You are on page 1of 245

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Undang-Undang Kesehatan RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang


Kesehatan pada pasal 47 menyebutkan bahwa upaya kesehatan
diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu,
menyeluruh, dan berkesinambungan. Selanjutnya, dalam Pasal 48 ayat (1)
menyatakan bahwa penyelenggaraan upaya kesehatan, salah satunya
dilaksanakan melalui kegiatan pelayanan kesehatan tradisional. Selanjutnya
pada Pasal 59 ayat (1) menyebutkan bahwa berdasarkan cara pengobatannya,
pelayanan kesehatan tradisional terbagi menjadi pelayanan kesehatan
tradisional yang menggunakan ramuan dan keterampilan.
Pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan ramuan salah
satunya adalah jamu, yang diperoleh melalui pemanfaatan Taman Obat
Keluarga (TOGA); sedangkan pelayanan kesehatan tradisional keterampilan
dapat dilakukan dengan menggunakan teknik manual, alat/teknologi, dan terapi
olah pikir. Pengembangan pelayanan kesehatan tradisional di puskesmas
ditekankan pada upaya promotif dan preventif yang dilaksanakan melalui upaya
pemberdayaan masyarakat dalam kemampuannya melakukan asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan akupresur.
Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019
telah menetapkan indikator pencapaian target penyelenggaraan pelayanan
kesehatan tradisional. Adapun target yang ditetapkan yaitu 75% dari jumlah
puskesmas yang ada pada tahun 2019 telah mengembangkan pelayanan
kesehatan tradisional. Salah satu pencapaian indikator tersebut diukur
berdasarkan kemampuan puskesmas menggerakkan masyarakat untuk
melaksanakan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur. Hal
tersebut selaras dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2014
pada Pasal 70, dimana masyarakat diarahkan agar dapat melakukan
perawatan kesehatan secara mandiri (asuhan mandiri) yang dilaksanakan
melalui pemanfaatan taman obat keluarga dan keterampilan. Asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan akupresur merupakan upaya untuk memelihara dan
meningkatkan status kesehatan serta mencegah dan mengatasi
masalah/gangguan kesehatan ringan secara mandiri oleh individu, keluarga,
kelompok, masyarakat dengan memanfaatkan TOGA dan akupresur.
Untuk dapat mengembangkan kemampuan masyarakat melaksanakan
asuhan mandiri kesehatan tradisional, perlu adanya tenaga kesehatan
puskesmas yang sudah dilatih sebagai fasilitator puskesmas asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan Akupresur melalui pelatihan asuhan mandiri

1|P a g e
pemanfaatan TOGA dan akupresur bagi fasilitator puskesmas. Fasilitator
puskesmas tersebut akan memfasilitasi kader dalam melakukan orientasi
asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur, yang selanjutnya kader
kesehatan akan berperan sebagai koordinator sekaligus pembina kelompok
keluarga binaan asuhan mandiri kesehatan tradisional di masyarakat. Melalui
orientasi asuhan mandiri dan pembinaan yang berkesinambungan, diharapkan
anggota kelompok keluarga binaan akan mempunyai pengetahuan dan
keterampilan dalam memanfaatkan TOGA dan Akupresur untuk asuhan mandiri
kesehatan tradisional di keluarganya.
Sebagai acuan dalam melaksanakan pelatihan asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan akupresur bagi fasilitator puskesmas, menggunakan
kurikulum modul yang disusun bersama dan diakreditasi oleh Pusat Pelatihan
SDM Kesehatan.

B. FILOSOFI PELATIHAN
Pelatihan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur bagi fasilitator
puskesmas ini diselenggarakan dengan memperhatikan :

1. Prinsip Andragogi, yaitu bahwa selama pelatihan peserta berhak untuk :


a. Didengarkan dan dihargai pengalamannya.
b. Dipertimbangkan setiap ide, dan pendapat sejauh berada di dalam
konteks pelatihan.
c. Tidak dipermalukan, dilecehkan ataupun diabaikan.
2. Berorientasi kepada peserta, dimana peserta berhak untuk :
a. Mendapatkan 1 paket bahan belajar asuhan mandiri pemanfaatan TOGA
dan akupresur bagi fasilitator puskesmas.
b. Mendapatkan pelatih profesional yang dapat memfasilitasi dengan
berbagai metode, melakukan umpan balik, dan menguasai materi
asuhan mandiri kesehatan tradisional.
c. Belajar sesuai dengan gaya belajar yang dimiliki, baik secara visual,
auditorial maupun kinestetik (gerak).
d. Belajar dengan modal pengetahuan yang dimiliki masing-masing tentang
asuhan mandiri kesehatan tradisional.
e. Melakukan refleksi dan memberikan umpan balik secara terbuka.
f. Melakukan evaluasi (bagi penyelenggara maupun fasilitator) dan
dievaluasi tingkat pemahaman dan kemampuannya tentang asuhan
mandiri kesehatan tradisional.
3. Learning by doing yang memungkinkan peserta untuk :
a. Berkesempatan melakukan percobaan berbagai kasus (gangguan
kesehatan) dengan menggunakan metode pembelajaran antara lain
demonstrasi/peragaan, studi kasus dan praktik baik secara individu
maupun kelompok.

2|P a g e
b. Melakukan pengulangan ataupun perbaikan yang dirasa perlu.
4. Berbasis keterampilan, yang memungkinkan peserta untuk :
a. Mengembangkan keterampilan peserta secara bertahap dalam
memperoleh kompetensi yang diharapkan dalam asuhan mandiri
kesehatan tradisional.
b. Memperoleh sertifikat setelah dinyatakan mencapai kompetensi yang
diharapkan pada akhir pelatihan dengan 1 (satu) angka kredit.

3|P a g e
BAB II

PERAN, FUNGSI, DAN KOMPETENSI

A. PERAN
Setelah mengikuti pelatihan peserta berperan sebagai fasilitator puskesmas
asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur.

B. FUNGSI
Dalam melaksanakan perannya, peserta memiliki fungsi:
1. Melakukan pemanfaatan TOGA
2. Melakukan pemanfaatan akupresur
3. Melakukan komunikasi, advokasi dan fasilitasi asuhan mandiri pemanfaatan
TOGA dan akupresur
4. Melakukan pemberdayaan masyarakat dan kemitraan dalam asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan akupresur

C. Kompetensi
Untuk menjalankan fungsinya peserta memiliki kompetensi dalam:
1. Melakukan pemanfaatan TOGA
2. Melakukan pemanfaatan akupresur
3. Melakukan komunikasi, advokasi dan fasilitasi asuhan mandiri pemanfaatan
TOGA dan akupresur
4. Melakukan pemberdayaan masyarakat dan kemitraan dalam asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan akupresur

4|P a g e
BAB III

TUJUAN PELATIHAN

A. TUJUAN UMUM
Setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu melakukan fasilitasi asuhan
mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur di puskesmas.

B. TUJUAN KHUSUS
Setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu:
1. Melakukan pemanfaatan TOGA
2. Melakukan pemanfaatan akupresur
3. Melakukan komunikasi, advokasi dan fasilitasi asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan akupresur
4. Melakukan pemberdayaan masyarakat dan kemitraan dalam asuhan
mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur

5|P a g e
BAB IV

STRUKTUR PROGRAM

Struktur rancangan program disusun untuk membantu peserta latih mencapai


tujuan pembelajaran dan kompetensi yang dilatihkan, dengan paparan materi
terinci seperti pada tabel di bawah ini:

Alokasi Waktu (Jp)


No Materi
T P PL Total

MATERI DASAR

1 Kebijakan Program Pelayanan Kesehatan Tradisional 2 - - 2

2 Kebijakan Teknis Tentang Asuhan Mandiri 2 - - 2

Sub Total 4 - - 4

MATERI INTI

1 Pemanfaatan TOGA 3 7 - 10

2 Pemanfaatan Akupresur 4 7 - 11

3 Komunikasi, Advokasi dan Fasilitasi Asuhan Mandiri 2 3 3 8


Pemanfaatan TOGA dan Akupresur

4 Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan dalam


2 3 3 8
Asuhan Mandiri Pemanfaatan TOGA dan Akupresur

Sub Total 11 20 6 37

MATERI PENUNJANG

1 Building Learning Commitment (BLC) - 3 - 3

2 Anti Korupsi 3 - - 3

3 Rencana Tindak Lanjut Fasilitasi Asuhan Mandiri 1 1 - 2

Sub Total 4 4 - 8

TOTAL 19 24 6 49

Keterangan:
 1 Jp = 45 menit; T=Penyampaian teori; P Penugasan di kelas; PL =Praktik
lapangan

6|P a g e
BAB V
GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP)

Nomor: MD.1
Materi :Kebijakan Program Pelayanan KesehatanTradisional
Waktu : 2 JP (T=2; P=0; PL=0)
Tujuan Pembelajaran Umum (TPU): Setelah mengikuti materi ini peserta mampu memahami kebijakan program pelayanan kesehatan
tradisional

Tujuan Pembelajaran Pokok Bahasan dan Metode Media dan Referensi


Khusus (TPK) Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
Setelah selesai mengikuti materi
ini peserta menjelaskan:
1. Penyelenggaran Pelayanan 1. Penyelenggaraan Pelayanan  Tugas  Modul  UU No. 36 Tahun 2009
Kesehatan Tradisional Kesehatan Tradisional baca  Bahan Tentang Kesehatan
a. Kebijakan pelayanan modul tayangan  UU No 36 Tahun 2014
kesehatan tradisional sesuai  Curah (Slide power tentang Tenaga
dengan UU No. 36 Tahun pendapat point) Kesehatan
2009  Ceramah  Komputer  PP No. 103 Tahun 2014
b. Peraturan Pemerintah (PP) tanya  LCD tentang Pelayanan
no.103 tahun 2014 tentang jawab Projector Kesehatan Tradisioal
Pelayanan Kesehatan (CTJ)  Sound  Kepmenkes No.
Tradisional System HK.02.02/MENKES/52/201
c. Renstra Kementerian  Flip chart 5 tentang Renstra
Kesehatan Tahun 2015-2019  Spidol (ATK) Kementerian Kesehatan
Tahun 2015-2019

7|P a g e
2. Klasifikasi Jenis Pelayanan 2. Klasifikasi Jenis Pelayanan
Kesehatan Tradisional Kesehatan Tradisional sesuai PP
No.103 tahun 2014 :
a. Pelayanan kesehatan
tradisional empiris
b. Pelayanan kesehatan
tradisional komplementer
c. Pelayanan kesehatan
tradisional integrasi

3. Registrasi Perijinan 3. Registrasi dan Perijinan


a. Penyehat Tradisional (Hattra)
b. Tenaga Kesehatan

8|P a g e
Nomor: MD.2
Materi : Kebijakan Teknis Tentang Asuhan Mandiri
Waktu : 2 JPL (T= 2 JPL; P=0JPL; PL=0 JPL)
Tujuan Pembelajaran Umum (TPU): Setelah mengikuti materi ini peserta mampu memahami kebijakan teknis tentang asuhan mandiri

Tujuan Pembelajaran Pokok Bahasan dan Metode Media dan Referensi


Khusus (TPK) Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
Setelah mengikuti materi ini peserta
mampu :  Tugas  Modul  PP No. 103 Tahun 2014
1. Menjelaskan Konsep Asuhan 1. Konsep Asuhan Mandiri baca  Bahan tentang Pelayanan
Mandiri a. Tujuan modul tayang Kesehatan Tradisioal
b. Ruang lingkup  Curah (Slide,  PMK Nomor 9 Tahun
c. Pengertian pendapat Power 2016 tentang Upaya
 Ceramah point) Pengembangan
2. Menjelaskan Penatalaksanaan 2. Penatalaksanaan Asuhan Tanya  Komputer Kesehatan Tradisional
Asuhan Mandiri Mandiri jawab  LCD Melalui Asuhan Mandiri
a. Tingkat pusat  Kertas Flip Pemanfaatan Taman Obat
b. Tingkat provinsi chart, Keluarga dan
c. Tingkat kabupaten/kota  Karton Keterampilan
d. Tingkat kecamatan manila  Buku saku Pedoman
e. Tingkat desa/kelurahan berwarna Pemanfaatan TOGA dan
f. Tingkat kelompok asuhan  White Akupresur
mandiri board
 Spidol
3. Menjelaskan Pembinaan Asuhan 3. Pembinaan Asuhan Mandiri
(ATK)
Mandiri a. Pelaksana
b. Bentuk

9|P a g e
Nomor: MI.1
Materi : Pemanfaatan TOGA
Waktu : 10 Jp (T=3; P=7; PL=0)
Tujuan Pembelajaran Umum (TPU): Setelah mengikuti materi ini peserta mampu melakukan pemanfaatan TOGA

Tujuan Pembelajaran Pokok bahasan dan Metode Media dan Referensi


Khusus (TPK) Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
Setelah mengikuti materi ini peserta
mampu:
1. Menjelaskan Konsep Dasar 1. Konsep Dasar TOGA  Tugas baca  Modul  Pedoman
TOGA a. Pengertian TOGA modul  Bahan Pengelolaan TOGA
b. Fungsi TOGA  Ceramah tayangan  Permentan Nomor
c. Manfaat TOGA Tanya jawab (Slide 57/PERMENTAN/O
d. Sejarah Singkat (CTJ) power T.140/9/2012
Perkembangan TOGA  Pemutaran point) tentang Pedoman
e. Sasaran dan lokasi TOGA film (TPK 2-3)  Panduan Budidaya Tanaman
 Diskusi kasus latihan Obat yang Baik
2. Mengenal Tanaman Obat pada 2. Pengenalan Tanaman Obat (TPK 4)  Komputer  Permentan Nomor
TOGA pada TOGA  Latihan (TPK  Panduan 73/PERMENTAN/O
a. Jenis-jenis tanaman obat 4-5) demonstra T.140/7/2013
b. Pertelaan tanaman obat tentang Pedoman
 Demonstrasi si
c. Kandungan dari tanaman Panen, Pasca
(TPK 2)  LCD
obat Panen, dan
 Kertas Flip
Pengelolaan
chart
3. Melakukan Cara Budidaya dan 3. Budidaya dan Pengelolaan Bangsal Pasca
 Karton
Pengelolaan Pasca Panen Pasca Panen Primer Tanaman Panen Hortikultura
manila
Primer Tanaman Obat Obat yang Baik
berwarna
a. Lingkungan tempat tumbuh  Buku Saku
 White
b. Teknik budidaya dan pasca Pemanfaatan
board
panen (pengolahan primer) TOGA dan
tanaman obat.  Spidol Akupresur
10 | P a g e
4. Membuat ramuan untuk asuhan 4. Cara pembuatan ramuan untuk  Jenis-jenis
mandiri Asuhan Mandiri tanaman
a. Hygiene sanitasi  Jenis-jenis
b. Penyiapan bahan baku simplisia
(simplisia): takaran dan  Kompor
ukuran  Gas
c. Penyiapan alat Portable
d. Cara pembuatan  Pisau
e. Cara penyajian Stainless
f. Cara penyimpanan  Saringan
 Panci
5. Melakukan pemanfaatan TOGA 5. Pemanfaatan TOGA dalam Gerabah/
dalam Asuhan Mandiri Asuhan Mandiri Kaca/
a. Meningkatkan produksi ASI Stainless
b. Batuk pilek pada balita
 Gelas
c. Meningkatkan nafsu makan
Belimbing
d. Gatal pada biduran
 Baskom
e. Nyeri haid
f. Susah tidur dan stress  Sendok
g. Kram otot tungkai bawah/kaki  Talenan
h. Sakit kepala/pusing  Parutan
i. Peningkatan daya tahan  Ulekan
tubuh  Lumpang
j. Sakit pinggang  Pengaduk
k. Mual, muntah dan nyeri ulu  Air Bersih
hati  Pipisan
l. Sesak nafas/mengi  Kantong
m. Melancarkan BAB Plastik
n. Nyeri sendi Sampah
o. Pemulihan setelah sakit  Lap
 Celemek
11 | P a g e
Nomor: MI.2
Materi : Pemanfaatan Akupresur
Waktu : 11 Jp (T=4; P=7; PL=0)
Tujuan Pembelajaran Umum (TPU): Setelah mengikuti materi ini peserta mampu melakukan pemanfaatan Akupresur

Tujuan Pembelajaran Pokok Bahasan dan Metode Media dan Referensi


Khusus (TPK) Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
Setelah mengikuti materi ini  Tugas baca  Modul  Standar Akupunktur
peserta mampu : modul  Bahan WHO tahun 2008
 Ceramah dan tayangan  Buku Ilmu
1. Menjelaskan Konsep 1. Konsep pemanfaatan Akupresur untuk tanya jawab (Slide Akupunktur, KSMF
pemanfaatan akupresur Asuhan Mandiri (CTJ) power Akupunktur RSCM
untuk asuhan mandiri a. Sejarah perkembangan akupresur  Brainstor ming point)  Pedoman Praktis
b. Pengertian akupresur untuk asuhan  Latihan  Panduan Akupresur, Depkes
mandiri menentu kan demonstra RI 1998
c. Manfaat akupresur untuk asuhan titik-titik si  Pedoman Pembinaan
mandiri akupresur  Panduan Pengobat Tradisional
pada lembar simulasi Akupresur bagi
2. Melakukan akupresur untuk 2. Teknik akupresur untuk asuhan mandiri sketsa (TPK 2) Petugas Kesehatan
asuhan mandiri a. Pengenalan titik akupresur  Demonstrasi  www.all-about–
b. Indikasi dan Kontraindikasi (TPK 2) acupuncture.com
c. Teknik pemijatan dalam akupresur  Simulasi
(TPK 3)
3. Melakukan pemanfaatan 3. Pemanfaatan akupresur dalam asuhan
akupresur dalam asuhan mandiri
mandiri a. Meningkatkan produksi ASI
b. Batuk pilek pada balita
c. Meningkatkan nafsu makan
d. Gatal pada biduran
e. Nyeri haid
f. Susah tidur dan stress
12 | P a g e
g. Kram otot tungkai bawah/kaki
h. Sakit kepala/pusing
i. Peningkatan daya tahan tubuh
j. Sakit pinggang
k. Mual, muntah dan nyeri ulu hati
l. Sesak nafas/mengi
m. Melancarkan BAB
n. Nyeri sendi
o. Pemulihan setelah sakit

13 | P a g e
Nomor: MI.3
Materi : Komunikasi, Advokasi, dan Fasilitasi Asuhan Mandiri Pemanfaatan TOGA dan Akupresur
Waktu : 8 Jp (T=2; P=3; PL=3)
Tujuan Pembelajaran Umum (TPU): Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan komunikasi, advokasi dan fasilitasi
asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur

Tujuan Pembelajaran Pokok Bahasan dan Metode Media dan Referensi


Khusus (TPK) Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
Setelah mengikuti materi ini  Tugas baca  Modul  Buku Sisipan STBM:
peserta mampu: modul  Bahan Kurikulum dan Modul
1. Melakukan komunikasi 1. Komunikasi asuhan mandiri  Ceramah tayang Pelatihan Fasilitator
asuhan mandiri pemanfaatan pemanfaatan TOGA dan akupresur Tanya Jawab (slide ppt) Pemberdayaan
TOGA dan akupresur a. Pengertian  Bermain peran  LCD Masyarakat di Bidang
b. Tujuan  Praktik  Komputer/ Kesehatan, 2013
c. Model dan Proses lapangan laptop  DepKes RI, Dit.
d. Syarat para pihak dalam  Flipchart Penyehatan
membangun komunikasi  Spidol Lingkungan, Modul
e. Proses penyampaian pesan  Skenario Pelatihan Stop BABS,
dalam komunikasi Bermain 2008.
f. Kegagalan dalam berkomunikasi Peran.  DepKes RI, Pusat
g. Pemanfaatan kemampuan Promkes, Kebijakan
 Panduan
komunikasi efektif dalam Nasional Promosi
Penugasan
implementasi perubahan perilaku Kesehatan, 2004
 Panduan
praktik  DepKes RI, Pusat
2. Melakukan advokasi asuhan 2. Advokasi asuhan mandiri Promkes, Pedoman
lapangan
mandiri pemanfaatan TOGA pemanfaatan TOGA dan akupresur Pelaksanaan Promosi
dan akupresur a. Pengertian Kesehatan di Daerah,
b. Langkah-langkah Jakarta, 2005
c. Cara melakukan advokasi yang  ToFok Mardikanto,
efektif Konsep-Konsep

14 | P a g e
3. Melakukan fasilitasi asuhan 3. Fasilitasi asuhan mandiri Pemberdayaan
mandiri pemanfaatan TOGA pemanfaatan TOGA dan akupresur Masyarakat, Surakarta,
dan akupresur a. Peran, fungsi, dan kemampuan 2010
fasilitator
b. Fasilitasi di masyarakat
c. Teknik fasilitasi

15 | P a g e
Nomor: MI.4
Materi : Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan dalam Asuhan Mandiri Pemanfaatan TOGA dan Akupresur
Waktu : 8 Jp ( T= 2; P= 3; PL= 3)
Tujuan Pembelajaran Umum (TPU): Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan pemberdayaan masyarakat dan
kemitraan dalam asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur

Tujuan Pembelajaran Pokok bahasan dan Metode Media dan Referensi


Khusus (TPK) Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
Setelah mengikuti materi ini peserta  Tugas baca  Modul  Permenkes nomor 65
mampu: modul  Bahan Tahun 2013, tentang
1. Menjelaskan Konsep dasar 1. Konsep Dasar Pemberdayaan  Ceramah tayang Pedoman Pelaksanaan
pemberdayaan masyarakat dalam Masyarakat dalam asuhan tanya jawab  Petunjuk/ dan Pembinaan
asuhan mandiri pemanfaatan mandiri pemanfaatan TOGA (CTJ) panduan Pemberdayaan
TOGA dan akupresur dan akupresur  Curah diskusi Masyarakat di Bidang
a. Pengertian pendapat  Skenario Kesehatan
b. Prinsip dasar  Diskusi bermain  Permenkes No.84 tahun
c. Unsur-unsur kelompok peran 2015 tentang
 Bermain  Panduan pengembangan peran
2. Melakukan Pemberdayaan 2. Langkah-langkah peran praktik serta organisasi
Masyarakat dalam asuhan mandiri Pemberdayaan Masyarakat  Praktek lapangan kemasyarakatan dan
pemanfaatan TOGA dan dalam asuhan mandiri Lapangan  Komputer kesehatan
Akupresur di wilayah Puskesmas. pemanfaatan TOGA dan  LCD
Akupresur di wilayah
 Sound
Puskesmas.
system
a. Pembentukan Kelompok
 Flip chart
Asuhan Mandiri
Pemanfaatan TOGA dan  Spidol
Akupresur (ATK)
b. Pembinaan Kelestarian  White
Pengelolaan dan board
Pengembangan Asuhan  Kertas
16 | P a g e
Mandiri Pemanfaatan TOGA meta plan
dan Akupresur  Kertas
HVS
3. Melakukan kemitraan dalam 3. Langkah-langkah kemitraan  Media KIE
asuhan mandiri pemanfaatan dalam asuhan mandiri
TOGA dan akupresur pemanfaatan TOGA dan
akupresur
a. Pengertian
b. Tujuan
c. Prinsip dasar
d. Identifikasi dan peran mitra
e. Perencanaan (kemitraan)
bersama
f. Pelaksanaan kemitraan
g. Pemantauan dan Penilaian

17 | P a g e
Nomor: MP.1
Materi : Building Learning Commitment (BLC)
Waktu : 3 Jp (T = 0, P = 3, PL = 0)
Tujuan Pembelajaran Umum (TPU): Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu mengaplikasikan konsep Building Learning
Commitment (BLC) dalam proses pelatihan.

Tujuan Pembelajaran Pokok Bahasan dan Media dan


Metode Referensi
Khusus (TPK) Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
Setelah mengikuti materi ini, peserta Permainan  Petunjuk  Depkes RI, Pusdiklat
mampu: dan alat Kesehatan, Kumpulan
permainan Games dan Energizer,
1. Mengenal sesama peserta, pelatih 1. Perkenalan  Flipchart Jakarta, 2004.
dan penyelenggara.  Spidol  Munir, Baderel,
 Kertas Dinamika Kelompok,
2. Menyiapkan diri untuk bersama 2. Pencairan (ice breaking)  Alat tulis Penerapannya Dalam
secara aktif dalam suasana yang Laboratorium Ilmu
kondusif Perilaku, Jakarta, 2001.

3. Merumuskan harapan-harapan 3. Harapan-harapan dalam proses


yang ingin dicapai bersama baik pembelajaran dan hasil yang
dalam proses pembelajaran ingin dicapai
maupun hasil yang ingin dicapai di
akhir pelatihan

4. Merumuskan kesepakatan norma 4. Norma kelas dalam


kelas yang harus dianut oleh pembelajaran
seluruh peserta pelatihan selama
pelatihan berlangsung

5. Merumuskan kesepakatan 5. Kontrol kolektif dalam


bersama tentang kontrol kolektif pelaksanaan norma kelas
18 | P a g e
dalam pelaksanaan norma kelas

6. Membentuk organisasi kelas 6. Organisasi kelas

19 | P a g e
Nomor: MP. 2
Materi : Anti Korupsi
Waktu : 3 Jpl (T = 3, P = 0 PL = 0)
Tujuan Pembelajaran Umum (TPU): Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami Anti Korupsi.

Tujuan Pembelajaran Pokok Bahasan dan Metode Media dan Referensi


Khusus (TPK) Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
Setelah mengikuti materi ini, peserta  Tugas baca  Modul  Undang-undang Nomor
mampu menjelaskan: modul  Bahan 20 Tahun 2001 tentang
1. Konsep korupsi 1. Konsep korupsi  Curah tayang Perubahan Atas
a. Definisi korupsi pendapat  Komputer Undang-undang Nomor
b. Ciri-ciri korupsi  Ceramah  Flipchart 31 Tahun 1999 tentang
c. Bentuk/jenis korupsi tanya jawab  Spidol Pemberantasan Tindak
d. Tingkatan korupsi Pidana Korupsi
e. Faktor penyebab korupsi  Instruksi Presiden
f. Dasar hukum tentang korupsi  Nomor 1 Tahun 2013
 Keputusan Menteri
2. Konsep anti korupsi 2. Konsep anti korupsi Kesehatan Nomor 232/
a. Definisi anti korupsi MENKES/ SK/ VI/2013
b. Nilai-nilai anti korupsi tentang Strategi
c. Prinsip-prinsip anti korupsi Komunikasi Pekerjaan
dan Budaya Anti Korupsi
3. Upaya pencegahan korupsi dan 3. Upaya pencegahan dan
pemberantasan korupsi pemberantasan korupsi
a. Upaya pencegahan korupsi
b. Upaya pemberantasan
korupsi
c. Strategi komunikasi
d. Pemberatasan Korupsi (PK)

20 | P a g e
4. Tata cara pelaporan dugaan 4. Tata cara pelaporan dugaan
pelanggaran tindak pidana korupsi pelanggaran Tindak Pidana
Korupsi (TPK)
a. Laporan
b. Penyelesaian hasil
penanganan pengaduan
masyarakat
c. Pengaduan
d. Tatacara penyampaian
pengaduan
e. Tim penanganan pengaduan
masyarakat terpadu di
lingkungan Kemenkes.
f. Pencatatan pengaduan

5. Gratifikasi 5. Gratifikasi
a. Pengertian gratifikasi
b. Aspek hukum
c. Gratifikasi dikatakan sebagai
Tindak Pidana Korupsi (TPK)
d. Contoh gratifikasi
e. Sanksi gratifikasi

6. Kasus-kasus korupsi 6. Kasus-kasus korupsi

21 | P a g e
Nomor: MP. 3
Materi : Rencana Tindak Lanjut (RTL) Fasilitasi Asuhan Mandiri
Waktu : 2 Jp (T = 1, P = 1, PL = 0)
Tujuan Pembelajaran Umum (TPU): Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menyusun Rencana Tindak Lanjut (RTL) fasilitasi
asuhan mandiri setelah mengikuti pelatihan

Tujuan Pembelajaran Pokok Bahasan dan Metode Media dan Referensi


Khusus (TPK) Sub Pokok Bahasan Alat Bantu
Setelah mengikuti materi ini, peserta  Tugas  Modul  Lembaga Adminisrasi
mampu: baca  Bahan Negara, Bahan Diklat
modul tayang Bagi Pengelola Diklat,
1. Menjelaskan konsep RTL. 1. Konsep RTL  Ceramah  Panduan Rencana Tindak Lanjut,
a. Pengertian tanya latihan Jakarta, 2009
b. Ruang lingkup jawab  Komputer/
 Latihan laptop
 LCD
2. Menjelaskan langkah-langkah 2. Langkah-langkah penyusunan  Flipchart
penyusunan RTL RTL  Form
latihan
3. Menyusun RTL 3. Penyusunan RTL

22 | P a g e
BAB VI

DIAGRAM PROSES PEMBELAJARAN

Proses pembelajaran dalam pelatihan dapat dilihat pada diagram berikut:

Pre Test
Pembukaan

Building Learning Commitment (BLC)

Wawasan: Pengetahuan dan Keterampilan:

E
V 1. Kebijakan Program 1. Pemanfaatan TOGA
Pelayanan Kesehatan 2. Pemanfaatan akupresur
A Tradisional
L 3. Komunikasi, advokasi dan fasilitasi asuhan
2. Kebijakan Teknis
mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur
U Tentang Asuhan Mandiri
3. Anti korupsi 4. Pemberdayaan masyarakat dan kemitraan
A dalam asuhan mandiri pemanfaatan TOGA
S dan akupresur
I Metode:

 Curah pendapat Metode:


 Ceramah tanya jawab
 Curah pendapat
 Ceramah tanya jawab
 Diskusi kelompok
 Pemutaran film
 Demonstrasi
 Bermain peran
 Latihan

Praktek Lapangan (PL)

Penutupan Post Test & Evaluasi Penyelenggara RTL

Proses pembelajaran dalam pelatihan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:


1. Pre test
Sebelum acara pembukaan, dilakukan pre test terhadap peserta, dengan tujuan
untuk mendapatkan informasi awal tentang pengetahuan dan kemampuan

23 | P a g e
peserta terkait asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur bagi fasilitator
kesehatan

2. Pembukaan
Pembukaan dilakukan untuk mengawali kegiatan pelatihan secara resmi. Proses
pembukaan pelatihan meliputi beberapa kegiatan berikut:
a. Laporan ketua penyelenggara pelatihan.
b. Pengarahan dari pejabat yang berwenang tentang latar belakang perlunya
pelatihan.

3. Membangun komitmen belajar (Building Leaning Commitment/BLC)


Kegiatan ini ditujukan untuk mempersiapkan peserta dalam mengikuti proses
pelatihan. Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam proses BLC adalah tujuan
pelatihan, peserta (jumlah dan karakteristik), waktu yang tersedia, sarana dan
prasarana yang tersedia. Proses pembelajaran dilakukan dengan berbagai bentuk
permainan sesuai dengan tujuan pelatihan. Proses BLC dilakukan dengan alokasi
waktu 3 jpl dan proses tidak terputus. Dalam prosesnya, 1 (satu) orang fasilitator
memfasilitasi maksimal 30 orang peserta.

Proses pembelajaran meliputi:


a. Forming
Pada tahap ini setiap peserta masing-masing masih saling observasi dan
memberikan ide ke dalam kelompok. Pelatih berperan memberikan rangsangan
agar setiap peserta berperan serta dan memberikan ide yang bervariasi.
b. Storming
Pada tahap ini mulai terjadi debat yang makin lama suasananya makin
memanas karena ide yang diberikan mendapatkan tanggapan yang saling
mempertahankan idenya masing-masing. Pelatih berperan memberikan
rangsangan pada peserta yang kurang terlibat agar ikut aktif menanggapi.
c. Norming
Pada tahap ini suasana yang memanas sudah mulai reda karena kelompok
sudah setuju dengan klarifikasi yang dibuat dan adanya kesamaan persepsi.
Masing-masing peserta mulai menyadari dan muncul rasa mau menerima ide
peserta lainnya. Dalam tahap ini sudah terbentuk norma baru yang disepakati
kelompok. Pelatih berperan membulatkan ide yang telah disepakati menjadi ide
kelompok.
d. Performing
Pada tahap ini kelompok sudah kompak, diliputi suasana kerjasama yang
harmonis sesuai dengan norma baru yang telah disepakati bersama. Pelatih
berperan memacu kelompok agar masing-masing peserta ikut secara aktif
dalam setiap kegiatan kelompok dan tetap menjalankan norma yang telah
disepakati.

24 | P a g e
Hasil yang didapatkan pada proses pembelajaran adalah:
a. Harapan yang ingin dicapai
b. Kekhawatiran
c. Norma kelas
d. Komitmen
e. Pembentukan tim (organisasi kelas)

4. Pemberian wawasan
Setelah BLC, kegiatan dilanjutkan dengan pemberian materi sebagai dasar
pengetahuan/wawasan yang sebaiknya diketahui peserta dalam pelatihan ini.
Materi tersebut adalah Kebijakan Program Pelayanan Kesehatan Tradisional dan
Kebijakan Teknis Tentang Asuhan Mandiri.

5. Pembekalan pengetahuan dan keterampilan


Pemberian materi pengetahuan dan keterampilan dari proses pelatihan mengarah
pada kompetensi yang akan dicapai oleh peserta. Penyampaian materi dilakukan
dengan menggunakan berbagai metode yang melibatkan semua peserta untuk
berperan serta aktif dalam mencapai kompetensi tersebut, yaitu curah pendapat,
ceramah tanya jawab, diskusi kelompok, pemutaran film, dan latihan.

Pengetahuan dan keterampilan yang disampaikan meliputi materi:


a. Pemanfaatan TOGA
b. Pemanfaatan akupresur
c. Komunikasi, advokasi dan fasilitasi asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
akupresur
d. Pemberdayaan masyarakat dan kemitraan dalam asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan akupresur

Setiap hari sebelum proses pembelajaran dimulai, pelatih/fasilitator melakukan


kegiatan refleksi dimana pada kegiatan ini pelatih/fasilitator bertugas untuk
menyamakan persepsi tentang materi yang sebelumnya diterima sebagai bahan
evaluasi untuk proses pembelajaran berikutnya. Selain itu untuk mendapatkan
masukan terhadap kenyamanan peserta baik saat proses pembelajaran,
termasuk sarana prasarana pendukung maupun terhadap akomodasi dan
konsumsi.

6. Rencana Tindak Lanjut (RTL)


Masing-masing peserta menyusun rencana tindak lanjut asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan akupresur di instansinya masing-masing.

25 | P a g e
7. Evaluasi
 Evaluasi yang dimaksudkan adalah evaluasi terhadap proses pembelajaran tiap
hari (refleksi) dan terhadap pelatih/fasilitator.
 Evaluasi tiap hari (refleksi) dilakukan dengan cara mereview kegiatan proses
pembelajaran yang sudah berlangsung, sebagai umpan balik untuk
menyempurnakan proses pembelajaran selanjutnya.
 Evaluasi terhadap fasilitator dilakukan oleh peserta pada saat pelatih/fasilitator
telah mengakhiri materi yang disampaikannya. Evaluasi dilakukan dengan
menggunakan form evaluasi terhadap pelatih/fasilitator.

8. Post Test dan Evaluasi Penyelenggaraan


Setelah keseluruhan materi dilaksanakan, dilakukan post test. Post test bertujuan
untuk melihat peningkatan pengetahuan dan keterampilan peserta setelah
mengikuti pelatihan.

Evaluasi penyelenggaraan diberikan setelah semua materi disampaikan dan


sebelum penutupan dengan tujuan untuk mendapatkan masukan dari peserta
tentang penyelenggaraan pelatihan yang akan digunakan untuk
menyempurnakan penyelenggaraan pelatihan berikutnya.

9. Penutupan
Acara penutupan adalah sesi akhir dari semua rangkaian kegiatan, dilaksanakan
oleh pejabat yang berwenang dengan susunan acara sebagai berikut:
a. Laporan ketua penyelenggara pelatihan.
b. Pengumuman peringkat keberhasilan peserta.
c. Pembagian sertifikat.
d. Kesan dan pesan dari perwakilan peserta.
e. Pengarahan dan penutupan oleh pejabat yang berwenang.
f. Pembacaan doa.

26 | P a g e
BAB VII

PESERTA DAN PELATIH/FASILITATOR

A. Peserta
1. Kriteria Peserta
Peserta latih adalah tenaga kesehatan puskesmas, dengan kriteria:
a. Pegawai Negeri Sipil Aktif
b. Perawat, bidan, dan fisioterapis dengan pendidikan minimal D-III, atau
Dokter umum
c. Telah dilatih akupresur/akupunktur dan dibuktikan dengan sertifikat

2. Jumlah peserta
Jumlah peserta sebanyak-banyaknya 30 orang.

B. Pelatih/fasilitator
Kriteria pelatih/fasilitator :
1. Menguasai subtansi yang akan dilatih dengan melampirkan curriculum vitae
2. Pendidikan minimal S1/setara dengan pendidikan peserta
3. Telah mengikuti pelatihan pengembangan keterampilan dasar teknik
instruksional (pekerti)/ToT/TPPK/Widyaiswara dasar/pengalaman melatih
4. Memahami kurikulum pelatihan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
akupresur bagi fasilitator puskesmas, terutama GBPP materi yang akan
diajarkan.

27 | P a g e
BAB VIII

PENYELENGGARA DAN TEMPAT PENYELENGGARAAN

A. Penyelenggara
Pelatihan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan Akupresur bagi Fasilitator
Puskesmas diselenggarakan Balai Besar Pelatihan Kesehatan (BBPK) dan Balai
Pelatihan Kesehatan (Bapelkes) berkoordinasi dengan Direktorat Pelayanan
Kesehatan Tradisional atau Dinkes Provinsi dengan kriteria sebagai berikut:

1. Memiliki tenaga pengendali pelatihan atau seseorang yang ditunjuk sebagai


pengendali proses pembelajaran yang menguasai materi pelatihan
2. Memiliki minimal satu orang tenaga SDM yang telah mengikuti pelatihan
penyelenggara pelatihan/Training Officer Course (TOC).

B. Tempat Penyelenggaraan
Pelatihan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan Akupresur bagi Fasilitator
Puskesmas diselenggarakan di Balai Besar Pelatihan Kesehatan (BBPK), Balai
Pelatihan Kesehatan (Bapelkes), dan institusi lain yang memenuhi persyaratan
untuk pelatihan.

28 | P a g e
BAB IX
EVALUASI

Evaluasi dilakukan terhadap :


A. Peserta
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui hasil pembelajaran dari peserta. Evaluasi
terhadap peserta dilakukan melalui:
1. Penjajakan awal melalui pre test
2. Post test untuk mengukur pemahaman peserta terhadap materi yang telah
diterima
Soal pre dan post test dapat menggunakan soal dari bank soal (terlampir)

B. Pelatih/Fasilitator
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui kemampuan pelatih dalam menyampaikan
materi pembelajaran sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan yang dapat
dipahami dan diserap oleh peserta, yaitu:
1. Penguasaan materi
2. Sistematika penyajian
3. Kemampuan menyajikan
4. Ketepatan waktu kehadiran dan menyajikan
5. Penggunaan metode dan sarana diklat
6. Sikap dan perilaku
7. Cara menjawab pertanyaan dari peserta
8. Penggunaan bahasa
9. Pemberian motivasi kepada peserta
10. Pencapaian tujuan pembelajaran
11. Kerapian berpakaian
12. Kerjasama antar tenaga pengajar

C. Penyelenggaraan
Evaluasi dilakukan oleh peserta terhadap pelaksanaan pelatihan sesuai form
terlampir yang meliputi:
1. Efektivitas penyelenggaraan
2. Ketersediaan bahan pelatihan
3. Kesiapan sarana pelatihan
4. Kesesuaian pelaksanaan program dengan rencana
5. Ketersediaan dan kelengkapan sarana dan prasarana pelatihan
6. Kebersihan :
 Kelas
 Asrama
 Ruang makan
 Kamar mandi
7. Ketersediaan fasilitas olah raga dan kesehatan
29 | P a g e
BAB X
SERTIFIKASI

Setiap peserta yang telah mengikuti pelatihan dengan ketentuan kehadiran minimal
95% dari keseluruhan jam pembelajaran akan mendapatkan sertifikat pelatihan yang
dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan RI dengan angka kredit 1 (satu). Sertifikat
ditandatangani oleh Kepala Pusat Pelatihan SDM Kesehatan atas nama Menteri
Kesehatan RI. Pada halaman belakang sertifikat ditandatangani oleh panitia
penyelenggara.

30 | P a g e
REFERENSI

1. Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


2. Departemen Kesehatan RI; Keputusan Menteri Kesehatan RI; Nomor
725/Menkes/SK/V/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan;
Pusdiklatkes-BPPSDM; Jakarta; Tahun 2003
3. Departemen Kesehatan RI; Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional;
Jakarta; Tahun 2003
4. Departemen Kesehatan RI; Pusdiklat Kesehatan, Kumpulan Games dan
Energizer, Jakarta, 2004
5. Kementerian Kesehatan RI; Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 64/2015
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kemkes RI; Sekjen Kemenkes RI; Jakarta;
2015
6. Departemen Kesehatan RI; Pedoman Penyusunan Kurikulum Modul Pelatihan
Berorientasi Pembelajaran; Pusdiklatkes-BPPSDM; Jakarta; Tahun 2004
7. Keputusan Menteri Kesehatan RI NO HK.03.01/60/I/2010 tentang Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014; Tahun 2010.
8. Keputusan Menteri Kesehatan No 128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan
Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat; Tahun 2004.
9. Kementerian Pertanian : kebijakan Pertanian tentang Pengembangan Tanaman
Obat SK Kementerian Pertanian No.511/KPPS/PG/310/IX/2006 Tentang
Komoditas Binaan Hortikultura.
10. Kementerian Kesehatan Pedoman Pengelolaan dan Pemanfaatan TOGA Tahun
2011.
11. Kementerian Kesehatan Pedoman Pembinaan Battra tahun 2008
12. Kementerian Kesehatan Pedoman Penyelenggaraan Yankestrad Ramuan
Tahun 2011

31 | P a g e
MATERI DASAR 1
KEBIJAKAN PROGRAM PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL

I. DESKRIPSI SINGKAT
Pembangunan bidang kesehatan pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan
kesadaran, kemampuan dan kemauan hidup sehat bagi setiap orang agar
terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Untuk mencapai
tujuan tersebut perlu dilakukan berbagai upaya kesehatan yang
berkesinambungan.
Indonesia memiliki kekayaan alam hayati berupa tumbuh-tumbuhan yang
berjumlah lebih kurang 30.000 spesies tanaman. Dari jumlah spesies yang ada
tersebut diantaranya 7.000 spesies berkhasiat obat dan 940 jenis telah
teridentifikasi, serta 283 jenis sudah terdaftar. Potensi kekayaan alam berupa
tanaman obat telah dimanfaatkan sejak dahulu kala oleh para leluhur dan
penyehat tradisional (Hattra) untuk mengatasi gangguan kesehatan.
Perkembangan obat tradisional di Indonesia mengalami pasang surut sesuai
dengan perubahan zaman. Kita ketahui bersama bahwa jamu merupakan salah
satu ramuan tradisional yang sudah digunakan sejak abad ke-7 sebagaimana
terdapat pada relief Candi Borobudur. Relief tersebut menggambarkan jenis
tanaman obat yang biasa digunakan masyarakat kala itu. Selain itu informasi
mengenai obat tradisional juga terdapat pada Daun Lontar yang merupakan pola
pengobatan tradisional di Bali yang dikenal dengan nama Usada Bali (78 SM).
Kemudian juga terdapat dalam pengetahuan “Serat Centhini” di Jawa Tengah dan
Jawa Timur (1814) yang menyatakan bahwa sistem pengobatan tradisional sudah
ada sejak dahulu kala serta merupakan warisan turun temurun yang dapat
dijadikan dasar keilmuan dalam pengobatan tradisional Indonesia.
Pemerintah telah melakukan penataan dalam pengembangan pelayanan
kesehatan tradisional dengan menerbitkan beberapa kebijakan terkait pelayanan
kesehatan tradisional, antara lain penetapan Kebijakan Obat Tradisional
(Kotranas) oleh Menteri Kesehatan RI pada tahun 2007, diikuti pencanangan
jamu sebagai brand Indonesia oleh Presiden RI pada tahun 2008.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang didalamnya juga
telah mengatur tentang pelayanan kesehatan tradisional, dalam pencapaian
programnya pada Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kesehatan 2015-
2019 ditargetkan berdasarkan jumlah puskesmas yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan tradisional.
Saat ini pelayanan kesehatan tradisional semakin diminati masyarakat dan
menjadi salah satu pilihan dalam menyelesaikan masalah kesehatannya.
Berbagai jenis dan cara pengobatan tradisional telah berkembang dengan pesat,

32 | P a g e
baik yang berasal dari Indonesia maupun luar negeri meskipun belum mempunyai
cukup bukti ilmiah. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2010, persentase penduduk Indonesia yang pernah mengkonsumsi jamu/obat
tradisional pada semua kelompok umur laki-laki dan perempuan, baik di
pedesaan maupun perkotaan adalah sebanyak 59,12%. Persentase penggunaan
tanaman obat secara berturut-turut adalah 50,36% Jahe (Zingiber officinale),
48,77% Kencur (Kaempferia galanga), 39,65%Temulawak (Curcuma xanthorriza),
13,93% Meniran (Phyllanthus niruri) dan 11,17% Pace (Morinda citrifolia).
Kebijakan Kementerian Kesehatan RI dalam mengembangkan pelayanan
kesehatan tradisional adalah dengan mengintegrasikan ke pelayanan
konvensional yang selama ini digunakan oleh Indonesia. Dalam implementasinya
perlu berbagai upaya secara eksternal dan internal. Dukungan secara ekternal
dalam pelayanan kesehatan tradisional diperlukan terutama dalam penelitian
manfaat tanaman obat oleh lembaga penelitian dan penyediaan bahan baku yang
dibina oleh Kementerian Pertanian RI untuk menghasilkan obat herbal yang
terstandar atau fito farmaka. Pengembangan internal di pelayanan kesehatan
bukanlah terpisah dari pelayanan konvensional dan manajemen puskesmas atau
rumah sakit. Selain itu juga pengembangan pelayanan kesehatan tradisional yang
dilakukan oleh penyehat tradisional (hattra) dibina oleh Dinas Kesehatan dan
jajarannya untuk dapat memberikan pelayanan tradisional yang aman,
bermanfaat dan dapat dipertanggungjawabkan.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu memahami kebijakan program
pelayanan kesehatan tradisional.
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu menjelaskan tentang :
1. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan tradisional
2. Klasifikasi jenis pelayanan kesehatan tradisional
3. Registrasi dan Perizinan

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN


Kebijakan Program Pelayanan KesehatanTradisional:
A. Penyelenggaran pelayanan kesehatan tradisional
1. Kebijakan Pelayanan Kesehatan Tradisional sesuai UU Nomor 36 Tahun
2009
2. Peraturan Pemerintah (PP) No.103 Tahun 2014 tentang Pelayanan
Kesehatan Tradisional
3. Renstra Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019

33 | P a g e
B. Klasifikasi Jenis Pelayanan Kesehatan Tradisional sesuai PP No.103 Tahun
2014 :
1. Pelayanan kesehatan tradisional empiris
2. Pelayanan kesehatan tradisional komplementer
3. Pelayanan kesehatan tradisional integrasi

C. Registrasi dan Perizinan


1. Penyehat Tradisional (Hattra)
2. Tenaga Kesehatan

IV. BAHAN BELAJAR


Modul dan bahan tayangan (slide power point).

V. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 2 jp @45 menit untuk
memudahkan proses pembelajaran, dilakukan langkah-langkah kegiatan
pembelajaran sebagai berikut.
A. Sesi 1 Pengkondisian
Langkah proses pembelajaran
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Fasilitator
memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat
bekerja, materi yang akan disampaikan dan waktu yang disediakan untuk
menyampaikan materi ini.
2. Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan
disampaikan dengan menggunakan bahan tayang.
3. Melakukan apersepsi tentang materi yang akan dibahas dengan metoda
curah pendapat atau meminta beberapa peserta untuk menjawab

B. Sesi 2 Pembahasan Pokok Bahasan 1: Kebijakan Program Pelayanan


Kesehatan Tradisional
Penyampaian sub pokok bahasan tentang : Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan (Pasal 48, Pasal 59 ayat 1, Pasal 60 ayat 1, Pasal
61 ayat 1, Pasal 60 ayat 2), Undang-Undang No. 36 Tahun 2014 tentang
Tenaga Kesehatan, PP no 103 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan
Tradisional, dan Kepmenkes No. HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang
Renstra Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019

Langkah Proses Pembelajaran sebagai berikut:


 Fasilitator menjelaskan tentang kebijakan program pelayanan kesehatan
tradisional yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan (Pasal 48 Pasal 59 ayat 1, Pasal 60 ayat 1, Pasal 61
ayat 1, Pasal 60 ayat 2) dengan metode ceramah, tanya jawab dan

34 | P a g e
mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi dalam proses
pembelajaran. 
 Fasilitator menjelaskan tentang kebijakan program pelayanan kesehatan
tradisional yang tertuang dalam Undang-Undang No 36 Tahun 2014
tentang Tenaga Kesehatan dengan metode ceramah, tanya jawab dan
mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi dalam proses
pembelajaran.
 Fasilitator menjelaskan tentang kebijakan program pelayanan kesehatan
tradisional yang tertuang dalam PP No. 103 Tahun 2014 tentang
Pelayanan Kesehatan Tradisional dengan metode ceramah, tanya jawab
dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi dalam proses
pembelajaran.
 Fasilitator menjelaskan tentang kebijakan program pelayanan kesehatan
tradisional yang tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA)
Kementerian Kesehatan RI Tahun 2015-2019 dengan metode ceramah,
tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi
dalam proses pembelajaran. 

C. Sesi 3 Kesimpulan dan Penutup
Langkah Proses Pembelajaran sebagai berikut:
 Fasilitator merangkum atau melakukan pembulatan tentang pembahasan
materi ini dengan mengajak seluruh peserta untuk melakukan
refleksi/umpan balik. Dilanjutkan dengan memberikan apresiasi atas
keterlibatan aktif seluruh peserta.

VI. URAIAN MATERI


A. Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Tradisional
1. Kebijakan Pelayanan kesehatan berdasarkan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 Tentang Kesehatan (Pasal 48, Pasal 59 ayat 1, Pasal 60
ayat 1, Pasal 61 ayat 1, Pasal 60 ayat 2)
Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada
pasal 48 ditetapkan bahwa upaya kesehatan diselenggarakan dalam
bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan
berkesinambungan. Penyelenggaraan upaya kesehatan yang dimaksud
dilaksanakan melalui kegiatan:
a. Pelayanan Kesehatan;
b. Pelayanan Kesehatan Tradisional;
c. Peningkatan Kesehatan dan Pencegahan Penyakit;
d. Penyembuhan Penyakit dan Pemulihan Kesehatan;
e. Kesehatan Reproduksi;
f. Keluarga Berencana;
35 | P a g e
g. Kesehatan Sekolah;
h. Kesehatan Olahraga;
i. Pelayanan Kesehatan pada Bencana;
j. Pelayanan Darah;
k. Kesehatan Gigi dan Mulut;
l. Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Gangguan Pendengaran;
m. Kesehatan Matra;
n. Pengamanan dan Penggunaan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan;
o. Pengamanan Makanan dan Minuman;
p. Pengamanan Zat Adiktif; dan/Atau
q. Bedah Mayat.

Pada pasal 48 tersebut dikatakan bahwa pelayanan kesehatan tradisional


merupakan upaya kesehatan yang nomor dua diantara 17 upaya
pelayanan kesehatan.

Dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan pelayanan kesehatan


tradisional adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan cara dan obat
yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun secara
empiris yang dapat dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai
dengan norma yang berlaku di masyarakat.
Pada Bagian ketiga pasal 59-61 Undang-Undang Kesehatan Nomor 36
Tahun 2009 mengatur tentang pelayanan kesehatan tradisional. Pada
pasal 59 ayat (1) berdasarkan cara pengobatannya, pelayanan kesehatan
tradisional terbagi menjadi pelayanan kesehatan tradisional yang
menggunakan keterampilan dan pelayanan kesehatan tradisional yang
menggunakan ramuan. Selanjutnya pasal 59 ayat (2) mengatur
pelayanan kesehatan tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibina dan diawasi oleh pemerintah agar dapat dipertanggungjawabkan
manfaat dan keamanannya serta tidak bertentangan dengan norma
36 | P a g e
agama. Dan Pasal 59 ayat (3) ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
dan jenis pelayanan kesehatan tradisional sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan alat dan teknologi
diatur dalam Pasal 60 ayat (1) bahwa setiap orang yang melakukan
pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan alat dan teknologi
harus mendapat izin dari lembaga kesehatan yang berwenang. Dan ayat
(2) bahwa penggunaan alat dan teknologi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya
serta tidak bertentangan dengan norma agama dan kebudayaan
masyarakat.
Dalam mengembangkan pelayanan kesehatan tradisional pemerintah
memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk
mengembangkan, meningkatkan dan menggunakan pelayanan kesehatan
tradisional yang dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan
keamanannya. Dan dalam rangka pengawasannya diatur oleh pemerintah
dengan didasarkan pada keamanan, kepentingan, dan perlindungan
masyarakat. Hal-hal tersebut diatur pada Pasal 61 Undang-Undang
Nomor 36 tahun 2009.

2. Kepmenkes No. HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang Renstra


Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019
Dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia Tahun 2015-2019 program pelayanan kesehatan tradisional
memiliki sasaran strategis untuk meningkatan pembinaan,
pengembangan dan pengawasan upaya kesehatan tradisional dan
komplementer dengan indikator presentase puskesmas yang
menyelenggarakan kesehatan tradisional.
Puskesmas yang menyelenggarakan kesehatan tradisional terhadap
masyarakat di wilayah kerjanya harus memenuhi salah satu kriteria di
bawah ini :
a. Puskesmas yang memiliki tenaga kesehatan sudah dilatih pelayanan
kesehatan tradisional
b. Puskesmas yang melaksanakan asuhan mandiri kesehatan tradisional
ramuan dan keterampilan
c. Puskesmas yang melaksanakan kegiatan pembinaan meliputi
pengumpulan data kesehatan tradisional, fasilitasi registrasi/perizinan
dan bimbingan teknis serta pemantauan pelayanan kesehatan
tradisional.
Dengan sasaran strategis dan indikator tersebut, ditargetkan pada tahun
2016 tercapai 25%, tahun 2017 tercapai 45%, tahun 2018 tercapai 60%,

37 | P a g e
dan tahun 2019 tercapai 75% puskesmas telah menyelenggarakan
pelayanan kesehatan tradisional.

B. Klasifikasi Jenis Pelayanan Kesehatan Tradisional


Klasifikasi Jenis Pelayanan Kesehatan Tradisional Pada Pasai 7 (1) Jenis
pelayanan kesehatan tradisional meliputi:
1. Pelayanan Kesehatan Tradisional Empiris
Merupakan penerapan pelayanan kesehatan tradisional yang manfaat dan
keamanannya terbukti secara empiris. Pelayanan kesehatan empiris
dilakukan oleh penyehat tradisional (hattra) dan hanya boleh menerima
klien sesuai dengan keilmuan yang dimilikinya, jika hattra yang
bersangkutan berhalangan, praktik tidak dapat digantikan oleh penyehat
tradisional lainnya. Apabila penyehat tradisional yang tidak mampu
memberikan pelayanan karena tidak sesuai dengan keilmuan dan keahlian
yang dimilikinya wajib mengirim kliennya ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Pelayanan kesehatan tradisional empiris diberikan oleh penyehat
tradisional dalam rangka upaya promotif dan preventif.
Penyehat tradisional wajib melaporkan secara berkala kepada dinas
kesehatan kabupaten/kota melalui pusat kesehatan masyarakat setempat.
Laporan memuat :
a. jumlah dan jenis kelamin klien;
b. jenis penyakit;
c. metode; dan
d. cara pelayanan.

2. Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer


Merupakan pelayanan kesehatan tradisional dengan menggunakan ilmu
biokultural dan ilmu biomedis yang manfaat dan keamanannya terbukti
secara ilmiah. Pelayanan kesehatan tradisional komplementer diberikan
oleh tenaga kesehatan tradisional dalam rangka upaya promotif, preventif
kuratif, dan rehabilitatif, dan dilaksanakan di fasilitas kesehatan maupun di
fasilitas kesehatan tradisional.
Pemberian pelayanan kesehatan tradisional komplementer harus sesuai
dengan standar profesi, standar pelayanan, dan standar prosedur
operasional jika yang bersangkutan berhalangan praktik dapat digantikan
dengan tenaga kesehatan tradisional lain yang memiliki kompetensi dan
kewenangan yang sama dan memenuhi persyaratan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelayanan kesehatan tradisional komplementer yang memenuhi kriteria
tertentu dapat diintegrasikan pada fasilitas pelayanan kesehatan.

38 | P a g e
Kriteria meliputi:
a. mengikuti kaidah-kaidah ilmiah;
b. tidak membahayakan kesehatan pasien/klien;
c. tetap memperhatikan kepentingan terbaik pasien/klien;
d. memiliki potensi promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif,
e. meningkatkan kualitas hidup pasien/klien secara fisik, mental, dan
sosial;
f. dilakukan oleh tenaga kesehatan tradisional.

3. Pelayanan Kesehatan Tradisional Integrasi.


Merupakan pelayanan kesehatan yang mengombinasikan pelayanan
kesehatan konvensional dengan pelayanan kesehatan tradisional
komplementer.
Pelayanan kesehatan tradisional integrasi dilakukan secara bersama oleh
tenaga kesehatan dan tenaga kesehatan tradisional untuk
pengobatan/perawatan pasien/klien dan diselenggarakan di fasilitas
pelayanan kesehatan.

C. Registrasi dan Perizinan


1. Penyehat Tradisional
Setiap penyehat tradisional yang memberikan pelayanan kesehatan
tradisional empiris wajib memiliki STPT.
STPT dikeluarkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota tanpa dipungut
biaya.
Untuk memperoleh STPT penyehat tradisional mengajukan permohonan
kepada pemerintah daerah kabupaten/kota. STPT hanya diberikan
kepada penyehat tradisional yang tidak melakukan intervensi tubuh yang
bersifat invasif.
Setiap penyehat tradisional hanya dapat memiliki 1 (satu) STPT dan
hanya berlaku untuk 1 (satu) tempat praktik STPT untuk jangka waktu 2
(dua) tahun dan dapat diperbaharui kembali selama memenuhi
persyaratan.
Pembaharuan STPT harus melampirkan STPT yang telah habis masa
berlakunya.
Dalam pemberian pelayanan kesehatan tradisional, tenaga kesehatan
tradisional wajib menaati kode etik dan ketentuan disiplin profesional.

39 | P a g e
2. Tenaga Kesehatan Tradisional
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan
melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
Tenaga kesehatan memiliki peranan penting untuk meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan yang maksimal kepada masyarakat agar
masyarakat mampu untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat sehingga akan terwujud derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya
manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi serta sebagai salah
satu unsur kesejahteraan umum sebagaimana dimaksud dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
Dalam pasal 11 menyebutkan bahwa tenaga kesehatan masuk dalam
kelompok tenaga kesehatan, tentunya tenaga kesehatan yang memiliki
pendidikan terstruktur minimal D3.
Setiap tenaga kesehatan tradisional harus memiliki kompetensi yang
dibuktikan dengan sertifikat kompetensi.
Untuk memperoleh sertifikat kompetensi setiap tenaga kesehatan
tradisional harus mengikuti uji kompetensi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Setiap tenaga kesehatan tradisional yang menjalankan praktik wajib
memiliki STRTKT dan SIPTKT.
STRTKT diberikan oleh konsil setelah memenuhi persyaratan.
Persyaratan meliputi:
a. memiliki ijazah pendidikan di bidang kesehatan tradisional;
b. memiliki sertifikat kompetensi;
c. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;
d. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji profesi

STRTKT berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat di registrasi ulang


setelah memenuhi persyaratan.
Persyaratan untuk registrasi ulang meliputi:
a. memiliki STRTKT lama;
b. memiliki sertifikat kompetensi;
c. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental; dan
d. membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
profesi.

40 | P a g e
SIPTKT diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota atas
rekomendasi pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota
tempat tenaga kesehatan tradisional melakukan praktik.
Untuk mendapatkan SIPTKT tenaga kesehatan tradisional harus memiliki:
a. STRTKT yang masih berlaku; dan
b. Surat pernyataan memiliki tempat praktik atau surat keterangan dari
pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tradisional.

SIPTKT masih berlaku sepanjang:


a. STRTKT masih berlaku; dan
b. tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIPTKT.

Tenaga kesehatan tradisional hanya dapat memiliki paling banyak 2 (dua)


SIPTKT. SIPTKT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masing-masing
hanya berlaku untuk 1 (satu) tempat. Bagi tenaga kesehatan tradisional
dengan pendidikan di bawah sarjana, diploma empat, atau sarjana
terapan bidang kesehatan tradisional komplementer, hanya dapat
memiliki 1 (satu) SIPTKT.

VII. REFERENSI :
1. UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
2. UU No 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
3. PP No. 103 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisioal
4. Kepmenkes No. HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang Renstra Kementerian
Kesehatan Tahun 2015-2019

41 | P a g e
MATERI DASAR 2
KEBIJAKAN TEKNIS TENTANG ASUHAN MANDIRI

I. DESKRIPSI SINGKAT
Berdasarkan Pasal 70 PP No. 103 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan
Tradisional, pemerintah bertanggung jawab memberdayakan dan mendorong
peran aktif masyarakat dalam upaya pengembangan kesehatan tradisional,
pemberdayaan masyarakat tersebut diarahkan agar masyarakat dapat
melakukan perawatan kesehatan secara mandiri (asuhan mandiri) dan benar.
Asuhan mandiri tersebut dapat dilaksanakan dengan pemanfaatan taman obat
keluarga (TOGA) dan keterampilan (akupresur).
TOGA adalah sekumpulan tanaman berkhasiat obat untuk kesehatan keluarga
yang ditata menjadi sebuah taman dan memiliki nilai keindahan. Sedangkan,
akupresur adalah salah satu jenis/cara perawatan kesehatan tradisional
keterampilan yang dilakukan melalui teknik penekanan di permukaan tubuh
pada titik-titik akupunktur dengan menggunakan jari, bagian tubuh lain, atau alat
bantu yang berujung tumpul, untuk perawatan kesehatan. Asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan Akupresur merupakan salah satu wujud perubahan
paradigma sakit menjadi paradigma sehat, yang bermanfaat untuk efektivitas
dan efisiensi bagi keluarga dalam menjaga kesehatan diri sendiri dan keluarga,
sehingga dapat terwujud keluarga sehat secara mandiri.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Umum:
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu memahami tentang kebijakan
teknis tentang asuhan mandiri.
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Peserta mampu menjelaskan:
1. Menjelaskan konsep asuhan mandiri
2. Menjelaskan penatalaksanaan asuhan mandiri
3. Menjelaskan pembinaan asuhan mandiri

III. POKOK BAHASAN DAN ATAU SUB POKOK BAHASAN


A. Konsep Asuhan Mandiri
1. Tujuan Asuhan
2. Ruang Lingkup
3. Pengertian
B. Penatalaksanaan Asuhan Mandiri
1. Tingkat pusat
2. Tingkat provinsi
3. Tingkat kabupaten/kota
42 | P a g e
4. Tingkat kecamatan
5. Tingkat kelurahan/desa
6. Tingkat kelompok asuhan mandiri
C. Pembinaan asuhan mandiri
1. Pelaksana
2. Bentuk

IV. BAHAN BELAJAR


Modul dan bahan tayang.

V. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN


Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 2 JP @ 45menit, untuk
memudahkan proses pembelajaran dilakukan langkah-langkah kegiatan
pembelajaran sebagai berikut:
A. Sesi 1 Pengkondisian
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum
pernah menyampaikan sesi di kelas, mulai dengan perkenalan.
Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat
bekerja, materi yang akan disampaikan.
2. Fasilitator menyampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok
bahasan yang akan disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan
tayang.
3. Fasilitator melakukan apersepsi tentang materi yang akan dibahas dengan
metode curah pendapat atau meminta beberapa peserta untuk menjawab.

B. Sesi 2 Pembahasan Pokok Bahasan 1: Konsep Asuhan Mandiri


Penyampaian sub pokok bahasan tentang tujuan, ruang lingkup dan
pengertian dengan menggunakan metode curah pendapat dan ceramah tanya
jawab.
Langkah proses pembelajaran sebagai berikut:
1. Fasilitator menjelaskan tentang tujuan asuhan mandiri pemanfaatan
TOGA dan Akupresur menggunakan bahan tayangan, dengan metode
ceramah tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta
berinteraksi dalam proses pembelajaran.
2. Fasilitator menjelaskan tentang ruang lingkup asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan Akupresur menggunakan bahan tayangan
melalui ceramah, tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi
serta berinteraksi dalam proses pembelajaran.
3. Fasilitator menjelaskan tentang pengertian asuhan mandiri pemanfaatan
TOGA dan Akupresur menggunakan bahan tayangan melalui ceramah,
tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi
dalam proses pembelajaran.

43 | P a g e
C. Sesi 3 Pembahasan Pokok Bahasan 2: Penatalaksanaan Asuhan Mandiri
Penyampaian sub pokok bahasan tentang penatalaksanaan asuhan mandiri
di tingkat: pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, kelurahan/desa, dan
kelompok asuhan mandiri dengan menggunakan metode curah pendapat dan
ceramah tanya jawab.
Langkah proses pembelajaran sebagai berikut:
1. Fasilitator menjelaskan tentang penyelenggaraan asuhan mandiri di
tingkat pusat menggunakan bahan tayangan, dengan metode ceramah
tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi
dalam proses pembelajaran.
2. Fasilitator menjelaskan tentang penyelenggaraan asuhan mandiri di
tingkat provinsi menggunakan bahan tayangan, dengan metode ceramah
tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi
dalam proses pembelajaran.
3. Fasilitator menjelaskan tentang penyelenggaraan asuhan mandiri di
tingkat kabupaten/kota menggunakan bahan tayangan, dengan metode
ceramah tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta
berinteraksi dalam proses pembelajaran.
4. Fasilitator menjelaskan tentang penyelenggaraan asuhan mandiri di
tingkat kecamatan menggunakan bahan tayangan, dengan metode
ceramah tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta
berinteraksi dalam proses pembelajaran.
5. Fasilitator menjelaskan tentang penyelenggaraan asuhan mandiri di
tingkat kelurahan/desa menggunakan bahan tayangan, dengan metode
ceramah tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta
berinteraksi dalam proses pembelajaran.
6. Fasilitator menjelaskan tentang penyelenggaraan asuhan mandiri di
tingkat kelompok asuhan mandiri menggunakan bahan tayangan, dengan
metode ceramah tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi
serta berinteraksi dalam proses pembelajaran.
7. Fasilitator menjelaskan bentuk pembinaan Asuhan Mandiri

D. Sesi 4 Pembahasan Pokok Bahasan 3: Pembinaan Asuhan Mandiri


Penyampaian sub pokok bahasan tentang pelaksana dan bentuk pembinaan
asuhan mandiri dengan menggunakan metode curah pendapat dan ceramah
tanya jawab.
Langkah proses pembelajaran sebagai berikut:
1. Fasilitator menjelaskan tentang pelaksana pembinaan asuhan mandiri
menggunakan bahan tayangan, dengan metode ceramah tanya jawab
dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi dalam
proses pembelajaran.
2. Fasilitator menjelaskan tentang bentuk pembinaan asuhan mandiri
menggunakan bahan tayangan, dengan metode ceramah tanya jawab
44 | P a g e
dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi dalam
proses pembelajaran.

VI. URAIAN MATERI


Pokok Bahasan 1
A. Konsep Asuhan Mandiri
1. Tujuan
Konsep sehat dan sakit menurut WHO, yaitu suatu konsep yang akan
menjadi pegangan akan suatu pengertian dari kata sehat dan sakit.
Pengertian sehat menurut WHO yaitu, a state of complete physical mental
and social well being and not merely the absence of illness or indemnity.
Adapun artinya adalah sesuatu keadaan yang sejahtera menyeluruh baik
jiwa, raga (fisik dan mental) dan sosial lainnya serta tidak hanya bebas
dari penyakit atau kelemahan saja. Pengertian konsep sakit menurut WHO
yakni adalah suatu kondisi dimana kesehatan tubuh lemah. Lengkapnya
sakit adalah keadaan yang disebabkan oleh bermacam-macam keadaan,
bisa suatu kelainan, kejadi yang dapat menimbulkan gangguan terhadap
susunan jaringan tubuh manusia, dari fungsi jaringan itu sendiri maupun
fungsi keseluruhan dari anggota tubuhnya. Asuhan mandiri diarahkan agar
masyarakat dapat melakukan pemberdayaan melalui perawatan
kesehatan secara mandiri dan benar. Asuhan mandiri Pemanfaatan TOGA
dan Akupresur bertujuan untuk mengatasi gangguan kesehatan ringan
dan memelihara kesehatan.

2. Ruang Lingkup
Asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan Akupresur dikembangkan
melalui:
a. Pembentukan dan pengembangan kelompok asuhan mandiri
b. Kegiatan kelompok asuhan mandiri secara benar dan
berkesinambungan
c. Pelaksanan pembinaan asuhan mandiri secara berjenjang.

3. Pengertian
Asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan keterampilan adalah upaya
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan
mengatasi gangguan kesehatan ringan secara mandiri oleh individu
dalam keluarga, kelompok atau masyarakat dengan memanfaatkan
TOGA dan keterampilan.

45 | P a g e
PENTING: Makna MANDIRI dalam selfcare adalah masyarakat perlu
menggerakkan target sasaran (individu/ keluarga) untuk: Tahu, Mau,
dan Mampu “mengasuh/care” dalam menjaga kesehatan dirinya sendiri
dan keluarganya .

a. Asuhan Mandiri Pemanfaatan TOGA


Asuhan Mandiri Pemanfaatan TOGA merupakan salah satu upaya
yang dilakukan oleh tiap individu untuk mengatasi masalah kesehatan
ringan yang dikeluhkan serta meningkatkan kesehatan dan atau
kebugaran bagi diri sendiri atau keluarganya, dengan memanfaatkan
TOGA.
Ramuan TOGA yang digunakan harus memenuhi kriteria:
 Aman dan bermanfaat untuk kesehatan.
 Praktis, mudah dilakukan, murah.
 Ketersediaan cara, bahan, peralatan mudah terjangkau.
 Merupakan bagian/sesuai dengan tradisi budaya masyarakat.

b. Asuhan Mandiri Akupresur


Asuhan Mandiri Akupresur merupakan salah satu upaya yang
dilakukan oleh tiap individu/masyarakat untuk mengatasi masalah
kesehatan ringan yang dikeluhkan serta meningkatkan kesehatan dan
atau kebugaran bagi diri sendiri atau keluarganya, dengan
memanfaatkan akupresur terpilih
Akupresur yang dapat digunakan adalah akupresur terpilih yang harus
memenuhi kriteria:
 Aman dan bermanfaat untuk kesehatan.
 Praktis dan mudah dilakukan sendiri.

Pokok Bahasan 2
B. Penatalaksanaan Asuhan Mandiri
Asuhan mandiri dilaksanakan melalui tahapan-tahapan perencanaan,
penggerakan pelaksanaan, dan pembinaan secara berjenjang.
1. Tingkat Pusat
Kementerian Kesehatan dalam hal ini Direktorat Pelayanan Kesehatan
Tradisional sebagai sektor utama berkoordinasi dengan lintas program dan
lintas sektor terkait yang meliputi kegiatan berikut:
a. Menetapkan kebijakan dan (NSPK) Norma, Standar, Prosedur dan
Kriteria yang terkait dengan Asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
keterampilan sebagai pedoman dalam pelaksanaan Asuhan Mandiri
(UKM Kesehatan Tradisional) di jenjang pelayanan.
b. Menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga
(RKAK/L) pengembangan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
keterampilan.

46 | P a g e
c. Melakukan sosialisasi dan advokasi kepada pemangku kepentingan
dengan lintas program dan lintas sektor tingkat pusat untuk
mendapatkan dukungan dalam penyelenggaraan asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan akupresur secara nasional.
d. Melakukan sosialisasi Pedoman Asuhan Mandiri Pemanfaatan TOGA
dan Akupresur kepada lintas program, lintas sektor dan Organisasi
Masyarakat di tingkat pusat dan provinsi.
e. Meningkatkan kapasitas SDM level/tingkat provinsi melalui TOT asuhan
mandiri untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi provinsi dalam
pemanfaatan TOGA dan akupresur.
f. Melakukan pembinaan pelaksanaan kegiatan asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan akupresur di tingkat provinsi.

2. Tingkat Provinsi
Dinas Kesehatan Provinsi sebagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD)
dapat berkoordinasi dengan lintas program dan lintas sektor terkait dengan
kegiatan sebagai berikut:
a. Membuat kebijakan tingkat provinsi dalam mendukung kebijakan tingkat
pusat sebagai Pedoman Asuhan Mandiri Pemanfaatan TOGA dan
Keterampilan.
b. Menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat
Daerah (RKA-SKPD) kegiatan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
keterampilan.
c. Melakukan advokasi kepada lintas program dan lintas sektor tingkat
provinsi dalam mendukung pelaksanaan asuhan mandiri pemanfaatan
TOGA dan keterampilan.
d. Melakukan sosialisasi Pedoman Asuhan Mandiri Pemanfaatan TOGA
dan Keterampilan kepada lintas program, lintas sektor dan Organisasi
Masyarakat di tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota.
e. Meningkatkan kapasitas SDM level/tingkat kabupaten/kota melalui TOT
asuhan mandiri untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi
kabupaten/kota dalam pemanfaatan TOGA dan keterampilan.
f. Melakukan pembinaan pelaksanaan kegiatan asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan keterampilan di kabupaten/kota.

3. Tingkat Kabupaten/Kota
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai Organisasi Perangkat Daerah
(OPD) dapat berkoordinasi dengan lintas program dan lintas sektor terkait
meliputi kegiatan berikut:
a. Membuat kebijakan tingkat kabupaten/kota dalam rangka penerapan
kebijakan tingkat provinsi sebagai Pedoman Asuhan Mandiri
Pemanfatan TOGA dan Keterampilan.

47 | P a g e
b. Menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat
Daerah (RKA-SKPD) kegiatan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
keterampilan.
c. Melakukan advokasi kepada pemangku kepentingan antara lain lintas
program dan lintas sektor tingkat kabupaten/kota dalam mendukung
pelaksanaan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan keterampilan.
d. Melakukan sosialisasi Pedoman Asuhan Mandiri Pemanfaatan TOGA
dan Keterampilan kepada lintas program, lintas sektor dan Organisasi
Masyarakat di tingkat kabupaten/kota dan Puskesmas dalam
mendukung kegiatan asuhan mandiri pemanfatan TOGA dan
keterampilan.
e. Meningkatkan kapasitas SDM Puskesmas menjadi fasilitator melalui
pelatihan asuhan mandiri untuk mendukung pelaksanaan tugas dan
fungsi Puskesmas dalam pemanfaatan TOGA dan keterampilan di
wilayah kerjanya.
f. Melakukan pembinaan pelaksanaan kegiatan asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan keterampilan di wilayah kerja Puskesmas.

4. Tingkat Kecamatan
Asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan keterampilan dalam Upaya
Kesehatan Masyarakat (UKM) melalui kesehatan tradisional di puskemas
dilaksanakan sebagai wujud penerapan paradigma sehat dalam untuk
mencapai program Indonesia Sehat. Kegiatan tersebut meliputi:
a. Kepala Puskesmas bersama fasilitator terlatih melakukan sosialisasi
dan advokasi asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan keterampilan
kepada pemangku kepentingan serta masyarakat di wilayah kerjanya.
b. Melakukan identifikasi masalah kesehatan, kebutuhan dan harapan
serta potensi masyarakat sebagai dasar dalam menentukan
kebijakan/kegiatan yang berkaitan dengan asuhan mandiri pemanfaatan
TOGA dan keterampilan di wilayah kerjanya.
c. Kepala Puskesmas, pemangku kepentingan dan mitra bersama sama
mengajukan rencana anggaran secara terpadu untuk mendukung
kegiatan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan keterampilan melalui
sistem penganggaran yang berlaku. (Musrenbang tingkat kelurahan
maupun kecamatan).
d. Fasilitator Puskesmas yang sudah memiliki sertifikat pelatihan asuhan
mandiri, melakukan :
1) Orientasi kepada kader tentang asuhan mandiri pemanfaatan TOGA
dan keterampilan, sebagai dasar pengetahuan dalam melaksanakan
tugas untuk membina/melatih keluarga binaan yang akan menjadi
kelompok asuhan mandiri, berkoordinasi dengan pihak terkait.
2) Memfasilitasi kader dalam pembentukan dan atau pengembangan
kelompok asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan keterampilan,
48 | P a g e
berkoordinasi dengan pihak terkait, lintas sektor dan tokoh
masyarakat peduli kesehatan.
3) Pendampingan kader bersama TP-PKK, Pertanian dan lintas sektor
lainnya, dalam kegiatan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
keterampilan di wilayah kerjanya.
4) Pemantauan secara periodik atas pelaksanaan kegiatan asuhan
mandiri pemanfaatan TOGA dan keterampilan di wilayah kerjanya
agar kegiatan dapat berlangsung dengan baik sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan.
5) Fasilitator puskesmas menjemput catatan kader tentang pelaksanaan
kegiatan kelompok asuhan mandiri setiap bulannya dan melaporkan
ke Dinas Kesehatan setiap triwulan.

5. Tingkat Desa/Kelurahan
a. Kepala desa/lurah menerbitkan surat keputusan yang berkaitan dengan
pengorganisasian seperti antara lain Surat Keputusan penetapan kader,
SK pembentukan kelompok asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
keterampilan, SK penanggungjawab kelompok asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan keterampilan, dan lain-lain.
b. Petugas puskesmas pembantu/bidan desa, kader dan mitra tingkat
desa/kelurahan melakukan identifikasi masalah kesehatan, kebutuhan
dan harapan serta potensi masyarakat dalam kemampuan asuhan
mandiri pemanfaatan TOGA dan keterampilan melalui Survey Mawas
Diri (SMD) yang dilakukan di desa sebagai dasar menyusun rencana
kegiatan di wilayahnya.
c. Fasilitator puskesmas didampingi oleh penanggungjawab daerah binaan
puskesmas bersama mitra mengkoordinir pemberdayaan masyarakat
dalam pengembangan kegiatan asuhan mandiri pemanfatan TOGA dan
keterampilan.
d. Penanggungjawab daerah binaan puskesmas dan fasilitator puskesmas
mendampingi masyarakat untuk melakukan SMD dalam kebutuhan
pengembangan asuhan mandiri. Kegiatan SMD bertujuan untuk
mengidentifikasi masalah kesehatan, kebutuhan dan harapan serta
potensi sumber daya yang dimiliki untuk pengembangan asuhan
mandiri, salah satunya dilihat dengan catatan data warga dan catatan
kegiatan.
e. Penanggungjawab daerah binaan puskesmas dan fasilitator puskesmas
bersama kader, tokoh masyarakat, kepala desa dan lurah membahas
hasil SMD dalam forum Musyawarah Masyarakat Desa (MMD)
difasilitasi oleh kepala desa/lurah. Kegiatan MMD bertujuan untuk
menyamakan persepsi antara puskesmas dan masyarakat tentang
kebutuhan pengembangan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
keterampilan.
49 | P a g e
f. Forum MMD menyusun rencana kegiatan pengembangan asuhan
mandiri pemanfaatan TOGA dan keterampilan, dukungan sumber daya,
pembagian peran dan tugas dari masing-masing pihak dan masyarakat.
g. Kepala desa/lurah bersama dengan fasilitator puskesmas dan kader
menyusun kegiatan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
keterampilan diwilayahnya berdasarkan hasil MMD tersebut.
h. Kepala desa mengusulkan anggaran secara terpadu dan
mengintegrasikannya dalam Rencana Kerja Pembangunan (RKP) Desa
dalam Musrenbang kelurahan untuk mendukung pengembangan
kegiatan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan keterampilan sesuai
dengan rencana kegiatan yang telah disusun berdasarkan kebutuhan
dan harapan masyarakat yang bersumber dana swadaya masyarakat
maupun pemerintah melalui APBD maupun Alokasi Dana Desa (ADD).
i. Kader dan petugas puskemas pembantu/bidan desa/penanggungjawab
daerah binaan puskesmas bersama mitra melakukan penyuluhan dan
pembinaan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan keterampilan
kepada keluarga binaan dan masyarakat.
j. Kader yang sudah mendapatkan orientasi asuhan mandiri dari fasilitator
melakukan pembinaan kepada minimal 5–10 keluarga binaan dan
memotivasi agar setiap keluarga mempunyai minimal 5 (lima) jenis
tanaman obat di rumahnya yang ditata indah.

6. Tingkat Kelompok Asuhan Mandiri


Setiap kelompok asuhan mandiri dalam melakukan kegiatannya harus
memenuhi persyaratan:
a. Aman
Metode dan bahan yang digunakan aman, bermanfaat dan dapat
dipertanggungjawabkan secara empiris.
b. Norma
Mengikuti nilai-nilai budaya, agama dan sosial yang berlaku di
masyarakat setempat.
c. Praktis
Dapat dilakukan sendiri dengan cara sederhana, alat serta bahan yang
digunakan mudah didapat.
d. Partisipasi aktif
Adanya dukungan serta peran serta masyarakat baik berupa tenaga,
sarana, prasarana maupun dana.

50 | P a g e
Pokok Bahasan 3
C. Pembinaan Asuhan Mandiri
1. Tingkat Pusat
a. Membuat kebijakan yang mendukung pelaksanaan Kegiatan Asuhan
Mandiri (Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria/NSPK).
b. Membentuk Tim Pelatih tingkat provinsi.
c. Melakukan evaluasi pelaksanaan pelatihan asuhan mandiri tingkat
provinsi.
d. Melakukan pengawasan terhadap pelatihan asuhan mandiri tingkat
provinsi.

2. Tingkat Provinsi
a. Membuat kebijakan daerah dalam pelaksanaan asuhan mandiri di
tingkat provinsi.
b. Membentuk Tim Pelatih tingkat kabupaten/kota.
c. Melakukan evaluasi pelaksanaan pelatihan asuhan mandiri tingkat
kabupaten/kota.
d. Melakukan pengawasan terhadap pelatihan asuhan mandiri tingkat
kabupaten/kota.

3. Tingkat kabupaten/kota
a. Membuat kebijakan daerah dalam pelaksanaan asuhan mandiri di
tingkat kabupaten/kota.
b. Melakukan pelatihan fasilitator asuhan mandiri bagi petugas puskesmas.
c. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan asuhan
mandiri.
d. Melakukan evaluasi sejauh mana pembentukan dan pelaksanaan
kegiatan asuhan mandiri.

4. Tingkat Puskesmas
a. Membuat kebijakan di puskesmas terkait pelaksanaan asuhan mandiri.
b. Melakukan orientasi kepada kader.
c. Pendampingan kepada kader yang melaksanakan penyuluhan kepada
kelompok-kelompok masyarakat.
d. Melakukan pembinaan, pengawasan kepada kader dan keluarga binaan
dalam melaksanakan kegiatan di kelompoknya.
e. Melakukan evaluasi pelaksanaan kegiatan asuhan mandiri.

51 | P a g e
VII. REFERENSI
A. PP No. 103 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional
B. Permenkes Nomor 9 Tahun tentang Upaya Pengembangan Kesehatan
Tradisional Melalui Asuhan Mandiri Pemanfaatan Taman Obat Keluarga dan
Keterampilan
C. Permenkes Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas
D. Kepmenkes Nomor HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019
E. Buku saku 1 Petunjuk Praktis TOGA dan Akupresur

52 | P a g e
MATERI INTI 1
PEMANFAATAN TOGA

I. DESKRIPSI SINGKAT
Indonesia merupakan negara kaya dengan keanekaragaman hayati (A Mega
Biodiversity Country) dimana terdapat lebih kurang 30.000 jenis tanaman yang
tersebar di seluruh tanah air, sekitar 9.600 spesies berkhasiat obat dan kurang
lebih 300 spesies digunakan sebagai bahan pengobatan tradisional oleh industri
obat tradisional. Oleh karena itu keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia
merupakan aset dan sumberdaya yang harus dipelihara dan dikelola untuk
dapat menjadi warisan leluhur dan bermanfaat bagi masyarakat untuk
pemeliharaan kesehatan.

TOGA adalah singkatan dari Taman Obat Keluarga berfungsi sebagai penyedia
obat sekaligus berupa taman berestetika yang memenuhi kriteria keindahan
pekarangan.TOGA dapat memenuhi upaya kesehatan preventif (pencegahan
penyakit), promotif (peningkatan derajat kesehatan), kuratif (penyembuhan
penyakit) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan). Selain itu TOGA juga
berfungsi untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga antara lain sebagai
sarana untuk (1) memperbaiki status gizi keluarga, (2) menambah penghasilan
keluarga, (3) meningkatkan kesehatan lingkungan pemukiman, (4) melestarikan
tanaman obat dan budaya bangsa. Disamping itu, kaberadaan TOGA juga
berfungsi sebagai upaya pelestarian tanaman obat dari proses pelangkaan.
TOGA pernah dikembangkan diberbagai daerah mulai dari pedesaan sampai di
perkotaan dengan membudidayakan berbagai jenis tanaman obat yang tumbuh
sesuai spesifikasi daerah masing-masing. Namun demikian keberadaan
TOGAdi daerah masih mempunyai permasalahan dan hambatan, diantaranya
pengelolaan danpemanfaatan TOGA belum berjalan secara optimal. Oleh
karena itu revitalisasi TOGA perlu dilakukan, agar TOGA dapat berkembang
secara optimal dan dimanfaatkan seluas-luasnya oleh masyarakat sebagai
bahan ramuan yang berkhasiat dalam upaya menjaga, meningkatkan dan
menanggulangi kesehatan.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Umum:
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu melakukan pemanfaatan
TOGA.
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Peserta mampu :
1. Menjelaskan konsep dasar TOGA
2. Mengenal tanaman obat pada TOGA

53 | P a g e
3. Melakukan cara budidaya dan pengelolaan pasca panen primer
tanaman obat
4. Membuat ramuan untuk asuhan mandiri
5. Melakukan pemanfaatan TOGA dalam asuhan mandiri

III. POKOK BAHASAN DAN ATAU SUB POKOK BAHASAN


A. Konsep Dasar TOGA
1. Pengertian TOGA
2. Fungsi TOGA
3. Manfaat TOGA
4. Sejarah singkat perkembangan TOGA
5. Sasaran dan lokasi TOGA

B. Pengenalan Tanaman Obat pada TOGA


1. Jenis-jenis Tanaman Obat
2. Pertelaan Tanaman Obat
3. Kandungan dari Tanaman Obat

C. Budidaya dan Pengelolaan Pascapanen Primer Tanaman Obat


1. Lingkungan Tempat Tumbuh
2. Teknik Budidaya dan Pascapanen (pengolahan primer) Tanaman Obat

D. Cara Pembuatan Ramuan untuk Asuhan Mandiri


1. Hygiene sanitasi
2. Penyiapan Bahan Baku (simplisia) : takaran dan ukuran
3. Penyiapan Alat
4. Cara Pembuatan
5. Cara Penyajian
6. Cara Penyimpanan

E. Pemanfaatan TOGA dalam Asuhan Mandiri


1. Meningkatkan produksi ASI
2. Batuk pilek pada balita
3. Meningkatkan nafsu makan
4. Gatal pada biduran
5. Nyeri haid
6. Susah tidur dan stress
7. Kram otot tungkai bawah/kaki
8. Sakit kepala/pusing
9. Peningkatan daya tahan tubuh
10. Sakit pinggang
11. Mual, muntah dan nyeri ulu hati
12. Sesak nafas/mengi
54 | P a g e
13. Melancarkan BAB
14. Nyeri sendi
15. Pemulihan setelah sakit

IV. BAHAN BELAJAR


Modul, hand out, PPT, panduan latihan, dan panduan demonstrasi.

V. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN


Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 10 JP @ 45menit, untuk
memudahkan proses pembelajaran dilakukan langkah-langkah kegiatan
pembelajaran sebagai berikut:

A. Sesi 1 Pengkondisian
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum
pernah menyampaikan sesi di kelas, mulai dengan perkenalan.
Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat
bekerja, materi yang akan disampaikan.
2. Fasilitator menyampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok
bahasan yang akan disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan
bahan tayang.
3. Fasilitator melakukan apersepsi tentang materi yang akan dibahas
dengan metode curah pendapat atau meminta beberapa peserta untuk
menjawab.

B. Sesi 2 Pembahasan Pokok Bahasan 1: Konsep Dasar TOGA


Penyampaian sub pokok bahasan tentang: pengertian TOGA, fungsi TOGA,
manfaat TOGA, sejarah singkat perkembangan TOGA, serta sasaran dan
lokasi TOGA dengan menggunakan metode tugas baca modul dan ceramah
tanya jawab.

Langkah proses pembelajaran sebagai berikut:


1. Fasilitator menjelaskan tentang pengertian TOGA menggunakan modul
dan bahan tayangan, dengan metode tugas baca modul dan ceramah
tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi
dalam proses pembelajaran.
2. Fasilitator menjelaskan tentang fungsi TOGA menggunakan modul dan
bahan tayangan, dengan metode tugas baca modul dan ceramah tanya
jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi dalam
proses pembelajaran.
3. Fasilitator menjelaskan tentang manfaat TOGA menggunakan modul dan
bahan tayangan, dengan metode tugas baca modul dan ceramah tanya
jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi dalam
proses pembelajaran.
55 | P a g e
4. Fasilitator menjelaskan tentang sejarah singkat perkembangan TOGA
menggunakan modul dan bahan tayangan, dengan metode tugas baca
modul dan ceramah tanya jawab dan mengajak peserta untuk
berpartisipasi serta berinteraksi dalam proses pembelajaran.
5. Fasilitator menjelaskan tentang sasaran dan lokasi TOGA menggunakan
modul dan bahan tayangan, dengan metode tugas baca modul dan
ceramah tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta
berinteraksi dalam proses pembelajaran.

C. Sesi 3 Pembahasan Pokok Bahasan 2: Pengenalan Tanaman Obat pada


TOGA
Penyampaian sub pokok bahasan tentang jenis-jenis tanaman obat, pertelaan
tanaman obat dan kandungan dari tanaman obat dengan menggunakan
metode tugas baca modul, ceramah tanya jawab.

Langkah proses pembelajaran sebagai berikut:


1. Fasilitator menjelaskan tentang jenis-jenis tanaman obat menggunakan
modul, bahan tayangan, dan film dengan metode tugas baca modul,
ceramah tanya jawab, pemutaran film dan mengajak peserta untuk
berpartisipasi serta berinteraksi dalam proses pembelajaran.
2. Fasilitator menjelaskan tentang pertelaan tanaman obat menggunakan
modul, bahan tayangan, dan film dengan metode tugas baca modul,
ceramah tanya jawab, pemutaran film dan mengajak peserta untuk
berpartisipasi serta berinteraksi dalam proses pembelajaran.
3. Fasilitator menjelaskan tentang kandungan dari tanaman obat
menggunakan modul, bahan tayangan, dan film dengan metode tugas
baca modul, ceramah tanya jawab, dan mengajak peserta untuk
berpartisipasi serta berinteraksi dalam proses pembelajaran.

D. Sesi 4 Pembahasan Pokok Bahasan 3: Budidaya dan Pengelolaan


Pascapanen Primer Tanaman Obat
Penyampaian sub pokok bahasan tentang: lingkungan tempat tumbuh serta
teknik budidaya dan pascapanen dengan menggunakan metode tugas baca
modul, ceramah tanya jawab dan pemutaran film.

Langkah proses pembelajaran sebagai berikut:


1. Fasilitator menjelaskan tentang lingkungan tempat tumbuh menggunakan
modul, bahan tayangan, dan film dengan metode tugas baca modul,
ceramah tanya jawab, pemutaran film dan mengajak peserta untuk
berpartisipasi serta berinteraksi dalam proses pembelajaran.
2. Fasilitator menjelaskan tentang teknik budidaya dan pascapanen
menggunakan modul, bahan tayangan, dan film dengan metode tugas

56 | P a g e
baca modul, ceramah tanya jawab, pemutaran film dan mengajak peserta
untuk berpartisipasi serta berinteraksi dalam proses pembelajaran.

E. Sesi 5 Pembahasan Pokok Bahasan 4: Cara Pembuatan Ramuan untuk


Asuhan Mandiri
Penyampaian sub pokok bahasan tentang hygiene sanitasi, penyiapan bahan
baku (simplisia), penyiapan alat, cara pembuatan, cara penyajian, dan cara
penyimpanan dengan menggunakan metode tugas baca modul, ceramah
tanya jawab, dan latihan.

Langkah proses pembelajaran sebagai berikut:


1. Fasilitator menjelaskan tentang hygiene sanitasi menggunakan modul,
bahan tayangan, dan panduan latihan dengan metode tugas baca modul,
ceramah tanya jawab, latihan dan mengajak peserta untuk berpartisipasi
serta berinteraksi dalam proses pembelajaran.
2. Fasilitator menjelaskan tentang penyiapan bahan baku (simplisia)
menggunakan modul, bahan tayangan, dan panduan latihan dengan
metode tugas baca modul, ceramah tanya jawab, latihan dan mengajak
peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi dalam proses
pembelajaran.
3. Fasilitator menjelaskan tentang penyiapan alat menggunakan modul,
bahan tayangan, dan panduan latihan dengan metode tugas baca modul,
ceramah tanya jawab, latihan dan mengajak peserta untuk berpartisipasi
serta berinteraksi dalam proses pembelajaran.
4. Fasilitator menjelaskan tentang cara pembuatan menggunakan modul,
bahan tayangan, dan panduan latihan dengan metode tugas baca modul,
ceramah tanya jawab, latihan dan mengajak peserta untuk berpartisipasi
serta berinteraksi dalam proses pembelajaran.
5. Fasilitator menjelaskan tentang cara penyajian menggunakan modul,
bahan tayangan, dan panduan latihan dengan metode tugas baca modul,
ceramah tanya jawab, latihan dan mengajak peserta untuk berpartisipasi
serta berinteraksi dalam proses pembelajaran.
6. Fasilitator menjelaskan tentang cara penyimpanan menggunakan modul,
bahan tayangan, dan panduan latihan dengan metode tugas baca modul,
ceramah tanya jawab, latihan dan mengajak peserta untuk berpartisipasi
serta berinteraksi dalam proses pembelajaran.

F. Sesi 6 Pembahasan Pokok Bahasan 5: Pemanfaatan TOGA dalam Asuhan


Mandiri
Langkah Proses Pembelajaran sebagai berikut :
Penyampaian pokok bahasan tentang pemanfaatan TOGA dalam asuhan
mandiri dengan menggunakan metode tugas baca modul, ceramah tanya

57 | P a g e
jawab dan latihan serta mengajak peserta untuk berpartisipasi serta
berinteraksi dalam proses pembelajaran.

G. Sesi 7 Kesimpulan dan Penutup


Langkah Proses Pembelajaran sebagai berikut :
Fasilitator merangkum atau melakukan pembulatan tentang pembahasan
materi ini dengan mengajak seluruh peserta untuk melakukan refleksi/umpan
balik. Dilanjutkan dengan memberikan apresiasi atas keterlibatan aktif seluruh
peserta.

VI. URAIAN MATERI


Pokok Bahasan 1
A. Konsep Dasar TOGA
1. Pengertian TOGA
TOGA yaitu sebidang tanah baik di halaman, pekarangan, atau di kebun
yang dimanfaatkan untuk menumbuhkan tanaman yang berkhasiat obat
dalam upaya memenuhi kebutuhan obat keluarga.TOGA dimaksudkan
agar masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan dengan cara yang
murah, mudah, aman dan nyaman. TOGA selain menjaga kesehatan
masyarakat, juga diharapkan dengan TOGA keindahan lingkungan rumah
tangga dapat tercipta, termasuk mengurangi pengeluaran kebutuhan
rumah tangga sehari-hari. Karena kebutuhan obat, sayur-sayuran dan
bumbu masak telah tersedia di dalam TOGA. Oleh karena itu TOGA
diharapkan dapat menunjang kesehatan, kesejahteraan, keindahan
lingkungan, pelestarian tanaman dan budaya, mengurangi kebutuhan
rumah tangga sehari-hari, dan dapat juga sebagai sumber penyedia bahan
baku obat tradisional.

2. Fungsi TOGA
Fungsi TOGA yaitu sebagai berikut:
a. Sebagai sarana mendekatkan tanaman obat kepada masyarakat untuk
upaya kesehatan mandiri.
b. Sebagai pendayagunaan tanaman obat yang dapat diarahkan untuk
upaya peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit
(preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan
(rehabilitatif).
c. Melestarikan budaya pengobatan tradisional sebagai warisan leluhur
dengan memanfaatkan tanaman yang berkhasiat.

58 | P a g e
3. Manfaat TOGA
Manfaat TOGA yaitu sebagai berikut:
a. TOGA mempunyai manfaat sebagai upaya kesehatan preventif
(pencegahan penyakit), promotif (peningkatan derajat kesehatan), kuratif
(penyembuhan penyakit) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan).
b. TOGA mempunyai manfaat sebagai mendukung menciptakan
kesehatan dan kesejahteraan keluarga antara lain sebagai sarana untuk
(1) memperbaiki status gizi keluarga, (2) menambah penghasilan
keluarga, (3) meningkatkan kesehatan lingkungan pemukiman, (4)
melestarikan tanaman obat dan budaya bangsa.

4. Sejarah Singkat Perkembangan TOGA


Reorganisasi Departemen Kesehatan pada tahun 1975 melahirkan
terbentuknya Direktorat Pengawasan Obat Tradisional dibawah Direktorat
Jenderal Farmasi, yang mempunyai tugas dan fungsi menggali,
mengembangkan, meningkatkan dan memanfaatkan obat tradisional yang
diproduksi dan diedarkan.

Berdasarkan hasil survei pada tahun 1976-1978 yang dilaksanakan


bersamaan dengan sosialisasi peraturan di bidang obat tradisional di
daerah-daerah, diketahui bahwa pada umumnya masyarakat tidak
mengenal dan mulai melupakan tanaman obat. Tanaman obat seperti
kunyit, sereh, lengkuas hanya digunakan sebagai bumbu dapur.

Keadaan ini memotivasi Direktorat Pengawasan Obat Tradisional untuk


mengenalkan kembali tanaman obat dan khasiatnya dengan harapan dapat
mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Sekaligus
melanjutkan gagasan ibu Supardjo Rustam ketua Tim Penggerak PKK
Provinsi Jawa Tengah saat itu yang mengembangkan “Apotik Hidup”, yang
merupakan kegiatan pemanfaatan pekarangan dengan menanam tanaman
yang bermanfaat bagi kesehatan. Dalam perkembangannya “Apotik Hidup“
tidak sesuai dengan kebijakan kefarmasian, maka disepakati diganti
dengan “Taman Obat Keluarga” yang dikenal dengan “TOGA”. Direktorat
ini juga telah menerbitkan buku petunjuk untuk penyuluhan dengan judul
“TOGA” dan Pemanfaatan Tanaman Obat edisi I sampai dengan III.

Program ini juga dilaksanakan oleh Direktorat Bina Peran Serta


Masyarakat - Direktorat Jenderal Bina Kesahatan Masyarakat yang
merupakan direktorat baru sejak tahun 1985. Berdasarkan SK Menkes 558
tahun 1984 melalui Subdit Bina Upaya Kesehatan Tradisional yang
bertugas mengembangkan kebijakan upaya kesehatan tradisional di
Indonesia antara lain budidaya TOGA dan pemanfaatannya, dan juga
melakukan pembinaan kepada pengobat tradisional (Battra).
59 | P a g e
Penyebarluasan TOGA dilakukan melalui penyuluhan, penataran dan
pelatihan kader hingga diadakan lomba TOGA tingkat nasional. Direktorat
Bina Peran Serta Masyarakat pada tahun 1991 telah menerbitkan buku
“Pemanfaatan Tanaman Obat Untuk Kesehatan Keluarga” edisi pertama
yang merupakan pedoman bagi kader. Buku ini terus diterbitkan sampai
edisi ke enam pada tahun 2010 oleh Subdit yang sama tetapi dibawah
Direktorat Bina Upaya Kesehatan Komunitas dan tentunya telah
mengalami revisi dan diterjemahkan dalam Bahasa Inggris dengan
dukungan “WHO SEARO”. Pada edisi ke enam tersebut beberapa bahan
baku (simplisia) tanaman obat keluarga sudah melalui tahap telaah data
pra klinik.

5. Sasaran dan Lokasi TOGA


a. Sasaran
Perorangan, keluarga, dan kelompok masyarakat, contohnya lingkungan
sekolah, pramuka, karang taruna, asosiasi pengobat tradisional, TP-
PKK, desa siaga.
b. Lokasi
Sesuai namanya TOGA dapat dimulai dari halaman rumah, kebun,
ladang, selain itu dapat dilakukan di halaman sarana umum seperti:
sekolah, puskesmas/rumah sakit, gedung balai desa/kantor kelurahan,
gedung pertemuan dan lahan lain yang dapat dimanfaatkan. Untuk
daerah perkotaan, dimana sulit untuk memiliki rumah dengan halaman
atau pekarangan yang memadai, TOGA dapat dibuat dengan
menggunakan pot, poli bag, ember dan bahan lain yang cocok untuk pot.

Pokok Bahasan 2
B. Pengenalan Tanaman Obat pada TOGA
1. Jenis-jenis Tanaman Obat
Jenis tanaman obat yang banyak ditanam di dalam TOGA secara umum
sudah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Penamaan jenis tanaman
obat dengan menyertakan nama ilmiah (latin) selain nama nasional dan
nama lokal dimaksudkan agar antara tanaman obat yang satu dengan
lainnya tidak tertukar. Nama contoh jenis tanaman obat yang dapat
ditanam di dalam TOGA dapat dilihat di Tabel Lampiran 1.

2. Pertelaan Tanaman Obat


Pertelaan tanaman obat adalah menerangkan atau menyebutkan ciri-ciri
morfologi bagian tanaman seperti batang,daun, bunga, buah dan biji dari
setiap jenis tanaman obat. Hal ini penting untuk diketahui, karena dengan
menyebutkan ciri-ciri tersebut sehingga antara bagian tanaman yang satu
terhadap bagian tanaman dari jenis tanaman obat lainnya tidak tertukar.
60 | P a g e
Contoh berdasarkan penampang batang yaitu bulat dan pipih. Berdasarkan
bentuk daun, dibedakan berbentuk bulat, berbangun perisai, lonjong,
jorong, dan lanset. Bentuk pangkal daun yang berlekuk (berbentuk jantung,
ginjal) dan tidak berlekuk (bulat telur, segi tiga, belah ketupat).
Berdasarkan tulang daun, menyirip, menjari, melengkung, dan
lurus/sejajar.

Berdasarkan letak bunga dibedakan menjadi bunga terminal bila letaknya


di ujung cabang atau ujung batang; dan bunga aksiler apabila bunga
terletak di ketiak daun. Bentuk dasar bunga yang biasa dijumpai adalah
bentuk rata, kerucut, cawan, dan mangkuk.

Buah dibedakan buah semu dan buah asli, berbuah buni dan batu. Biji
mempunyai bentuk yang bermacam-macam, misalnya menyudut, ginjal,
bulat, memanjang, bulat telur dan lain-lain. Tanaman obat berumah satu
dan berumah dua. Tanaman obat mempunyai biji monokotil dan dikotil,
tanaman obat berakar serabut dan tunggang. Tanaman obat penghasil
umbi, rimpang, akar (radix), daun, kulit batang, bunga, buah dan biji.

3. Kandungan dari Tanaman Obat


Kandungan bahan kimia berkhasiat obat diharapkan dapat sebagai
pedoman pemanfaatan dalam pelayanan kesehatan masyarakat (Tabel
Lampiran). Kandungan bahan kimia di dalam tanaman obat adalah banyak
macamnya.

Pokok Bahasan 3
C. Budidaya dan Pengelolaan Pascapanen Primer Tanaman Obat
1. Lingkungan Tempat Tumbuh
Lingkungan tumbuh tanaman mempengaruhi terhadap bahan baku yang
dihasilkan baik dilihat dari kuantitas dan kualitas. Setiap jenis tanaman
mempunyai tingkat toleransi yang berbeda terhadap kondisi lingkungan
tumbuhnya. Faktor lingkungan tumbuh yang optimal pada setiap jenis
tanaman akan mempunyai dampak yang optimal terhadap tingkat
produktivitas, terutama kandungan bahan aktif dari tanaman tersebut dan
mutu yang dihasilkan. Tanaman obat yang akan ditanam dalam TOGA
harus disesuaikan dengan lingkungan tumbuhnya (tabel).

Faktor lingkungan tumbuh yang banyak berpengaruh dan saling berkaitan


terhadap produktivitas dan mutu tanaman obat antara lain adalah
ketinggian tempat, curah hujan, tingkat naungan (intensitas cahaya), dan
jenis/tingkat kesuburan tanah.

61 | P a g e
a. Ketinggian Tempat
Penyebaran tanaman obat di Indonesia dimulai dari daerah pantai
dengan kondisi tanah kering berpasir, berbatu, tanah regosol berpasir
hingga ketinggian 4.000 mdpl (Tabel Lampiran). Banyak ditemukan
jenis-jenis tanaman obat pada setiap lingkungan tumbuh tersebut.
Ketinggian tempat berkaitan erat dengan suhu udara & suhu tanah,
dan aktivitas fotosintesis. Setiap jenis tanaman mempunyai toleransi
yang berbeda terhadap kondisi tersebut. Kita tidak dapat memaksakan
suatu jenis tanaman ditanam pada bukan lingkungan tumbuhnya, kita
cukup memilih tanaman obat yang dikehendaki untuk membentuk
TOGA pada lokasi budidaya yang sesuai lingkungan tumbuhnya.

Sebagai contoh tanaman obat kayu angin, adas, purwoceng hanya


dapat tumbuh di ketinggian tempat di atas 1.000 mdpl, jangan
paksakan untuk ditumbuhkan di bawah ketinggian tempat 500 mdpl.
Ketinggian tempat berkaitan erat dengan suhu udara, tanaman jahe
tumbuh optimum pada suhu 25-300C, suhu di atas 350C daun akan
hangus dan mengering. Sehingga jahe tumbuh baik di ketinggian 300-
900 mdpl, sedangkan kencur dan lidah buaya tumbuh baik di dataran
rendah. Tanaman merupakan mesin biologis, kemampuan produksinya
diatur dan disesuaikan dengan struktur sel, jaringan dan organnya
yang telah terbentuk sesuai dengan lingkungan tumbuhnya, termasuk
kesesuaian terhadap suhu lingkungan yang dipengaruhi oleh
ketinggian tempat.

b. Curah Hujan
Jumlah curah hujan menggambarkan keberadaan air sebagai
penopang kehidupan tanaman. Tanaman tidak dapat tumbuh tanpa air,
terlihat bahwa jaringan tanaman sebagian besar adalah air, lebih
kurang 95% kandungan airnya. Sehingga tanaman yang kekurangan
air dapat menghambat pertumbuhan dan menurunkan produktivitas
tanaman.

Tanaman obat sebagian besar tumbuh liar, di semak-semak, di padang


rumput, di pematang sebagai gulma, adaptasinya terhadap kekurangan
air kadang-kadang lebih besar. Tanaman obat jahe, kencur, kumis-
kucing, tempuyung, katuk, hampir sumuanya di tanam pada lahan
tegalan, tadah hujan.

Tanaman obat jahe dan temu-temuan lainnya memerlukan bulan basah


7-9 bulan, namun masih dapat tumbuh baik di iklim yang mempunyai
bulan basah diatas 9 bulan menurut Oldeman (1975). Tumbuhan herba
seperti kumis kucing, tapak dara, tempuyung tumbuh baik pada tipe
62 | P a g e
iklim dengan bulan basah 7–9 hingga bulan basah hanya 5-6 bulan.
Untuk tanaman cabe jamu dan kemukus termasuk tanaman yang dapat
tumbuh di daerah kering pada tipe iklim dengan bulan basah 4–6
bulan.

Berdasarkan hasil penelitian, pada tanaman umbi, dalam kondisi


kekurangan air justru kandungan zat aktif berkhasiat obatnya
meningkat, walaupun terjadi penurunan produktivitas herbanya,
contohnya pada tanaman pegagan dan pada tanaman tempuyung
(Rahardjo et al., 2000). Untuk itu disarankan upaya peningkatan mutu
kandungan zat berkhasiat pada tanaman obat penghasil
herba,penanamannya diarahkan ke daerah tipe iklim kering dengan
bulan basah 5–6 bulan, bahkan sampai ke daerah sangat kering
dengan bulan basah 3–4 bulan. Atau dapat juga TO dikembangkan
pada tipe iklim basah dengan bulan basah antara 7–9 bulan, akan
tetapi waktu panennya dilakukan pada musim kemarau, atau pada saat
tanaman menjelang berbunga.

c. Tingkat Naungan
Semua tanaman obat memerlukan sinar matahari untuk aktivitas
fotosintesisnya, walaupun setiap jenis tanaman mempunyai toleransi
yang berbeda. Berlaku hampir untuk semua tanaman, apabila jumlah
sinar yang diterima berkurang sampai pada tingkat tertentu maka
produktivitas dan mutunya menurun. Banyak jenis-jenis tanaman obat
yang dapat tumbuh di bawah tegakan kayu atau tanaman keras,
biasanya TO ini termasuk tanaman jenis perdu, herba dan sebagai
gulma.

Budidaya tanaman obat juga sering dilakukan dengan cara tumpang


sari. Contohnya TO tempuyung ditanam bersamaan dengan tanaman
lain yang lebih tinggi, hingga tingkat naungannya mencapi 50%.
Sehingga untuk tanaman tertentu masih layak ditanam di bawah
tegakan hingga ternaungi 50% atau ditumpangsarikan dengan
tanaman lain yang lebih tinggi.

Tanaman jahe gajah masih toleran mendapat naungan sampai 25%,


sedang untuk jahe emprit dan merah mampu ternaungi hingga 40%
(Januwati dan Yusron, 2002). Sedangkan tanaman pegagan masih
mampu ternaungi hingga 55% dan mutunya akan menurun setelah
mendapat naungan 75%. Pembentukan TOGA dapat memadukan
antara satu jenis tanaman yang berbatang tinggi dengan tanaman obat
lainnya yang berbatang pendek atau menjalar. Sehingga terbentuklah
TOGA yang serasi dan berestetika.
63 | P a g e
d. Jenis dan Tingkat Kesuburan Tanah
Jenis dan tingkat kesuburan tanah merupakan salah satu faktor
penentu terhadap tingkat produktivitas dan mutu tanaman obat.
Tanaman obat penghasil rimpang dari famili Zingiberaceae (jahe,
kencur, temu putih, dan temu-temuan lainnya) dan penghasil umbi dari
famili Umbiliferae (purwoceng) memerlukan tanah yang gembur
disamping subur. Budidaya tanaman obat pada famili ini memerlukan
bahan organik relatif tinggi.

Untuk pembentukan rimpang dan umbi diperlukan tanah yang gembur,


fraksi pasirnya cenderung lebih tinggi atau seimbang dibandingkan
fraksi liatnya. Kebutuhan bahan organik yang relatif tinggi selain untuk
menjaga kelembaban, suhu, aerasi tanah, juga diperlukan untuk
meningkatkan kesuburan tanah. Perkembangan rimpang dan umbi
perlu kelembaban dan suhu yang stabil dan aerasi tanah yang baik.

Selain penghasil rimpang dan umbi, terdapat tanaman obat penghasil


daun (jambu bijidan daun ungu), herba (batang, ranting & daun)
contohnya kumis kucing, tempuyung, sambiloto,TO menghasilkan kulit
kayu (kina), biji (adas), buah (mengkudu). Kebutuhan adaptasi TO jenis
tersebut terhadap media tumbuh (jenis tanah) relatif lebih luas, dari
kondisi tanah yang gembur hingga tanah yang relatif agak berlempung,
dapat tumbuh pada jenis tanah yang kandungan liatnya relatif lebih
tinggi dibandingkan kandungan pasirnya.

Untuk memenuhi kebutuhan hara yang seimbang dan optimal, perlu


upaya pemupukan. Pada akhir-akhir ini muncul pertanian organik untuk
memperoleh produk yang higienis dan menghindari pencemaran
lingkungan. Budidaya tanaman obat pada umumnya tidak perlu
menggunakan pupuk anorganik dan penggunaan pestisida sintetik.

