganas’ yang sifatnya tidak
hanya kronis tapi juga akut. Ia menggerogoti perekonomian sebuah negara
secara perlahan, namun pasti. Penyakit ini menempel pada semua aspek
bidang kehidupan masyarakat sehingga sangat sulit untuk diberantas. Perlu
dipahami bahwa dimanapun dan sampai pada tingkatan tertentu, korupsi
memang akan selalu ada dalam suatu negara atau masyarakat.
Dalam pemberantasan korupsi sangat penting untuk menghubungkan strategi
atau upaya pemberantasan korupsi dengan melihat karakteristik dari berbagai
pihak yang terlibat serta lingkungan di mana mereka bekerja atau beroperasi.
Tidak ada jawaban, konsep atau program tunggal untuk setiap negara atau
organisasi.
b. Perbaikan Sistem
Memperbaiki peraturan perundangan yang berlaku, untuk mengantisipasi
perkembangan korupsi dan menutup celah hukum atau pasal-pasal karet
yang sering digunakan koruptor melepaskan diri dari jerat hukum.
Memperbaiki cara kerja pemerintahan (birokrasi) menjadi simpel dan
efisien. Menciptakan lingkungan kerja yang anti korupsi. Reformasi
birokrasi.
Memisahkan secara tegas kepemilikan negara dan kepemilikan pribadi,
memberikan aturan yang jelas tentang penggunaan fasilitas negara untuk
kepentingan umum dan penggunaannya untuk kepentingan pribadi.
Menegakkan etika profesi dan tata tertib lembaga dengan pemberian
sanksi secara tegas.
Penerapan prinsip-prinsip Good Governance.
Mengoptimalkan pemanfaatan teknologi, memperkecil terjadinya human
error.
Pokok Bahasan 4
225 | P a g e
Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau
kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang
tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.(Pasal 1
angka 24 KUHAP)
Sedangkan yang dimaksud dengan pengaduan adalah:
Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang
berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut
hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang
merugikannya.(Pasal 1 angka 25 KUHAP)
1. Laporan
Dari pengertian diatas, laporan merupakan suatu bentuk pemberitahuan
kepada pejabat yang berwenang bahwa telah ada atau sedang atau diduga
akan terjadinya sebuah peristiwa pidana/kejahatan. Artinya, peristiwa yang
dilaporkan belum tentu perbuatan pidana, sehingga dibutuhkan sebuah
tindakan penyelidikan oleh pejabat yang berwenang terlebih dahulu untuk
menentukan perbuatan tersebut merupakan tindak pidana atau bukan. Kita
sebagai orang yang melihat suatu tidak kejahatan memiliki kewajiban untuk
melaporkan tindakan tersebut.
Jika Anda ingin melaporkan suatu tindak pidana korupsi yang terjadi di
lingkungan kementerian Kesehatan, saat ini Kementerian Kesehatan melalui
Inspektorat Jenderal sudah mempunyai mekanisme pengaduan tindak pidana
korupsi.
Mekanisme Pelaporan :
a. Tim Dumasdu pada unit Eselon 1 setiap bulan menyampaikan laporan
penanganan pengaduan masyarakat dalam bentuk surat kepada Sekretariat
Tim Dumasdu. Laporan tersebut minimal memuat informasi tentang nomor
dan tanggal pengaduan, isi ringkas pengaduan, posisi penanganan dan
hasilnya penanganan.
b. Sekretariat Tim Dumasdu menyusun laporan triwulanan dan semesteran
untuk disampaikan kepada Menteri Kesehatan dan Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan pihak-pihak
terkait lainnya.
3. Pengaduan
Pengaduan yang dapat bersumber dari berbagai pihak dengan berbagai jenis
pengaduan, perlu diproses ke dalam suatu sistem yang memungkinkan adanya
penanganan dan solusi terbaik dan dapat memuaskan keinginan publik
terhadap akuntabilitas pemerintahan. Ruang lingkup materi dalam pengaduan
adalah adanya kepastian telah terjadi sebuah tindak pidana yang termasuk
dalam delik aduan, dimana tindakan seorang pengadu yang mengadukan
permasalahan pidana delik aduan harus segera ditindak lanjuti dengan sebuah
tindakan hukum berupa serangkaian tindakan penyidikan berdasarkan
peraturan perundang-undangan. Artinya dalam proses penerimaan pengaduan
dari masyarakat, seorang pejabat yang berwenang dalam hal ini internal di
Kementerian Kesehatan khususnya Inspektorat Jenderal, harus bisa
menentukan apakah sebuah peristiwa yang dilaporkan oleh seorang pengadu
merupakan sebuah tindak pidana delik aduan ataukah bukan.
