Professional Documents
Culture Documents
Non Destructive and Destructive Analysis or Testing
Non Destructive and Destructive Analysis or Testing
ANDI PRASETYO
Andi Prasetyo
NIM A34120072
4
5
ABSTRAK
ABSTRACT
ANDI PRASETYO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
usulan penelitian ini yang berjudul “Pemanfaatan Kitosan Untuk Pengendalian
Penyakit Antraknosa (Colletotrichum sp.) pada Cabai (Capsicum annum L.).”
Penelitian dilakukan di Laboratorium WISH Indonesia dan di lahan percobaan
WISH Indonesia di desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.
Penelitian ini berlangsung mulai bulan April 2016 sampai dengan Oktober 2016.
Rasa cinta dan kasih sayang yang dalam tak lupa penulis ucapkan kepada
ibu, bapak dan seluruh keluarga atas segala dukungan yang diberikan baik secara
moril maupun materil. Rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-sebesarnya
kepada Dr. Ir. Widodo, MS. sebagai dosen pembibing skripsi sekaligus dosen
pembimbing akademik dan Dr. Ir. R Yayi Munara Kusumah, M.Si yang telah
memberikan dukungan moril maupun materil pada penelitian ini, serta pelajaran
hidup selama penulis menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor. Rasa sayang
dan terima kasih kepada Reyhana Zahra yang telah memberikan semangat serta
menemani penulis selama penelitian hingga penulisan skripsi ini. Tidak lupa
penulis sampaikan terima kasih kepada UKM MAX!! dan teman-teman Proteksi
Tanaman angkatan 49, kontrakan X-18, kontrakan C-15, Kosan Milzam yang
telah menjadi keluarga selama penulis berada di Bogor.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penelitian tugas akhir
ini. Semoga kritik dan saran yang disampaikan kepada penulis dapat memperbaiki
penelitian tugas akhir ini, serta memberikan manfaat yang sebesar-besarnya
kepada penulis dan pembaca.
Andi Prasetyo
16
17
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
BAHAN DAN METODE 3
Waktu dan Tempat 3
Bahan dan Alat 3
Metode Penelitian 3
Penyiapan Larutan Kitosan 3
Perlakuan 3
Penyemaian 3
Penanaman 4
Peubah Pengamatan 4
Pengamatan Kejadian dan Intensitas Penyakit 4
Analisis Data 4
HASIL DAN PEMBAHASAN 5
Pengaruh Kitosan terhadap Perkecambahan dan Karakter Agronomi di
Persemaian 5
Pengaruh Kitosan terhadap Karakter Agronomi di Lapangan 6
Kejadian dan Intensitan Penyakit Antraknosa 7
Pembahasan Umum 9
SIMPULAN DAN SARAN 12
DAFTAR PUSTAKA 13
LAMPIRAN 16
RIWAYAT HIDUP 22
18
19
DAFTAR TABEL
1. Pengaruh perlakuan kitosan terhadap presentase daya berkecambah di
persemaian 5
2. Pengaruh perlakuan kitosan terhadap tinggi dan jumlah daun bibit pada
6 MSS 6
3. Pengaruh kitosan terhadap jumlah buah dan bobot buah 10
DAFTAR GAMBAR
1. Pengaruh perlakuan kitosan terhadap tinggi tanaman cabai 6
2. Pengaruh kitosan terhadap jumlah daun tanaman cabai 7
3. Pengaruh kitosan terhadap insidensi penyakit antraknosa 8
4. Pengaruh kitosan terhadap keparahan penyakit antraknosa 9
DAFTAR LAMPIRAN
1. Analisis sidik ragam tinggi tanaman cabai di lapangan 17
2. Analisis sidik ragam jumlah daun tanaman cabai di lapangan 18
3. Analisis sidik ragam insidensi penyakit antraknosa di lapangan 19
4. Analisis sidik ragam keparahan penyakit antraknosa di lapangan 19
5. Analisis sidik ragam jumlah buah total cabai 19
6. Analisis sidik ragam jumlah buah cabai sakit 19
7. Analisis sidik ragam jumlah bobot buah cabai 19
8. Analisis sidik ragam jumlah daun bibit cabai 20
9. Analisis sidik ragam tinggi bibit cabai 20
10. Pengaruh perlakuan kitosan terhadap tinggi tanaman cabai 21
11. Pengaruh perlakuan kitosan terhadap jumlah daun tanaman cabai 21
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae).