Tanah sebagai media tumbuh, penyedia hara tanaman, kadang-


kadang di lain pihak juga penyedia zat-zat yang tidak diinginkan.
Beberapa daerah-daerah tertentu kandungan logam beratnya cukup
tinggi, sebagai contoh pada lokasi penambangan timah dan emas.
Tanaman obat yang ditanam pada lokasi tersebut kandungan logam
beratnya akan tinggi, sehingga sebagai bahan baku obat tidak boleh
dipergunakan. Lokasi penanaman tanaman obat yang mempunyai
potensi tercemar logam berat juga terjadi pada area yang dekat
dengan jalan raya yang padat kendaraan. Sisa pembakaran dari
kendaraan dapat mencemari tanaman obat sekitarnya, terutama yang
terkandung di dalam daun. Sehingga hindarilah budidaya tanaman obat

64 | P a g e
pada lokasi tersebut. Lingkungan tumbuh tercantum pada Tabel
Lampiran.

e. Penataan TOGA
Dalam pengembangan TOGA perlu diperhatikan penataan dari
berbagai tanaman yang akan ditanam, sehingga terlihat serasi, indah
dan bernilai estetika sebagai taman. Penataan dalam penanaman
tanaman obat dapat didasarkan pada :
1) Fisik tanaman (tanaman yang tumbuh tinggi, sedang dan rendah);
2) Warna daun (hijau, ungu, kuning, merah);
3) Bentuk daun (besar, kecil, bulat dan panjang);
4) Khasiatnya (sebagai obat batuk, obat pilek, obat diare dan
sebagainya);
Kegunaan lainnya (sebagai bumbu masak, sayuran dan lalapan);
Penataan TOGA dapat dipadukan dengan tanaman buah-buahan,
sayuran, tanaman hias bahkan tanaman perkebunan yang mempunyai
fungsi sebagai obat.

2. Teknik Budidaya dan Pascapanen


Teknik budidaya meliputi beberapa urutan kegiatan:
a. Penyiapan Lahan/tempat untuk menanam
Penyiapan lahan/tempat untuk budidaya adalah rangkaian kegiatan
mulai dari membersihkan lahan/tempat budidaya dari bebatuan, gulma
dan sisa-sisa tanaman lain dengan sampai lahan siap tanam. Sebelum
lahan disiapkan, perlu ditetapkan lokasi dimana kita akan melakukan
budidaya. Tujuannya adalah untuk mendapatkan lokasi yang cocok
untuk budidaya tanaman obat yang sesuai dengan karakteristik
komoditi dimana nantinya akan mempengaruhi teknik dan cara
budidaya tanaman obat untuk menghasilkan produksi dan mutu yang
optimal. Luas lahan yang digunakan untuk budidaya tanaman obat
mempengaruhicara bertanam/budidaya. Pada lahan yang cukup luas,
budidaya dapat dilakukan langsung di lahan/tanah tanpa menggunakan
pot. Sedangkan pada lahan yang terbatas/sempit seperti di perkotaan,
budidaya menggunakan pot menjadi pilihan masyarakat. Pot yang
dapat dipergunakan antara lain pot plastik, kaleng bekas, pot terbuat
dari tanah liat, polibag, pot terbuat dari bambu dan karung plastik.
Ukuran besar kecilnya pot dipilih berdasarkan jenis dan tinggi
rendahnya tanaman yang akan ditanam.

Berikut adalah kegiatan penyiapan lahan/tempat untuk budidaya


tanaman obat:
1) Menyiapkan media tanam di pot (untuk budidaya di dalam pot).
Media tanam dibuat dari tanah yang gembur yang dicampur
65 | P a g e
dengan kompos atau pupuk kandang (kotoran sapi atau kotoran
kambing). Perbandingan tanah dan kompos (pupuk kandang)
adalah 1:1 atau 2:1 atau 3:1, media diaduk hingga merata. Pada
dasar pot dapat dimasukkan batu kerikil sehingga pada saat hujan
(kelebihan air) dapat dicegah karena kelebihan air dapat
menghambat pertumbuhan akar.
2) Menyediakan media tanam di lahan/tanah pekarangan atau
halaman.
3) Lahan dibersih dari bebatuan, gulma dan sisa-sisa tanaman lain;
a) Lahan digemburkan (diolah) dengan menggunakan cangkul atau
garpu dengan tujuan untuk memudahkan akar tanaman tumbuh
dan berkembang, dan dapat menyimpan udara serta air tanah
secara maksimal.
b) Membuat saluran pembuangan air di sekitar lahan sehingga
tanaman tidak tergenang air diwaktu musim hujan.
c) Membuat lubang tanam dengan ukuran lubang tanam
disesuaikan dengan jenis tanaman.
d) Untuk tanaman tahunan seperti kelapa, kedaung, pepaya, kayu
putih, delima, jambu biji, mahkota dewa, jati belanda, belimbing
ukuran lubang tanam 30cmx30cmx30cm atau
40cmx40cmx40cm.
e) Untuk tanaman semusim/perdu seperti sambiloto, kumis kucing,
daun dewa, tomat, jahe, kencur, kunyit ukuran lobang tanam
20cmx20cmx20 cm.
f) Jarak antar lubang tanam disesuaikan dengan jenis tanaman,
tidak terlalu rapat atau jarang.
g) Lubang dibiarkan terbuka selama ±7 hari dan dibiarkan kena
sinar matahari untuk membuang racun di dalam tanah dan
mengaktifkan mikroba tanah sebagai sumber makanan
tanaman.
h) Tanah bekas galian dicampur dengan kompos/pupuk kandang
dengan perbandingan tanah 3:1 atau 2:1, disesuaikan dengan
kesuburan lahan. Media tanam siap untuk digunakan.

b. Penyiapan Benih
Penyiapan benih adalah proses dimana tanaman induk disiapkan untuk
mendapatkan benih yang baik dan siap tanam. Selanjutnya dilakukan
pembibitan/persemaian benihuntuk menumbuhkan bahan tanaman
berupa biji, setek, rimpang, cangkokan, serpihan anakan, dan umbi
sebelum dipindahkan ke dalam pot atau lahan tempat tanaman ditanam
(di lapang). Benih tanaman dapat diperbanyak dengan cara vegetatif
maupun generatif, yaitu :
1) Biji, seperti saga.
66 | P a g e
2) Stek seperti kumis kucing, cabe jawa, sambung nyawa, keji beling,
sirih, beluntas.
3) Rimpang, seperti jahe, temu-temuan, kencur, kunyit, lengkuas.
4) Cangkok, seperti delima, mengkudu.
5) Anakan, seperti daun dewa, bidara upas.

Benih yang berasal dari biji, harus dibuat persemaian lebih dahulu, bisa
menggunakan pot plastik maupun polybag, ukuran disesuaikan. Benih
yang berkulit keras, misalnya biji saga sebelum disemai, direndam air
selama satu malam atau dirusak kulit bijinya terlebih dahulu agar dapat
cepat tumbuh.

Membuat persemaian dengan polybag atau pot :


1) Polybag diisi dengan campuran tanah gembur dengan kompos atau
pupuk kandang dengan perbandingan 1:1 atau 2:1.
2) Disiram sampai basah.
3) Biji dibenamkan sedalam 1-3 cm, ditutup dengan tanah kompos
tipis-tipis atau bahan stek sedalam ±5cm, jaga jangan sampai
bergoyang.
4) Letakkan di tempat yang teduh dan lembab, tidak terkena sinar
matahari langsung.
5) Disiram pagi dan sore atau sesuai kebutuhan untuk menjaga media
tanam tetap lembab/basah.
6) Benih dapat dipindahkan ke lahan setelah 1- 2 bulan dipersemaian
atau tumbuhnya daun 3-4 lembar

c. Penanaman
Penanaman adalah proses meletakkan benih ke dalam lubang tanam
atau alur yang sudah disiapkan sesuai jarak tanam. Tujuannya adalah
agar benih dapat tumbuh dengan baik dan seragam.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat penanaman tanaman
obat di lahan luas/hamparan adalah:
1) Benih yang telah siap tanam, dapat langsung di tanam di lahan
yang telah disiapkan, sebelumnya maka media tanam disiram air
terlebih dahulu.
2) Melakukan penanaman pada awal musim penghujan;
3) Waktu penanaman sebaiknya dilakukan pada sore hari sehingga
dapat terhindar dari sengatan terik sinar matahari dan juga
mengurangi pengupan pada tanaman yang baru saja ditanam;
4) Sebelum penanaman dilakukan, media tanam dilembabkan terlebih
dahulu dengan cara disiram air;

67 | P a g e
5) Untuk penanaman di dalam pot, benih yang sudah tumbuh di
persemaian dapat ditanam langsung di dalam pot yang sudah berisi
media tanam;
6) Untuk penanaman di lahan/tanah pekarangan atau halaman
dilakukan dengan cara mengeluarkan bibit dari polibag ke dalam
lobang tanam yang telah disiapkan dengan jarak tanam yang sudah
ditentukan;
7) Untuk penanaman dengan menggunakan rimpang, maka benih
harus dalam posisi rebah dan tunas menghadap ke atas;
8) Memadatkan tanah di sekitar benih agar tanaman kokoh.

d. Pemupukan
Pemupukan adalah pemberian unsur hara berupa pupuk organik dan
anorganik ke tanaman dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
unsur hara yang diperlukan sehingga tanaman dapat tumbuh optimal
dan berproduksi maksimal. Pemupukan dapat dilakukan 1 bulan
setelah ditanam, dan dapat diulang setiap 2 bulan sekali. Waktu
pelaksanaan pemupukan, dikondisikan media tanam dalam keadaan
lembab, atau segera disiram setelah perlakuan pemupukan. Pupuk
yang diberikan adalah pupuk organik (pupuk kandang dari kotoran
sapi, kerbau, kambing) atau kompos yang bermutu baik dengan ciri
tidak berbau menyengat, remah, tidak membawa gulma dan hama
maupun penyakit. Pemberian pupuk organik pada setiap tanaman atau
pot dengan dosis sekitar 0,5-1 kg.

e. Pemeliharaan
Pemeliharaan adalah suatu rangkaian kegiatan yang mencakup
kegiatan penyulaman, penyiangan, penyiraman/pengairan,
penggemburan, pembumbunan, dan pengairan dengan tujuan agar
tanaman dapat tumbuh, berproduksi dan memiliki khasiat secara
maksimal. Kegiatan pemeliharaan tanaman meliputi:
1) Penyulaman pada umur satu bulan setelah tanam dengan
menggunakan benih/bibit yang telah disiapkan dengan umur yang
sama;
2) Penyiangan merupakan kegiatan membuang gulma (rumput) yang
tidak ada manfaatnya, karena dapat menjadi saingan dalam
penggunaan pupuk, air dan sinar matahari. Penyiangan dilakukan
sesuai dengan kondisi gulma. Usahakan pada umur 3-6 bulan
tanaman bebas dari gulma, setelah berumur 6 bulan dilakukan
sesuai dengan kebutuhan. Penyiangan dilakukan dengan
mekanis/manual, tidak boleh menggunakan herbisida. Untuk
tanaman yang berumur 4 bulan, penyiangan dilakukan dengan

68 | P a g e
hati-hati agar tidak merusak akar tanaman dan mencegah
masuknya penyakit;
3) Penyiraman dilakukan disesuaikan dengan kebutuhan dan
keadaan iklimnya;
4) Penggemburan tanah merupakan kegiatan menggemburkan tanah
agar akar tanaman dapat tumbuh lebih baik.
5) Pembumbunan dilakukan setiap bulan, mulai umur 2 bulan dan
bisa dilakukan bersamaan dengan penyiangan;
6) Pengairan/penyiraman merupakan penyiraman air biasanya
dilakukan pada musim kemarau, sesuai kebutuhan atau apabila
tanaman terlihat daunnya mulai layu. Saluran pembuangan air
(parit) disekitar lahan diperbarui secara berkala agar air hujan
mudah mengalirnya ke saluran pembuangan. Penyiraman
dilakukan sore hari atau sesuai kebutuhan apabila terlihat tanaman
layu. Saluran pembuangan air disekitar lahan diperbaharui secara
berkala agar air hujan tidak menggenang atau mengalir dengan
lancer ke saluran pembuangan. Perlu diperhatikan pola saluran
pembuangan pada media tanam. Apabila menggunakan media
tanam dalam pot, perlu dilakukan penggantian media tanam setiap
6 (enam) bulan sekali agar kesuburan tanah tetap terjaga.

f. Pengelolaan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)


Pengelolaan OPT adalah tindakan pengendalian yang dilakukan untuk
mencegah kerugian pada budidaya tanaman yang diakibatkan oleh
OPT dengan cara memadukan satu atau lebih teknik pengendalian
yang dipadukan dalam satu kesatuan. Tujuannya adalah untuk
mengurangi risiko kehilangan hasil dan meningkatkan mutu serta
menjaga kelestarian lingkungan.
1) Pemberantas serangan hama dan penyakit dilakukan dengan cara
penyemprotan menggunakan pestisida hayati berupa larutan daun
tembakau atau mimba, dan secara mekanik dengan mencabut
bagian atau seluruh tanaman yang terkena penyakit kemudian
membakar serta memungut dan membunuhnya hama yang
menyerangnya.
2) Pencegahan serangan hama dan penyakit dapat juga dilakukan
dengan membersihkan rumput/gulma serta membuang tanaman
yang kering/mati terserang penyakit agar tidak menular ke tanaman
lain yang sehat.

g. Panen
Pemanenan adalah kegiatan pengambilan hasil dengan cara
membongkar atau mencabut dengan menggunakan tangan, garpu dan
atau cangkul.
69 | P a g e
Tanaman obat harus dipanen pada saat yang tepat, agar kadar zat
berkhasiat dalam tanaman cukup tinggi, sehingga obat yang dihasilkan
lebih bermanfaat. Pada umumnya zat berkhasiat kadarnya optimal
apabila tanaman dipanen menjelang atau awal tanaman berbunga,
tidak dipanen pada waktu hujan, dan sebaiknya dipanen di waktu sore
hari atau pada saat yang tepat.
Cara panen yang terbaik adalah:
1) Panen buah, diambil buah yang sudah mencapai masak, ditandai
dengan perubahan warna dari hijau menjadi kekuningan,
kecoklatan, atau kemerahan.
2) Panen daun, diambil daun yang sudah tumbuh sempurna,
maksimal ukurannya, tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua,
biasanya daun urutan ke 2–3 dan seterusnya dari daun pucuk.
Daun diambil dari batang/cabang yang menerima sinar matahari
langsung.
3) Panen pucuk, diambil daun yang terletak pada ujung
cabang/ranting dan warnanya lebih muda dibandingkan dari warna
daun tua.
4) Panen rimpang, diambil dari tanaman yang sudah mengering
batang dan daunnya karena umurnya sudah cukup, biasanya
dilakukan pada musim kering/kemarau.
5) Panen kulit batang, diambil pada saat tanaman cukup umur dan
dilakukan pada awal/ permulaan musim kemarau.
6) Panen biji, diambil dari buah yang tua atau kering atau juga buah
yang pecah.

h. Pascapanen
Pascapanen adalah tindakan yang dilakukan setelah panen, mulai dari
seleksi, pencucian, penirisan, perajangan, pengeringan,
pengemasan/penyimpanan dan pelabelan. Tujuannya adalah untuk
menghasilkan produk, berkualitas dengan mempertahanan kandungan
bahan aktif yang memenuhi standar mutu secara konsisten. Kegiatan
pascapanen mencakup pengolahan bahan hasil panen menjadi bahan
baku obat atau pengolahan pascapanen primer. Selain diproses
langsung menjadi jamu atau keperluan lain, hasil panen dapat diolah
menjadi simplisia, sehingga dapat disimpan lebih lama. Tahapan
pengolahan pasca panen primer menjadi simplisia meliputi :
1) Menyeleksi hasil panen dari campuran benda lain dan jenis
tanaman lain dan rumput.
2) Mencuci menggunakan air bersih, membuang kotoran dan bagian
yang rusak (busuk).
3) Mentiriskan agar air bekas cucian hilang.
4) Merajang/mengiris rimpang dan buah, tebal irisan antara 2–5 mm.
70 | P a g e
5) Mengeringkan daun, pucuk, kulit batang dan biji di bawah sinar
matahari, sampai cukup kering. Untuk menghasilkan bahan baku
(simplisia) yang berkualitas tinggi, pada waktu pengeringan bahan
yang dikeringkan ditutupi menggunakan kain hitam, agar tidak
terkena sinar matahari secara langsung.
6) Setelah diiris bahan tersebut dikeringkan di bawah sinar matahari,
sampai kering. Tanda bahwa sudah cukup kering adalah apabila
bahan yang dikeringkan menunjukkan mudah dipatahkan. Untuk
menghasilkan bahan baku (simplisia) yang berkualitas tinggi, pada
waktu pengeringan bahan yang dikeringkan menggunakan tutup
kain hitam.
7) Pengemasan/penyimpanan simplisia yang sudah kering dapat
disimpan di dalam botol yang berwarna gelap, dalam jumlah besar
bisa menggunakan kantong plastik kedap udara atau box plastik
agar simplisia tidak lembab dan diberi label.

Pokok Bahasan 4
Cara pembuatan ramuan untuk asuhan mandiri

1. Hygiene sanitasi
Cara meramu adalah sebuah pekerjaan yang menggunakan tangan dan alat
ketika mencampurkan bahan-bahan yang berasal dari tanaman obat. Sehingga
diperlukan hygiene sanitasi terhadap bahan ramuan dan peralatan yang
digunakan serta peramunya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum membuat ramuan :
a. Bahan Ramuan
- Cuci bersih seluruh bahan ramuan dengan air bersih dan mengalir
- Tiriskan bahan ramuan dengan wadah yang bersih
- Rajang bahan ramuan sesuai kebutuhan
b. Peralatan
- Peralatan yang digunakan harus bersih dan kering
- Gunakan peralatan sesuai dengan fungsinya
- Cuci bersih dan keringkan peralatan setelah digunakan
- Simpan di dalam lemari perkakas
c. Peramu
- Kondisi fisik peramu harus dalam keadaan sehat
- Cuci tangan dengan cara yang benar sebelum meramu
- Gunakan masker, tutup kepala dan celemek
- Selalu cuci tangan setiap penggantian tahapan proses pembuatan ramuan

71 | P a g e
2. Penyiapan Bahan Baku (Simplisia) : Takaran dan Ukuran
Yang dimaksud bahan ramuan adalah bahan yang digunakan dalam bentuk
simplisia segar atau kering. Sebelum membuat ramuan harus dipastikan bahwa
tidak menggunakan tanaman yang salah, dapat memberikan efek yang tidak
diinginkan atau keracunan. Memilih bahan ramuan dari akar, rimpang, umbi, kulit
batang, batang kayu, daun, bunga, buah atau seluruh tanaman (herba) harus
perhatikan, yang dipilih adalah :
a. Berwarna cerah.
b. Yang telah tua/masak sempurna dan dalam keadaan segar, buah tidak
keriput. Kulit batang tidak retak.
c. Pilih yang masih utuh dan tidak rusak oleh serangan ulat atau hama dan
penyakit tanaman lainnya.
d. Tidak terserang hama dan yang tidak bercendawan atau berjamur atau akar
yang berlumut.
e. Tidak memilih buah, daun bunga, kulit umbi yang telah berubah warna atau
layu.

Ukuran dan takaran, menggunakan alat ukur dan takaran yang sudah dikenal
luas oleh masyarakat, seperti :

Ukuran dan takaran yang digunakan adalah yang biasa dikenal oleh
masyarakat, seperti :
 Gelas  Gelas belimbing, 1 gelas = 200 cc
 Cangkir  Cangkir teh, 1 cangkir = 100 cc
 Sendok  Sendok makan, 1 sendok = 15 cc
 Genggam  1 genggam tangan penderita
 Jari Tangan  1 Jari = ukuran panjang 1 telunjuk penderita.
 Ibu Jari  Sebesar ibu jari jempol penderita
 Helai  Lembar, satuan ukuran daun yang lebar seperti
daun pepaya, dadap serep
 Pelepah  1 pelepah tanaman lidah buaya yang
panjangnya = 10 cm
 Sebesar Telur  Biasa disebut sebesar telur itik atau ayam
kampung atau sebesar telur burung merpati
 Identik 150 – 200 gram
tapi bila tidak ada keterangan, maka yang
dimaksud sebesar telur ayam
 Secukupnya  Ukuran secukupnya digunakan pada penggunaan
bahan yang nilainya sedikit seperti garam, gula, air
dan lain-lain
 Sejimpit  digunakan biasanya untuk bahan herba yang
penggunaanya dalam jumlah sedikit karena
72 | P a g e
fungsinya yang keras seperti sambiloto
 Seujung kuku  biasanya digunakan pada bahan yang
penggunaanya sedikit seperti kapur sirih (enjet)

3. Penyiapan alat
Peralatan adalah alat/perkakas yang digunakan untuk membuat ramuan.
Jenis peralatan antara lain :
a. Periuk (kuali) dari tanah liat atau panci dari bahan gelas/kaca atau stainless
steel.
b. Pisau atau spatula/pengaduk yang terbuat dari bahan kayu
c. Saringan dari bahan plastik atau nilon.

Jangan menggunakan peralatan dari bahan alumunium atau timah,


tembaga karena dapat bereaksi dengan bahan kimia tertentu dari
bahan tanaman yang dapat meracuni (menjadi toksik) dan
mengurangi khasiat tanaman obat tersebut.

4. Cara Pembuatan
a. Beberapa teknik membuat ramuan untuk dikonsumsi :
1) Rebusan/Godogan
Adalah proses penyarian dengan cara merebus bahan ramuan dengan
air sampai mendidih menggunakan api kecil.
2) Seduhan
Adalah proses mencampur bahan ramuan dengan air panas
3) Perasan
Adalah proses penyarian dengan teknik perasan
b. Beberapa teknik membuat ramuan untuk pemakaian luar :
1) Tapal
2) Balur
3) Oles
4) Mandi
c. Beberapa teknik membuat ramuan untuk penguapan :
1) Ratus
2) Sauna

Hal-hal yang harus diperhatikan :


 Jika merebus sebaiknya menggunakan api kecil.
 Alat-alat yang digunakan harus bersih.
 Biasanya dalam merebus simplisia herba, air disisakan menjadi setengahnya,
misalnya air 2 gelas disisakanmenjadi 1 gelas.
73 | P a g e
 Jika herba berupa teh atau simplisia yang harus diseduh, maka menggunakan
air dengan suhu 80 derajat.
 Masukan bahan ramuan yang mengandung minyak atsiri setelah mau diangkat
dan ditutup, untuk ramuan yang bentuk kayu masukan diawal agar zat obat
dapat keluar dengan maksimal

Catatan Penting !

1. PILIH JENIS TANAMAN YANG TEPAT SESUAI RESEP


2. PADA SAAT AKAN MERAMU BAHAN , HARUS DICERMATI KOMPOSISI
BAHAN.
3. TAKARAN HARUS SESUAI PETUNJUK , JANGAN DITAMBAH ATAU
DIKURANGI .
4. PADA SAAT MEREBUS HARAP DIPERHATIKAN APINYA, JANGAN TERLALU
BESAR. PERHATIKAN PULA ALAT REBUSAN , SEBAIKNYA BERBAHAN
TANAH LIAT .
5. REBUS RAMUAN DENGAN API KECIL.
6. RUJUKAN KE DOKTER DIPERLUKAN JIKA PASIEN TIDAK ADA KEMAJUAN
SETELAH MENGKONSUMSI RAMUAN DALAM WAKTU YANGTELAH
DITENTUKAN . JANGAN LUPA DOSIS PEMBERIAN HARUS DIPENUHI SESUAI
ANJURAN .

5. Cara Penyajian
a. Penyajian untuk dikonsumsi
1) Rebusan, disajikan dengan menyaring hasil rebusan kemudian cairan sari
diminum hangat-hangat
2) Seduhan, disajikan dengan mengendapkan bahan ramuan yang sudah
direndam air panas atau menyaringnya kemudian cairan sari diminum
hangat-hangat
3) Perasan, disajikan dengan meminum cairan sari dari bahan ramuan yang
diperas
b. Penyajian untuk penggunaan luar
1) Tapal, disajikan dengan menempelkan bahan ramuan yang ditumbuk
kebagian tubuh yang sakit
2) Balur, disajikan dengan menggosokkan atau membalurkan bahan ramuan
yang ditumbuk kebagian tubuh yang sakit
3) Oles, disajikan dengan mengoleskan bahan ramuan dalam bentuk cair
kebagian tubuh yang sakit
4) Mandi, dilakukan dengan menyiramkan atau merendam tubuh dengan
cairan rebusan bahan ramuan
c. Penyajian untuk penggunaan penguapan
1) Ratus, disajikan dengan membakar bahan ramuan kemudian uapnya
diarahkan kebagian tubuh tertentu
74 | P a g e
2) Sauna, disajikan dengan merebus bahan ramuan kemudian uapnya
diarahkan ke seluruh tubuh dalam ruangan tertutup

6. Cara Penyimpanan
a. Air rebusan herbal yang diminum untuk beberapa kali dapat disimpan di
dalam kulkas. Namun bila ingin diminum dalam kondisi hangat, rendamlah
botol atau wadahnya terlebih dahulu di dalam air panas
b. Simplisia (bahan mentah jamu) yang sudah kering bisa disimpan didalam
wadah berupa tong kayu, toples kaca, wadah terbuka dari kayu atau kantung
kertas. Simplisia tersebut perlu dijemur ulang selama penyimpanan agar tidak
lembab dan berbau apek
c. Untuk memastikan apakah ramuan yang disimpan masih layak atau tidak,
cium ramuan tersebut terlebih dulu. Bila berbau apek, sebaiknya tidak usah
dikonsumsi lagi

Pokok Bahasan 5
Pemanfaatan TOGA dalam Asuhan Mandiri
a. Meningkatkan Produksi ASI
 Bahan:
- Temulawak 7 iris
- Meniran ½ genggam
- Pegagan ¼ genggam
- Air 3 gelas
 Cara pembuatan :
Campurkan semua bahan kemudian direbus dalam air mendidih selama 10
sampai 15 menit dengan api kecil.
 Cara Pemakaian:
Diminum 2 kali sehari, pagi dan menjelang tidur malam.

b. Batuk Pilek pada Balita


 Bahan:
- Rimpang kencur 2 jari
- Air matang hangat ¾ cangkir
 Cara pembuatan :
Kencur dikupas dan diparut (parutannya dialasi daun pisang), tambahkan air
¾ cangkir lalu diperas dan disaring dengan menggunakan kain
bersih/saringan teh.
 Cara Pemakaian:
Diminum 4–5 kali sehari 1 sendok makan.

Keterangan :
Ramuan bisa juga digunakan pada anak-anak usia di atas 12 tahun dan
dewasa. Untuk dewasa, rimpang kencur sebanyak 3 jari.
75 | P a g e
c. Meningkatkan nafsu makan
 Bahan:
- Ketumbar 1 sendok teh
- Madu secukupnya
- Air 1 cangkir
 Cara pembuatan :
Ketumbar ditumbuk halus, seduh dengan air, setelah hangat tambahkan
madu, aduk rata.
 Cara Pemakaian:
Minum 1 kali sehari, selama 1 minggu.

d. Gatal pada biduran


 Bahan:
- Umbi teki 1 biji
- Sambiloto 5 lembar
- Sereh sayur 1 batang
- Rimpang lengkuas 1 ibu jari
- Air 3 gelas
 Cara pembuatan :
Umbi teki, sereh sayur, dan lengkuas dimemarkan. Semua bahan dicampur
dan direbus dalam air mendidih selama 10–15 menit dengan api kecil.
 Cara Pemakaian:
Diminum 2x sehari sebelum makan.
Perhatian : Hindari penggunaan untuk ibu hamil.

e. Nyeri Haid
 Bahan:
- Rimpang temulawak 3 iris
- Biji kedawung 8 butir
- Daun sembung 1/3 genggam
- Asam jawa secukupnya
- Gula aren secukupnya
- Air 3 gelas
 Cara pembuatan :
Didihkan air, masukkan biji kedawung yang sudah dimemarkan, setelah 5
menit masukkan rimpang temulawak, asam jawa, dan daun sembung. Rebus
selama 10 menit, masukkan gula aren menjelang rebusan akan diangkat.
 Cara Pemakaian:
Diminum dalam keadaan hangat 2 kali sehari selama nyeri haid.

76 | P a g e
f. Susah tidur dan stres
Mengatasi susah tidur
 Bahan:
- Biji pala 1/5 bagian
- Madu 1 sendok makan
- Air panas 1 cangkir
 Cara pembuatan :
1/5 bagian biji pala ditumbuk halus. Seduh dengan 1 cangkir air hangat dan
madu 1 sendok makan.
 Cara Pemakaian:
Diminum 1–2 kali sehari dalam keadaan hangat.

Mengatasi stres
 Bahan:
- Pegagan 1 genggam
- Air 3 gelas
 Cara pembuatan :
Bahan direbus dalam air mendidih selama 10 menit.
 Cara Pemakaian:
Diminum 3 kali sehari ¾ gelas.

g. Kram otot tungkai bawah/kaki


 Bahan:
- Daun landep ½ genggam
- Kapur sirih ½ sendok teh
- Air matang 2 sendok makan
 Cara pembuatan :
Daun landep dari jenis berbunga kuning ditumbuk halus dengan kapur sirih,
tambahkan air dan aduk sampai rata.
 Cara Pemakaian:
Dilumurkan di bagian yang sakit 2 kali sehari.

Perhatian :
Hindari pemakaian pada kulit yang peka

h. Sakit kepala/pusing
 Bahan:
- Bawang putih 1 siung
- Pegagan 1 jumput
- Air 1 ½ gelas
 Cara pembuatan :
Bawang putih dimemarkan, campurkan semua bahan kemudian direbus
dalam air mendidih selama 10–15 menit dengan api kecil.
77 | P a g e
 Cara Pemakaian:
Diminum 3 kali sehari, masing-masing 1/3 gelas.

Perhatian :
Hindari takaran yang berlebih. Tidak diperkenankan bagi yang sedang
mengkonsumsi obat pengencer darah, ibu hamil, dan yang sensitif terhadap
bawang putih.

i. Peningkatan daya tahan tubuh


 Bahan:
- Jahe emprit/jahe merah 1 ibu jari
- Pegagan 1 jumput
- Temulawak 1 iris
- Gula Merah secukupnya
- Air 1 ½ gelas
 Cara pembuatan
Jahe dicuci dan digeprek, temulawak dicuci dan diiris, pegagan dicuci, gula
merah dipotong kecil-kecil. Semua bahan dicampur kemudian direbus sampai
mendidih selama 10-15 menit.
 Cara pemakaian
Ramuan diminum hangat-hangat 2 hari sekali 1 gelas

Perhatian :
Hindari takaran yang berlebih. Tidak diperkenankan bagi yang sedang
mengkonsumsi obat pengencer darah, ibu hamil, dan yang sensitif terhadap
bawang putih.

j. Sakit pinggang
 Bahan:
- Jahe merah 1 ibu jari
- Sereh 2 batang
- Gula merah 1 sendok makan
- Garam seujung sendok teh
- Air 2 gelas
 Cara pembuatan
Jahe dibakar dan dimemarkan, masukkan bersama sereh dalam air mendidih.
Tunggu 10 menit tambah kan gula merah serut dan garam, aduk-aduk dan
dinginkan.
 Cara pemakaian
Minum 2 kali sehari.

78 | P a g e
k. Mual muntah
 Bahan:
- Jahe 2 ibu jari
- Gula merah secukupnya
- Air 1 ½ gelas
 Cara pembuatan
Didihkan air terlebih dahulu, setelah itu masukkan jahe yang telah dikupas
dan dimemarkan, tambahkan gula merah yang telah dipotong kemudian
diaduk. Tutup panci dan matikan kompor. Diminum dalam keadaan hangat-
hangat kuku.
 Cara pemakaian
Minum ramuan jahe 2–3 kali sehari sampai rasa mual hilang.

l. Sesak nafas/mengi
 Bahan:
- Patikan kebo 4 batang
- Gula secukupnya
- Air 3 gelas
 Cara pembuatan
Masukkan patikan kebo ke dalam air mendidih, biarkan selama 10 menit,
masukkan gula secukupnya.
 Cara pemakaian
Diminum 3 kali sehari.

m. Melancarkan BAB
 Bahan:
- Buah mengkudu masak 2 buah
- Garam secukupnya
 Cara pembuatan
Buah mengkudu diparut, diberi garam sedikit, diperas, disaring.
 Cara pemakaian
Diminum 2 kali sehari.

n. Nyeri sendi
 Bahan :
- Jahe 1 jari
- Sereh 2 batang
- Kencur 1 ruas jari
- Air 1 ½ gelas
- Gula merah secukupnya
 Cara pembuatan :
- Diminum

79 | P a g e
Jahe dibakar dan memarkan, kencur diiris, sereh digeprek, semua bahan
direbus dengan air selama 10-15 menit.
- Diboreh
Jahe, sereh, kencur ditumbuk.
 Cara pemakaian:
- Diminum
Minum hangat-hangat pagi dan sore selama 7 hari.
- Diboreh
Diborehkan pada bagian sendi yang sakit

o. Pemulihan setelah sakit


 Bahan:
- Jahe 1- 2 jari
- Sereh 1 jari
- Cengkeh 4 biji
- Pala ½ biji
- Daun jeruk purut 1 lembar
- Kemukus 5 biji
- Kayu manis secukupnya
- Gula aren secukupnya
- Air 5 gelas
 Cara pembuatan
Jahe, sereh, kayu manis, gula aren dipotong kecil-kecil (bila perlu jahenya
dibakar terlebih dahulu). Semua bahan dicampur kemudian direbus sampai
mendidih selama 10-15 menit.
 Cara pemakaian
Ramuan diminum hangat-hangat 1 gelas 2 kali sehari.

VII. REFERENSI
1. Kemenkes 2011.Pedoman Pengelolaan & Pemanfataan TOGA
2. Januwati, N.M. dan M. Yusron. 2002. Mengenal jahe dan perkembangan
teknologibudidaya. Makalah disampaikan pada Seminar Sehari “Peluang
Ekspor Jahe Asal Indonesia Melalui Sistem Agribisnis Bagi Hasil Yang
Aman”Jakarta 20 Juli 2002, 23 h.
3. Mejaya, M. J. 2000. Respon of sorghom genotype for tolerance to drought.
Agravita, Jour. On Agri. Sci. 21(2):1-4.
4. Oldeman, L.R. 1975. An agro-climatic map of Java. Contributions, Central
Research Institutefor Agriculture, No.7, 22p.
5. Rahardjo, M dan E. R. Pribadi. 2010. JURNAL PENELITIAN TANAMAN
INDUSTRI (INDUSTRIAL CROPS RESEARCH JOURNAL), 14(4):125-162-
170, Badan Penelian dan Pengembangan Pertanian, PUSLITBANGBUN

80 | P a g e
6. Rahardjo, M dan I. Darwati. 2000b. Pengaruh cekaman air terhadap produksi
dan mutu simplisia tempuyung (Sonchus arvensis L.). Jurnal Peneltian
Tanaman Industri, 6(3):73-79.
7. Rahardjo, M., Rosita SMD dan Sudiarto. 2000a. Produktivitas dan kadar
flavonoid simplisia tempuyung (Sonchus arvensis L.) yang diperoleh pada
berbagai tingkat kondisi stres air. Warta Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Industri, 6 (2):13-15.
8. Rahardjo, M., Rosita SMD, R. Fatahan dan Sudiarto. 1999. Jurnal Peneltian
Tanaman Industri,56(3):92-97.
9. Simarmata, T. 2002. Rancang bangun teknologi budidaya tanaman jahe untuk
memenuhi pasar ekspor. Makalah disampaikan pada Seminar Sehari
“Peluang Ekspor Jahe Asal Indonesia Melalui Sistem Agribisnis Bagi Hasil
Yang Aman”Jakarta 20 Juli 2002, 19 h.

VIII. LAMPIRAN
1. Tabel Lampiran 1
2. Panduan demonstrasi
3. Panduan latihan

81 | P a g e
Tabel Lampiran 1. Jenis-jenis tanaman obat berdasarkan lingkungan tumbuh, kandungan kimia dan khasiat.
No Nama jenis Ketinggian Curah hujan Jenis tanah Bagian yang Kandungan kimia Khasiat
tempat (mm/th) digunakan
(m dpl)
1. Zingiber officinale Rosc. 300-900 2500-4000 latosol, andosol dan Rimpang m. atsiri obat batuk, reumatik, sakit
Jehe regosol oleoresin perut, obat gosok
2. Zingiber cassumunar 100-1500 2000-3500 latosol, andosol Rimpang m. atsiri, sineol, pinen, karminatif mengeluarkan gas
Roxb. sequisterpen dari saluran pencernaan,
Bangle kosmetika
3. Zingeber zerumbet (L.) 100-1200 2000-3500 latosol, andosol, Rimpang m. atsiri campor obat sakit perut, borok,
Smith. podzolok dan regosol disentri, cacingan, lemah
Lempuyang gajah usus dll.
4. Zingiber aromaticum Vahl. 100-1200 2000-3500 latosol, andosol, Rimpang m. atsiri, campor, α- obat pegal linu, masuk
Lempuyang wangi podzolik dan regosol caryophyllene, dan β- angin, influenza, radang
lonalool lambung dll.
5. Curcuma xanthorrhiza 100-1500 1500-4000 latosol, andosol, Rimpang m. atsiri, xanthorizin obat gangguan pencernaan
Roxb. podzolik dan regosol getah empedu, jerawat,
Temulawak hepatoprotektor
6. Kaempferia galanga L. 80-300 2100-4000 latosol, andosol da Rimpang m. atsiri, campor, sineol, obat batuk, sakit perut, obat
Kencur regosol borneol gosok, sakit kulit
7. Curcuma domestica Val. 240-1200 2000-4000 latosol, alluvial dan Rimpang m. atsiri, kurkumin, resin, reumatik, sakit perut, anti
Kunyit regosol oleoresin diare, peluruh empedu
(kholagoga), karminatif,
hepaprotektor
8. Curcuma heyneana 240-1000 1000-2000 latosol, alluvial dan Rimpang m. atsiri obat penenang, cacing, luka,
Temu giring regosol pelangsing, bau badan,
penyakit kulit

82 | P a g e
9. Curcuma aeruginosae 400-1000 1000-2000 latosol, andosol, Rimpang m. atsiri dan lamar obat cacing, karminatif,
Roxb. podzolik dan regosol reumatik, borok/kudis
Temu ireng
10. Curcuma mangga 200-1000 1000-2000 latosol, alluvial dan Rimpang saponin, dan flavonoid obat gangguan pencernaan,
Temu mangga regosol sakit perut, kanker payudara
11. Curcuma zedoaria (B.) 400-1000 900-1250 latosol, alluvial dan Rimpang m. atsiri sineol, a-campor, d- obat lemah syahwat,
Rosc. regosol borneol, sesquiterpen, pelancar peredaran darah
Temu putih sesquiterpenol, sesquiterpen dan pernafasan, penambah
alkohol nafsu makan, pelancar haid,
sakit perut, penawart racun.
12. Languas galanga (L.) dataran 1500-4000 latosol, andosol Rimpang m. atsiri, campor, sineol, & karminatif & anti fungi
Stuntz rendah – asam metil sinamat
Lengkuas 700
13. Amomum cardamomum 20-1000 2500-4000 tanah berkapur dan Biji m. atsiri, alfaborneol dan β- mengencerkan dahak,
Wild. lempung berpasir kamfer karminatif, menghangatkan
Kapulaga badan, menghilangkan rasa
sakit.
14. Foeniculum vulgare Mill. 1600-2400 2500 latosol Buah m. atsiri, flavonoid dan lemak karminatif, radang, batuk,
Adas sakit perut, demam dan
ambeien
15. Pimpinella pruatjan 1800-3000 255-3000 andosol umbi/ akar, daun & alkaloida, polifenol, obat kuat & peluruh air seni.
Purwoceng bunga flavonoida.
16. Arcangelisia flava Merr. 1-800 2500 latosol, andosol, akar, batang dan batang dan akar : obat gangguan pencernaan,
Akar kuning podzolik daun kolumbanin, jatrorhizin, cacing, penambah gaerah
palmatin, shobakunin, seks, reumatik, patah tulang.
limasin, homo-aromalin dll.

83 | P a g e
18. Pterocarpus indicus Wild. 500 1250 - 2500 latosol, andosol, kulit batang, batang - obat sariawan, sakit perut,
Angsana podzolik dan daun kulit, penyubur rambut,
kudis.

19. Abrus precatorius L. dataran 1500-4500 berbagai macam Daun glirisidin anti sariawan
Saga rendah – tanah
1000
20. Bruguiera sexangula 0- - hutan mangrove tanin dan astrigent. obat penyakit kulit (herpes),
Poiret. luka bakar, penyakit mata.
Bakau
21. Tamarindicus indica Linn. 1-1000 1250 - 2500 berbagai jenis tanah Buah saponin, flavonoid dan tanin obat batuk, sariawan,
Asam jawa jerawat, bisul, borok, eksim,
menambah nafsu makan,
melancarkan haid, sakit
perut, dan penawar racun.

22. Callophyllum innophylum - - seluruh kawasan getah pohon costatolide A menekan pertumbuhan HIV
Bintangur hutan kalimantan
23. Piper retrofractum Vahl. 1-600 1250 - 2500 andosol, grumusol, buah dan akar buah : piperin, dicnamida, Buah : obat demam, mulas,
Cabe jamu latosol, podsolik, quinensina. lemah syahwat.
regosol. akar : pipernonalina, Akar : obat sakit gigi.
pipersida, piridina, tanin,
gliserida.
24. Piper cubeba L.F. dat. rendah tipe C tanah berlempung Buah m. atsiri, asam kubebat, anti diare
Kemukus – 700 damar, kubebin, piperin, m.
Lemak

84 | P a g e
25. Piper bitle L. dat. rendah 1500-3500 tanah berhumus Daun m.atsiri, hidroksi kavikol, anti sariawan, anti batuk,
Sirih – 700 subur kavibetol, ektragol, eugenol, adstringen, antiseptik.
karvakrol, metil eugenol,
terpinen, seskuiterpen, fenil
propan, tanin
26. Quisqualis indica Linn. 1300 1250 - 2500 hutan dataran rendah minyak lemak dan resin. obat sakit kepala, mengatur
Ceguk kelahiran, obat kulit.
27. Aquilaria malaccenensis 0-500 hutan primer pada kayu dan kulit kayu obat sesak nafas, gosok,
Lamk. tanah berpasir dan perangsang, sakit jantung,
Gaharu tanah liat perut kembung, tonikum
28. Santalun album Linn. 50–2000 1100- 2000 padang kering, tanah kayu m. atsiri, harsa dan zat diuretik, karminatif dan
Cendana berasal dari vulkanis samak antipasmodik (pereda
muda, batuan tertier, kejang)
karang kapur
29. Psidium guajava Linn. 1-1200 1250 - 2500 andosol, grumusol, daun m. atsiri, tanin, saponin, obat diare, peluruh haid,
Jambu biji latosol, podsolik, flavonoid pencahar.
regosol.

30. Melaleuca leucadendra 1-300 daerah kering tanah berair pada daun sineol, melaleucin, m. atsiri, obat koreng, menghilangkan
Linn. daerah iklim kering. terpineol, cineole dam lignin. keriput kulit perut,
Kayu putih
31. Eucalyptus deglupta 1800 hutan hujan hutan hujan dataran kulit batang selulosa, lignin, pentosan tonikum & penangkal bisa.
Blume. dataran rendah, sepanjang
Leda rendah sungai, tanah
berlumpur & berpasir
lembab

85 | P a g e
32. Jatropha curcas Linn. 1-300 1250 – 2500 andosol, grumusol, Biji & daun Alph amirin, komprestol, Biji : obat borok dan
Jarak pagar latosol, podsolik, beta-7 alpha diol, penyubur rambut, daun ;
regosol. stigmasterol, beta-sitosterol, obat reumatik, dan eksim.
iso-viteksin, 7-betasterol dan
HCN.
33. Sauropus androginus (L.) 200-1300 2000-3000 latosol dan aluvial daun asam amino obat bisul, borok, darah
Merr. kotor, pelancar ASI, zat
Katuk pewarna
34. Excoecaria  350 - tanah berwarna daun asam behemat, triterpenoid, obat disentri, menghentikan
cochinchinensis Laour. coklat tua dekat eksokarol, & silosterol. pendarahan waktu
Sambang darah dengan bebatuan melahirkan & haid.
pada hutan primer.
35. Phyllanthus nuriri L. dat. rendah 2500-3000 Tanah subur mengan herba lignan, flavonoid, triterpenoid obat kencing batu, demam,
Meniran – 1000 dung pasir sakit perut, batuk, sakit gigi,
kuning, gonorhoe
36. Guazuma ulmifolia Lamk. 1-800 1250 - 2500 andosol, grumusol, daun tanin, lendir, damar pelangsing tubuh, obat batuk
Jati belanda latosol, podsolik, rejan, perut nyeri, perut
regosol. kembung dan sesak nafas.
37. Usnea misaminensisi 800-3000 2000-4000 hidup nempel di semua bagian asam barbatolat, barbatat pelarut lemak, obat TBC,
(Vain) Not batang cemara tanaman dan likuin. sakit perut, bisul, borok,
Kayu angin disentri dan sariawan.
38. Parameria laevigata ≥ 1500 hutan primer & - herba tanin, kumarin dan asam obat luka, koreng, disentri,
(Juss.) Moldenke sekunder, protokatetik. nyeri rahim mengerutkan
Kayu rapet hutan jati di rahim setalah melahirkan.
Jawa

86 | P a g e
39. Alstonia scholaris (L.) 1-1000 hutan primer & - kulit kayu, akar, daun ethitanine, alstonidine, kulit kayu : obat kencing
R.Br. sekunder. & getah. alstonine, akuammicine, manis, malaria, limpa
Pulai akuammidine, tubotaiwine, membengkak, disentri, diare.
picrinine, ditamine, akar, daun getah : penangkal
echitenine penyakit kulit.
40. Alyxia reinwardtii Blume 800-1700 hutan kulit kayu. pulasariosida, alkaloida, m. obat demam, radang
Pulasari berpohon atsiri, kumaran, asam lambung, sariawan &
jarang, semak organik. keputihan.
daerah agak
terbuka
41. Rauvolfia serpentina Pule 500 tumbuh di - akar reserpin, ajmalin, chandrin, obat hipertensi, malaria,
pandak lokasi relatif fitosterol, & asam oleat. demam panas, disentri & anti
terbuka & di racun.
bawah
tegakaan
pohon.
42. Alstonia spectabilis (Linn)  1250 - - kulit kayu. ditharmin, echitamin, obat hipertensi, beri-beri,
Benth. Ex Kurz. Pule echikaotchin, echiretin, luka memar, demam, radang
echiserin, echitin & echitein. ginjal.
43. Cantharanthus roseus (L.) dat. rendah - - akar alkoloid, ajmalisin, vincein, obat kencing manis, peluruh
G Don – 1200 serpentina, yohimbin, tetra haid
Tapak dara hidro alstonin

44. Parlia roxburgii Don. ≥ 500 2000-4000 latosol biji dan kulit kayu glikosida, damar, tanin dan obat perut kembung, kolera,
Kadawung sistin. disentri, kejang.
45. Spondias pinnata Kurz. ≥ 600 - - akar, kulit kayu dan - pelancar haid, mencegah
Kedondong kayu. gonorrhoe, obat disentri.

87 | P a g e
46. Stelechocarpus burahol 150-300 - - buah - menghilangkan bau keringat,
Kepel, burahol melancarkan air seni,
mengurangi peradangan
ginjal, mencegah kehamilan.
47. Quassia amara Linn. - hutan hujan - herba glikosida & kuassin. obat lambung, demam, anti
Ki congcorang dataran gigitan ular, anti serangga.
rendah
48. Eurycoma longifolia Jack. ≥ 100 kawasan tanah miskin hara, seluruh bagian eurikomalakton, laurikolakton akar : obat kuat, penurun
Pasak bumi hutan dataran berpasir, pH rendah tanama A dan B, panas,.malaria, disentri.
rendah, dehidroeurikomalakton, Daun ; obat gatal.
primer, eurikomanol, benzoquinon, bunga dan buah : disentri.
sekunder, sterol, saponin. kulit/kayu : demam,
hutan pantai. sariawan, cacing, tonik,
sakit tulang dll.
49. Ccinchona officinalis Vahl. 800-2000 2500-3800 latosol, aluvial, kulit kayu alkaloid, quinine, quinidine, anti malaria, anti-arrhythmic
Kina podzolik. cinchonine, dan pada gangguan jantung,
cinchonidine. menambah nafsu makan,
menstimulir pencernaan.
50. Orthosiphon aristatus Bl. 100-1200 3000 latosol, aluvial, daun m. atsiri, sinesitin, glikosida obat ginjal, pelancar urine,
Miq. podzolik orthisiphonin, dan saponin encok, pengapuran
Kumis kucing pembuluh darah dan radang
kemih
51. Vitex trifolia Linn. 1-1000 tumbuh di tanah berpasir batang & daun m. atsiri, alkaloid vitrisin, daun : membersihkan rahim
Legundi hutan jati & glikoflavon, agunisid & setelah bersalin, obat luka,
sekunder akubin batuk rejan, TBC, kudis,
amandel, cacingan &
melancarkan haid.

88 | P a g e
52. Cryptocarva massoy 1000-1500 - hutan Irian kulit kayu m. atsiri, m. damar (sinamil obat asma, batuk arah,
Masyi aldehida, sinamil aetat, asam demam, keputihan, kejang
sinamat, eugenol), zat waktu hamil, mencret,
samak. reumatik, susah tidur, luka
luar.
53.. Morinda citrifolia Linn. 200 - 1500 1500-3000 latosol, aluvial, buah dan daun xeronin, prozeronin, obat hipertensi, sakit kuning,
Mengkudu andosol, podzolik dan proxeronase, serotanin, perut, influenza, batuk,
regosol damnacanthal (zat anti masuk angin,
kanker), scopoletin. menghilangkan sisik pada
kaki.
54. Areca catechu Linn. 1-1400 hutan hujan latosol, andosol biji arekolin, arekaidin, obat cacing (antelmintik) dan
Pinang dataran podzolik, gromusol. guvasin,guvakolin, memperkecil pupil mata.
rendah isoguvasin, resin dan gula.
55. Euchresta horsfieldii 1380-2000 - - biji cistizin, saponin, polifensil obat keracunan, muntah
Benn. dan flavonoid. darah, migraine, mual,
Pranajiwa kecing kurang lancar,
meningkatkan nafsu
syahwat.
56. Blumea balsamifera D.C.  2200 - - daun m. atsiri, sineol, borneol, obat reumatik, ekspektoran,
Sembung campor & tanin. masuk angin, anti diare,
antipiretik, perut kembung,
demam, bengkak.
57. Sonchus arvensis Linn. 50-1650 1500-3000 latosol, andosol, daun silika, kalium, flavonoid. litotriptik, diuretik, obat
Tempuyung tanah berkapur dan bengkak, obat luar.
berbatu
58. Ficus deltoides Jack. 45-2400 - - daun saponin & glikosida. aprodisiaka untuk wanita.
Tabat barito

89 | P a g e
59. Woodfordia fructicosa 30–1000 hutan musim - daun, akar, bung & tanin daun : obat koreng, ambien,
(Linn.) Kurz. biji pelancar air seni, biji : obat
Sidowayah encok, nyeri ginjal, kencing
darah, pengering tali pusar
bayi, akar : obat disenri,
bunga : pengkelat, obat
disentri koreng kencing
kurang lancar.
60. Toona sureni Merr. 0-3000 hutan primer & tanah berlempung kulit kayu tanin sebagai astringent,
Suren sekunder. dalam, subur, lembab pengkelat, tonic, anti diare &
dan drainse baik. anti biotik.
61. Shorea stenoptera Burch  700 - - biji lemak kosmetik, sabun, minyak
Tengkawang goreng subtitusi coklat &
margarine
62. Centella asiatica (L.) 200-2500 1500-2500 latosol dan andosol herba asam asiaticosid, asiatic dan obat awat muda, diuretic,
Urban. madecasic asma, luka, radang,
Pegagan bronkitis, disentri, lepra,
penambah nafsu makan

63. Androgaphis paniculata 200-700 1500-3000 latosol, aluvial, herba asam kersik, damar, logam obat diuretic (pelancar air
Ness. andosol, mediteran alkali. seni), anti piretik (demam),
Sambiloto radang, borok, radang tonsil,
kena racun, eksim, disentri,
masuk angin.
64. Sericocalyx crisus (L.) 500-1200 1500-4000 tanah liat padat- daun kalsium & silikat diuretika
Bremek gembur
Kejibeling

90 | P a g e
65. Graptophyllum pictum (L.) dat. rendah - - daun tanin, alkaloid, sitosterol, obat wasir, laksatif lemah,
Griff – 1250 glikosid diuretik ringan
Daun ungu, handeuleum
66. Aloe vera L. 100–1000 50-300 latosol, aluvial, daun pelepah asam amino, polisakarida, anti biotik, maag, tukak
Lidah buaya andosol, gromusol. sterol, enzim dan vitamin. lambug, reumatiuk, diabetes,
anti stress, kecanduan obat,
kanker dan hepatitis.
67. Strychnos ligustrina Bl. dat. rendah 1000-1500 aluvial & organosol kayu akaloid, brusina, striknina, tonik, diaforetik, obat eksim
Bidara laut – 500 tanin, steroid, triterpenoid
68. Talinum paniculatum dat. rendah 2000-4000 tanah liat berpasir, umbi Saponin tonikum, aprodisiak
Gaerth – 500 gembur (pembangkit gaerah & vitalis)
Som jawa

91 | P a g e
Panduan Demonstrasi
Pengenalan TOGA

a. Pengenalan Jenis Tanaman Obat


 Tersedia Materi (hidup) tanaman obat dari berbagai jenis yang dilengkapi
dengan label/penamaan.
 Tersedia bagian tanaman (terpisah dari tanaman hidup) yang digunakan
untuk obat dan menjadi ciri pembeda dengan tanaman yang hampir serupa
(mirip).
 Tersedia bagian-bagian tanaman (akar, batang, daun, bunga, buah) yang
terpisah dari tanaman hidup, dalam bentuk segar (simplisia basah) dan
kering, serta serbuk,atau ekstrak.
 Fasilitator menunjukkan perbedaan tanaman obat yang hampir serupa bentuk
dan atau kegunaannya, baik secara keseluruhan (seluruh tanaman) atau
berdasarkan bagian-bagian tertentu saja (terpisah dari tanaman utuh).
 Fasilitator memberikan contoh cara pertelaan tanaman dengan melihat,
meraba, dan merasakan (Organoleptik), bersama-sama dengan peserta.
 Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk membedakan
jenis-jenis tanaman obat yang didemonstrasikan berdasarkan manfaatnya
dalam selfcare ramuan.

b. Budidaya dan Pascapanen Tanaman Obat


 Menyediakan contoh tanaman yang akan digunakan untuk demonstrasi teknik
budidaya (perbanyakan benih dan penanaman).
Contoh: tanaman yang diperbanyak dengan biji (saga, kepel, pinang); setek
batang (kumis kucing, cabe jawa, handeuleum/wungu), anakan (lidah buaya,
kapol)
 Menyediakan peralatan yang mendasar untuk budidaya
Contoh: gunting setek, polibag, media tanam, pot, pupuk, cangkul, sprayer
sederhana untuk menyiram tanaman,dll
 Menyediakan alat pasca panen primer sederhana
Contoh: Pisau untuk merajang, tampah untuk menjemur, dll

92 | P a g e
Panduan Latihan
Pemanfaatan dan Teknik Membuat Ramuan untuk Asuhan Mandiri

 Peserta bergabung dalam kelompok yang terdiri dari 5-6 orang/kelompok


 Setiap kelompok melakukan praktik sesuai dengan topik dan mempersiapkan
segala bahan dan peralatan yang digunakan.
 Peserta mendemonstrasikan bagaimana menyiapkan simplisia dan bahan baku
yang akan digunakan
Hal yang perlu diperhatikan, antara lain :
1. Menggunakan tanaman obat yang masih segar dan dalam keadaan utuh.
2. Dalam melakukan perebusan sebaiknya menggunakan api kecil
3. Alat yang digunakan harus bersih
4. Peralatan yang digunakan untuk membuat ramuan jangan menggunakan
peralatan dari bahan alumunium, timah atau tembaga.
 Setiap kelompok membuat 1 jenis ramuan untuk pemanfaatan TOGA dalam
asuhan mandiri.