6. Pencatatan Pengaduan
Pada dasarnya pengaduan disampaikan secara tertulis. Walaupun peraturan
yang ada menyebutkan bahwa pengaduan dapat dilakukan secara lisan, tetapi
untuk lebih meningkatkan efektifitas tindak lanjut atas suatu perkara, maka
pengaduan yang diterima masyarakat hanya berupa pengaduan tertulis.
228 | P a g e
Pencatatan pengaduan masyarakat oleh Tim Dumasdu dilakukan sebagai
berikut:
a. Pengaduan masyarakat (dumas) yang diterima oleh Tim Dumasdu pada
Unit Eselon I berasal dari organisasi masyarakat, partai politik, perorangan
atau penerusan pengaduan oleh Kementerian/Lembaga/Komisi Negara
dalam bentuk surat, fax, atau email, dicatat dalam agenda surat masuk
secara manual atau menggunakan aplikasi sesuai dengan prosedur
pengadministrasian/tata persuratan yang berlaku. Pengaduan yang
disampaikan secara lisan agar dituangkan ke dalam formulir yang
disediakan.
b. Pencatatan dumas tersebut sekurang-kurangnya memuat informasi tentang
nomor dan tanggal surat pengaduan, tanggal diterima, identitas pengadu,
identitas terlapor, dan inti pengaduan.
c. Pengaduan yang alamatnya jelas, segera dijawab secara tertulis dalam
waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak surat pengaduan
diterima, dengan tembusan disampaikan kepada Sekretariat Tim Dumasdu
pada Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan.
Pokok Bahasan 5
E. GRATIFIKASI
1. Pengertian Gratifikasi
Bagi sebagian orang mungkin sudah mengetahui apa yang dimaksud dengan
kata Gratifikasi. Tapi Saya lebih senang menafsirkan kata tersebut dengan
kata yang mendefinisikan sesuatu yang berarti “gratis di kasih”. Gratifikasi
menurut kamus hukum berasal dari Bahasa Belanda, “Gratificatie”, atau
Bahasa Inggrisnya “Gratification“ yang diartikan hadiah uang. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI,1998) Gratifikasi diartikan pemberian hadiah
uang kepada pegawai di luar gaji yang telah ditentukan.
Menurut UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Penjelasan Pasal 12 b ayat (1),
Gratifikasi adalah Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang,
barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan,
fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas
lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar
negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau
tanpa sarana elektronik.
Ada beberapa contoh penerimaan gratifikasi, diantaranya yakni:
Seorang pejabat negara menerima “uang terima kasih” dari pemenang
lelang;
Suami/ Istri/ anak pejabat memperoleh voucher belanja dan tiket tamasya
ke luar negeri dari mitra bisnis istrinya/ suaminya;
229 | P a g e
Seorang pejabat yang baru diangkat memperoleh mobil sebagai tanda
perkenalan dari pelaku usaha di wilayahnya;
Seorang petugas perijinan memperoleh uang “terima kasih” dari pemohon
ijin yang sudah dilayani.
Pemberian bantuan fasilitas kepada pejabat Eksekutif, Legislatif dan
Yudikatif tertentu, seperti: Bantuan Perjalanan + penginapan, Honor-
honor yang tinggi kepada pejabat-pejabat walaupun dituangkan dalam SK
yang resmi), Memberikan fasilitas Olah Raga (misal, Golf, dll);
Memberikan hadiah pada event-event tertentu (misal, bingkisan hari raya,
pernikahan, khitanan, dll).