Beberapa spesies cabai yang telah dikenal adalah cabai besar (Capsicum annuum
L), cabai rawit (C. frutescens), C. baccatum, C. pubescens dan C. chinense. Cabai
kaya akan vitamin A dan C, niacin, riboflavin dan thiamin (AVRDC 2003). Cabai
selain dapat dikonsumsi segar sebagai campuran bumbu masakan, dapat juga
diawetkan dalam bentuk sambal, saus, pasta acar, buah kering dan tepung.
Produksi cabai besar Indonesia tahun 2014 sebesar 1 074 611 ton. Tahun 2015
produksi cabai besar mengalami penurunan menajdi 1 045 200 ton. Produksi cabai
yang fluktuatif terjadi akibat penurunan luas panen cabai besar menurun pada
triwulan III dan triwulan IV (Badan Pusat Stasistik 2015).
Dalam upaya meningkatkan produksi cabai dalam negeri, tidak sedikit
permasalahan yang dihadapai oleh petani Indonesia. Kendala yang paling penting
dalam proses produksi dan dapat menyebabkan kehilangan hasil yang tinggi
adalah hama dan penyakit. Penyakit yang umumnya terjadi pada tanaman cabai
dapat disebabkan oleh bakteri, cendawan, nematoda, dan virus. Antraknosa pada
cabai merupakan penyakit yang paling sering ditemukan dan hampir selalu terjadi
di setiap areal tanaman cabai. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan
oleh tiga spesies cendawan Colletotrichum yaitu Colletotrichum acutatum,
Colletotrichum gloeosporioides, dan Colletotrichum capsici (AVRDC 2003).
Penyakit ini selain mengakibatkan penurunan hasil juga dapat merusak nilai
estetika dari cabai itu sendiri. Infeksi patogen ini dapat terjadi baik sebelum
maupun setelah panen. Penyakit antraknosa ini menyebabkan kerugian yang
sangat besar baik di daerah tropis maupun subtropis. Gejala penyakit timbul
terutama pada buah masak, berupa bercak sirkular berlekuk yang ukuran
diameternya dapat mencapai 30 mm. Serangan berat dapat menyebabkan seluruh
buah mengering dan keriput.
Selama ini pengendalian penyakit antraknosa masih bertumpu pada
penggunaan fungisida. Varietas cabai komersial berdaya hasil tinggi dan tahan
terhadap penyakit busuk antraknosa masih belum ada. Ada kecenderungan di
seluruh dunia untuk mengeksplorasi alternatif baru bahwa kontrol pascapanen
penyakit patogen, memberikan prioritas untuk metode yang mengurangi kejadian
penyakit dan menghindari efek negatif dan samping pada kesehatan manusia
sebagai hasil penerapan berlebihan fungisida sintetik (Bautista et al 2005).
Kitosan adalah polisakarida berasal dari limbah kulit/cangkang Crustaceae.
Kitosan diketahui dapat menginduksi respons ketahanan tanaman terhadap infeksi
patogen (Hamdayanty et al 2012). Menurut Muhammad (2015), pemberian
kitosan pada tanaman cabai, dapat memulihkan tanaman yang teserang penyakit
busuk buah antraknosa. Aktifitas fungisida kitosan telah banyak diteliti baik
dalam in vitro dan studi in situ. Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa tingkat
penghambatan cendawan sangat berkorelasi dengan konsentrasi kitosan yang
diaplikasikan ke tanaman, karena setiap tanaman memilki tingkat optimum
konsentrasi kitosan yang diaplikasikan. Untuk itu, penelitian mengenai pemanfaat
kitosan pada tanaman perlu diteliti untuk peningkatan kualitas tanaman pertanian,
informasi ini menjadi hal yang sangat berharga di kemudian hari.
2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengetahui potensi kitosan sebagai alternatif
fungisida sintetik dalam menekan kejadian dan keparahan penyakit antraknosa
pada tanaman cabai.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai keefektifan
kitosan dalam menekan kejadian dan keparahan penyakit antraknosa pada
tanaman cabai.
3
Metode Penelitian
Penyiapan Larutan Kitosan
Kitosan dalam bentuk bubuk diperoleh dengan membeli melalui CV. WISH
Indonesia. Konsentrasi kitosan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1%
dalam bentuk larutan. Sebanyak 50 g kitosan dilarutkan dalam 1 L asam asetat
1.5% untuk membuat larutan stok kitosan dengan konsentrasi 5%. Larutan stok
kitosan dibuat konsentrasinya menjadi 1% dengan pengenceran bertingkat.