93 | P a g e
MATERI INTI 2
PEMANFAATAN AKUPRESUR

I. DESKRIPSI SINGKAT
Akupresur mandiri merupakan teknik memijat sendiri pada titik tertentu
dipermukaan tubuh untuk mengatasi gangguan kesehatan ringan dan
meningkatkan kebugaran.
Pemijatan adalah bagian terpenting dalam melakukan tindakan akupresur.
Dengan melakukan pemijatan yang benar, maka tujuan dalam mengatasi
gangguan kesehatan ringan dapat tercapai. Penggunaan teknik akupresur
disesuaikan dengan keluhan agar tindakan akupresur dapat mencapai hasil
yang maksimal. Cara pemijatan yang baik dan benar juga dapat membantu
meningkatkan hasil pemijatan, Akupresur dapat menimbulkan efek yang tidak
diinginkan sehingga pada saat pelaksanaan akupresur, diperlukan perhatian
khusus terhadap keadaan-keadaan yang tidak boleh dilakukan akupresur.
Dalam modul ini diuraikan secara singkat teori dasar akupresur yang diambil dari
teori dasar akupunktur, sebagai pedoman bagi pelaksanaan terapi akupresur.
Tatalaksana gangguan kesehatan ringan dengan akupresur mandiri dalam
modul ini membahas tentang pemanfaatan akupresur untuk asuhan mandiri,
teknik akupresur untuk asuhan mandiri, tatalaksana gangguan kesehatan untuk
asuhan mandiri akupresur.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu melakukan pemanfaatan
akupresur.
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
1. Menjelaskan konsep pemanfaatan akupresur untuk asuhan mandiri
2. Melakukan akupresur untuk asuhan mandiri
3. Melakukan pemanfaatan akupresur dalam asuhan mandiri

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN


A. Konsep Pemanfaatan Akupresur untuk Asuhan mandiri
1. Sejarah perkembangan akupresur
2. Pengertian akupresur untuk asuhan mandiri
3. Manfaat akupresuruntuk asuhan mandiri
B. Teknik Akupresur untuk Asuhan mandiri
1. Pengenalan titik akupresur
2. Indikasi dan kontraindikasi
3. Teknik pemijatan dalam akupresur
94 | P a g e
C. Pemanfaatan akupresur dalam asuhan mandiri
1. Meningkatkan produksi ASI
2. Batuk pilek pada balita
3. Meningkatkan nafsu makan
4. Gatal pada biduran
5. Nyeri haid
6. Susah tidur dan Stress
7. Kram otot tungkai bawah/kaki
8. Sakit kepala/pusing
9. Peningkatan daya tahan tubuh
10. Sakit pinggang
11. Mual, muntah dan nyeri ulu hati
12. Sesak nafas/mengi
13. Melancarkan Buang Air Besar (BAB)/konstipasi
14. Nyeri sendi lutut
15. Pemulihan setelah sakit

IV. BAHAN BELAJAR


Modul, bahan tayang, panduan demonstrasi, dan panduan simulasi.

V. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
A. Langkah 1 Pengkondisian (10 menit)
1. Fasilitator memperkenalkan diri, kemudian menyampaikan tujuan
pembelajaran serta waktu yang tersedia untuk materi ini
2. Fasilitator menggali pendapat peserta mengapa modul/materi ini diperlukan
untuk Asuhan Mandiri Pemanfaatan TOGA dan Akupresur. Berikan juga
kesempatan kepada peserta untuk menyampaikan pendapat atau
pengetahuannya tentang tatalaksana pelayanan akupresur di Puskesmas.
Tuliskan pada kertas flipchart agar dapat dibaca semua orang.
3. Fasilitator memandu peserta untuk menanggapi sehingga terjadi interaksi
yang dinamis
B. Langkah 2 Membahas pokok bahasan (80 menit)
1. Fasilitator mulai dengan menggali pendapat/pemahaman peserta tentang
tatalaksana pelayanan akupresur di Puskesmas. Misalkan dengan
menanyakan kepada peserta “bagaimana alur pelayanan kesehatan di
Puskesmas?”. “Bagaimana tata hubungan pelayanan antar unit di
Puskesmas?”. Beri kesempatan peserta saling menanggapi apa yang
dikemukakan peserta lainnya sehingga kelas menjadi dinamis.
2. Fasilitator menyampaikan penjelasan materi tatalaksana penyelenggaraan
pelayanan akupresur di Puskesmas.
3. Berikan kesempatan peserta untuk tanya jawab dan klarifikasi

95 | P a g e
VI. URAIAN MATERI
A. Konsep Pemanfaatan Akupresur untuk Asuhan mandiri
1. Sejarah Perkembangan Akupresur
Pijat telah dikenal oleh bangsa Indonesia sejak jaman dahulu kala.
Demikian juga oleh bangsa-bangsa yang lain, karena pijat merupakan cara
pengobatan alami, yang secara naluri dilakukan oleh manusia jika merasa
badannya tidak enak.
Pijat dengan pendekatan ilmu akupunktur disebut akupresur dan istilah ini
digunakan sampai sekarang.
Perkembangan akupresur di Indonesia di mulai pada tahun 1963, di mana
presiden Soekarno menunjuk Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo sebagai
pilot project pengembangan pengobatan di bidang Akupunktur. Kemudian
terbentuk program pendidikan dokter spesialis akupunktur medik, yang
dalam kurikulum pendidikannya memasukkan akupresur sebagai salah
satu mata pelajaran pendidikan. Saat ini akupresur dikembangkan melalui
integrasi ke dalam sistem pelayanan kesehatan di Puskesmas.
2. Pengertian Akupresur untuk Asuhan Mandiri
Akupresur berasal dari kata accus dan pressure, yang berarti jarum dan
menekan. Istilah ini dipakai untuk cara penyembuhan yang menggunakan
teknik penekanan dengan jari pada titik-titik akupunktur sebagai pengganti
penusukan jarum pada sistem penyembuhan akupunktur. Tujuan
penekanan pada titik-titik akupresur adalah melancarkan berbagai sistem
pada seluruh bagian tubuh.
Akupresur mandiri dilakukan oleh masyarakat di lingkungan keluarga
sendiri untuk meningkatkan kebugaran maupun mengatasi gangguan
kesehatan ringan.
3. Manfaat Akupresur untuk Asuhan Mandiri
Tindakan akupresur dapat memberikan manfaat bagi tubuh, antara lain:
a. Meningkatkan kebugaran
b. Melancarkan peredaran darah
c. Mengurangi rasa nyeri
d. Mengurangi stres atau menenangkan pikiran

B. Teknik Akupresur untuk Asuhan mandiri


1. Pengenalan Titik Akupresur
a. Pengertian
Titik-titik akupresur merupakan konsentrasi dari saraf-saraf sensorik.
Penekanan pada titik-titik ini bermaksud untuk mempengaruhinya agar
sistem tubuh yang kemungkinan terhambat dapat dilancarkan kembali.
Penekanan ini mempengaruhi antara lain aliran darah, transportasi

96 | P a g e
cairan-cairan tubuh, sistem saraf, sistem hormonal, sistem getah
bening, dll.
Ada tiga jenis titik akupresur :
1) Titik akupresur umum yaitu titik akupresur yang berada di saluran
meridian
2) Titik akupresur istimewa yaitu titik akupresur yang berada di luar
saluran meridian
3) Titik akupresur yes point/ashe point yaitu tempat yang kalau dipijat
terasa nyeri dan letaknya bukan di titik umum maupun titik istimewa.
b. Fungsi Titik Akupresur
1) Sebagai tempat perangsangan untuk mengatasi gangguan di
sepanjang alur meridian
2) Sebagai tempat pencerminan baik kondisi fisiologi maupun gangguan
fungsi organ dalam (organ zang dan organ fu)
c. Nomenklatur Titik Akupunktur (WHO)
Berdasarkan keputusan WHO tentang penamaan titik
akupunktur/akupresur yang berlaku Internasional, mengikuti pedoman
di bawah ini:
1) Titik Akupunktur Umum
Terdiri dari 2 huruf kapital yang merupakan singkatan organ, diikuti
angka arab sesuai dengan perjalanan meridian di tubuh.
2) Titik Akupunktur Istimewa
Terdiri dari awalan EX (Extra Point) diikuti regio tubuh yaitu:
a) HN (Head and Neck) : Kepala Leher
b) CA (Chest and Abdomen) : Dada Perut
c) B (Back) : Punggung
d) UE (Upper Extremities) : Lengan Atas
e) LE (Lower Extremities) : Lengan bawah
Penomoran diurut dari kepala sampai dengan kaki/atas ke bawah
contoh: EX-HN-1
EX menandakan titik istimewa (Extra Point)
HN menunjukkan lokasinya di kepala dan leher
Angka 1 menunjukkan letak paling di atas
d. Mekanisme Kerja
1) Titik akupresur berada di permukaan kulit yang sensitif terhadap
perangsangan biolistrik dan dapat menghantarkan rangsangan
2) Nyeri dapat menghambat aliran darah dan oksigen ke daerah yang
sakit, sehingga dengan mengurangi nyeri, aliran darah dan oksigen
menjadi lebih baik. Perangsangan di titik akupresur menyebabkan
dikeluarkannya endorfin, suatu neuro transmitter yang dapat
mengurangi rasa nyeri.
3) Akupresur menutup pintu sinyal nyeri ke medula spinalis dan otak

97 | P a g e
4) Akupresur dapat memelihara keseimbangan tubuh dengan
mengurangi ketegangan, stress dan meningkatkan kekebalan tubuh
terhadap perubahan lingkungan atau penyakit.
5) Perangsangan titik akupresur dapat meningkatkan aliran darah dan
oksigen pada daerah yang sakit sehingga pengeluaran toksin atau
racun menjadi lebih baik.
e. Titik akupresur yang sering digunakan
Beberapa titik akupresur berdasarkan anatomi tubuh yang sering
digunakan antara lain adalah:
1) Kepala dan wajah:
GV 20, GB 20, EX-HN5, EX-HN3, LI 20

EXHN5

98 | P a g e
2) Leher dan Bahu
GB21

3) Dada
CV 17, CV 12

99 | P a g e
4) Punggung

EX-B2, BL 23

EX-B2

5) Ekstremitas Superior

HT7, LI 4, PC 6, LI 11, SI 1

100 | P a g e
6) Ekstremitas inferior

ST 36, GB 31, GB 34, GB 39, BL 40, BL 57, SP 9, SP 10, SP 6,


LR 3, KI 1

101 | P a g e
102 | P a g e
2. Indikasi, Kontraindikasi dan Efek samping
Akupresur asuhan mandiri dapat dipergunakan untuk penyakit atau
gejala ringan yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Indikasi
akupresur asuhan mandiri antara lain:
a. Meningkatkan produksi ASI
b. Batuk pilek pada balita
c. Meningkatkan nafsu makan
d. Gatal pada biduran
e. Nyeri haid
f. Susah tidur dan stress
g. Kram otot tungkai bawah/kaki
h. Sakit kepala/pusing
i. Peningkatan daya tahan tubuh
j. Sakit pinggang
k. Mual, muntah dan nyeri ulu hati
l. Sesak nafas/mengi

103 | P a g e
m. Melancarkan Buang Air Besar (BAB)/konstipasi
n. Nyeri sendi lutut
o. Pemulihan setelah sakit

Hal-hal yang perlu diperhatikan


a. Kondisi pasien
Akupresur tidak boleh dilakukan terhadap penderita yang:
1) Dalam keadaan terlalu lapar.
2) Dalam keadaan terlalu kenyang.
3) Dalam keadaan terlalu emosional.
4) Dalam keadaan hamil, ada beberapa titik akupresur yang tidak
boleh dipijat terutama titik pada Meridian yin kaki, Meridian CV
di bawah pusar dan LI 4. Kehati-hatian diperlukan terutama
jangan sampai terjadi keguguran akibat pemijatan pada titik-titik
tertentu. Mual muntah akibat kehamilan dapat diatasi dengan
baik menggunakan teknik akupresur
5) Dalam kondisi tubuh sangat lemah hanya diperlukan pijat untuk
menguatkan.
b. Kontra indikasi
Akupresur hanya merupakan pendukung untuk mengatasi
gangguan kesehatan, sehingga penanganan penyakit tetap berada
dibawah tanggungjawab dokter. Kondisi yang tidak bisa ditangani
dengan akupresur adalah :
1) Kegawatdaruratan medik
2) Kasus yang perlu pembedahan
3) Keganasan
4) Penyakit akibat hubungan seksual
5) Penyakit Infeksi
6) Penggunaan obat pengencer darah (antikoagulansia)
7) Diketahui ada kelainan pembekuan darah
8) Daerah luka bakar, borok dan luka parut yang baru (kurang
dari satu bulan)

Dalam kasus keganasan dilarang melakukan akupresur di lokasi


tumor, kelenjar getah bening yang membesar, serta daerah-daerah
yang terjadi borok akibat tumor. Akupresur bermanfaat untuk
memperbaiki gejala-gejala akibat pengobatan tumor atau nyeri
yang diakibatkan tumor itu sendiri. Mual muntah akibat pengobatan
konvensional dapat dikurangi dengan tindakan akupresur

c. Efek samping pemijatan akupresur


Hal-hal yang mungkin bisa terjadi akibat pemijatan ialah:
1) Shock
104 | P a g e
Gejalanya : keluar keringat dingin, pucat,
lemas, mual, pusing.
Penyebabnya : Pasien dalam keadaan lapar,
terlalu lemah/lelah, atau takut.
Cara mengatasinya : hentikan pemijatan, tidurkan
pasien, beri minum air hangat
atau teh manis hangat,
tenangkan pasien, istirahatkan.

2) Kejang otot
Gejalanya : kram, otot menjadi kaku dan
tegang
Penyebabnya : pemijatan terlalu kuat atau pasien
dalam keadaan tegang
Cara mengatasinya : hentikan pemijatan pada daerah
tersebut, pijat kembali daerah lain
secara pelan pada titik-titik
meridian di sekitarnya, jangan
pada tempat yang kejang.

3) Bengkak / memar
Gejalanya : terjadi pembengkakan pada
tempat bekas yang dipijat,
mungkin muncul warna kebiruan
Penyebabnya : pemijatan terlalu kuat atau kulit
pasien sensitif
Cara mengatasinya : hentikan pemijatan pada daerah
tersebut, beri minyak khusus
untuk memar atau kompres
dingin.

3. Teknik pemijatan dalam akupresur


a. Pengertian
Akupresur ialah melakukan penekanan pada permukaan tubuh
pada titik akupunktur dengan menggunakan jari, atau bagian tubuh
yang lain, atau alat bantu dengan tujuan untuk perawatan
kesehatan. Pemijatan telah dilakukan oleh banyak orang dari
semenjak zaman dahulu. Pemijatan biasa dilakukan oleh diri
sendiri atau orang lain.

b. Teknik rangsangan dan pemijatan


Perangsangan pada titik akupresur mempengaruhi efek pemijatan.
Teknik perangsangan dalam akupresur dibagi 2, yaitu :
105 | P a g e
1) Penguatan :
a) Dilakukan pada pasien yang sifat penyakitnya masuk
dalam kelompok yin
b) Pemijatan pada setiap titik yang dipilih maksimal 30 kali
putaran atau tekanan
c) Arah putaran searah dengan jarum jam
d) Tekanan pijatan tidak boleh kuat
e) Titik yang dipilih maksimal 10 titik akupresur
f) Pemijatan dilakukan searah meredian
2) Pelemahan
a) Dilakukan pada pasien yang sifat penyakitnya masuk dalam
kelompok yang
b) Pemijatan pada setiap titik yang dipilih, antara 40 – 60 kali
putaran atau tekanan
c) Arah putaran, berlawanan dengan arah jarum jam
d) Tekanan pijatan mulai dari sedang dan kuat
e) Jumlah titik yang dipilih disesuaikan dengan kebutuhan
f) Pemijatan dilakukan berlawanan arah meridian

Teknik pemijatan sangat bervariasi sesuai dengan teknik


akupresur. Contoh teknik pemijatan dalam kepustakaan akupresur
adalah sebagai berikut :
1) Menekan menggunakan ibu jari atau menutuk dengan jari
telunjuk lalu diputar-putar (mengucak) pada titik akupresur,
misalnya pemijatan pada daerah kepala, tangan, kaki, dada
dan perut.
2) Menekan menggunakan pangkal atau sisi telapak tangan atau
siku untuk permukaan tubuh yang luas atau bagian tubuh yang
ototnya tebal, misalnya pemijatan pada daerah punggung,
paha dan bokong
3) Mendorong atau menggosok sepanjang jalur meridian
menggunakan ibu jari atau pangkal telapak tangan, misalnya
pemijatan pada ekstremitas atas, ekstremitas bawah dan
punggung.
4) Menjepit mengenai dua meridian atau titik sekaligus, misalnya
pemijatan pada LU 5 dan LI 11
5) Meremas jalur meridian, misalnya pemijatan di tangan atau
kaki
6) Mencubit otot, cubitan kecil maupun besar.
7) Menggetarkan yaitu menekan titik akupresur menggunakan jari
atau telapak tangan sambil digetarkan.
8) Menyeka yaitu memijat menggunakan dua ibu jari dengan arah
berlawanan.
106 | P a g e
9) Mengetuk dan menepuk yaitu memukul-mukul permukaan
tubuh mengunakan ujung-ujung jari.
10) Mengusap dengan menggunakan telapak tangan pada
permukaan tubuh.
11) Menyisir yaitu melakukan gerakan seperti menggaruk untuk
daerah kepala.
Teknik akupresur pada anak sama dengan teknik pemijatan pada
orang dewasa, namun jumlah pemijatannya setengah dari jumlah
pemijatan pada orang dewasa dan tekanannya disesuaikan
dengan kondisi anak.

c. Cara mengoptimalkan manfaat akupresur


1) Pelemasan otot
Untuk mengoptimalkan manfaat akupresur, sebaiknya dilakukan
terlebih dahulu tindakan pelemasan otot-otot pada daerah yang
akan dilakukan akupresur
2) Lokasi pelemasan otot
Pelemasan otot-otot dilakukan pada daerah otot besar seperti:
a) Tengkuk
b) Bahu
c) Lengan
d) Tangan
e) Pinggang
f) Paha
g) Kaki
Pelemasan otot dilakukan dengan cara meremas otot besar
menggunakan telapak dan kelima jari tangan, masing-masing
dilakukan sebanyak lima kali.

C. Pemanfaatan Akupresur untuk Asuhan Mandiri


1. Meningkatkan produksi air susu ibu (ASI)
Untuk meningkatkan jumlah ASI dapat dilakukan pemijatan pada
perpotongan garis tegak lurus dari sudut kuku bagian kelingking (SI 1)

SI 1

107 | P a g e
Lokasi yang terletak :
 setinggi sela iga ke empat linea axillaris anterior (SP 18)
 Setinggi sela iga ke dua linea midclavicullaris (ST 15)
 Setinggi sela iga ke tiga linea midclavicullaris (ST 16)
 Setinggi sela iga ke empat linea midsternalis (CV 17)
 Setinggi sela iga ke lima linea midclavicullaris (ST 18)

Lokasi yang letaknya 4 jari di bawah lutut di tepi luar tulang kering (ST 36)

108 | P a g e
2. Batuk Pilek pada Balita
Akupresur untuk meredakan batuk pilek pada balita dapat dilakukan
pemijatan pada lokasi yang letaknya di samping cuping hidung kanan dan
kiri (LI 20)

Lokasi yang terdapat pada 2 jari ke arah lateral dari ruas tulang punggung
ketiga (BL13)

Lokasi yang letaknya 2 jari di atas pergelangan tangan, segaris ibu jari
tangan (LU 7)

LU 7

109 | P a g e
Lokasi yang terletak pada pertengahan antara tempurung lutut dan mata
kaki luar, 2 jari ke sisi luar dari tulang kering (ST 40)

ST 40

Lokasi yang terletak di punggung tangan pada tonjolan tertinggi ketika ibu
jari dan telunjuk dirapatkan (LI 4)

LI 4

Lokasi yang terletak pada 4 jari di bawah tempurung lutut di tepi luar tulang
kering (ST 36)

ST 36

110 | P a g e
3. Meningkatkan nafsu makan
Akupresur untuk meningkatkan nafsu makan dapat dilakukan pemijatan
pada lokasi yang letaknya lekukan belakang mata kaki bagian dalam (KI
3)

KI 3

Lokasi yang terletak 4 jari ke atas dari mata kaki bagian dalam (SP 6)

SP 6

Lokasi yang terletak pada 3 jari di atas pertengahan pergelangan tangan


bagian dalam (PC 6)

PC 6

111 | P a g e
Lokasi yang terletak di punggung tangan pada tonjolan tertinggi ketika
ibu jari dan telunjuk dirapatkan (LI 4)

LI 4

Lokasi yang terletak 4 jari di bawah tempurung lutut di tepi luar tulang
kering (ST 36)

ST 36

4. Gatal pada biduran


Untuk gatal-gatal karena biduran dapat dilakukan pemijatan pada lokasi
yang terletak di punggung tangan pada tonjolan tertinggi ketika ibu jari dan
telunjuk dirapatkan (LI4)

LI 4

112 | P a g e
Lokasi yang terletak antara lipat siku sebelah luar dan tonjolan tulang siku
(LI 10)

LI 10

Lokasi yang terletak tiga jari di atas dan sisi dalam tempurung lutut (GB 34)

GB 34

Lokasi yang terletak pada empat jari di atas mata kaki bagian dalam (SP6)

SP6

5. Nyeri haid
Akupresur untuk mengurangi nyeri haid dapat dilakukan pemijatan pada
lokasi yang letaknya 4 jari di atas mata kaki bagian dalam (SP6)

SP 6

113 | P a g e
Lokasi yang terletak di punggung tangan pada tonjolan tertinggi ketika ibu
jari dan telunjuk dirapatkan (LI 4)

LI 4

Lokasi yang terletak 4 jari di bawah tempurung lutut di tepi luar tulang
kering (ST36)

ST 36

6. Susah tidur dan stress


Untuk susah tidur dapat dilakukan pemijatan pada lokasi yang terletak
pada lekukan garis pergelangan tangan bagian dalam, segaris dengan jari
kelingking (HT 7)

HT 7

114 | P a g e
Lokasi yang terletak pada pertengahan kedua alis (EX-HN3)

Lokasi yang terletak pada tiga jari di atas pertengahan pergelangan tangan
bagian dalam (PC 6)

PC 6

Untuk stres dapat dilakukan pemijatan pada lokasi yang terletak di


punggung tangan pada tonjolan tertinggi ketika ibu jari dan telunjuk
dirapatkan (LI 4)

LI 4

115 | P a g e
Dan lokasi yang terletak di punggung kaki pada cekungan antara
pertemuan tulang telapak kaki ibu jari dan jari ke-2 (LR 3)

LR3

7. Kram otot tungkai bawah/kaki


Untuk kram otot tungkai bawah/kaki dapat dilakukan pemijatan pada
bagian paha yang terletak sejajar ujung jari tengah pada posisi tubuh
berdiri dan lengan menggantung di sisi paha (GB 31)

GB 31

Lokasi yang terletak di lekukan bagian bawah otot betis (BL 57)

BL 57

116 | P a g e
Lokasi yang terletak di bawah tonjolan tulang sisi bawah luar lutut (GB 34)

GB 34

8. Sakit kepala/ pusing


Untuk sakit kepala/ pusing secara umum dapat dilakukan pemijatan pada
lokasi yang terletak di punggung tangan pada tonjolan tertinggi ketika ibu
jari dan telunjuk dirapatkan (LI 4)

LI 4

Untuk sakit kepala daerah depan, dapat dilakukan pemijatan pada lokasi
yang terletak di lekukan tulang pelipis, sejajar dengan sudut mata luar (EX-
HN5)

EX-HN5

117 | P a g e
Untuk sakit kepala daerah puncak kepala, dapat dilakukan pemijatan pada
lokasi yang terletak di puncak kepala (GV20)

GV 20

Untuk sakit kepala daerah tengkuk, dapat dilakukan pemijatan pada lokasi
yang terletak di belakang kepala, di bawah tonjolan tulang tengkorak (GB
20)

GB 20

Dan lokasi yang terletak di puncak bahu, pertengahan antara tengkuk dan
pangkal lengan (GB 21)

GB 21

Dan lokasi yang terletak di punggung kaki pada cekungan antara


pertemuan tulang telapak kaki, ibu jari dan jari ke-2 (LR 3)

LR 3

118 | P a g e
9. Peningkatan daya tahan tubuh
a. Peningkatan daya tahan tubuh
LI 4, ST 36, CV 12, SP 6, GB 39, BL 23, KI 1
Untuk meningkatkan daya tahan tubuh dapat dilakukan pemijatan pada
lokasi yang letaknya 4 jari di bawah lutut di tepi luar tulang kering (ST
36)

ST 36

Dan lokasi yang letaknya 4 jari di atas mata kaki bagian dalam. Pijatan
lokasi ini dilakukan dengan posisi kaki disilangkan ke atas paha (SP 6)

SP 6

Dilakukan pemijatan pada lokasi yang terletak di punggung tangan pada


tonjolan tertinggi ketika ibu jari dan telunjuk dirapatkan (LI 4)

LI 4

b. Peningkatan kebugaran
Untuk meningkatkan kebugaran LI4, ST36, CV12

119 | P a g e
Dilakukan pemijatan pada lokasi yang terletak di punggung tangan pada
tonjolan tertinggi ketika ibu jari dan telunjuk dirapatkan (LI 4)

LI 4

Untuk meningkatkan kebugaran daya tahan tubuh dapat dilakukan


pemijatan pada lokasi yang letaknya 4 jari di bawah lutut di tepi luar
tulang kering (ST36)

ST 36

Untuk meningkatkan kebugaran dilakukan pemijatan pada lokasi yang


terletak di garis tengah tubuh depan di pertengahan ujung bawah tulang
dada dengan pusar (CV12)

CV 12

10. Sakit pinggang


Untuk sakit pinggang dapat dilakukan pemijatan pada lokasi yang terletak
di pinggang sejajar dengan pusar, selebar 2 (dua) jari tangan ke samping
kiri dan kanan dari garis tengah tubuh (BL 23)

BL 23

120 | P a g e
Dan lokasi yang terletak di pertengahan lipat lutut (BL 40)

BL 40

11. Mual muntah dan nyeri ulu hati


Untuk mual muntah dapat dilakukan pemijatan pada lokasi yang terletak
pada tiga jari di atas pertengahan pergelangan tangan bagian dalam (PC
6)

PC 6

Untuk nyeri ulu hati dapat dilakukan pemijatan pada lokasi yang terletak di
garis tengah tubuh depan di pertengahan ujung bawah tulang dada
dengan pusar (CV 12)

CV 12

Dan lokasi yang terletak pada empat jari di bawah lutut di tepi luar tulang
kering (ST 36)

ST 36

121 | P a g e
12. Sesak nafas/mengi
Untuk sesak nafas dapat dilakukan pemijatan pada lokasi yang terletak di
bawah tengkuk, setengah jari ke arah luar (EX-B1)

EX-B1

Lokasi yang terletak di garis tengah tubuh bagian depan setinggi sela iga
ke-4 (sejajar dengan puting susu) (CV17)

CV 17

Lokasi yang terletak pada pertengahan antara tulang tempurung lutut


dengan mata kaki bagian luar, dua jari dari tulang kering (ST 40)

ST 40

13. Susah Buang Air Besar (Konstipasi)


Untuk susah buang air besar (konstipasi) dapat dilakukan pemijatan pada
lokasi yang terletak di
 punggung tangan pada tonjolan tertinggi ketika ibu jari dan telunjuk
dirapatkan (LI 4)
 4 jari ke atas dari punggung pergelangan tangan segaris jari tengah
(TE 6)

122 | P a g e
Lokasi yang terletak 3 jari di samping kiri dan kanan pusar (ST 25)

Lokasi yang terletak 7 jari di bawah pangkal tulang kering, bawah luar
tempurung lutut (ST 37)

123 | P a g e
Dan lokasi yang terletak 4 jari di atas mata kaki bagian dalam (SP 6)

14. Nyeri Sendi Lutut


Untuk nyeri sendi lutut dapat dilakukan pemijatan pada lokasi yang
terletak di tengah-tengah lipat lutut bagian belakang (BL 40)

BL 40

Lokasi yang terletak pada:


 4 jari ke atas dari mata kaki bagian dalam (SP 6)
 bawah lutut ujung tulang kering atas sisi sebelah dalam (SP 9)
 lekukan belakang mata kaki bagian dalam (KI 3)
 3 jari di atas lekukan belakang mata kaki bagian dalam (KI 7)

124 | P a g e
Lokasi yang terletak pada
 lekukan depan bawah kaput fibula (ST36)
 4 jari di bawah titik pangkal tulang kering, bawah luar tempurung lutut
(GB 34)

15. Pemulihan Setelah Sakit


Untuk pemulihan setelah sakit dapat dilakukan pemijatan pada lokasi
yang terletak di 7 jari ke belakang dari batas rambut depan, tepatnya di
puncak kepala (GV 20)

Lokasi yang terletak pada pertengahan ke 2 alis (EX-HN3)

125 | P a g e
Lokasi yang terletak pada:
 lekukan kiri kanan di belakang kepala, 1,5 jari di atas batas rambut (GB
20)
 daerah belakang leher di pertengahan antara cervical dan akromion
(GB21)

Lokasi yang terletak pada:


 3 jari ke atas dari punggung pergelangan tangan segaris jari tengah (TE
5)
 di punggung tangan pada tonjolan tertinggi ketika ibu jari dan telunjuk
dirapatkan (LI 4)

Lokasi yang terletak pada 3 jari di atas pertengahan pergelangan tangan


bagian dalam (PC 6)

126 | P a g e
Lokasi yang terletak 3 jari pada ujung lipatan siku sebelah atas (LI 10)

LI 10

Lokasi yang terletak pada punggung kaki pada cekungan antara


pertemuan tulang metatarsal satu dan dua (LR 3)

Lokasi yang terletak pada 4 jari ke atas dari mata kaki bagian dalam (SP 6)

127 | P a g e
Lokasi yang terletak pada
 4 jari di atas tonjolan mata kaki luar (GB 39)
 Lekukan bawah kaput fibula (GB 34)
 4 jari di bawah titik tulang kering, bawah luar tempurung lutut (ST
36)

VII. Referensi
A. Kurikulum dan modul orientasi akupresur
B. Buku saku tetap sehat berhaji dengan akupresur mandiri
C. Standar Akupunktur WHO tahun 2008
D. Buku Ilmu Akupunktur, KSMF Akupunktur RSCM
E. Pedoman Praktis Akupresur, Depkes RI 1998
F. Pedoman Pembinaan Pengobat Tradisional Akupresur bagi Petugas
Kesehatan
G. www.all-about-acupuncture.com

128 | P a g e
Panduan Demonstrasi

Fasilitator menyiapkan alat demonstrasi seperti:


 Kertas A4
 Alat tulis
 Patung akupunktur
 Poster titik akupunktur
 Alat bantu akupresur (alat bantu pijat, minyak)

1. Peserta duduk dengan layout u shape atau melingkar


2. Fasilitator menunjukkan titik-titik akupunktur /akupresur menggunakan poster,
phantom atau badan sendiri.
3. Peserta disuruh menunjukkan titik akupunktur/akupresur yang sudah dijelaskan
oleh fasilitator.

129 | P a g e
Panduan Simulasi

1. Peserta dibagi menjadi 3 kelompok, tiap kelompok mendapatkan 3 kasus. Tiap


kelompok memperagakan kasus masing-masing. Tiap kelompok ada yang
berperan sebagai klien dan pelaksana akupresur.
2. Kasus yang dibagikan:
a. Meningkatkan produksi ASI
b. Batuk pilek pada balita
c. Meningkatkan nafsu makan
d. Gatal pada biduran
e. Nyeri haid
f. Susah tidur dan Stress
g. Kram otot tungkai bawah/kaki
h. Sakit kepala/pusing
i. Peningkatan daya tahan tubuh
j. Sakit pinggang
k. Mual, muntah dan nyeri ulu hati
l. Sesak nafas/mengi
3. Peserta diminta mempraktikan kasus yang menjadi tanggungjawab
kelompoknya.

130 | P a g e
MATERI INTI 3
KOMUNIKASI, ADVOKASI, DAN FASILITASI ASUHAN MANDIRI
PEMANFAATAN TOGA DAN AKUPRESUR

I. DESKRIPSI SINGKAT
Asuhan Mandiri Pemanfaatan TOGA dan Akupresur adalah kegiatan
individu/keluarga dalam kelompok yang bertujuan untuk memelihara,
mempertahankan, menjaga, dan meningkatkan status kesehatan, serta mencegah
dan mengatasi gangguan kesehatan ringan (Common diseases) secara mandiri;
dari, oleh, dan untuk Individu dan anggota keluarga di tingkat rumah tangga, dengan
penekanan pada upaya-upaya promotif dan preventif. Untuk diterimanya konsep
asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur di masyarakat dan
diterapkannya dalam kehidupan sehari-hari, diperlukan dukungan puskesmas,
melalui bimbingan, pendampingan, pembinaan berkesinambungan.
Kemampuan dalam memberikan bimbingan, pendampingan dan pembinaan
untuk terselenggaranya kegiatan-kegiatan dimaksud, perlu dilandasi dengan
kemampuan penguasaan teknik komunikasi efektif, yang akan dimanfaatkan
pimpinan dan petugas-petugas puskesmas lainnya, mendukung upaya perubahan
perilaku masyarakat; dari kondisi ketidak-peduliannya/ketidak-mampuannya
memelihara, mempertahankan, menjaga, dan meningkatkan status kesehatan serta
ketergantungannya selalu kepada petugas kesehatan dalam mengatasi
masalah/gangguan kesehatan ringan, menuju satu kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehatnya secara mandiri, dalam hal ini salah satunya adalah
melalui asuhan mandiri kesehatan tradisional pemanfaatan TOGA dan akupresur.
Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk
mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait (stakeholders).
Fasilitasi adalah proses sadar untuk membantu sebuah kelompok sehingga dapat
berhasil melaksanakan tugas mereka sambil tetap berhasil menjaga eksistensi
kelompok tersebut.
Fasilitasi adalah proses sadar untuk membantu sebuah kelompok sehingga
dapat berhasil melaksanakan tugas mereka sambil tetap berhasil menjaga eksistensi
kelompok tersebut.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Umum:
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melaksanakan komunikasi,
advokasi, dan fasilitasi asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur.
B. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu:
1. Melakukan komunikasi asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur
2. Melakukan advokasi asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur

131 | P a g e
3. Melakukan fasilitasi asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur

III. POKOK BAHASAN DAN ATAU SUB POKOK BAHASAN


A. Komunikasi asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur
1. Pengertian
2. Tujuan
3. Model dan Proses
4. Syarat para pihak dalam membangun komunikasi
5. Proses penyampaian pesan dalam komunikasi\
6. Kegagalan dalam berkomunikasi
7. Pemanfaatan kemampuan komunikasi efektif dalam implementasi perubahan
perilaku
B. Advokasi asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur
1. Pengertian
2. Langkah-langkah
3. Cara melakukan advokasi yang efektif
C. Fasilitasi Asuhan Mandiri Pemanfaatan TOGA dan Akupresur
1. Peran, fungsi, dan kemampuan fasilitator
2. Fasilitasi di masyarakat
3. Teknik fasilitas

IV. BAHAN BELAJAR


Modul, bahan tayang, meta plan, skenario bermain peran, dan panduan diskusi
kelompok.

V. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN


Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak Waktu : 8 Jpl (T = 2 jpl; P: 3;
PL: 3) @ 45 menit. Untuk memudahkan proses pembelajaran, dilakukan langkah-
langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut:
A. Langkah 1 (10 menit); Pengkondisian::
1. Pelatih memperkenalkan diri
2. Pelatih menyampaikan tujuan umum dan tujuan khusus
3. Pelatih menggali pendapat peserta tentang komunikasi efektif, dan Langkah-
langkah perubahan perilaku dalam asuhan pemanfaatan TOGA dan
akupresur
B. Langkah 2 (10 menit), praktek penyampaian pesan
1. Peserta dibagi dalam 3 kelompok kecil
2. Masing-masing kelompok diminta menyampaikan pesan berantai secara
lisan dan tulisan, dalam bahasa yang berbeda.
3. Waktu bermain peran adalah 5 menit, dan simpulan disampaikan bersama
dalam waktu 5 menit.

132 | P a g e
C. Langkah 3 (70 menit); Penyampaian Materi
1. Pelatih menyampaikan materi dengan menggunakan bahan tayang, sesuai
dengan modul yang disusun untuk tujuan pembelajaran dimaksud
2. Dilanjutkan dengan tanya jawab, untuk penyamaan persepsi tentang materi
yang disampaikan pelatih kepada peserta latih

D. Langkah 4 (135 menit); Penugasan:


1. Peserta latih akan dibagi kembali menjadi 3 kelompok
2. Peserta latih mendapat soal yang sama, untuk menyusun rencana
penggerakan masyarakat dalam wilayah kerjanya, menerapkan asuhan
mandiri kesehatan tradisional pemanfaatkan TOGA dan Akupresur melalui
upaya-upaya perubahan perilaku, melalui 5 langkah perubahan perilaku,
sesuai dengan tahapan-tahapan kegiatannya di puskesmas, didukung
dengan kemampuan penguasaan komunikasi efektif.
3. Penugasan diskusi kelompok diselesaikan dalam waktu 45 menit
4. Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusinya, dilanjutkan dengan
klarifikasi dan tanya jawab yang akan diselesaikan dalam waktu 60 menit
5. Pelatih memberikan tanggapan, masukan, dan simpulan 30 menit

E. Langkah 5 (135 menit), praktek lapangan proses perubahan perilaku.


Praktik lapangan dilakukan untuk mendapatkan pengalaman kemampuan
penguasaan komunikasi efektif, advokasi dan fasilitasi untuk penerapan asuhan
mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur, dilakukan terintegrasi dengan
menggunakan Panduan Praktik Lapangan Pelatihan Asuhan Mandiri
Pemanfaatan TOGA dan Akupresur.

VI. URAIAN MATERI


A. Komunikasi Asuhan Mandiri Pemanfaatan TOGA dan Akupresur
Untuk mencapai cakupan yang luas dalam perubahan perilaku masyarakat di
wilayah kerja puskesmas, diperlukan dukungan dari semua pihak, baik dari
dalam maupun luar lingkungan puskesmas, mulai dari tingkat kabupaten/kota,
kecamatan, sampai pada tingkat desa/ kelurahan. Di tingkat desa/kelurahan,
berbagai pihak relevan diupayakan untuk selalu terlibat dalam proses
pemberian bimbingan, pendampingan, dan pembinaan kepada target sasaran
masyarakat. Keterlibatan berbagai pihak disesuaikan dengan peran, tugas dan
fungsinya masing-masing, sehingga kegiatan asuhan mandiri pemanfaatan
TOGA dan akupresur dapat dikembangkan secara luas di seluruh wilayah kerja
puskesmas, terintegrasi dalam pelaksanaan program-program yang ada, baik
lintas program maupun lintas sektor. Dalam upaya mencapai tujuan perlu
diperkenalkan tentang asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur,
tujuan, manfaat, proses adopsi pesannya, praktik dan pelaksanaan kegiatan
asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur di masyarakat, serta

133 | P a g e
langkah-langkah memperluas cakupan pengembangannya, sehingga dengan
penjelasan dan pendampingan petugas puskesmas yang kompeten dan
menguasai dengan baik teknik komunikasi efektif, diharapkan pihak-pihak
relevan akan dapat terlibat aktif dalam proses pengembangan kegiatan asuhan
mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur, sesuai dengan peran dan
fungsinya.
Dengan kemampuannya tersebut, pihak-pihak relevan di dalam dan di luar
lingkungan puskesmas, mulai dari tingkat pengambil keputusan di dinas
kesehatan kabupaten/kota, kecamatan dan desa/kelurahan, serta mitra-mitra
lintas sektor dan pihak-pihak relevan/terkait lainnya, akan tahu, mau dan
mampu mendukung penerapan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
akupresur di masyarakat di seluruh wilayah kerja puskesmas.
Keluarga-keluarga binaan di masyarakat sebagai target sasaran akhir
diharapkan juga mendapat informasi yang jelas, tahu tentang tujuan dan
manfaat asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur dalam pemenuhan
kebutuhan hidup sehatnya secara mandiri, sehingga dapat menerima
ide/konsep asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur, tertarik dan
berminat untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, mampu
mempraktikkan dan memanfaatkannya untuk pemenuhan kehidupan sehatnya
sehari-hari di lingkungan keluarga. Dari pengalaman yang diperoleh dengan
benar, keluarga akan mendapatkan manfaat darinya, dan atas pengalaman
baiknya tersebut, diharapkan keluarga binaan mau
mengadvokasi/menyarankan keluarga-keluarga lain dari lingkungan
terdekatnya untuk mengikutinya, dengan cara melibatkannya kedalam kegiatan
kelompok-kelompok keluarga binaan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
akuresur di desa/kelurahan masing-masing.
Melalui pendekatan ini kegiatan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
akupresur diharapkan dapat dikembangkan semakin luas di seluruh wilayah
kerja puskesmas. Dengan keberhasilan puskesmas memandirikan
masyarakatnya dalam asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur,
diharapkan dapat menarik minat puskesmas-puskesmas lainnya untuk
mengikutinya dan akan mengembangkan di wilayah kerjanya. Selanjutnya
melalui fasilitasi dinas kesehatan kabupaten/kota, kegiatan asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan akupresur dapat direplikasikan ke puskesmas lainnya
di wilayah kabupaten/kota bersangkutan.
Perluasan cakupan kegiatan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
akupresur yang dikembangkan secara terencana, didukung dengan
kemampuan teknik komunikasi efektif yang dikuasai dengan baik,
memungkinkan pada tahun 2019 tingkat kabupaten/kota dapat mencapai target
cakupan kegiatan kesehatan tradisional, minimal 75% dari jumlah puskesmas
yang ada, sebagaimana disebutkan dalam Kepmenkes No.
HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian
Kesehatan, 2015-2019.
134 | P a g e
Tercapainya target kinerja asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur,
akan berkontribusi mendukung pencapaian target sasaran RPJP-K, 2005-2025,
yang berupaya untuk mengubah arah pembangunan kesehatan, dari arah
kuratif bergerak menuju arah promotif dan preventif sesuai kebutuhan
masyarakat setempat. Untuk tujuan tersebut, kemampuan penguasaan teknik
komunikasi efektif dari peserta latih perlu ditingkatkan, demikian pula untuk
semua petugas puskesmas lainnya dan kepala puskesmasnya. Untuk
mendapatkan pengalaman yang baik dalam pengusaan komunikasi efektif,
diperlukan praktek/latihan bersama dan berulang, setelah peserta latih kembali
ke tempat penugasannya.
1. Pengertian Komunikasi:
Banyak pengertin Komunikasi, dibawah ini akan dijelaskan tentang
komunikasi menurut beberapa para ahli, antara lain:
a. Menurut Rogers & O. Lawrence Kincaid:
“Komunikasi merupakan suatu interaksi dimana terdapat dua orang
atau lebih yang sedang membangun atau melakukan pertukaran
informasi, satu dengan yang lain, yang pada akhirnya akan tiba dimana
mereka saling memahami dan mengerti“.
b. Menurut Everett M. Rogers,
Komunikasi adalah suatu proses dimana suatu ide dialihkan dari
sumber kepada satu penerimaan atau lebih dengan maksud
mengubah tingkah laku mereka.

2. Tujuan Melakukan Komunikasi:


a. Secara umum, tujuan melakukan komunikasi antara lain:
1) Mengirimkan, memberikan, menyampaikan, atau menyerahkan
informasi
2) Bertukar informasi, meminta penjelasan/klarifikasi, memberi
instruksi, mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan
3) Menyampaikan persepsi, memotivasi, mengedukasi, memberi
pilihan (konseling), adopsi pesan, advokasi, dalam rangka
menawarkan sesuatu (barang, jasa, ide-ide).
b. Secara spesifik, tujuan berkomunikasi adalah:
1) Membangun komitmen,
2) Membangun kerjasama,
3) Problem solving (pemecahan masalah),
4) Membangun Image/Citra
5) Mendukung proses pemasaran (Marketing communication)

3. Model dan Proses Komunikasi:


a. Model komunikasi satu langkah (one step communication model),
1) Cara komunikasi:

135 | P a g e
 Lisan atau tulisan,
 Langsung atau melalui media
MODEL KOMUNIKASI SATU LANGKAH
(SINGLE STEP COMMUNICATION MODEL)
Feedback: Untuk evaluasi kebenaran penerimaan pesan
FEEDBACK

SENDER ENCODING MESSAGE DECODING RECEIVER

NOISE

LINGKUNGAN

Cara Komunikasi:
• Lisan atau Tulisan
• Langsung atau melalui Media

2) Cara penyampaian pesan


 Pesan dari sender di“dressed-up/encoded”, sesuai kebutuhan
untuk penyampaian pesan, disampaikan melalui saluran/media
yang tepat
 Penerima pesan (Receiver/audience) akan
men“decodes”/mengolah pesan agar dapat dimengerti,
sehingga pesan dapat diterima;
 Bila gagal mengolah pesan, maka pesan akan ditolak, atau
didiamkan
b. Model Komunikasi dua langkah, sebagaimana digambarkan dibawah
ini.

MODEL KOMUNIKASI DUA LANGKAH


(TWO STEPS COMMUNICATION MODEL)

1
Opinion
Leader
2 R
3 E
Opinion C
Former 4
SENDER/ E
MESSAGES
SOURCE DECODING 5 I
Opinion
Former V
ENCODING 6
E
Opinion
7 R
Leader

8 S

9
M E D I A

1) Memanfaatkan intermediaries/perantara/pemberi
pengaruh/influencer.
2) Intermediaries/perantara tersebut diharapkan dapat memberi
pengaruh pada target sasaran untuk menerima pesan yang
diberikan

136 | P a g e
3) Keluarga, teman dekat/sahabat, tokoh masyarakat dengan
kriteria sebagai inovator atau early adopters, lebih tepat untuk
dimanfaatkan sebagai perantara penyampaian pesan dari pada
memanfaatkan mass media.

c. Komunikasi Berantai
1) Proses komunikasi berjalan, dari sender pertama ke penerima
pertama Dari penerima pertama sebagai sender kedua diteruskan ke
penerima kedua; dari penerima kedua sebagai sender ke-3 diteruskan
ke penerima ke-3, dan seterusnya.

PROSES KOMUNIKASI “BERANTAI”

RECEIVER I/ RECEIVER 2/
SENDER I P SENDER 2 P SENDER 3

TERTULIS ------- LISAN p

RECEIVER 5/ P RECEIVER4/ RECEIVER-3/


p
SENDER 6 SENDER5 SENDER 4

? RECEIVER6
??????

2) Kerugian proses komunikasi berantai adalah terjadinya deviasi/distorsi’


penyimpangan pesan, terutama bila proses komunikasi dilakukan
secara lisan, tanpa dilengkapi dengan dokumen tertulis tentang isi
dan maksud dari pesan yang akan disampaikan, seperti: HO, peraga,
catatan, dan lainnya.
d. Komunikasi word of mouth dan peer to peer communication,”gethok-
tular”.
1) Komunikasi ini berkembang di luar organisasi, dalam hal ini
puskesmas
2) Dampak hasil komunikasi word of mouth, dari mulut ke mulut, jauh
lebih kuat dari pada cara komunikasi biasa, terutama bila sumber
berita bukan dari organisasi.
3) Menurut literatur, berita yang baik (satu kepuasan) melalui word of
mouth hanya akan diteruskan kepada 7 (tujuh) orang saja, sementara
berita buruk (ketidak-puasan/kekecewaan) disampaikan kepada 30
(tiga puluh) orang.
4) Karenanya organisasi dalam hal ini puskesmas harus mampu
mengelola komunikasi word of mouth yang terjadi di luar lingkungan
organisasi, melalui pemberian pelayanan yang baik, tidak tercela,
tidak mengecewakan.

137 | P a g e
4. Syarat para pihak dalam membangun komunikasi:
a. Sesuai posisinya masing-masing, Sender dan Penerima (Receiver)
pesan, harus mempersiapkan/mengatur:
1) Bahasa Tubuh/“Gestur”, mimik muka/”Ekspresi”, tatap mata,
2) Penataan emosi,
3) Perhatikan kondisi psikologis partner bicara
4) Perhatikan privacy dari partner komunikasi, bilamana dipandang
perlu.
5) Perhatikan adat-istiadat, budaya, agama ,
6) “Jaga” Intonasi suara, tutur kata, bahasa,
7) Optimalkan fungsi ”panca indra” dalam berkomunikasi
b. Perlu persiapan pihak-pihak yang berkomunikasi:
1) Cara komunikasi:
 Langsung lisan:
o Berhadapan tatap muka,
o Lewat media (Telepon,“video conference”, dan lainnya)
 Tidak langsung, melalui:
o Tulisan: surat, dokumen, dan lainnya
R
o Media elektronik: sms, watch-up, e-mail, e-Rujukan dll
2) Semuanya harus ditata dengan baik, sehingga komunikasi menjadi
“efektif”:
 Pesan yang disampaikan sender, dapat diartikan penerima
pesan, sama
 Pengambilan keputusan menjadi mudah, cepat, tepat, dan
dilanjutkan dengan tindakan, sehingga tujuan berkomunikasi
tercapai/berhasil
 Perubahan perilaku sebagai tujuan berkomunikasi, akan tercapai

5. Proses Penyampaian Pesan Dalam Komunikasi


a. Komunikasi akan lebih efektif/kondusif/dapat diterima, apabila:
1) Bahasa sender mudah dimengerti, cara bicara/tutur kata
diupayakan baik, diupayakan dapat menggunakan “dialek lokal”
2) Sudah dibangun hubungan baik dengan audience
3) Memperhatikan budaya lawan bicara/masyarakat yang
bersangkutan
4) Bahasa tubuh dan mimik muka pemberi pesan, baik
5) Situasi emosional penerima dan pemberi pesan sama-sama baik
6) Sender meng-coding, reciever men decodes pesan dengan baik
7) Kondisi/suasana lingkungan kondusif, tidak berisik, nyaman, tidak
semrawut, sehingga pesan-pesan akan lebih mudah diterima
8) Seperti halnya radio bila frequensinya sama, akan dapat diterima;
demikian pula manusia dengan “tingkat/level” sama, komunikasi

138 | P a g e
akan “nyambung”. Karenanya, dudukkan partner bicara pada posisi
“setingkat”
9) Ada media pendukung penyampaian pesan: HO, peraga, catatan,
dan lain-lain.
10) Penerima pesan melibatkan selengkap mungkin panca indranya
untuk “menangkap” pesan, berupa:

 Indra pendengaran,
 Indra penglihatan,
 Indra penciuman, Pesan akan lebih
 Indra pengecap, mudah/lebih cepat
 Indra peraba dimengerti

b. Faktor penghambat penyampaian pesan:


1) Kondisi emosi pemberi/penerima pesan kurang baik
2) Kurang/tidak memanfaatkan/optimalkan fungsi panca-indra
(peraba, perasa, pendengaran, penglihatan, penciuman)
semaksimal mungkin,
3) “Kalau saya mendengar, saya LUPA, tetapi kalau saya mendengar
dan melihat/mencium/meraba/merasa, saya INGAT
4) Pesan disampaikan kurang/tidak mendorong orang untuk menaruh
perhatian (attention), pesan tidak akan mampu menggugah
ketertarikan (interest) orang pada pesan yang disampaikan,
sehingga fungsi penerimaan pesan tidak akan jalan.

6. Kegagalan Dalam Berkomunikasi, Apabila:


a. Terjadi Mis-interpretasi, Mis-understanding, sehingga pesan yang
dikirim Sender, diartikan tidak sama oleh Reciever
b. Disampaikan berantai tanpa catatan/clue, sehingga isi/maksud pesan
dapat berkurang, dan pesan dapat menyimpang, terjadi “Distorsi”
c. Instruksi lisan yang tidak segera ditulis, kemungkinan akan terjadi
distorsi pesan, karena pesan/informasi lisan tidak akan lama “ter-
retensi “. Demikian pula halnya bila terjadi di masyarakat dalam proses
pengembangan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur
juga dapat gagal.
d. Instruksi/nasehat/pembicaraan tidak “nyambung”, atau didiamkan, atau
ditolak, atau tidak dilaksanakan, dan lainnya.
e. Pemanfaatan Komunikasi Efektif dalam pengembangan kegiatan
asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur.

139 | P a g e
7. Pemanfaatan Kemampuan Komunikasi Efektif dalam implementasi
perubahan perilaku.
Untuk tercapainya tujuan sebagaimana diharapkan, mantan peserta latih
sebagai penanggung jawab asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
akupresur, harus menguasai teknik komunikasi efektif dan perubahan
perilaku dalam penugasannya. Untuk membangun kerjasama dengan para
penanggungjawab daerah binaan puskesmas, mitra-mitra kerja
puskesmas, kepala desa/lurah, masyarakat sasaran, lainnya,
dikoordinasikan dan dipimpin Kepala Puskesmas serta Tim Manajemen.
Untuk memberikan bimbingan, pendampingan dan pembinaan masyarakat
dalam proses perubahan perilaku kepada kelompok-kelompok keluarga
binaan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur di masyarakat,
untuk mampu melakukan praktik asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
akupresur, dan mampu mengadvokasi/menyarankan orang lain untuk
mengikutinya:
a. Komunikasi efektif di puskesmas
Untuk membangun kerjasama antar pihak dalam lingkungan internal di
puskesmas, yang terdiri atas:
1) Penanggung-jawab UKM dan para pelaksananya
2) Penanggung-jawab UKP dan para pelaksananya
3) Penanggung-jawab Administrasi Manajemen dan pelaksananya
b. Dalam upaya mengembangkan komunikasi efektif, penanggungjawab
kegiatan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur harus
mampu:,
1) Mengidentifikasi audiens yang dituju, dalam upaya pengembangan
asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur, dimana audiens
dapat diartikan sebagai perantara calon penerima pesan tentang
pengembangan kegiatan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA, yaitu:
a) Kepala puskesmas, sekaligus sebagai laporan hasil pelatihan
b) Penanggung-jawab UKM, UKP dan Adminstrasi Manajemen,
sebagai mitra kerja internal di puskesmas
c) Tim Pembina Daerah Binaan Puskesmas, termasuk jaringan
puskesmas (pustu, Bidan di Desa) sebagai mitra kerja internal di
puskesmas
d) Mitra LS tingkat Kecamatan, Ormas, Kades/Lurah, TOGAMA,
Perantara lain
e) Kelompok-kelompok keluarga binaan asuhan mandiri pemanfaatan
TOGA dan akupresur, sebagai target sasaran akhir kegiatan
asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur

Menetapkan tujuan, hasil dan manfaat atas komunikasi yang dibangun


secara efektif dengan target-target sasaran, sesuai kepentingannya.