2. Aspek Hukum
Aspek hukum gratifikasi meliputi tiga unsur yaitu: (1) dasar hukum, (2) subyek
hukum, (3) Obyek Hukum. Ada dua Dasar Hukum dalam gratifikasi yaitu:
a. Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 ; dan
b. Undang-undang No 20 Tahun 2001
Menurut undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 16: “setiap PNS atau
Penyelenggara Negara yang menerima gratifikasi wajib melaporkan kepada
KPK”
Undang-undang nomor 20 tahun 2001, menurut UU No 20 tahun 2001
tentang pemberantasan tindak korupsi pasal 12 C Ayat (1) tidak berlaku, jika
penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK. Ayat 2
penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 wajib dilakukan
230 | P a g e
oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 hari kerja terhitung sejak tanggal
gratifikasi tersebut diterima.
Subyek Hukum terdiri dari (1) Penyelenggara Negara, dan (2) Pegawai
Negeri
Penyelenggara negara meliputi pejabat negara pada lembaga tertinggi
negara, pejabata negara pada lembaga tinggi negara, menteri, gubernur,
hakim, pejabat lain yang memilikifungsi startegis dalam kaitannya dalam
penyelenggaraan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang
berlaku.
Pegawai Negeri Sipil meliputi pegawai negeri spil sebagaimana yang
dimaksud dalam undang-undang kepegawaian, pegawai negeri spil
sebagaimana yang dimaksud dalam kitab undang-undang hukum pidana,
orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah,
orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima
bantuan dari keuangan negara atau daerah; orang yang menerima gaji atau
upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas negara
atau rakyat
Obyek Hukum gratifikasi meliputi: (1) uang (2) barang dan (3) fasilitas
4. Contoh Gratifikasi
Contoh pemberian yang dapat digolongkan sebagai gratifikasi,antara lain:
Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih karena telah
dibantu;
Hadiah atau sumbangan dari rekanan yang diterima pejabat pada saat
perkawinan anaknya;
Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat/pegawai negeri atau
keluarganya untuk keperluan pribadi secara cuma-cuma;
Pemberian potongan harga khusus bagi pejabat/pegawai negeri untuk
pembelian barang atau jasa dari rekanan;
231 | P a g e
Pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekanan kepada
pejabat/pegawai negeri;
Pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi lainnya dari
rekanan;
Pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat/pegawai negeri pada
saat kunjungan kerja;
Pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat/pegawai negeri pada saat
hari raya keagamaan, oleh rekanan atau bawahannya.
Berdasarkan contoh diatas, maka pemberian yang dapat dikategorikan
sebagai gratifikasi adalah pemberian atau janji yang mempunyai kaitan
dengan hubungan kerja atau kedinasan dan/atau semata-mata karena
keterkaitan dengan jabatan atau kedudukan pejabat/pegawai negeri dengan
si pemberi.
e. Sanksi Gratifikasi
Sanksi pidana yang menerima gratifikasi dapat dijatuhkan bagi pegawai negeri
atau penyelenggara negara yang :
1. menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah
atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang
berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang
memberi hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya;
2. menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah
atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan
kewajibannya;
3. menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut
diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya;
4. dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan
hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang
memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan
potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
5. pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong
pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau
kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara
yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal
diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
6. pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau
penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal
diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
7. pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang di
atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan
232 | P a g e
perundangundangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal
diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan
perundangundangan; atau
8. baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam
pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan
perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau
mengawasinya.
Pokok Bahasan 6
F. Kasus-Kasus Korupsi
Dari banyaknya proyek di Kemenkes, ada beberapa yang disorot aparat
penegak hukum karena diduga sarat dengan praktik korupsi. Mulai dari kasus
korupsi pengadaan alat kesehatan untuk penanggulangan flu burung tahun
kemudian bertambah dengan kasus pengadaan alat kesehatan untuk pusat
penanggulangan krisis di Kementerian Kesehatan, kasus pengadaan alat
rontgen portable dan kasus pengadaan alat bantu belajar mengajar pendidikan
dokter. Mengapa hal tersebut terjadi adalah akibat kesalahan prosedur dalam
pengadaan barang dengan menggunakan metoda penunjukkan langsung yang
tidak sesuai dengan ketentuan.