Perlakuan
Terdapat tiga perlakuan pada penlitian ini yaitu, konvensional (KO)
sebagai pembanding, kitosan dengan aplikasi siram pada tanah (KK), dan kitosan
dengan aplikasi semprot (KS). Pada perlakuan konvensional, treatment yang
dilakukan yaitu perendaman benih menggunakan air hangat selama 15 menit, dan
pemeliharaan selanjutnya mengikuti cara budidaya yang dilakukan petani.
Perlakuan kitosan dengan aplikasi siram, treatment yang dilakukan yaitu
perendaman benih menggunakan kitosan 1% selama dua jam, lalu penyiraman
kitosan saat umur 3 minggu setelah semai (MSS) sebanyak 5 ml/bibit, selanjutnya
aplikasi kitosan dilakukan saat tanaman berumur 4 dan 6 minggu setelah tanam
(MST) sebanyak 20 ml/tanaman, saat berumur 8 minggu setelah tanam (MST)
sebanyak 25 ml/tanaman. Perlakuan kitosan dengan aplikasi semprot, treatment
yang dilakukan sama seperti aplikasi siram, hanya diganti dengan menyemprotkan
larutan kitosan pada tanaman.
Penyemaian
Media semai yang digunakan adalah tanah dan pupuk kandang dengan
perbandingan 1:1. Setelah benih direndam sesuai perlakuan diatas, kemudian
benih dikeringanginkan, dan ditanam pada trai yang telah diisi media semai,
masing-masing lubang diisi dua benih. Dilakukan penyiraman serta perawatan
setiap hari, dan pada umur bibit 6 minggu setelah semai (MSS) dilakukan pindah
tanam ke lapangan.
4
Penanaman
Penanaman bibit cabai dilakukan setelah bibit berdaun 4 sampai 5 helai.
Ditanam pada polybag berukuran 30 cm x 35 cm dengan perbandingan media
tanah dan pupuk kandang 1:2. Media tanam yang telah disiapkan diberikan pupuk
dasar yaitu NPK 10 g/L dan disiramkan pada setiap polybag sebanyak 250
ml/polybag. Selanjutnya bibit ditanam pada polybag. Masing-masing perlakuan
terdiri dari 20 unit percobaan. Jumlah total tanaman yaitu 180. Perawatan tanaman
dilakukan dengan memberikan pupuk NPK Mutiara 16:16 dengan dosis 10 g/L
setiap minggu sebanyak 250 ml/tanaman. Perlakuan konvensional diberikan
pestisida sintetik Curacron 500 EC dengan bahan aktif profenofos 500 g/L,
fungisida sintetik Antracol 70 WP dengan bahan aktif propineb 70% ,
penyemprotan dilakukan satu kali seminggu hingga umur 8 MST.
Peubah Pengamatan
Peubah yang diamati diantaranya daya kecambah, tinggi bibit dan jumlah
daun bibit. Tinggi tanaman, dan jumlah daun tanaman saat tanaman berumur 2 – 8
minggu setelah tanam (MST). Jumlah buah per tanaman dan bobot buah per
tanaman dihitung pada setiap pemanenan ,pemanenan dilakukan tiga kali pada
saat tanaman berumur 10, 12, dan 14 minggu setelah tanam (MST).
Pengamatan Keparahan dan Kejadian Penyakit
Pengamatan kejadian dan keparahan penyakit dihitung menggunakan
rumus sebagai berikut:
Rumus kejadian penyakit Rumus keparahan penyakit
𝑎
𝐼
𝑎+𝑏
Keterangan : Keterangan :
KP : Kejadian Penyakit I : Keparahan Penyakit
n : Jumlah tanaman terserang a : Jumlah buah terserang
N : Jumlah tanaman total b : Jumlah buah sehat
Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok
(RAK) dengan 3 ulangan. Perlakuan yang dilakuakan terdiri atas perlakuan
konvensional (KO), perlakuan kitosan dengan penyemprotan daun (KS), dan
perlakuan kitosan dengan penyiraman tanah (KK). Data yang diperoleh ditabulasi
silang menggunakan Microsoft Excel 2010 dan dianalisis menggunakan analisis
ragam (ANOVA) dengan menggunakan program Statistical Analysis System
(SAS) for windows versi 9.1.3 Perlakuan yang berpengaruh diuji lanjut dengan uji
selang berganda Duncan (DMRT) pada taraf nyata 5%.