140 | P a g e
Setelah target-target sasaran dengan karakteristiknya masing-masing di
identifikasi, komunikator harus memutuskan:
a. Rumusan materi pesan yang harus disusun, untuk disampaikan kepada
target-target audiens, sesuai dengan peran, tugas dan fungsinya dalam
organisasi yang berkaitan dengan puskesmas, keterkaitannya dengan
kegiatan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur,
b. Bentuk materi pesan dapat lisan dan atau tertulis
c. Menggunakan media yang tepat yang akan digunakan dalam
penyampaian pesan, untuk target-target sasaran/audiens
d. Metode penyampaian yang tepat untuk setiap target audiens yang dituju
serta pesan yang akan disampaikan
e. Memilih waktu dan suasana tepat saat menyampaikan pesan

Tanggapan yang diharapkan dari masing-masing target audiens dalam


posisinya masing-masing:
a. Sasaran-antara sebagai salah satu target audiens, diharapkan dapat
memberi tanggapan atas pesan yang disampaikan sebagai berikut:
1) Sesuai dengan harapannya, target sasaran-antara sebagai influencer
sebaiknya dipilih melalui pemetaan masyarakat (“Rogers”), yaitu
mereka dengan kriteria sebagai innovators dan early adopters, yang
berpengaruh kuat pada target sasaran akhir.
2) Mengadopsi pesan, melalui proses memahami, menerima,
tertarik/berminat mengintegrasikan ide/konsep asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan akupresur ke dalam kegiatan program dalam
tanggungjawabnya.
3) Selanjutnya menginisiasi gerakan asuhan mandiri pemanfaatan
TOGA dan akupresur, secara tidak langsung melalui peran dirinya
sebagai perantara/influencer, atau secara langsung kepada target
sasaran kelompok keluarga binaan masyarakat,
4) Sesuai dengan posisinya dalam organisasi, yang bersangkutan harus
dapat menjalankan peran, tugas dan fungsinya dengan baik.
5) Pelaksanaan kegiatan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
akupresur di wilayah kerja puskesmas dan pengembangannya di
puskesmas-puskesmas lainnya, akan terlaksana dengan baik,
dengan pemeranan semua pihak terlibat.
b. Kelompok keluarga binaan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
akupresur, sebagai target audiens akhir target sasaran, diharapkan
mampu:
1) Mengadopsi pesan dengan benar
2) Menjelaskan kembali informasi-informasi yang diterimanya tentang
asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur, tujuan dan
manfaat untuk kesehatan di lingkungan keluarga,

141 | P a g e
3) Menerima, menyetujui, dan tertarik, berminat menerapkan konsep
asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur di lingkungan
keluarganya dalam kehidupan sehatnya secara mandiri
4) Dengan pemahaman yang jelas atas pesan yang diterima, kelompok
keluarga binaan diharapkan akan:
a) Menindak-lanjuti langkahnya dengan mempelajari cara
mempersiapkan obat dari tanaman obat yang didapat dari TOGA,
dan mempelajari teknik akupresur mandiri
b) Mempraktikkan pengalaman pembelajarannya dalam kehidupan
sehatnya sehari-hari di lingkungan keluarga dengan menerapkan
asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur untuk
kebutuhan hidup sehatnya.
5) Dengan pengalaman baiknya dalam praktik asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan akupresur, kelompok keluarga binaan
diharapkan akan:
a) Mengadvokasi/menganjurkan orang-orang disekitarnya, ikut
menjadi anggota kelompok keluarga binaan asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan akupresur
b) Penerima pesan berikutnya diharapkan mengadopsi pesan-pesan
dan pembelajaran yang diperolehnya, dan selanjutnya
melakukannya sesuai dengan peran, tugas dan fungsinya masing-
masing,
c) Dalam pelaksanaannya, target sasaran mempraktikkan, dan bila
mendapat kepuasan yang tinggi, target audiens yang bersangkutan
dapat dipastikan akan bercerita kepada orang lain, melalui cerita
dari mulut ke mulut (word of mouth)
d) Atas pengalaman baik dan kepuasan yang didapat, cerita baik dari
mulut ke mulut akan berkembang dari satu orang ke orang lain,
tetapi kondisi sebaliknya juga dapat terjadi bila mereka
dikecewakan.

c. Merancang pesan, sesuai dengan kepentingannya


1) Setelah menentukan tanggapan yang diinginkan dari audiens, baik
sebagai intermediaries/perantara/influencer, ataupun dari target
sasaran langsung kelompok keluarga binaan, selanjutnya
komunikator harus dapat mengembangkan pesan persuasif secara
efektif.
2) Pesan harus menarik perhatian (attention), mempertahankan
ketertarikan (interest), membangkitkan keingininan (desire), dan
menggerakkan tindakan (action), yang dikenal dengan AIDA; atau
juga Attention, Interest, Evaluation, Trial, Adoption (AIETA)
3) Dalam memformulasikan pesan, memerlukan pemecahan atas empat
(4) masalah, yaitu:
142 | P a g e
a) Isi pesan, apa yang akan dikatakan
b) Struktur pesan, bagaimana mengatakannya secara logis.
c) Format pesan, bagaimana mengatakannya secara simbolis
d) Sumber pesan, siapa yang seharusnya menyampaikan pesannya.
4) Memilih saluran komunikasi yang paling tepat
Saluran komunikasi terdiri dari 2 jenis yaitu:
a) Saluran komunikasi personal, mencakup dua orang atau lebih yang
berkomunikasi secara langsung satu sama lain
b) Saluran komunikasi nonpersonal, menyampaikan pesan tanpa
melakukan kontak atau interaksi pribadi, tetapi dilakukan melalui
media, atmosfer dan acara.

B. Advokasi Asuhan Mandiri Pemanfaatan TOGA dan Akupresur


1. Pengertian Advokasi
Advokasi adalah usaha untuk mempengaruhi kebijakan publik melalui
macam-macam bentuk komunikasi persuasif (JHU, 1999).

Advocacy is a combination on individual and action to design to gain


political commitment, policy support, social acceptance and system support
for particular health goal programs (WHO, 1989).

Advokasi kesehatan dapat diartikan juga suatu rangkaian komunikasi


strategis yang dirancang secara sistematis dan dilaksanakan dalam kurun
waktu tertentu baik oleh individu maupun kelompok agar pembuat
keputusan membuat suatu kebijakan publik yang menguntungkan
masyarakat.

Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk
mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait
(stakeholders). Berbeda dengan bina suasana, advokasi diarahkan untuk
menghasilkan dukungan yang berupa kebijakan (misalnya dalam bentuk
peraturan perundang-undangan), dana, sarana, dll. Stakeholders yang
dimaksud bisa tokoh masyarakat formal yang umumnya berperan sebagai
penentu kebijakan pemerintahan dan penyandang dana pemerintah. Juga
dapat berupa tokoh-tokoh masyarakat informal seperti tokoh agama, tokoh
adat, dan lain-lain yang umumnya dapat berperan sebagai penentu
“kebijakan” (tidak tertulis) di bidangnya. Yang juga tidak boleh dilupakan
adalah tokoh-tokoh dunia usaha, yang diharapkan dapat berperan sebagai
penyandang dana non-pemerintah.

Pada diri sasaran advokasi umumnya berlangsung tahapan-tahapan, yaitu


(1) mengetahui atau menyadari adanya masalah, (2) tertarik untuk ikut
mengatasi masalah, (3) peduli terhadap pemecahan masalah dengan
143 | P a g e
mempertimbangkan berbagai alternatif pemecahan masalah, (4) sepakat
untuk memecahkan masalah dengan memilih salah satu alternatif
pemecahan masalah, dan (5) memutuskan tindak lanjut kesepakatan.
Dengan demikian, maka advokasi harus dilakukan secara terencana,
cermat, dan tepat.

Bahan-bahan advokasi harus disiapkan dengan matang, yaitu:


a. Sesuai minat dan perhatian sasaran advokasi,
b. Memuat rumusan masalah dan alternatif pemecahan masalah,
c. Memuat peran si sasaran dalam pemecahan masalah,
d. Berdasarkan kepada fakta (evidence-based),
e. Dikemas secara menarik dan jelas,
f. Sesuai dengan waktu yang tersedia.

Advokasi akan lebih efektif bila dilaksanakan dengan prinsip kemitraan


yaitu dengan membentuk jejaring advokasi atau forum kerjasama.

2. Langkah-Langkah Advokasi
a. Mendefinisikan isu strategis
Untuk melakukan advokasi, langkah pertama yang harus dilakukan
adalah menetapkan atau mendefinisikan isu-isu strategis di suatu
wilayah. Penetapan isu ini sangat penting sebagai dasar untuk
melakukan kebijakan. Setelah diterapkan isu-isu strategis, kemudian
dilakukan inventarisasi pemangku kepentingan, dan kemudian
ditetapkan kegiatan-kegiatan advokasi yang perlu dilakukan.

b. Menentukan Tujuan Advokasi


Tujuan adalah suatu pernyataan tentang suatu keadaan yang akan
dicapai pada masa tertentu. Dalam menetapkan tujuan advokasi lebih
diarahkan pada perubahan perilaku untuk meyakinkan para penentu
kebijakan yang berkaitan dengan isu-isu yang telah ditetapkan. Oleh
karena itu, dalam menetapkan harus didahulukan dengan pertanyaan,
”Siapa yang diharapkan mencapai seberapa banyak dalam kondisi apa,
berapa lama, dan dimana?”.

Jadi secara umum dapat dikatakan tujuan advokasi adalah :


1) Realistis, bukan angan-angan.
2) Jelas dan dapat diukur.
3) Isu yang akan disampaikan.
4) Siapa sasaran yang akan diadvokasi.
5) Seberapa banyak perubahan yang diharapkan.

144 | P a g e
Penetapan tujuan advokasi sebagai dasar untuk merancang pesan dan
media advokasi dalam merancang evaluasi. Jika tujuan advokasi yang
ditetapkan tidak jelas dan tidak operasional maka pelaksanaan advokasi
menjadi tidak fokus.

c. Mengembangkan Pesan Advokasi


Pesan adalah terjemahan tujuan advokasi ke dalam ungkapan atau kata
yang sesuai untuk khalayak sasaran.

Mengembangkan pesan advokasi diperlukan kemampuan perpaduan


antara ilmu pengetahuan dan seni. Pesan advokasi mengajukan fakta
dan data akurat, juga diharuskan mampu untuk membangkitkan emosi
dan kemampuan seni untuk mempengaruhi para penentu kebijakan.

Efektivitas pesan (Seven C’s for Effective Communication)


Suatu pesan advokasi dapat dikatakan efektif dan kreatif jika memenuhi
tujuh kriteria sebagai berikut :
1) Command Attention
Kembangkan suatu isu atau ide yang merefleksikan desain suatu
pesan. Bila terlalu banyak ide akan membingungkan penentu
kebijakan, sehingga mudah dilupakan.
2) Clarify the Message
Buatlah pesan advokasi yang mudah, sederhana dan jelas. Pesan
yang efektif harus memberikan informasi yang relevan dan baru bagi
penentu kebijakan. Sebab bila diremehkan oleh mereka secara
otomatis pesan tersebut sudah gagal.
3) Create Trust
Pesan advokasi dapat dipercaya dengan menyajikan data dan fakta
yang akurat.
4) Communicate the Benefit
Tindakan yang dilakukan harus memberi keuntungan sehingga
penentu kebijakan merasa termotivasi untuk menerapkan kebijakan
yang baru.
5) Consistency
Pesan advokasi harus konsisten. Artinya sampaikan suatu pesan
utama di media apa saja secara terus-menerus, baik melalui
pertemuan, tatap muka, atau pun melalui media.
6) Cather to the Heart and Head
Pesan advokasi harus bisa menyentuh akal dan rasa. Komunikasi
yang efektif tidak hanya memberikan alasan teknis, tetapi harus
menyentuh nilai-nilai emosi dan membangkitkan kebutuhan yang
nyata.

145 | P a g e
7) Call to Action
Pesan advokasi harus dapat mendorong penentu kebijakan untuk
bertindak atau berbuat sesuatu. Kebijakan Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat (STBM) yang dicanangkan oleh pemerintah, merupakan
suatu tindakan nyata untuk meningkatkan akses masyarakat
perdesaan terhadap jamban yang layak.

d. Pesan Advokasi
1) Merupakan pernyataan yang singkat, padat dan bersifat membujuk.
2) Berhubungan dengan tujuan Anda dan menyimpulkan apa yang ingin
Anda capai.
3) Bertujuan untuk menciptakan aksi yang Anda inginkan untuk
dilakukan oleh pendengar pesan Anda.

3. Cara Melakukan Advokasi yang Efektif


a. Analisa Pemangku Kepentingan
Analisis pemangku kepentingan diperlukan karena sangat penting
peranannya dalam pengembangan rencana advokasi selanjutnya.
Dalam analisis tersebut, setiap pemangku kepentingan potensial dijajagi
siapa dan seberapa besar peranannya dalam isu yang akan diadvokasi.

b. Strategi Advokasi
Adalah sebuah kombinasi dari pendekatan, teknik dan pesan-pesan
yang diinginkan oleh para perencana untuk mencapai maksud dan
tujuan advokasi.
Langkah-langkah kunci dalam merumuskan strategi advokasi:
- Mengidentifikasi dan menganalisa isu advokasi.
- Mengidentifikasi dan menganalisa pemangku kepentingan utama.
- Merumuskan tujuan yang terukur.
- Mengembangkan pesan-pesan utama advokasi.
- Mengembangkan strategi (pendekatan, teknik-teknik, pesan-pesan,
dll).
- Mengembangkan rencana aksi advokasi.
- Merencanakan pengawasan, pemantauan, dan penilaian

c. Pendekatan
Pendekatan merupakan kunci advokasi
- Melibatkan para pemimpin/pengambil keputusan,
- Menjalin kemitraan,
- Memobilisasi kelompok peduli.

146 | P a g e
d. Lobi Politik
Merupakan suatu teknik advokasi yang bertujuan untuk menyampaikan
kebijakan publik melalui pertemuan, telepon resmi, surat, intervensi
media, dll. Lobi politik seringkali diarahkan kepada sekelompok
pemimpin politik.

Hal-hal yang harus diingat:


- Akan efektif bila terdapat kebutuhan bersama yang spesifik dari sistem
legislatif.
- Identifikasi anggota DPRD kunci yang anda ingin raih, jadikan mereka
sebagai individu atau komite yang berhubungan dengan pokok
persoalan.
- Bertindaklah secara terfokus, tetapkan hanya pada satu pokok
persoalan untuk tiap-tiap komunikasi.
- Cari tahu posisi anggota DPRD dan latar belakangnya.
- Buatlah hubungan pribadi, jika Anda memiliki teman atau kolega yang
akrab dengan anggota parlemen tersebut, beritahu dia mengenai hal
ini.
- Sampaikan kebenaran, memberikan informasi yang salah akan
berakibat sebaliknya.
- Melobi membutuhkan kesinambungan, kadang-kadang melebihi waktu
yang telah ditentukan.

e. Petisi
- Merupakan pernyataan tertulis dan resmi untuk menyampaikan isu
masalah yang sedang hangat diperbincangkan.
- Mewakili suatu pandangan kolektif dan tidak hanya individu dan
kelompok tertentu.
- Merupakan pernyataan yang singkat dan jelas atas isu permasalahan
dan tindakan apa yang perlu dilakukan diikuti dengan nama dan alamat
dari sejumlah besar inividu yang mendukung petisi tersebut.

C. FASILITASI ASUHAN MANDIRI PEMANFAATAN TOGA DAN


AKUPRESUR
1. Peran, Fungsi dan Kemampuan Fasilitator
a. Peran Fasilitator
1) Katalisator (catalist)
Fasilitator hendaknya dapat menjadi media yang subur bagi tumbuh
kembang individu yang sedang dibimbingnya untuk mencapai
harapan (pengetahuan/kemampuan) untuk melaksanakan tupoksinya.
Hal ini dapat dimungkinkan jika fasilitator yang bersangkutan
menguasai isi materi yang difasilitasinya yaitu akupresur dan
pemanfaatan TOGA dengan menggunakan model-model fasilitasi
147 | P a g e
yang sesuai, sehingga akan menimbulkan sikap positif bagi pihak
yang difasilitasinya.

2) Pemberi bantuan dalam proses (process helper)


Fasilitator hendaknya dapat membantu saat pihak yang difasilitasi
mengalami kesulitan dalam proses penyelesaian tugas. Perbantuan
diberikan terutama pada individu yang mengalami kesulitan dalam
proses mempelajari dan memahami keterampilan atau pengetahuan
baru dalam mempraktikan akupresur dan pemanfaatan TOGA.
Fasilitator harus mampu menyampaikan materi yang dibutuhkan
sesuai dengan kondisi dan bahasa yang mudah dicerna oleh
masyarakat serta mudah diterapkan tahap demi tahap.

3) Penghubung dengan sumber daya (resource linker)


Fasilitator yang baik hendaknya dapat membantu pihak yang
dibimbing untuk dihubungkan dengan sumber-sumber yang tepat
manakali yang bersangkutan mengalami kesulitan/keterbatasan
sumber daya saat melaksanakan tupoksinya. Bentuk dari peran ini
diantaranya fasilitator harus mampu berkomunikasi secara efektif
dalam advokasi. Advokasi yang dilakukan dalam rangka
menghubungkan provider dengan pihak pemangku kepentingan
(stakeholder) seperti kepada Dinas Kesehatan, Dinas Pertanian dan
lain-lain untuk memperoleh dukungan sumber daya yang dibutuhkan.
Fasilitator juga diharapkan dapat membantu masyarakat mengakses
potensi–potensi yang dapat mendukung pengembangan akupresur
dan pemanfaatan TOGA. Fasilitator harus mampu menterjemahkan
masalah yang timbul dalam masyarakat ketika memanfaatkan
akupresur dan TOGA untuk merujuk ke tingkat rujukan yang lebih
tinggi.

4) Pemandu masyarakat untuk menemukan solusi/Pemberi solusi


(solution giver)
Fasilitator jika diperlukan harus memberikan solusi, manakala pihak
yang dibimbingnya menemukan kendala dalam penerapan akupresur
dan pemanfaatan TOGA. Walaupun demikian solusi yang disodorkan
hendaknya berupa alternatif-alternatif yang dihasilkan berdasarkan
kesepakatan bersama.

5) Pendamping dalam proses Pemantauan dan evaluator


Fasilitator harus melakukan pendampingan kepada masyarakat
dalam proses monitoring dan evaluasi yang dilakukan secara berkala
dan berkesinambungan untuk mengetahui perkembangan maupun

148 | P a g e
keberhasilan dalam asuhan mandiri akupresur dan pemanfaatan
TOGA.

b. Fungsi dan Kemampuan


1) Pemimpin, pembina dan pengembangan masyarakat
Sebagai pemimpin fasilitator sebaiknya mampu membimbing,
memberi motivasi, menggerakkan masyarakat dan pihak lain yang
diperlukan. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan kepemimpinan antara lain: dengan menambah
pengetahuan melalui pelatihan-pelatihan, belajar sendiri dengan
banyak membaca buku, banyak menimba atau mempelajari
pengalaman dari luar (studi banding, seminar-seminar), harus
tanggap, dapat menjabarkan ide-ide, konsep dan kebijakan, melatih
diri dengan berpikir kreatif, berpikir orisinil dan selalu berwawasan
masa depan–visioner–serta tahan dan berjiwa besar menerima
kritikan dari luar.
2) Kemampuan untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik
fasilitator hendaknya mempunyai kemampuan
a) Mengenal isu-isu lokal
Seorang fasilitator perlu memahami benar serta menghayati isu-isu
yang berkaitan dengan kearifan lokal untuk melestarikan budaya
masyarakat untuk memelihara kesehatannya yang telah terbukti
secara empiris.
b) Kemampuan identifikasi
Kemampuan mengidentifikasi potensi, masalah, hambatan dan
kebiasaan masyarakat dalam memelihara kesehatannya
merupakan bekal bagi fasilitator dalam melakukan fasilitasi asuhan
mandiri kesehatan tradisional di masyarakat. Kemampuan ini
diperlukan untuk pendekatan kepada masyarakat agar asuhan
mandiri kesehatan tradisional dapat berjalan optimal.
c) Kemampuan analitis
Melalui proses analitis maka seorang fasilitator akan dapat
mengantisipasi masalah, menemukan berbagai alternatif
penyelesaian serta mampu menjawab tantangan dan kebiasaan
dalam berperilaku hidup sehat yang ada di masyarakat.
d) Adaptasi partisipatif
Menyesuaikan diri dengan kondisi, harapan dan karakteristik
masyarakat dalam asuhan mandiri kesehatan tradisional
merupakan bekal yang sangat positif dalam fasilitasi. Hal tersebut
diharapkan dapat memberi manfaat berupa keterlibatan dan rasa
memiliki dari masyarakat terhadap asuhan mandiri kesehatan
tradisional serta dapat mendorong keberhasilan pelaksanaan
program. Di sisi lain keberadaan masyarakat sebagai orang
149 | P a g e
dewasa menuntut fasilitator untuk dapat melibatkan pemikiran dan
aksi mereka agar dapat memberi kontribusi terhadap pelaksanaan
program.
e) Berpandangan positif ke depan
Selalu berpandangan secara positif dalam banyak hal sehingga
fasilitator bisa mengarahkan masyarakat untuk mengambil
keputusan yang benar ketika harus memilih cara pengobatan yang
berkembang di masyarakat.
f) Kemampuan hubungan antar manusia (“human relationship”)
Seorang fasilitator harus memiliki kapasitas untuk membina
hubungan yang harmonis dengan masyarakat. Berkaitan dengan
bagaimana memperlakukan dan berinteraksi dengan mereka serta
menempatkan mereka dengan prinsip kesetaraan.
g) Mampu mampu menyediakan pengetahuan dan informasi-informasi
yang berkaitan dengan akupresur dan pemanfaatan TOGA.
Fasilitator harus mampu menjawab pertanyaan, memberikan
penjelasan, saran atau nasehat yang benar dan mudah dipahami
dan diterapkan.

3) Melakukan pemantauan dan evaluasi

2. Fasilitasi di Masyarakat
a. Proses Fasilitasi di Masyarakat
Terdapat beberapa langkah atau tahapan dalam memfasilitasi
masyarakat melakukan suatu program, yaitu:
1) Tahap Identifikasi
Merupakan proses awal dari fasilitasi yaitu mencoba menemu kenali
masyarakat termasuk kondisi dan potensi serta lingkungannya. Bagi
Fasilitator yang biasanya berasal dari luar lokasi penerima program,
tahap ini sangat penting dan membantu dalam kelancaran
menjalankan tugas-tugasnya. Identifikasi wilayah dapat dilakukan
melalui kunjungan ke desa-desa untuk mengamati (observasi) dan
wawancara dengan masyarakat guna mengetahui kondisi, potensi
serta kebiasaan yang berkembang di masyarakat tersebut. Dalam
tahapan ini sekaligus untuk memperkenalkan diri kepada masyarakat
mengenai keberadaan seorang fasilitator.
2) Penyebarluasan dan Pendampingan
Setelah melakukan tahap identifikasi dan keberadaan fasilitator
diterima oleh masyarakat, maka langkah berikutnya adalah
melakukan penyebarluasan dan pendampingan terhadap tahapan
pelaksanaan program yang dibawa, yaitu membantu masyarakat
untuk :
a) Menyadari keberadaan diri mereka sendiri
150 | P a g e
Untuk mengajak masyarakat melaksanakan suatu kegiatan yang
dapat menunjang kualitas hidupnya, perlu adanya penyadaran
kepada masyarakat mengenai keberadaan diri mereka sendiri.
Seringkali masyarakat hanya dapat merasakan tetapi tidak dapat
mengungkapkan keberadaan mereka sendiri. Dalam masyarakat,
di samping permasalahan-permasalahan yang sering dirasakan
sebenarnya ada juga daya dan potensi yang dimiliki untuk
mengatasinya. Seorang fasilitator harus bisa memandu masyarakat
untuk menemukan keberadaan mereka sendiri.
3) Fasilitasi dalam pertemuan masyarakat
Salah satu bentuk aktifitas masyarakat dalam kegiatan asuhan
mandiri kesehatan tradisional adalah mengikuti pertemuan-pertemuan
yang diselenggarakan oleh puskesmas dan difasilitasi oleh petugas
kesehatan yang sudah terlatih asuhan mandiri kesehatan tradisional.

3. Teknik Fasilitasi
a. Presentasi Interaktif
Presentasi interaktif merupakan penyajian timbal balik/bergantian antara
penyaji dan peseta saling merespon.
Peserta dapat merespon ditengah paparan penyaji, dan penyaji dapat
mengembangkan respon peserta sepanjang masih dalam koridor pokok
bahasan
Tujuan :
 Memunculkan perhatian dan minat peserta terhadap materi yang
disajikan
 Mengurangi kejenuhan/kebosanan
 Menggali lebih banyak pendapat, sehingga pokok bahasan menjadi
lebih komprehensif

b. Metode Pembelajaran
Proses fasilitasi juga merupakan proses pembelajaran. Ada berbagai
macam metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam melakukan
fasilitasi, proses pembelajaran yang sering digunakan antara lain:
 Kuliah (Ceramah Tanya Jawab/CTJ)
 Demonstrasi
 Studi Kasus
 Simulasi
 Roleplay
 Diskusi Kelompok

KULIAH/CTJ/LECTURE: Cara pembelajaran dengan sasaran utama


terjadinya perubahan domain pengetahuan yang lebih banyak

151 | P a g e
mengandalkan pada kekuatan pelatih dalam menggunakan bahasa
verbal dan bahasa tubuh, sedangkan peserta hanya pasif menerimanya
dengan mengandalkan indera penglihatan dan pendengaran. `
KEGUNAAN :
 Menyajikan pengetahuan dan pandangan
 Lebih banyak menyentuh domain Kognitif
 Sebagai pelengkap pada metoda pesertaan lain, yang berfungsi
sebagai penjelasan awal dan rangkuman akhir

DEMONSTRASI: Cara pembelajaran dengan sasaran utama terjadinya


perubahan pada domain psikomotor atau afektif dengan cara
memperagakan suatu proses kegiatan [opersionalisasi] kepada peserta
secara senyatanya dengan menggunakan alat/benda sesungguhnya
dalam situasi yang sesungguhnya atau tiruan.
KEGUNAAN :
Jika dilanjutkan dengan praktikum akan dapat menstimulir domain
psikomotor dan afektif secara mendalam, tetapi jika tidak dilanjutkan,
hanya akan menstimulir sebatas domain pengetahuan yang mendalam
sedangkan domain afektif relatif dangkal

SIMULASI: Cara pesertaan dengan sasaran utama terjadinya


perubahan pada domain psikomotor dan afektif dengan melibataktifkan
aspek “emosi” pada diri peserta melalui perangsangan hampir semua
indera penerima. Pengalaman belajar yang didapat dengan cara
melakukan kegiatan “tiruan” dengan menggunakan alat/benda
sesungguhnya/tiruan dalam situasi dan lingkungan yang tidak
sesungguhnya [tiruan]
KEGUNAAN :
 Melatih keterampilan dan membentuk sikap positif pada diri peserta
dengan situasi dan kondisi tiruan agar terbebas dari bahaya dan
kerugian jika peserta gagal dlm melakukan kegiatan
 Sebagai prasyarat sebelum melakukan peragaan dan praktikum

ROLE PLAY: Cara pesertaan dengan sasaran utama terjadinya


perubahan pada domain afektif dengan mengandalkan aspek “emosi”
pada diri peserta melalui perangsangan hampir semua indera penerima.
Pengalaman belajar yang didapat dengan cara melakukan kegiatan
“memerankan/menjadi” figur/sosok orang lain dalam situasi dan
lingkungan tiruan
KEGUNAAN :
 Melatih peserta untuk dapat merasakan/menghayati berbagai masalah
yang mungkin dihadapi oleh peran yang dimainkannya

152 | P a g e
 Melatih kesadaran dan kepekaan sosial yang sangat dibutuhkan dlm
dunia kerja nyata, sehingga dapat memunculkan sikap positif yang
tentang fenomena sosial yang memang ada disekitarnya

DISKUSI KELOMPOK: Cara pembelajaran dengan sasaran utama


terjadinya perubahan pada domain kognitif atau afektif dengan
mengandalkan partisipasi para anggotanya. Pengalaman belajar yang
didapat melalui tukar pikiran/pengalaman diantara peserta untuk
kemudian disatukan dengan proses “take and give”
KEGUNAAN :
 Latihan mengemukakan pendapat yang bertanggung jawab
 Latihan untuk mau menerima dan memberi
 Mengembangkan ide – ide baru
 Membantu peserta dalam memahami diri sendiri & orang lain

STUDI KASUS: Cara pembelajaran dengan sasaran utama terjadinya


perubahan pada domain kognitif atau afektif atau keterampilan berpikir
dengan mengandalkan daya nalar para pembelajar. Pengalaman belajar
yang didapat oleh para pembelajar adalah “mengalami” karena
duhadapkan pada situasi dengan berbagai pilihan.
KEGUNAAN :
 Membantu mengembangkan kemampuan analisis, pemecahan
masalah dan pengambilan keputusan
 Menunjukkan kepada peserta akan adanya peranan/pengaruh nilai-
nilai dan persepsi terhadap pengambilan keputusan kelompok

VII. REFERENSI
1. Michael Fredrik Lange & Terry Smith; Marketing Communication, A Brand
Narative Approach; 2010
2. Philip Kotler and Eduardo L.Roberto; Social Marketing, Strategies for
Changing Public Behavior,1989
3. Kepmenkes No. 375/2009; Rencana Pembangunan Jangka Panjang-
Kesehatan, 2005-2025
4. Kepmenkes No. HK.02.02. MENKES/52/2015, tentang Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan, 2015-2019
5. Komunikasi Pemasaran Menyongsong Abad XXI, 2008
6. Kementerian Kesehatan RI, Second Decentralized Health Services Project,
Modul Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat Bagi Petugas Puskesmas,
Jakarta, 2010
7. Totok Mardikanto, Konsep-konsep Pemberdayaan Masyarakat, Surakarta,2010
8. Kementerian Kesehatan RI, Modul Pelatihan Bagi Pelatih Selfcare Ramuan
dan Pemanfaatan TOGA, Jakarta, 2012

153 | P a g e
9. Kementerian Kesehatan RI, Kurikulum dan Modul Pelatihan Fasilitator
Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan,Jakarta, 2013
10. Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Advokasi Kesehatan Bagi Petugas
Kesehatan Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota, Jakarta, 2013
11. Kementerian Kesehatan RI, Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 65 Tahun
2013 Tentang Pedoman Pelaksanaandan Pembinaan Pemberdayaan
Masyarakat Bidang Kesehatan

VIII. LAMPIRAN
LEMBAR KERJA

154 | P a g e
Lembar Kerja 1.

SKENARIO BERMAIN PERAN KOMUNIKASI,

1. Peserta dibagi menjadi 3 kelompok,


2. Ketiga kelompok diberi lembar pesan dengan arti yang sama
3. Kelompok I diberi dalam bahasa Indonesia, dan diminta untuk menampaikan
pesan secara lisan dan berantai.
4. Kelompok II diberi dalam bahasa Indonesia, dan pesan disampaikan secara
berantai dimana penerima pesan boleh mencatat apa yang didengarnya yang
seterusnya disampaikan dengan cara sama ke penerima pesan berikutnya.
5. Kelompok III diberi pesan dalam bahasa Inggris, dan disampaikan secara lisan
berantai
6. Waktu yang disediakan masing-masing adalah 5 menit
7. Bagi penerima pesan terakhir diminta menyebutkan isi pesan sesuai dengan
penerimaannya
8. Pelatih menjelaskan perbedaan cara berkomunikasi

155 | P a g e
Lembar Kerja 2.

PANDUAN PENUGASAN

1. Peserta dibagi menjadi 3 kelompok


2. Kelompok I mendapatkan penugasan membuat laporan tertulis hasil pelatihan
komunikasi Efektif yang akan disampaikan kepada Kepala Puskesmas yang
diserahkan langsung disertai dengan penjelasan lisan. Seorang pelatih akan
berperan sebagai Kepala Puskesmas
3. Kelompok II diminta untuk menyampaikan hasil pelatihan dalam forum Lokakarya
Mini Internal Puskesmas dengan audiens adalah Penangung-jawab UKM, UKP
dan Admen; Para Penanggung-jawab Jaringan puskesmas dan Tim Pembina
Darbin, dengan output pertemuan adalah rancangan untuk menyusun RUK Tahun
2017, dimana saat ini adalah Minggu I di bulan Januari 2016.
4. Kelompok III diminta untuk mempersiapkan pertemuan masyarakat desa dalam
rangka pengenalan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur
5. Waktu diskusi penyiapan materi selama 45 menit dan presentasi masing-masing
kelompok @ 15 menit dan tanggapan kelompok 30 menit, masukan dari nara
sumber adalah 15 menit.

156 | P a g e
Lembar Kerja 3.

PANDUAN PRAKTIK LAPANGAN

(Terintegrasi dengan Modul Inti 4 : Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan


Dalam Asuhan Mandiri Pemanfaatan TOGA dan Akupresur)

157 | P a g e
MATERI INTI 4
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN KEMITRAAN
DALAM ASUHAN MANDIRI PEMANFAATAN
TOGA DAN AKUPRESUR

I. DESKRIPSI SINGKAT
Pemberdayaan masyarakat adalah upaya membantu atau proses
memfasilitasi masyarakat dengan pemberian informasi secara terus-menerus
dan berkesinambungan sehingga memiliki pengetahuan (aspek knowledge),
mampu untuk mencegah dan mempunyai kemauan (aspek attitude), dan
mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice) sehingga
masyarakat berperan aktif dalam menyelesaikan masalah kesehatannya.
Pemerintah bertanggung jawab memberdayakan dan mendorong peran aktif
masyarakat dalam segala bentuk upaya kesehatan termasuk didalamnya
upaya kesehatan tradisional untuk mendorong masyarakat agar berperan aktif
dalam asuhan mandiri memanfaatkan Taman Obat Keluarga dan Keterampilan.
Tujuan asuhan mandiri dimaksud adalah agar terselenggaranya asuhan
mandiri pemanfaatan taman obat keluarga dan keterampilan, melalui: a.
pembentukan dan pengembangan kelompok asuhan mandiri; b.kegiatan
kelompok asuhan mandiri secara benar dan berkesinambungan; dan
c.pelaksanan pembinaan asuhan mandiri secara berjenjang.
Untuk itu perlu dijalin kemitraan dengan pemangku kepentingan yang
berlandaskan prinsip dasar, yaitu kesamaan kepentingan, kejelasan tujuan,
kesetaraan kedudukan dan keterbukaan/transparansi. Wadah pemberdayaan
dan kemitraan dapat menggunakan forum-forum yang sudah ada di
masyarakat seperti Forum yang ada di desa, maupun di kecamatan. Wadah ini
dapat dioptimalkan agar terlaksana koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan
sinergisme antar mitra sehingga dapat mengembangkan asuhan mandiri
pemanfaatan Taman Obat keluarga dan Akupresur.
Oleh karena itu peserta pelatihan asuhan mandiri pemanfaatan Taman Obat
Keluarga dan akupresur perlu mendapatkan kemampuan melakukan
pemberdayaan masyarakat dan kemitraan, sehingga mampu melakukan
pemberdayaan masyarakat dean menggalang kemitraan dalam
pengembangan asuhan mandiri pemanfaatan Taman Obat keluarga dan
Akupresur sehingga masyarakat berperan aktif meningkatkan kesehatannya.

158 | P a g e
II. TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan pemberdayaan
masyarakat dan kemitraan dalam Asuhan Mandiri Pemanfaatan Taman Obat
Keluarga dan Akupresur.
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu:
1. Menjelaskan konsep dasar pemberdayaan masyarakat dalam asuhan
mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur
2. Melakukan Pemberdayaan Masyarakat dalam pelayanan kesehatan
tradisional asuhan mandiri Pemanfaatan Taman Obat Keluarga dan
Akupresur di wilayah Puskesmas.
3. Melakukan kemitraan dalam asuhan mandiri Pemanfaatan Taman Obat
Keluarga dan Akupresur di Puskesmas.

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN


A. Konsep Dasar Pemberdayaan Masyarakat
1. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat
2. Prinsip Dasar Pemberdayaan Masyarakat
3. Unsur-Unsur Pemberdayaan Masyarakat

B. Langkah-Langkah Pemberdayaan Masyarakat dalam Asuhan Mandiri


Pemanfaatan Taman Obat Keluarga dan Akupresur di wilayah Puskesmas
1. Pembentukan Kelompok Asuhan Mandiri Pemanfaatan Taman Obat
Keluarga dan Akupresur
2. Pembinaan Kelestarian Pengelolaan dan Pengembangan Asuhan Mandiri
Pemanfaatan Taman Obat Keluarga dan Akupresur

C. Langkah-Langkah Kemitraan dalam Asuhan Mandiri Pemanfaatan TOGA dan


Akupresur
1. Pengertian
2. Tujuan
3. Prinsip Dasar
4. Identifikasi dan Peran mitra
5. Perencanaan (kemitraan) bersama
6. Pelaksanaan Kemitraan
7. Pemantauan dan Penilaian

159 | P a g e
IV. BAHAN BELAJAR
Modul, bahan tayang, panduan diskusi kelompok, skenario bermain peran, dan
panduan praktik lapangan.

V. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 8 jp (2 jp teori, 3 jp
praktik, 3 jp praktik lapangan) @45 menit untuk memudahkan proses
pembelajaran, dilakukan langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai
berikut.
1. Sesi 1 Pengkondisian
Langkah proses pembelajaran
 Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Fasilitator
memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat
bekerja, materi yang akan disampaikan dan waktu yang disediakan untuk
menyampaikan materi ini.
 Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan
disampaikan dengan menggunakan bahan tayang.
 Melakukan penyamaan persepsi tentang materi yang akan dibahas dengan
metoda curah pendapat atau meminta beberapa peserta untuk menjawab.

2. Sesi 2 Pembahasan Pokok Bahasan 1: Konsep Dasar Pemberdayaan


Masyarakat
Penyampaian sub pokok bahasan tentang pengertian pemberdayaan
masyarakat, prinsip dasar pemberdayaan masyarakat, dan unsur-unsur
pemberdayaan masyarakat.
Langkah Proses Pembelajaran sebagai berikut:
 Fasilitator menjelaskan tentang pengertian pemberdayaan masyarakat
dengan metode ceramah, tanya jawab dan mengajak peserta untuk
berpartisipasi serta berinteraksi dalam proses pembelajaran.
 Fasilitator menjelaskan tentang prinsip dasar pemberdayaan masyarakat
dengan metode ceramah, tanya jawab dan mengajak peserta untuk
berpartisipasi serta berinteraksi dalam proses pembelajaran.
 Fasilitator menjelaskan tentang unsur-unsur pemberdayaan masyarakat
dengan metode ceramah, tanya jawab dan mengajak peserta untuk
berpartisipasi serta berinteraksi dalam proses pembelajaran.

160 | P a g e
3. Sesi 3 Pembahasan Pokok Bahasan 2: Langkah-langkah Pemberdayaan
Masyarakat dalam Pelayanan Kesehatan Tradisional di Puskesmas (90
menit)
Penyampaian sub pokok bahasan tentang pembentukan kelompok asuhan
mandiri dan Pembinaan Kelestarian Pengelolaan dan Pengembangan Asuhan
Mandiri Pemanfaatan Taman Obat Keluarga dan Akupresur.
Langkah Proses Pembelajaran sebagai berikut:
 Fasilitator menjelaskan tentang pembentukan kelompok asuhan mandiri
dengan metode ceramah, tanya jawab dan mengajak peserta untuk
berpartisipasi serta berinteraksi dalam proses pembelajaran (10 menit).
 Fasilitator membagi peserta dalam kelas menjadi 3 kelompok. Tiap
kelompok terdiri dari 7–10 orang. Masing-masing kelompok melakukan
diskusi dengan bahan lembar kasus. Tugas masing-masing kelompok
sebagai berikut:
- Kelompok 1 : Mengidentifikasi kelompok yang sudah ada di masyarakat
contohnya dasa wisma, kelompok tani, kelompok pekerja garment,
kelompok majelis taklim, kelompok arisan dan kelompok lainnya.
Gunakan lembar kerja Panduan Diskusi Kelompok 2.
- Kelompok 2 : Menyusun rencana sosialisasi asuhan mandiri pemanfaatan
TOGA dan akupresur kepada kelompok masyarakat. Gunakan Lembar
Kerja Panduan Diskusi Kelompok 2.
- Kelompok 3 : Menyusun skenario Pembentukan Kelompok Asuhan
Mandiri pada kelompok masyarakat. Perhatikan langkah-langkah forming,
storming, norming, dan performing. Gunakan Lembar Kerja Panduan
Diskusi Kelompok 3.
Waktu diskusi kelompok 20 menit.
 Bermain peran Pembentukan Kelompok Asuhan Mandiri pada kelompok
masyarakat dengan menggunakan skenario yang disusun oleh kelompok 3.
Kelompok 1 dan kelompok 2 sebagai kelompok masyarakat. Gunakan
Lembar Kerja Permainan Peran. Waktu bermain peran 40 menit.
 Fasilitator meminta wakil kelompok 3 untuk mengungkapkan perasaannya
dalam bermain peran tersebut, kemudian wakil kelompok 1 dan 2
menanggapi permainan peran kelompok 1. Selanjutnya fasilitator
merangkum hasil diskusi kelompok dan permainan peran dengan
menegaskan hal-hal penting dalam pembentukan kelompok asuhan mandiri
dan pembinaan kelestarian pengelolaan dan pengembangan asuhan mandiri
pemanfaatan Taman Obat Keluarga dan Keterampilan.

161 | P a g e
4. Sesi 4 Pembahasan Pokok Bahasan 3: Langkah-langkah Kemitraan
dalam Asuhan Mandiri Pemanfaatan TOGA dan Akupresur (100 menit)
Penyampaian sub pokok bahasan tentang : pengertian, tujuan, prinsip dasar,
identifikasi dan peran mitra, perencanaan (kemitraan) bersama, pelaksanaan
kemitraan, dan penilaian hasil.
Langkah Proses Pembelajaran sebagai berikut:
 Fasilitator menjelaskan tentang pengertian Kemitraan dalam Asuhan
Mandiri Pemanfaatan TOGA dan Akupresur dengan metode ceramah,
tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi
dalam proses pembelajaran.
 Fasilitator menjelaskan tentang tujuan Kemitraan dalam Asuhan Mandiri
Pemanfaatan TOGA dan Akupresur dengan metode ceramah, tanya jawab
dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi dalam proses
pembelajaran.
 Fasilitator menjelaskan tentang prinsip dasar Kemitraan dalam Asuhan
Mandiri Pemanfaatan TOGA dan Akupresur dengan metode ceramah,
tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi
dalam proses pembelajaran.
 Fasilitator menjelaskan tentang identifikasi dan peran mitra dalam Asuhan
Mandiri Pemanfaatan TOGA dan Akupresur dengan metode ceramah,
tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi
dalam proses pembelajaran dengan menuliskan pada flipchart mitra-mitra
potensial dalam pelayanan kesehatan tradisional asuhan mandiri
Berdasarkan daftar mitra potensial yang telah dituliskan pada flipchart,
fasilitator membagikan papan nama (dapat berupa meta plan yang diberi
tali raffia dan dikalungkan atau diberi double tape untuk ditempelkan di
dadanya) dan menuliskan mitra-mitra potensial tersebut.
Setelah menuliskan mitra potensial pada papan nama, fasilitator meminta
seluruh peserta membentuk lingkaran dengan mengalungkan papan nama
mitra tersebut sambil bernyanyi lagu-lagu gembira,sehingga suasana
kondusif untuk menggalang kemitraan.
Fasilitator memberi instruksi pada peserta (sebagai fasilitator) untuk
melemparkan gulungan (bola) tali raffia kepada peserta lain sambil
menyebutkan dukungan apa yang diharapkan dari mitra tersebut, dengan
salah satu ujung tali tetap dipegang. Peserta yang mendapat lemparan
bola tali raffia melakukan hal yang sama kepada peserta lain. (Perlu diingat
posisi lemparan harus diatas lemparan sebelumnya). Fasilitator mencatat
dukungan oleh masing-masing mitra pada kertas flipchart.
Setelah semua peserta mendapat kesempatan dan terbentuk jaring,
fasilitator meminta peserta untuk mundur selangkah dan menanyakan apa
perasaan mereka, lalu fasilitator meminta peserta untuk maju dua langkah
dan kembali menanyakan perasaan mereka apakah kemitraan seperti ini

162 | P a g e
yang mereka harapkan. Hal ini menggambarkan bagaimana yang
dirasakan dalam menggalang mitra.
 Fasilitator menjelaskan tentang perencanaan (kemitraan) bersama dalam
Asuhan Mandiri Pemanfaatan TOGA dan Akupresur dengan metode
ceramah, tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta
berinteraksi dalam proses pembelajaran.
 Fasilitator menjelaskan tentang pelaksanaan Kemitraan dalam Asuhan
Mandiri Pemanfaatan TOGA dan Akupresur dengan metode ceramah,
tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi
dalam proses pembelajaran.
 Fasilitator menjelaskan tentang pemantauan penilaian hasil Kemitraan
dalam Asuhan Mandiri Pemanfaatan TOGA dan Akupresur dengan metode
ceramah, tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta
berinteraksi dalam proses pembelajaran.
 Fasilitator mengakhiri penyampaian materi kemitraan dengan penegasan
pentingnya menggalang kemitraan untuk asuhan mandiri pemanfaatan
TOGA dan Akupresur.
Praktik Lapangan (PL) pemberdayaan dan kemitraan terintegrasi dengan
praktik lapangan komunikasi, advokasi, dan fasilitasi asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan Akupresur (lihan Panduan PL Pelatihan Asuhan
Mandiri Pemanfaatan TOGA dan Akupresur).

5. Sesi 5 Kesimpulan dan Penutup (10 menit)


Langkah Proses Pembelajaran sebagai berikut:
 Fasilitator merangkum atau melakukan pembulatan tentang pembahasan
materi ini dengan mengajak seluruh peserta untuk melakukan umpan balik.
Dilanjutkan dengan memberikan apresiasi atas keterlibatan aktif seluruh
peserta.

VI. URAIAN MATERI


A. Konsep Dasar Pemberdayaan Masyarakat dalam Asuhan Mandiri
Pemanfaatan TOGA dan Akupresur
1. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat
Istilah “pemberdayaan masyarakat” sebagai terjemahan dari kata
“empowerment” mulai ramai digunakan dalam bahasa sehari-hari di
Indonesia bersama-sama dengan istilah “pengentasan kemiskinan”
(poverty alleviation) sejak digulirkannya Program Inpres Desa Tertinggal
(IDT). Sejak itu, istilah pemberdayaan dan pengentasan kemiskinan
merupakan “saudara kembar” yang selalu menjadi topik dan kata kunci dari
upaya pembangunan.
Sejalan dengan itu, pemberdayaan dapat diartikan sebagai upaya
peningkatan kemampuan masyarakat (miskin, marjinal, terpinggirkan)

163 | P a g e
untuk menyampaikan pendapat dan atau kebutuhannya, pilihan-pilihannya,
berpartisipasi, bernegosiasi, mempengaruhi dan mengelola kelembagaan
masyarakatnya secara bertanggung-gugat (accountable) demi perbaikan
kehidupannya.
Dalam pengertian tersebut, pemberdayaan mengandung arti perbaikan
mutu hidup atau kesejahteraan setiap individu dan masyarakat baik dalam
arti :
a. Perbaikan ekonomi, terutama kecukupan pangan
b. Perbaikan kesejahteraan sosial (pendidikan dan kesehatan)
c. Kemerdekaan dari segala bentuk penindasan
d. Terjaminnya hak asasi manusia yang bebas dari rasa takut dan
kekhawatiran, dan lain-lain
Dalam promosi kesehatan, pemberdayaan (empowerment) merupakan
proses di mana masyarakat “diposisikan” mempunyai peran yang besar
dalam pengambilan keputusan dan menetapan kegiatan/tindakan yang
mempengaruhi kesehatan mereka. (Health Promotion Glossary, WHO,
1998). Pemberdayaan didefinisikan pula sebagai : a) To give power or
authority (memberikan kekuasaan, mengalihkan kekuatan, atau
mendelegasikan otoritas ke pihak lain); b) To give ability to or enable
(upaya untuk memberikan kemampuan atau keberdayaan). Pemberdayaan
(empowerment) adalah proses pemberian informasi secara terus-menerus
dan berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran, serta proses
membantu sasaran, agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi
tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek
attitude), dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang
diperkenalkan (aspek practice).
Pemberdayaan adalah sebuah proses agar setiap orang menjadi cukup
kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas, dan
mempengaruhi, kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang
mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi
perhatiannya. Pemberdayaan masyarakat memiliki keterkaitan erat dengan
sustainable development dimana pemberdayaan masyarakat merupakan
suatu prasyarat utama yang akan membawa masyarakat menuju
keberlanjutan secara ekonomi, sosial dan ekologi yang dinamis.

164 | P a g e
Proses dan Keterkaitan Pemberdayaan Masyarakat dan Sustainable
Development.

Pemberdayaan
Masyarakat
 Self-organizing
 Self-reliance

Mekanisme Mekanisme
Produksi Pasar/
Ekonomi

Faktor Internal/ Masyarakat Faktor Eksternal/


Activities Pedesaan Activities

Mekanisme Mekanisme
Sosial Ekologi

Sustainable
Development

Proses pemberdayaan masyarakat terkait erat dengan faktor internal


dan eksternal. Kedua faktor tersebut saling berkontribusi dan
mempengaruhi secara sinergis dan dinamis. Proses pemberdayaan
masyarakat didampingi oleh tim pelatih (bersifat multi disiplin) yang
merupakan salah satu faktor eksternal dalam proses pemberdayaan
masyarakat. Peran Fasilitator pada awal proses sangat aktif tetapi akan
berkurang secara bertahap selama proses berjalan sampai masyarakat
sudah mampu melanjutkan kegiatannya secara mandiri.
Dengan demikian, pemberdayaan masyarakat dapat menjadi upaya
meningkatkan kesehatan masyarakat melalui suatu proses pemberian
informasi secara terus-menerus dan berkesinambungan membantu
sasaran, agar berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek

165 | P a g e
knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude), dan dari mau
menjadi mampu memelihara kesehatannya dengan asuhan mandiri
pemanfaatan Taman Obat Keluarga (TOGA) dan keterampilan.

2. Prinsip Dasar Pemberdayaan Masyarakat


Prinsip dasar pemberdayaan masyarakat dalam asuhan mandiri
pemanfaatan Taman Obat Keluarga (TOGA) dan akupresur yang perlu
dipahami yaitu : pengorganisasian masyarakat (community organization)
dan pengembangan masyarakat (community development). Keduanya
berorientasi pada proses pemberdayaan masyarakat menuju tercapainya
kemandirian melalui keterlibatan dan peran serta aktif dari keseluruhan
anggota masyarakat.
Lima prinsip dasar pemberdayaan masyarakat tersebut yaitu :
a. Menumbuh kembangkan kemampuan, peran serta masyarakat dan
semangat gotong royong dalam pelayanan kesehatan tradisional
(pemanfaatan akupresur dan TOGA).
b. Melibatkan partisipasi masyarakat baik dalam perencanaan maupun
pelaksanaan. Berbasis masyarakat (community based), memberikan
kesempatan mengemukakan pendapat, memilih dan menetapkan
keputusan bagi dirinya (voice and choice), keterbukaan (openness),
kemitraan (partnership), kemandirian (self reliance).
c. Menggalang kemitraan dengan berbagai pihak untuk memaksimalkan
sumber daya, khususnya dalam dana, baik yang berasal dari
pemerintah, swasta maupun sumber lainnya.
d. Petugas harus lebih memfungsikan diri sebagai katalis yang
menghubungkan antara kepentingan pemerintah dan kepentingan
masyarakat dalam upaya pemeliharaan kesehatannya.
e. Untuk mempertahankan ekstensinya, pemberdayaan masyarakat
memerlukan break even dalam setiap kegiatan yang dikelola. Tidak
sebagai organisasi bisnis/profit.

3. Unsur-Unsur Pemberdayaan Masyarakat


a. Penggerak Pemberdayaan : Pemerintah Kecamatan, Puskesmas, Desa
dan Kelurahan, masyarakat, dan PKK, Paramuka, swasta, Ormas dan
lintas sektor lainya menjadi inisiator, motivator, dan fasilitator yang
mempunyai kompetensi memadai dan dapat membangun komitmen
dengan dukungan para pemimpin, baik formal maupun non formal.
b. Sasaran pemberdayaan : Perorangan (tokoh masyarakat, tokoh agama,
politisi, figur masyarakat, dan sebagainya), kelompok (organisasi
kemasyarakatan, organisasi profesi, kelompok masyarakat), dan
masyarakat luas serta pemerintah yang berperan dalam pelayanan
kesehatan tradisional.

166 | P a g e
c. Kegiatan hidup sehat dengan memanfaatkan asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan keterampilan sebagai upaya pemeliharaan
kesehatan secara mandiri meningkatkan kesehatan masyarakat,
membentuk kebisaan dan pola hidup, tumbuh dan berkembang, serta
melembaga dan membudaya dalam kehidupan bermasyarakat.

B. Langkah-Langkah Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pelayanan


Kesehatan Tradisional Asuhan Mandiri Pemanfaatan TOGA dan
Akupresur
1. Pembentukan kelompok asuhan mandiri,
Pembentukan kelompok asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
akupresur dalam rangka pemberdayaan masyarakat harus memenuhi
prinsip dan persyaratan yang telah ditetapkan.
a. Prinsip
1) Kesadaran dan keinginan sendiri, ditandai dengan tidak ada paksaan
dari siapapun dan mempunyai motivasi diri.
2) Kebersamaan ditandai dengan adanya perilaku saling berbagi
pengetahuan dan kemampuan.
3) Kerjasama dan peran aktif kelompok asuhan mandiri dengan
fasilitator.
4) Kemandirian ditandai dengan kemampuan individu untuk menolong
dirinya sendiri dan anggota keluarga, serta tersedianya bahan
(tanaman obat) dan peralatan pijat, keterampilan jika diperlukan serta
peralatan mengolah TOGA yang dibutuhkan.
5) Berorientasi terhadap kebutuhan masyarakat ditandai dengan
adanya:
 Dukungan kebijakan berupa peraturan, edaran atau surat.
 Dukungan dari petugas kesehatan yang terlatih dalamteknis
asuhan mandiri.
6) Komitmen
 Ilmu dan keterampilan tentang asuhan mandiri pemanfaatan TOGA
dan keterampilan akan dibagi dengan orang lain namun hanya
akan digunakan untuk diri sendiri atau keluarga (tidak untuk
dikomersilkan).

b. Persyaratan
Syarat bagi terbentuknya kelompok asuhan mandiri yaitu:
 saling mempercayai
 saling terbuka
 mengakui kelebihan dan kelemahan anggota lain
 menerima umpan balik
 saling belajar
167 | P a g e
 memupuk rasa kebersamaan

c. Pembentukan Kelompok
Dengan dipahaminya prinsip dan dipenuhinya persyaratan asuhan
mandiri, pembentukan kelompok asuhan mandiri pemanfaatan TOGA
dan akupresur dapat dilaksanakan sesuai tahapan berikut:
1) Penyiapan SDM
Tahap pertama dalam pembentukan keiompok asuhan mandiri adalah
menyiapkan SDM melalui :
 Pembentukan tim pelatih tingkat provinsi melalui Pelatihan Bagi
Pelatih (TOT) asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur
oleh Kementerian Kesehatan. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
menetapkan tim pelatih tingkat provinsi melalui Surat Keputusan
(SK).
 Pembentukan tim pelatih tingkat kabupaten/kota melalui Pelatihan
Bagi asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur bagi
fasilitator puskesmas oleh Dinas Kesehatan Provinsi. Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota menetapkan tim pelatih tingkat
kabupaten/kota melalui Surat Keputusan (SK).
 Pembentukan fasilitator melalui Pelatihan Asuhan Mandiri
pemanfaatan TOGA dan akupresur bagi fasilitator puskesmas oleh
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kepala Puskesmas
menetapkan fasilitator tingkat puskesmas melalui Surat Keputusan
(SK).

2) Sosialisasi dan orientasi Kader


 Fasiiitator yang sudah ditetapkan melalui SK melakukan sosialisasi
internai kepada lintas program dan yang difasilitasi oleh kepala
Puskesmas.
 Fasilitator yang sudah ditetapkan melalui SK melakukan sosialisasi
kepada lintas sektor terkait, serta mitra lainnya melalui forum
lokakarya mini dalam rangka yang difasilitasi oleh kepala
Puskesmas.
 Puskesmas mengembangkan Upaya Kesehatan Masyarakat
(UKM) kesehatan tradisional dengan dukungan lintas sektor.
 Fasilitator melakukan orientasi asuhan mandiri pemanfaatan TOGA
dan keterampilan bagi kader, didampingi oleh pelatih tingkat
kabupatenlkota yang sudah memiliki sertifikat TOT, menggunakan
modul dan bahan belajar yang ditetapkan.