Kasus lainnya yang juga terjadi di lingkungan Kementerian Kesehatan
khususnya tahun 2010 ke bawah adalah kasus perjalanann dinas (perjadin).
Banyak kecurangan yang dilakukan pada kegiatan perjadin, pengurangan
jumlah hari, ketidaksesuaian antara pertanggungjawaban perjadin dengan riil
yang dikeluarkan, hingga perjadin fiktif. Kegiatan lainnya yang juga menjadi
perhatian adalah paket meeting dan pelatihan berupa pengurangan jumlah hari,
pengurangan jumlah orang, volume pertemuan. Hal lainnya yang juga sangat
penting adalah tidak sesuainya antara kegiatan yang diusulkan dengan rencana
program yang sudah disusun selama lima tahun.
Pada modul ini akan dibahas secara detail tentang kasus pengadaan barang
dan jasa yang merupakan kasus terbanyak. Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ)
pemerintahan merupakan salah satu sektor yang rentan penyimpangan. Kasus
yang ditangani KPK, 60 persen sampai 70 persennya terkait dengan pengadaan
barang dan jasa. Jadi, pengadaan barang dan jasa memang rawan terjadinya
korupsi. Salah satunya dalam bentuk tindak pidana korupsi, kolusi dan
nepotisme. Salah satu faktor penyebab memungkinkan terjadinya
penyimpangan, masih lemahnya sistem pengawasan yang dilakukan terhadap
keseluruhan tahap dan proses PBJ tersebut, sehingga menimbulkan kerugian
negara yang sangat besar.
Upaya pembenahan sistem PBJ sudah dilakukan dimulai dari aspek
normatif/regulasi maupun teknis. Namun tentu saja perbaikan sistem tersebut
tidak dibarengi dengan perbaikan pada aspek pengawasan. Ini tentu saja
233 | P a g e
menjadi kerugian bagi masyarakat sebagai penerima hasil proses PBJ. Sistem
pengawasan yang ada, baik di tingkat pusat (Lembaga Kebijakan Pengadaan
Barang dan Jasa Pemerintah/LKPBJP), maupun yang ada diinternal pemerintah
belum sepenuhnya berfungsi dengan baik. Sehingga sangat dimungkinkan
terjadinya penyimpangan. Sistem pengadaan barang dan jasa yang saat ini
berlaku di Indonesia, masih memiliki kelemahan dan belum secara efektif
mampu mencegah terjadinya korupsi. Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana diatur dalam Kepres maupun Perpres,
masih memungkinkan Panitia Pengadaan dan Penyedia Barang/Jasa untuk
melakukan korupsi di setiap tahapannya. Kelemahan tersebut terbukti dengan
begitu besarnya kasus korupsi yang terkait dengan pengadaan barang dan jasa
pemerintah yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam
laporan tahunan KPK hingga tahun 2012, kasus korupsi di sektor PBJ menjadi
kasus terbesar yang ditangani KPK tidak hanya di Kemenkes saja namun di
beberapa kementerian dan di daerah.
Beberapa hal yang sering terjadi di antaranya:
1. Kegiatan pengadaan sering tidak tepat sasaran
2. Kemahalan harga versus kewajaran harga
3. Kekurangan kuantitas (volume kegiatan) program versus volume kegiatan
fisik
4. Kekurangan kuali
I. REFERENSI
234 | P a g e
MODUL PENUNJANG 3
RENCANA TINDAK LANJUT
I. DESKRIPSI SINGKAT
Secara makro bahwa proses pembelajaran dikelas adalah langkah awal dalam
memperoleh kompetensi pengetahuan, sikap & perilaku dan psikomotor terkait
dengan substansi materi diklat, kemudian langkah berikutnya upaya
menerapkan kompetensi tersebut ditempat kerja peserta latih. Seluruh
kompetensi yang diperoleh dalam dalam kelas, akan mubazir jika tidak
diimplementasikan di tempat kerja. Segera setelah peserta latih tiba di instansi
asal, mereka dibebani tugas dan tanggungjawab yang tertunda selama
meninggalkan pelatihan, lalu kemudian, mereka sibuk mengerjakan tugas
tersebut. Sementara berkas–berkas pelatihan mungkin saja terabaikan dan bisa
jadi terlupakan.