5
Tabel 2 Pengaruh perlakuan kitosan terhadap tinggi dan jumlah daun bibit pada 6
MSS
Perlakuana Tinggi bibit (cm) Jumlah daun bibit (helai)
KO 5.55 ± 0.25b 4.78 ± 0.06b
KK 5.04 ± 0.16a 4.71 ± 0.04b
KS 5.01 ± 0.15a 4.29 ± 0.05a
*Angka pada satu kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata (uji Duncan α=5%).
a
(KO) perlakuan konvensional, (KK) perlakuan penyiraman kitosan pada tanah,
(KS) penyemprotan kitosan pada daun.
40
35
30
25
20
15
10
5
0
2 3 4 5 6 7 8
Umur tanaman (MST)
60
KO KK KS
50
40
Jumlah Daun
30
20
10
0
2 3 4 5 6 7 8
Umur tanaman (MST)
Gambar 2 Pengaruh kitosan terhadap jumlah daun tanaman cabai. (KO) perlakuan
konvensional, (KK) perlakuan penyiraman kitosan pada tanah, (KS) pe-
nyemprotan kitosan pada daun.
40
35 KO KK KS
Insidensi penyakit (%)
30
25
20
15
10
5
0
10 12 14
Umur tanaman (MST)
70
KO KK KS
Keparahan penyakit (%)
60
50
40
30
20
10
0
10 12 14
Umur tanaman (MST)
Jumlah buah cabai terbanyak terdapat pada perlakuan kitosan dengan cara
penyemprotan pada daun (KS) dengan jumlah buah 8.13 buah/tanaman dan bobot
buah 56.01 g/tanaman. Meskipun pada perlakuan kitosan dengan cara
penyemprotan pada daun (KS) jumlah buah cabai per tanaman lebih banyak
daripada jumlah buah cabai perlakuan konvensional. Berdasarkan pengamatan,
aplikasi kitosan penyemprotan pada tanaman (KS) dapat memberikan pengaruh
positif terhadap jumlah buah cabai, namun tidak pada bobot buah cabai (Tabel 4).
Hal tersebut karena ukuran buah cabai perlakuan konvensional lebih besar pada
setiap pemanenan dan rata-rata jumlah buah terinfeksi lebih sedikit dibandingkan
dengan perlakuan kitosan, sehingga tanaman perlakuan konvensional memiliki
nilai bobot buah lebih besar. Akan tetapi nilai jumlah buah sakit dan bobot buah
cabai tidak berbeda nyata pada semua perlakuan setelah diuji ANOVA.
Pemanenan buah cabai yang dilakukan saat buah masih berwarna hijau dan
sudah mencapai berat penuh, bertujuan menghindari serangan dari lalat buah.
Perlakuan aplikasi kitosan dengan cara penyiraman pada tanah (KK) di sekitar
perakaran tanaman dan penyemprotan daun tanaman (KS) diharapkan dapat
meningkatkan kualitas dan kuantitas buah. Namun, menurut hasil yang didapat
produksi buah pada perlakuan konvesional lebih baik dibandingkan dengan
perlakuan kitosan. Penggunaan konsentrasi kitosan yang tepat mampu membantu
meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan, serta produksi buah pada
10
Pembahasan Umum
Kurang optimumnya hasil yang diperoleh pada perlakuan kitosan dari awal
penyemaian disebabkan belum optimumnya konsesntrasi yang diaplikasikan pada
tanaman cabai. Selain itu, pertumbuhan tanaman cabai yang diberi perlakuan
kitosan tidak maksimal, dikarenakan terganggunya masa pertumbuhan saat
pembibitan. Tanaman akan memilki hasil yang baik apabila dari awal penanaman
tanaman tersebut sehat, sehingga tidak terjadinya gangguan fisiologis yang
menggagu produksi tanaman itu sendiri. Faktor lingkungan yang optimum juga
mempengaruhi keberhasilan kitosan diserap oleh tanaman secara maksimal,
percobaan yang dilakukan di lapang sulitnya membuat lingkungan yang optimum
karena cepatnya perubahan cuaca yang terjadi.
Keberhasilan kitosan dalam menekan patogen tanaman tergantung pada
konsentrasi. Konsentrasi kitosan saat diaplikasikan ke tanaman mempengaruhi
tingkat serangan penyakit antraknosa. Penghambatan pertumbuhan cendawan
sangat berhubungan dengan konsentrasi kitosan (Bautista et al. 2006). Penelitian
sebelumnya melaporkan bahwa aplikasi kitosan dengan konsentrasi 0.75% dapat
menekan serangan penyakit antraknosa pada buah pepaya (Hamdayanty et al.