168 | P a g e
3) Pembentukan kelompok asuhan mandiri di tingkat masyarakat
Fasilitator bersama mitra melakukan fasilitasi pembentukan kelompok
asuhan mandiri dengan memanfaatkan dana dari berbagai sumber,
dengan cara:
 Mengidentifikasi kelompok yang sudah ada di masyarakat
contohnya dasa wisma, kelompok tani, kelompok nelayan, arisan
dan kelompok lainnya.
 Mensosialisasikan asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
keterampilan kepada kelompok masyarakat.
 Kader membentuk kelompok asuhan mandiri dengan kriteria 1
kelompok terdiri atas 5 sampai 10 Kepala Keluarga (KK), melalui
langkah-langkah:
 Forming
Kader memfasilitasi keluarga binaan dalam kelompok untuk
saling mengenal lebih dekat satu sama yang lainnya, misalnya
untuk saling menceritakan tentang pengalamannya dalam
memanfaatkan TOGA ataupun saling memberikan informasi
tentang TOGA yang mereka miliki di rumah masing-masing.
 Storming
Kader memfasilitasi kepada anggota kelompok untuk bersama-
sama membicarakan rencana kegiatan kelompok dan semua
anggota kelompok diberikan kesempatan untuk berbicara dan
memberikan ide.
 Norming
Setelah semua saling mengenal, kader mengajak para anggota
kelompok untuk bersama-sama membuat struktur organisasi
misalnya ketua, wakil ketua, sekretaris, bendahara dan tugas
masing-masing serta membuat tata tertib yang harus dipatuhi
bersama.
 Performing
Pada tahap selanjutnya adalah performing, dimana kelompok
asuhan mandiri sudah terbentuk dengan stuktur organisasi
dimana setiap yang duduk dalam struktur organisasi telah
mempunyai peran dan tugas masing-masing, sehingga setiap
orang merasa saling tergantung dan membutuhkan satu sama
lainnya.
 Pembentukan kelompok asuhan mandiri diharapkan dapat
terbentuk dalam kurun waktu paling lama 3-6 bulan sejak
dilakukannya orientasi kader.
4) Pembentukan kelompok
Setelah terbentuk kelompok asuhan mandiri, kader didampingi
fasilitator dan mitra melakukan pendekatan kepada kelompok,

169 | P a g e
bertujuan untuk menghapus rasa cemas, menempatkan kelompok
pada posisi yang tepat, menciptakan suasana yang kondusif,
menumbuhkan rasa percaya diri, memberi kesempatan bagi setiap
anggota kelompok untuk berkembang dan mengadakan evaluasi
terhadap perbedaan pendapat.
Kader melakukan pembinaan kelompok asuhan mandiri pemanfaatan
TOGA dan keterampilan melalui pembekalan pengetahuan dan
keterampilan yang dilakukan secara rutin satu bulan sekali dan
berkesinambungan disesuaikan dengan jadwal kegiatan yang telah
dibuat bersama, didampingi oleh fasilitator dan mitra.
Pembentukan kelompok asuhan mandiri merupakan salah satu
bentuk dari upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat yang
bersifat swadaya. Namun demikian, kegiatan peningkatan kapasitas,
baik tenaga, sumber daya maupun kelembagaan terkait dengan tahap
pembentukan kelompok asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
keterampilan bisa mendapatkan bantuan fasilitasi dari pemerintah
pusat, pemerintah daerah maupun sumber lain yang tidak mengikat.

2. Pembinaan Kelestarian Pengelolaan dan Pengembangan Asuhan Mandiri


Pemanfaatan Taman Obat Keluarga dan Akupresur
Langkah terakhir serangkaian kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam
pengembangan TOGA untuk selfcare di masyarakat adalah adalah
pembinaan dan kelestarian. Setiap pelaksanaan program harus dibina agar
dapat berjalan dengan baik dan berkesinambungan. Pembinaan juga
bermaksud untuk memantapkan dan membina pengetahuan, sikap,
keterampilan, motivasi dan kemandirian para tenaga pengelolaan dan
pengembangan TOGA untuk selfcare dalam mewujudkan desa yang sehat.
Bentuk tahapan pembinaan teknis dilakukan secara berjenjang dari tingkat
pusat sampai ke tingkat desa/kelurahan bersama dengan mitra sesuai
peran, tugas dan fungsi masing-masing. Pembinaan ditujukan untuk
pelaksanaan asuhan mandiri secara benar dan aman sesuai dengan acuan
Petunjuk Praktis TOGA dan Keterampilan salah satu bentuk pembinaan
melalui penilaian pemanfaatan TOGA yang rutin dilakukan setiap tahun
dengan mengacu pada Pedoman Penilaian Pemanfaatan TOGA dan
Instrumen Penilaian serta adanya pengembangan asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan keterampilan di masyarakat. Pembinaan asuhan
mandiri pemanfaatan TOGA dan keterampilan dilakukan bersama antara
lintas program dan lintas sektor terkait.

Dalam melakukan pembinaan perlu dilakukan analisis tingkat


perkembangan kemandirian UKBM TOGA untuk selfcare, yaitu melalui
tingkat perkembangan UKBM TOGA sesuai klasifikasi TOGA.
170 | P a g e
Indikator keberhasilan Desa TOGA mengacu pada Klasifikasi TOGA
sebagai berikut :

INDIKATOR PRATAMA MADYA PURNAMA


Jumlah KK ada TOGA < 30 % 30 – 60 % >60 %
Jenis Tanaman Obat per
< 50 jenis 50 - 100 jenis > 100 jenis
Desa
Jumlah KK memanfaatkan
< 10 % 10 - 50 % >50 %
TOGA
Jumlah Kader penggerak
<5 5-10 >10
TOGA per Desa
Keterangan:
 Jenis tanaman obat adalah macam-macam tanaman obat yang memiliki
khasiat obat dan kandungan kimia berbeda.
 Contoh jenis tanaman: temu hitam, temu putih, temu mangga,
temulawak, jahe, kunyit, kencur.
 Terdapat 4 variabel yang harus dipenuhi pada setiap tingkat
pengembangan TOGA
 Jumlah KK yang mempunyai TOGA dapat diketahui bahwa setiap
keluarga di halaman atau sekitar pekarangannya menanam tanaman
obat minimal 5 jenis tanaman obat.
 Jumlah Kader penggerak TOGA per Desa dapat diketahui dari
Pengelola Program Yankestradkom

Analisis Perkembangan Stratifikasi UKBM TOGA untuk Puskesmas


Stratifikasi TOGA
Nama Desa Pratama Madya Purnama
Frek % Frek % Frek %
A
B
C
D

Dengan mengetahui jumlah (%) tingkatan UKBM TOGA dilakukan analisis


kasus dari 4 indikator perkembangan yaitu TOGA mana yang paling
berpengaruh sehingga tingkatan TOGA terendah dapat ditingkatkan dalam
usaha mewujudkan TOGA Purnama. Setelah diketahui penyebabnya, baru

171 | P a g e
dapat dibuat rencana intervensi dan pembinaan oleh Petugas
Puskesmas/Penanggung Jawab Program Yankestrad Puskesmas.
Pembinaan dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain :
a. Supervisi
Banyak hasil penilaian mengungkapkan bahwa supervisi petugas sangat
menentukan tingkat keberhasilan program. Oleh karena itu, supervisi
secara berkala perlu dilakukan. Bila memungkinkan, pada saat
melakukan supervisi, petugas sebaiknya melakukan sistem pemantauan
dan penilaian yang utuh.
b. Forum komunikasi
Forum komunikasi antara petugas lintas program dan sektor di tingkat
kecamatan merupakan wahana pemantauan yang baik. Pada forum ini
dapat dibahas rencana supervisi terpadu, hasil supervisi dari petugas
yang turun ke lapangan, sekaligus dapat membahas upaya untuk
memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ditemui di lapangan. Di
lapangan atau desa, forum komunikasi ini juga perlu dibentuk sebagai
wadah berkumpulnya pelaksana pembangunan desa dengan tokoh
masyarakat baik formal maupun non formal. Dalam forum ini pelaksana
pembangunan desa dapat menyampaikan rencana kegiatan yang telah
disusun, hambatan-hambatan serta keberhasilan yang telah dicapai.
Forum ini sekaligus sebagai wadah untuk pemecahan masalah,
menyempurnakan rencana yang disusun dan lain-lain sehingga dapat
berfungsi untuk pemantauan dan penilaian oleh masyarakat sendiri.
c. Menunjukkan film-film tentang pemberdayaan masyarakat di bidang
pelayanan kesehatan tradisional
Film tersebut bisa diangkat dari dokumentasi kegiatan masyarakat desa
yang telah melakukan upaya pemberdayaan masyarakat di bidang
pelayanan kesehatan tradisional di wilayahnya.
Dengan menunjukkan film tersebut diharapkan dapat meningkatkan
memotivasi dan semangat pelaksana pembangunan desa dan
masyarakat dalam melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat di
bidang pelayanan kesehatan tradisional di waktu mendatang.
d. Kunjungan tamu dari luar
Kegiatan ini dapat merangsang masyarakat untuk membenahi desanya
karena akan kedatangan tamu, namun harus dijaga jangan sampai
terlalu sering, bisa membosankan dan mengganggu kegiatan
masyarakat.

172 | P a g e
e. Wisata karya ke tempat lain yang lebih maju
Kegiatan ini dapat memperluas wawasan, dan memotivasi masyarakat
untuk lebih maju.
f. Perlombaan-perlombaan TOGA tingkat Puskesmas,
Kelurahan/Kecamatan
g. Penerbitan majalah dinding buatan sendiri yang memuat antara lain:
Kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat di bidang pelayanan
kesehatan tradisional yang telah dilakukan di puskesmas, desa
bersangkutan, termasuk pembangunan desa, pimpinan/tokoh
masyarakat dalam mewujudkan penyelenggaraan pelayanan kesehatan
tradisional dan pengembangan TOGA.
Indikator keberhasilan pemberdayaan masyarakat dalam pelayanan
kesehatan tradisional:
 Di Tingkat Kecamatan:
1) Terkoordinasinya dan terintegrasinya pelaksanaan pelayanan
kesehatan tradisional dengan kegiatan pemberdayaan masyarakat
lainnya.
2) Terkoordinasinya penerapan kebijakan pelayanan kesehatan
tradisional dengan pengembangan desa dan kelurahan siaga.
3) Terintegrasinya pelayanan kesehatan tradisional dalam program
kerja forum kecamatan.
4) Adanya pembinaan pelayanan kesehatan tradisional di tingkat desa
dan kelurahan secara berjenjang.
 Di Tingkat Desa dan Kelurahan:
1) Adanya kader pengelola TOGA
2) Kemudahan akses masyarakat untuk mendapatkan informasi terkait
pemanfaatan TOGA.
3) Adanya pendanaan untuk pengembangan dan pengelolaan TOGA.
4) Peraturan di desa atau kelurahan tentang pengelolaan dan
pemanfaatan TOGA.
5) Adanya pembinaan TOGA di rumah tangga

C. Langkah-Langkah Kemitraan Dalam Asuhan Mandiri Pemanfaatan Taman


Obat Keluarga Dan Keterampilan
1. Pengertian
Kemitraan adalah kerjasama antara dua pihak atau lebih yang diikat
dalam aturan hukum berbentuk perjanjian, nota kesepahaman
(memorandum of understanding) yang dilandasi prinsip dasar kesamaan
kepentingan, kejelasan tujuan, kesetaraan kedudukan dan transparansi.
Sebagaimana disebutkan di atas, kemitraan harus digalang baik dengan
individu-individu, keluarga, pejabat-pejabat atau instansi-instansi
pemerintah yang terkait dengan urusan kesehatan (lintas sektor),
173 | P a g e
kelompok profesi, pemuka atau tokoh masyarakat, swasta, media massa,
dan lain-lain.
Kemitraan dalam Asuhan Mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur
adalah kerjasama antara dua pihak atau lebih yang diikat dalam aturan
hukum berbentuk perjanjian, nota kesepahaman (memorandum of
understanding) yang dilandasi prinsip dasar kesamaan kepentingan,
kejelasan tujuan, kesetaraan kedudukan dan transparansi dalam
pengembangan Asuhan Mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur.

2. Tujuan
Percepatan pencapaian sasaran asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
akupresur dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi setingginya.

3. Prinsip Dasar
a. Kesamaan kepentingan
Ikatan yang kuat antara satu pihak dengan pihak lainnya adalah berupa
kesamaan kepentingan (common interest) yaitu suatu visi atau misi yang
dapat menyatukan seperti atau setidak-tidaknya merangkai visi atau misi
dari masing-masing pihak. Perumusan visi dan misi bersama merupakan
sesuatu yang sangat penting karena dengan inilah masing-masing pihak
menjadi terikat untuk bersatu dan bahu-membahu. Kesamaan
kepentingan juga akan menciptakan rasa memiliki dan komitmen yang
kuat terkait kesehatan tradisisional pemanfaatan taman obat keluarga
dan keterampilan.
Tujuan bersama harus dirumuskan dengan jelas dan terukur sehingga
semua pihak yang bekerjasama dapat memantau kemajuan dari upaya-
upaya kerjasama dalam kesehatan tradisisional asuhan mandiri
pemanfaatan taman obat keluarga dan keterampilan. Tujuan bersama
dapat dinyatakan dalam tujuan umum yaitu terselenggaranya asuhan
mandiri pemanfaatan taman obat keluarga dan keterampilan, melalui:
pembentukan dan pengembangan kelompok asuhan mandiri; kegiatan
kelompok asuhan mandiri secara benar dan berkesinambungan; dan
pelaksanan pembinaan asuhan mandiri secara berjenjang. dan
kemudian dirinci dalam tujuan khusus. Dengan kejelasan tujuan dapat
diciptakan kerjasama yang saling menguntungkan dan kejelasan
peran/fungsi masing-masing pihak dalam bermitra.

b. Kesetaraan kedudukan
Azas demokrasi harus benar-benar dipegang dalam menyelenggarakan
kemitraan. Pengambilan keputusan dilakukan secara demokratis,

174 | P a g e
musyawarah dan mufakat tanpa ada satu pihak pun yang memaksakan
kehendak. Masing-masing pihak saling menghargai dan menghormati.
Kesetaraan kedudukan akan memperkuat rasa kebersamaan, sehingga
tercipta perasaan sama-sama bertanggungjawab dan sama-sama
menanggung risiko serta menghadapi tantangan yang muncul dalam
kesehatan tradisisional asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan
akupresur.
c. Transparansi
Tidak ada hal-hal yang disembunyikan dalam kerjasama apabila
dikehendaki berlangsungnya kemitraan yang lestari. Informasi tentang
apapun (termasuk tentang hambatan, kelemahan atau kegagalan) harus
dibagi (shared) diantara pihak-pihak yang bekerjasama agar dapat
diambil keputusan bersama secara cepat. Hal ini berarti perlu
dikembang sistem pencatatan dan pelaporan yang terkoordinasi serta
forum pemantauan dan evaluasi bersama dalam kesehatan tradisional
asuhan mandiri pemanfaatan taman obat keluarga dan keterampilan.

4. Identifikasi dan Peran Mitra


a. Identifikasi mitra dalam kesehatan tradisional asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan Akupresur.
Identifikasi mitra ini bertujuan untuk mengenali dan menetapkan pihak-
pihak yang sesuai diajak bermitra dalam rangka melaksanakan gagasan
kemitraan. Mitra potensial yang dipilih adalah:
1) Peduli terhadap masalah kesehatan tradisional asuhan mandiri
pemanfaatan taman obat keluarga dan keterampilan yang dihadapi
dan pemecahan masalah tersebut melalui gagasan bermitra.
2) Bersedia mengembangkan komunikasi dua arah.
3) Memiliki pemikiran dan cara kerja yang sistimatis.
4) Secara internal memiliki pembagian kerja dan koordinasi yang baik.
5) Memiliki kesediaan yang tulus untuk membantu kegiatan asuhan
mandiri pemanfaatan taman obat keluarga dan keterampilan melalui
kemitraan.
6) Siap memberikan saran-saran yang yang konstruktif dan dukungan
bagi terlaksananya gagasan kemitraan.
7) Fleksibel, informal dan mudah dihubungi.
8) Bersedia dan dapat menyediakan waktu, tenaga dan sumber daya
lain untuk kepentingan kemitraan dalam kesehatan tradisional
asuhan mandiri pemanfaatan taman obat keluarga dan
keterampilan.

175 | P a g e
9) Mengetahui cara-cara bermitra, lebih baik lagi jika memiliki
pengalaman bermitra dalam kesehatan tradisional asuhan mandiri
akupresur pemanfaatan taman obat keluarga dan keterampilan.
10) Bersedia dan dapat memberikan kontribusi untuk gagasan atau
“proyek kemitraaan” sesuai dengan kesepakatan.
11) Memiliki atau bersedia membangun kedekatan (setidaknya secara
sosial psikologis) dan kesiapan akses.
12) Dalam tim yang kompak, satu konsep dan satu bahasa.
13) Kontribusinya berkelanjutan dan taat kepada kesepakatan yang
telah dirumuskan bersama dalam kemitraan kesehatan tradisional
asuhan mandiri pemanfaatan taman obat keluarga dan
keterampilan.

Mitra potensial ditingkat Puskesmas tersebut adalah:


Camat, Dinas Pertanian, Guru/Kepala Sekolah, Dinas Pendidikan, Tim
Penggerak PKK, Kepala Desa/Lurah, Kader, Tokoh Masyarakat/Forum
Peduli Kesehatan Kecamatan (apabila telah terbentuk), Organisasi
Profesi, Organisasi Kemasyarakatan/LSM/Asosiasi (Aspetri, AP3I),
Swasta/Dunia Usaha, Media Massa, dlan lain-lain.

b. Peran Mitra
Setelah dirumuskan tujuan kemitraan maka ditetapkan peran mitra yang
sesuai kewenangan, tupoksi masing-masing mitra, antara lain sebagai
berikut :
 Pengagas kemitraan (dari program/sektor kesehatan) berperan
sebagai inisiator, pemasok input teknis seperti pengembangan NSPK,
pedoman, penyedia sarana prasarana.
 Camat, Kepala Desa/Lurah berperan sebagai pembuat kebijakan,
dinamisator/penggerak kemitraan.
 Dinas Pertanian, Guru/Kepala Sekolah, Dinas Pendidikan, sebagai
fasilitator
 Kelompok/Organisasi Profesi berperan dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi, standar serta kode etik profesi terkait
dengan pelayanan kesehatan tradisional.
 Tim Penggerak PKK, Kader, Tokoh Masyarakat/Forum Peduli
Kesehatan Kecamatan (apabila telah terbentuk), Organisasi
Kemasyarakatan/LSM sebagai penggerak masyarakat, memberikan
penyuluhan, pemberdayaan masyarakat.
 Asosiasi (Aspetri, AP3I) berperan sebagai pembina anggotanya,
memberikan sanksi kepada anggota bila melakukan pelanggaran,
menjaga citra profesi dan mutu pelayanan, meningkatkan

176 | P a g e
pengetahuan/keterampilan/kompetensi anggotanya, mediator antara
anggota asosiasi, menggali dan mengkaji pengobatan tradisional asli
Indonesia.
 Swasta/Dunia Usaha, penyedia sumber daya peran pelayanan
kesehatan swasta dibutuhkan untuk pengembangan integrasi
pelayanan kesehatan tradisional pemanfaatan taman obat keluarga
dan akupresur di fasilitas kesehatan, pelayanan kesehatan swasta
 Media Massa berperan dalam penyebarluasan informasi tentang
pelayanan kesehatan tradisional asuhan mandiri pemanfaatan taman
obat keluarga dan akupresur.

5. Perencanaan (kemitraan) bersama


Setelah kesepakatan dicapai dan dinyatakan secara tertulis (MoU),
kesepakatan ini digunakan sebagai titik awal untuk menyusun rencana
kerjasama.
Hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam merumuskan rencana
kerjasama dalam pelayanan kesehatan tradisional asuhan mandiri
pemanfaatan taman obat keluarga dan keterampilan adalah:
a) Kejelasan tujuan
Tujuan bersama dapat dinyatakan dalam tujuan umum dan kemudian
dirinci dalam tujuan khusus. Dengan kejelasan tujuan dapat diciptakan
kerjasama yang saling menguntungkan dan kejelasan peran/fungsi
masing-masing pihak dalam bermitra.
b) Kejelasan dan sinkronisasi kegiatan
Setelah tujuan-tujuan khusus dirumuskan yang berasal dari rumusan
peran para mitra maka langkah selanjutnya adalah menetapkan
kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan khusus tersebut. Penetapan
kegiatan dilakukan oleh para mitra agar kegiatan-kegiatan ini merupakan
bagian dari program internal masing-masing mitra tersebut. Sinkronisasi
kegiatan-kegiatan yang ditetapkan ini dengan program dan kegiatan
internal masing-masing mitra sangat penting agar tidak terlepas dari
sistem internal.
c) Kejelasan alokasi sumber daya
Kegiatan-kegiatan yang telah ditetapkan akan dapat terlaksana dengan
baik apabila sumber daya (tenaga, dana, sarana dan prasarana)
untukkegiatan-kegiatan tersebut dialokasikan secara memadai.
d) Kejelasan waktu pelaksanaan
Penetapan jadwal kegiatan sebaiknya dibahas bersama .

177 | P a g e
Selain keempat hal tersebut diatas juga perlu ditetapkan dalam
merumuskan rencana adalah forum dan mekanisme kerjasama.
 Forum kerjasama akan berfungsi dengan baik, apabila unsur organisasi,
sistem informasi dan media komunikasi dapat dipenuhi.
 Mekanisme kerjasama
Mekanisme kerjasama yang terpenting adalah mekanisme dalam
pemantauan dan penilaian terhadap pelaksanaan kegiatan-kegiatan,
baik yang dilaksanakan oleh masing-masing mitra maupun yang
dilaksanakan secara bersama.

6. Pelaksanaan Kemitraan
Sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan pada rencana kerjasama
dalam pelayanan kesehatan tradisional asuhan mandiri pemanfaatan
TOGA dan akupresur maka kegiatan-kegiatan dilaksanakan. Kerap kali
sebagai tanda dimulainya kegiatan-kegiatan kemitraan dilakukan
peresmian atau pencanangan. Acara ini tidak sekedar bersifat seremonial,
tetapi yang penting adalah sebagai pengingat kembali atas kesepakatan-
kesepakatan yang telah dicapai dan peneguhan tekad untuk memulai
kerjasama (kemitraan) dalam pelayanan kesehatan tradisional asuhan
mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur.

7. Pemantauan dan Penilaian


Pemantauan dilakukan selama program kemitraan dalam pelayanan
kesehatan tradisional asuhan mandiri pemanfaatan taman obat keluarga
TOGA dan akupresur berlangsung untuk mengetahui 1) kemajuan-
kemajuan yang dicapai; 2) penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.
Sedangkan penilaian dilakukan pada saat tertentu setelah berakhirnya
program kemitraan. Penilaian juga bisa dilakukan pada tengah periode
jangka waktu kemitraan. Penilaian dilakukan untuk melihat apakah program
kemitraan dalam pelayanan kesehatan tradisional asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan akupresur (khususnya strateginya) masih efektif
dilihat dari sisi perkembangan lingkungan strategis.
Alat untuk pemantauan dan penilaian adalah sistem informasi. Oleh karena
itu sistem informasi kemitraan dalam pelayanan kesehatan tradisional
pemanfaatan TOGA dan akupresur yang dibangun harus
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut 1) Tujuan pemantauan dan
penilaian; 2) Hal-hal apa yang akan dipantau dan dinilai (indikator
keberhasilan/penyimpangan); 3) Informasi apa yang diperlukan untuk
pemantauan dan penilaian; 4) Data apa yang harus dicatat dan dilaporkan
oleh siapa kepada siapa; 5) Kapan data harus dicatat dan dilaporkan serta
diolah dan disajikan; 6) Standar-standar yang digunakan (yang tercantum
dalam rencana kerjasama).
178 | P a g e
VII. REFERENSI
1. Undang Undang RI nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
2. Permenkes nomor 65 tahun 2013, tentang Pedoman Pelaksanaan dan
Pembinaan Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan
3. Peraturan Menteri Kesehatan nomor 75 tahun 2014 tentang Puskesmas
4. Peraturan Menteri Kesehatan nomor 84 tahun 2015 tentang
Pengembangan Peran Serta Organisasi Kemasyarakatan dan Kesehatan
5. Peraturan Menteri Kesehatan nomor 9 tahun 2016 tentang Upaya
Pengembangan Kesehatan Tradisional Melalui Asuhan Mandiri
Pemanfaatan Tanaman Obat keluarga dan Keterampilan.
6. Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Menggalang Kemitraan di Bidang
Kesehatan, Tahun 2012
7. Departemen Kesehatan RI, ARRIF Pedoman Manajemen Peran Serta
Masyarakat, Jakarta, 1999.
8. Soekidjo Notoatmodjo, et.al., Promosi Kesehatan, Teori dan Aplikasi,
Rineka Cipta, Jakarta,2005
9. Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Umum Pengembangan Desa dan
Kelurahan Siaga Aktif, Tahun 2010
10. Kementerian Kesehatan RI, Second Decentralized Health Services Project,
Modul Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat Bagi Petugas Puskesmas,
Jakarta, 2010
11. Totok Mardikanto, Konsep-konsep Pemberdayaan Masyarakat,
Surakarta,2010
12. Surat Mendagri No 140/1508/SJ, Tanggal 27 April 2011. Hal : Pedoman
Pelaksanaan Pembentukan Kelompok Kerja Operasional dan Forum
Desa dan Kelurahan Siaga Aktif
13. Kementerian Kesehatan RI, Pelatihan Bagi Pelatih Self Care Ramuan dan
Pemanfaatan Toga,Jakarta, 2012
14. Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Menggalang Kemitraan di Bidang
Kesehatan, Jakarta, 2012

VIII. LAMPIRAN
1. Lembar Kasus di Puskesmas Stevia Kecamatan Makuta Dewa Kota
Brotowali
2. Lembar Kerja Panduan Diskusi Kelompok 1,2,3
3. Lembar Kerja Skenario Bermain Peran
4. Panduan Praktik Lapangan

179 | P a g e
Lembar Kasus

PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL


DI PUSKESMAS SEVIA
KECAMATAN MAKUTA DEWA KOTA BROTOWALI

Kota
Brotowali

Kel.Daun
Dewa Kel.Daun
Sendok
Kec.Makuta Dewa

Puskesmas
Stevia

Kel.Daun Ungu

180 | P a g e
Puskesmas Stevia

 Merupakan Puskesmas Rawat Jalan yang terletak di Kecamatan Makuta Dewa


Kota Brotowali. Terdiri dari 3 Kelurahan yaitu, Kelurahan Daun Dewa, Kelurahan
Daun Ungu dan Kelurahan Daun Sendok.
 Luas wilayah kerja Puskesmas 1.198 Km², Jumlah Penduduk + 25.763.
Masyarakat kecamatan Makuta Dewa lebih banyak yang bekerja di
perdagangan, layanan jasa, pabrik garmen, pertanian di pinggiran kota dan di
perusahaan jamu tradisional yang terletak di tetangga Kabupaten namun dekat
wilayah kecamatan Makuta Dewa.
 Jumlah tenaga di Puskesmas Sevia, 32 orang meliputi :
Kepala Puskesmas, Dokter Umum : 2 Orang, Dokter Gigi : 2 Orang, Perawat
Umum : 5 Orang, Perawat Gigi : 3 Orang, Bidan : 5 Orang, Asisten Apoteker : 2
Orang, Sanitarian : 1 Orang, Nutrisionis : 1 Orang, Laborat : 1 Orang, Staf Umum
: 4 Orang, Tenaga Honorer Daerah : 1 Orang, Tenaga Kontrak : 4 Orang
 Visi Puskesmas Sevia adalah “Tercapainya masyarakat sehat yang mandiri dan
berkeadilan di Kecamatan Makuta Dewa”
 Misi:
1. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama baik preventif,
promotif, kuratif & rehabilitatif bagi seluruh lapisan masyarakat. dgn
berorientasi pada kepuasan konsumen
2. Memberdayakan & mendorong kemandirian masyarakat dalam pembangunan
kesehatan
3. Menjalin kemitraan dengan semua pihak yang terkait dalam pelayanan
kesehatan
 Upaya kesehatan yang diselenggarakan Puskesmas Sevia dalam mencapai visi
dan mengemban misinya antara lain adalah : Promosi kesehatan, Kesehatan
lingkungan, KIA/KB, Gizi, Pencegahan dan pengendalian penyakit, UKS,
Pelayanan kesehatan tradisional
 Data yang tersedia di Puskesmas Sevia terkait dengan kegiatan yang dilakukan
adalah sebagai berikut:

NO DATA JUMLAH
1 Jumlah Penduduk 25.763
2 Jumlah Penduduk Perempuan 12.780
3 Jumlah Wanita Usia Subur (WUS) 5.486

4 Jumlah Ibu Hamil 525

181 | P a g e
5 Jumlah Bumil dengan Anemi 20

6 Jumlah Bumil dengan KEK 18

7 Prediksi Bumil Risti ( Komplikasi) 82

8 Bumil Risti Yang ditangani 136

9 K1 525

10 K2 492

11 Jumlah Ibu Bersalin 371

12 Persalinan Ditolong Nakes 371

13 Bulin Risti ditangani 82

14 Prediksi Neonatal Risti (Komplikasi) 79

15 NeoNatal Risti ditangani 79

16 Jmulah Ibu Nifas 370

17 Ibu Nifas yang mendapat pelayanan Faskes 370

18 Bufas Risti ditangani 82

19 KN 1 369

20 KN Lengkap 368
Jumlah Kematian Ibu Maternal (Hamil, Bersalin,
21 1
Nifas)
22 Jumlah Bayi Lahir Hidup 365
23 Jumlah Bayi Lahir Mati 6
24 Jumlah Kematian Bayi 4

BALITA
NO DATA BAYI (<1 th)
(1-4 Th)
1 Jumlah 280 1.432

2 Pemberian ASI Ekslusif 28,9 % -

3 Jumlah Gizi Kurang - 9

4 Jumlah Gizi Buruk 0 -

182 | P a g e
5 Jumlah Gizi Kurang Ditangani - 9

6 Jumlah Gizi Buruk Ditangani 0 -

7 Imunisasi BCG 87,8 % -

8 Imunisasi DPT I + Hb 1 83,9 % -

9 Imunisasi DPT 3 + Hb 3 80,6 % --

10 Imunisasi Polio 4 82,0 %

11 Imunisasi Campak 76,3 % -

12 Pemberian Vit A 98,7 % 99,7 %

13 Jumlah D/S 82, 9 % -

14 Jumlah Posyandu 42 42

 Kegiatan yankestrad di Puskesmas Sevia meliputi:


1. Membuat kebun percontohan TOGA di Puskesmas maupun di Pustu
2. Membuat Media untuk ditempel di dinding Puskesmas/ruang tunggu
pasien, membuat spanduk “Ajakan pada masyarakat untuk memanfaatkan
pekarangan rumah dengan TOGA” (dipasang di ruang tunggu bagian
luar/di tempat yang mudah dibaca pengunjung), membuat lembar balik
TOGA
4. Melakukan pelayanan kesehatan tradisional dengan menggunakan obat-
obatan herbal sesuai OAI bila masyarakat membutuhkan namun masih
jarang dilakukan.

Di kecamatan Makuta Dewa juga terdapat sarana pengobatan tradisional


pijat/urut, warung-warung jamu, tukang pijat/urut yang memasang iklan (no
HP) di pohon-pohon. Kebiasaan masyarakat dalam pencarian
pengobatan/menangani masalah kesehatan seperti pusing, diare, gatal-gatal,
susah tidur adalah dengan membeli obat bebas di toko atau warung-warung
obat dan ke dukun urut apabila keseleo atau capai, bila tidak sembuh baru ke
Puskesmas. Dalam memelihara atau meningkatkan kesehatannya sebagian
ada yang berlangganan minum jamu gendong atau membuat ramuan sendiri
di rumah masing-masing.

183 | P a g e
Lembar Kerja

PANDUAN DISKUSI KELOMPOK 1:


IDENTIFIKASI KELOMPOK MASYARAKAT

1. Fasilitator membagi peserta dalam kelas menjadi 3 kelompok. Tiap kelompok


terdiri dari 7 – 10 orang.
2. Kelompok 1 memilih ketua dan sekretaris
3. Tugas kelompok 1, diskusi dengan bahan lembar kasus:
Mengidentifikasi kelompok yang sudah ada di masyarakat contohnya dasa
wisma, kelompok tani, kelompok pekerja garment, kelompok majelis taklim,
kelompok arisan, dan kelompok lainnya.
Sebutkan juga karakteristik/potensi kelompok-kelompok tersebut
4. Hasil diskusi ditulis pada kertas lembar balik/flipchart atau diketik di komputer
dan diserahkan kepada fasilitator
5. Waktu diskusi kelompok 20 menit

184 | P a g e
Lembar Kerja

PANDUAN DISKUSI KELOMPOK 2:


MENYUSUN RENCANA SOSIALISASI
ASUHAN MANDIRI PEMANFAATAN TOGA DAN AKUPRESUR
KEPADA KELOMPOK MASYARAKAT

1. Kelompok 2 memilih ketua dan sekretaris


2. Tugas kelompok 2, diskusi dengan bahan lembar kasus: Menyusun rencana
sosialisasi asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur kepada kelompok
masyarakat. Aspek yang dibahas: tujuan, sasaran, metode dan media, hasil
yang diharapkan, waktu dan dana (bisa disebutkan nominal atau sumbernya
saja)
3. Hasil diskusi ditulis pada kertas lembar balik/flipchart atau diketik di komputer
dan diserahkan kepada fasilitator
4. Waktu diskusi kelompok 20 menit.

185 | P a g e
Lembar Kerja

PANDUAN DISKUSI KELOMPOK 3:


MENYUSUN SKENARIO PEMBENTUKAN KELOMPOK ASUHAN MANDIRI
PEMANFAATAN TOGA DAN AKUPRESUR DI MASYARAKAT

1. Kelompok 3 memilih ketua dan sekretaris


2. Tugas kelompok 3, diskusi dengan bahan lembar kasus: Menyusun skenario
Pembentukan Kelompok Asuhan Mandiri pada kelompok masyarakat.
Perhatikan langkah-langkah forming, storming, norming, dan performing
3. Aspek yang dibahas: Setting kegiatan misalnya pertemuan di balai desa, tujuan
pertemuan, peserta yang diundang : calon kelompok binaan (peserta pelatihan
kelompok 1 dan 2), menentukan beberapa orang yang menjadi kader dan yang
menjadi petugas kesehatan, Lurah, dan perangkat kelurahan lainnya, hasil
pertemuan yang diharapkan, waktu dan dana dan susunan acara pertemuan.
4. Hasil diskusi ditulis pada kertas lembar balik/flipchart atau diketik di komputer
dan diserahkan kepada fasilitator.
5. Waktu diskusi kelompok 20 menit.

Catatan : Kader membentuk kelompok asuhan mandiri dengan kriteria 1 kelompok


terdiri atas 5 sampai 10 Kepala Keluarga (KK), melalui langkah-langkah:

 Forming
Kader memfasilitasi keluarga binaan dalam kelompok untuk saling mengenal lebih
dekat satu sama yang lainnya, misalnya untuk saling menceritakan tentang
pengalamannya dalam memanfaatkan TOGA ataupun saling memberikan
informasi tentang TOGA yang mereka miliki di rumah masing-masing.
 Storming
Kader memfasilitasi kepada anggota kelompok untuk bersama-sama
membicarakan rencana kegiatan kelompok dan semua anggota kelompok
diberikan kesempatan untuk berbicara dan memberikan ide.
 Norming
Setelah semua saling mengenal, kader mengajak para anggota kelompok untuk
bersama-sama membuat struktur organisasi misalnya ketua, wakil ketua,
sekretaris, bendahara dan tugas masing-masing serta membuat tata tertib yang
harus dipatuhi bersama.
 Performing
Pada tahap selanjutnya adalah performing, dimana kelompok asuhan mandiri
sudah terbentuk dengan stuktur organisasi dimana setiap yang duduk dalam
struktur organisasi telah mempunyai peran dan tugas masing-masing, sehingga
setiap orang merasa saling tergantung dan membutuhkan satu sama lainnya.

186 | P a g e
Lembar Kerja

BERMAIN PERAN :
PEMBENTUKAN KELOMPOK
ASUHAN MANDIRI PEMANFAATAN TOGA DAN AKUPRESUR
DI MASYARAKAT

1. Bermain peran Pembentukan Kelompok Asuhan Mandiri pada kelompok


masyarakat dilakukan seluruh kelas dengan menggunakan susunan acara
pertemuan, hasil diskusi kelompok 3.
2. Peranan Petugas Kesehatan, Lurah dan perangkatnya, beberapa Kader
dimainkan dari kelompok 3. Sedangkan yang berperan sebagai kelompok
masyarakat calon keluarga binaan berasal dari kelompok 1 dan 2.
3. Dalam menyusun materi pertemuan, perhatikan langkah-langkah forming,
storming, norming dan performing. Sehingga jelas materi yang disampaikan oleh
petugas kesehatan, lurah, dan kader. Sebagai hasil pertemuan adalah
terbentuknya Kelompok Asuhan Mandiri dengan struktur organisasi dimana
setiap yang duduk dalam struktur organisasi telah mempunyai peran dan tugas
masing-masing.
4. Waktu bermain peran 40 menit.

187 | P a g e
Lembar Kerja

PANDUAN PRAKTIK LAPANGAN


KOMUNIKASI, ADVOKASI DAN FASILITASI ASUHAN MANDIRI
PEMANFAATAN TOGA DAN AKUPRESUR
DAN
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN KEMITRAAN DALAM ASUHAN
MANDIRI PEMANFAATAN TOGA DAN AKUPRESUR

I. Tujuan Praktik Lapangan


1. Tujuan Umum :
Setelah mengikuti kegiatan Praktik Lapangan (PL) ini, peserta mempunyai
pengalaman dan mampu melakukan komunikasi efektif, advokasi, dan fasilitasi
serta pemberdayaan masyarakat dan kemitraan dalam asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan akupresur.

2. Tujuan Khusus:
Dalam mengikuti kegiatan PL ini, peserta mampu:
a) Mempersiapkan PL komunikasi efektif, advokasi, dan fasilitasi serta
pemberdayaan masyarakat dan kemitraan dalam asuhan mandiri
pemanfataan TOGA dan Akupresur
b) Melaksanakan PL komunikasi efektif, advokasi, dan fasilitasi serta
pemberdayaan masyarakat dan kemitraan dalam asuhan mandiri
pemanfataan TOGA dan Akupresur
c) Membuat laporan PL komunikasi efektif, advokasi, dan fasilitasi serta
pemberdayaan masyarakat dan kemitraan dalam asuhan mandiri
pemanfataan TOGA dan Akupresur

II. Lokasi Praktik Lapangan (PL)


Lokasi PL di Balai Desa dan di Puskesmas atau kantor kecamatan dalam wilayah
kerja 1 Kecamatan/Puskesmas.

III. Kegiatan Praktik Lapangan (PL)


Kegiatan PL untuk komunikasi efektif dilakukan dengan melakukan pelaporan
kepada Kepala Puskesmas dan pelaksanaan Lokakarya Mini Puskesmas.
Sedangkan untuk PL pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan kegiatan
pembentukan kelompok asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan akupresur. PL
kemitraan dilakukan kegiatan pertemuan kemitraan dengan lintas sektor terkait di
Puskesmas atau kantor kecamatan.

188 | P a g e
IV. Pengorganisasian PL
1. Peserta
Peserta dalam satu kelas dibagi dalam 4 (empat) kelompok. Masing-masing
kelompok mempunyai tugas mempersiapkan PL sesuai tugas kelompok masing-
masing.
1) Kelompok 1, mempersiapkan bahan laporan tertulis untuk disampaikan
kepada Kepala Puskesmas dan persiapan untuk penjelasan lisannya dengan
bahan tayang bila diperlukan.
2) Kelompok 2, mempersiapkan bahan untuk disajikan dalam forum lokakarya
mini di Puskesmas dalam rangka pengembangan program asuhan mandiri
pemanfaatan TOGA dan akupresur
3) Kelompok 3, mempersiapkan bahan untuk pertemuan pembentukan
kelompok asuhan mandiri di masyarakat dalam bentuk susunan acara
(rundown) dan pembagian tugas antar anggota kelompok 3.
4) Kelompok 4, mempersiapkan bahan untuk pertemuan kemitraan dalam
bentuk susunan acara (rundown) dan pembagian tugas antar anggota
kelompok 4.

2. Fasilitator / Pembimbing/ Pendamping PL:


Masing-masing kelompok didampingi oleh 1 orang fasilitator, 1 orang
pembimbing/pendamping lapangan, 1 orang panitia.

3. Sasaran PL
Sasaran PKL untuk Kelompok 1-4 adalah:
 Kelompok 1: Kepala Puskesmas
 Kelompok 2: kepala Puskesmas, Lintas Program dalam puskesmas
 Kelompok 3 : Kepala Desa/Lurah, Perangkat Desa/Kelurahan, LPM, PKK,
Dasa Wisma, Kader, Kelompok Pengajian, Kelompok Tani, kelompok PKK,
Kelompok Arisan, dll.
 Kelompok 4: Camat, Dinas Pertanian,Guru/Kepala Sekolah, Dinas
Pendidikan, TP PKK, Kepala Desa/Lurah, Kader, Tokoh Masyarakat/Forum
Peduli Kesehatan Kecamatan (kalau ada) Organisasi Profesi, Organisasi
Kemasyarakatan/LSM/Asosiasi (Aspetri, AP3I), Swasta/Dunia Usaha, Media
Massa.

4. Waktu Kegiatan PL:


 Waktu untuk melakukan persiapan PL : 1 Jpl
Peserta dari masing-masing kelompok melakukan persiapan sesuai
penugasan masing-masing menyusun rencana PL.
 Waktu untuk pelaksanaan PL : 4 Jpl
Pelaksanaan PL, dilakukan secara bersamaan dan paralel pada hari kerja.
Waktu yang tersedia untuk PL adalah 4 Jpl (180 menit).

189 | P a g e
 Waktu untuk penulisan laporan dan pemberian umpan balik pelaksanaan
PL : 1 Jpl
Penulisan laporan pelaksanaan PL, dilakukan di Kelas secara bersamaan dan
paralel, selanjutnya peserta diberikan kesempatan untuk menyampaikan
pengalaman pelaksanaan PL termasuk hasil dan permasalahan yang
dihadapi. Kemudian Fasilitator/ Tim Pendamping memberikan umpan balik
atau tanggapan.

SISTEMATIKA PENULISAN LAPORAN PL

BAB I : PENDAHULUAN
Yang memuat : Latar belakang, tujuan, sasaran, waktu dan tempat

BAB II : PROSES KEGIATAN PRAKTIK LAPANGAN

BAB III : MASALAH DAN UPAYA MENGATASINYA


- Masalah yang dihadapi
- Upaya mengatasinya

BAB IV: KESIMPULAN DAN REKOMENDASI


- Kesimpulan
- Saran

190 | P a g e
MATERI PENUNJANG 1
BUILDING LEARNING COMMITMENT (BLC)

I. DESKRIPSI SINGKAT
Pada pelatihan yang diselenggarakan unit utama, antara satu peserta latih
dengan peserta latihnya dan antara peserta latih dengan panitia biasanya belum
saling mengenal, karena mereka berasal dari tempat yang berbeda, dengan
latar belakang sosial budaya, pendidikan, pengetahuan, pengalaman, serta
sikap dan perilaku yang berbeda.

Pertama kali berada dalam kelas, terlihat suasana kebekuan (freezing)


menyelimuti pikiran peserta. Adakalanya perhatian peserta belum fokus pada
pelatihan, atensi mereka masih terpecah mengingat keluarga yang ditinggal dan
tuntutan pekerjaan ditempat tugas. Demikian pula dengan pandangan terhadap
panitia, adakalanya peserta latih segan berkomunikasi dengan panitia, kecuali
terkait dengan masalah administrasi serta hal-hal yang bersifat resmi. Kondisi
seperti itu akan menguras sebahagian enersi, yang jelas konsenterasi terhadap
kesiapan menerima materi pelatihan belum fokus. Pada keadaan ekstrim, dapat
terjadi apa yang disebut dengan “ prustration gestures “, yaitu sikap dan gerak
gerik peserta latih yang konfrontasi, yang ditandai dengan menggaruk-garuk
belakang leher, napas tersengal, mengetok-ngetok meja, bercanda dengan
teman dan sering tidak masuk kelas serta pulang sebelum pelatihan berakhir.

Oleh karena itu, panitia penyelenggara perlu merancang suasana rileks, saling
percaya, terbuka dikalangan peserta latih, tetapi saling menghargai, kemudian
dibutuhkan suasana santai, tetapi tetap konsenterasi menerima pelajaran serta
menjaga nilai dan etika dalam berkomunikasi serta senantiasa menyenangi
kegiatan pelatihan.

Salah satu upaya pembelajaran menjadi kondusif, adalah pemberian materi


building learning commitment (BLC) diawal pelatihan, yaitu metode belajar
mengajar dengan pencairan kelas (unfreezing), kemudian disusul dengan
permainan yang menggiring peserta mengenal dirinya, dan mengenal teman
temannya, menyadari dan mengingat kembali hakekat nilai yang baik, untuk
kemudian menyepakai norma kelas serta memilih pengurus kelas sehingga
tercipta komitmen kelas dalam mewujutkan proses belajar yang efektif.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Umum:
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu mengaplikasikan konsep
Building Learning Commitment (BLC) dalam proses pelatihan.

191 | P a g e
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Peserta mampu:
1. Mengenal sesama peserta, pelatih, dan penyelenggara.
2. Membuat kesepakatan nilai, norma dan kontrol kolektif.
3. Mengidentifikasi harapan, kekhawatiran, dan komitmen terhadap proses
pelatihan.
4. Membuat kesepakatan organisasi dalam kelas.

III. POKOK BAHASAN


A. Proses perkenalan sesama peserta, pelatih, dan penyelenggara.
B. Menyiapkan diri untuk belaar bersama secara aktif dalam suasana yang
kondusif
C. Merumuskan harapan-harapan yang ingin dicapai bersama baik dalam
proses pembelajaran maupun hasil yang indin dicapai di akhir pelatihan
D. Merumuskan kesepakatan norma kelas yang harus dianut oleh seluruh
peserta selama pelatihan berlangsung
E. Merumuskan kesepakatan bersama tentang kontrol kolektif dalam
pelaksanaan norma kelas
F. Membentuk organisasi kelas.

IV. BAHAN BELAJAR


Modul, panduan permainan.

V. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN


Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 3 JP @ 45menit, untuk
memudahkan proses pembelajaran dilakukan langkah-langkah kegiatan
pembelajaran sebagai berikut:

Langkah 1. Penyiapan proses pembelajaran (15 menit)


1. Kegiatan Fasilitator
 Memulai kegiatan dengan melakukan bina suasana di kelas
 Menyampaikan salam dengan menyapa peserta dengan ramah dan hangat
 Apabila belum pernah menyampaikan sesid i kelas mulailah dengan
memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat
bekerja, materi yang akan disampaikan.
 Menggali pendapat pembelajar (apersepsi) tentang BLC dengan metode
curah pendapat.
 Menyampaikan kegiatan yang akan dilaksanakan dalam BLC dan
menyampaikan tujuan pembelajaran umum dan khusus dari BLC.
 Menyampaikan alur proses pelatihan yang akan dilalui selama pelatihan.

192 | P a g e
2. Kegiatan Peserta
 Mempersiapkan diri dan alat tulis bila diperlukan
 Mengemukakan pendapat atas pertanyaan fasilitator
 Memperkenalkan diri dan asal institusinya.

Langkah 2 : Review kegiatan BLC


1. Kegiatan Fasilitator
 Menjelaskan petunjuk kegiatan-kegiatan (games) yang akan dimainkan
 Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang
masih belum jelas
 Memberikan jawaban/menjelaskan lebih detail jika ada pertanyaan yang
diajukan oleh peserta.
2. Kegiatan Peserta
 Mendengar, mencatat, dan mempersiapkan diri mengikuti games yang
akan dimainkan
 Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila masih ada yang belum
dipahami
 Melakukan tugas yang diberikan oleh fasilitator.

Langkah 3 : Pendalaman kegiatan BLC


1. Kegiatan Fasilitator
 Meminta kelas dibagi menjadi beberpa kelompok (4 kelompok) dan setiap
kelompok akan diberikan tugas diskusi kelompok, yaitu membahas
harapan, kekhawatiran dan solusi nya di masing-masing kelompok
 Menugaskan kelompok untuk memilih ketua, sekretaris, dan penyaji
 Meminta masing-masing kelompok untuk menuliskan hasil diskusi untuk
dipresentasikan
 Mengamati peserta dan memberikan bimbingan pada proses diskusi.
2. Kegiatan Peserta
 Membentuk kelompok diskusi dan memilih ketua, sekretaris, dan penyaji
 Mendengar, mencatat, dan bertanya terhadap hal-hal yang masih belum
jelas kepada fasilitator
 Melakukan proses diskusi sesuai dengan masalah yang ditugaskan oleh
fasilitator dan menuliskan hasil diskusi pada kertas flipchart untuk
dipresentasikan.

Langkah 4 : Penyajian dan pembahasan hasil diskusi kelompok


1. Kegiatan Fasilitator
 Dari masing-masing kelompok diminta untuk melakukan presentasi dari
hasil diskusi yang telah dilakukan sebelumnya
 Memimpin proses tanggapan (tanya jawab)
 Memberikan masukan-masukan dari hasil diskusi
193 | P a g e
 Memberikan klarifikasi dari pertanyaan-pertanyaan yang belum dimengerti
jawabannya
 Merangkum hasil diskusi
 Meminta perwakilan kelas untuk menunjuk seorang ketua kelas dan
sekretarisnya, yang akan memimpin proses membuat komitmen
pembelajaran melalui norma-norma kelas yang disepakati bersama-sama
beserta pembuatan kontrol kolektifnya.
2. Kegiatan Peserta
 Mengikuti proses penyajian kelas
 Berperan aktif dalam proses tanya jawab yang dipimpin oleh fasilitator
 Bersama dengan fasilitator merangkum hasil presentasi dari masing-
masing pokok bahasan yang telah dipresentasikan dengan baik
 Ketua dan sekretaris kelas secara bersama dengan peserta membuat
kesepakatan (norma) kelas sebagai bentuk komitmen pembelajaran
beserta kontrol kolektif yang disepakati bersama.

Langkah 5 : Rangkuman dan evaluasi hasil BLC (10 menit)


1. Kegiatan Fasilitator
 Bersama peserta merangkum poin-poin penting dari hasil proses kegiatan
membangun komitmen pembelajaran
 Menyimpulkan dan memperjelas norma-norma kelas yang sudah
disepakati bersama peserta
 Mengakhiri kegiatan BLC dengan mengucapkan salam dan permohonan
maaf serta memberikan apresiasi dengan ucapan terima kasih kepada
peserta.
2. Kegiatan Peserta
 Bersama fasilitator merangkum poin-poin penting dari hasil proses kegiatan
membangun komitmen pembelajaran
 Mendengar dan menyepakati hasil dari norma kelas yang telah dibuat
 Membalas salam fasilitator.

VI. URAIAN MATERI


Pokok Bahasan 1
a. Perkenalan
Pada awal memasuki suatu pelatihan, sering peserta menunjukkan suasana
kebekuan (freezing), karena belum tentu pelatihan yang diikuti merupakan
pilihan prioritas dala kehidupannya. Mungkin saja kehadirannya di pelatihan
karena terpaksa, tidak ada pilihan lain, harus menuruti ketentuan/persyaratan.
Mungkin juga terjadi, pada saat pertama hadir sudah memiliki anggapan
merasa sudah tahu semua yang akan dipelajari atau membayangkan

194 | P a g e
kejenuhan yang akan dihadapi. Untuk mengantisipasi semua itu, perlu
dilakukan suatu proses pencairan (unfreezing).

Proses BLC adalah proses melalui tahapan dari mulai saling mengenal antar
pribadi, mengidentifikasi dan merumuskan harpaan dari pelatihan ini, sampai
terbentuknya norma kelas yang disepakati bersama serta kontrol kolektifnya.
Pada proses BLC setiap peserta harus berpartisipasi aktif dan dinamis.
Keberhasilan atau ketidakberhasilan proses BLC akan berpengaruh pada
proses pembelajaran selanjutnya.

Pada tahap perkenalan fasilitator memperkenalkan diri dan asal usul


institusinya dilanjutkan dengan menyampaikan tujuan pembelajaran.
Kemudian mengajak peserta untuk ikut berpartisipasi aktif dalam proses
pembelajaram. Dalam memandu peserta untuk proses perkenalan dengan
menggunakan metode yaitu : dalam 5 menit pertama setiap peserta diminta
berkenalan dengan peserta lain sebanyak-banyaknya. Meminta peserta yang
berkenalan dengan jumlah peserta terbanyak, dan dengan jumlah peserta
paling sedikit untuk memperkenalkan teman-temannya. Meminta peserta
yang belum disebut namanya untuk memperkenalkan diri, sehingga seluruh
peserta saling berkenalan, diikuti juga oleh panitia untuk memperkenalkan
dirinya.

Pokok Bahasan 2
b. Pencairan
Fasilitator menyiapkan kursi sejumlah peserta dan disusun melingkar.
Fasilitator meminta semua peserta duduk di kursi dan salah satu di antaranya
duduk di tengah lingkaran. Peserta yang duduk di tengah lingkaran diminta
memberi aba-aba, agar peserta yang disebut identitasnya pindah duduk,
misalnya dengan menyeru: ”Semua peserta berbaju merah pindah” Pada
keadaan tersebut akan terjadi pertukaran tempat duduk dan saling berebut
antar peserta. Hal tersebut menggambarkan suasana “storming”, atau seperti
“badai” yang merupakan tahap awal dari suatu pembentukan kelompok.

Ulangi lagi, setiap peserta yang duduk di tengah lingkaran untuk menyerukan
identitas yang berbeda, misalnya peserta yang berkaca mata atau yang
berbaju batik dan lain-lain. Lakukan permainan tersebut selama 10 – 15
menit, tergantung situasi dan kondisi. Fasilitator memandu peserta untuk
merefleksikan perasaannya dalam permainan tersebut serta pengalaman
belajar apa yang diperolehnya. Fasilitator membuat rangkuman bersamasama
peserta, agar terjadi proses yang dinamis.

195 | P a g e
Pokok Bahasan 3
c. Harapan-harapan dalam proses pembelajaran dan hasil yang ingin dicapai
Fasilitator membagi peserta dalam kelompok kecil @ 5 – 6 orang, kemudian
menjelaskan tugas kelompok tersebut. Masing-masing kelompok akan
menentukan harapan terhadap pelatihan ini serta kekhawatiran dalam
mencapai harapan tersebut. Juga didiskusikan bagaimana solusi (pemecahan
masalah) untuk mencapai harapan tersebut serta menghilangkan
kekhawatiran yang akan terjadi selama pelatihan. Mula-mula secara individu,
kemudian hasil setiap individu dibahas dan dilakukan kesepakatan sehingga
menjadi harapan kelompok.

Setiap kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Dan


peserta dari kelompok lainnya diminta untuk memberikan tanggapan dan
masukan bila ada. Fasilitator memandu peserta untuk membahas harapan
dan kekhawatiran dari setiap kelompok tersebut sehingga menjadi harapan
kelas yang disepakati bersama. Berdasarkan hasil pemaparan diskusi seluruh
kelompok maka disepakati bersama fasilitator untuk menentukan ketua kelas
dan sekretaris yang akan memandu peserta secara bersama-sama untuk
merumuskan norma-norma kelas yang akan disepakati bersama. Peserta
difasilitasi sedemikian rupa agar semua berperan aktif dan memberikan
komitmennya untuk metaati norma kelas tersebut.

Komitmen merupakan keterikatan, keterpanggilan seseorang terhadap apa


yang dijanjikan atau yang menjadi tujuan dirinya atau kelompoknya yang telah
disepakati dan terdorong berupaya sekuat tenaga untuk mengaktualisasinya
dengan berbagai macam cara yang baik, efektif dan efisien. Komitmen
belajar/pembelajaran, adalah keterpanggilan seseorang/kelompok/kelas
(peserta pelatihan) untuk berupaya dengan penuh kesungguhan
mengaktualisasikan apa yang menjadi tujuan pelatihan/pembelajaran.
Keadaan ini sangat menguntungkan dalam mencapai keberhasilan
individu/kelompok/kelas, karena dalam diri setiap orang yang memiliki
komitmen tersebut akan terjadi niat baik dan tulus untuk memberikan yang
terbaik kepada individu lain, kelompok dan kelas secara keseluruhan.