Untuk mengantisipasi kemunginan terjadinya masalah tersebut, rencana tindak
lanjut (RTL) perlu disiapkan sebagai salah satu materi pelatihan penunjang
sehingga mempunyai dampak positif bagi peningkatan metode kerja dan ethos
kerja mantan peserta latih untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi.
Selanjutnya dampak ini diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan
ditanah air kita.
RTL berupa rumusan (item–item) rencana kegiatan terkait pelatihan harus
dirancang diakhir pembelajaran, sehingga peserta latih masih menyadari masih
ada tugas tambahan yang harus dikerjakan setelah bertugas kembali ditempat
kerjanya.
Rencana kegiatn paska pelatihan harus dirumuskan secara seksana, dengan
mempertimbangkan kesiapan sarana prasarana, SDM dan biaya ditempat tugas
serta metode pendekatan yang perlu ditempuh agar rumusan RTL dapat
direalisir sebagamana mestinya.
Masing-masing jenis kegitan dalam RTL dijabarkan kedalam variable tujuan,
sasaran, cara melaksanakan, tempat dan waktu, pelaksana, sumber biaya dan
indokator keberhasilan sehingga terlihat suatu perencanaan yang selektif,
perioritas dan realistis.
235 | P a g e
B. Tujuan pembelajaran khusus
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu :
1. Menjelaskan konsep RTL
2. Menjelaskan langkah-langkah penyusunan RTL
3. Menyusun RTL
V. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 2 jp (1 jp teori, 1 jp
praktik) @45 menit untuk memudahkan proses pembelajaran, dilakukan
langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut.
A. Sesi 1 Pengkondisian
Langkah proses pembelajaran
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Fasilitator
memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat
bekerja, materi yang akan disampaikan dan waktu yang disediakan untuk
menyampaikan materi ini.
2. Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan
disampaikan dengan menggunakan bahan tayang.
3. Melakukan apersepsi tentang materi yang akan dibahas dengan metoda
curah pendapat atau meminta beberapa peserta untuk menjawab
236 | P a g e
C. Sesi 3 Pembahasan Pokok Bahasan 2 Langkah-langkah penyusunan RTL
Langkah Proses Pembelajaran sebagai berikut
Fasilitator menjelaskan tentang langkah-langkah penyusunan RTL dengan
metode ceramah, tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi
serta berinteraksi dalam proses pembelajaran.
D. Sesi 4 Pembahasan Pokok Bahasan 3: Penyusunan RTL
Langkah Proses Pembelajaran sebagai berikut:
Fasilitator menjelaskan tentang penyusunan RTL dengan metode ceramah,
tanya jawab, latihan dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta
berinteraksi dalam proses pembelajaran.
E. Sesi 5 Kesimpulan dan Penutup
Langkah Proses Pembelajaran sebagai berikut:
Fasilitator merangkum atau melakukan pembulatan tentang pembahasan
materi ini dengan mengajak seluruh peserta untuk melakukan refleksi/umpan
balik. Dilanjutkan dengan memberikan apresiasi atas keterlibatan aktif seluruh
peserta.
B. Pengertian
Rencana tindak lanjut (RTL) merupakan suatu dokumen yang menjelaskan
tentang kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan, setibanya peserta di wilayah
kerja masing masing dengan memperhitungkan hal-hal yang telah ditetapkan
berdasarkan potensi dan sumber daya yang ada. RTL merupakan sebuah
rencana kerja yang dibuat secara individual oleh peserta diklat yang berisi
tentang rencana kerja yang menjadi tugas dan wewenangnya. Rencana ini
dibuat setelah peserta pelatihan mengikuti seluruh mata diklat yang telah
diberikan.
237 | P a g e
C. Ruang Lingkup
Penyusunan Rencana Tindak Lanjut ini dimaksudkan untuk mengaplikasikan
teoriteori yang telah diberikan dalam pelatihan ini dengan pengalaman
peserta latih. Perpaduan antara teori dan pengalaman ini merupakan salah
satu metode untuk lebih meningkatkan tingkat pemahaman peserta diklat
akan teori-teori yang telah diberikan selama pelatihan, sehingga tujuan
pembelajaran khusus akan tercapai secara maksimal.