2012) dan kitosan konsentrasi 2% dapat menekan serangan penyakit antraknosa
pada buah pisang (Pamekas 2009). Konsentrasi kitosan 1% pada tanaman cabai
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan
konvensional yang menggunakan fungisida sintetik, hal ini menunjukkan bahwa
setiap tanaman memilki perbedaan konsentrasi kitosan untuk mencapai hasil yang
optimum. Konsentrasi kitosan yang tinggi bisa merangsang kepekaan jaringan
tanaman terhadap patogen (Sun et al. 2008).
Kitosan dapat menguap oleh sinar matahari dan tercuci oleh air hujan.
Waktu aplikasi kitosan pada tanaman lebih baik saat sore hari karena intensitas
cahaya matahari sudah berkurang, dan kita dapat memprakirakan cuaca apakah
akan hujan atau tidak. Hal ini mempengaruhi kitosan untuk menginduksi
ketahanan alami pada tanaman cabai tergantung banyaknya kitosan yang diserap
secara maksimal.
Perlakuan kitosan pada penghambatan nilai insidensi penyakit memilki hasil
yang baik, karena hasilnya mendekati dengan tanaman yang menggunakan
11
Simpulan
Seluruh perlakuan kitosan dengan konsentrasi 1% dan perlakuan
konvensional yang menggunakan fungisida sintetik mampu menekan insidensi
dan keparahan penyakit antraknosa di lapangan. Penggunaan kitosan cukup efektif
karena menunjukkan hasil yang sama dengan penggunaan fungisida sintetik pada
cara budidaya cabai konvensional, pada pengamatan keparahan penyakit
perlakuan kitosan penyemprotan pada tanaman (KS) memiliki hasil yang lebih
baik dibandingkan dengan perlakuan konvensional, meskipun hasilnya tidak
berbeda nyata.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk penggunaan konsentrasi yang
lebih tepat dan meningkatkan frekuensi aplikasi kitosan di lapangan sehingga
memungkinkan meningkatkan induksi ketahanan tanaman cabai dan mampu
menekan infeksi penyakit antraknosa.
13
DAFTAR PUSTAKA
Agrios GN. 1988. Plant Pathology. Ed ke-3. London (UK): Academic Press.
Ameriana M, Natawidjaja RS, Arief B, Rusidi, Karmana MH. 2006. Faktor-faktor
yang mempengaruhi kepedulian terhadap sayuran aman residu pestisida
(kasus pada buah tomat dikota bandung). J Hort 16(1):77-86.
Antuni W, Erfan P. 2012. Pengaruh Konsentrasi Kitosan dari Cangkang Udang
Terhadap Efisiensi Penjerapan Logam Berat. J Pendid Kim UNY 1-27
AVRDC. 2003. Evaluation of Phenotypic and Molecular Criteria for the
Identification for Colletotrichum species Causing Pepper Antrachnose in
Taiwan, p. 58-59. In AVRDC Report 2003. Taiwan.
[Balitsa] Balai Penelitian Tanaman Sayuran. 2014. Budidaya Cabai Merah di
dalam Polybag [Internet]. [diunduh 2015 Mei 25]. Tersedia pada:
http://balitsa.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/berita-terbaru/253-
budidaya-cabai-merah-di-dalam-polybag.html.
Bautista-BS, Hernandez LAN, Velazquez-del VMG, Hernandez LM, Ait BE,
Bosquez ME, Wilson CL. 2006. Chitosan as a potential compound to
control pre and postharvest diseases of horticultural commodities. Crop Prot
25(2006):108-118.
Bano M, Sivaramakrishnan VM. 1980. Preparation and properties of L.
asparaginase from green chillies ( Capsicum annum L .). J Biosci 2(4):291-
297.
Bernardius TWW. 2002. Bertanam Cabai Pada Musim Hujan. Jakarta (ID):
Agromedia.
Boonlertnirun S, Boonraung C, Suvanasara R. 2008. Application of chitosan in
rice production. J Met Mater Miner. 18:47-52.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Cabai
2014 [Internet]. [diunduh pada 2015 Mei 31]. Tersedia pada: http://www.
bps.go.id/site/resultTab.html.
Chandrkrachang S, Sompongchaiyakul P, Sangtain S. 2005. Profitable spin-off
from using chitosan in orchid farming in Thailand. J Met Mater Miner
15:45-48.