Dengan membangun komitmen belajar maka para peserta akan berupaya


untuk mencapai harapan yang diinginkannya dalam setiap proses
pembelajaran. Dalam hal ini harapan peserta adalah kehendak/keinginan
untuk memperoleh atau mencapai sesuatu. Dalam pelatihan berarti keinginan
untuk memperoleh atau mencapai tujuan yang diinginkan sebagai hasil
proses pembelajaran. Dalam menetukan harapan harus realistis dan rasional
sehingga kemungkinan untuk mencapainya menjadi besar. Harapan jangan
terlalu tinggi dan jangan terlalu rendah. Harapan juga harus menimbulkan
tantangan atau dorongan untuk mencapainya, dan bukan sesuatu yang
196 | P a g e
diucapkan secara asal-asalan. Dengan demikian dinamika pembelajaran akan
terus terpelihara sampai proses pembelajaran berakhir.

Pokok Bahasan 4
d. Norma Kelas dalam Pembelajaran
Dalam sesi BLC, lebih banyak menggunakan metode games/permainan,
penugasan individu dan diskusi kelompok, yang pada intinya adalah untuk
mendapatkan komitmen belajar, harapan, norma kelas dan kontrol kolektif.
Proses BLC sendiri adalah proses melalui tahapan dari mulai saling mengenal
antar pribadi, mengidentifikasi dan merumuskan harapan dari pelatihan ini,
sampai terbentuknya norma kelas yang disepakati bersama serta kontrol
kolektifnya. Pada proses BLC setiap peserta harus berpartisipasi aktif dan
dinamis. Keberhasilan atau ketidak berhasilan proses BLC akan berpengaruh
pada proses pembelajaran selanjutnya.

Pada kesempatan ini juga fasilitator akan merumuskan tujuan pembelajaran


yang akan dicapai dalam kegiatan membangun komitmen belajar, sehingga
dengan demikian para peserta dengan sendirinya sadar akan peran dan
tanggung jawabnya dalam keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran
yang dilaksanakan pada pelatihan tersebut.

Norma kelas merupakan nilai yang diyakini oleh suatu kelompok atau
masyarakat, kemudian menjadi kebiasaan serta dipatuhi sebagai patokan
dalam perilaku kehidupan sehari hari kelompok/masyarakat tersebut. Norma
adalah gagasan, kepercayaan tentang kegiatan, instruksi, perilaku yang
seharusnya dipatuhi oleh suatu kelompok. Norma dalam suatu
pelatihan,adalah gagasan, kepercayaan tentang kegiatan, instruksi, perilaku
yang diterima oleh kelompok pelatihan, untuk dipatuhi oleh semua anggota
kelompok (peserta, pelatih/ fasilitator dan panitia).

Pokok Bahasan 5
e. Kontrol Efektif dalam Pelaksanaan Norma Kelas
Ketua kelas dan sekretaris beserta fasilitator memandu brainstorming tentang
sanksi apa yang harus diberlakukan bagi orang yang tidak mematuhi atau
melanggar norma yang telah disepakati agar komitmen yang dibangun
menjadi lebih kuat. Tuliskan hasil brainstorming di papan flipchart agar bisa
dibaca oleh semua peserta. Peserta difasilitasi sedemikian rupa sehingga
aktif dalam melakukan brainstorming, sehingga dapat dirumuskan sanksi
yang disepakati kelas. Kontrol kolektif merupakan kesepakatan bersama
tentang memelihara agar kesepakatan terhadap norma kelas ditaati. Biasanya
ditentukan dalam bentuk sanksi apa yang harus diberlakukan apabila norma
tidak ditaati atau dilanggar.

197 | P a g e
Pokok Bahasan 6
f. Organisasi Kelas
Dengan terbangunnya BLC, juga akan mendukung terwujudnya saling
percaya, saling kerja sama, saling membantu, saling memberi dan menerima,
sehingga tercipta suasana/lingkungan pembelajaran yang kondusif.

Fasilitator memandu peserta membuat rangkuman dari semua proses dan


hasil pembelajaran selama sesi ini. Fasilitator memberi ulasan singkat tentang
materi yang terkait dengan BLC. Fasilitator meminta peserta untuk berdiri
membentuk lingkaran sambil berpegangan tangan, dan mengucapkan ikrar
bersama untuk mencapai harapan kelas dan mematuhi norma yang telah
disepakati. Dan untuk mengakhiri sesi diminta kepada peserta secara
bersama-sama untuk bertepuk tangan. Fasilitator mengucapkan salam dan
mengajak semua peserta saling bersalaman.

VII. REFERENSI
A. Depkes RI, Pusdiklat Kesehatan, Kumpulan Games dan Energizer, Jakarta,
2004.
B. Munir, Baderel, Dinamika Kelompok, Penerapannya Dalam Laboratorium Ilmu
Perilaku, Jakarta, 2001.
C. LAN dan Pusdiklat Aparatur Kemenkes RI, Buku Panduan Dinamika
Kelompok, Jakarta:2010

198 | P a g e
VIII. LAMPIRAN

PERMAINAN UNTUK PERKENALAN DAN PENCAIRAN SUASANA

Perkenalan dan Pencairan suasana


(Masuk ke dalam dinamika kelompok untuk perkenalan)
Untuk memfasilitasi proses perkenalan dan pencairan suasana, fasilitator dapat
melakukan kegiatan interaktif melalui berbagai cara, seperti pada contoh berikut:

Deskripsi singkat :
Perkenalan merupakan proses yang sangat penting dalam suasana pelatihan untuk
menciptakan suasana akrab dan dinamika positif. Fasilitator harus menyiapkan
suasana agar para peserta, termasuk fasilitator, dapat saling mengenal satu sama
lain. Proses perkenalan yang dinamis dapat mencairkan suasana, mencipatkan
kondisi belajar yang mendukung di mana para peserta dapat dengan leluasa
mengungkapkan gagasan, ide dan pengalamannya, serta berbagi untuk memahami
masalah-masalah yang berkaitan dengan perilaku hidup bersih dan sehat dan
masalah kesehatans ecara umum. Proses belajar akan lebih kaya dengan
pembuktian yang ada di masyarakat.

Metode : Permainan kreatif


Waktu : 20 menit
Tujuan
 Mencairkan situasi kaku dan saling mengenal antar peserta sehingga mudah
untuk bekerja sama
 Terjadinya interaksi antar individu dalam kelompok secara lebih mendalam
dan dinamis
 Terbentuknya sikap kesetiakawanan, keterbukaan, dan kebersamaan antar
seluruh peserta.

Alat bantu (tergantung kepada permainan yang digunakan). Misalnya :


a. Spidol
b. Kertas plano

199 | P a g e
c. Kertas metaplan
d. Bola plastik/bola yang terbuat dari kertas koran

Langkah-langkah :
Acara perkenalan bisa dilakukan dengan beberapa cara, berikut ini 2 alternatif yang
bisa digunakan :
Alternatif 1 :
 Bagilah seluruh partisipan (peserta, fasilitator, dan panitia) menjadi beberapa
kelompok (5-6 kelompok).
 Pada setiap kelompok, setiap individu memperkenalkan dirinya kepada anggota
kelompok lainnya (nama lengkap, nama panggilan, dan lembaga asalnya serta
bisa ditambahkan hal-hal lain seperti : tanggal lahir, status perkawinan, jumlah
anak, hobi, dll)
 Perkenalan bisa dilanjutkan ke tingkat pleno, misalnya dengan cara meminta
kesediaan perwakilan kelompok untuk memperkenalkan seluruh anggota
kelompokknya.
 Jika seluruh anggota kelompok telah diperkenalkan, cobalah bersama dengan
seluruh partisipan untuk menghafal bersama nama seluruh partisipan pelatihan.
 Puncak acara perkenalan dapat dilakukan dengan menanyakan : siapa yang
paling banyak hafal nama partisipan? Untuk itu, mintalah kepada partisipan yang
mengatakan paling banyak hafal nama partisipan untuk membuktikan
kemampuannya menghafal nama partisipan dengan cara menyebut nama dan
menunjuk orangnya satu per satu.

Alternatif 2 :
 Mintalah partisipan berpasang-pasangan. Disaranka untuk berpasangan dengan
partsipan lain yang belum/kurang dikenal dan saling memperkenalkan diri.
 Setelah setiap pasangan selesai saling memperkenalkan diri, mintalah mereka
untuk memperkenalkan ke tingkat pleno dengan cara setiap orang
memperkenalkan secara rinci tentang pasangannya.
 Jika seluruh pasangan telah diperkenalkan, cobalah bersama dengan seluruh
partisipan untuk menghafal bersama nama seluruh partisipan pelatihan.

200 | P a g e
 Puncak acara perkenalan dapat dilakukan dengan menanyakan : siapa yang
paling banyak hafal nama partisipan? Untuk itu, mintalah kepada partisipan yang
mengatakan paling banyak hafal nama partisipan untuk membuktikan
kemampuannya menghafal nama partisipan dengan cara menyebut nama dan
menunjuk orangnya satu per satu.

Pencairan suasana ditujukan untuk membangun hubungan antar partisipan yang


kondusif (suasana kesetaraan : tidak kaku, tidak formal, tidak ada sekat-sekat) untuk
mencapai tujuan pelatihan dalam tingkat optimal. Pada akhir session ini, pastikanlah
bahwa seluruh partisipan sudah saling mengenal dan memiliki hubungan yang
akrab.

201 | P a g e
MATERI PENUNJANG 2
ANTI KORUPSI

I. DESKRIPSI SINGKAT
Korupsi yang terjadi di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan dan
berdampak buruk luar biasa pada hampir seluruh sendi kehidupan. Korupsi telah
menghancurkan sistem perekonomian, sistem demokrasi, sistem politik, sistem
hukum, sistem pemerintahan, dan tatanan sosial kemasyarakatan di negeri ini.
Upaya pemberantasan korupsi yang telah dilakukan selama ini belum
menunjukkan hasil yang optimal. Korupsi dalam berbagai tingkatan tetap saja
banyak terjadi seolah-olah telah menjadi bagian dari kehidupan kita yang
bahkan sudah dianggap sebagai hal yang biasa. Jika kondisi ini tetap kita
biarkan berlangsung maka cepat atau lambat korupsi akan menghancurkan
negeri ini.
Korupsi harus dipandang sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime)
yang oleh karena itu memerlukan upaya luar biasa pula untuk memberantasnya.
Upaya pemberantasan korupsi– yang terdiri dari dua bagian besar, yaitu (1)
penindakan, dan (2) pencegahan–tidak akan pernah berhasil optimal jika hanya
dilakukan oleh pemerintah saja tanpa melibatkan peran serta masyarakat.
Dalam rangka mempercepat pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun
2013 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi perlu disusun
Strategi Komunikasi Pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan korupsi di
Kementerian Kesehatan sebagai salah satu kegiatan reformasi birokrasi yang
dilaksanakan Kementerian Kesehatan agar para Pegawai Negeri Sipil di
lingkungan Kementerian Kesehatan terhindar dari perbuatan korupsi.
Salah satu upaya yang dilakukan dalam pencegahan dan pemberantasan
korupsi adalah dengan memberikan pengertian dan kesadaran melalui
pemahaman terhadap konsep serta penanaman nilai-nilai anti korupsi yang
selanjutnya dapat menjadi budaya dalam bekerja. Agar muatan tentang anti
korupsi dapat tersampaikan secara standar pada setiap pelatihan bagi para PNS
di lingkungan Kementerian Kesehatan maka perlu disusun modul anti korupsi
sebagai pegangan fasilitator dalam menyampaikan materi.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A.Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami Anti Korupsi.
B.Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu menjelaskan:
1. Konsep korupsi
202 | P a g e
2. Konsep anti korupsi
3. Upaya pencegahan korupsi dan pemberantasan korupsi
4. Tata cara pelaporan dugaan pelanggaran tindak pidana korupsi
5. Gratifikasi
6. Kasus-kasus korupsi

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN


A. Konsep Korupsi
1. Definisi korupsi
2. Ciri-ciri korupsi
3. Bentuk/jenis korupsi
4. Tingkatan korupsi
5. Faktor penyebab korupsi
6. Dasar hukum tentang korupsi
B. Konsep anti korupsi
1. Konsep Anti Korupsi
2. Nilai-nilai Anti Korupsi
3. Prinsip-prinsip Anti Korupsi
C. Upaya pencegahan korupsi dan pemberantasan korupsi
1. Upaya Pencegahan Korupsi
2. Upaya Pemberantasan Korupsi
3. Strategi Komunikasi Anti Korupsi
D. Tata cara pelaporan dugaan pelanggaran tindak pidana korupsi
1. Laporan
2. Penyelesaian Hasil Penanganan Pengaduan Masyarakat
3. Pengaduan
4. Tata Cara Penyampaian Pengaduan
5. Tim Penanganan Pengaduan Masyarakat Terpadu di Lingkungan
Kemenkes
6. Pencatatan Pengaduan
E. Gratifikasi
1. Pengertian Gratifikasi
2. Landasan Hukum Gratifikasi
3. Gratifikasi merupakan Tindak Pidana Korupsi
4. Contoh Gratifikasi
5. Sanksi Gratifikasi
F. Kasus-kasus Korupsi

IV. BAHAN BELAJAR


Modul dan bahan tayangan (slide power point)

203 | P a g e
V. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
Berikut merupakan langkah-langkah kegiatan pembelajaran:
Langkah 1
Pengkondisian Peserta
Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri
dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja, materi yang
akan disampaikan.
2. Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan
disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.

Langkah 2
Penyampaian Materi
Langkah pembelajaran:
Fasilitator menyampaikan paparan seluruh materi sesuai urutan pokok bahasan
dan sub pokok bahasan dengan menggunakan bahan tayang. Fasilitator
menyampaikan materi dengan metode ceramah tanya jawab, kemudian curah
pendapat.

Langkah 3
Latihan Kasus
Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator menyampaikan paparan kasus korupsi yang sering terjadi
2. Fasilitator membagi peserta menjadi beberapa kelompok tiap kelompok terdiri
dari 5 atau 6 orang peserta, untuk kasus yang sama dikerjakan oleh 2 atau 3
kelompok
3. Peserta berdiskusi didalam tiap kelompok
4. Fasilitator meminta wakil dari setiap kelompok untuk menyampaikan hasil
diskusi kelompoknya (hanya satu kelompok untuk satu kasus) dan kelompok
lainnya dengan kasus yang sama dapat memberikan komentar atau sebagai
penyanggah.
5. Fasilitator mengulas hasil diskusi yang terjadi di dalam tiap penyajian hasil
untuk tiap jenis kasus

Langkah 4
Rangkuman dan Kesimpulan
Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator melakukan evaluasi untuk mengetahui penyerapan peserta
terhadap materi yang disampaikan dan pencapaian tujuan pembelajaran.
2. Fasilitator merangkum poin-poin penting dari materi yang disampaikan.
3. Fasilitator membuat kesimpulan.

204 | P a g e
VI. URAIAN MATERI
Pokok Bahasan 1
A. Konsep Korupsi
Korupsi sesungguhnya sudah lama ada terutama sejak manusia pertama kali
mengenal tata kelola administrasi. Pada kebanyakan kasus korupsi yang
dipublikasikan media, seringkali perbuatan korupsi tidak lepas dari
kekuasaan, birokrasi, ataupun pemerintahan. Korupsi juga sering dikaitkan
pemaknaannya dengan politik.
Dasar atau landasan untuk memberantas dan menanggulangi korupsi adalah
memahami pengertian korupsi itu sendiri. Pada bagian ini dibahas mengenai
pengertian korupsi berdasarkan definisi umum dan pendapat para pakar.
1. Definisi Korupsi
Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruptio” (Fockema Andrea:
1951) atau “corruptus” (Webster Student Dictionary: 1960). Selanjutnya
dikatakan bahwa “corruptio” berasal dari kata “corrumpere”, suatu bahasa
Latin yang lebih tua. Dari bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah
“corruption, corrupt” (Inggris), “corruption” (Perancis) dan
“corruptie/korruptie” (Belanda). Arti kata korupsi secara harfiah adalah
kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak
bermoral, penyimpangan dari kesucian.

Ada banyak pengertian tentang korupsi, di antaranya adalah berdasarkan


Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), didefinisikan “penyelewengan atau
penggelapan uang negara atau perusahaan, dan sebagainya untuk
keperluan pribadi”.

Selanjutnya untuk beberapa pengertian lain, disebutkan bahwa


(Muhammad Ali: 1998):
a. Korup artinya busuk, suka menerima uang suap/sogok, memakai
kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan sebagainya;
b. Korupsi artinya perbuatan busuk seperti penggelapan uang,
penerimaan uang sogok, dan sebagainya; dan
c. Koruptor artinya orang yang melakukan korupsi.

Dengan demikian arti kata korupsi adalah sesuatu yang busuk, jahat dan
merusak, berdasarkan kenyataan tersebut perbuatan korupsi menyangkut:
sesuatu yang bersifat amoral, sifat dan keadaan yang busuk, menyangkut
jabatan instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan
dalam jabatan karena pemberian, menyangkut faktor ekonomi dan politik
dan penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di bawah
kekuasaan jabatan.

205 | P a g e
2. Ciri-Ciri Korupsi
Ada 6 ciri korupsi adalah sebagai berikut:
a. dilakukan oleh lebih dari satu orang;
b. merahasiakan motif; ada keuntungan yang ingin diraih;
c. berhubungan dengan kekuasaan/kewenangan tertentu;
d. berlindung di balik pembenaran hukum;
e. melanggar kaidah kejujuran dan norma hukum
f. mengkhianati kepercayaan

3. Jenis/Bentuk Korupsi
Berikut ini adalah berbagai bentuk korupsi yang diambil dari Buku Saku
yang dikeluarkan oleh KPK atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK:
2006).
No. Bentuk Korupsi Perbuatan Korupsi
1. Kerugian Keuangan Negara
 Secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau korporasi;
 Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada
2. Suap Menyuap
 Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Pegawai Negeri atau
penyelenggara negara .... dengan maksud supaya berbuat sesuatu atau
tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya;
 Memberi sesuatu kepada Pegawai Negeri atau penyelenggara negara ....
karena atau berhubungan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak
dilakukan dalam jabatannya;
 Memberi hadiah atau janji kepada Pegawai Negeri dengan mengingat
kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya
atau oleh pemberi hadiah/janji dianggap melekat pada jabatan atau kedu-
dukan tersebut;
3. Penggelapan Dalam Jabatan
 Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk
sementara waktu, dengan disimpan karena jabatannya, atau uang/surat
berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain atau membantu
dalam melakukan perbuatan tersebut;
 Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk
sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar
yang khusus untuk pemeriksaan adminstrasi;
 Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk
sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan, merusakkan atau
membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat atau daftar yang digu-
nakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang
berwenang, yang dikuasai karena jabatannya;

206 | P a g e
4. Pemerasan
 Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau
dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang
memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan
potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;

 Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan


tugas, meminta atau menerima pekerjaan atau penyerahan barang, seolah-
olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal
tersebut bu-kan merupakan utang;

5. Perbuatan Curang
 Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau
penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan,
melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang
atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang;
 Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau menyerahkan
bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang;

6. Benturan Kepentingan Dalam Pengadaan


Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak
langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau
perse-waan yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian
ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.
7. Gratifikasi
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara dianggap
pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang
berlawanan dengan kewajiban tugasnya.

4. Tingkatan Korupsi
Ada 3 (tiga) tingkatan korupsi seperti uraian di bawah ini:
a. Materi Benefit
Penyimpangan kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan material
baik bagi dirinya sendiri maupun orang kain. Korupsi pada level ini
merupakan tingkat paling membahayakan karena melibatkan kekuasaan
dan keuntungan material. Ini merupakan bentuk korupsi yang paling
banyak terjadi di Indonesia
b. Penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power)
Abuse of power merupakan korupsi tingkat menengah dan merupakan
segala bentuk penyimpangan yang dilakukan melalui struktur
kekuasaan, baik pada tingkat negara maupun lembaga-lembaga
struktural lainnya termasuk lembaga pendidikan tanpa mendapatkan
keuntungan materi.
c. Pengkhianatan terhadap kepercayaan (betrayal of trust)
 Pengkhianatan merupakan korupsi paling sederhana

207 | P a g e
 Orang yang berkhianat atau mengkhianati kepercayaan atau amanat
yang diterimanya adalah koruptor.
 Amanat dapat berupa apapun, baik materi maupun non materi
 Anggota DPR yang tidak menyampaikan aspirasi rakyat atau
memanfaatkan jabatan untuk kepentingan pribadi merupakan bentuk
korupsi.

5. Faktor Penyebab Korupsi


Agar dapat dilakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi maka perlu
diketahui faktor penyebab korupsi. Secara umum ada dua penyebab
korupsi yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

Berikut adalah faktor-faktor penyebab korupsi:


a. Penegakan hukum tidak konsisten: penegakan hukum hanya sebagai
make-up politik, sifatnya sementara, selalu berubah setiap berganti
pemerintahan.
b. Penyalahgunaan kekuasaan/wewenang, takut dianggap bodoh kalau
tidak menggunakan kesempatan.
c. Langkanya lingkungan yang antikorup: sistem dan pedoman antikorupsi
hanya dilakukan sebatas formalitas.
d. Rendahnya pendapatan penyelenggara negara. Pendapatan yang
diperoleh harus mampu memenuhi kebutuhan penyelenggara negara,
mampu mendorong penyelenggara negara untuk berprestasi dan
memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.
e. Kemiskinan, keserakahan: masyarakat kurang mampu melakukan
korupsi karena kesulitan ekonomi. Sedangkan mereka yang
berkecukupan melakukan korupsi karena serakah, tidak pernah puas
dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan.
f. Budaya memberi upeti, imbalan jasa, dan hadiah.
g. Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan korupsi:
saat tertangkap bisa menyuap penegak hukum sehingga dibebaskan
atau setidaknya diringankan hukumannya.
h. Budaya permisif/serba membolehkan; tidak mau tahu: menganggap
biasa bila ada korupsi, karena sering terjadi. Tidak peduli orang lain,
asal kepentingannya sendiri terlindungi

Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia


mengidentifikasi beberapa sebab terjadinya korupsi, yaitu: aspek individu
pelaku korupsi, aspek organisasi, aspek masyarakat tempat individu, dan
korupsi yang disebabkan oleh sistem yang buruk.

208 | P a g e
a. Aspek Individu Pelaku Korupsi
Korupsi yang disebabkan oleh individu, yaitu sifat tamak, moral kurang
kuat menghadapi godaan, penghasilan kurang mencukupi untuk
kebutuhan yang wajar, kebutuhan yang mendesak, gaya hidup
konsumtif, malas atau tidak mau bekerja keras, serta ajaran-ajaran
agama kurang diterapkan secara benar.
Aspek-aspek individu tersebut perlu mendapatkan perhatian bersama.
Sangatlah ironis, bangsa kita yang mengakui dan memberikan ruang
yang leluasa untuk menjalankan ibadat menurut agamanya masing-
masing, ternyata tidak banyak membawa implikasi positif terhadap
upaya pemberantasan korupsi.
Demikian pula dengan hidup konsumtif dan sikap malas. Perilaku
konsumtif tidak saja mendorong untuk melakukan tindakan kurupsi,
tetapi menggambarkan rendahnya sikap solidaritas sosial, karena
terdapat pemandangan yang kontradiktif antara gaya hidup mewah di
satu sisi dan kondisi kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pokok bagi
masyarakat miskin pada sisi lainnya.

b. Aspek Organisasi
Pada aspek organisasi, korupsi terjadi karena kurang adanya
keteladanan dari pimpinan, tidak adanya kultur organisasi yang benar,
sistem akuntabilitas di pemerintah kurang memadai, kelemahan sistem
pengendalian manajemen, serta manajemen yang lebih mengutamakan
hirarki kekuasaan dan jabatan cenderung akan menutupi korupsi yang
terjadi di dalam organisasi.
Hal tersebut ditandai dengan adanya resistensi atau penolakan secara
kelembagaan terhadap setiap upaya pemberantasan korupsi.
Manajemen yang demikian, menutup rapat bagi siapa pun untuk
membuka praktik korupsi kepada publik.

c. Aspek Masyarakat Tempat Individu dan Organisasi Berada


Aspek masyarakat tempat individu dan organisasi berada juga turut
menentukan, yaitu nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat yang
kondusif untuk melakukan korupsi.
Masyarakat seringkali tidak menyadari bahwa akibat tindakannya atau
kebiasaan dalam organisasinya secara langsung maupun tidak langsung
telah menanamkan dan menumbuhkan perilaku koruptif pada dirinya,
organisasi bahkan orang lain.
Secara sistematis lambat laun perilaku sosial yang koruptif akan
berkembang menjadi budaya korupsi sehingga masyarakat terbiasa
hidup dalam kondisi ketidaknyamanan dan kurang berpartisipasi dalam
pemberantasan korupsi.

209 | P a g e
d. Korupsi yang Disebabkan oleh Sistem yang Buruk
Sebab-sebab terjadinya korupsi menggambarkan bahwa perbuatan
korupsi tidak saja ditentukan oleh perilaku dan sebab-sebab yang
sifatnya individu atau perilaku pribadi yang koruptif, tetapi disebabkan
pula oleh sistem yang koruptif, yang kondusif bagi setiap individu untuk
melakukan tindakan korupsi. Sedangkan perilaku korupsi, sebagaimana
yang umum telah diketahui adalah korupsi banyak dilakukan oleh
pegawai negeri dalam bentuk penyalahgunaan kewenangan,
kesempatan, sarana jabatan, atau kedudukan. Tetapi korupsi dalam
artian memberi suap, juga banyak dilakukan oleh pengusaha dan kaum
profesional bahkan termasuk advokat.
Lemahnya tata kelola birokrasi di Indonesia dan maraknya tindak
korupsi baik ilegal maupun yang ”dilegalkan” dengan aturan-aturan yang
dibuat oleh penyelenggara negara, merupakan tantangan besar yang
masih harus dihadapi negara ini. Kualitas tata kelola yang buruk ini tidak
saja telah menurunkan kualitas kehidupan bangsa dan bernegara, tetapi
juga telah banyak memakan korban jiwa dan bahkan ancaman akan
terjadinya lost generation bagi Indonesia.
Dalam kaitannya dengan korupsi oleh lembaga birokrasi pemerintah,
beberapa faktor yang perlu mendapatkan perhatian adalah menyangkut
manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) dan penggajian pegawai
yang ditandai dengan kurangnya penghasilan, sistem penilaian prestasi
kerja yang tidak dievaluasi, serta tidak terkaitnya antara prestasi kerja
dengan penghasilan.
Korupsi yang disebabkan oleh sistem yang koruptif inilah yang pada
akhirnya akan menghambat tercapainya clean and good governance.
Jika kita ingin mencapai pada tujuan clean and good governance, maka
perlu dilakukan reformasi birokrasi yang terkait dengan pembenahan
sistem birokrasi tersebut.
Jika awalnya kepentingan bertahan hidup menjadi motif seseorang atau
sejumlah orang melakukan tindak pidana korupsi, pada tahap berikutnya
korupsi dimotivasi oleh bangunan sistem, yang hanya bisa terjadi karena
dukungan kerjasama antar sejumlah pelaku korupsi, pada berbagai
birokrasi sebagai bentuk korupsi berjamaah.

6. Dasar Hukum tentang Korupsi


Beberapa peraturan perundangan yang berkaitan dengan korupsi
adalah sebagai berikut:
a. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1);
b. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi;

210 | P a g e
c. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor XI/ MPR/ 1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih
dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme;
d. UU no. 28 Th. 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas
dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3851);
e. UU no. 31 Th. 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3874); sebagaimana telah
diubah dengan UU no. 20 Th. 2001.

Pokok Bahasan 2
B. Konsep Anti Korupsi
1. Definisi Anti korupsi
Anti korupsi merupakan kebijakan untuk mencegah dan menghilangkan
peluang bagi berkembangnya korupsi.
Anti korupsi adalah pencegahan. Pencegahan yang dimaksud adalah
bagaimana meningkatkan kesadaran individu untuk tidak melakukan korupsi
dan bagaimana menyelamatkan uang dan aset negara.
Peluang bagi berkembangnya korupsi dapat dihilangkan dengan melakukan
perbaikan sistem (sistem hukum, sistem kelembagaan) dan perbaikan
manusianya (moral dan kesejahteraan).
2. Nilai- nilai Anti Korupsi
Nilai-nilai anti korupsi yang akan dibahas meliputi kejujuran, kepedulian,
kemandirian, kedisiplinan, pertanggungjawaban, kerja keras, kesederhanaan,
keberanian, dan keadilan. Nilai-nilai inilah yang akan mendukung prinsip-
prinsip anti korupsi untuk dapat dijalankan dengan baik. Berikut ini adalah
uraian secara rinci untuk tiap nilai anti korupsi
a. Kejujuran
Menurut Sugono kata jujur dapat didefinisikan sebagai lurus hati, tidak
berbohong, dan tidak curang. Jujur adalah salah satu sifat yang sangat
penting bagi kehidupan pegawai, tanpa sifat jujur pegawai tidak akan
dipercaya dalam kehidupan sosialnya (Sugono: 2008).
Nilai kejujuran dalam kehidupan dunia kerja yang diwarnai dengan budaya
kerja sangat-lah diperlukan. Nilai kejujuran ibaratnya seperti mata uang
yang berlaku dimana-mana termasuk dalam kehidupan di dunia kerja. Jika
pegawai terbukti melakukan tindakan yang tidak jujur, baik pada lingkup
kerja maupun sosial, maka selamanya orang lain akan selalu merasa ragu
untuk mempercayai pegawai tersebut.
Sebagai akibatnya pegawai akan selalu mengalami kesulitan dalam
menjalin hubungan dengan orang lain. Hal ini juga akan menyebabkan
211 | P a g e
ketidaknyamanan bagi orang lain karena selalu merasa curiga terhadap
pegawai tersebut yang terlihat selalu berbuat curang atau tidak jujur. Selain
itu jika seorang pegawai pernah melakukan kecurangan ataupun
kebohongan, akan sulit untuk dapat memperoleh kembali kepercayaan dari
pegawai lainnya. Sebaliknya jika terbukti bahwa pegawai tersebut tidak
pernah melakukan tindakan kecurangan maupun kebohongan maka
pegawai ter-sebut tidak akan mengalami kesulitan yang disebabkan
tindakan tercela tersebut. Prinsip kejujuran harus dapat dipegang teguh
oleh setiap pegawai sejak masa-masa ini untuk memupuk dan membentuk
karakter mulia di dalam setiap pribadi pegawai.

b. Kepedulian
Menurut Sugono definisi kata peduli adalah mengindahkan, memperhatikan
dan menghiraukan (Sugono: 2008). Nilai kepedulian sangat penting bagi
seorang pegawai dalam kehidupan di dunia kerja dan di masyarakat.
Sebagai calon pemimpin masa depan, seorang pegawai perlu memiliki
rasa kepedulian terhadap lingkungannya, baik lingkungan di dalam dunia
kerja maupun lingkungan di luar dunia kerja.
Rasa kepedulian seorang pegawai harus mulai ditumbuhkan sejak berada
di dunia kerja. Oleh karena itu upaya untuk mengembangkan sikap peduli
di kalangan pegawai sebagai subjek kerja sangat penting. Seorang
pegawai dituntut untuk peduli terhadap proses belajar mengajar di dunia
kerja, terhadap pengelolalaan sumber daya di dunia kerja secara efektif
dan efisien, serta terhadap berbagai hal yang berkembang di dalam dunia
kerja. pegawai juga dituntut untuk peduli terhadap lingkungan di luar dunia
kerja.
Beberapa upaya yang bisa dilakukan sebagai wujud kepedulian di
antaranya adalah dengan menciptakan sikap tidak berbuat curang atau
tidak jujur. Selain itu jika seorang pegawai pernah melakukan kecurangan
ataupun kebohongan, akan sulit untuk dapat memperoleh kembali
kepercayaan dari pegawai lainnya. Sebaliknya jika terbukti bahwa pegawai
tersebut tidak pernah melakukan tindakan kecurangan maupun
kebohongan maka pegawai tersebut tidak akan mengalami kesulitan yang
disebabkan tindakan tercela tersebut.

c. Kemandirian
Kondisi mandiri bagi pegawai dapat diartikan sebagai proses
mendewasakan diri yaitu dengan tidak bergantung pada orang lain untuk
mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya. Hal ini penting untuk masa
depannya dimana pegawai tersebut harus mengatur kehidupannya dan
orang-orang yang berada di bawah tanggung jawabnya sebab tidak
mungkin orang yang tidak dapat mandiri (mengatur dirinya sendiri) akan
mampu mengatur hidup orang lain. Dengan karakter kemandirian tersebut
212 | P a g e
pegawai dituntut untuk mengerjakan semua tanggung jawab dengan
usahanya sendiri dan bukan orang lain (Supardi: 2004).

d. Kedisiplinan
Menurut Sugono definisi kata disiplin adalah ketaatan (kepatuhan) kepada
peraturan (Sugono,2008). Dalam mengatur kehidupan dunia kerja baik
kerja maupun sosial pegawai perlu hidup disiplin. Hidup disiplin tidak berarti
harus hidup seperti pola militer di barak militier namun hidup disiplin bagi
pegawai adalah dapat mengatur dan mengelola waktu yang ada untuk
dipergunakan dengan sebaik-baiknya untuk menyelesaikan tugas baik
dalam lingkup kerja maupun sosial dunia kerja.
Manfaat dari hidup yang disiplin adalah pegawai dapat mencapai tujuan
hidupnya dengan waktu yang lebih efisien. Disiplin juga membuat orang
lain percaya dalam mengelola suatu kepercayaan. Nilai kedisiplinan dapat
diwujudkan antara lain dalam bentuk kemampuan mengatur waktu dengan
baik, kepatuhan pada seluruh peraturan dan ketentuan yang berlaku di
dunia kerja, mengerjakan segala sesuatunya tepat waktu, dan fokus pada
pekerjaan.

e. Tanggung Jawab
Menurut Sugono definisi kata tanggung jawab adalah keadaan wajib
menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut,
dipersalahkan dan diperkarakan) (Sugono, 2008).
Pegawai adalah sebuah status yang ada pada diri seseorang yang telah
lulus dari penkerjaan terakhirnya yang melanjutkan pekerjaan dalam
sebuah lembaga yang bernama organisasi. Pegawai yang memiliki rasa
tanggung jawab akan memiliki kecenderungan menyelesaikan tugas lebih
baik dibanding pegawai yang tidak memiliki rasa tanggung jawab. pegawai
yang memiliki rasa tanggung jawab akan mengerjakan tugas dengan
sepenuh hati karena berpikir bahwa jika suatu tugas tidak dapat
diselesaikan dengan baik dapat merusak citra namanya di depan orang
lain. pegawai yang dapat diberikan tanggung jawab yang kecil dan berhasil
melaksanakannya dengan baik berhak untuk mendapatkan tanggung
jawab yang lebih besar lagi sebagai hasil dari kepercayaan orang lain
terhadap pegawai tersebut. pegawai yang memiliki rasa tanggung jawab
yang tinggi mudah untuk dipercaya orang lain dalam masyarakat misalkan
dalam memimpin suatu kepanitiaan yang diadakan di dunia kerja.
Tanggung jawab adalah menerima segala sesuatu dari sebuah perbuatan
yang salah, baik itu disengaja maupun tidak disengaja. Tanggung jawab
tersebut berupa perwujudan kesadaran akan kewajiban menerina dan
menyelesaikan semua masalah yang telah di lakukan. Tanggung jawab
juga merupakan suatu pengabdian dan pengorbanan.

213 | P a g e
f. Kerja Keras
Bekerja keras didasari dengan adanya kemauan. Kata ”kemauan”
menimbulkan asosiasi dengan ketekadan, ketekunan, daya tahan, tujuan
jelas, daya kerja, pendirian, pengendalian diri, keberanian, ketabahan,
keteguhan, tenaga, kekuatan, kelaki-lakian dan pantang mundur. Adalah
penting sekali bahwa kemauan pegawai harus berkembang ke taraf yang
lebih tinggi karena harus menguasai diri sepenuhnya lebih dulu untuk bisa
menguasai orang lain. Setiap kali seseorang penuh dengan harapan dan
percaya, maka akan menjadi lebih kuat dalam melaksanakan
pekerjaannya. Jika interaksi antara individu pegawai dapat dicapai
bersama dengan usaha kerja keras maka hasil yang akan dicapai akan
semakin optimum.
Bekerja keras merupakan hal yang penting guna tercapainya hasil yang
sesuai dengan target. Akan tetapi bekerja keras akan menjadi tidak
berguna jika tanpa adanya pengetahuan. Di dalam dunia kerja, para
pegawai diperlengkapi dengan berbagai ilmu pengetahuan.

g. Sederhana
Gaya hidup pegawai merupakan hal yang penting dalam interaksi dengan
masyarakat disekitarnya. Gaya hidup sederhana sebaiknya perlu
dikembangkan sejak pegawai mengenyam masa pekerjaannya. Dengan
gaya hidup sederhana, setiap pegawai dibiasakan untuk tidak hidup boros,
hidup sesuai dengan kemampuannya dan dapat memenuhi semua
kebutuhannya. Kerap kali kebutuhan diidentikkan dengan keinginan
semata, padahal tidak selalu kebutuhan sesuai dengan keinginan dan
sebaliknya.
Dengan menerapkan prinsip hidup sederhana, pegawai dibina untuk
memprioritaskan kebutuhan di atas keinginannya. Prinsip hidup sederhana
ini merupakan parameter penting dalam menjalin hubungan antara sesama
pegawai karena prinsip ini akan mengatasi permasalahan kesenjangan
sosial, iri, dengki, tamak, egois, dan yang sikap-sikap negatif lainnya
lainnya. Prinsip hidup sederhana juga menghindari seseorang dari
keinginan yang berlebihan.

h. Keberanian
Jika kita temui di dalam dunia kerja, ada banyak pegawai yang sedang
mengalami kesulitan dan kekecewaan. Meskipun demikian, untuk
menumbuhkan sikap keberanian demi mempertahankan pendirian dan
keyakinan pegawai, terutama sekali pegawai harus mempertimbangkan
berbagai masalah dengan sebaik-baiknya. Nilai keberanian dapat
dikembangkan oleh pegawai dalam kehidupan di dunia kerja dan di luar
dunia kerja. Antara lain dapat diwujudkan dalam bentuk berani mengatakan
dan membela kebenaran, berani mengakui kesalahan, berani bertanggung
214 | P a g e
jawab, dan lain sebagainya Prinsip akuntabilitas dapat mulai diterapkan
oleh pegawai dalam kehidupan sehari-hari sebagai pegawai Misalnya
program-program kegiatan arus dibuat dengan mengindahkan aturan yang
berlaku di dunia kerja dan dijalankan sesuai dengan aturan.

i. Keadilan
Berdasarkan arti katanya, adil adalah sama berat, tidak berat sebelah, tidak
memihak. Bagi pegawai karakter adil ini perlu sekali dibina agar pegawai
dapat belajar mempertimbangkan dan mengambil keputusan secara adil
dan benar.

3. Prinsip-prinsip Anti Korupsi


Setelah memahami nilai-nilai anti korupsi yang penting untuk mencegah faktor
internal terjadinya korupsi, berikut akan dibahas prinsip-prinsip Anti-korupsi
yang meliputi akuntabilitas, transparansi, kewajaran, kebijakan, dan kontrol
kebijakan, untuk mencegah faktor eksternal penyebab korupsi.

Ada 5 (lima) prinsip anti korupsi:


a. Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kesesuaian antara aturan dan pelaksanaan kerja.
Semua lembaga mempertanggung jawabkan kinerjanya sesuai aturan main
baik dalam bentuk konvensi (de facto) maupun konstitusi (de jure), baik
pada level budaya (individu dengan individu) maupun pada level lembaga
(Bappenas: 2002). Lembaga-lembaga tersebut berperan dalam sektor
bisnis, masyarakat, publik, maupun interaksi antara ketiga sektor.
Akuntabilitas publik secara tradisional dipahami sebagai alat yang
digunakan untuk mengawasi dan mengarahkan perilaku administrasi
dengan cara memberikan kewajiban untuk dapat memberikan jawaban
(answerability) kepada sejumlah otoritas eksternal (Dubnik, 2005). Selain
itu akuntabilitas publik dalam arti yang paling fundamental merujuk kepada
kemampuan menjawab kepada seseorang terkait dengan kinerja yang
diharapkan (Pierre, 2007). Seseorang yang diberikan jawaban ini haruslah
seseorang yang memiliki legitimasi untuk melakukan pengawasan dan
mengharapkan kinerja (Prasojo, 2005).
Akuntabilitas publik memiliki pola-pola tertentu dalam mekanismenya,
antara lain adalah akuntabilitas program, akuntabilitas proses, akuntabilitas
keuangan, akuntabilitas outcome, akuntabilitas hukum, dan akuntabilitas
politik (Puslitbang, 2001). Dalam pelaksanaannya, akuntabilitas harus
dapat diukur dan dipertanggungjawabkan melalui mekanisme pelaporan
dan pertanggungjawaban atas semua kegiatan yang dilakukan. Evaluasi
atas kinerja administrasi, proses pelaksanaan, dampak dan manfaat yang
diperoleh masyarakat baik secara langsung maupun manfaat jangka
panjang dari sebuah kegiatan.
215 | P a g e
b. Transparansi
Transparansi adalah satu prinsip penting anti korupsi lainnya adalah
transparansi. Prinsip transparansi ini penting karena pemberantasan
korupsi dimulai dari transparansi dan mengharuskan semua proses
kebijakan dilakukan secara terbuka, sehingga segala bentuk
penyimpangan dapat diketahui oleh publik (Prasojo: 2007).
Selain itu transparansi menjadi pintu masuk sekaligus kontrol bagi seluruh
proses dinamika struktural kelembagaan. Dalam bentuk yang paling
sederhana, transparansi mengacu pada keterbukaan dan kejujuran untuk
saling menjunjung tinggi kepercayaan (trust) karena kepercayaan,
keterbukaan, dan kejujuran ini merupakan modal awal yang sangat
berharga bagi para pegawai untuk dapat melanjutkan tugas dan
tanggungjawabnya pada masa kini dan masa mendatang (Kurniawan:
2010).
Dalam prosesnya, transparansi dibagi menjadi lima yaitu 1) proses
penganggaran, 2) proses penyusunan kegiatan, 3) proses pembahasan, 4)
proses pengawasan, dan 5) proses evaluasi.
1) Proses penganggaran bersifat bottom up, mulai dari perencanaan,
implementasi, laporan pertanggung-jawaban dan penilaian (evaluasi)
terhadap kinerja anggaran.
2) Proses penyusunan kegiatan atau proyek pembangunan terkait
dengan proses pembahasan tentang sumber-sumber pendanaan
(anggaran pendapatan) dan alokasi anggaran (anggaran belanja).
3) Proses pembahasan membahas tentang pembuatan rancangan
peraturan yang berkaitan dengan strategi penggalangan (pemungutan)
dana, mekanisme pengelolaan proyek mulai dari pelaksanaan tender,
pengerjaan teknis, pelaporan finansial dan pertanggungjawaban secara
teknis.
4) Proses pengawasan dalam pelaksanaan program dan proyek
pembangunan berkaitan dengan kepentingan publik dan yang lebih
khusus lagi adalah proyek-proyek yang diusulkan oleh masyarakat
sendiri. Proses lainnya yang penting adalah proses evaluasi.
5) Proses evaluasi ini berlaku terhadap penyelenggaraan proyek
dijalankan secara terbuka dan bukan hanya pertanggungjawaban secara
administratif, tapi juga secara teknis dan fisik dari setiap out put kerja-
kerja pembangunan.

Hal-hal tersebut merupakan panduan bagi pegawai untuk dapat


melaksanakan kegiatannya agar lebih baik. Setelah pembahasan prinsip
ini, pegawai sebagai individu dan juga bagian dari masyarakat/
organisasi/institusi diharapkan dapat mengimplementasikan prinsip
transparansi di dalam kehidupan keseharian pegawai.
216 | P a g e
c. Kewajaran
Prinsip anti korupsi lainnya adalah prinsip kewajaran. Prinsip fairness atau
kewajaran ini ditujukan untuk mencegah terjadinya manipulasi
(ketidakwajaran) dalam penganggaran, baik dalam bentuk mark up
maupun ketidakwajaran lainnya. Sifat-sifat prinsip kewajaran ini terdiri dari
lima hal penting yaitu komprehensif dan disiplin, fleksibilitas, terprediksi,
kejujuran, dan informatif.
Komprehensif dan disiplin berarti mempertimbangkan keseluruhan aspek,
berkesinam-bungan, taat asas, prinsip pembebanan, pengeluaran dan
tidak melampaui batas (off budget), sedangkan fleksibilitas artinya adalah
adanya kebijakan tertentu untuk mencapai efisiensi dan efektifitas.
Terprediksi berarti adanya ketetapan dalam perencanaan atas dasar asas
value for money untuk menghindari defisit dalam tahun anggaran berjalan.
Anggaran yang terprediksi merupakan cerminan dari adanya prinsip
fairness.
Prinsip kewajaran dapat mulai diterapkan oleh pegawai dalam kehidupan di
dunia kerja. Misalnya, dalam penyusunan anggaran program kegiatan
kepegawaian harus dilakukan secara wajar. Demikian pula dalam
menyusun laporan pertanggung-jawaban, harus disusun dengan penuh
tanggung-jawab.

d. Kebijakan
Prinsip anti korupsi yang keempat adalah prinsip kebijakan. Pembahasan
mengenai prinsip ini ditujukan agar pegawai dapat mengetahui dan
memahami kebijakan anti korupsi. Kebijakan ini berperan untuk mengatur
tata interaksi agar tidak terjadi penyimpangan yang dapat merugikan
negara dan masyarakat. Kebijakan anti korupsi ini tidak selalu identik
dengan undang-undang anti-korupsi, namun bisa berupa undang-undang
kebebasan mengakses informasi, undang-undang desentralisasi, undang-
undang anti-monopoli, maupun lainnya yang dapat memudahkan
masyarakat mengetahui sekaligus mengontrol terhadap kinerja dan
penggunaan anggaran negara oleh para pejabat negara.
Aspek-aspek kebijakan terdiri dari isi kebijakan, pembuat kebijakan,
pelaksana kebijakan, kultur kebijakan. Kebijakan anti-korupsi akan efektif
apabila didalamnya terkandung unsur-unsur yang terkait dengan persoalan
korupsi dan kualitas dari isi kebijakan tergantung pada kualitas dan
integritas pembuatnya.
Kebijakan yang telah dibuat dapat berfungsi apabila didukung oleh aktor-
aktor penegak kebijakan yaitu kementerian, kejaksaan, pengadilan,
pengacara, dan lembaga pemasyarakatan.
Eksistensi sebuah kebijakan tersebut terkait dengan nilai-nilai,
pemahaman, sikap, persepsi, dan kesadaran masyarakat terhadap hukum
atau undang-undang anti korupsi. Lebih jauh lagi, kultur kebijakan ini akan
217 | P a g e
menentukan tingkat partisipasi masyarakat dalam pemberantasan korupsi.

e. Kontrol Kebijakan
Prinsip terakhir anti korupsi adalah kontrol kebijakan. Kontrol kebijakan
merupakan upaya agar kebijakan yang dibuat betul-betul efektif dan
mengeliminasi semua bentuk korupsi. Pada prinsip ini, akan dibahas
mengenai lembaga-lembaga pengawasan di Indonesia, self-evaluating
organization, reformasi sistem pengawasan di Indonesia, problematika
pengawasan di Indonesia.
Bentuk kontrol kebijakan berupa partisipasi, evolusi dan reformasi. Kontrol
kebijakan berupa partisipasi yaitu melakukan kontrol terhadap kebijakan
dengan ikut serta dalam penyusunan dan pelaksanaannya dan kontrol
kebijakan berupa oposisi.

Pokok Bahasan 3
C. Upaya Pencegahan Korupsi dan Pemberantasan Korupsi
Korupsi masih terjadi secara masif dan sistematis. Praktiknya bisa berlangsung
dimanapun, di lembaga negara, lembaga privat, hingga di kehidupan sehari-hari.
Melihat kondisi seperti itu, maka pencegahan menjadi layak didudukkan sebagai
strategi perdananya. Pada bab sebelumnya telah dijelaskan pengertian korupsi,
faktor-faktor penyebab korupsi, nilai-nilai yang perlu dikembangkan untuk
mencegah seseorang melakukan korupsi atau perbuatan-perbuatan koruptif. dan
prinsip-prinsip upaya pemberantasan korupsi. Ada yang mengatakan bahwa
upaya yang paling tepat untuk memberantas korupsi adalah menghukum seberat-
beratnya pelaku korupsi. Dengan demikian, bidang hukum khususnya hukum
pidana akan dianggap sebagai jawaban yang paling tepat untuk memberantas
korupsi.
Merupakan sebuah realita bahwa kita sudah memiliki berbagai perangkat hukum
untuk memberantas korupsi yaitu peraturan perundang-undangan. Kita memiliki
lembaga serta aparat hukum yang mengabdi untuk menjalankan peraturan
tersebut baik keKemenkesan, kejaksaan, dan pengadilan. Kita bahkan memiliki
sebuah lembaga independen yang bernama Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) yang kesemuanya dibentuk salah satunya untuk memberantas korupsi.
Namun korupsi tetap tumbuh subur dan berkembang dengan pesat. Sedihnya
lagi, dalam realita ternyata lembaga dan aparat yang telah ditunjuk tersebut dalam
beberapa kasus justru ikut menumbuh suburkan korupsi yang terjadi di Indonesia.
Ada pula pendapat yang mengatakan bahwa bekal penkerjaan (termasuk
Pekerjaan Agama) memegang peranan yang sangat penting untuk mencegah
korupsi. Yang cukup mengejutkan, negara-negara yang tingkat korupsinya
cenderung tinggi, justru adalah negara-negara yang masyarakatnya dapat
dikatakan cukup taat beragama.

218 | P a g e
Ada yang mengatakan bahwa untuk memberantas korupsi, sistem dan lembaga
pemerintahan serta lembaga-lembaga negara harus direformasi. Reformasi ini
meliputi reformasi terhadap:
 sistem
 kelembagaan maupun pejabat publiknya
 ruang untuk korupi harus diperkecil
 transparansi dan akuntabilitas serta
 akses untuk mempertanyakan apa yang dilakukan pejabat publik harus
ditingkatkan

Pada bagian atau bab ini, akan dipaparkan berbagai upaya pencegahan dan
pemberantasan korupsi yang dapat dan telah dipraktikkan di berbagai negara.
Ada beberapa bahan menarik yang dapat didiskusikan dan digali bersama untuk
melihat upaya yang dapat kita lakukan untuk memberantas korupsi.
1. Upaya Pencegahan Korupsi
Berikut akan dipaparkan berbagai upaya atau strategi yang dilakukan untuk
memberantas korupsi yang dikembangkan oleh United Nations yang
dinamakan the Global Program Against Corruption dan dibuat dalam bentuk
United Nations Anti-Corruption Toolkit (UNODC : 2004).
a) Pembentukan Lembaga Anti-Korupsi
Salah satu cara untuk memberantas korupsi adalah dengan membentuk
lembaga yang independen yang khusus menangani korupsi. Sebagai contoh
di beberapa negara didirikan lembaga yang dinamakan Ombudsman. Peran
lembaga ombudsman yang kemudian berkembang pula di negara lain
antara lain menyediakan sarana bagi masyarakat yang hendak
mengkomplain apa yang dilakukan oleh Lembaga Pemerintah dan
pegawainya. Selain itu lembaga ini juga memberikan edukasi pada
pemerintah dan masyarakat serta mengembangkan standar perilaku serta
code of conduct bagi lembaga pemerintah maupun lembaga hukum yang
membutuhkan. Salah satu peran dari ombudsman adalah mengembangkan
kepedulian serta pengetahuan masyarakat mengenai hak mereka untuk
mendapat perlakuan yang baik, jujur dan efisien dari pegawai pemerintah
(UNODC: 2004).

Indonesia sudah memiliki Lembaga yang secara khusus dibentuk untuk


memberantas korupsi. Lembaga tersebut adalah Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK). Apa saja yang sudah dilakukan oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) untuk mencegah dan memberantas korupsi? Adakah yang
masih harus diperbaiki dari kinerja KPK yang merupakan lembaga
independen anti-korupsi yang ada di Indonesia? Ada beberapa negara yang
tidak memiliki lembaga khusus yang memiliki kewenangan seperti KPK
Namun tingkat korupsi di negara-negara tersebut sangat rendah. Mengapa?
Salah satu jawabannya adalah lembaga peradilannya telah berfungsi
219 | P a g e
dengan baik dan aparat penegak hukumnya bekerja dengan penuh
integritas.

Pengadilan adalah jantungnya penegakan hukum yang harus bersikap


imparsial (tidak memihak), jujur dan adil. Banyak kasus korupsi yang tidak
terjerat oleh hukum karena kinerja lembaga peradilan yang sangat buruk.
Bila kinerjanya buruk karena tidak mampu (unable), mungkin masih dapat
dimaklumi. Ini berarti pengetahuan serta ketrampilan aparat penegak hukum
harus ditingkatkan. Yang menjadi masalah adalah bila mereka tidak mau
(unwilling) atau tidak memiliki keinginan yang kuat (strong political will) untuk
memberantas korupsi, atau justru terlibat dalam berbagai perkara korupsi. Di
tingkat departemen, kinerja lembaga-lembaga audit seperti Inspektorat
Jenderal harus ditingkatkan. Selama ini ada kesan bahwa lembaga ini sama
sekali ‘tidak punya gigi’ ketika berhadapan dengan korupsi yang melibatkan
pejabat tinggi.

Reformasi birokrasi dan reformasi pelayanan publik adalah salah satu cara
untuk mencegah korupsi. Semakin banyak meja yang harus dilewati untuk
mengurus suatu hal, semakin banyak pula kemungkinan untuk terjadinya
korupsi. Salah satu cara untuk menghindari praktik suap menyuap dalam
rangka pelayanan publik adalah dengan mengumumkan secara resmi biaya
yang harus dikeluarkan oleh seseorang untuk mengurus suatu hal seperti
mengurus paspor, mengurus SIM, mengurus ijin usaha atau Ijin Mendirikan
Bangunan (IMB) dsb. Salah satu hal yang juga cukup krusial untuk
mengurangi risiko korupsi adalah dengan memperbaiki dan memantau
kinerja Pemerintah Daerah. Sebelum Otonomi Daerah diberlakukan,
umumnya semua kebijakan diambil oleh Pemerintah Pusat. Dengan
demikian korupsi besar-besaran umumnya terjadi di Ibukota negara atau di
Jakarta. Dengan otonomi yang diberikan kepada Pemerintah Daerah,
kantong korupsi tidak terpusat hanya di ibukota negara saja tetapi
berkembang di berbagai daerah. Untuk itu kinerja dari aparat pemerintahan
di daerah juga perlu diperbaiki dan dipantau atau diawasi terbukti melakukan
korupsi

Selain sistem perekruitan, sistem penilaian kinerja pegawai negeri yang


menitikberatkan pada pada proses (proccess oriented) dan hasil kerja akhir
(result oriented) perlu dikembangkan. Untuk meningkatkan budaya kerja dan
motivasi kerja pegawai negeri, bagi pegawai negeri yang berprestasi perlu
diberi insentif yang sifatnya positif. Pujian dari atasan, penghargaan, bonus
atau jenis insentif lainnya dapat memacu kinerja pegawai negeri.

b) Pencegahan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat


Salah satu upaya pencegahan korupsi adalah memberi hak pada
220 | P a g e
masyarakat untuk mendapatkan akses terhadap informasi (access to
information). Sebuah sistem harus dibangun di mana kepada masyarakat
(termasuk media) diberikan hak meminta segala informasi yang berkaitan
dengan kebijakan pemerintah yang mempengaruhi hajat hidup orang
banyak. Hak ini dapat meningkatkan keinginan pemerintah untuk membuat
kebijakan dan menjalankannya secara transparan. Pemerintah memiliki
kewajiban melakukan sosialisasi atau diseminasi berbagai kebijakan yang
dibuat dan akan dijalankan. Isu mengenai public awareness atau kesadaran
serta kepedulian publik terhadap bahaya korupsi dan isu pemberdayaan
masyarakat adalah salah satu bagian.

c) Pencegahan Korupsi di Sektor Publik


Salah satu cara untuk mencegah korupsi adalah dengan mewajibkan
pejabat publik untuk melaporkan dan mengumumkan jumlah kekayaan yang
dimiliki baik sebelum maupun sesudah menjabat. Dengan demikian
masyarakat dapat memantau tingkat kewajaran peningkatan jumlah
kekayaan yang dimiliki khususnya apabila ada peningkatan jumlah kekayaan
setelah selesai menjabat.
Untuk kontrak pekerjaan atau pengadaan barang baik di pemerintahan
pusat, daerah maupun militer, salah satu cara untuk memperkecil potensi
korupsi adalah dengan melakukan lelang atau penawaran secara terbuka.
Masyarakat harus diberi otoritas atau akses untuk dapat memantau dan
memonitor hasil dari pelelangan atau penawaran tersebut. Untuk itu harus
dikembangkan sistem yang dapat memberi kemudahan bagi masyarakat
untuk ikut memantau ataupun memonitor hal ini yang sangat penting dari
upaya memberantas korupsi.