Rencana tindak lanjut sangat diperlukan bagi Peserta pelatihan, Widyaiswara
dan penyelenggara Diklat. Hal ini disebabkan Rencana Tindak Lanjut
merupakan sebuah rencana kerja yang dibuat oleh individual yang berisi
tentang rencana unit organisasi diklat yang menjadi tugas dan wewenangnya.
Didalam membuat rencana tindak lanjut perlu mengacu pada
struktur/sistematika rencana tindak lanjut tertentu seperti yang telah
disepakati dalam proses pembelajaran.
Oleh karena itu RTL memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Sederhana dan spesifik
Sederhana artinya setiap rencana kegiatan yang dicantumkan dalam RTL
hendaknya mudah dilaksanakan, yakni metodenya sederhana, dibuat
mudah dilakukan dan tidak mewah (biaya pengadaan atau pelaksanaan
kegitannya tidak mahal) sehingga penerapannya tidak menimbulkan
kesulitan bagi pelaksana atau tidak menimbulkan kecemburuan dari
lingkungan sendiri atau masyarakat.
Spesifik artinya rencana kegiatannya tidak mengambang, tapi bersifat
khusus. Kegiatan spesifik merupakan bagian dari rangkaian kegiatan
pokok, misalnya pada diagnosis penyakit sebagai kegiatan pokoknya,
maka kegiatan spesifiknya kegiatan seperti anamnese, pemeriksaan klinis,
konfirmasi laboratorium dan lain-lain.
b. Measurable
Measurable artinya rencana kegiatan dapat diukur dan mempunyai satuan
ukuran seperti satuan jumlah, satuan waktu serta memiliki indikator proses
seperti trend yang menurun/meningkat yang dinyatakan dalam bentuk %,
rate & ratio.
Misalnya sosialisasi kegiatan asuhan mandiri kesehatan tradisional
ditempat kerja dilakukan terhadap seluruh atau 5 orang petugas
puskesmas.
c. Achievable
Kegiatan memiliki ciri achievable, jika kegiatan tersebut dilaksanakan,
maka tujuan kegiatan akan dapat dicapai. Misalnya sosialisasi kegiatan
asuhan mandiri dengan kesehatan tradisional ramuan dan akupresur
ditempat kerja bertujuan agar setiap tenaga di puskesmas juga memiliki
kompetensi yang sejenis yaitu mampu melakukan asuhan mandiri
kesehatan tradisional dan mereka diharapkan juga mampu melakukan
238 | P a g e
sosialisasi kepada kader, menggantikan petugas yang dilatih apabila yang
bersangkutan berhalangan.
d. Relevant
Relevant artinya rencana kegiatan berhubungan langsung dengan
kompetensi pelatihan serta tugas pokok dan fungsi mantan peserta latih
ditempat kerja.
Sosialisasi kegiatan asuhan mandiri kesehatan tradisional ditempat kerja
adalah kompetensi diklat mantan peserta latih yang diharapkan diterapkan
ditempat kerja dalam kaitannya dengan pelaksanaan tugas pokok dan
fungsi.
e. Timely
Timely artinya setiap rencana kegiatan yang dicantumkan dalam RTL tepat
waktunya dilakukan dan dapat dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu.
240 | P a g e
E. Penyusunan RTL
Cara penyusunan RTL
Sebagaimana telah dikemukakan dalam pokok bahasan “pengertian RTL“
yakni terdapat 2 jenis RTL, pertama RTL pada saat Pelatihan dan yang
kedua RTL resmi paska pelatihan.
Perumusan RTL pada saat Pelatihan.
Perumusan RTL pada saat pelatihan dilakukan pada sesi terakhir didalam
kelas dipandu oleh fasilitator. RTL dirumuskan dengan cara berdiskusi
(kelompok dibagi menurut instansi sejenis atau perpropinsi). RTL dirumuskan
menurut format standar sebagai berikut:
241 | P a g e
- Pengadaan sarana dan prasarana fisik penunjang rencana
kegiatan seperti ruangan khusus, perangkat keras (komputer dan
asesorisnya) serta perangkat lunak yang diperlukan.