Chookhongkha N, Miyagawa S, Jirakiattikul Y, Photchanachai S. 2012. Chili
growth and seed productivity as affected by chitosan. International
Conference on Agriculture Technology and Food Sciences (ICATFS2012);
2012 Nov 17-18; Manila, Philippines. Manila (PH): Manila. hlm 146-149;
[diunduh 2016 Nov 10]. Tersedia pada:
http://www.psrcentre.org/images/extraimages/31.%201112041.pdf
Damayanti TA, Haryanto, Wiyono S. 2013. Pemanfaatan kitosan untuk
pengendalian Bean Commo Mosaic Virus (BCMV) pada kacang panjang. J
HPT Trop 13(2):110-116.
[DEPTAN] Departemen Pertanian. 2015. Produktivitas Cabai Indonesia 2004
[Internet]. [diunduh pada 2015 Mei 31]. Tersedia pada
http://www.deptan.go.id./side/resultTab.html.
14
Nasional Sains dan Teknologi; 2008 Nov 17; Lampung (ID): Satek. Hlm
582-590.
Rukmana R. 1996. Cabai Hibrida Sistem Mulsa Plastik. Yogyakarta (ID):
Kanisius.
Samsudin I. 2002. Pengaruh ekstrak kompos bokashi dan konvensional terhadap
patogen Colletotrichum capsici (Syd.) Butler & Bishy penyebab penyakit
antraknosa pada cabai [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sudibyaningsih T. 1990. Residu pestisida Diazinon dalam daun kubis dari saat
panen sampai penanganan sebelum dikonsumsi. Majalah Ilmiah Unsoed.
15(5):105-112.
Sugiprihatini D. 2009. Potensi penggunaan khamir dan kitosan untuk
pengendalian busuk buah Lasiodiplodia theobromae pada buah mangga
selama penyimpanan [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sun T, Xu Z, Wu CT, Janes M, Prinyawiwatkul W. 2007. Antioxidant activities of
different colored sweet bell peppers (Capsicum annuum L.). J Food Sci
72(2):S98-S102.
Semangun H. 1994. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia.
Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press.
Semangun H. 2006. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Yogyakarta (ID):
Gadjah Mada University Press.
Uthairatanakij A, Silva JAT, Obsuwan K. 2007. Chitosan for improving orchid
production and quality. J Orchid Sci and Biotech. 1:1-5.
16
LAMPIRAN
17
Lampiran 10
Insidensi Penyakit
Perlakuan
10 MST 12 MST 14 MST
Konvensional (KO) 23.33 ± 15.27a 18.33 ± 7.64a 15.00 ± 18.03a
Kitosan siram (KK) 15.00 ± 13.23a 36.67 ± 30.14a 18.33 ± 23.63a
Kitosan semprot (KS) 13.33 ± 11.55a 26.82 ± 20.33a 18.33 ± 17.56a
*Angka pada satu kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata (uji Duncan α=5%).
Lampiran 11
Keparahan Penyakit
Perlakuan
10 MST 12 MST 14 MST
Konvensional 15.75 ± 12.42a 42.47 ± 28.43a 29.57 ± 42.65a
Kocor 22.10 ± 22.04a 34.79 ± 33.81a 26.75 ± 30.52a
Semprot 21.08 ± 18.57a 63.96 ± 22.73a 25.40 ± 26.02a
*Angka pada satu kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata (uji Duncan α=5%).
Lampiran 12 Pengaruh perlakuan kitosan terhadap tinggi tanaman cabai
Tinggi Tanaman*
Perlakuan
2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST
Konvensional 9.83 ± 0.87a 13.80 ± 1.70a 18.19 ± 2.21a 26.34 ± 2.05a 33.74 ± 1.63a 38.77 ± 5.06a 46.23 ± 6.16a
(KO)
Kitosan
8.15 ± 0.46a 11.65 ± 0.80a 15.55 ± 1.03a 21.17 ± 1.98b 26.90 ± 2.59b 31.99 ± 4.01a 33.71 ± 7.32b
Siram (KK)
Kitosan
7.71 ± 0.15a 10.86 ± 0.38a 14.25 ± 0.66a 19.34 ± 1.05b 24.49 ± 1.61b 30.20 ± 0.80a 33.05 ± 1.40b
Semprot (KS)
*Angka pada satu kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (uji Duncan α=5%).
RIWAYAT HIDUP