Salah satu cara untuk meningkatkan public awareness adalah dengan


melakukan kampanye tentang bahaya korupsi. Sosialisasi serta diseminasi
di ruang publik mengenai apa itu korupsi, dampak korupsi dan bagaimana
memerangi korupsi harus diintensifkan. Kampanye tersebut dapat dilakukan
dengan menggunakan media massa (baik cetak maupun tertulis),
melakukan seminar dan diskusi

Spanduk dan poster yang berisi ajakan untuk menolak segala bentuk
korupsi ‘harus’ dipasang di kantor-kantor pemerintahan sebagai media
kampanye tentang bahaya korupsi bahkan memasukkan materi budaya anti
korupsi menajdi bagian dari pembelajaran pada pelatihan bagi aparatur sipil
negara. Salah satu cara untuk ikut memberdayakan masyarakat dalam
mencegah dan memberantas korupsi adalah dengan menyediakan sarana
bagi masyarakat untuk melaporkan kasus korupsi.

221 | P a g e
Sebuah mekanisme harus dikembangkan dimana masyarakat dapat dengan
mudah dan bertanggungjawab melaporkan kasus korupsi yang diketahuinya.
Mekanisme tersebut harus dipermudah atau disederhanakan misalnya via
telepon, surat atau telex. Di beberapa Negara, pasal mengenai ‘fitnah’ dan
“pencemaran nama baik” tidak dapat diberlakukan untuk mereka yang
melaporkan kasus korupsi dengan pemikiran bahwa bahaya korupsi
dianggap lebih besar dari pada kepentingan individu. Pers yang bebas
adalah salah satu pilar dari demokrasi. Semakin banyak informasi yang
diterima oleh masyarakat, semakin paham mereka akan bahaya korupsi.
Media memiliki fungsi yang efektif untuk melakukan pengawasan atas
perilaku pejabat publik.

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau NGOs baik tingat lokal atau
internasional juga memiliki peranan penting untuk mencegah dan
memberantas korupsi. Mereka adalah bagian dari masyarakat sipil (civil
society) yang keberadaannya tidak dapat diremehkan begitu saja. Sejak era
reformasi, LSM baru yang bergerak di bidang Anti-Korupsi banyak
bermunculan. Sama seperti pers yang bebas, LSM memiliki fungsi untuk
melakukan pengawasan atas perilaku pejabat publik.

Mengacu pada berbagai aspek yang dapat menjadi penyebab terjadinya


korupsi sebagaimana telah dipaparkan dalam bab sebelumnya, dapat
dikatakan bahwa penyebab korupsi terdiri atas faktor internal dan faktor
eksternal.

Faktor internal merupakan penyebab korupsi yang datangnya dari diri


pribadi atau individu, sedangkan faktor eksternal berasal dari lingkungan
atau sistem. Upaya pencegahan korupsi pada dasarnya dapat dilakukan
dengan menghilangkan, atau setidaknya mengurangi, kedua faktor
penyebab korupsi tersebut. Faktor internal sangat ditentukan oleh kuat
tidaknya nilai-nilai anti korupsi tertanam dalam diri setiap individu. Nilai-nilai
anti korupsi tersebut antara lain meliputi kejujuran, kemandirian,
kedisiplinan, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, keberanian, dan
keadilan.

Nilai-nilai anti korupsi itu perlu diterapkan oleh setiap individu untuk dapat
mengatasi faktor eksternal agar korupsi tidak terjadi. Untuk mencegah
terjadinya faktor eksternal, selain memiliki nilai-nilai anti korupsi, setiap
individu perlu memahami dengan mendalam prinsip-prinsip anti korupsi yaitu
akuntabilitas, transparansi, kewajaran, kebijakan, dan kontrol kebijakan
dalam suatu organisasi/ institusi/ masyarakat. Oleh karena itu hubungan
antara prinsip-prinsip dan nilai-nilai anti korupsi merupakan satu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan.
222 | P a g e
2. Upaya Pemberantasan Korupsi
Tidak ada jawaban yang tunggal dan sederhana untuk menjawab mengapa
korupsi timbul dan berkembang demikian masif di suatu negara. Ada yang
menyatakan bahwa korupsi ibarat penyakit ‘kanker ganas’ yang sifatnya tidak
hanya kronis tapi juga akut. Ia menggerogoti perekonomian sebuah negara
secara perlahan, namun pasti. Penyakit ini menempel pada semua aspek
bidang kehidupan masyarakat sehingga sangat sulit untuk diberantas. Perlu
dipahami bahwa dimanapun dan sampai pada tingkatan tertentu, korupsi
memang akan selalu ada dalam suatu negara atau masyarakat.
Dalam pemberantasan korupsi sangat penting untuk menghubungkan strategi
atau upaya pemberantasan korupsi dengan melihat karakteristik dari berbagai
pihak yang terlibat serta lingkungan di mana mereka bekerja atau beroperasi.
Tidak ada jawaban, konsep atau program tunggal untuk setiap negara atau
organisasi.

Upaya yang paling tepat untuk memberantas korupsi adalah dengan


memberikan pidana atau menghukum seberat-beratnya pelaku korupsi.
Dengan demikian bidang hukum khususnya hukum pidana akan dianggap
sebagai jawaban yang paling tepat untuk memberantas korupsi.

Untuk memberantas korupsi tidak dapat hanya mengandalkan hukum


(pidana) saja dalam memberantas korupsi.

Padahal beberapa kalangan mengatakan bahwa cara untuk memberantas


korupsi yang paling ampuh adalah dengan memberikan hukuman yang
seberat-beratnya kepada pelaku korupsi. Kepada pelaku yang terbukti telah
melakukan korupsi memang tetap harus dihukum (diberi pidana), namun
berbagai upaya lain harus tetap terus dikembangkan baik untuk mencegah
korupsi maupun untuk menghukum pelakunya

Adakah gunanya berbagai macam peraturan perundang-undangan, lembaga


serta sistem yang dibangun untuk menghukum pelaku korupsi bila hasilnya
tidak ada? Jawabannya adalah: jangan hanya mengandalkan satu cara, satu
sarana atau satu strategi saja yakni dengan menggunakan sarana penal,
karena ia tidak akan mempan dan tidak dapat bekerja secara efektif. Belum lagi
kalau kita lihat bahwa ternyata lembaga serta aparat yang seharusnya
memberantas korupsi justru ikut bermain dan menjadi aktor yang ikut
menumbuhsuburkan praktik korupsi.

3. Strategi Komunikasi Pemberantasan Korupsi (PK)


a. Adanya Regulasi
KEPMENKES No: 232 Menkes/Sk/Vi/2013, Tentang Strategi Komunikasi
Pemberantasan Budaya Anti Korupsi Kementerian Kesehatan Tahun 2013
223 | P a g e
 Penyusunan dan sosialisasai Buku panduan Penggunaan fasilitas kantor
 Penyusunan dan sosialisasi Buku Panduan Memahami Gratifikasi
 Workshop/pertemuan peningkatan pemahaman tentang antikorupsi
dengan topik tentang gaya hidup PNS, kesederhanaan, perencanaan
keuangan keluarga sesuai dengan kemampuan lokus
 Penyebarluasan nilai-nilai anti korupsi (disiplin dan tanggung jawab)
berkaitan dengan kebutuhan pribadi dan persepsi gratifikasi
 Penyebarluasan informasi tentang peran penting dann manfaat whistle
blower dan justice collaborator

b. Perbaikan Sistem
 Memperbaiki peraturan perundangan yang berlaku, untuk mengantisipasi
perkembangan korupsi dan menutup celah hukum atau pasal-pasal karet
yang sering digunakan koruptor melepaskan diri dari jerat hukum.
 Memperbaiki cara kerja pemerintahan (birokrasi) menjadi simpel dan
efisien. Menciptakan lingkungan kerja yang anti korupsi. Reformasi
birokrasi.
 Memisahkan secara tegas kepemilikan negara dan kepemilikan pribadi,
memberikan aturan yang jelas tentang penggunaan fasilitas negara untuk
kepentingan umum dan penggunaannya untuk kepentingan pribadi.
 Menegakkan etika profesi dan tata tertib lembaga dengan pemberian
sanksi secara tegas.
 Penerapan prinsip-prinsip Good Governance.
 Mengoptimalkan pemanfaatan teknologi, memperkecil terjadinya human
error.

c. Perbaikan Manusianya (Sumber Daya Manusia/SDM)


KPK terus berusaha melakukan pencegahan korupsi sejak dini. Berdasarkan
studi yang telah dilakukan, ditemukan bahwa ada peran penting keluarga
dalam menanamkan nilai anti korupsi. Berdasarkan kajian yang telah
dilakukan, ditemukan bahwa ada peran penting keluarga dalam proses
pencegahan korupsi. Keluarga batih menjadi pihak pertama yang bisa
menanamkan nilai anti korupsi saat anak dalam proses pertumbuhan.
"Keluarga batih itu adalah pihak pertama yang bisa menanamkan nilai anti
korupsi ke anak. Seiring anak tumbuh, nilai anti korupsi itu semakin mantap.
KPK menekankan pencegahan korupsi sejak dini. Sebabnya, ketika
seseorang sudah beranjak dewasa dan memiliki pemahaman sendiri,
penanaman nilai anti korupsi akan susah ditanamkan. Ketika orang sudah
dewasa, apalagi dia adalah orang yang pandai dan cerdas, sangat susah
menanamkan nilai anti korupsi karena mereka sudah punya pemahaman
sendiri.
 Memperbaiki moral manusia sebagai umat beriman. Mengoptimalkan
peran agama dalam memberantas korupsi. Artinya pemuka agama
224 | P a g e
berusaha mempererat ikatan emosional antara agama dengan umatnya
dan menyatakan dengan tegas bahwa korupsi adalah perbuatan tercela,
mengajak masyarakat untuk menjauhkan diri dari segala bentuk korupsi,
mendewasakan iman dan menumbuhkan keberanian masyarakat untuk
melawan korupsi.
 Memperbaiki moral sebagai suatu bangsa. Pengalihan loyalitas
(kesetiaan) dari keluarga/klan/suku kepada bangsa. Menolak korupsi
karena secara moral salah (Klitgaard, 2001). Morele herbewapening, yaitu
mempersenjatai/memberdayakan kembali moral bangsa (Frans Seda,
2003).
 Meningkatkan kesadaran hukum, dengan sosialisasi dan penkerjaan anti
korupsi.
 Mengentaskan kemiskinan. Meningkatkan kesejahteraan.
 Memilih pemimpin yang bersih, jujur dan anti korupsi, pemimpin yang
memiliki kepedulian dan cepat tanggap, pemimpin yang bisa menjadi
teladan.

4. Cara Penanggulangan Korupsi


Cara penaggulangan korupsi adalah bersifat Preventif dan Represif.
Pencegahan (preventif) yang perlu dilakukan adalah dengan menumbuhkan
dan membangun etos kerja pejabat maupun pegawai tentang pemisahan yang
jelas antara milik negara atau perusahaan dengan milik pribadi, mengusahakan
perbaikan penghasilan (gaji), menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan
atribut kehormatan diri setiap jabatan dan pekerjaan, teladan dan pelaku
pimpinan atau atasan lebih efektif dalam memasyarakatkan pandangan,
penilaian dan kebijakan, terbuka untuk kontrol, adanya kontrol sosial dan
sanksi sosial,dan pendidikan dapat menjadi instrumen penting bila dilakukan
dengan tepat bagi upaya pencegahan tumbuh dan berkembangnya korupsi.
Sementara itu untuk tindakan represif penegakan hukum dan hukuman yang
berat perlu dilaksanakan dan apabila terkait dengan implementasinya maka
aspek individu penegak hukum menjadi dominan, dalam perspektif ini
pendidikan juga akan berperan penting di dalamnya.

Pokok Bahasan 4

D. Tata Cara Pelaporan Dugaan Pelanggaran Tindak Pidana Korupsi


Dalam menjalani aktivitas sehari-hari dilingkup perusahaan mungkin kita melihat
ada beberapa “oknum” pejabat yang melakukan tindak pidana korupsi namun kita
binggung bagaimana cara melaporkan kasus tersebut.
Pengertian Laporan/Pengaduan dapat kita temukan didalam Pasal 1 angka 24
dan 25 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP).

225 | P a g e
Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau
kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang
tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.(Pasal 1
angka 24 KUHAP)
Sedangkan yang dimaksud dengan pengaduan adalah:
Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang
berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut
hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang
merugikannya.(Pasal 1 angka 25 KUHAP)
1. Laporan
Dari pengertian diatas, laporan merupakan suatu bentuk pemberitahuan
kepada pejabat yang berwenang bahwa telah ada atau sedang atau diduga
akan terjadinya sebuah peristiwa pidana/kejahatan. Artinya, peristiwa yang
dilaporkan belum tentu perbuatan pidana, sehingga dibutuhkan sebuah
tindakan penyelidikan oleh pejabat yang berwenang terlebih dahulu untuk
menentukan perbuatan tersebut merupakan tindak pidana atau bukan. Kita
sebagai orang yang melihat suatu tidak kejahatan memiliki kewajiban untuk
melaporkan tindakan tersebut.
Jika Anda ingin melaporkan suatu tindak pidana korupsi yang terjadi di
lingkungan kementerian Kesehatan, saat ini Kementerian Kesehatan melalui
Inspektorat Jenderal sudah mempunyai mekanisme pengaduan tindak pidana
korupsi.
Mekanisme Pelaporan :
a. Tim Dumasdu pada unit Eselon 1 setiap bulan menyampaikan laporan
penanganan pengaduan masyarakat dalam bentuk surat kepada Sekretariat
Tim Dumasdu. Laporan tersebut minimal memuat informasi tentang nomor
dan tanggal pengaduan, isi ringkas pengaduan, posisi penanganan dan
hasilnya penanganan.
b. Sekretariat Tim Dumasdu menyusun laporan triwulanan dan semesteran
untuk disampaikan kepada Menteri Kesehatan dan Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan pihak-pihak
terkait lainnya.

2. Penyelesaian Hasil Penanganan Pengaduan Masyarakat


Sekretariat Tim Dumasdu secara periodik melakukan monitoring dan evaluasi
(money) terhadap hasil ADTT/Investigasi, berkoordinasi dengan Bagian
Analisis Pelaporan dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan (APTLHP).
Pelaksanaan money dan penyusunan laporan hasil money dilakukan sesuai
dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku pada Inspektorat
Jenderal.
Penyelesaian hasil penanganan dumas agar ditindaklanjuti sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, berupa:
a. Tindakan administratif;
226 | P a g e
b. Tuntutan perbendaharaan dan ganti rugi;
c. Tindakan perbuatan pidana;
d. Tindakan pidana;
e. Perbaikan manajemen.

3. Pengaduan
Pengaduan yang dapat bersumber dari berbagai pihak dengan berbagai jenis
pengaduan, perlu diproses ke dalam suatu sistem yang memungkinkan adanya
penanganan dan solusi terbaik dan dapat memuaskan keinginan publik
terhadap akuntabilitas pemerintahan. Ruang lingkup materi dalam pengaduan
adalah adanya kepastian telah terjadi sebuah tindak pidana yang termasuk
dalam delik aduan, dimana tindakan seorang pengadu yang mengadukan
permasalahan pidana delik aduan harus segera ditindak lanjuti dengan sebuah
tindakan hukum berupa serangkaian tindakan penyidikan berdasarkan
peraturan perundang-undangan. Artinya dalam proses penerimaan pengaduan
dari masyarakat, seorang pejabat yang berwenang dalam hal ini internal di
Kementerian Kesehatan khususnya Inspektorat Jenderal, harus bisa
menentukan apakah sebuah peristiwa yang dilaporkan oleh seorang pengadu
merupakan sebuah tindak pidana delik aduan ataukah bukan.

4. Tata Cara Penyampaian Pengaduan


Prosedur Penerimaan Laporan kepada Kemenkes adalah Berdasarkan
Permenkes Nomor 49 tahun 2012 tentang Pengaduan kasus korupsi, beberapa
hal penting yang perlu diketahui antaranya.
Pengaduan masyarakat di Lingkungan Kementerian Kesehatan dikelompokkan
dalam:
a. Pengaduan masyarakat berkadar pengawasan; dan
b. Pengaduan masyarakat tidak berkadar pengawasan.
Pengaduan masyarakat berkadar pengawasan adalah mengandung informasi
atau adanya indikasi terjadinya penyimpangan atau penyalahgunaan
wewenang yang dilakukan oleh aparatur Kementerian Kesehatan sehingga
mengakibatkan kerugian masyarakat atau negara.

Pengaduan masyarakat tidak berkadar pengawasan merupakan pengaduan


masyarakat yang isinya mengandung informasi berupa sumbang saran, kritik
yang konstruktif, dan lain sebagainya, sehingga bermanfaat bagi perbaikan
penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.
Masyarakat terdiri atas orang perorangan, organisasi masyarakat, partai
politik, institusi, kementerian/lembaga pemerintah, dan pemerintah daerah.
Pengaduan masyarakat di lingkungan Kementerian Kesehatan dapat
disampaikan secara langsung melalui tatap muka, atau secara tertulis/surat,
media elektronik, dan media cetak kepada pimpinan atau pejabat Kementerian
Kesehatan.
227 | P a g e
Pengaduan masyarakat berkadar pengawasan dapat disampaikan secara
langsung oleh masyarakat kepada Sekretariat Inspektorat Jenderal
Kementerian Kesehatan.
Pengaduan masyarakat tidak berkadar pengawasan dapat disampaikan secara
langsung oleh masyarakat kepada sekretariat unit utama dilingkungan
Kementerian Kesehatan.
Pengaduan masyarakat di lingkungan Kementerian Kesehatan harus
ditanggapi dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak
pengaduan diterima.

5. Tim Penanganan Pengaduan Masyarakat Terpadu di Lingkungan


Kemenkes
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan, Inspektorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pengawasan
intern di lingkungan Kementerian Kesehatan, sehingga dalam rangka
melaksanakan fungsi tersebut perlu suatu pedoman penanganan pengaduan
masyarakat yang juga merupakan bentuk pengawasan. Selain itu untuk
penanganan pengaduan masyarakat secara terkoordinasi di lingkungan
Kementerian Kesehatan telah dibentuk Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
134/Menkes/SK/III/2012 tentang Tim Penanganan Pengaduan Masyarakat
Terpadu di Lingkungan Kementerian Kesehatan (Tim Dumasdu) yang
anggotanya para Kepala bagian Hukormas yang ada pada masing-masing Unit
Eselon I di Kementerian Kesehatan.
Pengaduan masyarakat di lingkungan Kementerian Kesehatan ditangani oleh
Tim Penanganan Pengaduan Masyarakat Terpadu di Lingkungan Kementerian
Kesehatan yang dibentuk oleh Menteri berdasarkan kewenangan masing-
masing.
Penanganan pengaduan masyarakat terpadu di lingkungan Kementerian
Kesehatan harus dilakukan secara cepat, tepat, dan dapat
dipertanggungjawabkan Penanganan pengaduan masyarakat meliputi
pencatatan, penelaahan, penanganan lebih lanjut, pelaporan, dan pengarsipan.
Penanganan lebih lanjut berupa tanggapan secara langsung melalui klarifikasi
atau memberi jawaban, dan penyaluran/penerusan kepada unit terkait yang
berwenang menangani. Ketentuan lebih lanjut mengenai penanganan
pengaduan masyarakat tercantum dalam Pedoman Penanganan Pengaduan
Masyarakat Terpadu di Lingkungan Kementerian Kesehatan.

6. Pencatatan Pengaduan
Pada dasarnya pengaduan disampaikan secara tertulis. Walaupun peraturan
yang ada menyebutkan bahwa pengaduan dapat dilakukan secara lisan, tetapi
untuk lebih meningkatkan efektifitas tindak lanjut atas suatu perkara, maka
pengaduan yang diterima masyarakat hanya berupa pengaduan tertulis.
228 | P a g e
Pencatatan pengaduan masyarakat oleh Tim Dumasdu dilakukan sebagai
berikut:
a. Pengaduan masyarakat (dumas) yang diterima oleh Tim Dumasdu pada
Unit Eselon I berasal dari organisasi masyarakat, partai politik, perorangan
atau penerusan pengaduan oleh Kementerian/Lembaga/Komisi Negara
dalam bentuk surat, fax, atau email, dicatat dalam agenda surat masuk
secara manual atau menggunakan aplikasi sesuai dengan prosedur
pengadministrasian/tata persuratan yang berlaku. Pengaduan yang
disampaikan secara lisan agar dituangkan ke dalam formulir yang
disediakan.
b. Pencatatan dumas tersebut sekurang-kurangnya memuat informasi tentang
nomor dan tanggal surat pengaduan, tanggal diterima, identitas pengadu,
identitas terlapor, dan inti pengaduan.
c. Pengaduan yang alamatnya jelas, segera dijawab secara tertulis dalam
waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak surat pengaduan
diterima, dengan tembusan disampaikan kepada Sekretariat Tim Dumasdu
pada Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan.

Pokok Bahasan 5

E. GRATIFIKASI
1. Pengertian Gratifikasi
Bagi sebagian orang mungkin sudah mengetahui apa yang dimaksud dengan
kata Gratifikasi. Tapi Saya lebih senang menafsirkan kata tersebut dengan
kata yang mendefinisikan sesuatu yang berarti “gratis di kasih”. Gratifikasi
menurut kamus hukum berasal dari Bahasa Belanda, “Gratificatie”, atau
Bahasa Inggrisnya “Gratification“ yang diartikan hadiah uang. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI,1998) Gratifikasi diartikan pemberian hadiah
uang kepada pegawai di luar gaji yang telah ditentukan.
Menurut UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Penjelasan Pasal 12 b ayat (1),
Gratifikasi adalah Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang,
barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan,
fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas
lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar
negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau
tanpa sarana elektronik.
Ada beberapa contoh penerimaan gratifikasi, diantaranya yakni:
 Seorang pejabat negara menerima “uang terima kasih” dari pemenang
lelang;
 Suami/ Istri/ anak pejabat memperoleh voucher belanja dan tiket tamasya
ke luar negeri dari mitra bisnis istrinya/ suaminya;

229 | P a g e
 Seorang pejabat yang baru diangkat memperoleh mobil sebagai tanda
perkenalan dari pelaku usaha di wilayahnya;
 Seorang petugas perijinan memperoleh uang “terima kasih” dari pemohon
ijin yang sudah dilayani.
 Pemberian bantuan fasilitas kepada pejabat Eksekutif, Legislatif dan
Yudikatif tertentu, seperti: Bantuan Perjalanan + penginapan, Honor-
honor yang tinggi kepada pejabat-pejabat walaupun dituangkan dalam SK
yang resmi), Memberikan fasilitas Olah Raga (misal, Golf, dll);
Memberikan hadiah pada event-event tertentu (misal, bingkisan hari raya,
pernikahan, khitanan, dll).

Pemberian gratifikasi tersebut umumnya banyak memanfaatkan momen-


momen ataupun peristawa-peristiwa yang cukup baik, seperti: Pada hari-hari
besar keagamaan (hadiah hari raya tertentu), hadiah perkawinan, hari ulang
tahun, keuntungan bisnis, dan pengaruh jabatan
Pengertian Gratifikasi menurut penjelasan Pasal 12B UU No. 20 Tahun
2001
Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat
(discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas
penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri
dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa
sarana elektronik.
Pengecualian
Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Pasal 12 C ayat (1) :
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat (1) tidak berlaku,
jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

2. Aspek Hukum
Aspek hukum gratifikasi meliputi tiga unsur yaitu: (1) dasar hukum, (2) subyek
hukum, (3) Obyek Hukum. Ada dua Dasar Hukum dalam gratifikasi yaitu:
a. Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 ; dan
b. Undang-undang No 20 Tahun 2001
Menurut undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 16: “setiap PNS atau
Penyelenggara Negara yang menerima gratifikasi wajib melaporkan kepada
KPK”
Undang-undang nomor 20 tahun 2001, menurut UU No 20 tahun 2001
tentang pemberantasan tindak korupsi pasal 12 C Ayat (1) tidak berlaku, jika
penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK. Ayat 2
penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 wajib dilakukan

230 | P a g e
oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 hari kerja terhitung sejak tanggal
gratifikasi tersebut diterima.
Subyek Hukum terdiri dari (1) Penyelenggara Negara, dan (2) Pegawai
Negeri
Penyelenggara negara meliputi pejabat negara pada lembaga tertinggi
negara, pejabata negara pada lembaga tinggi negara, menteri, gubernur,
hakim, pejabat lain yang memilikifungsi startegis dalam kaitannya dalam
penyelenggaraan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang
berlaku.
Pegawai Negeri Sipil meliputi pegawai negeri spil sebagaimana yang
dimaksud dalam undang-undang kepegawaian, pegawai negeri spil
sebagaimana yang dimaksud dalam kitab undang-undang hukum pidana,
orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah,
orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima
bantuan dari keuangan negara atau daerah; orang yang menerima gaji atau
upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas negara
atau rakyat
Obyek Hukum gratifikasi meliputi: (1) uang (2) barang dan (3) fasilitas

3. Gratifikasi Dikatakan sebagai Tindak Pidana Korupsi


Gratifikasi dikatakan sebagai pemberian suap jika berhubungan dengan
jabatannnya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan
ketentuan sebagai berikut:
Suatu gratifikasi atau pemberian hadiah berubah menjadi suatu yang
perbuatan pidana suap khususnya pada seorang penyelenggara negara atau
pegawai negeri adalah pada saat penyelenggara negara atau pegawai negeri
tersebut melakukan tindakan menerima suatu gratifikasi atau pemberian
hadiah dari pihak manapun sepanjang pemberian tersebut diberikan
berhubungan dengan jabatan ataupun pekerjaannya.
Bentuknya:
Pemberian tanda terima kasih atas jasa yang telah diberikan oleh petugas,
dalam bentuk barang, uang, fasilitas.

4. Contoh Gratifikasi
Contoh pemberian yang dapat digolongkan sebagai gratifikasi,antara lain:
 Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih karena telah
dibantu;
 Hadiah atau sumbangan dari rekanan yang diterima pejabat pada saat
perkawinan anaknya;
 Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat/pegawai negeri atau
keluarganya untuk keperluan pribadi secara cuma-cuma;
 Pemberian potongan harga khusus bagi pejabat/pegawai negeri untuk
pembelian barang atau jasa dari rekanan;
231 | P a g e
 Pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekanan kepada
pejabat/pegawai negeri;
 Pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi lainnya dari
rekanan;
 Pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat/pegawai negeri pada
saat kunjungan kerja;
 Pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat/pegawai negeri pada saat
hari raya keagamaan, oleh rekanan atau bawahannya.
Berdasarkan contoh diatas, maka pemberian yang dapat dikategorikan
sebagai gratifikasi adalah pemberian atau janji yang mempunyai kaitan
dengan hubungan kerja atau kedinasan dan/atau semata-mata karena
keterkaitan dengan jabatan atau kedudukan pejabat/pegawai negeri dengan
si pemberi.

e. Sanksi Gratifikasi
Sanksi pidana yang menerima gratifikasi dapat dijatuhkan bagi pegawai negeri
atau penyelenggara negara yang :
1. menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah
atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang
berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang
memberi hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya;
2. menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah
atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan
kewajibannya;
3. menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut
diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya;
4. dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan
hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang
memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan
potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
5. pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong
pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau
kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara
yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal
diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
6. pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau
penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal
diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
7. pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang di
atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan
232 | P a g e
perundangundangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal
diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan
perundangundangan; atau
8. baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam
pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan
perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau
mengawasinya.

Pokok Bahasan 6

F. Kasus-Kasus Korupsi
Dari banyaknya proyek di Kemenkes, ada beberapa yang disorot aparat
penegak hukum karena diduga sarat dengan praktik korupsi. Mulai dari kasus
korupsi pengadaan alat kesehatan untuk penanggulangan flu burung tahun
kemudian bertambah dengan kasus pengadaan alat kesehatan untuk pusat
penanggulangan krisis di Kementerian Kesehatan, kasus pengadaan alat
rontgen portable dan kasus pengadaan alat bantu belajar mengajar pendidikan
dokter. Mengapa hal tersebut terjadi adalah akibat kesalahan prosedur dalam
pengadaan barang dengan menggunakan metoda penunjukkan langsung yang
tidak sesuai dengan ketentuan.
Kasus lainnya yang juga terjadi di lingkungan Kementerian Kesehatan
khususnya tahun 2010 ke bawah adalah kasus perjalanann dinas (perjadin).
Banyak kecurangan yang dilakukan pada kegiatan perjadin, pengurangan
jumlah hari, ketidaksesuaian antara pertanggungjawaban perjadin dengan riil
yang dikeluarkan, hingga perjadin fiktif. Kegiatan lainnya yang juga menjadi
perhatian adalah paket meeting dan pelatihan berupa pengurangan jumlah hari,
pengurangan jumlah orang, volume pertemuan. Hal lainnya yang juga sangat
penting adalah tidak sesuainya antara kegiatan yang diusulkan dengan rencana
program yang sudah disusun selama lima tahun.
Pada modul ini akan dibahas secara detail tentang kasus pengadaan barang
dan jasa yang merupakan kasus terbanyak. Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ)
pemerintahan merupakan salah satu sektor yang rentan penyimpangan. Kasus
yang ditangani KPK, 60 persen sampai 70 persennya terkait dengan pengadaan
barang dan jasa. Jadi, pengadaan barang dan jasa memang rawan terjadinya
korupsi. Salah satunya dalam bentuk tindak pidana korupsi, kolusi dan
nepotisme. Salah satu faktor penyebab memungkinkan terjadinya
penyimpangan, masih lemahnya sistem pengawasan yang dilakukan terhadap
keseluruhan tahap dan proses PBJ tersebut, sehingga menimbulkan kerugian
negara yang sangat besar.
Upaya pembenahan sistem PBJ sudah dilakukan dimulai dari aspek
normatif/regulasi maupun teknis. Namun tentu saja perbaikan sistem tersebut
tidak dibarengi dengan perbaikan pada aspek pengawasan. Ini tentu saja
233 | P a g e
menjadi kerugian bagi masyarakat sebagai penerima hasil proses PBJ. Sistem
pengawasan yang ada, baik di tingkat pusat (Lembaga Kebijakan Pengadaan
Barang dan Jasa Pemerintah/LKPBJP), maupun yang ada diinternal pemerintah
belum sepenuhnya berfungsi dengan baik. Sehingga sangat dimungkinkan
terjadinya penyimpangan. Sistem pengadaan barang dan jasa yang saat ini
berlaku di Indonesia, masih memiliki kelemahan dan belum secara efektif
mampu mencegah terjadinya korupsi. Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana diatur dalam Kepres maupun Perpres,
masih memungkinkan Panitia Pengadaan dan Penyedia Barang/Jasa untuk
melakukan korupsi di setiap tahapannya. Kelemahan tersebut terbukti dengan
begitu besarnya kasus korupsi yang terkait dengan pengadaan barang dan jasa
pemerintah yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam
laporan tahunan KPK hingga tahun 2012, kasus korupsi di sektor PBJ menjadi
kasus terbesar yang ditangani KPK tidak hanya di Kemenkes saja namun di
beberapa kementerian dan di daerah.
Beberapa hal yang sering terjadi di antaranya:
1. Kegiatan pengadaan sering tidak tepat sasaran
2. Kemahalan harga versus kewajaran harga
3. Kekurangan kuantitas (volume kegiatan) program versus volume kegiatan
fisik
4. Kekurangan kuali

I. REFERENSI

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang


Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
2. Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 Keterbukaan Informasi Publik
3. Instruksi Presiden nomor 1 tahun 2013
4. Peraturan Pemerintah No 61 tahun 2010 Pelaksanaan Undang-undang
Nomor 14 Tahun 2008
5. Permenpan Nomor 5 tahun 2009
6. Permenkes No 49 tahun 2012 tentang Pedoman Penanganan Pengaduan
Masyarakat terpadu di lingkungan Kementerian Kesehatan.
7. Permenkes nomor 134 tahun 2012 tentang Tim Pengaduan Masyarakat
8. Permenkes Nomor 14 tahun 2014 Kebijakan tentang Gratifikasi bidang
Kesehatan
9. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 232/ Menkes/ SK/ VI/ 2013 Tentang
Strategi Komunikasi Penkerjaan dan Budaya Anti Korupsi
10. Dr. Uhar Suharsaputra, M.Pd Budaya Korupsi dan Pendidikan Tantangan
bagi Dunia Pendidikan
11. KPK, Buku Saku Gratifikasi

234 | P a g e
MODUL PENUNJANG 3
RENCANA TINDAK LANJUT

I. DESKRIPSI SINGKAT
Secara makro bahwa proses pembelajaran dikelas adalah langkah awal dalam
memperoleh kompetensi pengetahuan, sikap & perilaku dan psikomotor terkait
dengan substansi materi diklat, kemudian langkah berikutnya upaya
menerapkan kompetensi tersebut ditempat kerja peserta latih. Seluruh
kompetensi yang diperoleh dalam dalam kelas, akan mubazir jika tidak
diimplementasikan di tempat kerja. Segera setelah peserta latih tiba di instansi
asal, mereka dibebani tugas dan tanggungjawab yang tertunda selama
meninggalkan pelatihan, lalu kemudian, mereka sibuk mengerjakan tugas
tersebut. Sementara berkas–berkas pelatihan mungkin saja terabaikan dan bisa
jadi terlupakan.
Untuk mengantisipasi kemunginan terjadinya masalah tersebut, rencana tindak
lanjut (RTL) perlu disiapkan sebagai salah satu materi pelatihan penunjang
sehingga mempunyai dampak positif bagi peningkatan metode kerja dan ethos
kerja mantan peserta latih untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi.
Selanjutnya dampak ini diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan
ditanah air kita.
RTL berupa rumusan (item–item) rencana kegiatan terkait pelatihan harus
dirancang diakhir pembelajaran, sehingga peserta latih masih menyadari masih
ada tugas tambahan yang harus dikerjakan setelah bertugas kembali ditempat
kerjanya.
Rencana kegiatn paska pelatihan harus dirumuskan secara seksana, dengan
mempertimbangkan kesiapan sarana prasarana, SDM dan biaya ditempat tugas
serta metode pendekatan yang perlu ditempuh agar rumusan RTL dapat
direalisir sebagamana mestinya.
Masing-masing jenis kegitan dalam RTL dijabarkan kedalam variable tujuan,
sasaran, cara melaksanakan, tempat dan waktu, pelaksana, sumber biaya dan
indokator keberhasilan sehingga terlihat suatu perencanaan yang selektif,
perioritas dan realistis.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan pembelajaran umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menyusun rencana tindak lanjut
(RTL) fasilitasi asuhan mandiri setelah mengikuti pelatihan.

235 | P a g e
B. Tujuan pembelajaran khusus
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu :
1. Menjelaskan konsep RTL
2. Menjelaskan langkah-langkah penyusunan RTL
3. Menyusun RTL

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN


A. Konsep RTL
1. Pengertian RTL
2. Ruang lingkup RTL
B. Langkah-langkah penyusunan RTL
C. Penyusunan RTL

IV. BAHAN BELAJAR


Modul, bahan tayang, dan panduan latihan.

V. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 2 jp (1 jp teori, 1 jp
praktik) @45 menit untuk memudahkan proses pembelajaran, dilakukan
langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut.
A. Sesi 1 Pengkondisian
Langkah proses pembelajaran
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Fasilitator
memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat
bekerja, materi yang akan disampaikan dan waktu yang disediakan untuk
menyampaikan materi ini.
2. Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan
disampaikan dengan menggunakan bahan tayang.
3. Melakukan apersepsi tentang materi yang akan dibahas dengan metoda
curah pendapat atau meminta beberapa peserta untuk menjawab

B. Sesi 2 Pembahasan Pokok Bahasan 1: Konsep RTL


Penyampaian sub pokok bahasan tentang pengertian dan ruang lingkup RTL.
Langkah Proses Pembelajaran sebagai berikut:
 Fasilitator menjelaskan tentang pengertian RTL dengan metode ceramah,
tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi
dalam proses pembelajaran. 
 Fasilitator menjelaskan tentang ruang lingkup RTL dengan metode
ceramah, tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta
berinteraksi dalam proses pembelajaran. 

236 | P a g e

C. Sesi 3 Pembahasan Pokok Bahasan 2 Langkah-langkah penyusunan RTL
Langkah Proses Pembelajaran sebagai berikut
Fasilitator menjelaskan tentang langkah-langkah penyusunan RTL dengan
metode ceramah, tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi
serta berinteraksi dalam proses pembelajaran.

D. Sesi 4 Pembahasan Pokok Bahasan 3: Penyusunan RTL
Langkah Proses Pembelajaran sebagai berikut:
Fasilitator menjelaskan tentang penyusunan RTL dengan metode ceramah,
tanya jawab, latihan dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta
berinteraksi dalam proses pembelajaran. 

E. Sesi 5 Kesimpulan dan Penutup
Langkah Proses Pembelajaran sebagai berikut:
Fasilitator merangkum atau melakukan pembulatan tentang pembahasan
materi ini dengan mengajak seluruh peserta untuk melakukan refleksi/umpan
balik. Dilanjutkan dengan memberikan apresiasi atas keterlibatan aktif seluruh
peserta.

VI. URAIAN MATERI


A. Konsep RTL
Proses diklat merupakan suatu proses yang sistematis dan
berkesinambungan. Kegiatan tersebut dimulai dengan Analisis Kebutuhan
Pelatihan, Penentuan Tujuan Pelatihan, Rancang Bangun Program Pelatihan,
Pelaksanaan Pelatihan serta Evaluasi Pelatihan. Oleh karena itu seorang
pengelola (fasilitator) pelatihan dituntut memiliki kompetensi dalam bidang
tersebut. Disamping itu pengelola pelatihan dituntut selalu mengembangkan
organisasinya agar mencapai visi dan misi organisasi secara optimal. Untuk
itu maka wawasan dan pengetahuan serta ketrampilan dalam bidang
membuat perencanaan tindak lanjut perlu mendapat prioritas. Hal ini
dimaksudkan agar peserta memahami dengan jelas arah dan tujuan pelatihan
yang telah dijalaninya.

B. Pengertian
Rencana tindak lanjut (RTL) merupakan suatu dokumen yang menjelaskan
tentang kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan, setibanya peserta di wilayah
kerja masing masing dengan memperhitungkan hal-hal yang telah ditetapkan
berdasarkan potensi dan sumber daya yang ada. RTL merupakan sebuah
rencana kerja yang dibuat secara individual oleh peserta diklat yang berisi
tentang rencana kerja yang menjadi tugas dan wewenangnya. Rencana ini
dibuat setelah peserta pelatihan mengikuti seluruh mata diklat yang telah
diberikan.
237 | P a g e
C. Ruang Lingkup
Penyusunan Rencana Tindak Lanjut ini dimaksudkan untuk mengaplikasikan
teoriteori yang telah diberikan dalam pelatihan ini dengan pengalaman
peserta latih. Perpaduan antara teori dan pengalaman ini merupakan salah
satu metode untuk lebih meningkatkan tingkat pemahaman peserta diklat
akan teori-teori yang telah diberikan selama pelatihan, sehingga tujuan
pembelajaran khusus akan tercapai secara maksimal.
Rencana tindak lanjut sangat diperlukan bagi Peserta pelatihan, Widyaiswara
dan penyelenggara Diklat. Hal ini disebabkan Rencana Tindak Lanjut
merupakan sebuah rencana kerja yang dibuat oleh individual yang berisi
tentang rencana unit organisasi diklat yang menjadi tugas dan wewenangnya.
Didalam membuat rencana tindak lanjut perlu mengacu pada
struktur/sistematika rencana tindak lanjut tertentu seperti yang telah
disepakati dalam proses pembelajaran.
Oleh karena itu RTL memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Sederhana dan spesifik
Sederhana artinya setiap rencana kegiatan yang dicantumkan dalam RTL
hendaknya mudah dilaksanakan, yakni metodenya sederhana, dibuat
mudah dilakukan dan tidak mewah (biaya pengadaan atau pelaksanaan
kegitannya tidak mahal) sehingga penerapannya tidak menimbulkan
kesulitan bagi pelaksana atau tidak menimbulkan kecemburuan dari
lingkungan sendiri atau masyarakat.
Spesifik artinya rencana kegiatannya tidak mengambang, tapi bersifat
khusus. Kegiatan spesifik merupakan bagian dari rangkaian kegiatan
pokok, misalnya pada diagnosis penyakit sebagai kegiatan pokoknya,
maka kegiatan spesifiknya kegiatan seperti anamnese, pemeriksaan klinis,
konfirmasi laboratorium dan lain-lain.
b. Measurable
Measurable artinya rencana kegiatan dapat diukur dan mempunyai satuan
ukuran seperti satuan jumlah, satuan waktu serta memiliki indikator proses
seperti trend yang menurun/meningkat yang dinyatakan dalam bentuk %,
rate & ratio.
Misalnya sosialisasi kegiatan asuhan mandiri kesehatan tradisional
ditempat kerja dilakukan terhadap seluruh atau 5 orang petugas
puskesmas.
c. Achievable
Kegiatan memiliki ciri achievable, jika kegiatan tersebut dilaksanakan,
maka tujuan kegiatan akan dapat dicapai. Misalnya sosialisasi kegiatan
asuhan mandiri dengan kesehatan tradisional ramuan dan akupresur
ditempat kerja bertujuan agar setiap tenaga di puskesmas juga memiliki
kompetensi yang sejenis yaitu mampu melakukan asuhan mandiri
kesehatan tradisional dan mereka diharapkan juga mampu melakukan
238 | P a g e
sosialisasi kepada kader, menggantikan petugas yang dilatih apabila yang
bersangkutan berhalangan.
d. Relevant
Relevant artinya rencana kegiatan berhubungan langsung dengan
kompetensi pelatihan serta tugas pokok dan fungsi mantan peserta latih
ditempat kerja.
Sosialisasi kegiatan asuhan mandiri kesehatan tradisional ditempat kerja
adalah kompetensi diklat mantan peserta latih yang diharapkan diterapkan
ditempat kerja dalam kaitannya dengan pelaksanaan tugas pokok dan
fungsi.
e. Timely
Timely artinya setiap rencana kegiatan yang dicantumkan dalam RTL tepat
waktunya dilakukan dan dapat dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu.

Tujuan RTL adalah agar peserta latih/institusi memiliki acuan dalam


menindak lanjuti suatu kegiatan pelatihan.
Ruang lingkup Rencana Tindak lanjut (RTL) sebaiknya minimal :
 Menetapkan kegiatan apa saja yang akan dilakukan
 Menetapkan tujuan setiap kegiatan yang ingin dicapai
 Menetapkan sasaran dari setiap kegiatan
 Menetapkan metode yang akan digunakan pada setiap kegiatan
 Menetapkan waktu dan tempat penyelenggaraan
 Menetapkan siapa pelaksana atau penanggung jawab dari setiap
kegiatan
 Menetapkan besar biaya dan sumbernya.

D. Langkah-langkah Penyusunan RTL


Berdasarkan hasil analisis kemudian disusun RTL dengan langkah-langkah
sebagai berikut :
 Identifikasi dan buat perumusan yang jelas dari semua kegiatan yang
akan dilaksanakan (apa/what).
 Tentukan apa tujuan dari masing-masing kegiatan yang telah ditentukan.
 Tentukan sasaran dari masing-masing kegiatan yang telah ditentukan.
 Tetapkan cara atau metode yang akan digunakan dalam pelaksanaan
setiap kegiatan (bagaimana/how).
 Perkirakan waktu yang diperlukan untuk setiap kegiatan (kapan/when),
dan tentukan lokasi yang akan digunakan dalam melakukan kegiatan
(tempat/where).
 Perkirakan besar dan sumber biaya yang diperlukan pada setiap
kegiatan. (How much)
 Tetapkan siapa mengerjakan apa pada setiap kegiatan dan bertanggung
jawab kepada siapa (siapa/who).
239 | P a g e
Oleh karena itu dalam menyusun RTL harus mencakup unsur-unsur sebagai
berikut:
1. Kegiatan
yaitu uraian kegiatan yang akan dilakukan, didapat melalui identifikasi
kegiatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Agar hal ini terealisasi maka di identifikasi kegiatan kegiatan apa yang
diperlukan.
2. Tujuan
adalah membuat ketetapan ketetapan yang ingin dicapai dari setiap
kegiatan yang direncanakan pada unsur nomor 1. Penetapan tujuan yang
baik adalah di rumuskan secara konkrit dan terukur.
3. Sasaran
yaitu seseorang atau kelompok tertentu yang menjadi target kegiatan
yang direncanakan.
4. Cara Metode
yaitu cara yang akan dilakukan dalam melakukan kegiatan agar tujuan
yang telah ditentukan dapat tercapai.
5. Waktu dan Tempat
Dalam penentuan waktu sebaiknya menunjukkan kapan suatu kegiatan
dimulai sampai kapan berakhir. Apabila dimungkinkan sudah dilengkapi
dengan tanggal pelaksanaan. Hal ini untuk mempermudah dalam
persiapan kegiatan yang akan dilaksanakan, serta dalam melakukan
evaluasi. Sedangkan dalam menetapkan tempat, seyogyanya
menunjukkan lokasi atau alamat kegiatan akan dilaksanakan
6. Biaya
Agar RTL dapat dilaksanakan perlu direncanakan anggaran yang
dibutuhkan untuk kegiatan tersebut.Akan tetapi perencanaan anggaran
harus realistis untuk kegiatan yang benar-benar membutuhkan dana,
artinya tidak mengada-ada. Perhatikan/pertimbangkan juga kegiatan yang
memerlukan dana tetapi dapat digabung pelaksanaannya dengan
kegiatan lain yang dananya telah tersedia. Rencana anggaran adalah
uraian tentang biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan, mulai
dari awal sampai selesai.
7. Pelaksana/penanggung jawab
yaitu personal/tim yang akan melaksanakan kegiatan yang direncanakan.
Hal ini penting karena personal/tim yang terlibat dalam kegiatan tersebut
mengetahui dan melaksanakan kewajiban.
8. Indikator Keberhasilan
merupakan bentuk kegiatan/sesuatu yang menjadi tolok ukur dari
keberhasilan dari pelaksanaan kegiatan.

240 | P a g e
E. Penyusunan RTL
Cara penyusunan RTL
Sebagaimana telah dikemukakan dalam pokok bahasan “pengertian RTL“
yakni terdapat 2 jenis RTL, pertama RTL pada saat Pelatihan dan yang
kedua RTL resmi paska pelatihan.
Perumusan RTL pada saat Pelatihan.
Perumusan RTL pada saat pelatihan dilakukan pada sesi terakhir didalam
kelas dipandu oleh fasilitator. RTL dirumuskan dengan cara berdiskusi
(kelompok dibagi menurut instansi sejenis atau perpropinsi). RTL dirumuskan
menurut format standar sebagai berikut:

1. Cara penentuan jenis rencana kegiatan,


Dalam menentukan rencana kegiatan, dilakukan langkah-langkah sebagai
berikut :
a) Identifikasi masalah ditempat kantor anda, yang dengan melihat
kesenjangan antara capaian dengan target/tujuan yang telah
ditetapkan, yaitu dengan melihat laporan tahunan atau profil
kesehatan.
b) Tetapkan masalah prioritas. Jika masalah prioritas dalam tidak
dicantumkan laporan atau profil tersebut, maka tetapkan masalah
prioritas (masalah urgen, serius, dan perkembangannya memburuk),
dengan cara memberi nilai/bobot pada setiap masalah yang
diidentifikasi, kemudian tentukan pada score paling tinggi (inilah
masalah prioritas)
c) Tentukan penyebab masalah prioritas yang dikarenakan kealpaan
kompetensi SDM dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi mantan
peserta latih.
d) Pilih rencana kegiatan yang dapat ditanggulangi atau diminimalisir
dengan penerapan kompetensi diklat mantan peserta latih
e) Rancang tahapan rencana kegiatan penerapan kompetensi yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Sebagai contoh
untuk penerapan kompertensi baru disuatu instansi baru, tahapan
kegiatannya antara lain :
- Sosialisasi kompetensi/keterampilan baru kepada atasan, teman
sekerja dan pimpinan intansi.

241 | P a g e
- Pengadaan sarana dan prasarana fisik penunjang rencana
kegiatan seperti ruangan khusus, perangkat keras (komputer dan
asesorisnya) serta perangkat lunak yang diperlukan.
- Pelaksanaan pelatihan sejenis atau pelatihan teknis terkait
transfer of competency.
- Evaluasi penerapan kompetensi mantan peserta latih .
f) Usulkan rencana kegiatan terpilih dalam diskusi kelompok
Rumusan rencana kegiatan yang dihasilkan akan banyak dalam suatu
diskusi kelompok, karena kreasi kegiatan yang muncul dalam diskusi
dilatar belakangi kondisi dan situasi yang berbeda, seperti komitmen
pimpinan instansi serta kesiapan daya dukung tenaga dan sarana &
prasarana yang tersedia.
2. Cara penetapan tujuan kegiatan,
Tujuan yang baik adalah tujuan yang dapat dicapai dan dalam waktu
tertentu. Kondisi atau keadaan yang ingin dicapai dari setiap kegiatan
yang direncanakan dikaitkan dengan harapan setelah kegiatan tersebut
dilaksanakan. Biasanya keinginan yang ingin dicapai dalam suatu
kegiatan cukup dinyatakan dalam capaian indikator proses. Misalnya
tujuan pelaksanaan pelatihan sejenis (kompetensi mantan peserta latih),
bertujuan seluruh agar petugas puskesmas terampil memberikan ramuan
dan memanfaatklan TOGA.
3. Cara penetapan sasaran kegiatan,
Sasaran kegiatan adalah seseorang atau kelompok tertentu yang menjadi
objek kegiatan yang direncanakan dan dinyatakan dalam satuan jumlah
orang.
4. Cara penetapan metode/cara pelaksanaan kegiatan,
Metode/cara pelaksanaan kegiatan adalah bagaimana kegiatan tersebut
dilaksanakan. Misalnya Jika jenis kegiatan sosialisasi, maka cara
pelaksanaannya dengan pertemuan/tatap muka. Pada kegiatan
pengadaan sarana dan prasarana, maka cara pelaksanaannya dengan
penunjukan langsung atau pelelangan barang/jasa oleh panita dan
seterusnya.
5. Cara penetapan tim pelaksana,
Penetapan tim pelaksana dengan dilakukan menginventarisir kalangan
struktural dan staf terkait jenis kegiatan yang direncanakan. Keikutsertaan
dalam tim pelaksana ini sangat sensitif karena berhubungan dengan
kesejahteraan dan keadilan, Dengan demikian pemilihan tim pelaksana
sebaiknya dikonsultasikan dengan atasan dan pimpinan institusi. Hal
penting yang perlu diperhatikan mengajukan tim pelaksana ini adalah
kemampuan, dedikasi dan kerjasama.

242 | P a g e
6. Cara penetapan tempat,
Prinsif efektifitas dalam arti tempat yang dipilih memiliki daya dukung
yang optimal dalam penyelenggaraan kegiatan, serta efisien dan hemat
sesuai dengan alokasi biaya agar tidak menimbulkan keresahan.
7. Cara penetapan waktu pelaksanaan,
Tetapkan waktu yang memastikan bahwa seluruh pejabat dan staf yang
terlibat, hadir dan berkontribusi maksimal dalam penyelenggaraan
kegiatan. Untuk itu perlu penjajakan dan konfirmasi sebelumnya.
Penetapan waktu yang baik adalah dengan dilengkapi dengan tanggal
pelaksanaan yang fit, dan diinformasikan selumnya, sehingga
memastikan tim pelaksana dapat bertugas sebagaimana mestinya.
8. Cara perkiraan alokasi biaya,
Rancangan biaya harus logis dan realitis, sesuai item-item kegiatan yang
dibutuhkan. pos–pos pengeluaran mengacu pada daftar harga yang
ditetapkan fihak yang berwenang.
Rumusan kegiatan ad.a sampai dengan ad.h diusulkan dalam diskusi
kelompok, untuk dimasukkan dalam format standar. RTL bentuk format
standar ini dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam menyusun RTL
resmi pasca pelatihan secara individual.

Perumusan RTL resmi paska pelatihan


Sebagai kelanjutan perumusan RTL kelompok, maka disusun RTL resmi
paska pelatihan dikerjakan secara individual oleh setiap mantan
Cara perumusan RTL ini sama dengan perumusan RTL kelompok, akan
tetapi cara penyusunan dalam bentuk narasi (variabelnya diurut dari atas ke
bawah /tidak lagi berbentuk tabel). Selanjutnya dibutuhkan pertimbangan-
pertimbangan lain sesuai dengan kondisi dan situasi instansi tempat kerja
sebagai berikut :
1. Konfirmasikan hasil identifikasi masalah, penetapan masalah prioritas,
penyebab masalah sampai dengan penetapan usulan rencana telah anda
lakukan dengan atasan anda (lihat perumusan RTL dikelas).
2. Catat saran atasan dan teman-teman sekerja serta masukan RTL resmi
paska pelatihan
3. Susun RTL Resmi Paska Pelatihan, dengan sistematika sebagai berikut
a. Cover, Daftar Isi.
b. Latar belakang, (Kemukakan peraturan perundang-undangan yang
melandasi pelaksanaan rencana kegiatan yang anda usulkan,
kemudian uraikan masalah prioritas terkait dengan pelaksanaan
tupoksi anda, serta peran kompetensi anda untuk menanggulangi
dan meminimalisir masalah prioritas tersebut).
c. Tujuan kegiatan,
d. Sasaran,
e. Metodologi/cara pelaksanaan kegiatan,
243 | P a g e
RTL kelompok dikelas

dengan cara penyusunan


Cara perumusannya sama
f. Tim pelaksana,
g. Waktu
h. Tempat
i. Biaya/ sumber dana
j. Penanggungjawab
k. Lampiran
(lampirkan instrumen pendukung materi)
4. Laporkan kepada atasan sebagai pertanggungan jawab pelaksanaan
tugas mengikuti pelatihan

VII. REFERENSI

1. BPP-SDM Kesehatan; Rencana Tindak Lanjut; Modul TOT NAPZA,


Pusdiklat SDM Kesehatan; Jakarta; 2009
2. Ditjen PP & PL, Depkes RI; Rencana Tindak Lanjut, Kurmod Surveilance;
Subdit Surveilans; Jakarta; 2008
3. ----------------------------------; Modul–1, Perencanaan Pengendalian Penyakit
Kanker; Direktorat PTM; Jakarta; 2007
4. Departemen Kesehatan RI; Pedoman Penyusunan Kurikulum Modul
Pelatihan Berorientasi Pembelajaran ; Pusdiklatkes-BPPSDM; Jakarta; 2004
5. Indonesian-Australian Spesialist Project (IA-STP); Metode Pelatihan Bagi
Tenaga Pelatih, Rencana Aksi; Jakarta; 2010

VIII. LAMPIRAN
Panduan latihan

244 | P a g e
PANDUAN LATIHAN RTL

Pedoman Penyusunan RTL

Peserta dibagi kelompok menurut asal tempat tugas masing-masing


Masing-masing kelompok menyusun RTL, yang mencakup aspek :
a. Jenis kegiatan
b. Tujuan
c. Sasaran (orang dan lokasi)
d. Cara/ metode
e. Waktu dan tempat
f. Sumber dana
g. Penanggung jawab
h. Indikator keberhasilan

No Kegiatan Tujuan Sasaran Cara/ Waktu & Sumber Penanggung Indikator


Metode Tempat dana jawab keberhasilan
1
2
3
dst

245 | P a g e

You might also like