- Pelaksanaan pelatihan sejenis atau pelatihan teknis terkait
transfer of competency.
- Evaluasi penerapan kompetensi mantan peserta latih .
f) Usulkan rencana kegiatan terpilih dalam diskusi kelompok
Rumusan rencana kegiatan yang dihasilkan akan banyak dalam suatu
diskusi kelompok, karena kreasi kegiatan yang muncul dalam diskusi
dilatar belakangi kondisi dan situasi yang berbeda, seperti komitmen
pimpinan instansi serta kesiapan daya dukung tenaga dan sarana &
prasarana yang tersedia.
2. Cara penetapan tujuan kegiatan,
Tujuan yang baik adalah tujuan yang dapat dicapai dan dalam waktu
tertentu. Kondisi atau keadaan yang ingin dicapai dari setiap kegiatan
yang direncanakan dikaitkan dengan harapan setelah kegiatan tersebut
dilaksanakan. Biasanya keinginan yang ingin dicapai dalam suatu
kegiatan cukup dinyatakan dalam capaian indikator proses. Misalnya
tujuan pelaksanaan pelatihan sejenis (kompetensi mantan peserta latih),
bertujuan seluruh agar petugas puskesmas terampil memberikan ramuan
dan memanfaatklan TOGA.
3. Cara penetapan sasaran kegiatan,
Sasaran kegiatan adalah seseorang atau kelompok tertentu yang menjadi
objek kegiatan yang direncanakan dan dinyatakan dalam satuan jumlah
orang.
4. Cara penetapan metode/cara pelaksanaan kegiatan,
Metode/cara pelaksanaan kegiatan adalah bagaimana kegiatan tersebut
dilaksanakan. Misalnya Jika jenis kegiatan sosialisasi, maka cara
pelaksanaannya dengan pertemuan/tatap muka. Pada kegiatan
pengadaan sarana dan prasarana, maka cara pelaksanaannya dengan
penunjukan langsung atau pelelangan barang/jasa oleh panita dan
seterusnya.
5. Cara penetapan tim pelaksana,
Penetapan tim pelaksana dengan dilakukan menginventarisir kalangan
struktural dan staf terkait jenis kegiatan yang direncanakan. Keikutsertaan
dalam tim pelaksana ini sangat sensitif karena berhubungan dengan
kesejahteraan dan keadilan, Dengan demikian pemilihan tim pelaksana
sebaiknya dikonsultasikan dengan atasan dan pimpinan institusi. Hal
penting yang perlu diperhatikan mengajukan tim pelaksana ini adalah
kemampuan, dedikasi dan kerjasama.
242 | P a g e
6. Cara penetapan tempat,
Prinsif efektifitas dalam arti tempat yang dipilih memiliki daya dukung
yang optimal dalam penyelenggaraan kegiatan, serta efisien dan hemat
sesuai dengan alokasi biaya agar tidak menimbulkan keresahan.
7. Cara penetapan waktu pelaksanaan,
Tetapkan waktu yang memastikan bahwa seluruh pejabat dan staf yang
terlibat, hadir dan berkontribusi maksimal dalam penyelenggaraan
kegiatan. Untuk itu perlu penjajakan dan konfirmasi sebelumnya.
Penetapan waktu yang baik adalah dengan dilengkapi dengan tanggal
pelaksanaan yang fit, dan diinformasikan selumnya, sehingga
memastikan tim pelaksana dapat bertugas sebagaimana mestinya.
8. Cara perkiraan alokasi biaya,
Rancangan biaya harus logis dan realitis, sesuai item-item kegiatan yang
dibutuhkan. pos–pos pengeluaran mengacu pada daftar harga yang
ditetapkan fihak yang berwenang.
Rumusan kegiatan ad.a sampai dengan ad.h diusulkan dalam diskusi
kelompok, untuk dimasukkan dalam format standar. RTL bentuk format
standar ini dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam menyusun RTL
resmi pasca pelatihan secara individual.
VII. REFERENSI
VIII. LAMPIRAN
Panduan latihan
244 | P a g e
PANDUAN LATIHAN RTL
245 | P a g e